Sepak Bola Pelatih dan Etika

Sepak Bola, Pelatih, dan Etika
MENGAPA Sepak Bola Indonesia tidak maju ? Itulah pertanyaan yang sering muncul dan
didengar. Sejak SEA Games 1991 Manila, harus diakui tidak ada prestasi besar yang bisa diraih
kesebelasan Indonesia.
Pertanyaan seperti itu wajar dilontarkan karena Indonesia pernah mempunyai sejarah sepak
bola yang besar. Masa – masa kejayaan yang dialami Maulwi Saelan, Ramang, LH Tanoto, Kiat Sek,
Soetjipto Soentoro, Sinyo Aliandoe, Iswandi Idris, Abdul Kadir, Ronny Pattinasarany, hingga mereka
yang muncul di era 80-an hingga awal 90-an seperti Herry Kiswanto, Ricky Yakob, Elly Idris,
Zulkarnaen Lubis selalu disebut – sebut lagi. Kenangan akan prestasi besar masa lalu kembali
mencuat, karena tidak ada lagi prestasi besar yang bisa dibanggakan, yang diraih oleh kesebelasan
nasional.
Siapakah yang harus dipersalahkan ? Tentunya kita semua. Kita yang terlibat dalam pembinaan
sepak bola. Secara langsung ataupun tidak langsung, setiap insan yang mengaku mencintai sepak bola
Indonesia, ikut bertanggung jawab dengan melorotnya prestasi sepak bola nasional Negara ini.
Kita tidak akan pernah bisa berhenti untuk saling menyalahkan. Kita dengan mudah untuk
saling menunjuk hidung atas siapa yang harus disalahkan dari kemunduran sepak bola nasional ini.
Namun itu tidak akan pernah menyelesaikan persoalan.persepakbolaan Indonesia tidak akan pernah
bisa membaik hanya dengan saling menyalahkan.
Yang perlu lebih diperhatikan, bagaimana keluar dari persoalaan ini ? Bagaimana membangun
kembali persepakbola nasional ini ? Salah satu tanggung jawab itu ada di pundak para pelatih. Ibarat
seorang guru,merekalah yang meletakkan dasar sepak bola secara baik, agar kemudian para pemain

sepak bola bisa maju dan berkembang.
Salah satu kegagalan perkembangan sepak bola Indonesia disebabkan buruknya dasar sepak
bola para pemain sepak bola Indonesia. Buruknya pengguasaan dasar membuat para pemain sulit
untuk bisa mengembangkan taktik dan strategi yang telah digariskan seorang pelatih. Untuk
membenahi semua itu, maka harus dimulai dari dasar kembali.

Copyright © 2013 by I.J

Harus digariskan pola pembinaan yang seragam di tingkat dasar, sehingga kemudian secara
bertahap kualitas dapat terus ditingkatkan secara benar. Tidak bisa disangkal bahwa pembinaan sepak
bola adalah pembinaan yang berjenjang. Kegagalan atau kesalahan pada satu tahapan akan
mempengaruhi tahapan berikutnya.
Tanggung jawab pelatih sepak bola tidak hanya terletak pada saat ia sedang menangani seorang
pemain. Setiap pelatih harus menyadari bahwa ia ikut bertangggung jawab terhadap kelanjutan dan
perkembangan pemain selanjutnya.
Oleh karena itu, di banyak negara, pelatih pun menuntut spesialisasi. Ada pelatih yang kuat
dalam pembinaan pemain yunior dan ada pula yang kuat dalam menangani pemain senior. Berti Vogts
merupakan pelatih yang berhasil menangani pemain yunior. Ketika Franz Beckenbauer menjadi pelatih
Jerman di Piala Dunia 1990, para pemain yang ada di tim senior merupakan hasil anak didiknya di tim
yunior, sehingga kemudian ia menjadi asisten bagi Beckenbauer.

Di Ajax Amsterdam , Co Adriaanse merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap
Sekolah Sepak Bola Ajax. Ia tidak pernah meningkat menjadi pelatih Ajax. Seumur – umur Ia
berkonsentrasi di Sekolah Sepak Bola Ajax, sehingga tidak ada seorang pun yang tidak kenal dirinya
sebagai guru sepak bola bertangan dingin.
Hasilnya adalah pemain – pemain sekelas Johan Cruyff, Marco Van Basten, Dennis Bergkamp,
hingga De Boer bersaudara.

DIIKAT ETIKA
Oleh karena terikat kepada tanggung jawab, maka dalam bekerjanya para pelatih diikat oleh
Etika. Etika itu dirumuskan bersama – sama oleh para pelatih agar kemudian dipahami dan diterapkan
oleh individu yang masuk dalam organisasi atau asosiasi Pelatih.
Etika sendiri berwajah dua, satu menyandang kewajiban terhadap diri sendiri dan satu lainnya
menyandang kewajiban terhadap orang lain. kepada diri sendiri artinya pekerjaan yang kita lakukan
harus dilakukan sebaik mungkin, karena pada akhirnya diri kita sendiri yang akan menilai apakah yang
kita kerjakan sudah maksimal dan apa yang kita berikan sudah merupakan sesuatu yang paling
maksimal, sehingga memberi kepuasan terhadap kerja keras yang sudah kita lakukan.

Copyright © 2013 by I.J

Sebaliknya kewajiban kepada pihak lain dengan mudah bisa diukur apakah hasil kerja kita itu

memberi manfaat atau merupakan sebuah kesia – siaan. Hasil kerja yang baik, hasilnya akan terus
melekat dan dikenang oleh banyak orang.
Di kalangan pecinta sepak bola saja, siapa orang yang akan melupakan jasa orang seperti Tony
Poganick yang membentuk tim Indonesia ke Olimpiade Melbourne 1956, Djamiat Dhalhar, Endang
Witarsa, EA Coever yang nyaris membawa Indonesia lolos ke Olimpiade 1976, Sinyo Aliandoe di
penyisihan Piala Dunia 1986, Bertje Matulapelwa yang membawa kesebelasan Indonesia lolos hingga
semifinal Asian Gemes 1986.
Etika itu ketika disepakati segera menjadi Kode Etik yang bersifat mengikat. Pengawasan dan
penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik ini sepenuhnya diserahkan kepada kalangan pelatih dan
dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu.
Organisasi yang profesional ikut berperan serta untuk menegakkan aturan dan seyogyanya
menghormati Kode Etik yang sudah disepakati bersama. Bahkan Pelatih yang Profesional harus juga
mau menegakkan Etika profesi, karena itulah alat yang bisa dipakai untuk mengukur sejauh mana
komitmen untuk menegakkan profesionalisme.
Kode Etik umum dipakai berbagai organisasi profesi, baik itu Dokter, Pengacara, maupun
Wartawan. Pelatih pun sekarang ini sudah menjadi profesi. Di banyak Negara, pelatih merupakan
pekerjaan yang bergengsi dan dihargai begitu tinggi.
Di Negara – Negara Amerika Latin, karena fungsinya mendidik, pelatih bahkan dipanggil
dengan sebutan “ Profesor “. Kedudukannya begitu terhormat sehingga tidak kalah dengan namanya
Presiden Asosiasi atau Ketua Umum PSSI di Indonesia.

Penghormatan itu datang karena para pelatih mengabdikan seluruh daya dan tenaganya untuk
pekerjaan, untuk profesinya. Kesungguhan dari para pelatih dalam bekerja dan kemudian menjalankan
Kode Etik yang disepakati membuatorang akhirnya menghormati seorang pelatih.
Pengakuan itu tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi Negara. Pemberian gelar “Sir”
kepada pelatih Manchester United Alex Ferguson oleh Ratu Inggris Elizabeth II merupakan salah satu
bukti, betapa tinggi dan terhormatnya profesi pelatih itu.

Copyright © 2013 by I.J

Harus Melakukan
Belajar dari pengalaman bangsa lain, negara lain, pada waktunyalah pelatih –pelatih sepak bola
di Indonesia mengikrarkan diri untuk menjadikan pekerjaan yang terhormat, profesi yang berharga.
Karena tidak semua orang bisa menjadi pelatih sepak bola dan profesi ini menuntut keahlian khusus,
maka pekerjaan ini adalah sebuah kebanggaan.
Aturan main atau Kode Etik perlu dirumuskan bersama untuk menjadi pegangan dari setiap
pelatih dalam melaksanakan tugas mulianya. Setiap organisasi, setiap negara memiliki Kode Etik
sendiri – sendiri. Namun garis besarnya bisa sama.
Salah satu yang bisa dijadikan contoh adalah Kode Etik yang berlaku di Amerika Serikat yang
disebut sebagai Soccer Maine Code of Ethics for Coaches. Kode Etik itu dengan tegas mengatakan,
seorang pelatih harus menunjukkan karakter etika tertinggi, sehingga menjadi contoh bagi pemain di

dalam timnya. Seorang pelatih diingatkan bahwa setiap tindak tanduknya akan dicontoh oleh para
pemain. Siapa di antara para pelatih yang tidak bisa memenuhi Kode Etik maka akan dijatuhi sanksi
disiplin mulai dari diistirahatkan sampai dilarang untuk menjadi pelatih.
Beberapa Kode Etik yang Ditetapkan :
1. Sepak Bola adalah sebuah game bagi pemain. Perhatian dari pelatih mencakup
perkembangaan yang bersifat holistic/menyeluruh baik kesehatan, kegembiraan, maupun
keselamatan dari para pemain. Pelatih dilarang untuk menempatkan kemenangan diatas
segala – galanya, apabila sampai mengorbankan karakter dan prilaku baik dari para pemain.
Dalam mencapai kemenangan, pelatih harus bertindak jujur dan adil dalam menentukan
pemain yang akan diturunkan dan berapa lama akan dimainkan. Kalau pun ada kebebasan
dalam mengambil keputusan, maka hal itu harus dilakukan atas dasar kepentingan tim
secara keseluruhan.
2. Pelatih bertanggung - jawab untuk mengajarkan kepada para pemain bagaimana meraih
kesuksesan dengan bermain baik, menjunjung tinggi nilai – nilai sportivitas, serta
mendahulukan aturan permainan.

Copyright © 2013 by I.J

3. Pelatih harus memperlakukan petugas pertandingan dengan penuh hormat dan harga diri,
dan mengajarkan para pemain untuk berlaku yang sama.

4. Setiap lawan yang di hadapi pantas untuk dihormati. Pelatih harus menjadi model dalam
menghormati lawan dan harus berbuat para pemain berlaku yang sama.
5. Dalam meraih kemenangan dan menghadapi kekalahan, pelatih harus tampil dengan senang
hati,penuh harga diri, tenang dan sabar.
6. Pelatih harus mengikuti standard dan peraturan tertinggi yang berlaku dalam institusi di
mana ia bernaung baik itu di klub maupun Asosiasi. Seorang pelatih kepala harus mengerti
sepenuhnya tentang aturan permainan, aturan pendaftaran dan penurunan permainan dalam
kompetisi, dan segala peraturan sepak bola yang berlaku.
7. Pelatih merupakan contoh dalam perilaku yang terbuka, yang mendorong terciptanya
keragaman budaya dan menentang berbagai macam diskriminasi, baik itu dalam warna
kulit maupun seksual.
8. Pelatih berperanan untuk mengajarkan kepada pemain mengenai pentingmya gizi bagi
olahraga dan mncegah para pemain untuk terlibat dalam penggunaan obat-obat terlarang,
alcohol, dan juga rokok. Pelatih harus menghindarkan diri untuk meminum-minuman
beralkohol dan juga merokok saat berkomunikasi dengan para pemain, saat menjalankan
tugasnya sebagai pelatih.
9. Pelatih harus menghentikan dan menentang berbagai tindak pelecehan yang dilakukan para
pemain baik dalam bentuk verbal, fisik, emosional, maupun seksual.
10. Pelatih harus menghormati keputusan para pemain dan memahami aturan dalam merekrut
pemain yang ada di klub maupun di liga.

11. Pelatih harus menghormati standar dan prinsip sepak bola tertinggi dan mencegah serta
menghapuskan berbagai perilaku yang bisa merusak citra olah raga seperti perkelahian,
pelecehan, ketidakjujuran, tidak menghormati, dan segala tindakan yang bertentangan
dengan aturan permainan dan aturan pertandingan.

Copyright © 2013 by I.J