Materi Hukum Bisnis Perlindungan Konsume

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan oleh ulah dari produsenprodusen nakal akhir-akhir ini marak terjadi. Banyak para produsen yang
memasarkan produknya dengan tidak memiliki standar kualifikasi yang akan
dapat sangat merugikan konsumen. Konsumen membutuhkan upaya penegakan
hukum dalam melindungi hak-haknya sebagai konsumen dan perlindungan hukum
tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam
perekonomian negara.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang
pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh
optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan
Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan
akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak
konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu,

masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara
seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak
bermunculan

berbagai

macam

produk

barang/pelayanan

jasa

yang

dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun
penawaran barang secara langsung.


1

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Konsumen?
2. Apa Pengertian Perlindungan Konsumen?
3. Bagaimana Asas Dan Tujuan Dalam Perlindungan Konsumen?
4. Apa Saja Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Produsen?
5. Apa Saja Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha?
6. Bagaimana Tanggung Jawab Pelaku Usaha?
7. Bagaimana Tugas Dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional?
8. Bagaimana

Proses

Penyelesaian

Sengketa

Dalam


Perlindungan

Konsumen?
9. Apa Saja Sanksi Yang Diberikan Untuk Produsen Yang Melanggar Hukum
Perlindungan Konsumen?
10. Bagaimana Contoh Analisis Kasus Hukum Perlindungan Konsumen?
C. Tujuan
1. Agar Kita Mengetahui Apa Pengertian dari Konsumen.
2. Agar Kita Mengetahui Apa Pengertian Perlindungan Konsumen.
3. Agar Kita Mengetahui Bagaimana Asas Dan Tujuan Dalam Perlindungan
Konsumen.
4. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan
Produsen.
5. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku
Usaha.
2

6. Agar Kita Mengetahui Bagaimana Tanggung Jawab Pelaku Usaha.
7. Agar Kita Mengetahui Bagaimana Tugas Dari Badan Perlindungan
Konsumen Nasional

8. Agar Kita Mengetahui Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa Dalam
Perlindungan Konsumen.
9. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Sanksi Untuk Produsen Yang Melanggar.
10. Agar Kita Memahami Analisis Kasus Hukum Perlindungan Konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah diartikan
sebagai ”orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan
jasa tertentu” atau ”sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan
atau sejumlah barang”. Amerika Serikat mengemukakan pengertian ”konsumen”
yang berasal dari consumer berarti ”pemakai”, namun dapat juga diartikan lebih
luas lagi sebagai ”korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut
pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai,
karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan
pemakai. Perancis berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang
mengartikan konsumen sebagai ”the person who obtains goods or services for
personal or family purposes”.
Dari definisi diatas terkandung dua unsur, yaitu (1) konsumen hanya

orang dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau
keluarganya.1 India juga mendefinisikan konsumen dalam UndangUndang
1 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia edisi Revisi 2006,
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 3

3

Perlindungan Konsumen India yang menyatakan ”konsumen adalah setiap orang
(pembeli)

atas

barang

yang

disepakati,

menyangkut


harga

dan

cara

pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk
dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.
Istilah

konsumen

juga

dapat

kita

temukan


dalam

peraturan

perundangundangan Indonesia. Secara yuridis formal pengertian konsumen
dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, ”konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Dari
pengertian konsumen diatas, maka dapat kita kemukakan unsur-unsur definisi
konsumen :
a. Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus
sebagai pemakai barang dan/ atau jasa. Istilah ”orang” disini tidak dibedakan
apakah orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk
juga badan hukum (rechtspersoon). Oleh karena itu, yang paling tepat adalah
tidak membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang perseorangan, tetapi
konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas daripada
badan hukum.
b. Pemakai

Kata ”pemakai” dalam bunyi Penjelasan Pasal 1 angka (2) UU Perlindungan
Konsumen diartikan sebagai konsumen akhir (ultimate consumer).
c. Barang dan/ atau jasa
UU Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai sebagai benda, baik
berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, benda yang
dapat

dihabiskan

maupun

yang

tidak

dapat

dihabiskan,

yang


dapat

diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
4

Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.
d. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang/ jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran.
Namun, di era perdagangan sekarang ini, syarat mutlak itu tidak lagi dituntut oleh
masyarakat

konsumen.

Misalnya,

perusahaan


pengembang

(developer)

perumahan telah biasa mengadakan transaksi konsumen tertentu seperti futures
trading dimana keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan sesuatu yang
diutamakan.
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, dan makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.
f. Barang dan/ atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir
yang

menggunakan

barang

atau


jasa untuk

memenuhi

kebutuhannya,

keluarganya, atau pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tanggana
(keperluan non-komersial). Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa
konsumen adalah pengguna terakhir, tanpa melihat apakah si konsumen adalah
pembeli dari barang dan/ atau jasa tersebut.22 Hal ini juga sejalan dengan
pendapat

dari

pakar

masalah

konsumen

di

Belanda,

Hondius

yang

menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen
sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (pengertian konsumen
dalam arti sempit).
B. Pengertian Perlindungan Konsumen
Konsumen Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan
konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau

5

kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi
kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang
mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan
dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. Namun, ada pula
yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari
hukum konsumen. Hal ini dapat kita lihat bahwa hukum konsumen memiliki
skala yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum
yang didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari
hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara
mempertahankan hakhak konsumen terhadap gangguan pihak lain.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang
pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh
optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang
diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha
tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.
Adapun

tujuan

penyelenggaraan,

pengembangan

dan

pengaturan

perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat
dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha
dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan :
a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan
informasi, serta menjamin kepastian hukum;
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan
seluruh pelaku usaha pada umumnya;
6

c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen
yangmenipu dan menyesatkan;
e. Memadukan
penyelenggaraan,

dari

pengembangan

praktik

dan

usaha

pengaturan

perlindungan.

C. Asas dan Tujuan
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, dan
keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan
dalam pembangunan nasional, yaitu:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamankan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajiban secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual.
4. Asas

keamanan

dan

keselmatan

konsumen

dimaksudkan

untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaataan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen

menaati

hukum

dan

memperoleh

keadilan

dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin
kepastian hukum.

7

Di dalam Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa perlindungan
konsumen bertujuan untuk2 :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi

diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cra menghindarkannya
dari ekses negative pemakaian barang dan/ atau jasa;
c. meningkat pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsure
kepastian

hukum

dan keterbukaan

informasi

serta

akses

untuk

mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam usaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
D. Hak dan Kewajiban
Hak konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan. Keamanan, dam keselamatan dalam mengonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
2 Miru, Ahmadi. Sutaran Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Rajawali
Pers. Hlm. 33

8

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. Hak untuk menapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif berdasarkan suku, agama,, budaya, daerah, pendidikan, kaya,
miskin, dan status sosial lainnya;
9. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
10. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Hak pelaku usaha adalah :
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai

kondisi

dan

nilai

tukar

barang

dan/atau

jasa

yang

diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;

9

3. Hak untuk melakukan pembelaan dari sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif; Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen
dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan
mutu pelayanan kepada konsumen.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan /atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang
dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
7. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfataan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan
8. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

10

E. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Pelaku usaha dilarang memproduksidan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfataan yang paling baik atas barang tertentu; jangka
waktu

penggunaan/pemanfaatannya

yang

paling

baik

adalah

terjemahan dari kata best before yang biasa digunakan dalam label
produk makanan.
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i.

Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus dipasang/dibuat;

11

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkankan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar atas barang dimaksud. Selain itu, Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan
atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. Sediaan farmasi dan
pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen menurut peraturan
perundangan-undangan yang berlaku. Dan yang terakhir pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Menteri dan
menteri teknis berwenang menariknya barang dan/atau jasa dari peredaran.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu
barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga
khusus, standar mutu tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri
kerja, atau aksesori tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliansi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa
lain;

12

j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,
tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang
lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Barang dan/atau jasa sebaimana dimaksud pada ayat diatas dilarang untuk
diperdagangkandan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat
diatas dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang
dan/atau jasa tersebut.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tariff suatu barang dan/atau jasa;
b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau
jasa;
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau
lelang, dilarang mengelabui/menyesatkankonsumen dengan:
a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar
mutu tertentu;
b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi;
c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan
maksud untuk menjual barang lain;
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup
dengan maksud barang yang lain; Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan
jumlah yang cukup adalah jumlah yang memadai sesuai dengan antisipasi
permintaan konsumen.

13

e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup
dengan maksud menjual jasa yang lain;
f. Menaikkan harga atau tarif barang/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan
suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan
jumlah

tertentu,

jika

pelaku

usaha

tersebut

tidak

bermaksud

untuk

melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah ditawarkan, promosikan, atau
diiklankan.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankansuatu
barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan dengan cara menjanjikan
pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan
maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang
dijanjikannya.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan
obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan
kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang/atau jasa
lain.
pelaku usaha dalam menawarkan barang/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberi hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. Memberikan hadiah tidak sesuai yang diinginkan;
d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang di janjikan.
e. 15. Pelakuusaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan
dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik
fisik maupun psikis terhadap konsumen.
f. 16. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui
F. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

14

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusak an,
pencemaran, kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan jasa
yang di hasilkan atau diperdagangkan
2. Ganti rugi sebagaimana di maksud

pada

ayat

(1)

dapat

berupapengembalian uang atau barang atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya, perawatan kesehatan dan pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan per undang0undang yang berlaku.
3. Perberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah
tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak berlaku apa
bila pelaku usaha dapatmembuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen.
6. Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang di produksi
dan segalah akibat yang dilakukan oleh iklan tersebut.
1. importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang di
impor apa bila importasi tersebut tidak dilakukan oleh agen atau
perwakilan produsen luar negeri.
2. importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila
jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan jasa asing.
7. Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana
sebagai mana dimaksud dalam pasal 19 ayat (4). Pasal 20,21 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha tampak menutup kemungkinan
bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. Ketentuan ini di maksudkan
untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.
8. Pelaku usaha yang menolak/ atau tidak memberi tanggapan dan tidak
memenuhi ganti

rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud

dalam pasal 19 ayat (1),(2),(3) dan (4) dapat digugat melalui badan
penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di
tempat kedudukan konsumen.
Pelaku usaha yang menjual barang dan jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan ayat gugatan konsumen apabila:
15

1. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan
apapun atas barang dan jasa tersebut
2. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang dan jasa yang di lakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
G. Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Dalam rangka mengembangkan upaya

perlindungan konsumen dibentuk

Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Badan perlindungan konsumen nasional
berkedudukkan di ibukota negara republik indonesia dan bertanggung jawab
kepada presiden. Badan perlindungan konsumen nasional mempunyai fungsi
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah

dalam upaya

mengembangkan perlindungan konsumen indonesia.
Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, badan
perlindungan konsumen nasional mempunyai tugas:
1. Memberikan saran rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan
kebijaksanaan dibidang perlindungan konsumen.
2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang
undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
3. Melakukan penelitian terhadap barang atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen.
4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat;
5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen
keberpihakkan kepada konsumen imaksudkan untuk meningkatkan sikap
peduli yang tinggi terhadap konsumen( wise consumerism)
6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,
lembaga erlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha;
7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

16

Dalam melakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan perlindungan
konsumen

nasionnal dapat bekerja sama dengan organisasi

konsumen

internasional.
H. Penyelesaian Sengketa
1. setiap konsumen yang dirugikan dapt menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha yang melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.
2. penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak
menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh pihak yang bersengketa. Pada
setiap tahap yang diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh
kedua belah pihak yang bersengketa. Yang simaksud dengan penyelesaian
secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang
bersengketa tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian

sengketa

konsumen dan tidak bertentangan dengan undang undang ini.
3. penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam
undang – undang.
4. apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang
bersengketa.
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapt dilakukan oleh;
1. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan ;
2. sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; undang
undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action.gugatan kelompok
atau class action harus diajukan konsumen yang benar benar dirugikan dan
dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti
transaksi.

17

3. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,
yaitu berbentuk badan hukumatau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut
adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan
kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
4. pemerintah atau instansi terkait apabila barang dan jasa yang dikonsumsikan
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar atau korban
yang tidak sedikit.
Tolak ukur kerugian materi yang besar dan korban yang tidak sedikit yang
dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen. Gugatan yang yang diajukan
oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat, atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf
c, atau huruf d diajukan kepada peradilan hukum. Ketentuan

lebih lanjut

mengenai kerugian materi yang besar dan korban yang tidak sedikit sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara berikut :
 Konsultasi
 Negosiasi
 Mediasi
 Konsialisasi
 Penilaian ahli

I. SANKSI-SANKSI
 Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :


Pengembalian uang



Penggantian barang



Perawatsan kesehatan, dan/atau



Pemberian santunan
18



Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal
transaksi.

 Sanksi Administrasi


Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika
melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

 Sanksi Pidana


Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah)
(Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan
Pasal 18



Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
(Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f



Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999
tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian

Hukuman tambahan , antara lain :


Pengumuman keputusan Hakim



Pencabuttan izin usaha;



Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;



Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;



Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

J. Analisis Kasus Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen di Bidang Pangan
Contoh kasus pelanggaran UU Perlindungan konsumen di bidang pangan.
Kasus di bidang pangan ini adalah kasus yang paling mengkhawatirkan
masyarakat. Kasus tersebut adalah kasus – kasus tentang masalah penyalahgunaan
zat-zat berbahaya pada produk pangan ataupun bahan yang diperbolehkan untuk

19

digunakan tetapi penggunaannya oleh sang pelaku usaha dalam produk pangan
melebihi batas yang telah ditentukan. Zat-zat yang berbahaya diantaranya
formalin, boraks, rhodamin – B, Metanil Yellow dan lain sebagainya. Jika zat-zat
ini masuk ke dalam tubuh konsumen, maka akan menimbulkan efek yang
berbahaya bagi tubuh dalam jangka panjang karena zat-zat tersebut telah
terakumulasi dalam tubuh.
Demi menekan ongkos produksi, para pelaku usaha tega mencampurkan
zat-zat berbahaya ke dalam produk yang mereka jual agar produknya bisa tahan
lama. Misalnya saja produsen yang menggunakan boraks atau formalin ke dalam
produk makanan yang dijualnya agar produk tersebut lebih tahan lama. Kalau
produk mereka tahan lama, bisa dijual lagi keesokan harinya, sehingga ongkos
produksi juga bisa ditekan.
Konsumen yang telah membayar sejumlah uang untuk mendapatkan
produk yang dijual oleh pelaku usaha tersebut malah dicurangi. Konsumen tidak
mendapatkan kualitas produk yang sesuai dengan yang diinginkannya. Tetapi
justru membahayakan kesehatan mereka di kemudian hari. Kasus seperti ini jelas
telah melanggar UU Perlindungan konsumen. Di dalam UU Perlindungan
Konsumen Pasal 4 point ke 3 disebutkan salah satu hak konsumen yaitu “hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa”.
Kasus tersebut jelas sudah bertentangan dengan bunyi pasal tersebut
tentang hak konsumen. Hak konsumen telah diabaikan. Konsumen tidak
mendapatkan informasi yang jujur dari pelaku usaha mengenai produk yang
mereka jual. Para pelaku usaha seolah tidak jera dan tetap melakukan hal itu lagi.
Bahkan seperti tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah untuk menghadapi
para pelaku usaha yang demikian.
Dalam kasus ini tidak hanya para pelaku usaha yang salah. Namun
konsumen juga harus lebih teliti lagi dalam membeli suatu barang. Konsumen
harus lebih mengamati produk yang dibelinya. Jangan sampai tertipu. Dalam
membeli suatu barang, konsumen juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa
20

dari produk tersebut. Jangan sampai membeli produk yang telah kadaluarsa.
Namun, sang pelaku usaha juga harus selalu mengontrol produk yang mereka jual,
jangan sampai ada produk yang telah kadaluarsa tetapi masih saja dijual. Jadi,
dalam hal ini dibutuhkan peran dari kedua belah pihak.
Untuk mengatasi kasus pelanggaran UU Perlindungan Konsumen dalam
bidang pangan tersebut sebaiknya pemerintah sebagai badan yang melakukan
pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran barang – barang yang telah
beredar di masyarakat luas, selalu melakukan pengawasan – pengawasan terhadap
para pelaku usaha maupun para distributor yang menyediakan barang. Selain itu,
diperlukan juga sosialisasi kepada masyarakat secara terus-menerus. Salah satu
media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak atau
mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya
konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan
ketentuannya.

Analisis Hukum
Berdasarkan kasus dan teori diatas masih banyak pelaku usaha yang tidak
menjalankan kewajibannya dan masih banyak konsumen yang merasa dirugikan
akibat oknum-oknum pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Jika dilihat menurut Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, kasus pelaku usaha dibidang pangan tersebut menyalahi ketentuan.
Berikut adalah beberapa pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yang dilangar oleh pelaku usaha dalam bidang pangan:
1.

Pasal 4, hak konsumen adalah :
 Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi
 barang dan/atau jasa”

21

 Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini
terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37
kasus tidak jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak
ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari
umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba
30 kasus. Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya
penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan Ditemukan
penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna,
pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan
methanil yellow).
 Ayat 3 : “Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.”
 Para pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti
bakso, mie ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang
mencantumkan komposisi makanannya bahkan mencampur adukan boraks
pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen dalam mengetahui
informasi komposisi bahan makanannya.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
 Ayat 2 : “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.”
 Pelaku usaha bidang pangan tidak pernah memberitahu kondisi serta
penjelasan komposisi makanan apa yang terkandung didalamnya.
Terkadang juga pelaku usaha tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa
pada makanan kemasan dan kaleng.
3.

Pasal 19
 Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan,

pencemaran,

dan/atau

kerugian

konsumen

akibat

22

mengkonsumsi

barang

dan/atau

jasa

yang

dihasilkan

atau

diperdagangkan.”
 Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
 Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.”
 Hukuman Bagi Para Oknum Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam
Produk Pangan di Indonesia.
 Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang
terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya
hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa
hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan
Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggaran terhadap kesehatan konsumen
dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2
milyar.
Analisis Etika
Bisnis tertentu merusak masyarakat, baik dalam kaitannya dengan
kesehatan, mental, maupun budaya masyarakat. Timbulnya berbagai penyakit
yang sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan tidak bisa tidak merupakan
tanggung jawab pedagang atau orang bisnis. Demikian pula, sampai pada tingkat
tertentu orang bisnis membuat masyarakat menjadi sangat konsumtif dan bahkan
sampai pada tindakan kriminal seperti pencurian, perampokan dan korupsi hanya
demi memenuhi kebutuhan atau permintaan yang dalam banyak hal tidak begitu
diperlukan. Maka, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa bisnis ikut
bertanggung jawab (secara etika) atas baik buruknya masyarakat modern ini.

23

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah diartikan
sebagai ”orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan
jasa tertentu” atau ”sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan
atau sejumlah barang”.
Konsumen Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen
adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah
yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan
dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau
jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.
Adapun tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan
konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran
konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam
menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, dan
keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Sementara itu di dalam
perlindungan konsumen ini juga diatur mengenai apa saja hak dan kewajiban
seorang konsumen dan produsen.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkankan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar atas barang dimaksud. Selain itu, Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan
atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

24

Pelaku usaha yang menjual barang dan jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan ayat gugatan konsumen apabila:
3. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan
apapun atas barang dan jasa tersebut
4. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang dan jasa yang di lakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Dalam rangka mengembangkan upaya

perlindungan konsumen dibentuk

Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Badan perlindungan konsumen nasional
berkedudukkan di ibukota negara republik indonesia dan bertanggung jawab
kepada presiden. Badan perlindungan konsumen nasional mempunyai fungsi
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah

dalam upaya

mengembangkan perlindungan konsumen indonesia.

25