Komponen Struktural Modal Sosial dan
Komponen Struktural Modal Sosial
Oleh Sunyoto Usman
Fisipol UGM
Bab ini memberi perbendaharaan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
keberadaan dan proses terbentuknya komponen struktural modal sosial.
Komponen struktural tersebut dapat berupa asosiasi, organisasi, perkumpulan
atau perhimpunan, serta jejaring (network) yang melembaga di dalamnya.
Komponen struktural modal sosial tersebut muncul dipengaruhi oleh
serangkaian tindakan para aktor. Hubungan antara komponen struktural
dengan tindakan aktor bersifat interdependensi (timbalbalik, saling
menentukan). Di satu pihak, komponen struktural tumbuh dan berkembang dari
serangkaian tindakan para aktor yang dibalut oleh berbagai macam
kepentingan. Di lain pihak, komponen struktural tersebut juga menciptakan
serangkaian tindakan para aktor, terutama dalam upaya mereka memberi
respons dan stimulan serta beradaptasi dengan perubahan lingkungan sosial.
Setelah mendiskusikan topik ini mahasiswa diharapkan memahami
keberadaan dan kekuatan yang melekat dalam komponen struktural modal
sosial.
• Ikatan Sosial
Dalam uraian terdahulu telah disampaikan bahwa dalam modal sosial
terdapat komponen yang bersifat struktural. Komponen ini bersifat obyektif dan relatif
dapat diobservasi dengan kasat mata (tangiable) seperti asosiasi, organisasi,
perkumpulan atau perhimpunan serta jejaring (network) yang melembaga
didalamnya. Asosiasi, organisasi, perkumpulan atau perhimpunan serta jejaring
(network) semacam itu tidak terbentuk mendadak dan tibatiba tetapi terbentuk
melalui proses panjang dan berlilitlilit dengan bermacammacam kepentingan.
Menurut Nan Lin (2004:128) faktor penting yang mendorong timbulnya komponen
yang bersifat struktural tersebut adalah tindakan aktor yang terkait dengan upaya
minimalisasi kerugian (minimization of loss) dan maksimalisasi keuntungan
(maximimization of gain). Tindakan aktor semacam itu diasumsikan dilandasi oleh
kalkulasi atau perhitungan rasional dengan mempertimbangan peluang dan resiko
yang ada di sekitarnya.
Pertanyaannya kemudian adalah kalkulasi seperti apakah yang paling kuat
menjadi energi pendorong dua macam tindakan tersebut? Tidak mudah
menjawabnya, karena konteks yang berbeda bisa melahirkan bentuk kalkulasi yang
berbeda pula. Menurut Nan Lin baik tindakan minimalisasi kerugian maupun
maksimalisasi keuntungan bisa terkait dengan dua macam kalkulasi yaitu (1)
memelihara sumberdaya (to maintain resources), dan (2) mengembangkan
sumberdaya (to expand resources). Tindakan aktor yang terkait dengan upaya
memelihara sumberdaya (resources) dekat dengan kalkulasi menekan kemungkinan
kehilangan sumberdaya. Sedangkan tindakan aktor yang terkait dengan upaya
mengembangkan sumberdaya, lebih dekat dengan kalkulasi memperoleh
keuntungan. Menurut Nan Lin kendatipun upaya memelihara sumberdaya dan
mengembangkan sumberdaya memiliki karakteristik yang berbeda, namun
perbedaan dua macam upaya tersebut tidak bersifat dichotomy, tetapi berbentuk a
ranked action set (berjenjang) dan lazimnya diekspresikan dalam bentuk prioritas.
Pada saat tertentu tindakan memelihara sumberdaya (to maintain resources)
ditempatkan sebagai prioritas, dan pada saat tertentu lainnya upaya
1
mengembangkan sumberdaya (to expand resources) justru yang menjadi prioritas
(dan demikian pula sebaliknya).
Apa implikasinya terhadap interaksi sosial? Dalam kehidupan nyata
interaksi sosial lazim diwarnai oleh tindakan aktor yang tidak pernah lelah
mempertahankan sumberdaya (resources) yang dimiliki atau dikuasai. Mereka selalu
berusaha keras bagaimana supaya tidak kehilangan sumberdaya. Manakala aktor
aktor yang menjalin interaksi sosial tersebut samasama berhasil mempertahankan
sumberdaya (resources) yang dimiliki atau dikuasai (tidak ada yang merasa
kehilangan), maka terjadilah kondisi a mutual recognition (saling menghargai).
Kondisi saling menghargai tersebut bukan hanya refleksi atau cermin tidak ada pihak
yang kehilangan, tetapi juga mampu mencegah kemungkinan terjadinya kehilangan
itu sendiri. Kendatipun demikan dalam praktek tidak mudah mengembangkan kondisi
saling menghargai atau memberi perhatian. Mengapa? Alasan pertama, kondisi
semacam ini bolehjadi mudah berlaku dalam interaksi sosial yang terjalin dalam
kelompok kecil, akan tetapi sangat sulit dikembangkan atau dipelihara ketika interaksi
sosial yang terjalin melibatkan banyak aktor, seperti yang terjadi dalam komunitas
atau masyarakat luas (society). Kepentingan mereka amat bervariasi, derajad
toleransinya juga amat beragam dan tidak mudah disatukan. Alasan kedua, jarang
terjadi kasus pihakpihak yang menjalin interaksi sosial memiliki persamaan kuantitas
dan kualitas sumberdaya. Karena itu kondisi a mutual recognition (saling
menghargai atau memberi perhatian) tersebut tidak selalu konstan. Kondisi
semacam ini dapat dikembangkan manakala salah satu pihak bersedia memberikan
pengorbanan. Pihak yang memberi pengorbanan ketika itu belum memikirkan
mendapatkan keuntungan. Kelak setelah pihak yang memberi pengorbanan tersebut
mulai memikirkan mendapatkan keuntungan, kondisi tersebut berarkhir (paling tindak
ditinjau kembali). Pernyataan ini semakin menegaskan bahwa kondisi a mutual
recognition (saling menghargai atau memberi perhatian) lebih digerakkan di atas
prinsip minimialisasi kehilangan (minimization of loss) daripada maksimilisasi
keuntungan (maximization of gain).
Sumberdaya (resources) tidak dikuasai atau dimiliki secara abadi. Suatu
ketika sumberdaya (resources) juga diserahkan (transfered) kepada orang.
Pertanyaannya adalah kepada siapa sumberdaya tersebut diserahkan? Bagaimana
proses menyerahkannya? Bagaimana sosiologi menjelaskan fenomena ini?
Penjelasan sosiologi tentang masalah ini lazim dikaitkan dengan interaksi sosial.
Manakala bereferensi pada prinsip meminimalkan kehilangan, maka orang
cenderung menyerahkan (to transfer) sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai kepada
aktoraktor yang dianggap mau dan mampu memelihara kelangsungan sumberdaya
tersebut. Aktoraktor tersebut acapkali dalam satu ikatan primodial karena bukan
hanya dianggap memiliki persamaan sikap dan kepentingan tetapi juga diyakini
mampu memelihara trust (nilainilai positif yang menghargai perkembangan).
Seperti telah disampaikan dalam uraian terdahulu konsep modal sosial
berbeda dengan modal manusia (human capital). Modal manusia adalah sumberdaya
(resources) yang dimiliki oleh aktor yang memungkinkan aktor tersebut dapat
membuat keputusan sendiri atau mendayagunakan sumberdaya tersebut sesuai
dengan otoritas yang dimiliki sendiri. Sementara itu modal sosial adalah sumberdaya
(resources) yang melekat dalam relasirelasi antar aktor (tidak melekat dalam diri
aktor). Modal sosial baru dapat diketahui atau diidentifikasi setelah aktoraktor
tersebut saling menjalin relasi. Kalau mereka pasif, maka modal sosial tersebut tidak
dapat diidentifikasi eksistensinya. Modal sosial dikembangkan melalui pembentukan
(kreasi) dan pemeliharaan ikatan sosial (social ties). Ikatan sosial membentuk
jejaring, dan jejaring memberikan akses pada aktoraktor pada sumberdaya
(resources). Begitu jejaring terbentuk, maka aktoraktor sebetulnya bukan hanya
2
dapat meraih sumberdaya tersebut, tetapi juga membuka jalan menciptakan peluang
untuk menambah sumberdaya baru. Demikianlah proses ini berlanjut dan terjadilah
kemudian akumulasi serta peningkatan jumlah sumberdaya.
• Jejaring (Networks)
Burt (2001:31) memilahkan jejaring kedalam dua kategori yaitu structural
holes atau jejaring yang ditandai oleh peran penghubung atau jembatan (broker) dan
network closure atau jejaring yang ditandai oleh interkoneksi antar aktor yang amat
kuat (tanpa broker). Kendatipun karakteristik dua macam struktur jejaring tersebut
berbeda namun samasama berupa refleksi tindakan aktoraktor dalam membentuk
relasrelasi sosial yang dikembangkan untuk memenuhi pelbagai macam
kepentingan. Sebagai ilustrasi berikut disampaikan diagram yang pernah ditawarkan
Burt.
(Burt,2001:33)
Dalam diagram tersebut ditunjukkan sosiogram yang menggambarkan
kedekatan hubungan antar aktor dalam memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan
tertentu, serta aktoraktor yang berperan sebagai jembatan (broker) yang
menghubungkan mereka. Titiktitik adalah gambaran posisi aktoraktor, dan garis
menunjukkan jalingan hubungan antar aktor. Secara teoritis sosiogram semacam itu
tidak permanen dalam arti jejaring yang terbentuk untuk tujuan, tempat dan waktu
tertentu bisa berbeda dengan jejaring yang terbentuk untuk tujuan, tempat dan waktu
tertentu lainnya. Dalam sosiogram tersebut terdapat tiga kelompok (A,B dan C).
Setiap kelompok melembagakan pola hubungan sosial sendiri. Namun mereka
sebenarnya tidak terpisah, karena terdapat sejumlah aktor yang berperan
menjembatani hubungan antar kelompok. Dalam kondisi demikian informasi yang
diterima oleh aktoraktor tertentu dapat tersebar kepada aktoraktor tertentu lainnya
meskipun mereka berafiliasi pada kelompok yang berbeda. Oleh karena sejumlah
aktor menjadi bagian dari lebih dari satu kelompok (beberapa kelompok sekaligus),
maka mereka memperoleh informasi lebih banyak daripada aktoraktor yang hanya
menjadi bagian dari satu kelompok saja.
Structural holes separate nonredundant sources of information, sources that
are more additive than overlapping. There are two indicators of redundancy:
cohesion and equivalence. Cohesive contacts (contacts strongly connected to
3
each other) are likely to have similar information an therefore provide redundant
information benefits. Structurally equivalent contacts (contacts who link a
manager to the same third parties) have the same sources of information and
therefore provide redundant information benefits.
(Burt, 2003:35).
Manakala informasi tersebut dianggap sebagai energi untuk memanfaatkan
dan menciptakan peluang, maka kata Burt tidak terlalu berlebihan apabila dinyatakan
bahwa peluang mereka lebih besar dibandingkan dengan aktoraktor lain. Karena
mereka bukan hanya dapat memanfaatkan dan menciptakan peluang berdasarkan
informasi beredar di lingkungannya sendiri, tetapi juga dapat memanfaatkan dan
menciptakan peluang berdasarkan informasi yang beredar di lingkungan lain. Mereka
dapat digolongkan sebagai aktoraktor yang mengetahui, menguasai dan
mendayagunakan pelbagai macam peluang. Mereka lebih banyak memiliki energi
atau peluang akses terhadap sumberdaya yang dapat kembangkan sebagai modal
sosial daripada aktoraktor yang lain.
Pandangan tersebut berbeda dengan sosiogram dalam bentuk network
closure atau jejaring yang ditandai oleh ikatan (connected) semua aktor yang
terhimpun di dalamnya. Menurut Coleman dalam jejaring semacam ini semua aktor
memiliki akses yang sama terhadap informasi. Berikut dikutipkan pendapat Coleman.
An important form of social capital is the potential for information the inheres in
social relations. ... A person who is not greatly interested in current events but
who is interested in being informed about important developments can save the
time required to read a newspaper if he can get the information he wants from
a friend who pays attention to such matter.
(Coleman,1990:310)
Selanjutnya network closure atau jejaring yang ditandai oleh interkoneksi
antar aktor yang amat kuat juga memfasilitasi berlakunya normanorma yang telah
menjadi kesepakatan bersama dan pemberian sangsi terhadap terjadinya
penyimpangan terhadap normanorma tersebut. Dalam network closure aktoraktor
senantiasa berusaha menjaga berlakunya normanorma terutama untuk memelihara
keakraban dan hubungan sosial yang harmonis. Kepatuhan terhadap normanorma
tersebut diyakini mampu menciptakan relasirelasi sosial melembagakan kesadaran
kolektif serta persamaan dalam bersikap dan bertindak yang pada gilirannya dapat
menjadi energi untuk mengembangkan modal sosial. Dalam network closure aktor
aktor juga memberikan sangsi supaya aktoraktor konsisten mentaati kewajiban dan
larangan yang terendap dalam normanorma tersebut. Berlakunya normanorma dan
sangsisangsi tersebut memiliki kekuatan mendorong aktoraktor mengembangkan
ikatanikatan sosial yang amat berharga bagi pengembangan modal sosial. Hal
senada juga pernah disampaikan oleh Granovetter (1992:44) bahwa sangsi terhadap
penyimpangan norma mampu menumbuhkan trust (keyakinan terhadap nilainilai
positif yang mampu menciptakan perubahan), dan kerjasama yang saling
menguntungkan.
Burt (2003:3940) pernah melakukan studi tentang jejaring yang tumbuh dan
berkembang di kalangan para menejer. Kegiatan mereka membentuk jejaring sosial
yang diikat dengan normanorma dan sangsi. Adapun pertanyaanpertanyaan yang
diajukan Burt untuk mengidentifikasi jejaring mereka adalah sebagai berikut.
(a) people with whom they most often discussed important personal matters,
(b) the people with whom they most often spent free time, (c) the person to
whom they report in the firm, (d) their most promising subordinate, (e) their most
valued contacts in the firm, (f) essential sources of buyin, (g) the contact most
4
important for their continued success in the firm, (h) their most difficult contact,
and (i) the people with whom they would discuss moving to a new job in another
firm.
Sembilan macam pertanyaan tersebut dipergunakan oleh Burt untuk
menggambarkan jejaring yang memperlihatkan relasirelasi langsung maupun tidak
langsung di antara para menejer yang diobsevasi, terutama di seputar posisi aktor
aktor tertentu yang dianggap memiliki banyak informasi dan dipilih sebagai referensi
sikap dan tindakan. Melalui serangkaian pertanyaan tersebut Burt dapat
mengidentifikasi tiga komponen yang terendap dalam jejaring yaitu jumlah aktor yang
terlibat dalam jejaring (size), kedekatan kontak para aktor tersebut (density) dan
ikatan kuat terhadap aktoraktor tertentu yang dianggap sebagai panutan (hierarchy).
Tiga komponen ini (size, density dan hierarchy) selanjutnya mewarnai segenap
analisis tentang jejaring sosial.
5
Komponen Kultural Modal Sosial
Oleh Sunyoto Usman
Fisipol UGM
Bab ini memberi perbendaharaan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
keberadaan dan proses terbentuknya komponen kultural (kognitif) modal sosial.
Komponen kultural tersebut terutama berupa social trust (keyakinan
melembagakan tindakan yang diendapi oleh nilainilai positif yang mampu
menciptakan perubahan) dan pertukaran sosial (social exchange) yang saling
menguntungkan (reciprocal relationships). Di satu sisi, komponenkomponen
tersebut tumbuh dan berkembang berkat fasilitas jejaring (network). Di sisi lain,
keberadaannya juga memperkuat eksistensi jejaring (network) tersebut. Jadi
ada hubungan timbal balik. Setelah mendiskusikan topik ini mahasiswa dapat
memahami keberadaan dan kekuatan yang melekat dalam komponen kognitif
modal sosial.
• Social Trust
Dalam literatur terdapat banyak difinisi tentang trust. Salah satu di antara
difinisi tersebut disampaikan oleh Gabby dan Leender sebagai berikut.
..... a set of beliefs about the other party (trustee), which lead one (trustor) to
assume that the trustee’s actions will have positive consequences for the
trustor’s self.
(Gabby and Leenders, 2003)
Dalam definisi tersebut sedikitnya terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan
yaitu belief (keyakinan), trustor (pihak yang menaruh kepercayaan) dan trustee (pihak
yang dipercaya). Oleh karena bentuknya adalah belief (keyakinan), maka trust
tergolong tidak kasat mata dan hanya bisa diidentifikasi gejalagejalanya. Mayer at
al (1995) menyatakan terdapat tiga dimensi trust (keyakinan terhadap nilainilai positif
yang mampu menciptakan perubahan), yaitu capability, benevolence dan integrity.
Capability terkait dengan skills (keterampilan) dan kompetensi yang dimiliki oleh
kelompok, komunitas atau masyarakat tempat afiliasi para aktor yang dapat
didayagunakan sebagai energi atau kekuatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Benevolence terkait dengan seberapa jauh trustee (pihak lain) bersedia atau mau
berbuat baik terhadap trustor. Kemudian integrity terkait dengan persepsi trustor
terhadap trustee tentang prinsipprinsip tertentu yang patut diterima atau diikuti.
Setiap dimensi tersebut berdiri sendiri (independen) maksudnya kendatipun memiliki
keterkaitan namun sebenarnya terpisah. Aktoraktor tertentu yang menaruh trust
pada kemampuan dan integritas kelompok tidak serta merta menaruh trust terhadap
kemampuan dan integritas komunitas (community) atau masyarakat (society), dan
begitu pula sebaliknya. Aktoraktor tertentu yang menaruh trust terhadap
kemampuan dan integritas trustee tertentu (pihak lain) juga tidak serta menaruh trust
terhadap kemampuan dan integritas kelompok, komunitas atau masyarakat, dan
demikian pula sebaliknya. Pandangan semacam itu hendak menegaskan terdapat
keragaman tingkat kedalaman trust yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
kelompok, komunitas atau masyarakat. Kelompok, komunitas dan masyarakat
tertentu mampu membangun trust yang cukup kuat, sebaliknya kelompok, komunitas
dan masyarakat tertentu lainnya justru terlihat berat sekali membangun trust
(keyakinan terhadap nilainilai positif yang mampu menciptakan perubahan),.
Trust yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kelompok, komunitas
atau masyarakat tidak terjadi secara kebetulan, atau terbentuk mendadak dan tiba
6
tiba. Trust terjadi melalui proses yang melibatkankan hubungan antar aktoraktor
yang terhimpun dalam kelompok, komunitas atau kelompok tersebut. Herreros
(2004: 5271) menyatakan bahwa terjadinya trust bisa terkait dengan halhal sebagai
berikut. Pertama, trust terkait dengan persepsi individual aktor terhadap aktor lain
yang terhimpun dalam suatu kelompok, komunitas atau masyarakat. Individual aktor
menaruh trust kepada aktor lain (walaupun bolehjadi tidak dikenalnya secara
personal) ketika mempunyai kesan baik terhadap sikap dan tindakan yang
diperagakan oleh anggota kelompok, komunitas atau masyarakat tersebut. Dalam
konteks ini aktor lain (trustee) dianggap sebagai representasi karakteristik kelompok,
komunitas dan masyarakat. Karena itu pada saat individual aktor tadi memperoleh
pengalaman berupa perlakuan baik dari kelompok, komunitas dan masyarakat
tertentu, maka segera tertanam dalam persepsinya bahwa aktoraktor lain yang
terhimpun dalam kelompok, komunitas atau masyarakat tersebut juga memberi
perlakuan baik terhadap dirinya. Dengan demikian trust semacam ini terbentuk dari
sebuah bridging network (Putnam, 2000:2223) atau lahir dari pihak ketiga (co
members), berada di luar trustor (pihak yang menaruh kepercayaan) dan trustee
(pihak yang dipercaya). Oleh karena terbentuknya trust tersebut melibatkan pihak
ketiga (comembers), maka pembahasan eksistensi trust dalam konteks ini bukan
hanya melibatkan persepsi tetapi juga dengan aspek partisipasi. Partisipasi
diasumsikan mendahului kemauan dan kemampuan individual aktor melakukan
justifikasi dalam proses membangun persepsi.
Kedua, trust (keyakinan terhadap nilainilai positif yang mampu menciptakan
perubahan), terkait kemampuan individual aktor memahami nilainilai dan norma
norma sosial yang terendap dalam kelompok, komunitas dan masyarakat. Dalam
konteks ini nilainilai dan normanorma sosial tersebut diasumsikan sebagai referensi
semua aktor dalam bersikap dan bertindak yang dikembangkan untuk mencapai
tujuan bersama, baik pada level kelompok, komunitas maupun masyarakat. Nilainilai
dan normanorma tersebut ditempatkan sebagai pengikat solidaritas sosial atau
acuan menyelesaikan pelbagai bentuk konflik dan penyimpangan. Nilainilai dan
normanorma sosial tersebut mempunyai kekuatan memaksa dalam arti mereka yang
mematuhi mendapatkan ganjaran (reward) dan mereka yang mengingkari diberi
sangsi. Pemahaman individual aktor terhadap nilainilai dan normanorma sosial
tersebut selanjutnya memudahkannya mengidentifikasi siapa aktoraktor lain yang
patut dikategorikan sebagai trustee (pihak yang dipercaya). Bagaimana kalau
kelompok, komunitas dan masyarakat tersebut diwarnai oleh afiliasi etnis, keyakinan
agama dan ideologi (hiterogin)? Tendensi demikian tidak mengganggu upaya
membangun trust sepanjang mereka mau dan mampu memahami kewajiban dan
larangan yang terendap dalam nilainilai dan normanorma sosial tersebut. Nilainilai
dan normanorma sosial bukan hanya diketahui atau dipahami karakteristik dan
fungsinya, tetapi juga disadari dapat memfasilitasi terbentuknya solidaritas sosial.
Ketiga, trust terkait dengan kemampuan melakukan transformasi nilainilai
dan normanorma sosial yang menjadi referensi sikap dan tindakan tersebut kedalam
kehidupan nyata. Nilainilai dan normanorma sosial tersebut ditelaah secara kritis
kemudian diaplikasikan sesuai dengan kondisi lingkungan. Benar memang nilainilai
dan normanorma sosial tersebut mempunyai kekuatan memaksa, tetapi aplikasinya
dijaga tidak merusak jalinan relasi atau jejaring yang sudah terbangun. Transformasi
nilainilai dan normanorma sosial tersebut memiliki konteks tertentu dan
diekspresikan dalam bentuk tindakantindakan nyata. Tindakantindakan nyata
tersebut bukan hanya sebuah keteladanan atau contoh nyata (sesuai dengan konteks
tertentu), tetapi juga memudahkan trustor mengidentifikasi siapa aktoraktor lain yang
layak diklasifikasikan sebagai trustee (pihak yang dipercaya).
7
• Pertukaran Sosial
Relasirelasi sosial yang tumbuh dalam kelampok, komunitas dan
masyarakat ditandai oleh pertukaran sosial (social exchange). Dalam sosiologi
pertukaran sosial lazim dikonsepsikan sebagai relasirelasi sosial yang terjalin antar
aktor dalam bingkai transaksi sumberdaya (resources). Dalam konsep tersebut
terendap dua elemen penting yaitu aktoraktor yang menjalin hubungan (subyek) dan
sumberdaya (resources) yang ditransaksikan atau ditukarkan (obyek). Dalam diri
aktoraktor tersebut terendap keinginan dan keyakinan tertentu, karena itu ketika
seorang aktor melakukan transaksi sumberdaya bukan hanya memperhatikan posisi
atau status sosial aktoraktor lain, tetapi juga mengembangkan hubungan yang
ditandai oleh proses pertukaran dengan mempertimbangkan keinginan dan
keyakinan aktoraktor tersebut. Pertimbangan tersebut berupa kalkulasi tentang
bentuk dan jumlah sumberdaya yang ditransaksikan (dilandasi rasionalitas tertentu).
Dengan demikian dalam proses pertukaran tersebut terdapat aspek relational
sekaligus aspek transaksional. Aspek relational dalam proses pertukaran
dikategorikan sebagai pertukaran sosial (social exchange), sedangkan aspek
transaksional dalam proses pertukaran dikategorikan sebagai pertukaran ekonomik
(economic exchange). Dua macam pertukaran tersebut samasama diendapi
kalkulasi yang rasional, meskipun dengan proses yang berbeda.
Nan Lin (2004:155) menunjukkan terdapat perbedaan prinsip yang melekat
dalam pertukaran ekonomik dan pertukaran sosial. Pertukaran ekonomik memberi
tekanan (fokus) pada transaksi (bersifat transaksional). Tujuan utamanya adalah
memperoleh keuntungan ekonomi melalui cara atau mekanisme transaksi.
Sumberdaya (resources) ditransaksikan dan dalam transaksi tersebut dimediasi oleh
harga (uang). Setiap pertukaran dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
maksimal. Rasionalitas yang dijadikan acuan adalah analisis tentang relasirelasi
yang mendatangkan keuntungan, dan keuntungan yang diperoleh tersebut kemudian
diletakkan sebagai pijakan untuk melakukan transaksitransaki berikutnya.
Bagaimana kalau relasirelalsi tersebut gagal mendatangkan keuntungan? Aktor
aktor tersebut bisa mencari alternatif relasirelasi lain (meninggalkan relasirelasi
yang ada), atau masih mempertahankan relasirelasi yang ada tetapi dengan
menekan biaya yang ditransaksikan (transactional cost).
Seperti telah disampaikan pada uraian di atas bahwa dalam pertukaran
ekonomik, aktoraktor selalu berusaha melakukan relasirelasi yang mampu
mendatangkan sumberdaya (resources) melalui pelbagai bentuk transaksi (bersifat
transaksional). Oleh karena spirit yang terendap dalam relasirelasi tersebut adalah
memperoleh keuntungan ekonomi, maka komitmen aktoraktor pada umumnya
hanya dalam waktu relatif pendek atau hanya sebatas keperluannya saja. Komitmen
tersebut melemah (bahkan hilang) ketika mereka merasa bahwa telah samasama
memperoleh keuntungan ekonomi. Dalam benak mereka hanya ada satu harapan
yaitu bagaimana supaya transaksi dapat berjalan dengan fair (more gain and less
cost). Relasirelasi di luar tujuan tersebut diabaikan. Itulah sebabnya lazim dikatakan
bahwa kerjasama di antara mereka hanyalah bersifat insedential, dan lebih
mengedepankan kesepakatan niilai ekonomi.
Tendensi tersebut berbeda dengan pertukaran sosial. Dalam pertukaran
sosial fokusnya bukan pada transaksitransaksi yang dilakukan oleh aktoraktor tetapi
pada relasirelasi sosial. Aktoraktor juga memperhitungan biaya (cost) tetapi biaya
tersebut bukan berupa uang, tetapi sebuah “pengorbanan”. Dalam kegiatan
perdagangan misalnya bisa terjadi orang mengalami kerugian ekonomi, namun tetap
dipertahankan (berlangsung) karena dirasakan memperoleh keuntungan relasirelasi
sosial. Kasus semacam itu dalam pepatah Jawa dinyatakan “tuna satak bati sanak”.
8
Tuna (rugi) satak (harta) tetapi bati (untung) sanak (saudara). Dalam pepatah Jawa
tersebut terendap pertimbangan rasional bahwa kerugian ekonomi yang dialami
orang (akibat dari penambahan biaya) sebenarnya sebuah “pengorbanan” yang
dapat berfungsi memperkuat relasirelasi sosial, dan pada gilirannya kelak diyakini
membuahkan keuntungan ekonomi juga. Karena itu dalam pertukaran sosial,
perhatian aktoraktor terutama pada pengakuan (recoginition), bukan pada uang
(materi). Bagi mereka pengakuan jauh lebih penting daripada sekedar uang (materi).
Dalam pertukaran sosial apa yang hendak diraih bukan kekayaan semata
tetapi adalah reputasi (social standing) dan kepercayaan. Karena itu relasirelasi
yang terjalin tidak berdasarkan nilainilai dan normanorma yang bersifat kontrak
(sebagaimana dalam pertukaran ekonomi), tetapi berdasarkan nilainilai dan norma
norma yang melembagakan solidaritas sosial. Dalam pertukaran ekonomi nilai dan
norma kontrak ditujukan untuk menjaga survival diri aktor, sedangkan dalam
pertukaran sosial nilai dan norma yang disepakati ditujukan untuk menjaga survival
kelompok (kebersamaan). Dalam pertukaran ekonomi, nilai dan norma kontrak
ditujukan untuk meningkatkan keuntungan (optimatization of gains), sedangkan
dalam pertukaran sosial nilai dan norma yang disepakati bersama tersebut ditujukan
untuk menekan kehilangan (minimization of loss).
Seperti telah disampaikan pula bahwa relasirelasi dalam pertukaran sosial
terutama didorong oleh motivasi memperoleh reputasi (penghargaan) dengan
menebarkan pengakuan (recognition) dalam jejaring kelompok. Karena itu dalam
pertukaran sosial aktoraktor yang menjalin hubungan senantiasa berusaha
memelihara relasirelasi sosial (maintenance of social relationships). Bentuk relasi
semacam ini melahirkan dua macam kemungkinan partisipasi. Manakala hubungan
yang mereka jalin mampu mendorong relasi yang mapan (a presistent relationship),
maka hubungan tersebut terus berlanjut. Tetapi sebaliknya manakala hubungan
tersebut dirasakan tidak mampu mendorong hubungan yang mapan, maka dicari
alternatif lain yang diyakini mampu memperkuat pengakuan (recognition). Atau bisa
juga tetap mempertahankan hubungan sosial yang telah terjalin, tetapi menurunkan
derajad pengakuan (recognition).
Relasirelasi yang mapan (presistent relationships) mampu memperluas dan
menebarkan pengakuan melalui koneksikoneksi antar aktor. Semakin kuat
mempertahankan relasirelasi yang mapan tersebut maka semakin mudah
menebarkan pengakuan. Jejaring mereka semakin kuat ketika aktoraktor tersebut
mampu menumbuhkan sentiment melalui aktoraktor tertentu yang memiliki
pengaruh. Sikap dan tindakan aktoraktor yang berpengaruh tersebut selanjutnya
menjadi referensi sikap dan tindakan aktoraktor lain. Semakin luas koneksi antar
aktor (baik langsung maupun tidak langsung), maka semakin besar efek dari
pengakuan (recognition) dan reputasi yang ditimbulkan, dan selanjutnya semakin
besar pula kemungkinannya dapat megembangkan modal sosial. Semakin kuat
komitmen atau integritas mereka dalam jejaring yang dibangun untuk mencapai
tujuan bersama, maka semakin kuat pula potensi mereka mengembangkan modal
sosial. Berikut dikutipkan pandang Ni Lan dalam masalah tersebut.
Transactional rationality can survive on an individual basis when partners
in exchanges are interchangeable as long as they meet the requirement of
transactional utility. Relational rationality depends on the survival of the group
and the group’s members. The more resources embedded in the social
networks and the stronger the ties, the greater the collective benefit to the group
and the relative benefit to each actor in the group. Ni Lan (2014:156)
9
Dalam membahas pertukaran sosial, sebuah kata kunci yang berulang
muncul adalah reputasi. Kata reputasi dianggap lebih tepat dipakai daripada kata
mutual recognition atau social credits. Dalam pertukaran ekonomik (economic
exchange) alat transaksi adalah uang, sedang dalam pertukaran sosial alat transaksi
tersebut adalah reputasi. Reputasi memiliki implikasi yang signifikan terhadap
pengakuan (recognition), dan pengakuan tersebut memiliki peran penting dalam
menjaga eksistensi para aktor. Ketika sebuah kelompok atau komunitas tergolong
homogin dalam arti para aktor yang menjadi anggotanya memiliki karakteristik yang
kurang sama, tidak terlalu sulit mengidentifikasi relasirelasi yang saling
menguntungkan (reciprocal relationships) atau tindakantindakan yang bersifat
sejajar (symetric). Solidaritas sosial dalam kelompok atau komunitas semacam itu
biasanya terlihat kuat. Tetapi tendensi berbeda diketemukan pada kelompok atau
komunitas yang tergolong hiterogin. Dalam kelompok atau komunitas yang tergolong
hiterogin acapkali pertukaran menjadi berat sebelah (unequal transactions) dan
tindakantindakan menjadi bersifat asymetric (tidak sejajar). Dalam kondisi demikian
aktoraktor menghadapi persoalan reputasi, karena kendatipun mereka terhimpun
dalam satu kelompok atau komunitas, reputasinya beragam dalam arti sejumlah aktor
memiliki reputasi yang lebih tinggi daripada sejumlah aktor yang lain. Lalu bagaimana
menjelaskan masalah pengakuan (recognition) ketika reputasi aktoraktor tersebut
beragam (hiterogin)?
Ni Lan (2004:158) menjawab pertanyaan semacam itu berangkat dari
penjelasan tentang pengakuan (recognition). Kata Ni Lan pengakuan tersebut
memberi legitimasi kepada aktoraktor tentang sumberdaya (resources) yang dimiliki.
Ketika pengakuan tersebut disebarkan melalui jejaring (network), maka eksistensi
atau keberadaan aktoraktor dalam jejaring semakin kuat. Dalam proses ini
dibutuhkan reputasi (alat pertukaran sosial). Reputasi terutama berfungsi memberi
dukungan proses penyebaran pengakuan tersebut. Reputasi menegaskan aset yang
dimiliki oleh aktoraktor tersebut. Fungsinya mirip uang dalam pertukaran ekonomi.
Perkembangan selanjutnya reputasi menjadi aset kolektif. Kelompok atau komunitas
dapat mengembangkan sebuah reputasi. Dalam konteks ini reputasi dipahami
sebagai aset jaringan. Reputasi bukan hanya memperkuat legitimasi aktoraktor
dalam melakukan claim terhadap sumberdaya (resources) yang dimiliki, tetapi juga
claim terhadap posisiposisinya.
Dari segenap uraian yang telah dipaparkan, secara ringkas dapat dikatakan
bahwa pertukaran sosial ditandai dengan relasirelasi sosial (social relationships).
Pertukaran sosial berupaya melakukan optimalisasi pengeluaran atau biaya
hubungan (relationship at a cost). Dalam pertukaran sosial, reputasi (social standing)
memiliki peran penting karena menentukan pengakuan (social credit, social debt),
sebuah sarana yang dipergunakan untuk melegitimasi sumberdaya (resources).
Tendensi ini terbeda dengan pola yang terdapat dalam pertukaran ekonomik, karena
dalam pertukaran ekonomik sarana yang dipergunakan untuk melegitimasi
sumberdaya adalah kekayaan (economic standing). Dalam konteks ini kekayaan
(economic standing) memiliki peran penting karena menentukan transaksi keuangan
(economic credit, economic debt).
10
Oleh Sunyoto Usman
Fisipol UGM
Bab ini memberi perbendaharaan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
keberadaan dan proses terbentuknya komponen struktural modal sosial.
Komponen struktural tersebut dapat berupa asosiasi, organisasi, perkumpulan
atau perhimpunan, serta jejaring (network) yang melembaga di dalamnya.
Komponen struktural modal sosial tersebut muncul dipengaruhi oleh
serangkaian tindakan para aktor. Hubungan antara komponen struktural
dengan tindakan aktor bersifat interdependensi (timbalbalik, saling
menentukan). Di satu pihak, komponen struktural tumbuh dan berkembang dari
serangkaian tindakan para aktor yang dibalut oleh berbagai macam
kepentingan. Di lain pihak, komponen struktural tersebut juga menciptakan
serangkaian tindakan para aktor, terutama dalam upaya mereka memberi
respons dan stimulan serta beradaptasi dengan perubahan lingkungan sosial.
Setelah mendiskusikan topik ini mahasiswa diharapkan memahami
keberadaan dan kekuatan yang melekat dalam komponen struktural modal
sosial.
• Ikatan Sosial
Dalam uraian terdahulu telah disampaikan bahwa dalam modal sosial
terdapat komponen yang bersifat struktural. Komponen ini bersifat obyektif dan relatif
dapat diobservasi dengan kasat mata (tangiable) seperti asosiasi, organisasi,
perkumpulan atau perhimpunan serta jejaring (network) yang melembaga
didalamnya. Asosiasi, organisasi, perkumpulan atau perhimpunan serta jejaring
(network) semacam itu tidak terbentuk mendadak dan tibatiba tetapi terbentuk
melalui proses panjang dan berlilitlilit dengan bermacammacam kepentingan.
Menurut Nan Lin (2004:128) faktor penting yang mendorong timbulnya komponen
yang bersifat struktural tersebut adalah tindakan aktor yang terkait dengan upaya
minimalisasi kerugian (minimization of loss) dan maksimalisasi keuntungan
(maximimization of gain). Tindakan aktor semacam itu diasumsikan dilandasi oleh
kalkulasi atau perhitungan rasional dengan mempertimbangan peluang dan resiko
yang ada di sekitarnya.
Pertanyaannya kemudian adalah kalkulasi seperti apakah yang paling kuat
menjadi energi pendorong dua macam tindakan tersebut? Tidak mudah
menjawabnya, karena konteks yang berbeda bisa melahirkan bentuk kalkulasi yang
berbeda pula. Menurut Nan Lin baik tindakan minimalisasi kerugian maupun
maksimalisasi keuntungan bisa terkait dengan dua macam kalkulasi yaitu (1)
memelihara sumberdaya (to maintain resources), dan (2) mengembangkan
sumberdaya (to expand resources). Tindakan aktor yang terkait dengan upaya
memelihara sumberdaya (resources) dekat dengan kalkulasi menekan kemungkinan
kehilangan sumberdaya. Sedangkan tindakan aktor yang terkait dengan upaya
mengembangkan sumberdaya, lebih dekat dengan kalkulasi memperoleh
keuntungan. Menurut Nan Lin kendatipun upaya memelihara sumberdaya dan
mengembangkan sumberdaya memiliki karakteristik yang berbeda, namun
perbedaan dua macam upaya tersebut tidak bersifat dichotomy, tetapi berbentuk a
ranked action set (berjenjang) dan lazimnya diekspresikan dalam bentuk prioritas.
Pada saat tertentu tindakan memelihara sumberdaya (to maintain resources)
ditempatkan sebagai prioritas, dan pada saat tertentu lainnya upaya
1
mengembangkan sumberdaya (to expand resources) justru yang menjadi prioritas
(dan demikian pula sebaliknya).
Apa implikasinya terhadap interaksi sosial? Dalam kehidupan nyata
interaksi sosial lazim diwarnai oleh tindakan aktor yang tidak pernah lelah
mempertahankan sumberdaya (resources) yang dimiliki atau dikuasai. Mereka selalu
berusaha keras bagaimana supaya tidak kehilangan sumberdaya. Manakala aktor
aktor yang menjalin interaksi sosial tersebut samasama berhasil mempertahankan
sumberdaya (resources) yang dimiliki atau dikuasai (tidak ada yang merasa
kehilangan), maka terjadilah kondisi a mutual recognition (saling menghargai).
Kondisi saling menghargai tersebut bukan hanya refleksi atau cermin tidak ada pihak
yang kehilangan, tetapi juga mampu mencegah kemungkinan terjadinya kehilangan
itu sendiri. Kendatipun demikan dalam praktek tidak mudah mengembangkan kondisi
saling menghargai atau memberi perhatian. Mengapa? Alasan pertama, kondisi
semacam ini bolehjadi mudah berlaku dalam interaksi sosial yang terjalin dalam
kelompok kecil, akan tetapi sangat sulit dikembangkan atau dipelihara ketika interaksi
sosial yang terjalin melibatkan banyak aktor, seperti yang terjadi dalam komunitas
atau masyarakat luas (society). Kepentingan mereka amat bervariasi, derajad
toleransinya juga amat beragam dan tidak mudah disatukan. Alasan kedua, jarang
terjadi kasus pihakpihak yang menjalin interaksi sosial memiliki persamaan kuantitas
dan kualitas sumberdaya. Karena itu kondisi a mutual recognition (saling
menghargai atau memberi perhatian) tersebut tidak selalu konstan. Kondisi
semacam ini dapat dikembangkan manakala salah satu pihak bersedia memberikan
pengorbanan. Pihak yang memberi pengorbanan ketika itu belum memikirkan
mendapatkan keuntungan. Kelak setelah pihak yang memberi pengorbanan tersebut
mulai memikirkan mendapatkan keuntungan, kondisi tersebut berarkhir (paling tindak
ditinjau kembali). Pernyataan ini semakin menegaskan bahwa kondisi a mutual
recognition (saling menghargai atau memberi perhatian) lebih digerakkan di atas
prinsip minimialisasi kehilangan (minimization of loss) daripada maksimilisasi
keuntungan (maximization of gain).
Sumberdaya (resources) tidak dikuasai atau dimiliki secara abadi. Suatu
ketika sumberdaya (resources) juga diserahkan (transfered) kepada orang.
Pertanyaannya adalah kepada siapa sumberdaya tersebut diserahkan? Bagaimana
proses menyerahkannya? Bagaimana sosiologi menjelaskan fenomena ini?
Penjelasan sosiologi tentang masalah ini lazim dikaitkan dengan interaksi sosial.
Manakala bereferensi pada prinsip meminimalkan kehilangan, maka orang
cenderung menyerahkan (to transfer) sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai kepada
aktoraktor yang dianggap mau dan mampu memelihara kelangsungan sumberdaya
tersebut. Aktoraktor tersebut acapkali dalam satu ikatan primodial karena bukan
hanya dianggap memiliki persamaan sikap dan kepentingan tetapi juga diyakini
mampu memelihara trust (nilainilai positif yang menghargai perkembangan).
Seperti telah disampaikan dalam uraian terdahulu konsep modal sosial
berbeda dengan modal manusia (human capital). Modal manusia adalah sumberdaya
(resources) yang dimiliki oleh aktor yang memungkinkan aktor tersebut dapat
membuat keputusan sendiri atau mendayagunakan sumberdaya tersebut sesuai
dengan otoritas yang dimiliki sendiri. Sementara itu modal sosial adalah sumberdaya
(resources) yang melekat dalam relasirelasi antar aktor (tidak melekat dalam diri
aktor). Modal sosial baru dapat diketahui atau diidentifikasi setelah aktoraktor
tersebut saling menjalin relasi. Kalau mereka pasif, maka modal sosial tersebut tidak
dapat diidentifikasi eksistensinya. Modal sosial dikembangkan melalui pembentukan
(kreasi) dan pemeliharaan ikatan sosial (social ties). Ikatan sosial membentuk
jejaring, dan jejaring memberikan akses pada aktoraktor pada sumberdaya
(resources). Begitu jejaring terbentuk, maka aktoraktor sebetulnya bukan hanya
2
dapat meraih sumberdaya tersebut, tetapi juga membuka jalan menciptakan peluang
untuk menambah sumberdaya baru. Demikianlah proses ini berlanjut dan terjadilah
kemudian akumulasi serta peningkatan jumlah sumberdaya.
• Jejaring (Networks)
Burt (2001:31) memilahkan jejaring kedalam dua kategori yaitu structural
holes atau jejaring yang ditandai oleh peran penghubung atau jembatan (broker) dan
network closure atau jejaring yang ditandai oleh interkoneksi antar aktor yang amat
kuat (tanpa broker). Kendatipun karakteristik dua macam struktur jejaring tersebut
berbeda namun samasama berupa refleksi tindakan aktoraktor dalam membentuk
relasrelasi sosial yang dikembangkan untuk memenuhi pelbagai macam
kepentingan. Sebagai ilustrasi berikut disampaikan diagram yang pernah ditawarkan
Burt.
(Burt,2001:33)
Dalam diagram tersebut ditunjukkan sosiogram yang menggambarkan
kedekatan hubungan antar aktor dalam memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan
tertentu, serta aktoraktor yang berperan sebagai jembatan (broker) yang
menghubungkan mereka. Titiktitik adalah gambaran posisi aktoraktor, dan garis
menunjukkan jalingan hubungan antar aktor. Secara teoritis sosiogram semacam itu
tidak permanen dalam arti jejaring yang terbentuk untuk tujuan, tempat dan waktu
tertentu bisa berbeda dengan jejaring yang terbentuk untuk tujuan, tempat dan waktu
tertentu lainnya. Dalam sosiogram tersebut terdapat tiga kelompok (A,B dan C).
Setiap kelompok melembagakan pola hubungan sosial sendiri. Namun mereka
sebenarnya tidak terpisah, karena terdapat sejumlah aktor yang berperan
menjembatani hubungan antar kelompok. Dalam kondisi demikian informasi yang
diterima oleh aktoraktor tertentu dapat tersebar kepada aktoraktor tertentu lainnya
meskipun mereka berafiliasi pada kelompok yang berbeda. Oleh karena sejumlah
aktor menjadi bagian dari lebih dari satu kelompok (beberapa kelompok sekaligus),
maka mereka memperoleh informasi lebih banyak daripada aktoraktor yang hanya
menjadi bagian dari satu kelompok saja.
Structural holes separate nonredundant sources of information, sources that
are more additive than overlapping. There are two indicators of redundancy:
cohesion and equivalence. Cohesive contacts (contacts strongly connected to
3
each other) are likely to have similar information an therefore provide redundant
information benefits. Structurally equivalent contacts (contacts who link a
manager to the same third parties) have the same sources of information and
therefore provide redundant information benefits.
(Burt, 2003:35).
Manakala informasi tersebut dianggap sebagai energi untuk memanfaatkan
dan menciptakan peluang, maka kata Burt tidak terlalu berlebihan apabila dinyatakan
bahwa peluang mereka lebih besar dibandingkan dengan aktoraktor lain. Karena
mereka bukan hanya dapat memanfaatkan dan menciptakan peluang berdasarkan
informasi beredar di lingkungannya sendiri, tetapi juga dapat memanfaatkan dan
menciptakan peluang berdasarkan informasi yang beredar di lingkungan lain. Mereka
dapat digolongkan sebagai aktoraktor yang mengetahui, menguasai dan
mendayagunakan pelbagai macam peluang. Mereka lebih banyak memiliki energi
atau peluang akses terhadap sumberdaya yang dapat kembangkan sebagai modal
sosial daripada aktoraktor yang lain.
Pandangan tersebut berbeda dengan sosiogram dalam bentuk network
closure atau jejaring yang ditandai oleh ikatan (connected) semua aktor yang
terhimpun di dalamnya. Menurut Coleman dalam jejaring semacam ini semua aktor
memiliki akses yang sama terhadap informasi. Berikut dikutipkan pendapat Coleman.
An important form of social capital is the potential for information the inheres in
social relations. ... A person who is not greatly interested in current events but
who is interested in being informed about important developments can save the
time required to read a newspaper if he can get the information he wants from
a friend who pays attention to such matter.
(Coleman,1990:310)
Selanjutnya network closure atau jejaring yang ditandai oleh interkoneksi
antar aktor yang amat kuat juga memfasilitasi berlakunya normanorma yang telah
menjadi kesepakatan bersama dan pemberian sangsi terhadap terjadinya
penyimpangan terhadap normanorma tersebut. Dalam network closure aktoraktor
senantiasa berusaha menjaga berlakunya normanorma terutama untuk memelihara
keakraban dan hubungan sosial yang harmonis. Kepatuhan terhadap normanorma
tersebut diyakini mampu menciptakan relasirelasi sosial melembagakan kesadaran
kolektif serta persamaan dalam bersikap dan bertindak yang pada gilirannya dapat
menjadi energi untuk mengembangkan modal sosial. Dalam network closure aktor
aktor juga memberikan sangsi supaya aktoraktor konsisten mentaati kewajiban dan
larangan yang terendap dalam normanorma tersebut. Berlakunya normanorma dan
sangsisangsi tersebut memiliki kekuatan mendorong aktoraktor mengembangkan
ikatanikatan sosial yang amat berharga bagi pengembangan modal sosial. Hal
senada juga pernah disampaikan oleh Granovetter (1992:44) bahwa sangsi terhadap
penyimpangan norma mampu menumbuhkan trust (keyakinan terhadap nilainilai
positif yang mampu menciptakan perubahan), dan kerjasama yang saling
menguntungkan.
Burt (2003:3940) pernah melakukan studi tentang jejaring yang tumbuh dan
berkembang di kalangan para menejer. Kegiatan mereka membentuk jejaring sosial
yang diikat dengan normanorma dan sangsi. Adapun pertanyaanpertanyaan yang
diajukan Burt untuk mengidentifikasi jejaring mereka adalah sebagai berikut.
(a) people with whom they most often discussed important personal matters,
(b) the people with whom they most often spent free time, (c) the person to
whom they report in the firm, (d) their most promising subordinate, (e) their most
valued contacts in the firm, (f) essential sources of buyin, (g) the contact most
4
important for their continued success in the firm, (h) their most difficult contact,
and (i) the people with whom they would discuss moving to a new job in another
firm.
Sembilan macam pertanyaan tersebut dipergunakan oleh Burt untuk
menggambarkan jejaring yang memperlihatkan relasirelasi langsung maupun tidak
langsung di antara para menejer yang diobsevasi, terutama di seputar posisi aktor
aktor tertentu yang dianggap memiliki banyak informasi dan dipilih sebagai referensi
sikap dan tindakan. Melalui serangkaian pertanyaan tersebut Burt dapat
mengidentifikasi tiga komponen yang terendap dalam jejaring yaitu jumlah aktor yang
terlibat dalam jejaring (size), kedekatan kontak para aktor tersebut (density) dan
ikatan kuat terhadap aktoraktor tertentu yang dianggap sebagai panutan (hierarchy).
Tiga komponen ini (size, density dan hierarchy) selanjutnya mewarnai segenap
analisis tentang jejaring sosial.
5
Komponen Kultural Modal Sosial
Oleh Sunyoto Usman
Fisipol UGM
Bab ini memberi perbendaharaan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
keberadaan dan proses terbentuknya komponen kultural (kognitif) modal sosial.
Komponen kultural tersebut terutama berupa social trust (keyakinan
melembagakan tindakan yang diendapi oleh nilainilai positif yang mampu
menciptakan perubahan) dan pertukaran sosial (social exchange) yang saling
menguntungkan (reciprocal relationships). Di satu sisi, komponenkomponen
tersebut tumbuh dan berkembang berkat fasilitas jejaring (network). Di sisi lain,
keberadaannya juga memperkuat eksistensi jejaring (network) tersebut. Jadi
ada hubungan timbal balik. Setelah mendiskusikan topik ini mahasiswa dapat
memahami keberadaan dan kekuatan yang melekat dalam komponen kognitif
modal sosial.
• Social Trust
Dalam literatur terdapat banyak difinisi tentang trust. Salah satu di antara
difinisi tersebut disampaikan oleh Gabby dan Leender sebagai berikut.
..... a set of beliefs about the other party (trustee), which lead one (trustor) to
assume that the trustee’s actions will have positive consequences for the
trustor’s self.
(Gabby and Leenders, 2003)
Dalam definisi tersebut sedikitnya terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan
yaitu belief (keyakinan), trustor (pihak yang menaruh kepercayaan) dan trustee (pihak
yang dipercaya). Oleh karena bentuknya adalah belief (keyakinan), maka trust
tergolong tidak kasat mata dan hanya bisa diidentifikasi gejalagejalanya. Mayer at
al (1995) menyatakan terdapat tiga dimensi trust (keyakinan terhadap nilainilai positif
yang mampu menciptakan perubahan), yaitu capability, benevolence dan integrity.
Capability terkait dengan skills (keterampilan) dan kompetensi yang dimiliki oleh
kelompok, komunitas atau masyarakat tempat afiliasi para aktor yang dapat
didayagunakan sebagai energi atau kekuatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Benevolence terkait dengan seberapa jauh trustee (pihak lain) bersedia atau mau
berbuat baik terhadap trustor. Kemudian integrity terkait dengan persepsi trustor
terhadap trustee tentang prinsipprinsip tertentu yang patut diterima atau diikuti.
Setiap dimensi tersebut berdiri sendiri (independen) maksudnya kendatipun memiliki
keterkaitan namun sebenarnya terpisah. Aktoraktor tertentu yang menaruh trust
pada kemampuan dan integritas kelompok tidak serta merta menaruh trust terhadap
kemampuan dan integritas komunitas (community) atau masyarakat (society), dan
begitu pula sebaliknya. Aktoraktor tertentu yang menaruh trust terhadap
kemampuan dan integritas trustee tertentu (pihak lain) juga tidak serta menaruh trust
terhadap kemampuan dan integritas kelompok, komunitas atau masyarakat, dan
demikian pula sebaliknya. Pandangan semacam itu hendak menegaskan terdapat
keragaman tingkat kedalaman trust yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
kelompok, komunitas atau masyarakat. Kelompok, komunitas dan masyarakat
tertentu mampu membangun trust yang cukup kuat, sebaliknya kelompok, komunitas
dan masyarakat tertentu lainnya justru terlihat berat sekali membangun trust
(keyakinan terhadap nilainilai positif yang mampu menciptakan perubahan),.
Trust yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kelompok, komunitas
atau masyarakat tidak terjadi secara kebetulan, atau terbentuk mendadak dan tiba
6
tiba. Trust terjadi melalui proses yang melibatkankan hubungan antar aktoraktor
yang terhimpun dalam kelompok, komunitas atau kelompok tersebut. Herreros
(2004: 5271) menyatakan bahwa terjadinya trust bisa terkait dengan halhal sebagai
berikut. Pertama, trust terkait dengan persepsi individual aktor terhadap aktor lain
yang terhimpun dalam suatu kelompok, komunitas atau masyarakat. Individual aktor
menaruh trust kepada aktor lain (walaupun bolehjadi tidak dikenalnya secara
personal) ketika mempunyai kesan baik terhadap sikap dan tindakan yang
diperagakan oleh anggota kelompok, komunitas atau masyarakat tersebut. Dalam
konteks ini aktor lain (trustee) dianggap sebagai representasi karakteristik kelompok,
komunitas dan masyarakat. Karena itu pada saat individual aktor tadi memperoleh
pengalaman berupa perlakuan baik dari kelompok, komunitas dan masyarakat
tertentu, maka segera tertanam dalam persepsinya bahwa aktoraktor lain yang
terhimpun dalam kelompok, komunitas atau masyarakat tersebut juga memberi
perlakuan baik terhadap dirinya. Dengan demikian trust semacam ini terbentuk dari
sebuah bridging network (Putnam, 2000:2223) atau lahir dari pihak ketiga (co
members), berada di luar trustor (pihak yang menaruh kepercayaan) dan trustee
(pihak yang dipercaya). Oleh karena terbentuknya trust tersebut melibatkan pihak
ketiga (comembers), maka pembahasan eksistensi trust dalam konteks ini bukan
hanya melibatkan persepsi tetapi juga dengan aspek partisipasi. Partisipasi
diasumsikan mendahului kemauan dan kemampuan individual aktor melakukan
justifikasi dalam proses membangun persepsi.
Kedua, trust (keyakinan terhadap nilainilai positif yang mampu menciptakan
perubahan), terkait kemampuan individual aktor memahami nilainilai dan norma
norma sosial yang terendap dalam kelompok, komunitas dan masyarakat. Dalam
konteks ini nilainilai dan normanorma sosial tersebut diasumsikan sebagai referensi
semua aktor dalam bersikap dan bertindak yang dikembangkan untuk mencapai
tujuan bersama, baik pada level kelompok, komunitas maupun masyarakat. Nilainilai
dan normanorma tersebut ditempatkan sebagai pengikat solidaritas sosial atau
acuan menyelesaikan pelbagai bentuk konflik dan penyimpangan. Nilainilai dan
normanorma sosial tersebut mempunyai kekuatan memaksa dalam arti mereka yang
mematuhi mendapatkan ganjaran (reward) dan mereka yang mengingkari diberi
sangsi. Pemahaman individual aktor terhadap nilainilai dan normanorma sosial
tersebut selanjutnya memudahkannya mengidentifikasi siapa aktoraktor lain yang
patut dikategorikan sebagai trustee (pihak yang dipercaya). Bagaimana kalau
kelompok, komunitas dan masyarakat tersebut diwarnai oleh afiliasi etnis, keyakinan
agama dan ideologi (hiterogin)? Tendensi demikian tidak mengganggu upaya
membangun trust sepanjang mereka mau dan mampu memahami kewajiban dan
larangan yang terendap dalam nilainilai dan normanorma sosial tersebut. Nilainilai
dan normanorma sosial bukan hanya diketahui atau dipahami karakteristik dan
fungsinya, tetapi juga disadari dapat memfasilitasi terbentuknya solidaritas sosial.
Ketiga, trust terkait dengan kemampuan melakukan transformasi nilainilai
dan normanorma sosial yang menjadi referensi sikap dan tindakan tersebut kedalam
kehidupan nyata. Nilainilai dan normanorma sosial tersebut ditelaah secara kritis
kemudian diaplikasikan sesuai dengan kondisi lingkungan. Benar memang nilainilai
dan normanorma sosial tersebut mempunyai kekuatan memaksa, tetapi aplikasinya
dijaga tidak merusak jalinan relasi atau jejaring yang sudah terbangun. Transformasi
nilainilai dan normanorma sosial tersebut memiliki konteks tertentu dan
diekspresikan dalam bentuk tindakantindakan nyata. Tindakantindakan nyata
tersebut bukan hanya sebuah keteladanan atau contoh nyata (sesuai dengan konteks
tertentu), tetapi juga memudahkan trustor mengidentifikasi siapa aktoraktor lain yang
layak diklasifikasikan sebagai trustee (pihak yang dipercaya).
7
• Pertukaran Sosial
Relasirelasi sosial yang tumbuh dalam kelampok, komunitas dan
masyarakat ditandai oleh pertukaran sosial (social exchange). Dalam sosiologi
pertukaran sosial lazim dikonsepsikan sebagai relasirelasi sosial yang terjalin antar
aktor dalam bingkai transaksi sumberdaya (resources). Dalam konsep tersebut
terendap dua elemen penting yaitu aktoraktor yang menjalin hubungan (subyek) dan
sumberdaya (resources) yang ditransaksikan atau ditukarkan (obyek). Dalam diri
aktoraktor tersebut terendap keinginan dan keyakinan tertentu, karena itu ketika
seorang aktor melakukan transaksi sumberdaya bukan hanya memperhatikan posisi
atau status sosial aktoraktor lain, tetapi juga mengembangkan hubungan yang
ditandai oleh proses pertukaran dengan mempertimbangkan keinginan dan
keyakinan aktoraktor tersebut. Pertimbangan tersebut berupa kalkulasi tentang
bentuk dan jumlah sumberdaya yang ditransaksikan (dilandasi rasionalitas tertentu).
Dengan demikian dalam proses pertukaran tersebut terdapat aspek relational
sekaligus aspek transaksional. Aspek relational dalam proses pertukaran
dikategorikan sebagai pertukaran sosial (social exchange), sedangkan aspek
transaksional dalam proses pertukaran dikategorikan sebagai pertukaran ekonomik
(economic exchange). Dua macam pertukaran tersebut samasama diendapi
kalkulasi yang rasional, meskipun dengan proses yang berbeda.
Nan Lin (2004:155) menunjukkan terdapat perbedaan prinsip yang melekat
dalam pertukaran ekonomik dan pertukaran sosial. Pertukaran ekonomik memberi
tekanan (fokus) pada transaksi (bersifat transaksional). Tujuan utamanya adalah
memperoleh keuntungan ekonomi melalui cara atau mekanisme transaksi.
Sumberdaya (resources) ditransaksikan dan dalam transaksi tersebut dimediasi oleh
harga (uang). Setiap pertukaran dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
maksimal. Rasionalitas yang dijadikan acuan adalah analisis tentang relasirelasi
yang mendatangkan keuntungan, dan keuntungan yang diperoleh tersebut kemudian
diletakkan sebagai pijakan untuk melakukan transaksitransaki berikutnya.
Bagaimana kalau relasirelalsi tersebut gagal mendatangkan keuntungan? Aktor
aktor tersebut bisa mencari alternatif relasirelasi lain (meninggalkan relasirelasi
yang ada), atau masih mempertahankan relasirelasi yang ada tetapi dengan
menekan biaya yang ditransaksikan (transactional cost).
Seperti telah disampaikan pada uraian di atas bahwa dalam pertukaran
ekonomik, aktoraktor selalu berusaha melakukan relasirelasi yang mampu
mendatangkan sumberdaya (resources) melalui pelbagai bentuk transaksi (bersifat
transaksional). Oleh karena spirit yang terendap dalam relasirelasi tersebut adalah
memperoleh keuntungan ekonomi, maka komitmen aktoraktor pada umumnya
hanya dalam waktu relatif pendek atau hanya sebatas keperluannya saja. Komitmen
tersebut melemah (bahkan hilang) ketika mereka merasa bahwa telah samasama
memperoleh keuntungan ekonomi. Dalam benak mereka hanya ada satu harapan
yaitu bagaimana supaya transaksi dapat berjalan dengan fair (more gain and less
cost). Relasirelasi di luar tujuan tersebut diabaikan. Itulah sebabnya lazim dikatakan
bahwa kerjasama di antara mereka hanyalah bersifat insedential, dan lebih
mengedepankan kesepakatan niilai ekonomi.
Tendensi tersebut berbeda dengan pertukaran sosial. Dalam pertukaran
sosial fokusnya bukan pada transaksitransaksi yang dilakukan oleh aktoraktor tetapi
pada relasirelasi sosial. Aktoraktor juga memperhitungan biaya (cost) tetapi biaya
tersebut bukan berupa uang, tetapi sebuah “pengorbanan”. Dalam kegiatan
perdagangan misalnya bisa terjadi orang mengalami kerugian ekonomi, namun tetap
dipertahankan (berlangsung) karena dirasakan memperoleh keuntungan relasirelasi
sosial. Kasus semacam itu dalam pepatah Jawa dinyatakan “tuna satak bati sanak”.
8
Tuna (rugi) satak (harta) tetapi bati (untung) sanak (saudara). Dalam pepatah Jawa
tersebut terendap pertimbangan rasional bahwa kerugian ekonomi yang dialami
orang (akibat dari penambahan biaya) sebenarnya sebuah “pengorbanan” yang
dapat berfungsi memperkuat relasirelasi sosial, dan pada gilirannya kelak diyakini
membuahkan keuntungan ekonomi juga. Karena itu dalam pertukaran sosial,
perhatian aktoraktor terutama pada pengakuan (recoginition), bukan pada uang
(materi). Bagi mereka pengakuan jauh lebih penting daripada sekedar uang (materi).
Dalam pertukaran sosial apa yang hendak diraih bukan kekayaan semata
tetapi adalah reputasi (social standing) dan kepercayaan. Karena itu relasirelasi
yang terjalin tidak berdasarkan nilainilai dan normanorma yang bersifat kontrak
(sebagaimana dalam pertukaran ekonomi), tetapi berdasarkan nilainilai dan norma
norma yang melembagakan solidaritas sosial. Dalam pertukaran ekonomi nilai dan
norma kontrak ditujukan untuk menjaga survival diri aktor, sedangkan dalam
pertukaran sosial nilai dan norma yang disepakati ditujukan untuk menjaga survival
kelompok (kebersamaan). Dalam pertukaran ekonomi, nilai dan norma kontrak
ditujukan untuk meningkatkan keuntungan (optimatization of gains), sedangkan
dalam pertukaran sosial nilai dan norma yang disepakati bersama tersebut ditujukan
untuk menekan kehilangan (minimization of loss).
Seperti telah disampaikan pula bahwa relasirelasi dalam pertukaran sosial
terutama didorong oleh motivasi memperoleh reputasi (penghargaan) dengan
menebarkan pengakuan (recognition) dalam jejaring kelompok. Karena itu dalam
pertukaran sosial aktoraktor yang menjalin hubungan senantiasa berusaha
memelihara relasirelasi sosial (maintenance of social relationships). Bentuk relasi
semacam ini melahirkan dua macam kemungkinan partisipasi. Manakala hubungan
yang mereka jalin mampu mendorong relasi yang mapan (a presistent relationship),
maka hubungan tersebut terus berlanjut. Tetapi sebaliknya manakala hubungan
tersebut dirasakan tidak mampu mendorong hubungan yang mapan, maka dicari
alternatif lain yang diyakini mampu memperkuat pengakuan (recognition). Atau bisa
juga tetap mempertahankan hubungan sosial yang telah terjalin, tetapi menurunkan
derajad pengakuan (recognition).
Relasirelasi yang mapan (presistent relationships) mampu memperluas dan
menebarkan pengakuan melalui koneksikoneksi antar aktor. Semakin kuat
mempertahankan relasirelasi yang mapan tersebut maka semakin mudah
menebarkan pengakuan. Jejaring mereka semakin kuat ketika aktoraktor tersebut
mampu menumbuhkan sentiment melalui aktoraktor tertentu yang memiliki
pengaruh. Sikap dan tindakan aktoraktor yang berpengaruh tersebut selanjutnya
menjadi referensi sikap dan tindakan aktoraktor lain. Semakin luas koneksi antar
aktor (baik langsung maupun tidak langsung), maka semakin besar efek dari
pengakuan (recognition) dan reputasi yang ditimbulkan, dan selanjutnya semakin
besar pula kemungkinannya dapat megembangkan modal sosial. Semakin kuat
komitmen atau integritas mereka dalam jejaring yang dibangun untuk mencapai
tujuan bersama, maka semakin kuat pula potensi mereka mengembangkan modal
sosial. Berikut dikutipkan pandang Ni Lan dalam masalah tersebut.
Transactional rationality can survive on an individual basis when partners
in exchanges are interchangeable as long as they meet the requirement of
transactional utility. Relational rationality depends on the survival of the group
and the group’s members. The more resources embedded in the social
networks and the stronger the ties, the greater the collective benefit to the group
and the relative benefit to each actor in the group. Ni Lan (2014:156)
9
Dalam membahas pertukaran sosial, sebuah kata kunci yang berulang
muncul adalah reputasi. Kata reputasi dianggap lebih tepat dipakai daripada kata
mutual recognition atau social credits. Dalam pertukaran ekonomik (economic
exchange) alat transaksi adalah uang, sedang dalam pertukaran sosial alat transaksi
tersebut adalah reputasi. Reputasi memiliki implikasi yang signifikan terhadap
pengakuan (recognition), dan pengakuan tersebut memiliki peran penting dalam
menjaga eksistensi para aktor. Ketika sebuah kelompok atau komunitas tergolong
homogin dalam arti para aktor yang menjadi anggotanya memiliki karakteristik yang
kurang sama, tidak terlalu sulit mengidentifikasi relasirelasi yang saling
menguntungkan (reciprocal relationships) atau tindakantindakan yang bersifat
sejajar (symetric). Solidaritas sosial dalam kelompok atau komunitas semacam itu
biasanya terlihat kuat. Tetapi tendensi berbeda diketemukan pada kelompok atau
komunitas yang tergolong hiterogin. Dalam kelompok atau komunitas yang tergolong
hiterogin acapkali pertukaran menjadi berat sebelah (unequal transactions) dan
tindakantindakan menjadi bersifat asymetric (tidak sejajar). Dalam kondisi demikian
aktoraktor menghadapi persoalan reputasi, karena kendatipun mereka terhimpun
dalam satu kelompok atau komunitas, reputasinya beragam dalam arti sejumlah aktor
memiliki reputasi yang lebih tinggi daripada sejumlah aktor yang lain. Lalu bagaimana
menjelaskan masalah pengakuan (recognition) ketika reputasi aktoraktor tersebut
beragam (hiterogin)?
Ni Lan (2004:158) menjawab pertanyaan semacam itu berangkat dari
penjelasan tentang pengakuan (recognition). Kata Ni Lan pengakuan tersebut
memberi legitimasi kepada aktoraktor tentang sumberdaya (resources) yang dimiliki.
Ketika pengakuan tersebut disebarkan melalui jejaring (network), maka eksistensi
atau keberadaan aktoraktor dalam jejaring semakin kuat. Dalam proses ini
dibutuhkan reputasi (alat pertukaran sosial). Reputasi terutama berfungsi memberi
dukungan proses penyebaran pengakuan tersebut. Reputasi menegaskan aset yang
dimiliki oleh aktoraktor tersebut. Fungsinya mirip uang dalam pertukaran ekonomi.
Perkembangan selanjutnya reputasi menjadi aset kolektif. Kelompok atau komunitas
dapat mengembangkan sebuah reputasi. Dalam konteks ini reputasi dipahami
sebagai aset jaringan. Reputasi bukan hanya memperkuat legitimasi aktoraktor
dalam melakukan claim terhadap sumberdaya (resources) yang dimiliki, tetapi juga
claim terhadap posisiposisinya.
Dari segenap uraian yang telah dipaparkan, secara ringkas dapat dikatakan
bahwa pertukaran sosial ditandai dengan relasirelasi sosial (social relationships).
Pertukaran sosial berupaya melakukan optimalisasi pengeluaran atau biaya
hubungan (relationship at a cost). Dalam pertukaran sosial, reputasi (social standing)
memiliki peran penting karena menentukan pengakuan (social credit, social debt),
sebuah sarana yang dipergunakan untuk melegitimasi sumberdaya (resources).
Tendensi ini terbeda dengan pola yang terdapat dalam pertukaran ekonomik, karena
dalam pertukaran ekonomik sarana yang dipergunakan untuk melegitimasi
sumberdaya adalah kekayaan (economic standing). Dalam konteks ini kekayaan
(economic standing) memiliki peran penting karena menentukan transaksi keuangan
(economic credit, economic debt).
10