Dampak Perubahan dan Perbaikan Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan.
Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan
dalam proses belajar dan mengajar. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk
mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan baik oleh guru, masyarakat dan
pemerintah.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan
perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan
dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal.
Perubahan tidak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan selalu mengandung
perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran posisi,
kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga
memperburuk keadaan. Anak yang mula-mula tidak mengenal ganja, dapat berubah menjadi
anak yang mengenalnya lalu terlibat dalam kejahata. Perubahan di sini tidak membawa
perbaikan. Namun demikian sering diadakan perubahan dengan maksud terjadinya perbaikan
(Nasution : 2003; hal. 122).
Perubahan dan perbaikan kurikulum tentunya memiliki dampak terhadap seluruh unsure
dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penulis merumuskan judul tulisan ini: “Dampak Perubahan
dan Perbaikan Kurikulum Terhadap Pembelajaran”


1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa pertanyaan yang menjadi dasar perumusan masalah dalam tulisan ini antara
lain:
1. Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2. Apa saja asas-asas kurikulum?
3. Apa saja yang menjadi komponen-komponen kurikulum?
4. Bagaimana proses terjadinya perubahan kurikulum?
5. Bagaimana proses terjadinya perbaikan kurikulum?
5. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran?

7. Apa-apa saja unsur-unsur penting dalam pembelajaran?
8.

Bagaimana

dampak

perubahan


dan

perbaikan

kurikulum

terhadap

pengajaran?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tulisan ini adalah untuk memenuhi tugas pribadi mata kuliah
Pengembangan Kurikulum yang diasuh oleh Prof. DR. Sukirno, M. Pd. Selain itu tujuan
penulisan tulisan ini untuk memperdalam pengetahuan penulis tentang dampak perubahan dan
perbaikan kurikulum terhadap pembelajaran.

1.4 Batasan Masalah
Penulisan tulisan ini hanya dibatasi pada Kurikulum dalam konteks Indonesia yang
bersumber dari Buku S. Nasution “Sejarah Pendidikan Indonesia” yang merupakan sejarah
pendidikan sebelum kemerdekaan RI. Selain itu, penulis juga akan melihat perubahan dan

perbaikan kurikulum setelah kemerdekaan RI.

BAB II
DAMPAK PERUBAHAN DAN PERBAIKAN KURIKULUM
TERHADAP PEMBELAJARAN
2.1 Kurikulum
2.1.1 Pengertian Kurikulum
Kamus Webster 1856 mengartikan kurikulum sebagai: “1. A race course; a place for
running; a chariot. 2. A course in general; applied particulary to the course pf study in a
university”. Jadi dengan “kurikulum” dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau
kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. “Kurikulum” juga berarti “chariot” semacam
kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari “start” sampai
“finish” (Nasution: 2003; hal. 1 – 2)
Selanjutnya, pada tahun 1955 kamus Webster mengartikan kurikulum sebagai : “a. a
course esp.a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree.
b. The whole body of courses offered in an educational institution, or department thereof. The
usual sense”. Di sini “kurikulum” khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni
sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. “Kurikulum” juga berarti keseluruhan pelajaran yang
disajikan oleh suatu lembaga pendidikan (Nasution: 2003; hal. 2).

Di Indonesia istilah “kurikulum” identik dengan rencana pelajaran. Pada hakikatnya
kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum
Development, Theory and Practice mengartikan sebagai “a plan for learning” yakni sesuatu
yang direncakan untuk pelajaran anak (Nasution : 2003; hal. 2).
S. Nasution dalam “Asas-asas Kurikulum” (2003) memberi beberapa definisi kurikulum
menurut beberapa ahli kurikulum:
1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam Curriculum Planning for Better Teaching
and Learning mendefinisikan kurikulum sebagai segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak
belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah. Kurikulum
meliputi juga apa yang disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler.
2. Harold B. Albertycs, dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965) mendefinisikan
kurikulum sebagai semua kegiatan yang disediakan untuk siswa oleh sekolah. Jadi, kurikulum
tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan
di luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah.

3. B. Othanael Smith, W. O. Stanley, dan J. Harlan Shores melihat kurikulum sebagai sejumlah
pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda agar mereka dapat
berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4. William B. Ragan dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menggunakan
kurikulum dalam arti luas yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni

segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi
bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan social antara guru
dan murid, metose mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5. J. Llyod trump dan delmas F. Miller dalam buku Secondary School Improvement (1973) juga
mendefinisikan kurikulum dalam arti luas. Bagi mereka, dalam kurikulum juga termasuk metode
mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga
mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervise dan administrasi dan hal-hal structural
mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Program, manusia
dan fasilitas merupakan aspek pokok yang berkaitan satu sama lain. Ketiga aspek ini harus
diperhatikan dalam perbaikan kurikulum.
6. Alice Miel dalam bukunya Changing the Curriculum : a social process (1946) melihat
kurikulum dalam arti yang lebih luas. Baginya, kurikulum meliputi segala pengalaman dan
pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Jadi kurikulum bukan hanya
pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma,
melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruhpegawai sekolah.
7. Hilda Taba mendefiniskan kurikulum dalam arti yang sempit. Baginya, kurikulum merupakan
suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam
masyarakatnya.
8. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) melihat kurikulum secara
realistis. Baginya, kurikulum sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan.

Krug membatasi kurikulum pada: pengajaran di dalam kelas dan kegiatan-kegiatan tertentu di
luar pengajaran.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli kurikulum di atas, kita dapat menggolongkan
kurikulum ke dalam empat golongan yakni:
1. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang
kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasil dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman
kurikulum yang misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program yakni alat yang dilakukan oleh sekolah
untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat

juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa misalnya
perkumpulan sekolah, pertandingan, pramuka, warung sekolah dan lain-lain.
3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa yakni
pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama
dengan apa yang benar-benar dipelajari.
4. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan
perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara actual menjadi
kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak
berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana.


2.1.2 Asas-asas Kurikulum
Berikut ini merupakan asas-asas kurikulum yang dikemukakan oleh S. Nasution dalam
“Asas-asas Kurikulum” (2003) antara lain:
1. Asas Filosofis
Asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan dengan filsafat
negara. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan negara yang demokratis, pendidikan
di negara yang menganut agama Budha akan berlainan dengan pendidikan di negara yang
memeluk agama Islam atau Kristen.
2. Asas Psikologis
Dalam asas psikologis diperhitungkan dua factor antara lain: pertama, psikologi anak
dimana minat dan perkembangan anak menjadi asas dalam pengembangan kurikulum. Kedua,
psikologi belajar dimana segala hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar seperti: proses belajar
dan keadaan belajar mempengaruhi pengembangan kurikulum
3. Asas Sosiologis
Dalam asas sosiologis, masyarakat menjadi suatu factor yang begitu penting dalam
pengembangan kurikulum. Hal-hal yang terdapat dalam masyarakat seperti: keadaan masyarakat,
perkembangan dan perubahan masyarakat, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa
pengetahuan dan lain-lain mempengaruhi pengembangan kurikulum. Namun asas ini perlu
dijaga agar masyarakat tidak mendominasi pengembangan kurikulum sebab bila terjadi maka
timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat.


4. Asas Organisatoris
Asas organisatoris berkaitan dengan pengorganisasian bahan mata pelajaran yang akan
disajikan dalam kurikulum. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak
lepas dari macam-macam organisasi kurikulum yang dapat dijalankan secara bersama di satu
sekolah, bahkan yang satu dapat membantu atau melengkapi yang satu lagi.

2.1.3 Komponen-komponen Kurikulum
Ralph W. Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949)
membagi komponen-komponen dalam kurikulum antara lain: 1. Tujuan, 2. Bahan Pelajaran, 3.
Proses Belajar Mengajar (PBM), dan 4. Evaluasi atau penilaian (Nasution: 2003, hal. 17 – 18).
Tujuan

Evaluasi

Bahan

PBM
Keempat komponen di atas saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat dengan
ketiga komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan dipelajari, bagaimana proses

belajarnya, dan apa yang harus dinilai. Demikian pula penilaian dapat mempengaruhi komponen
lainnya.
Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkannya tujuan yang baru atau proses
belajar mengajar, misalnya metode baru, atau cara penilaian, maka semua komponen lainnya
turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya jelas, maka bahan pelajaran, Proses belajar
mengajar, maupun evaluasi pun lebih jelas.
Pola kurikulum yang dikemukakan Tyler ini tampaknya sangat sederhana, namun dalam
kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak mudah menentukan tujuan pendidikan
atau pelajaran, tak mudah pula menentukan bahan yang tepat guna mencapai tujuan itu, misalnya
bahan untuk mendidik anak agar menjadi manusia pembangun, jujur, kerja keras, dan
sebagainya. Menentukan PBM yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhasilannya baru
diketahui setelah dinilai.

2.1.4 Perubahan Kurikulum
2.1.4.1 Fase-fase dalam Perubahan
Menurut para ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase yakni:
1. Fase Inisiasi yaitu taraf permulaan ide perubahan itu dilancarkan dengan menjelaskan sifatnya,
tujuan dan luas perubahan yang ingin dicapai.
2. Fase Legitimasi yaitu tahap dimana orang menerima ide itu.
3. Fase Kongruensi yaitu tahap dimana orang mengadopsi ide tersebut, menyamakan pendapat

sehingga selaras dengan pikiran para pencetus sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara
penerima dan pencetus perubahan.

2.1.4.2. Hal-hal dalam Perubahan Kurikulum
Ada banyak hal yang berkaitan dengan perubahan kurikulum. Namun ada beberapa hal
yang dirasa penting dalam perubahan kurikulum antara lain:
1. Perubahan Guru
Salah satu bagian dalam proses perubahan kurikulum adalah perubahan guru karena
perubahan kurikulum tak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru sendiri. Seperti
manusia lainnya, guru juga sering tidak mudah berubah, karena telah biasa dengan cara-cara
yang lama. Setiap perubahan akan dapat mengganggu ketentramannya. Guru cenderung
konservatif sebab tugasnya terutama untuk melestarikan kebudayaan dengan menyampaikannya
kepada generasi muda.
Namun pada saat-saat tertentu, misalnya ada ketidakpuasan dengan keadaan, guru dapat
berubah. Perubahan itu terjadi untuk mengatasi kekurangan yang dirasakan pada dirinya dan
dalam situasi pendidikan.
Oleh karena itu, orang yang berperan sebagai pengubah kurikulum harus dapat bekerja
sama, harus dapat mempengaruhi orang dan memberi inspirasi. Ia harus mempunyai sensitivitas
social, terbuka bagi pikiran orang lain dan terbuka bagi perubahan. Akan tetapi ia harus seorang
professional, namun rendah hati dan tidak memerkan pengetahuannya.

2. Perubahan Lembaga atau Organisasi
Tiap organisasi mempunyai struktur social tertentu. Tiap orang mempunyai status tertentu
dan menjalankan peranan tertentu yang memberinya harga diri atau kekuasaan. Mengadakan
dalam struktur itu dapat mengancam kedudukan seseorang. Sering pula organisasi itu

mempunyai hirarki yang ketat, mengikuti prosedur yang tetap. Untuk mengadakan perubahan,
harus diketahui dan dipertimbangkan keadaan yang ada.
Berdasarkan pemaparan di atas ada beberapa hal yang diperlukan dalam perubahan
yakni: pertama, sikap kerjasama dalam melakukan perubahan baik dalam hal manusianya (guru)
maupun organisasi / lembaga. Kedua, kebijakan dan kepekaan social yang mengenal daya-daya
yang membantu dan menghalangi perubahan itu dan diadakan usaha untuk memperkuat dayadaya yang menyokong sambil melemahkan, melumpuhkan bahkan meniadakan daya-daya yang
menghambat. Ketiga, kesadaran akan adanya masalah yang dihadapi.

2.1.4.3 Proses Perubahan Kurikulum
Berikut ini merupakan sejumlah saran singkat tentang langkah-langkah dalam proses
mengubah kurikulum (Nasution; 2003, hal. 130 - 131):
1. Pupuklah suasana dan kondisi kerja yang serasi. Suasana kerja harus memberi kesempatan
bagi peserta untuk mengeluarkan buah pikirannya secara bebas. Saran-saran mereka harus
diperhatikan. Mereka harus diikutsertakan dalam merumuskan dan memecahkan masalah yang
dihadapi bersama. Keberhasilan perubahan bergantung pada kualitas dan kuantitas para peserta.
Ada kalanya diperlukan bantuan dari orang lain misalnya dari kanwil atau perguruan tinggi perlu
disediakan sumber dan bahan yang diperlukan. Hendaknya dijauhi hal-hal yang dapat
mengganggu.
2. Berikan waktu yang cukup, jangan terlampau cepat, jangan pula terlampau lambat. Mendesak
agar cepat bekerja akan cepat menghasilkan pekerjaan yang tergesa-gesa dan tidak cermat.
Pelaksanaan perubahan memerlukan waktu. Ada kalanya untuk suatu program, misalnya
perbaikan pengajaran bahasa, diperlukan waktu 3 – 4 tahun.
3. Tentukan kegiatan yang sesuai, misalnya ada yang lebih serasi bila dilakukan oleh panitia,
kelompok studi, workshop, konferensi, seminar, dapat pula mengadakan wawancara, observasi,
demonstrasi, atau menggunakan alat-alat seperti: tape recorder, TV dan lain-lain.
4. Tentukan prosedur penilaian dalam setiap usaha perubahan. Evaluasi dimaksud untuk
memperoleh gambaran tentang taraf tercapainya tujuan. Setelah dirumuskan tujuan perubahan,
harus segera ditentukan cara menilai hingga mana tercapainya tujuan itu. Baru kemudian
ditentukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan itu.

2.1.5 Perbaikan Kurikulum
Perbaikan selalu dikaitkan dengan penilaian. Perbaikan diadakan untuk meningkatkan
nilai dan untuk mengetahuinya digunakan criteria tertentu. Perbedaan criteria akan memberi
perbedaan pendapat tentang baik-buruknya perubahan itu. Perubahan, sekalipun memberi
perbaikan dalam segala hal bagi semua orang.
Dalam kaitannya dengan kurikulum, kurikulum memiliki ketidaksempurnaan dan
senantiasa dapat diperbaiki. Dalam hal memperbaiki kurikulum sekolah, ada beberapa dasar
pertimbangan yang harus diperhatikan antara lain (Nasution : 2003, hal. 133 – 138) :
1. Mengetahui Tujuan Perbaikan
Ini merupakan langkah pertama dalam perbaikan kurikulum. Tujuan perbaikan harus jelas
yakni apa yang sebenarnya ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, bagaimana
melaksanakannya, apakah perlu dicari proses belajar – mengajar baru, sumber belajar apa yang
diperlukan, bagaimana mengorganisasi bahan itu, bagaimana menilainya, bagaimana
memanfaatkan balikannya. Ada kemungkinan tujuannya harus diperjelas atau diubah, demikian
pula desain perbaikan atau implementasinya dan metode penilaiannya. Jadi perbaikan kurikulum
tak kunjung berakhir dan bergerak terus. Kurikulum bukan benda mati akan tetapi sesuatu yang
hidup mengikuti perkembangan zaman.
2. Mengenal Keadaan Sekolah
Ada kecenderungan guru tidak mengenal betul situasi sekolah yang sebenarnya, misalnya
kurang mengenal potensi guru, sumber belajar yang tersedia di sekolah atau lingkungan, kurang
mengenal keadaan masyarakat lingkungan, tidak mengenal sejarah perkembangan sekolah atau
memahami kurikulum sekolah sebagai keseluruhan serta hubungannya dengan instansi lain, atau
bantuan yang dapat diperoleh, misalnya dari staf perguruan tinggi, termasuk IKIP.
3. Mempelajari Kebutuhan Murid dan Guru
Mengetahui kebutuhan itu merupakan titik tolak bagi usaha perbaikan. Tujuan pendidikan
seperti diharapkan pemerintah dapat memberi dorongan untuk mengadakan perubahan dalam
keadaan sekarang yang dirasa tidak memuaskan.
Untuk melaksanakan perbaikan itu diperlukan diadakan studi yang lebih luas guna
memperoleh data lain yang dirasa perlu, misalnya data tentang siswa: keadaaan siswa secara
menyeluruh, macam-macam golongan etnis, jumlah penerimaan, lulusan dan putus sekolah, hasil
belajar, perkembangan fisik, social, moral, intelektual, keadaan rumah tangga, kebudayaan
masyarakat anak, nilai-nilai dan harapan masa depan, cara murid belajar, konsep diri anak, bahan
pelajara, proses belajar mengajar, relevansi kurikulum dan sebagainya.

4. Mengenal Masalah Yang Dihadapi Sekolah
Salah satu focus perbaikan adalah masalah-masalah yang dihadapi guru dalam
pekerjaannya sehari-hari misalnya: metode mengajar, perbedaan individu, bahan pelajaran yang
serasi, organisasi kelas, fasilitas yang membantu proses belajar mengajar, cara meningkatkan
motivasi belajar siswa, dan lain-lain. Dalam pemilihan masalah, hendaknya jangan terlampau
luas sehingga sulit dikendalikan. Sebaliknya jangan terlampau sempit sehingga tidak bermakna.
5. Mengenal Kompetensi Guru
Kompetensi guru merupakan salah syarat dalam perbaikan kurikulum. Kompetensi guru
yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan guru untuk melihat seluk beluk kurikulum, baha
pelajaran, proses belajar mengajar, psikologi anak, sosiologi, kemampuan membuat perencanaan,
kemampuan untuk mencetuskan ide-ide baru, kemampuan mempertemukan pandangan yang
bertentangan, kemampuan membuat proses belajar mengajar menjadi menyenangkan,
kemampuan bekerja sama untuk menghasilkan pekerjaan yang bermutu, kemampuan untuk
mengarahkan dan mengkoordinasi, kemampuan menganalisis situasi dan menafsirkan perbuatan,
kemampuan memilih dari sejumlah alternative, kemampuan untuk mengadakan eksperimen dan
penelitian, kemampuan untuk menanyakan pertanyaan yang relevan, kemampuan menyatakan
pikiran secara lisan dan tulisan serta menggunakan alat seperti computer.
6. Mengenal Gejala Sosial
Gejala social merupakan unsure perbaikan yang berasal dari luar lingkungan sekolah.
Gejala-gejala social yang dimaksudkan di sini dapat berupa konsep orang tua atau masyarakat
tentang sekolah. Biasanya orang tua atau masyarakat yang memiliki kepedulian kepada sekolah
akan menyampaikan keluhan atau pendapatnya langsung kepada pihak sekolah atau melalui
media massa. Bentuk kepedulian ini merupakan dasar adanya keinginan untuk perbaikan
kurikulum. Bentuk keluhan tidak selamanya dapat dipenuhi sebab keluhan tersebut perlu
dipertimbangkan berdasarkan fakta yang ada.

2.2 Pembelajaran
2.2.1 Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran, dan istilah
belajar-mengajar. Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau
pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah),
pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada guru, karena guru merupakan tenaga
professional yang dipersiapkan untuk itu. Pembelajaran di sekolah semakin berkembang dari
pengajaran yang bersifat tradisional sampai pembelajaran dengan system modern. Kegiatan

pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan mengajar (pengajaran) yang mengabaikan kegiatan
belajar, yaitu sekedar menyiapkan pengajaran dan melaksanakan prosedur mengajar dalam
pembelajaran tatap muka. Akan tetapi, kegiatan pembelajaran lebih kompleks lagi dan
dilaksanakan dengan pola-pola pembelajaran yang bervariasi.
Berikut ini adalah bagan kegiatan yang terjadi dalam pembelajaran:
Rekayasa Pengembangan Pembelajaran

Guru
Desain Instruksional

Tindak Mengajar Guru

Dampak Pengajaran

KBM

Hasil belajar

Kurikulum yang berlaku

Tindak Belajar Siswa

Siswa

Dampak Pengiring

Perkembangan Siswa Sesuai Asas Emansipasi
Menuju Keutuhan dan Kemandirian

2.2.2 Komponen-komponen dalam Pembelajaran
Ada lima komponen yang terdapat dalam pembelajaran antara lain:
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh kegiatan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan antara dalam upaya mencapai tujuantujuan lain yang lebih tinggi tingkatannya yakni tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan
nasional. Tujuan-tujuan ini tampak secara hirarkis dalam bagan di bawah ini:
TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
MEMBENTUK MANUSIA INDONESIA
SEUTUHNYA
TUJUAN INSTITUSIONAL / NEGARA
JENJANG DAN JENIS PERSEKOLAHAN
TUJUAN KURIKULER
MATA PELAJARAN / BIDANG STUDI
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
MATA PELAJARAN / BIDANG STUDI
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
PERSATUAN KBM / BAHASAN

2. Bahan Pembelajaran
Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari urikulum yakni berupa
mata pelajaran atau bidang studi dengan topic / sub-topik dan rinciannya.
3. Strategi dan Metode Pembelajaran
Strategi dan metode pembelajaran berkaitan dengan seluruh cara yang digunakan dalam
proses belajar mengajar. Cara yang dimaksudkan di sini, misalnya: model pembelajaran, teknik
pembelajaran, taktik pembelajaran dan lain sebagainya. Strategi dan metode pembelajaran
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran merupakan
komponen yang tidak terpisahkan dari komponen-komponen lainnya.
4. Media Pembelajaran
Media pembelajaran berkaitan dengan sarana / alat yang digunakan dalam proses belajar
dan mengajar. Media ini digunakan agar strategi dan metode lebih efektif digunakan sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
5. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan bagian akhir dari proses belajar mengajar. Evaluasi
pembelajaran berguna untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Berikut ini adalah bagan hubungan komponene-komponen yang terdapat dalam
pembelajaran:
TUJUAN PEMBELAJARAN

EVALUASI PEMBELAJARAN

BAHAN PEMBELAJARAN

STRATEGI PEMBELAJARAN

MEDIA PEMBELAJARAN

2.2.3 Kategori dalam Pembelajaran
Gagne mengklasifikasikan pembelajaran manusia ke dalam lima kategori atau domain
yakni: informasi verbal, sikap, keterampilan intelektual, keterampilan motorik dan strategi
kognitif. Kategori-kategori ini penting bagi teori pembelajaran sebab setiap kategori merupakan
hipotesis untuk memerlukan tipe-tipe yang berbeda dari pembelajaran. Hal ini penting untuk
mengerti dasar yang mana Gagne telah membuat klasifikasi ini.
Bagi Gagne, pembelajaran terjadi ketika seorang individu memperoleh satu kemampuan
khusus untuk melakukan sesuatu. Karena kemampuan belajar tidak dengan sendirinya tampak.
Hal ini berasal dari perilaku si belajar (yang tampak) yang satu bisa berpendapat bahwa satu
kemampuan khusus telah dipelajari. Gagne menegaskan bahwa hasil berbagai kemampuan
belajar yang berbeda secara bersamaan dalam akibat-akibat yang berbeda. Ketika akibat-akibat
ini diantisipasi dan direncanakan bagi mereka yang dinyatakan sebagai sasaran pembelajaran.
Kemampuan yang satu diperoleh ketika pembelajaran informasi verbal (misalnya: hari
ulang tahun pasangan) menyatakan informasi. Di sisi lain, kemampuan yang satu diperoleh
dalam pembelajaran satu sikap yang merupakan pilihan untuk bertindak dalam satu cara atau
cara lainnya (misalnya: membawa bunga kepada istri di rumah). Ketika seseorang telah belajar
sebuah konsep, yang merupakan satu tipe keterampilan intelektual, orang mempunyai
kemampuan untuk mengidentifikasi secara benar atau mengklasifikasi yang sebelumnya tidak
menghadapi contoh dari konsep (misalnya: secara tepat mengklasifikasikan jenis-jenis bunga
yang berbeda). Ketika satu keterampilam motorik telah diperoleh, kemampuan dapat secara
pantas dan halus menjalankan semua sub-keterampilan dalam satu rangkaian yang benar
(misalnya: memukul bola tenis). Akhirnya, seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mengulas satu solusi novel pada satu masalah atau orang yang mampu merencanakan satu
system personal bagi pengingatan informasi atau penghadiran pada satu tugas menunjukkan
bahwa dia telah belajar satu strategi kognitif.
Kategori dalam Pembelajaran
No
1

Kemampuan yang telah
dipelajari
Keterampilan Intelektual

Performance
Menggunakan konsep dan aturan untuk memecahkan
berbagai

masalah;

menanggapi

kelas-kelas

rangsangan sebgai nyata dari pemanggilan kembali
2

Keterampilan Motorik

contoh-contoh spsifik
Melakukan pergerakan badan secara halus dan dalam

3
4

Informasi Verbal
Strategi Kognitif

rangkaian yang tepat
Mengungkapkan informasi
Mengulas solusi novel pada berbagai masalah;
menggunakan

cara

yang

bervariasi

untuk

mengendalikan proses pemikiran / pembelajaran
5

Sikap

seseorang
Pilihan berkelakuan dalam satu cara yang khusus

2.3 Dampak Perubahan dan Perbaikan Kurikulum Terhadap Pengajaran

BAB III PENUTUP