Manfaat Penginderaan Jauh dan Sistem Inf

Manfaat Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
dalam Memperbaiki Model Erosi Berbasis Vektor
Windi Mayasari
Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jalan WR Supratman, Kandang
Limun, Bengkulu 38371 A, Indonesia. Tel./Fax. +62-736-21170 / +62-736-22105

ABSTRAK
Penulisan artikel ini merupakan tugas dari mata kuliah Sistem informasi geografis dan penginderaan jauh pada Program Pasca Sarjana
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Bengkulu (PSL Unib). Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui
manfaat penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam memperbaiki model erosi berbasis vektor khususnya di Negara
Indonesia. Menurut Burrough:1986, SIG adalah alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang
diinginkan dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia. Murai (1999) SIG adalah sistem informasi yang
digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis
atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya
alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.
Kata Kunci : Sistem informasi geografis, penginderaan jauh, erosi, lahan kritis

PENDAHULUAN
Erosi adalah Proses butiran tanah yang terlepas
dari agregatnya dan dibawa hanyut oleh aliran permukaan
(run off) ke lereng bawah sampai akhirnya diendapkan di

tempat yang lebih rendah atau di muara-muara sungai.
Erosi tanah merupakan masalah lingkungan yang terjadi di
berbagai belahan dunia yang berdampak negatif baik pada
produksi pertanian, infrastruktur, kualitas air maupun
biodiversitas (Sulistyo, 2015). Erosi dibedakan menjadi
dua, yaitu erosi hgiologi (alami) dan erosi dipercepat
(accelerated erosion). Erosi geologimerupakan erosi yang
berjalan sangat lambat, dimana jumlah tanah yang tererosi
sama dengan jumlah tanah yang terbentuk. Erosi ini tidak
berbahaya karena terjadi dalam keseimbangan alami.
Sedangakan erosi dipercepat merupakan erosi yang terjadi
lebih cepat akibat aktifitas manusia yang menganggu
keseimbangan alam. Jumlah tanah yang tererosi lebih
banyak daripada tanah ang terbentuk. Erosi ini berjalan
sangat ceat sehingga tanah di permukaan (top soil) menjadi
hilang. Geographic Information System atau bisa disebut
Sistem Informasi Geografis adalah system informasi
khusus yang mengelola data yang memiliki informasi
spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti lain,
merupakan salah satu system komputer yang memiliki

kemampuan membangun, menyimpan, mengelola dan
menampilakn informasi bereferensi geografis, misalnya
data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah
bentuk database, bisa juga memasukkan orang yang
membangun dan mengoprasikannya dan data sebagai
bagian dari system ini.
Teknologi ini dapat digunakan untuk investigasi
ilmial, pengelolaan sumber daya, kartografi dan
perencanaan rute. Selain itu Sistem Informasi Geografis ini
bisa juga membantu dalam perencanaan untuk secara cepat

menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi sebuah
bencana.
Menurut
salah
satu
ahli
yaitu Murai
(1999) Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu
system informasi yang digunakan untuk memasukkan ,

menyimpan , memanggil kembali, mengolah, menganalisis
dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data
geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan
dalam perencanaandan pengelolaan penggunaan lahan ,
sumber daya alam, lingkungan, fasililats kota, dan
pelayanan umum lainnya. Pada intinya SIG merupakan
pengelolaan data geografis yang didasarkan pada kerja
komputer ( mesin ).
Geographic Information System atau bisa disebut
Sistem Informasi Geografis adalah system informasi
khusus yang mengelola data yang memiliki informasi
spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti lain,
merupakan salah satu system komputer yang memiliki
kemampuan membangun, menyimpan, mengelola dan
menampilakn informasi bereferensi geografis, misalnya
data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah
bentuk database, bisa juga memasukkan orang yang
membangun dan mengoprasikannya dan data sebagai
bagian dari system ini.
Teknologi ini dapat digunakan untuk investigasi

ilmial, pengelolaan sumber daya, kartografi dan
perencanaan rute. Selain itu Sistem Informasi Geografis ini
bisa juga membantu dalam perencanaan untuk secara cepat
menghitung wwaktu tanggap darurat saat terjadi sebuah
bencana.
Para peneliti bencana berpendapat bahwa semua
faktor bencana berhubungan dengan tindakan manusia.
Sebuah bencana tidak akan menjadi bencana yang
mematikan/merusakkan bila sebelum bencana dilakukan
tindakan-tindakan pencegahan atau antisipasi kemungkinan
bencana. Mungkin sebagian orang masih berpendapat

bahwa bencana alam tidak dapat diprediksi, karena hanya
“Tuhan” yang tahu kapan suatu bencana alam akan terjadi.
Namun, para ahli dan mereka yang peduli dengan gejala
alam tidak menyerah sampai di titik itu. Mereka percaya
bahwa sebelum bencana yang lebih besar akan terjadi,
selalu diawali gejala atau tanda bencana tersebut. Artinya,
semua pihak berusaha semaksimal mungkin apabila
memang terjadi bencana alam lagi diharapkan jumlah

kerugian, baik material maupun non-material, sekecil
mungkin atau bahkan tidak ada sama sekali (Sulistyo,
2016)
BAHAN DAN METODE
Model data spasial dalam Sistem Informasi Geografis
dibedakan menjadi dua yakni :
1.Model data raster
Model data raster menampilkan, menempatkan dan
menyimpan data spasial dengan menggunkan struktur
matriks atau piksel yang membentuk grid. Akurasi model
data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran
pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Sumber entity
spasial raster adalah citra satelit, citra radar dan model
ketinggian digital, yang memberikan informasi spasial
dalam bentuk gambaran yang digeneralisir
2.Model data vektor.
Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik,
garis-garis atau kurva, atau poligon beserta atributatributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial
ini di dalam sistem model data vektor, didefinisikan oleh

sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). File data
vektor dalam ArcView dinamakan shapefiles (Tunas,
2005).
Parameter
Parameter yang digunakan melibatkan kerawanan
wilayah terhadap erosi.

Pengolahan tersebut mulai dari koreksi geometri dan
radiometri untuk mendapatkan citra yang terkoreksi.
Menggunakan citra ini dilakukan klasifikasi multispektral
dan pengambilan sampel untuk menghasilkan peta penutup
lahan.
Kemudian peta penutup lahan ini diintegrasikan
dengan data lapangan. Dengan menggunakan SIG,
keduanya diintegrasikan untuk memperoleh peta
penggunaan lahan, rotasi tanaman, dan faktor konservasi.
Kemudian peta ini disebut factor CP. Selain itu, peta
topografi juga digunakan dalam penelitian ini. SIG
berperan dalam proses digitasi dan konversi data vektor ke
raster. Peta topografi juga digunakan untuk koreksi

geometri citra, agar letak kenampakan sesuai dengan
kenyataannya di permukaan Bumi. Dari pengelolaan peta
topografi digunakan untuk membuat DEM (model tiga
dimensi). Dari DEM diturunkan menjadi informasi panjang
dan kemiringan lereng yang disebut faktor LS.
Peta tanah skala tinjau digunakan untuk membuat
peta satuan medan. Peta satuan medan ini digunakan untuk
pemilihan lokasi pengambilan sampel. Lokasi pengambilan
sampel dipilih pada beberapa tempat yang memiliki
karakteristik lahan yang berbeda. Data yang dikumpulkan
berupa tanah, karakteristik lahan, serta rotasi tanaman dan
praktik konservasi.
Dari hasil pengumpulan data di lapangan,
selanjutnya dilakukan analisis tanah di laboratorium untuk
memperoleh nilai erodibilitas tanah. Erodibilitas
merupakan kepekaan tanah terhadap erosi. Hasil analisis
laboratorium kemudian dipadukan dengan peta satuan
medan untuk menghasilkan peta erodibilitas tanah yang
disebut faktor K.
Data hujan diperlukan untuk menghasilkan peta

erosivitas hujan. Erosivitas hujan merupakan nilai
kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi. Nilai
erosivitas ini sebagai faktor R. Nah, setelah faktor R, K,
LS, CP diperoleh, maka melalui formula USLE didapatkan
nilai kehilangan tanah pada setiap satuan pemetaan yang
berasal dari perkalian erosivitas hujan, erodibilitas tanah,
panjang dan kemiringan lereng serta faktor penggunaan
lahan, rotasi, dan praktik konservasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan peta kehilangan tanah memerlukan
beberapa informasi tematik, yaitu data hujan, peta tanah
skala tinjau, peta topografi, dan citra SPOT digital
multispektral. Citra SPOT digital multispektral digunakan
untuk memperoleh peta penutup lahan. Tentu saja hal ini
dilakukan dengan pengolahan citra tersebut terlebih dahulu.

Erosi adalah Proses butiran tanah yang terlepas dari
agregatnya dan dibawa hanyut oleh aliran permukaan (run
off) ke lereng bawah sampai akhirnya diendapkan di tempat

yang lebih rendah atau di muara-muara sungai. Jenis-jenis
erosi menurut Seyhan (1976) dan Arsyad (2000) dalam
Sulistyo (2011) adalah:
1. Erosi Alur (rill erosion): erosi yang terjadi jika air
terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat
tertentu di permukaan tanah, sehingga proses
penggerusan tanah banyak terjadi pada tempat tersebut,
yang kemudian membentuk alur-alur.
2. Erosi Lembar (sheet/interill erosion): merupakan
pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari
suatu permukaan bidang tanah.
3. Erosi Parit (gully erosion): erosi yang terjadi hampir
sama dengan erosi alur yang diakibatkan oleh aliran

permukaan dengan volume yang lebih besar
terkonsentrasi pada satu cekungan menyebabkan
kemampuannya menggerus menjadi sangat besar,
sehingga mampu membentuk parit yang dalam dan
lebar, yang tidak dapat dihilangkan hanya dengan
pengolahan tanah biasa.

4. Erosi Saluran (channel erosion): proses erosi yang
disebabkan oleh erosi pada tebing saluran, dasar saluran
yang mengalami degradasi.
5. Erosi Total (gross erosion): jumlah semua erosi yang
terjadi.
Hasil penelitian Sulistyo, 2015 menyimpulkan
bahwa ketelitian absolut pemodelan faktor K berbasis
raster sebagai masukan dalam pemodelan erosi Universal
Soil Loss Equation (USLE) di Daerah Aliran Sungai (DAS)
Merawu, Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Metode
yang digunakan adalah dengan mengambil 30 sampel tanah
secara stratified random sampling berdasarkan bentuk
lahan DAS Merawu. Sampel tanah tersebut kemudian
dianalisis di laboratorium sehingga diperoleh tekstur,
permeabilitas, bahan organik, dan struktur yang diperlukan
untuk menghitung faktor K menggunakan rumus sebagai
berikut
100 K = 1,292 [2,1M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5
(c-3)]
dalam hal ini,

M = parameter ukuran butir yang diperoleh dari (% debu +
% pasir sangat halus) (100 - % liat)
a = % bahan organik (% c x 1,724)
b = kode struktur tanah
c = kode kelas permeabilitas penampang tanah.
Tabel 1. Jumlah sampel untuk masing-masing bentuk lahan
pada wilayah kajian.
Bentuk lahan
Luas (Ha)
Jumlah sampel
Perbukitan Serayu
8.932
10
Utara
Depresi struktural
8.013
9
Kompleks kerucut
3.615
4
gunungapi tua
Kerucut intrusi
867
3
Kerucut/igir intrusi
693
2
Kompleks kaki
567
2
gunungapi
Jumlah sample
30
Dari 30 sampel yang diambil, 24 sampel
digunakan untuk menghitung faktor K dalam pemodelan,
sedangkan 6 sampel lainnya digunakan sebagai uji model.
Pengeplotan nilai K pada sampel di atas peta dilakukan
sesuai dengan lokasi sampel, kemudian dilakukan digitasi
dan rasterisasi dan dilakukan interpolasi spasial untuk
memperoleh Peta K untuk setiap piksel dengan metode
Kriging. Hasil pemodelan K tersebut (Kmodel) kemudian
diuji pada 6 lokasi (Kaktual) untuk mengetahui ketelitian
pemodelan. Kmodel dikatakan teliti jika memiliki nilai ≥
80% terhadap Kaktual. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemodelan faktor K berbasis raster di DAS Merawu

mempunyai ketelitian melebihi nilai ambang yang
ditetapkan, yaitu sebesar 89,068%, yang menunjukkan
bahwa peta hasil pemodelan menggunakan analisis Kriging
dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut dalam
menghitung erosi.
Hasil penelitian Sulistyo, 2015 sebelumnya juga
menunjukkan bahwa secara keseluruhan besarnya erosi
total permukaan di lokasi penelitian Mas Hitam Mining
Area, Bengkulu Province adalah sebesar 187,12
ton/ha/tahun sebelum dilakukan eliminasi dan 61,34
ton/ha/tahun setelah dilakukan eliminasi. Hal ini
menunjukkan ada bias sebesar 125,78 ton/ha/tahun.
Penurunan jumlah erosi tersebut merupakan akibat dari
proses eliminasi unit lahan. Konsekuensi dari adanya
pengaruh eliminasi unit lahan tersebut yaitu pada tingkat
kekritisan lahan, karena tingkat kekritisan lahan merupakan
fungsi dari erosi permukaan. Secara lebih nyata, ada unit
lahan yang berubah kategori tingkat kekritisannya.
Terdapat 80,84% dari luas total kawasan kajian yang tidak
mengalami perubahan kategori, sedangkan sebesar 19,02%
mengalami perubahan kategori. Perubahan tersebut
tentunya akan berdampak pada perencanaan yang akan
menentukan jenis arahan atau rekomendasi rehabilitasi dan
konservasi yang harus dilakukan, demikian juga terjadi
perubahan lokasi dan biaya. Data tersebut dihasilkan dari
analisa peta topografi, peta tanah/satuan lahan, citra satelit
landat Thematic Mapper, dan data curah hujan bulanan
selama 10 tahun. Piranti lunak dan alat yang digunakan
meliputi Program ILWIS versi 3.3 untuk mengolah data
berbasis raster, ARC/INFO versi 3.4.2 dan ARC/VIEW
versi 3.3 untuk analisis data berbasis vektor dan untuk
layout peta, teropong, kompas, ring tanah, bor tanah, dan
GPS untuk perlengkapan lapangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Pengukuran laju erosi suatu lahan dengan
memanfaatkan data-data geografis dapat dilakukan
dengan mengintegrasikan SIG (sistem informasi
geografis), yang dapat digunakan untuk berbagai
pemodelan, dengan penginderaan jauh yang berperan
sebagai sumber data spasialnya.
2. Model data raster dan model data vektor adalah Model
data spasial dalam Sistem Informasi Geografis
3. Melalui formula USLE didapatkan nilai kehilangan
tanah pada setiap satuan pemetaan yang berasal dari
perkalian erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang
dan kemiringan lereng serta faktor penggunaan lahan,
rotasi, dan praktik konservasi.
4. Kendala Utama dalam penggunaan Persamaan USLE
yaitu Persamaan USLE hanya berlaku untuk erosi
lembaran, USLE terutama dikembangkan untuk daerah
dengan kemiringan medan kurang dari 20%., dan hanya
dikembangkan untuk diterapkan pada cakupan wilayah
kecil dan tidak untuk area yang luas.
Daftar Pustaka

Sulistyo, B., 2015. Kajian perubahan tingkat kekritisan
lahan sebagai akibat proses eliminasi unit lahan: Studi
kasus di kawasan pertambangan Danau Mas Hitam,
Provinsi Bengkulu
Sulistyo, B., 2015. Pemodelan Faktor Berbasis Raster
Sebagai Masukan Pemodelan Erosi di DAS Merawu
Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah.
Sulistyo, B., 2016. Peranan Sistem Informasi Geografis
Dalam Mitigasi Bencana Tanah Longsor
Sulistyo, B., 2011. Penginderaan Jauh Digital Terapannya
Dalam
Pemodelan
Erosi
Berbasis
Raster.
Lokus.Yogyakarta.
Tunas, I. G. 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu
Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Jurnal
SMARTek, Vol. 3, No. 3, Agustus 2005: 137 - 145