EKONOMI PEMBANGUNAN SYARIAH Sistem Keuan

EKONOMI PEMBANGUNAN SYARIAH
“Sistem Keuangan Islam”

Oleh :
Aulia Nurul Fitri
NIM : 11140860000078
Dosen Pengampu :
Dr. Euis Amalia, M.Ag.,

KONSENTRASI EKONOMI PEMBANGUNAN SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017M/1438H

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.


Shalawat dan

salam selalu

tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di
yaumil kiyamah nanti. Dan juga saya berterima kasih kepada Ibu Dosen Dr. Euis
Amalia, M.Ag., selaku

Dosen

mata

kuliah Ekonomi Pembangunan Syariah yang

telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta
“Sistem

Keaungan


Islam”,

saya

juga

pengetahuan

kita

mengenai

menyadari sepenuhnya bahwa di dalam

tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kita harapkan. Untuk
itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat “tiada gading yang tak retak” tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Semoga

makalah


sederhana

ini dapat

dipahami

bagi

siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna
bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Ciputat, 25 Maret 2017

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sistem Keuangan Islam adalah suatu sistem yang secara umum
mengatur segala kegiatan dan aktivitas sosial ekonomi manusia
berdasarkan pada ajaran-ajaran Al-Qur’an untuk mecapai maqashid
syariah yang utuh dan hakiki.Dalam menerapkan sistem keuangan
islam tentunya kita akan berbicara mengenai transaksi, akad ataupun
kontrak yang hampir setiap hari kita lakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Namun apakah kegiatan ekonomi yang kita
laksanakan

tersebut

sudah

sepenuhnya

sesuai

dengan


sistem

keuangan yang sesuai dengan syariah? Jawabannya adalah tidak.
Karena pemikiran-pemikiran naluriah dan didorong oleh kebutuhankebutuhan

hidup

yang

semakin

meningkat

membuat

manusia

terkadang salah memilih cara untuk melakukan kegiatan ekonomi
yang pada akhirnya cenderung bersifat kapitalis. Sehingga, agar akad
serta kegiatan ekonomi lainnya sesuai dengan syariah maka akad

tersebut harus memenuhi prinsip keuangan syariah yang berarti tidak
mengandung hal-hal yang dilarang oleh syariah. Prinsip keuangan
syariah sendiri secara ringkas harus mengacu prinsip rela sama rela
(antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan di zalimi
(la tazhlimuna wa la tuzhlamuna), hasil usaha muncul bersama biaya
(al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama resiko (al
ghunmu

bi

al

ghurmi)

dari

prinsip-prinsip

ini


berkembanglah

instrumen keuangan syariah. Maka disini penulis ingin menuangkan
sedikit banyak tentang penerapan sistem keuangan yang sesuai
syariah islam, dan diharapkan agar sistem keuangan islam tidak
hanya menjadi

pedoman berekonomi bagi sebagian orang saja,

namun menjadi sistem keuangan seluruh umat di dunia karena sistem
ini bersumber dari Islam yang Rahmatan Lil’Alamin.

1.2. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui Sistem Keuangan Islam
b) Mengetahui penerapan Sistem Keuangan Islam
c) Memahami pentingnya Sistem Keuangan Islam di Lembaga
Keuangan

1.3. Rumusan Masalah
a)

b)
c)
d)

Bagaimana pandangan Islam tentang Kekayaan dan Harta ?
Bagaimana Akad/Kontrak/Transaksi yang sesuai Syariah ?
Apa saja Prinsip Sistem Keuangan Islam ?
Bagaimana Sistem Keuangan Islam serta Penerapannya ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pandangan Islam Terhadap Ekonomi
a.

Al-Ghazali (451-505 H/1055/1111M)
Beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thusi

asy-Syafii al-Ghazali, lebih terkenal dengan Imam al-Ghazali atau HUjjah al-Islam
Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Jumadil Akhir 50 H/18 Desember 1058 di Thus yang
pada waktu itu termasuk wilayah Khurasan, Persia atau Iran pada saat ini.1

Al-Ghazali dikenal memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai bidang.
Bahasaan nya tentang ekonomi dapat ditemukan dalam karya monumental nya ihya
‘ulum al-Din.
Dalam pandangan al-Ghazali, kegiatan ekonomi merupaka amal kebajikan yang
dianjurkan dalam islam. Kegiatan ekonomi harus ditujukan mencapai maslahah untuk
memperkuat sifat kebijaksanaa, kesederhanaa, dan keteguhan hati manusia. Lebih jauh
al-Ghazali membagi manusia kedalam 3 kategori, yaitu: pertama, orang yang kegiatan
hidupnya sedemikian rupa sehingga melupak tujua-tujuan akhirat, golongan ini akan
celaka, kedua, orang yang sangat mementingkan tujuan akhirat dari pada tujuan
duniawi, golongan ini akan beruntung, ketiga, golongan pertengahan/kebanyakan orang,
yaitu mereka yang kegiatan duniawi nya sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.
Bagi al-Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Dalam alIhya, ia menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Ia mengibaratkan uang
sebagai cermin. Cermin tidak punya warna namun dapat merefleksikan semua warna.
Jadi, uang tidak punya harga namun dapat merefleksikan semua harga. Uang bukan
komoditas sehingga tidak dapat diperjual belikan. Memperjualbelikan uang ibarat
memenjarakan uang, sebab hal ini dapat akan mengurangi jumlah uang yang berfungsi
sebagai alat tukar. Uang dapat saja tidak terbuat dari emas atau perak, misalnya uang
kertas, tetapi pemerintah wajib menyatakannya sebagai alat pembayaran yang resmi. Ia
1Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010). hlm.163


menyatakan bahwa pemalsuan uang (maghsyusy) sangat berbahaya karna dampaknya
berantai, bahkan lebih berbahaya dari pada pencurian uang.
Al-Ghazali juga banya menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau
diperbolehkan dalam pandangan Islam. Riba merupakan praktik penyalahgunaan fungsi
uang dan berbahaya, sebagaimana juga penimbunan bahan-bahan pokok untuk
kepentingan individual. Ia juga menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakan
faktor yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi, karnanya pemerintah harus
memberantasnya. Pemerintah tidak diperbolehkan memungut pajak melebihi ketentuan
syariat, kecuali jika sangat terpaksa.
b.

Ibn Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
Nama lengkapnya adalah Taqi al-din Ahmad bin Abd. Al-Halim bin Abd. Salam

bin Taimiyah. Ia lahir di Harran 22 Januari 1263 M (10 Rabbiual Awal 661 H). Ayah
nya Abdal-Halim, paman nya Fakhruddin dan kakenya Maduddin merupakan ulama
besar dari mahzab Hambali. Ibnu Taimiyah adalah seorang

fuqaha mempunyai


pemikiran dalam berbgai bidang ilmu yang luas, termasuk dalam bidang ekonomi.
Pemikiran nya yang revolusioner yakni gerakan tajdid (pembaharu) dan ijtihadnya
dalam bidang muamalah, membuat namanya terkenal di seluruh dunia.2
Fokus perhatian Ibnu Taimiyah terletak pada masyarakat, fondasi moral dan
bagaimana mereka harus membawakan diri nya sesuai dengan syariah. Ia juga
mendiskusikan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku ekonomi individu
dalam kontek hidup bermasyarakat, seperti akad dan upaya menaatinya, arga yang wajar
dan adil, pengawasan pasar, keuangan Negara dan peranan Negara dalam pemenuhan
kebutuhan hidup rakyatnya. Dan transaksi ekonomi focus perhatian ibnu Taimiyah
tertuju pada keadilan yang hanya dapat terwujud jika semua akad berdasarkan kepada
kesediaan menyepakati dari semua pihak. Agar lebih bermakna kesepakatan ini harus
didasarkan kepada informasi yang memadai.
Pandangan Ibnu Taimiyah tentang kebijakan publik juga meliputi pembahasan
tentang pengaturan uang, peraturan tentang timbangan dan ukuran, pengawasan harga
serta pertimbangan pengenaan pajak yang tinggi dalam keadaan darurat. Secara umum,
2 Ibid. hlm.206

pandangan-pandangan ekonomi Ibnu Taimiyah cenderung bersifat normatif. Namun
demikian terdapat beberapa wawasan ekonominya yang dapat di kategorikan sebagai
pandangan ekonomi positif.
c.

Ibnu Khaldun (732-808 H/1322-1404 M)
Ibnu khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H/ 27 Mei

1332 M. Ia mempunyai nama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khadun.
Waliudin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi di
mesir. Ibnu Khaldun merupakan ekonom Muslim yang terkenal karna sedemikian
cemerlang dan luas bahasan nya tentang ekonomi. Ia menulis buku muqadimah. Dalam
bukunya muqadimahibnu Khaldun memberikan bahasan yang luas terhadap teori nilai,
pembagian kerja dan perdagangan internasional, hokum permintaan dan penawaran,
konsumsi, produksi, uang, siklus perdagangan, keuangan publik, dan beberapa bahasan
makroekonomi lainnya.3
Secara umum Ibnu Khaldun sangat menekankan pentingnya suatu sistem pasar
yang bebas. Ia menentang intervensi Negara terhadap masalah ekonomi dan percaya
akan efisiensi sitem pasar bebas. Ia juga telah membahas tahap pertumbuhan dan
penurunan perekonomian dimana dapat saja berbeda antara satu Negara dengan Negara
lain nya.
Analisis Ibnu Khaldun dalam teori perdagang Internasional dan hubungan harga
Internasional juga sangat cemerlang, ia menghubungkan perbedaan tingkat harga antar
Negara dengan ketersediaan faktor-faktor produksi sebagaimana dalam teori
perdagangan Internasional modern. Pandangan Ibnu Khaldun dilengkapi dengan analisis
tentang pertukaran di antara Negara miskin dengan kaya, hasrat untuk eksport impor,
dampak struktur perekonomian terhadap pembangunan dan pentingnya kekayaan
intelektual bagi proses pertumbuhan.
Dalam pandangan Ibnu Khaldun emas dan perak memiliki fungsi penting dalam
perekonomian, sebagaimana ia nyatakan “Tuhan telah menciptakan dua logam mulia,
emas dan perak, yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari berbagai komoditas.
Logam-logam ini juga biasa digunakan oleh manusia untuk alat menyimpan kekayaan
3Ibid. hlm.225

atau benda berharga. Meskipun manusia kadang menyimpan benda-benda lain, tetapi
biasanya juga dimaksudkan untuk memperoleh emas atau perak”.
Ibnu Khaldun menekankan pentingnya ide-ide baru dalam praktek industri dan
kerajinan, serta menganggap bahwa ekspansi pasar merupakan masalah krusial dalam
hal ini. Dalam hal penawaran tenaga kerja ia berpendapat bahwa jika tingkat upah
berada diatas titik tertentu maka penawaran tenaga kerja justru akan menurun,
sebagaimana dikenal sebagai backward sloping supply curve dalam teori ekonomi
modern, sedangkan pembahasannya tentang siklus perdagangan telah jauh mendahului
teori Hicks.
Ekonomi islam tidak sependapat dengan sudut pandang analisis
ekonomi konvensional, hal ini dilandasi oleh pokok ajaran utama
dalam ekonomi islam yakni prinsip tauhid dan persaudaraan. Tauhid
secara harfiah ’unit’, dalam konteks ekonomi yang berarti bahwa
tauhid merangkum inti dari seluruh esensi ekonomi islam. Dalam hal
ini mengajarkan manusia bagaimana berhubungan dan berurusan
dengan manusia lain dalam terang hubungannya dengan Tuhan.4
Islam sebagai pedoman hidup umat muslim memiliki peraturan
yang jelas dan terperinci dalam masalah pemanfaatan kekayaan. Dari
segi pemanfaatan islam mengharamkan pemanfaatan beberapa
bentuk harta kekayaan seperti khamr dan bangkai. Sebagaimana
islam juga mengharamkan pemanfaatan beberapa tenaga manusia
seperti dansa (tari-tarian) atau pelacuran. Islam juga serta merta
mengharamkan menyewa tenaga untuk melakukan sesuatu yang
haram dilakukan. Kemudian jika dari segi dan mekanisme perolehan,
islam telah mensyariatan hukum-hukum tertentu dalam rangka
memperoleh

kekayaan,

seperti

hukum-hukum

berburu,

menghidupkan tanah mati, hukum-hukum kontrak jasa, industri serta
hukum-hukum waris, hibbah dan wasiat.
4 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory : A Study in
Social Economics (New York: St. Martin’s Press, 1986), h.8.

Lain

halnya

memproduksinya,
memproduksi

dengan
islam

kekayaan

telah

itu

mendorong

sebanyak-banyaknya,

sendiri,
dan

sebagaimana

dari

segi

memacu

agar

ketika

Islam

memacu agar bekerja. Sementara itu, Islam sama sekali tidak ikut
campur dalam menjelaskan tata cara untuk meningkatkan produksi,
termasuk kemampuan produksinya. Justru, Islam telah membiarkan
manusia untuk melaksanakannya sesuai kreativitas manusia itu
sendiri.
Sedangkan dari segi keberadaanya, harta kekayaan tersebut
sebenarnya terdapat dalam kehidupan ini secara alamiah, dimana
Allah swt telah menciptakannya untuk diberikan kepada manusia.
Allah swt berfirman:

‫بل‬
‫ج ذ‬
‫سب بعل‬
‫ض ل‬
‫ن ل‬
‫ماَءذ فل ل‬
‫ست لولىى إ ذللىَ ال ل‬
‫ما ب‬
‫س ل‬
‫ميِععاَ ث ه ل‬
‫م ل‬
‫ههول ال لذذيِ لخل لقل ل لك ه ب‬
‫واهه ل‬
‫س ل‬
‫ماَ ذفيِ البر ذ‬
‫ت ولههول ب ذك ه ل‬
‫ل ل‬
‫م‬
‫ماَلوا ء‬
‫ل‬
‫يِءء ع لذليِ م‬
‫س ل‬
‫ش ب‬
”Dialah Allah, yang menjadian segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”(Q.s. Al-Baqarah ;
29)

‫ل‬
‫فل ب ه‬
‫جرذيِل ال ب ه‬
‫س ل‬
‫ضل ذهذ‬
‫مرذهذ ولل ذت لب بت لهغوا ذ‬
‫ه ال ل ذ‬
‫ن فل ب‬
‫حلر ل ذت ل ب‬
‫م ال بب ل ب‬
‫ذيِ ل‬
‫ك ذفيِهذ ب ذأ ب‬
‫خلر ل لك ه ه‬
‫الل ل ه‬
‫م ب‬
‫م تل ب‬
‫ن‬
‫شك ههرو ل‬
‫ولل لعلل لك ه ب‬
“Allahlah yang telah menundukkan untuk kalian lautan, agar bahtera
bisa berjalan diatasnya dengan kehendak-Nya, juga agar kalian bisa
mengambil kebaikannya.”(Q.s. Al-Jatsiyat ; 12)
“Maka,

hendaknya

manusia

itu

memperhatikan

makanannya.

Sesungguhnya, Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit),
kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbukan biji-bijian di bumi itu, Anggur dan sayur-sayuran, Zaitun
dan pohon Kurma, kebun-kebun yang lebat, dan buah-buahan serta

rumput-rumputan,

untuk

kesenanganmu

dan

untuk

binatang-

binatang ternakmu.”(Q.s. Abasa ; 24-32)
Didalam ayat-ayat ini serta ayat-ayat lain yang serupa, Allah
telah menjelaskan, bahwa Dia-lah yang menciptakan harta kekayaan
dan tenaga manusia, dan samasekali tidak ada hubungannya dengan
hal-hal lain. Semuanya ini menunjukkan bahwa Allah swt tidak ikut
campur dalam masalah harta kekayaan, termasuk dalam masalah
tenaga manusia, selain menjelaskan bahwa Dia-lah Yang telah
menciptakannya agar

bisa dimanfaatkan oleh manusia. Telah pula

diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad saw. pernah bersabda dalam
masalah penyerbukan kurma :
“Kalianlah yang lebih tahu tentang (urusan) dunia kalian”
Hal

tersebut

memperjelas

bahwa

memang

syara’

telah

menyerahkan masalah memproduksi harta kekayaan tersebut kepada
manusia, agar mereka memproduksinya sesuai dengan keahlian dan
pengetahuan mereka.5
Oleh karena itu, amatlah jelas bahwa Islam telah memberikan
pandangan (konsep) tentang sistem ekonomi, sedangkan tentang
ilmu nya islam menyerahkan kepada manusia itu sendiri untuk
mengembangkannya sesuai keahlian serta tentunya tetap berada di
jalur syariah islam.

2.2. Mekanisme Memelihara Harta Kekayaan
1. Hak Mengelola
Hak mengelola dan memelihara harta kekayaan sebenarnya
merupakan konsekuensi dari hukum syara’ , yaitu konsekuensi
dari adanya kebolehan bagi pemilik untuk memanfaatkan barang,
5Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif : Perspektif Islam
(Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h.52.

sekaligus memperoleh kompensasi karena adanya pemanfaatan
tersebut

sebenarnya

terikat

dengan

izin

Aa-Syari’,

sebab

kepemilikan hakikatnya merupakan izin As-Syari’ terhadap suatu
pemanfaatan.
Apabila hak tersebut merupakan hak milik Allah sementara
Allah telah menyerahan kekuasaan atas harta tersebut kepada
manusia

melalui

izin

dari-Nya,

maka

perolehan

seseorang

terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan harta,
yang antara lain adalah karena menjadi hak miliknya. Sebab,
ketika seseorang memiliki harta maka esensinya dia memiliki
harta tersebut hanya untuk dimanfaakan. Sehingga dalam hal ini,
dia terikat dengan hukum-hukum syara’ , dan bukan bebas
mengelola secara mutlak. Alasan daripada itu semua adalah ,
bahwa ketika dia mengelola dalam rangka memanfaatkan harta
tersebut dengan cara yang tidak sah menurut syara’, misalnya
dengan menghambur-hamburkannya, atau mempergunakannya
untuk suatu kemaksiatan, maka negara wajib mengawalnya dan
melarang untuk mengelola, juga merampas wewenang yang
telah diberikan negara kepadanya.
2. Pengembangan Kepemilikan
Dalam islam telah dijelaskan garis-garis besar tentang
mekanisme

yang

dipergunakan

kepemilikan

tersebut

,

lalu

mendalami

ilmu

serta

kepemilikan

ini

menggali

pemahaman

terhadap

untuk

detailnya

penerapan

mengembangkan

para

terkait

hukum-hukumnya

fakta

yang

ada,

mujtahid

yang

pengembangan
sesuai

serta

dengan

pemahaman

terhadap nash yang menjelaskan tentang mekanisme tertentu
yang mengharamkan dan melarangnya, berdasarkan garis-garis
besar tersebut.

Secara garis besar harta hanya ada tiga macam, yaitu tanah,
harta yang diperoleh melalui peertukaran dengan barang , serta
harta yang diperoleh dengan cara merubah bentuknya dari satu
bentuk menjadi bentuk-bentuk yang lain. Dari sinilah, sesuatu
yang lazim dipergunakan oleh orang untuk menghasilkan harta.
Oleh karena itu hukum-hukum yang terkait dengan pertanian,
perdagangan dan industri itulah yang sebenarnya menjelaskan
tentang mekanisme yang dipergunakan oleh seseorang untuk
mengembangkan pemilikannya atas harta tersebut.
3. Anjuran Bekerja atau Berniaga
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga,
dan menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta
kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat
untuk memenuhi kutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk
memenuhi sebagian perintah Allah seperti infaq, zakat, pergi haji,
perang (jihad), dan sebagainya.Sebagaimana firman Allah swt. :
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.”(Q.s.62 ; 10)
2.3. Penggunaan dan Pendistribusian Harta
1. Tidak boros dan tidak kikir
“Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada
setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tapi jangan
berlebihan.

Sungguh

Allah

tidak

menyukai

orang

yang

berlebih-lebihan.”(Q.s. 7:31)
2. Memberi infaq dan shadaqah
Sesungguhnya uang yang di infaqkan adalah rezeki yang
nyata bagi manusia karena ada imbalan yang di lipat gandakan
Allah (di dunia dan di akhirat), serta akan menjadi penolong di

hari akhir nanti pada saat dimana sesuatupun yang dapat
menolong kita, sebagaimana bunyi hadits berikut :
“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua
amalnya, kecuali 3 perkara : shadaqah jariah (infaq dan
sedekah), ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang
mendoakan.” (HR. Muslim)
3. Membayar zakat sesuai ketentuan
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan

mereka,

dan

berdoalah

untuk

mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menumbuhkan) ketenteraman
jiwa

bagi

mereka.

Allah

mahamendengar

lagi

maha

mengetahui.”(Q.s. 9:103)
4. Memberi pinjaman tanpa bunga
Memberikan pinjaman kepada sesama muslim yang
membutuhkan, dengan tidak menambah jumlah yang harus
dikembalikan(bunga/riba).
5. Meringankan kesulitan orang yang berutang
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan,maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika
kamu menyedekahkannya, itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahuinya.”(Q.s. 2:280)

2.4. Prinsip-prinsip Sistem Keuangan Islam
Kerangka

dasar

untuk

sistem

keuangan

Islam

adalah

seperangkat aturan dan hukum, secara kolektif disebut sebagai
syariah, yang mengatur aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya
masyarakat Islam. Penjabaran

lebih lanjut dari peraturan yang di

interpretasikan oleh ulama dalam hukum Islam bersumber dari Quran

dan Sunnah. Adapun prinsip-prinsip dasar sistem keuangan Islam
dapat diringkas sebagai berikut :
1. Pelarangan bunga (Prohibition of interest)
Larangan riba, istilah secara harfiah berarti "kelebihan"
dan ditafsirkan sebagai "setiap peningkatan dibenarkan modal
apakah pinjaman atau penjualan" adalah prinsip utama dari
sistem. Lebih tepatnya, setiap tambahan, tetap, tingkat yang
telah ditetapkan terkait dengan kedewasaan dan jumlah
pokok) dianggap riba dan dilarang. Konsensus umum di
kalangan

ulama

mencakup
dipraktekkan

riba

Islam

adalah

tetapi

juga

secara

bahwa

riba

tidak

hanya

"bunga"

yang

didasarkan

pada

pengisian

luas.Larangan

ini

argumen keadilan sosial, kesetaraan, dan hak milik. Islam
mendorong pendapatan dari keuntungan tetapi untuk-tawaran
pengisian bunga karena keuntungan bagi hasil ditentukan
setelahnya

melambangkan

kewirausahaan

sukses

dan

penciptaan kekayaan tambahan. Sedangkan bunga, ditentukan
sebelum keuntungan atau hasil usaha diperoleh sehingga
biaya yang masih harus dibayar terlepas dari hasil operasi
bisnis dan tidak mungkin menciptakan kekayaan jika ada
kerugian bisnis. Keadilan sosial menuntut bahwa peminjam
dan pemberi pinjaman berbagi manfaat serta kerugian dalam
metode yang adil dan bahwa proses akumulasi kekayaan dan
distribusi dalam perekonomian adil dan hasil produktivitas
yang murni.6
2. Pembagian resiko (Risk sharing)
Karena bunga dilarang, pemasok dana adalah investor
bukan kreditur. Penyedia modal dan pengusaha risiko bisnis
saham dengan imbalan saham dari keuntungan.

7

6Zamir Iqbal, ”Islamic Financial System” Finance & Development, June 1997,43.
7Ibid.

3. Uang sebagai “Potensial” modal (Money as “potential”
capital)
Uang

diperlakukan

sebagai

"potensial"

modal,

yaitu

menjadi modal yang sebenarnya hanya ketika bergabung
tangan dengan sumber daya lain untuk melakukan kegiatan
yang produktif. Islam mengakui nilai waktu dari uang, tetapi
hanya jika ia bertindak sebagai modal, bukan ketika itu adalah
"potensial” modal.8
4. Larangan perilaku spekulatif (Prohibition of speculative
behavior)
Larangan perilaku spekulatif. Sebuah sistem keuangan
Islam

melarang

penimbunan

dan

melarang

transaksi

menampilkan ketidakpastian yang ekstrim, perjudian, dan
risiko.9
5. Kesucian kontrak (Sanctity of contract)
Islam menjunjung tinggi kewajiban
pengungkapan

informasi

sebagai

tugas

kontrak
suci.

dan

Hal

ini

dimaksudkan untuk mengurangi risiko informasi asimetris dan
moral yang berbahaya.10
6. Kegiatan syariah disetujui (Shariah approved activities)
Hanya kegiatan usaha yang tidak melanggar aturan
syariah dan memenuhi syarat untuk dijadikan investasi.
Misalnya, investasi dalam bisnis berurusan dengan alkohol,
perjudian, dan kasino akan dilarang.11
2.5. Insturmen Keuangan Islam
Beberapa instrumen yang lebih populer di pasar keuangan Islam
adalah :
1. Trade with mark-up or cost-plus sale (murabahah). Salah
satu

instrumen

pembiayaan
8Ibid.
9Ibid.
10Ibid.
11Ibid.

yang

jangka

paling

pendek

banyak

digunakan

didasarkan

pada

untuk

gagasan

tradisional keuangan pembelian. Investor menyanggupi untuk
memasok barang atau komoditas tertentu, menggabungkan
kontrak yang disepakati bersama untuk dijual kembali ke klien
dan margin saling dinegosiasikan.

Sekitar 75 persen dari

transaksi keuangan Islam penjualan biaya-plus.
2. Leasing (ijarah). Instrumen lain yang populer, terhitung
sekitar 10 persen dari transaksi keuangan Islam, adalah
leasing. Leasing dirancang untuk kendaraan pembiayaan,
mesin,

peralatan,

diperbolehkan,

dan

termasuk

pesawat.
sewa

di

Berbagai

bentuk

mana

sebagian

sewa
dari

pembayaran angsuran berjalan ke arah pembelian akhir
(dengan transfer kepemilikan aset).
3. Bagi hasil kesepakatan (mudharabah). Ini identik dengan
dana investasi di mana manajer menangani kolam dana. Agenmanager memiliki kewajiban yang relatif terbatas sementara
memiliki insentif yang cukup untuk melakukan. modal yang
diinvestasikan dalam kegiatan didefinisikan secara luas, dan
hal keuntungan dan pembagian risiko disesuaikan untuk setiap
investasi. Struktur jatuh tempo berkisar antara jangka pendek
dan menengah dan lebih cocok untuk kegiatan perdagangan.
4. Penyertaan modal (musyarakah). Hal ini analog dengan
perusahaan patungan klasik. Kedua pengusaha dan investor
berkontribusi ke ibukota (aset, keahlian teknis dan manajerial,
modal kerja, dll) dari operasi di berbagai tingkat dan setuju
untuk berbagi keuntungan (serta risiko) dalam proporsi yang
telah disepakati di muka. Secara tradisional, bentuk transaksi
telah digunakan untuk membiayai aktiva tetap dan modal
kerja dari durasi jangka menengah dan panjang.
5. Kontrak penjualan. Ditangguhkan pembayaran penjualan
(bay

'mu'ajjal)

dan

penjualan

ditangguhkan

pengiriman

(bay'salam) kontrak, selain untuk tempat penjualan, digunakan

untuk

melakukan

penjualan

kredit.

Dalam

penjualan

ditangguhkan pembayaran, mengantar dari produk diambil di
tempat tetapi pengiriman pembayaran tertunda untuk jangka
waktu yang disepakati. Pembayaran dapat dilakukan secara
sekaligus atau angsuran, asalkan tidak ada biaya tambahan
untuk

keterlambatan.

Sebuah

penjualan

ditangguhkan

pengiriman mirip dengan kontrak forward di mana pengiriman
produk

di

masa

mendatang

dalam

pertukaran

untuk

pembayaran di pasar spot.
2.6. Jenis Akad/Kontrak dalam Transaksi Lembaga Keuangan
Syariah
Fikih muamalat Islam membedakan antara wa’ad (janji) dengan
akad (kontrak). Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada
pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara dua belah
pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi
janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan
pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap
pihak

lainnya.

Dalam

wa’ad,

terms

and

condition-nya

belum

ditetapkan secara rinci dan spesifik (belum well defined). Bila pihak
yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang
diterimanya lebih merupakan sanksi moral.12
Di

lain

pihak,

saling bersepakat,

akad

yakni

melaksanakan kewajiban

mengikat

kedua

masing-masing
mereka

belah

pihak

masing-masing

pihak

yang

terikat

untuk

yang

telah

disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, terms and condition-nya
sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila
salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak
12BMT Mandiri Ukhuwah Persada, “Jenis Akad/Kontrak di dalam Transaksi Lembaga
Keuangan Syariah” (http://www.bmtmuda.com/2013/02/jenis-akadkontrak-yangdipergunakan.html, di akses 26 maret 2017)

dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi
seperti yang sudah disepakati dalam akad.Selanjutnya, dari segi ada
atau tidak adanya kompensasi, fikih muamalat membagi lagi akad
menjadi dua bagian, yakni akadtabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah.
1. Akad tabarru’ (gratuitous contract), adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi
nirlaba). Transaksi ini pada hakekatnya bukan transaksi bisnis
untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan
dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan
(tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya
kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan
tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada
pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT,
bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan
untuk

tersebut

sekadar

boleh

meminta kepada

menutupi

biaya

(cover

counter-part-nya
the

cost)

yang

dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut.
Tapi ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru’
itu.

Contoh

akad-akad

hiwalah, wakalah,

tabarru’

kafalah,

adalah
wadi’ah,

qard,

rahn,

hibah,waqf,

shadaqah,hadiah, dll.
2. Akad

tijarah/mu’awadah

(compensational

contract),

adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah
adalah

akad-akad

investasi,

jual-beli,

sewa-menyewa,

dll.

Gambar 1 (Skema Akad-Akad) di bawah ini memberikan
ringkasan yang komprehensif mengenai akad-akad yang lazim

digunakan dalam fikih muamalah dalam bidang ekonomi dan
sosial.

2.7. Sistem Keuangan Islam
Peran utama sistem keuangan adalah mendorong alokasi efisien
sumber daya keuangan dan sumber daya riil untuk berbagai tujuan
dan sasaran yang beraneka ragam. Sistem keuangan yang berfungsi
dengan baik akan menciptakan investasi dengan mengidentifikasi dan
mendanai

peluang

bisnis

yang

baik,

memobilisasi

simpanan,

memonitor kinerja para manajer, memicu perdagangan, menghindari
dan mendiversifikasi resiko,dan memfasilitasi barang dan jasa. Fungsi
ini pada akhirnya mengarah kepada alokasi efisien sumber daya,
akumulasi modal fisik dan manusia yang cepat, dan perkembangan
teknologi yang lebih cepat, yang pada gilirannya, mendorong
pertumbuhan ekonomi.13
Dalam sebuah sistem finansial, pasar finansial dan bank
melaksanakan fungsi vital formasi modal, monitoring, pengumpulan
informasi, dan memfasilitasi pembagian resiko. Sistem finansial yang
efisien diharapkan dapat melaksanakan beberapa fungsi.

13Zamir Iqbal-Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam (Jakarta: Prenada Media
Group, 2008), h.159.

1. Pertama, sistem tersebut harus memfasilitasi intermediasi
finansial yang efisien untuk mengurangi biaya informasi dan
alokasi.
2. Kedua, sistem

tersebut

harus

didasarkan

pada

sistem

pembayaran yang stabil.
3. Ketiga, seiring dengan meningkatkan globalisasi dan tuntutan
integrasi finansial, sistem finansial harus menciptakan pasar
uang dan modal yang efisien sertalikuid.
Dan pada akhirnya, sistem tersebut harus memiliki pasar yang
berkembang dengan baik untuk memperdagangkan risiko,dimana
agen ekonomi dapat membeli dan menjual perlindungan terhadap
risiko peristiwa (event risk) serta risiko finansial.
2.8. Komponen Sistem Finansial Islam
Sistem keuangan dan moneter terdiri dari beberapa subsistem
seperti sistem perbankan, pasar keuangan, pasar modal, dan sistem
legal. Bagian ini akan membahas peran perbankan dan pasar finansial
ketika beroperasi di bawah sistem legal syariah.
1. Sistem Perbankan
Walaupun berkomitmen untuk melaksanakan transaksi
sesuai aturan syariah, bank Islam juga melaksanakan fungsi
esensial sebuah bank layaknya yang dilakukan dalam sistem
konvensional.

Karena

itu,

mereka

bertindak

sebagai

administrator sistem pembayaran ekonomi dan intermediator
finansial.
keuangan

Sebagaimana
dan

moneter

yang

dilakukan

konvensional,

dalam
depositor

sistem
Islam

memungkinkan intermediator finansial untuk mentransformasi
pertanggungjawaban bisnis ke dalam berbagai kewajiban agar
sesuai dengan preferensi dan situasi unit surplus. Sebagai

intermediator,

mereka

mengubah

hubungan

antara

unit

finansial yang surplus dan yang defisit.
Sebagai pentransformasi asset, barbagai institusi ini
menjadi evaluator risiko dan berfungsi sebagai filter untuk
mengevaluasi sinyal dalam lingkungan finansial. Salah satu
perbedaan utama antara dua sistem tersebut (Islam dan
Konvensional) adalah karena ada larangan mengambil bunga
dan

fakta

bahwa

mereka

bergantung

pada

pembagian

keuntungan, maka bank Islam harus menawarkan portofolio
asset mereka sebagai jaminan utama dalam bentuk paket
reksa dana tipe “terbuka” beresiko kepada investor/depositor
mereka. Berlawanan dengan sistem Islam, bank konvensional
menjaga

hak

atas

portofolio

yang

mereka

kumpulkan.

Berbagai asset ini didanai oleh bank dengan menerbitkan
kontrak deposit, praktik yang menghasilkan risiko likuiditas
dan utang, karena portofolio asset dan pinjaman mereka
mengandung pelunasan beresiko dan atau biaya likuiditas
berkaitan dengan jatuh tempo, sedangkan pada saat yang
sama kontrak deposit mereka adalah kewajiban yang sering
kali dapat dicairkan. Sebaliknya bank Islam bertindak sebagai
agen para investor/depositor dan karena itu menciptakan
intermediasi terobosan antara penabung dan pengusaha.14
Lebih

jauh

lagi

dalam

sistem

Islam

terdapat

interdependensi yang lebih besar dan hubungan yang lebih
dekat antara hasil investasi dengan hasil simpanan, karena
bank Islam pada dasarnya dapat menerima deposit investasi
berdasarkan pembagian keuntungan dan dapat menyediakan
dana kepada para pengusaha dengan dasar yang sama.
Berkaitan
14Ibid., h.161

dengan

fakta

bahwa

pengembalian

liabilitas

memiliki korelasi langsung dengan pengembalian portofolio
asset, dan juga karena asset diciptakan sebagai respons
terhadap peluang investasi pada sektor riil, pengembalian atas
pendanaan dihilangkan dari sisi biaya dan dialihkan kepada
sisi keuntungan, dan hal tersebut memungkinkan tingkat
pengembalian atas pendanaan ditentukan oleh produktivitas
sektor riil. Karena itu, dalam sistem keuangan dan moneter
Islam, sektor riil itulah yang akan menentukan tingkat
pengembalian ke sektor finansial, bukan sebaliknya.
Juga menarik untuk dicatat, bahwa struktur hipotesis bank
Islam atau intermediator finansial Islam mengombinasikan
aktivitas bank komersial dan bank investasi. Sama dengan
bank komersial konvensional, intermediator finansial tersebut
dapat

mengumpulkan

dana

sebagai

deposit

dan

menginvestasikannya dalam pendanaan investasi dengan
tingkat risiko rendah dan bermutu tinggi, atau pada sekuritas
berbasis asset riil. Sebagaimana bank investasi lainnya,
intermediator

tersebut

juga

dapat

menawarkan

layanan

underwriting, manajemen asset melalui pengkhususan dana
mudarabah dan layanan konsultasi lain seperti riset pasar
finansial, mempertahankan banchmark, manajemen portofolio,
dan manajemen risiko.
2. Pasar Primer, Sekunder dan Pasar Uang
Dengan pelarangan bunga dan pengutamaan kemitraan
untuk berbagi keuntungan dan kerugian, pasar modal menjadi
tempat yang penting. Karena itu, para cendekiawan Islam
telah menunjukkan keharusan, kebutuhan dan kebolehan
keberadaan pasar saham dalam sistem keuangan dan moneter
Islam di mana transaksi dalam instrumen kapital utama seperti
saham korporasi dapat terjadi. Kondisi seperti operasi pasar

saham ini, merujuk kepada peraturan syariah, sangat mirip
dengan yang berlangsung di pasar untuk komoditas dan jasa.
Sebagai

contoh,

ditujukan

dalam

untuk

menghalangi

pasar

semacam

menghilangkan

keadilan

dalam

semua
pertukaran

itu,

peraturan

faktor

yang

dan

untuk

menghasilkan harga yang dianggap adil dan layak. Harga
dianggap layak dan pantas bukan berdasarkan sembarang
kriteria keadilan, akan tetapi merupakan hasil tawar-menawar
antara agen ekonomi yang setara, mempunyai informasi
memadai, bebas dan bertanggungjawab. Untuk meyakinkan
keadilan dalam pertukaran, syariah telah menyediakan jaring
etika dan peraturan modal perilaku bagi semua partisipan di
pasar menurut norma dan peraturan ini diinternalisasikan dan
dipaturhi oleh semua. Karena fungsi underwriting dilakukan
oleh beberapa institusi dalam sistem tersebut, misalnya bank,
maka

perusahaan

tersebut

dapat

secara

langsung

mengumpulkan dana bagi proyek investasi melalui pasar
saham, yang akan memberikan sumber pendanaan kedua
setelah bank.
Dalam sistem berbasis bunga konvensional, pasar uang
menjadi

sarana

bagi

institusi

finansial

untuk

dapat

menyesuaikan neraca mereka dan mendanai posisi di pasar
ini. Posisi tunai jangka pendek, yang timbul akibat

dari

ketidaksempurnaan sinkronisasi dalam periode pembayaran,
merupakan unsur esensial bagi keberadaan pasar uang. Dalam
kasus ini, pasar uang menjadi sumber pendanaan temporer
dan tempat kelebihan likuiditas di mana transaksi yang terjadi
pada umumnya adalah penyesuaian portofolio dan tidak
dibutuhkan perencanaan tabungan.15

15Ibid., h.167.

Dalam sistem Islam, liabilitas yang dihasilkan oleh unit
ekonomi terkait erat dengan karakteristik investasinya. Di sisi
lain, liabilitas yang dihasilkan oleh intermediator keuangan
diharapkan memiliki distribusi kemungkinan nilai yang sama
dengan asset yang mereka dapatkan. Karena itu, dengan
asumsi bahwa instrumen utang tidak boleh ada, aktivitas
pasar uang akan memiliki karakteristik yang berbeda dari
sistem konvensional. Sebagaimana yang dikemukakan di atas,
eksistensi pasar uang yang tidak terorganisir dengan baik,
dengan struktur intermediator finansial yang buruk akan
mengarah

kepada

situasi

di

mana

uang

akan

menjadi

simpanan kekayaan.
Dalam sistem ini, pasar uang akan mengupayakan unitunit finansial untuk liquid secara aman, asalkan mereka
memiliki asset yang sesuai untuk pasar ini. Dalam sistem ini,
sumber uang utama di pasar adalah likuiditas yang berlebih.
Salah satu aktivitas utama pasar uang dalam sistem ini adalah
mengatur dana surplus dari institusi finansial untuk disalurkan
ke proyek lain. Kadang-kadang dana berlebih mungkin tersedia
di beberapa bank, tetapi tidak ada asset. Di sisi lain, terdapat
bank dengan sumber daya keuangan yang tidak cukup untuk
mendanai semua peluang yang tersedia. Dalam kasus seperti
ini, dimungkinkan pengembangan pasar dana antar bank.
Beberapa bank mungkin mendanai ulai beberapa posisi yang
telah

mereka

ambil

dengan

menyetujui

pembagian

keuntungan prospektif mereka dalam posisi ini dengan bank
lain dalam pasar dana antar bank.
Di sini, pasar uang yang efektif dalam sistem

finansial

Islam membutuhkan dukungan dan partisipasi aktif bank
sentral, khususnya pada saat peluang investasi dan atau
komposisi

risiko-pengembalian

proyek

dan

kelangkaan

likuiditas dalam sistem perbankan bisa jadi membutuhkan
penjamin likuiditas (lender of the last resort). Pasar uang
seperti itu harus cukup fleksibel untuk mengatasi periode
kelangkaan uang tunai bank, berdasarkan pada beberapa
bentuk perjanjian pembagian keuntungan. Tantangan bagi
pasar uang serta bagi pasar sekunder, dalam sistem keuangan
dan

moneter

instrumen

Islam

yang

bisa

adalah

bagaimana

memenuhi

mengembangkan

kebutuhan

likuiditas,

keamanan, dan profitabilitas pasar, dan pada saat yang sama,
tetap sesuai dengan peraturan syariah.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keuangan Islam adalah sebuah konsep lama tapi disiplin yang
sangat dinamis dan komprehensif dalam hal akademis. Ini tidak
memiliki batas yang diperlukan dan tingkat teori dan model yang
dibutuhkan

untuk

ekspansi

dan

pelaksanaan

kerangka

yang

disediakan oleh Islam. Dalam keadaan ini, ketidaksadaran dan
kebingungan

ada

untuk

bentuk

sistem

keuangan

Islam

dan

instrumen.
Pandangan Ibnu Taimiyah tentang kebijakan publik yang juga meliputi
pembahasan tentang pengaturan uang, peraturan tentang timbangan dan ukuran,
pengawasan harga serta pertimbangan pengenaan pajak yang tinggi dalam keadaan
darurat menjadi salah satu pedoman dalam menerapkan sistem keuangan islam yang
tujuannya tidak hanya memenuhi kebutuhan hidup semata, namun juga menciptakan
keadilan social bagi masyarakat.
Keadilan sosial-ekonomi merupakan pusat cara hidup Islam.
Setiap agama memiliki tujuan dasar yang sama. Dalam lingkungan
Islam, seorang individu tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi
ruang lingkup kegiatan dan tanggung jawab melampaui dirinya untuk
kesejahteraan dan kepentingan masyarakat luas. Al Qur'an adalah
sangat tepat dan jelas tentang masalah ini.
Perbedaan utama antara sistem ekonomi saat ini dengan sistem
ekonomi Islam adalah bahwa kemudian didasarkan pada tetap
melihat tujuan sosial tertentu untuk kepentingan manusia dan
masyarakat.

Islam,

melalui

berbagai

prinsip-prinsip,

menuntun

kehidupan manusia dan menjamin kegiatan ekonomi, transaksi
keuangan,

perdagangan serta berusaha dan berproduksi secara

bebas selama perilaku tersebut masih sesuai syariah Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis.(2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa
Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Gramata Publishing.

Iqbal, Zamir & Abbas Mirakhor. 2008. Pengantar Keuangan Islam,
Teori & Praktik. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Choudhury, M. A. 1986. Contributions to Islamic Economics Theory : A
Study in Social Economics. St. Martin’s Press, New York.

An-Nabhani,

Taqyuddin.

1996.

Membangun

Sistem

Ekonomi

Alternatif : Perspektif Islam. Risalah Gusti, Surabaya.

Warde, Ibrahim. 2000. Islamic Finance : in the Global Economy.
Edinburg University Press, Edinburg.

Iqbal,

Zamir.

1997.

Islamic

Financial

System

:

Finance

&

Development.43.

Darwis, Rizal. 2013. “Konsep dan Dasar Keuangan dalam Islam”
Tahkim. 9 (2), 65-82.
Foster, Nicholas H.D. 2007. “Islamic Finance Law as an Emergent
Legal System” Arab Law Quarterly. 21 (2) 168-188.

http://www.bmtmuda.com/2013/02/jenis-akadkontrak-yangdipergunakan.html