Perawatan Kesehatan Masyarakat Terhadap ADMINISTRASI_NEGARA

MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS
PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM BENCANA

PENINGKATAN KEMITRAAN YANG SEHAT DENGAN
PENDERITA PENYAKIT KRONIS
TREND DAN ISSUES DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS

Disusun Oleh
Kelompok 2
Esti Eka Septiawanti

(140210043)

Intan Suchita Hadijaya

(150210058)

Ni Luh Pramesti Suarna P.

(150210066)


Rida Arsita

(150210071)

Siti Patmarani

(150210078)

Kelas 6 B
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa., atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Komunitas (LAB) dengan Materi Perawatan Kesehatan
Masyarakat Dalam Bencana, Peningkatan Kemitraan Yang Sehat Dengan Penderita
Penyakit Kronis, dan Trend Dan Issues Dalam Keperawatan Komunitas

Penulis berharap agar setelah membaca makalah ini, para pembaca dapat memahami
dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sebagaimana tertera dalam materi yang
telah kami uraikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri menerima berbagai saran dan kritik
demi perbaikan di masa mendatang. Sekian, dan terima kasih.

Tangerang Selatan, April 2018

Kelompok 2

BAB I
LANDASAN TEORI
PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM BENCANA
2.1

Definisi Bencana
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) definisi
bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan
kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan
dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantun luar biasa

dari pihak luar.
Sedangkan, definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah
setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya
nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan
pada skala tertentu yang memerlukan respons dari luar masyarakat atau wilayah
yang terkena.
Bencana dapat juga didefinisikan sebagai situasi dan kondisi yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa
mengubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal
menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur
sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (Bakornas PBP)

2.2

Penggolongan Bencana
1. Bencana alam
a) Bencana meterologik
 Angin topan (Cyclon, Thypoon, Tornado)
 Badai salju
b) Bencana topologik

Tanah longsor
Banjir
Gelombang tsunami
c) Bencana vulkanologik
 Gempa bumi

 Letusan gunung berapi
d) Bencana biologik
 Wabah penyakit
 Serangan hama (wereng, belalang, tikus)
2. Bencana karena perbuatan manusia
a) Kecelakaan
 Industri (mesin, bahan kimia, polusi)
 Kecelakaan lalu lintas (darat, laut, udara)
 Kebakaran
 Pembuangan limbah beracun
 Nuklir (radiasi, kontaminasi)
 Ledakan (tambang, gas, amunisi)
b) Yang direncanakan
 Peperangan

 Gangguan kerusuhan
 Teroris
2.3

Sifat Bencana
1. Mendadak (akut), seperti gempa bumi, gelombang tsunami, tanah longsor yang
sifatnya antara lain; datang tidak diduga, tidak dapat diramalkan, banyak
memakan korban, menimbulkan penderitaan banyak orang, ketidakberdayaan,
angka kematian dan kesakitan tinggi, kehidupan sehari-hari mendadak
terganggu.
2. Yang dapat diramalkan, seperti kemarau panjang, wabah penyakit, gunung
meletus yang sifatnya dapat diramalkan, mungkin dapat dikendalikan, tandatanda awal, luas dan intensitas peristiwa serta kecepatan terjadinya bencana
dapat diperkirakan.

2.4

Tahap-tahap Bencana Yang Dapat Diramalkan
1. Persiapan Sebelum Bencana

Pembentukan tum penanggulangan bencana alam tingkat nasional yang telah

disiapkan, dan terorganisir dengan baik. Mulai dari tingkat pusat, provinsi,
sampai tingkat operasional di lapangan.
2. Pemberitahuan Akan Terjadinya Bencana
Bencana alam yang dapat diramalkan, secara teoritis dapat diramalkan
sebelumnya, oleh karena itu pengungsian penduduk di daerah bencana sudah
dapat dimobilisasi dengan memberitahukan kepada masyarakat secepat
mungkin. Sehingga daerah yang akan terjadi bencana dapat dilokalisasi
menjadi daerah bahaya, daerah siaga, dan daerah aman bagi penduduk.
3. Peristiwa Bencana
Merupakan peristiwa kejadian bencana itu sendiri. Terhadap bencana-bencana
yang dapat diramalkan, upaya-upaya preventif telah dapat dilakukan sehingga
korban jiwa dan harta benda dapat di minimalkan. Dalam peristiwa bencana,
tim penanggulangan bencana alam telah melakukan persiapan untuk
memberikan bantuan yang diperlukan.
4. Keadaan Darurat
Upaya-upaya

yang

dapat


dilakukan

dalam

keadaan

darurat

adalah

penyelamatan, pertolongan gawat darurat, rujukan bagi korban ke fasilitas yang
lengkap, isolasi korban, pengungsian dan penampungan, bantuan pangan dan
sandang.
2.5

Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Bencana
1. Jenis Bencana
Bahaya dari suatu bencana sangat tergantung pada jenis bencana yang
menimpa, bencana yang datangnya tiba-tiba akan sangat banyak memakan

korban manusia dan harta benda. Tetapi jenis bencana meteriologi yang dapat
diperkirakan sebelumnya dapat dilakukan upaya-upaya preventif, persiapan,
dan evakuasi yang lebih terencana sehingga mengurangi sekecil mungkin
korban manusia dan harta benda.
2. Daerah Tempat Terjadinya Bencana
Daerah

terjadinya

bencana

akan

sangat

mempengaruhi

upaya-upaya

pertolongan yang diberikan, misalnya daerah terpencil yang akan sangat


berpengaruh dalam transportasi, bantuan yang diberikan, evakuasi korban,
penyediaan tempat pengungsian dan mobilisasi penduduk secara menyeluruh.
3. Besarnya atau Intentitas Terjadinya Bencana
Besar atau intensitas terjadinya bencana akan sangat erat kaitannya dengan
jumlah korban dan kerugian yang dialami oleh masyarakat yang terkena
bencana. Semakin besar dan seringnya bencana yang terjadi akan semakin
banyak menelan korban.
4. Lingkungan Daerah Bencana
Lingkungan daerah bencana yang sulit dan terpencil akan sangat berpengaruh
terhadap bala bantuan korban, pengungsian, dan evakuasi korban.
5. Kesiapan Petugas Dalam Menghadapi Bencana
Menghadapi bencana secara nasional sebaiknya dibentuk Tim Penanggulangan
Bencana Alam yang melibatkan berbagai instansi terkait secara lintas sektoral,
seperti Tim SAR, Kesehatan dan Keperawatan, Kepolisian, Pemadam
kebakaran, dsb. Tim ini dapat digerakkan sewaktu-waktu bila terjadinya
bencana secara tiba-tiba atau dapat mengadakan upaya persiapan di daerah
yang akan terjadi bencana yang telah dapat diramalkan terlebih dahulu.
2.6


Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana
1.

Belajar dari penanggulangan bencana-bencana sebelumnya

2.

Jangan menolong korban secara acak-acakan

3.

Pergunakan sistem triage

4.

Buat perencanaan yang baik untuk penanggulangan bencana

5.

Buat kategori bencana

A. Kategori I jumlah korban dibawah 50 orang
B. Kategori II jumlah korban antara 51 – 100 orang
C. Kategori III jumlah korban antara 101 – 300 orang
D. Kategori IV jumlah korban di atas 300 orang

6.

Tentukan kategori rumah sakit yang mampu menampung korban

7.

Harus ada sistem komunikasi sentral untuk satu kota atau daerah dengan
nomor telepon khusus seperti 118

8.

Sistem ambulance dengan petugas dinas 24 jam dan mampu melakukan
resusirasi dan life support seperti ambulan 118 yang dapat dimanfaatkan
untuk menolong penderita gawat dan korban kecelakaan

9.

Dari segi medis melaksanakan tindakan-tindakan yang mudah cepat dan
menyelamatkan jiwa

10. Lebih mencurahkan perhatian pada penderita yang mempunyai harapan yang
lebih baik, seperti perdarahan luar, traumatic, amputasi, gangguan jalan
napas, dan lain-lain
11. Kerjasama yang baik di bawah seorang pimpinan yang disebut dengan
petugas triage
12. Menggunakan buku pedoman bagi petugas polisi, dinas kebakaran, dan medis
/ para medis, satuan SAR dalam penanggulangan bencana
2.7

Masalah-masalah Kesehatan Masyarakat Akibat Bencana Alam
1. Peningkatan Morbiditas
Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana dibagi dalam 2
kategori, yaitu:
A. Kesakitan Primer; adalah kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung
dari kejadian bencana tersebut, kesakitan ini dapat disebabkan karena
trauma fisik, termis, kimiawi, psikis, dan sebagainya.
B. Kesakitan Sekunder; kesakitan sekunder terjadi sebagai akibat sampingan
usaha penyelamatan terhadap korban bencana, yang dapat disebabkan
karena sanitasi lingkungan yang buruk, kekurangan makanan, dan
sebagainya.
2. Tingginya Angka Kematian
Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu:
A. Kematian Primer; adalah kematian langsung akibat terjadi bencana,
misalnya tertimbun tanah longsor, terbawa arus gelombang pasang,
tertimpa benda keras dan sebagainya.
B. Kematian Sekunder; adalah kematian yang tidak langsung disebabkan oleh
bencana, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyelamatan terhadap
penderita cedera berat, seperti kurangnya persediaan darah, obat-obatan,

tenaga medis dan para medis yang bertindak cepat untuk mengurangi
kematian tersebut.
3. Masalah Kesehatan Lingkungan
Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan,
tempat penampungan yang tidak memenuhi syarat, seperti penyediaan air
bersih, tempat pembuangan tinja dan air bekas, tempat pembungan sampah,
tenda

penampungan

dan

kelengkapannya,

kepadatan

dari

tempat

penampungan, dsb.
4. Suplai Bahan Makanan dan Obat-obatan
Apabila kekurangan suplai makanan dan obat-obatan untuk membantu korban
bencana, maka kemungkinannya akan menimbulkan berbgaai masalah
diantaranya:
A. Kekurangan gizi dari berbagai lapisan umur
B. Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan (GED),
infeksi pencernaan akut seperti influenza, penyakit kulit
5. Keterbatasan Tenaga Medis dan Paramedis serta Transportasi ke Pusat
Rujukan
Tabel kemungkinan akibat bencana menurut jenis bencana
Macam

Kematian

Kesakitan

Penyakit primer

Penyakit sekunder

bencana
Gempa bumi

primer
+ ++

primer
+

Trauma fisik,

GED, defisiensi

psikis

gizi, penyakit kulit,

Trauma fisik,

infeksi pernafasan
Idem

Letusan

++

+++

gunung merapi

psikis, dan

Banjir

termis
Infeksi saluran

+

+

Idem

cerna, saluran
Gerakan tanah

pernafasan
Idem (Gempa)

Idem, tidak terlalu

++

+

Angin topan

+

+

Idem

mengkhawatirkan
Idem + malaria

Gelombang

++

+

Idem

Idem

pasang
Keterangan = + + + : Intensitas tinggi
+ + : Intensitas sedang
+ : Intensitas kecil
2.8

Tujuan Penanggulangan Bencana
1. Menghindari kerugian pada individu masyarakat, dan Negara melalui tindakan
dini
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, dan Negara. Berupa
kerugian yang berkaitan dengan fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana
tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu telah terjadi
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat
yang terkena bencana
4. Memberi informasi kepada masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko
5. Memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat mengatasi
permasalahan akibat bencana
6. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda
dan lingkungan hidup
7. Mengembalikan fungsi fasilitas umum seperti komunikasi atau transportasi, air
minum, listrik, dan telepon termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan
sosial, daerah yang terkena bencana
8. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan
korban
9. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut

2.9

Organisasi Sistem Pertolongan Terhadap Korban Bencana
1. Di Tingkat Pusat: Penanggung jawab sekretaris jenderal Departemen
Kesehatan RI selaku ketua Crisis Centre, dibantu oleh Dirjen Pelayanan Medik
dan Dirjen P2MPL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan)..
2. Dalam melaksanakan tugas konsultasi dengan BASARNAS, di bawah Menko
Kesra dan sektor lain yang terkait.
3. Di Tingkat Provinsi: Penanggung jawab adalah Kepala Kantor Wilayah
Depkes RI, dibantu oleh Kepala Dinas Kesehatan Dati I dan Direktur RS

Rujukan

Wilayah.

Dalam

melaksanakan

tugas,

dibawah

koordinasi

SATKORLAK PB (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana)
yang diketahui oleh gubernur.
4. Di Tingkat Kabupaten: Penanggung jawab adalah Kepala Dinas Kesehatan
Dati II, dibantu oleh direktur RS rujukan Dati II. Dalam melaksanakan tugas di
bawah koordinasi SATLAK PB (Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana)
yang diketuai oleh Bupati / Kepala Daerah Tingkat II.
2.10 Pembagian Daerah Bencana
1. Daerah Terlarang
Daerah terlarang adalah daerah tempat terjadinya sumber bahaya atau sangat
dekat dengan sumber bahaya. Khusus untuk gunung berapi, daerah bencana
dibagi lagi dalam daerah-daerah sebagai berikut:
a. Daerah bahaya I : daerah secara geografi dan topografi dapat diserang awan
panas, muntahan lahar, dan batuan panas
b. Daerah bahaya II : daerah yang dilalui sungai yang hulu nya di puncak
gunung yang dimaksud dan secara topografi rendah sehingga dapat dilalui
lahar panas. Daerah bahaya II dibagi lagi menjadi:
1) Daerah siap siaga, yaitu daerah yang letaknya berdekatan secara topografi
lebih tinggi
2) Daerah yang dikosongkan, yaitu daerah yang letaknya sedemikian rupa
sehingga pada waktu terjadi banjir lahar tidak sempat menyelamatkan diri
2. Daerah Pengungsian
Daerah pengungsian adalah tempat yang dianggap aman untuk menampung
pengungsi yang disebabkan bencana, meliputi daerah-daerah sebagai berikut.
a. Zona perawatan.
b. Zona transportasi.
c. Zona penampungan pengungsi, yaitu tempat untuk menampung para
pengungsi yang dilanda bencana dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Merupakan tempat yang aman dan jauh dari tempat bencana
2) Memenuhi syarat sanitasi lingkungan
3) Keamanan pengungsi terjamin
4) Ada sarana pencegahan kebakaran

2.11 Langkah-langkah Dalam Penanggulangan Bencana
1. Pengkajian awal terhadap korban bencana, yang mencakup:
A. Keadaan jalan napas, apakah terdapat sumbatan pada jalan napas? Sifat
pernapasan lambat, cepat, tidak teratur.
B. Sistem kardiovaskular, meliputi tekanan darah; tinggi atau rendah; nadi
cepat, lambat, atau lemah
C. Sistem musculoskeletal. seperti luka, trauma, fraktur
D. Tingkat kesadaran, kompos mentis – koma
2. Pertolongan darurat
Evaluasi melalui sistem triage sesuai dengan urutan prioritas
A. Atasi masalah jalan napas; atur posisi (semi fowler, high fowler), bebaskan
jalan napas dari sumbatan, berikan oksigen sesuai kebutuhan, awasi
pernapasan
B. Atasi perdarahan; bersihkan luka dari kotoran dan benda asing, desinfeksi
luka, biarkan darah yang membeku, balut luka
C. Fraktur atau trauma; imobilisasikan dengan memasang spalak, balut
D. Kesadaran terganggu; bebaskan jalan napas, awasi tingkat kesadaran, dan
tanda-tanda vital
3. Rujukan segera ke puskesmas / rumah sakit
Dengan menyiapkan ambulan dan melakukan komunikasi sentral ke pusat
rujukan

BAB III
LANDASAN TEORI
PENINGKATAN KEMITRAAN YANG SEHAT DENGAN
PENDERITA PENYAKIT KRONIS
TREND DAN ISSUES DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS
3.1

Implementasi Strategi Promosi Kesehatan
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari, (A) Pemberdayaan, yang didukung
oleh (B) Bina suasana, dan (C) Advokasi, serta dilandasi semangat (D) Kemitraan.
A. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga,
atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu
menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan
perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) dan mampu mempraktikkan
PHBS. Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien) dapat dibedakan adanya
(a)

pemberdayaan

individu,

(b)

pemberdayaan

keluarga,

dan

(c)

pemberdayaan kelompok / masyarakat.
B. Bina suasana
Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu
apabila lingkungan sosial di manapun ia berada (keluarga di rumah,
organisasi siswa / mahasiswa, serikat pekerja / karyawan, orang-orang yang
menjadi panutan / idola, kelompok arisan, majelis agama, dll, bahkan
masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh
karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya

meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina
suasana.
a) Bina suasana individu : dilakukan oleh individu-individu tokoh
masyarakat.
b) Bina suasana kelompok : dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti rukun tetangga (RT), pengurus rukun warga (RW),
majelis pengajian, organisasi pemuda, dll.
c) Bina suasana public : dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi,
seperti radio atau televisi.
C. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak yang terkait (stakeholder).
Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat (formal dan
informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion leader), atau
penentu kebijakan (normal) atau penyandang dana. Juga berupa kelompokkelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam
menciptakan suasana kondusif, opini public dan dorongan (pressure) bagi
terciptanya

PHBS

masyarakat.

Advokasi

merupakan

upaya

untuk

menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS
secara umum.
D. Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina
suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan
dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,
keluarga, pejabat, atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan
kesehatan (lintas sector), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan
lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu (a)
kesetaraan, (b) keterbukaan, dan (c) saling menguntungkan.
3.2

Trend dan Issue Keperawatan Komunitas

Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang secara terus
menerus dan terlibat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan
metode keperawatan kesehatan berubah, karena gaya hidup masyarakat berubah
dan perawat sendiri juga dapat menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Definisi
dan filosofi terkini dari keperawatan memperlihatkan trend holistic dalam
keperawatan yang ditunjukkan secara keseluruhan dalam berbagai dimensi, baik
dimensi sehat maupun sakit serta dalam interaksinya dengan keluarga dan
komunitas. Tren praktik keperawatan meliputi perkembangan di berbagai tempat
praktik di mana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar.
Perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini sangat pesat, hal ini
disebabkan oleh:
A. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat sehingga
informasi dengan cepat dapat diakses oleh semua orang sehingga informasi
dengan cepat diketahui oleh masyarakat
B. Perkembangan era globalisasi yang menyebabkan keperawatan di Indonesia
harus menyesuaikan dengan perkembangan keperawatan di Negara yang telah
berkembang
C. Sosial ekonomi masyarakat semakin meningkat sehingga masyarakat
menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, tapi di lain pihak bagi
masyarakat ekonomi lemah mereka ingin pelayanan kesehatan yang murah
dan terjangkau.
3.3

Pengaruh Perawat Dalam Peraturan dan Praktik Keperawatan
Prospek keperawatan komunitas di masa yang akan datang cederung
semakin berkembang dan dibutuhkan dalam sistem pelayanan kesehatan
pemerintah. Peran perawat kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengatasi sebagai masalah kesehatan yang terjadi di masa yang akan datang
karena mengikuti perubahan secara keseluruhan. Dampak perubahan tersebut
dapat berpengaruh pada peran yang dilakukan perawat. Intervensi keperawatan
kesehatan masyarakat di berbagai tingkat pelayanan akan semakin besar
dikarenakan

adanya

kelalaian,

ketidaktahuan,

ketidakmauan,

ketidakmampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Komponen-komponen dalam perubahan masyarakat:

dan

1. Pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk secara cepat atau (population)
dan perubahan dalam gambaran penduduk, diantaranya perubahan dalam
komposisi usia, penyebarannya, dan kepadatan penduduk kota besar.
2. Transisi penyakit. Perubahan pola penyakit atau transisi penyakit yaitu
perubahan penyakit menular ke penyakit degenerative, seperti penyakit
jantung, kanker, depresi mental dan ansietas, stroke, peningkatan kecelakaan,
alkoholisme, dan yang akhir-akhir ini marak adalah penyalahgunaan narkotika.
3. Pembangunan industrialisasi serta perubahan kondisi sosial. Perkembangan
industrialisasi serta perubahan kondisi sosial yang cepat dengan disertai
perubahan-perubahan sikap, niali, gaya hidup, kondisi lingkungan, kelompokkelompok masyarakat baru, masalah individu, dan masyarakat.
4. Meningkatnya pengetahuan masyarakat sebagai pelayanan kesehatan akan
meningkatkan juga harapan mereka terhadap mutu pelayanan keperawatan dan
kesehatan pola pelayanan kesehatan yang baru akan meningkatkan pencapaian
kesehatan bagi semua orang pada tahun 2000.
5. Kurang tenaga medis menyebabkan pelimpahan tanggung jawab atau terhadap
wewenang pada perawat.
6. Masyarakat akan menjadi rekan kerja dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Banyak pelayanan yang akan dilaksanakan di luar rumah sakit, misalnya
pelayanan pada rehabilitasi, kesehatan jiwa, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ferry Effendi dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Effendy, Nasrul. 2005. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC
Sulistyowati, Lily. 2011. Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan