Kekuasaan Ekonomi Global dan Dampak Kemi

KEKUASAAN EKONOMI GLOBAL DAN DAMPAK KEMISKINAN
Didin Sabarudin

ABSTRACT
In this globalization era of free-market is a necessity. Therefore the global
economy will strongly influenced the development of a nation. A tangible
impact is increasing poverty. In a qualitative and, according to the political
economist then, we know what the impact of the global economy is in a
state of extreme poverty, in this country.
Keywords: global economy, poverty, political economy

1. Pendahuluan
Walaupun hatiku agak kekiri-kirian, aku tahu bahwa satu-satunya sistem
ekonomi yang berfungsi adalah ekonomi pasar. Ini adalah ekonomi alami
yang masuk akal, yang menuju kemakmuran, karena ia satu-satunya yang
mencerminkan fitrah kehidupan itu sendiri. Esensi kehidupan adalah
bhineka, tak terbatas dan misterius, karena itu tidak dapat dibatasi atau
direncanakan secara sepenuhnya dan dengan segala keberagamannya oleh
suatu intelegensi terpusat manapun.
Vaclav Havel (1992:62)
Pernyataan Havel di atas merupakan ungkapan menarik yang menjelaskan

bagaimana interaksi manusia individu dan kolektif bangsa dalam melakukan pertukaran
kepentingan melalui mekanisme transaksi barang dan jasa. Dengan kemajuan ilmu dan
teknologi, pertukaran ini menjadi rumit melintasi batas negara mempengaruhi sistem
politik yang ada, dimana agenda sistem ekonomi klasik didominasi oleh paradigma
pertumbuhan, distribusi dan nilai teori buruh. Bagaimana politik berdampak pada
ekonomi? Pertanyaan ini mungkin sudah muncul selama manusia berkepentingan
terhadap ekonomi itu sendiri. Mulai dari ekonom Neo-klasik Adam Smith (1976;457)
sampai setidaknya John Stuart Mill dalam Principles of Political Economy (1848),
kenyataannya merujuk kepada ekonomi politik.
Terminologi ini merefleksikan realitas ekonomi tidak terpisah dari politik. Hal ini
lebih dari sekedar klasifikasi administratif disiplin ilmu, tetapi muncul dari pandangan
luas bahwa politik adalah krusial menentukan keluaran ekonomi. Sebagai disiplin ilmu,
ekonomi melihat kekuatan politik sebagai sebuah ketentuan yang sangat
mempengaruhi. Pada dasarnya ekonomi politik merupakan interaksi dan keterkaitan
antara tiga konsep dasar peran negara, pasar dan masyarakat di dalam dua mazhab
yang saling berhadapan; kapitalisme dan sosialisme dengan logikanya masing-masing;
1. Logika Negara: menangkap dan mengontrol proses pertumbuhan ekonomi dan
akumulasi kapital.
2. Logika Pasar: menentukan alokasi aktivitas ekonomi yang paling produktif dan
menguntungkan.

3. Logika Masyarakat: pemenuhan tujuan publik berdasarkan prinsip kewarga
negaraan yang demokratis.

1

2.

Metodologi
Globalisasi dipicu oleh perdagangan luar negeri yang dimasukkan ke dalam
kerangka umum teori ekonomi makro, sehingga banyak Negara terdorong untuk lebih
membuka pasarnya terhadap perekonomian internasional yang memberikan hubungan
timbal balik dan saling memperkuat antara faktor pengganda (multiplier) dengan
akselerator.
Karena adanya multiplier ini, maka, permintaan efektif masyarakat akan
dipengaruhi oleh autonomous investment (investasi yang besarnya dipengaruhi oleh
perekonomian itu sendiri) dengan dampak terhadap perekonomian menjadi berlipat
ganda. Besarnya angka pengganda sangat ditentukan oleh kecenderungan
mengonsumsi (propensity to consume) masyarakat seperti diungkapkan oleh
Samuelson (1995), “the utility possibility frontier with international trade lies outside the
utility possibility frontier with autarky, provided the aggregate quantities of goods

available in both situations can be distributed among the country’s consumers by the
government”, dimana semakin besar mengkonsumsi, maka semakin besar angka
pengganda, sehingga makin besar pula dampak investasi terhadap perekonomian.
Dampak investasi terhadap perekonomian menjadi jauh lebih besar karena
adanya akselerator, yaitu perubahan dalam pendapatan nasional akan menyebabkan
terjadinya perubahan dalam jumlah investasi, baik yang dilakukan oleh Negara, maupun
pihak swasta. Perubahan dalam investasi menyebabkan bertambahnya pendapatan
nasional melalui proses akselerasi yang bersifat kumulatif. Interaksi antara multiplier dan
pengganda berdampak pada pendapatan nasional menjadi semakin berlipat ganda.
Penelitian ini merupakan desk study (studi kepustakaan) dengan teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui studi penelaahan terhadap buku-buku,
literatur, catatan, dan laporan yang terkait dengan masalah yang diteliti (Nazir, 2003),
dalam hal ini adalah globalisasi ekonomi, sehingga peneliti berhadapan langsung
dengan teks atau data, serta angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari
lapangan atau eye witness (saksi mata) berupa kejadian, orang, atau benda lainnya.
Alat analisis yang digunakan dalam pendekatan dengan studi kepustakaan ini adalah
analisis historis, yaitu melakukan analisis kejadian-kejadian di massa yang lalu untuk
mengetahui mengapa dan bagaimana globalisasi ekonomi terjadi.
Kerangka Pemikiran


Sudut Pandang dan
Tingkatan Globalisasi

Peran Lembaga Ekonomi
Global

Investasi (multiflier
dan akselerator)

Dampak Ekonomi Global
dan Kemiskinan

2

3.

Hasil Pembahasan

3.1. Sudut Pandang dan Tingkatan Globalisasi
3.1.1 Sudut Pandang Globalisasi

Held (1999) membagi pendapat para pakar dalam memandang dan menyikapi
globalisasi dalam tiga kelompok; kelompok hiperglobalis, skeptis dan transformationalis.
Bagi kelompok hiperglobalis, pengertian globalisasi adalah sejarah baru kehidupan
manusia dimana negara tradisional telah menjadi tidak relevan lagi. Kelompok ini
percaya globalisasi ekonomi membawa gejala denasionalisasi ekonomi melalui
pendirian jaringan produksi trasnasional (transnasional networks), perdagangan dan
keuangan. Dalam dunia borderless, peran pemerintah tidak lebih transmission belts bagi
kapital global. Kelompok ini percaya globalisasi ekonomi tengah membangun bentuk
baru organisasi sosial yang sedang atau akhirnya akan menggantikan negara bangsa
(nation states) sebagai lembaga ekonomi utama dan unit politik masyarakat dunia.
Kenichi Ohmae, pendukung hiperglobalis dalam The End of Nation State (1995)
yang sering dijadikan manifesto hiperglobalis berargumen setidaknya ada empat faktor
yang membuat peran negara bangsa di era dunia tanpa batas negara (a world without
borders) makin menipis. Faktor itu disebut empat I (investment, industry, information
technology dan individual). I pertama adalah pasar modal di negara maju dibanjiri uang
tunai untuk investasi karena peluang investasi tidak selalu ada, maka pasar modal
mengembangkan berbagai mekanisme untuk mentransfer dana keuangan melintasi
batas nasional. Dengan kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan aliran dana ini
menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Namun investasi ini juga
menimbulkan dampak buruk bagi negara bangsa yang struktur ekonomi dan

keuangannya rapuh. Kasus Asia Timur, dan Asia Tenggara adalah contoh yang jelas
akibat globalisasi keuangan ini.
I ke-dua adalah industri yang mempunyai orientasi global dibanding sepuluh
tahun lalu. Strategi perusahaan TNC dan MNC tidak lagi dikendalikan oleh alasan
negara namun lebih pada keinginan dan kebutuhan melayani dan mencari sumber
ekonomi di seluruh dunia. Pergerakan investasi dan industri ke seluruh dunia tidak lepas
berkat kemajuan I ketiga yaitu information technology. Juga ditambah dengan makin
murahnya transportasi menyebabkan perusahaan transnasional dan aliran modal global
makin gampang bergerak ke seluruh dunia. Teknologi informasi pulalah yang
menyebabkan integrasi, interdependensi dan interlink semua aspek kehidupan, baik itu
budaya, ekonomi dan politik, sehingga tercipta globalisasi budaya, globalisasi ekonomi
dan globalisasi politik.
Individual sebagai I ke-empat menunjukkan individu di seluruh dunia makin
berorientasi global. Teknologi informasi memungkinkan individu melihat, membeli dan
berperilaku seperti dilakukan di belahan dunia lain, terutama terlihat pada gaya hidup
yang banyak meniru perilaku di negara maju. Konsumen makin menginginkan produk
berkualitas, murah tanpa menghiraukan darimana produk tersebut berasal. Fenomena
ini dikenal sebagai international demonstration effect.
Dengan pandangan seperti itu, masyarakat, oleh penganjur globalisasi dan
neoliberalisme, harus bersikap menerimanya, seperti anjuran mereka:

“Gagasan pendorong dibalik globalisasi adalah kapitalisme pasar bebas.
Semakin Anda biarkan kekuatan pasar untuk berkuasa dan semakin Anda
membuka perekonomian Anda pada kompetisi dan perdagangan bebas,
maka akan semakin efisien ekonomi Anda. Globalisasi berarti penyebaran
kapitalisme pasar bebas ke semua negara di dunia. Karena itu, globalisasi
juga memiliki perangkat saluran ekonominya sendiri, aturan-aturan seputar
pembukaan, deregulasi, dan privatisasi perekonomian, untuk menjadikannya
lebih kompetitif dan menarik bagi investor asing” (Sihk, 2001: 84).

3

Berlawanan dengan yang pertama, kelompok kedua sebagai kelompok skeptis
terhadap globalisasi. Hirst dan Thompson (2001;78) menyatakan pendukung kelompok
skeptis menyerang hiperglobalis yang menganggap remeh peran kekuasaan
pemerintahan nasional dalam mengatur kegiatan ekonomi internasional. Bahkan Hirst
dan Thompson menganggap globalisasi mitos belaka. Kelompok ini berpendapat
kekuatan global sangat tergantung pada kekuasaan mengatur pemerintahan nasional
untuk menjamin liberalisasi ekonomi. Mereka mengatakan sebenarnya proses
globalisasi hanya berlangsung di Jepang, AS dan Eropa. Sedangkan kekuatan
regionalisme menjadi satu ciri yang menunjukkan peran negara bangsa.

Kelompok ketiga terletak di antara hiperglobalis dan skeptis yang dikenal dengan
transformasionalis. Kelompok ini berkeyakinan pada permulaan milineum baru bahwa
globalisasi adalah kekuatan utama dibalik perubahan sosial, ekonomi dan politik yang
menentukan kembali masyarakat modern dan tatanan dunia (world order). Kelompok ini
meyakini proses globalisasi yang berlangsung secara historis belum pernah terjadi
sebelumnya dimana perbedaan internasional dan domestik, hubungan internal dan
eksternal tidak lagi menjadi jelas, meskipun diakui juga bahwa proses globalisasi
mempunyai akar sejarah yang panjang.
Held (2000;67) sebagai kelompok transformatif menyatakan globalisasi masa
lampau dengan sekarang berbeda jauh karena tiga hal yaitu: velocity, intensity dan
extensity. Karenanya, globalisasi sekarang menimbulkan dampak dahsyat dibanding
globalisasi sebelumnya. Namun bukan berarti telah melabrak segala sesuatunya hingga
hilang, budaya lokal dan negara bangsa (nation state) tetap ada. Betapa kuatnya
desakan para pendukung globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia bisa disimak
pernyataan mantan Presiden AS, Bill Clinton sebagai berikut:
“Saat ini kita harus menerima logika tak terelakkan globalisasi. Bahwa
segala hal, dari kekuatan perekonomian kita sampai keamanan kota-kota
kita, hingga kesehatan rakyat kita, tidak hanya tergantung pada peristiwaperistiwa di negeri kita, tetapi juga peristiwa yang terjadi jauh di belahan
dunia lain. Globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dibendung.
Proteksionisme hanya akan membuat segala sesuatu kian memburuk.

Globalisasi adalah elemen kehidupan kita yang tidak bisa dielakkan.
Tidak seperti kita mencegah ombak membentur pantai, Globalisasi tidak lagi
bisa dihentikan. Argumen yang mendukung liberalisasi perdagangan da
pasar terbuka sangat kuat dan dibuat oleh banyak orang diantara kita, dan
kita tidak boleh takut untuk berhadapan dengan mereka yang tidak
sependapat” (Steger, 2006: 92).
3.1.2 Tingkatan Globalisasi
Globalisasi terjadi pada berbagai tingkatan. Pertama, dengan mengacu gagasan
Gilpin (2001;25) bahwa globalisasi terjadi pada tingkat material life, terciptanya struktur
produksi global menentukan barang dan jasa apa yang dihasilkan oleh negara untuk
kelangsungan dan kenikmatan hidup dengan beroritentasi ke pasar global. Kedua,
globalisasi juga terjadi pada struktur keuangan, pembiayaan proses produksi lewat
kegiatan investasi kian membutuhkan ruang yang bersifat global, sehingga teritoral state
tidak lagi relevan dan memadai bagi strategi investasi. Salah satu indikator globalisasi
keuangan adalah tingkat pertumbuhan yang jauh lebih cepat dari perdagangan uang
asing setiap harinya dibanding dengan total ekspor dunia. Lairson dan Skidmore (2000)
menunjukkan rasio pada tahun 1986 adalah 25:1, tahun 1995 rasionya 81:1 maka tahun
1999 menjadi 107 :1.
Ketiga, globalisasi terjadi pada tingkatan persepsi, keyakinan, gagasan dan
selera. Nilai seperti demokratisasi, perlindungan HAM, pelestarian lingkungan hidup


4

telah menjadi isu-isu global. Salah satu contoh merepotkan negara sedang berkembang
dari penanganan HAM adalah prinsip humanitarian intervention yang dilakukan PBB
atas nama dunia internasional, dimana terdapat pelanggaran HAM berskala besar yang
selalu dikaitkan dengan embargo ekonomi. Sedangkan keputusan ini banyak dilakukan
oleh negara besar di Dewan Keamanan PBB.
3.2 Lembaga Yang Berperan Dalam Globalisasi Ekonomi
Sejarah perdagangan bebas internasional menunjukkan bahwa perdagangan
internasional merupakan perdagangan yang fokus dalam pengembangan pasar terbuka
yang didasari liberalisasi perdagangan akan memberikan manfaat lebih besar. Setiawati
dan Amier (2007;143) menyatakan bahwa terdapat lima manfaat dibukanya liberalisasi
perdagangan. Pertama, akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh
efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi
baru menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling menunjang sehingga biaya
produksi dapat diturunkan. Kedua, iklim usaha menjadi lebih kompetitif sehingga
mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi, bukan bagaiman mengharapkan mendapat
fasilitas dari pemerintah. Ketiga, arus perdangan dan investasi yang lebih bebas

mempermudah proses alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Keempat, perdangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang “benar”sehingga
meningkatkan efisiensi investasi. Kelima, dalam perdagangan yang lebih bebas
kesejahteraan konsumen meningkat karena terbuka pilihan-pilihan baru. Namun untuk
dapat berjalan dengan lancar, suatu pasar yang kompetitif perlu dukungan perundangundangan yang mengatur persaingan usaha yang sehat dan melarang praktek
monopoli.
3.2.1 International Monetary Fund (IMF)
Salah satu lembaga sangat berpengaruh pada penciptaan sistem ekonomi pasar
bebas dunia adalah IMF. Lembaga super tersebut muncul saat pertemuan di Bretton
Woods, New Hampshire AS, Juli 1944. Di bidang moneter dibentuklah International
Monetary Fund (IMF).dengan keyakinan perlu adanya tindakan kolektif di tingkat global
agar tercipta stabilitas ekonomi dan beroperasi pada 1 Maret 1947, tugas utamanya
mengatur sistem keuangan, nilai tukar internasional dan pemberi pinjaman terakhir
(Lender of Last Resort) untuk pemerintah di berbagai penjuru dunia atas dasar
kontribusi 182 negara anggota, dimana AS merupakan kontributor terbesar ± 18 % dari
keseluruhan. IMF juga dituntut dapat mencegah depresi global lainnya dengan
melakukan tekanan internasional pada negara yang tidak melalukan peran mereka
untuk memelihara permintaan agregat global dengan membiarkan perekonomian
mereka sendiri jatuh.
Perubahan peran dramatis IMF terjadi tahun 1980-an pada era Ronald Reagan
dan Margareth Thatcher yang menyuarakan ideologi pasar bebas di AS dan Inggris.
Hancock (2005;81) menyatakan bahwa IMF dan Bank Dunia menjadi lembaga
misionaris baru, dimana ide-ide tersebut dipaksakan kepada negara-negara miskin yang
sering membutuhkan pinjaman dan bantuan mereka. Lima puluh tahun setelah
pendiriannya, terbukti IMF gagal menjalankan misinya. IMF belum melakukan apa yang
seharusnya. Stiglitz (2002;19) memperkirakan hampir seratus negara mengalami krisis,
lebih buruk lagi kebanyakan kebijakan yang didorong IMF, khususnya liberalisasi pasar
modal yang prematur memberikan andil dalam memunculkan ketidakstabilan global.
3.2.2 World Bank
Lembaga lain yang sangat berpengaruh terhadap penciptaan sistem ekonomi
pasar bebas dunia sesuai agenda Neoliberalisme setelah pertemuan di Bretton Woods,
yaitu International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), lembaga khusus

5

yang menangani masalah dalam pembangunan ekonomi, kemudian lebih dikenal World
Bank.
Mulanya tujuan didirikan IBRD adalah untuk membiayai pembangunan kembali
ekonomi Eropa setelah PD II, fungsi tersebut berkembang menjadi lebih luas tidak lagi
terbatas pada upaya rekonstruksi akibat perang, tetapi juga pembiayaan rehabilitasi
akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan, infrastruktur serta rehabilitasi ekonomi
setelah masa konflik antar negara. Saat ini upaya Bank Dunia lebih fokus pada
pengentasan kemiskinan global, terutama dalam rangka mencapai tujuan Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015.
3.2.3 General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan World Trade
Organization (WTO)
GATT dibentuk tahun 1947 merupakan salah satu instrumen sistem ekonomi
dunia yang bersandar pada kehendak kebebasan pasar dilakukan. Pada dasarnya
tujuan pendirian GATT adalah menciptakan sistem perdagangan liberal dan terbuka
sehingga dunia bisnis dari masing-masing negara anggota dapat bersaing secara adil
(fair) dan tanpa distorsi dan menjadikan perdagangan bebas sebagai landasan
perdagangan internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan
kesejahteraan manusia. Melalui GATT, kemudian berubah menjadi WTO secara
sistematis dan intensif mendesakkan agenda liberalisasi dan perdagangan bebas
negara maju.
Menurut Aryaji (2007;1), pendirian WTO ini dimaksudkan antara lain untuk
membangun sistem perdagangan multilateral yang terintegrasi, viable dan bertahan
lama, dimana Indonesia sendiri telah meratifikasi Agreement Establishing WTO beserta
ketentuan-ketentuannya melalui Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik
melalui kenaikan tingkat tarif bea masuk dan tidak melalui upaya-upaya perdagangan
lainnya (non-tariff commercial measures) serta melakukan larangan restriksi kuantitatif
(quantitative restriction), misalnya adalah penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi
penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan pembayaran produk-produk impor
atau ekspor (Pratomo, 2007;28).
GATT mengharapkan tarif menjadi satu-satunya alat yang digunakan oleh
negara-negara anggotanya dalam melindungi industri dalam negerinya dari persaingan
dengan industri luar negeri karena beberapa alasan:
1. Tarif adalah mekanisme yang “kelihatan”, langsung mempengaruhi harga produk
impor yang dipasarkan di pasar domestik;
2. Tarif tidak memerlukan anggaran dari negara, sehingga intervensi negara dalam
perekonomian bisa diminimalisir, sebuah dogma kaum liberal, dan anggaran negara
bisa disalurkan pada bidang lain yang lebih diperlukan.
3. Tarif juga diharapkan bisa menjadi alat yang digunakan oleh suatu negara ketika
harus membalas praktek perdagangan tidak adil yang dilakukan oleh negara anggota
lainnya, walaupun sebenarnya, tarif memberikan proteksi yang kecil. Hal ini bisa
dipahami karena GATT bukan hanya berkeinginan menurunkan tingkat tarif tapi juga
menghilangkannya dan mengurangi, sampai pada taraf tertentu..
Prinsip dasar perdagangan barang yang diatur dalam GATT adalah:
1. Protection to domestic industry through tariffs. Setiap negara anggota dapat
memproteksi industri dalam negerinya dari pihak asing dalam bentuk tarif.
Sedangkan pembatasan kuantitas (quantitatif restrictions) seperti kuota tidak
diperbolehkan kecuali dalam situasi tertentu.

6

2. Binding of tariff. Setiap negara anggota diminta untuk menurunkan dan
menghilangkan bentuk-bentuk proteksi bagi industri dalam negeri degan cara
menurunkan tarif dan menghilangkan hambatan lainnya. Tarif yang telah diturunkan
diwajibkan untuk terus diturunkan dan penurunan tarif tersebut harus didaftarkan
pada GATT sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari GATT legal system.
Penurunan tarif secara rata-rata pada awal berdirinya WTO, yaitu: Negara maju dari
6,3 % menjadi 3,8 %, Negara berkembang dari 15,3 % menjadi 12,3 % dan Negara
transisi ekonomi dari 8,6 % menjadi 6 %
3. Most Favoured Nation (MFN) Treatment. Dasar dari pelaksanaan prinsip non
diskriminasi ini menghendaki penentuan tarif dan persyaratan perdagangan lainnya
harus diterapkan tanpa diskriminasi pada setiap negara anggota.
4. National Treatment Rule. Setiap negara anggota tidak dibenarkan mengenakan pajak
lebih tinggi terhadap produk impor dibandingkan dengan pajak untuk produk
domestik.
Faktanya, prinsip GATT justru banyak dilanggar sendiri oleh negara maju dan
korbannya adalah negara sedang berkembang. Terlihat bahwa GATT dibuat untuk
kepentingan negara maju dengan julukan “The Richman’s Club”, maka untuk mengatasi
persoalan yang timbul akibat praktek GATT tersebut dilakukan perundingan Putaran
Uruguay (Uruguay Round) yang menghasilkan lembaga baru bernama WTO, dimana
prinsip kerjanya sama dengan GATT, namun memiliki kewenangan lebih besar dan
keputusannya bersifat mengikat negara anggotanya.
3.3 Dampak Ekonomi Global dan Kemiskinan
Banyak penjelasan ditawarkan untuk menggambarkan perbedaan besar antara
Eropa Barat dan China selama periode 1200 sampai 1900. Kepemimpinan China
ketakutan akan pengaruh asing, menutup masyarakatnya untuk melakukan
perdagangan dengan orang luar. Tetapi ada faktor lainnya yang bekerja melawan
kemunculan kapitalisme di China. Menurut Max Weber dalam Boettke and Storr
(2002;161-191) seringkali mengasosiakannya dengan penjelasan akibat tunggal
pertumbuhan kapitalisme di Eropa Barat sebagai Protestant Work Ethic yang
mengkonstruksikan penjelasan keajaiban Eropa lebih rumit darpada ini, dimana hukum,
politik dan geografi bercampur dengan kebudayaan dan kebijakan ekonomi untuk
memberikan jawabannya.
Akhir abad ke-19 lansekap pembangunan terbagi menjadi dunia kapitalis sudah
berkembang dan dunia non-kapitalis belum berkembang. Sistem sosialis yang menjadi
suplemen kapitalisme dan bergerak dari peselisihan intelektual, gerakan revolusioner,
aktualisasi kekuasaan pemerintahan, pertentangan lama di antara negara menjadi
hilang. Sukses revolusi Bolshevik dalam rasionalisasi ekonomi Rusia (elektrisasi,
kolektivisasi dan industrialisasi) tahun 1920 dan 1930 ketika Dunia Barat sedang
mengalami penderitaan depresi besar memberikan justifikasi tambahan perselisihan
baru. Lloyd (2001;187) menggambarkan dunia sekarang terbagi ke dalam dunia kapitalis
berkembang, dunia sosialis marxis berkembang dan dunia belum berkembang.
Ekonomi pasar dalam pengertian perdagangan individu barang dan jasa berada
di mana-mana tidak hadir dalam ruang hampa, ia dikelilingi sekumpulan institusi yang
lebih luas. Perbedaan besar dalam penampilan ekonomi seharusnya dijelaskan dalam
istilah lingkungan institusi yang berbeda, seperti permasalahan yang dikemukakan
Olson (1996;3-24):
“Though low-income societies obtain most of the gains from self-enforcing
trades, they do not realize many of the largest gains from specialization
and trade. They do not have the institutions that enforce contracts
impartially, and so they lose most of the gains from those transactions that
7

require impartial third-party enforcement. They do not have the institutions
that make property rights secure over the long-run, so they lose most of the
gains from capital intensive production. Production and trade in these
societies is further handicapped by misguided economic policies and by
private and public predation. The intricate social cooperation that emerges
when there is a sophisticated array of markets requires far better
institutions and economic policies than most countries have”.
Menurut Cable (1999:1), perekonomian dunia mengalami perubahan mendasar
atau struktural sejak dasawarsa 70 hingga 2000-an yang mempunyai perubahan dan
kecenderungan jangka panjang dengan mengusulkan istilah yang pertama kali dipakai
The Economist 40 tahun lalu, kemudian dikenal dengan istilah globalisasi.
Gejala globalisasi terjadi pada kegiatan finansial, produksi, investasi
perdagangan yang kelak berpengaruh pada hubungan antar bangsa dan hubungan
antar individu dalam segala aspek kehidupan. Garret dalam Held and McGrew
(2000;302) menyatakan bahwa hubungan antar bangsa menjadi lebih saling tergantung,
bahkan menjadikan ekonomi dunia menjadi satu, tidak ada lagi batas antar negara
(borderless world) melalui tiga mekanisme, yaitu: tekanan perdagangan yang semakin
kompetitif, multinasionalisasi produksi, dan integrasi pasar keuangan.
Umumnya negara di dunia menghadapi perkembangan tersebut dengan
melakukan langkah penyesuaian, baik wilayah regional maupun individu negara yang
cenderung mengarah pada proteksionisme dengan terbentuknya blok-blok
perdagangan. Menurut Wolf (2005;116-126) bahwa globalisasi ekonomi ditandai dengan
makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar nasional, regional ataupun
internasional yang disebabkan:
1. Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih,
2. Lalu lintas devisa yang makin bebas,
3. Ekonomi negara yang makin terbuka,
4. Penggunaan keunggulan komparatif dan kompetitif setiap negara,
5. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi yang makin efisien,
6. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (MNC) di hampir
seluruh penjuru dunia.
Sedangkan pendorong terjadinya pembangunan dan perubahan global (Moore,
2003;187) disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, produk nasional kotor (GNP) tumbuh
meningkat dengan cepat, terutama di negara-negara maju. Kedua, revolusi dalam
teknologi komunikasi. Dan ketiga, kekuatan-kekuatan yang mempermudah munculnya
perusahaan besar berskala global.
Greider (1998;25) melontarkan tesisnya bahwa motor dibalik globalisme adalah
kapitalisme global. Sesuai dengan wataknya yang rakus dan tidak pernah puas, mereka
beramai-ramai menguras kekayaan dunia, masuk ke kantong mereka memanfaatkan
teknologi komputer dan mengabaikan kesantunan hidup bersama. Memang kapitalisme
global telah memberikan kenyamanan dan kemudahan, namun hanya dinikmati 10 %
penduduk dunia. Sementara jurang antara kaya dan miskin (istilah baru, digital devide)
semakin lebar, yaitu: 1) 2,8 Milyar manusia hidup dengan biaya kurang dari $ 2 per hari,
2) 1, 2 Milyar manusia hidup dengan biaya kurang dari $ 1 per hari, 3) 1, 2 Milyar
manusia hidup tanpa akses air bersih dan 4) 3 Milyar manusia hidup tanpa akses pada
kesehatan (Global Leader. Defense of Globalization – Free World Academy, 2005).
Baylis dan Smith (2005;21) menyatakan bahwa pelaku ekonomi yang berperan
dalam model ekonomi global berupa perusahaan MNC (multi national corporation) dan
berubah menjadi TNC (trans national corporation) bercirikan modal bebas mengalir
kemana saja (footloose investment) juga industri yang gampang pindah lokasi (footloose
industry) tanpa kedudukan nasional dan beroperasi dimana saja untuk mencari laba

8

sebesarnya cukup menekan tombol komputer.
Buktiya adalah ± 25% sampai 33% output TNC ke dunia, 70% perdagangan
dunia dan 80% investasi internasional. Kapitalis global ini terdiri atas spekulan uang
yang jumlahnya tidak lebih dari 200.000 orang dan 53.000 MNC yang hanya
memperkerjakan 6 juta orang di seluruh dunia. Institusi seperti IMF, World Bank, WTO
telah secara langsung maupun tidak langsung membantu liberalisasi ekonomi ke
seluruh dunia, dimana tahun 1970-an pasar dunia masih merupakan pasar tertutup.
Dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri primer, TNC akan mencari
sumber daya alam, memproduksi dan memasarkan barang di tingkat dunia sejauh
strategi dan peluang akan menguntungkannya. TNC tidak lagi berbasis di satu negara
saja (seperti halnya MNC) akan tetapi melayani seluruh penjuru dunia. TNC juga tidak
dapat dihambat dan dikendalikan oleh kebijakan negara manapun kecuali oleh
kepentingannya sendiri dengan memaksimalkan laba, sehingga TNC memang
merupakan wujud ekonomi global murni. Faktanya, 200 TNCs terbesar menguasai 25 %
kekayaan dunia, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja. Sedangkan 6000 TNCs yang
menguasai sepertiga perdagangan dunia hanya mampu menyerap kurang dari 1 %
tenaga kerja dunia.
Dampak selanjutnya adalah melemahnya posisi tawar politik dan ekonomi serikat
buruh. Pasar global dan TNC cenderung disertai pasar tenaga kerja dunia yang terbuka
pula. Namun operasi pasar tenaga kerja dunia bukan lalu lintas tenaga kerja dari satu
negara ke negara lain, tetapi dalam bentuk arus modal bergerak memilih lokasi terbaik
dari upah buruh dan pasokan tenaga kerja. Kecenderungan modal bergerak dengan
bebas dari satu negara ke negara lain (footloose investment), sementara angkatan kerja
tetap berada di negara masing-masing menguntungkan negara maju yang memiliki
angkatan kerja paling siap, meskipun biaya overhead dan jaminan sosial tinggi dilihat
dari kompetensi keterampilan dan motivasi kerja.
Tab (2006;293) menyatakan bahwa 20% penduduk terkaya dunia menerima
86% GDP dunia, 20% penduduk termiskin hanya menerima 1%, dan 60% penduduk
menengah menerima 13%. 200 orang terkaya dunia mengalami peningkatan
pendapatan dua kali lipat antara tahun 1994 – 1998 hingga satu triliun dolar. Tiga orang
terkaya dunia memiliki nilai asset melebihi total nilai output 48 negara termiskin. Laporan
Pembangunan Dunia PBB menyatakan untuk memberikan pelayanan kesehatan, nutrisi
pokok, pendidikan dasar, sanitasi air, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
kepada seluruh penduduk dunia dibutuhkan biaya 40 miliar dolar. Laporan tersebut bila
dikonpensasikan bahwa sumbangan tahunan 200 orang terkaya sebesar 1% dari
kekayaannya (± 7 miliar dolar) akan bisa memberikan akses pendidikan dasar kepada
seluruh penduduk dunia. Sumbangan 5% dari kekayaan mereka akan cukup membiayai
semua pelayanan sosial dasar. Pajak Tobin (Tobin Tax) yang diterapkan pada semua
transaksi keuangan internasional akan menggalang dana sebesar 45 miliar dolar per
bulan dan bisa menyelesaikan seluruh persoalan.
4.

Kesimpulan
Globalisasi merupakan buzzword (istilah paling populer) pada akhir abad 20,
dimana manusia di dunia disatukan ke dalam masyarakat tunggal dan berfungsi secara
bersama. Globalisasi sering digunakan untuk merujuk pada globalisasi ekonomi dengan
pengintegrasian ekonomi nasional (negara) pada ekonomi internasional melalui
perdagangan, investasi luar negeri langsung, aliran modal, migrasi dan percepatan
teknologi. Proses ini biasanya dikenal dengan pengarahan oleh faktor ekonomi,
teknologi, politik dan sosio-kultural. Istilah globalisasi juga merujuk pada diseminasi
transnasional tentang gagasan, bahasa dan budaya populer.
Globalisasi juga dipandang sebagai pendorong lahirnya lembaga pemberi
bantuan modal (World Bank dan IMF) dan lembaga wadah pasar bebas (WTO) selalu

9

berusaha meyakinkan negara di dunia bahwa liberalisasi dan globalisasi akan memicu
pertumbuhan, tetapi kecenderungan yang terjadi menunjukkan bahwa pasar bebas
membuat pasar domestik tidak efisien jika ada pihak yang melakukan monopoli.
Masuknya produk asing justru mendesak dan mematikan produk dalam negeri,
sehingga bukannya pertumbuhan yang timbul, tetapi justru penggangguran terutama di
sektor industri dan pertanian meningkat.
Tujuan utama didirikannya lembaga IMF, Bank Dunia dan WTO, yakni untuk
mengatasi kegagalan pasar dan mendorong peran pemerintah dalam menciptakan
lapangan kerja, kenyataannya ternyata berbeda, justru munculnya TNCs di negaranegara berkembang menimbulkan pengangguran karena biasanya bisnis yang
dijalankannya bersifat capital intensive dan high technology. Berbagai lembaga, dari
lembaga sukarela internasional hingga perusahaan TNC menikmati kekuasaan yang
begitu besar, sementara wibawa pemerintah nasional makin turun. Lembaga-lembaga
ini dengan menggunakan pasar global dan media global memperoleh legitimasi dari
konsumen dan warga lintas batas.
(Dimuat dalam POLITIK, Jurnal Kajian Politik, dan Masalah Pembangunan, Vol 7 N0.14.
2011)
DAFTAR PUSTAKA
Aryaji, Susanti. 2007. Latar Belakang Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta:
Elexmedia Komputindo.
Barber, Benjamin R. 2002. Jihad vs McWorld: Fundamentalisme, Anarkisme Barat dan
Benturan Peradaban. Yogyakarta: Pustaka Promothea.
Baylis, John and Steve Smith. 2005. The Globalization of World Politics. New York:
Oxford University Press. Third Edition,
Boettke and Storr. 2002. “Post Classical Political Economy”, American Journal of
Economics & Sociology, 61(1).
Cable, Vincent. 1999. Globalization and Global Governance. London: Royal Institute of
Int. Affairs.
Garrett, Geoffrey. 2000. “Global Markets and National Politics”. Dalam David Held and
Anthony McGrew (eds). 2000. The Global Transformation: A Reader. Cambridge:
Polity Press.
Gilpin, Gilpin. 2001. Global Political Economy: Understanding International Economic
Order. Princeton: Princeton University Press.
Graham Hancock. 2005. Dewa-Dewa Pencipta Kenikmatan. Yogyakarta: Cindelaras
Pustaka Rakyat Cerdas,
Greider, William. 1998. One World, Ready or Not. The Manic Logic of Global Capitalism.
New York: Touchstone.
Hancock, Graham. 2005. Dewa-Dewa Pencipta Kenikmatan. Yogyakarta: Cindelaras
Pustaka Rakyat Cerdas.
Havel, Vaclav. 1992. Summer Meditations. New York: Alfred A. Knopf.
Held, David dan Anthony McGrew. 2000. The Global Transformation: A Reader.
Cambridge: Polity Press.
_____, Anthony McGrew, David Goldblatt and Jonathan Perraton. 1999. Global
Transformations: Politics, Economics, and Culture. Cambridge: Polity Press.
Hertz, Noorena. 2001. The Silent Takeover: Global Capitalism and the Death of
Democracy. London: William Heinemann.
Hirst, Paul dan Grahame Thompson. 2001. Globalisasi adalah Mitos. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

10

http://encarta.msn.com. Globalization, Microsoft® Encarta® Online Encyclopedia 2012
diakses 2 Desember 2012
Klein, Naomi. 2000. No Logo: No Choice No Jobs: Taking Aim at The Brand Bullies.
London: Flamingo.
Lloyd, John. 2001. The Protest Ethic: How the Anti-Globalization Movement Challenges
Social Democracy. London: Demos.
Moore, Mike. 2003. A World Without Walls: Freedom, Development, Free Trade and
Global Governance. Cambridge: Cambridge University Press.
Mumu
Muhajir,
Non
Tarif
Barriers
Dalam
Perdagangan
Internasional,
http://www.kataloghukum.com diakses 2 Desember 2012
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, cet. Ke-5
Olson, Mancur. 1996. “Big Bills Left on the Sidewalk: Why Some Nations are Rich and
Others Poor.” Journal of Economic Perspectives, 10 (2).
Perkins, John. 2004.. Confessions of an Economic Hit Man. San Francisco, California:
Berrett-Koehler.
Pratomo. Wahyu. 2007. Teori Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta:
Elexmedia Komputindo.
Sihk, Rajendra. Sihk. 2001. Theiry the New Sosial Movement, dalam Sosial Movement,
Old dan A New: A Post Modernis Critique. New Delhi: Sage.
Setiawati, Harum dan Gavriyuni Amier. 2007. Kerjasama Perdagangan Multilateral.
Jakarta: Elexmedia Komputindo.
Smith, Adam. 1976. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Oxford: Clarendon Press.
Steger, Manfred B. 2006. Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Yogyakarta: Lafald.
Stiglitz, Joseph E. 2002. Globalization and Its Discontents. London: Allen Lane, Penguin
Press.
_____ 2006. Making Globalization Work. New York: W.W. Norton.
Tabb, William K. 2006. Tabir Politik Globalisasi. Yogyakarta: Lafadl. Cet. Ke-2.
Wolf, Martin. 2007. Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

11