Hubungan Antara Model Statis Visual dan

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap Tugas Pecahan
Katie L. Anderson-Pence1, University of Colorado Colorado Springs
Patricia S. Moyer-Packenham2, Utah State University
Arla Westenskow3, Utah State University
Jessica Shumway4, Utah State University
Kerry Jordan5, Utah State University
Diterjemahkan oleh:
Yeni Indiarti*
http://advariant.blogspot.co.id/2016/09/hubungan-antara-model-statis-visual-dan.html
Tujuan studi ini untuk mengkonstruksikan ulang hubungan antara model statis visual dan
solusi tertulis siswa terhadap masalah pecahan menggunakan sampel besar dari solusi
siswa. Partisipan dalam studi ini terdiri dari 162 siswa kelas tiga dan 209 kelas empat dari
17 ruang kelas berbeda. Respon tertulis siswa terhadap tugas tak terbatas diuji untuk
menentukan solusi dan kesalahan umum ketika menggunakan model statis visual.
Hasilnya mengindikasikan bahwa (a) kesalahan siswa umum terkait dengan bagaimana
siswa mengartikan model yang diberikan atau model mereka sendiri dari suatu situasi,
dan (b) fleksibilitas siswa dengan model statis visual dikaitkan dengan keberhasilan
solusi menulis. Siswa dengan kesalahan secara umum menunjukkan suatu kekurangan
dari fleksibilitas mereka sendiri dalam mengartikan dan model statis visual yang
diberikan. Hipotesis peneliti bahwa siswa menunjukkan berbagai representasi matematis
mempengaruhi kemampuan mereka untuk secara fleksibilitas menggunakan representasi

visual statis. Mereka merekomendasikan bahwa siswa memiliki suatu pemahaman
mendalam dari situasi matematis dunia nyata dalam rangka menciptakan secara sukses
dan mengartikan model statis visual matematika.
Kata kunci: pecahan, pendidikan matematika, matematika dunia-nyata, persepsi visual,
model statis visual, visualisasi.
Pengantar
Suatu pemahaman dari pecahan menyediakan suatu pondasi untuk keberhasilan dalam
pembelajaran di masa depan dari topik matematika, seperti, rasio, proporsi, persentase,
desimal, and aljabar (National Mathematics Advisory Panel / Panel laporan matematika
K. L. Anderson-Pence, Assistant Professor in the Department of Curriculum and
Instruction at
the University of Colorado Colorado Springs
2
P. S. Moyer-Packenham, Professor and the Director of Mathematics Education and
Leadership
in the School of Teacher Education and Leadership at Utah State University. Email:
patricia.moyer-packenham@usu.edu
3
A. Westenskow, Director of the Tutoring Intervention and Mathematics Enrichment
Clinic in

the School of Teacher Education and Leadership at Utah State University. Email:
arlawestenskow@gmail.com
4
J. Shumway, Doctoral Candidate in the School of Teacher Education and Leadership
at Utah
State University. Email: jfshumway10@gmail.com
5
K. Jordan, Associate Professor in the Department of Psychology at Utah State
University.
Email: kerry.jordan@usu.edu
1

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
nasional, 2008; Council of Chief State School Officers [CCSSO] and National
Governors Association [NGA], 2010). Disebabkan kepentingan pemahaman pecahan,
dokumen sepertgi prinsip dan standar untuk matematika sekolah (National Council of
Teachers of Mathematics [NCTM], 2000), pondasi untuk keberhasilan (National
Mathematics Advisory Panel, 2008), and the standar negara inti umum untuk matematika
(CCSSO and NGA, 2010) sangat merekomendasikan fokus dalam pecahan dari kelas

empat hingga kelas delapan.. meskipun demikian, kebanyakan siswa berjuang dengan
pecahan dasar dan konsep angka rasional dalam level kelas ini (Lamon, 2007; Wu, 2005).
Suatu kekurangan dari keterampilan visualisasi menawarkan satu penjelasan untuk
kesulitan siswa dengan pecahan. Visualisasi konsep matematika memainkan peran
penting seberapa baik siswa menerapkan pemahaman pecahan mereka untuk situasi baru
(Arcavi, 2003).
Standar negara inti umum untuk matematika (CCSSO and NGA, 2010)
merekomendasikan bahwa siswa “model dengan matematika” dan “menggunakan alat
yang tepat secara strategis” (hal.7). ketika siswa mengembangkan fasilitas dengan model
dan alat untuk berpikir, mereka mampu menganalisa situasi, menggambarkan
kesimpulan, dan membuat hubungan untuk domain lain dari matematika. Apalagi, standar
dikembangkan oaleh NCTM menekankan kepentingan dari representasi konsep
matematika daripada penyelesaian masalah (2000). Sedig and Laing (2006)
menjelaskan representasi matematika visual sebagai “representasi grafis yang
menyandikan penyebab, fungsi, struktur, logika, dan, bahan semantik dan hubungan
struktur matematika, objek, consep, masalah, pola, dan ide” (2006, hal. 180). Model
visual statis, seperti yang telah diuji dalam studi ini, adalah suatu jenis khusus dari
representasi matematika visual yang terdiri dari gambar piktorial tetap dari konsep
matematika. Sementara model statis visual menyediakan satu metiode representasi dan
penyelesaian masalah dengan matematika, representasi tersebut yang secara umum

tampak dalam lembar kerja atau ujian, mungkin memiliki suatu elemen yang tidak akrab
terhadap siswa atau yang tidak sesuai representasi mental siswa itu sendiri. Model visual
yang tidak akrab mungkin berdampak bagaimana siswa mengartikan suatu masalah.
Tujuan dari studi ini untuk mengkonstruksikan ulang hubungan antara model statis visual
dan solusi tertulis siswa terhadap masalah pecahan menggunakan suatu sampel besar
solusi siswa. Dengan menggunakan sampel besar model solusi siswa, kita berharap untuk
mengidentifikasi pola dan untuk menghasilkan hipotesis tentang bagaimana siswa
menggunakan model mengarah pada keberhasilan atau keluaran penyelesaian masalah
yang tidak berhasil. Jenis kebalikan ini menghasilkan hipotesis, menggunakan data besar
satuan pola dan hubungan untuk menghasilkan teori, memiliki suatu potensi untuk
menjembatani pembelajaran (misal, bagaimana siswa mengembangkan dan menggunakan
model) dengan praktek pengajaran (misal, bagaimana guru mendukung siswa
mengembangkan model pecahan) (Carpenter, Fennema, & Franke, 1996; Hill, Rowan, &
Ball, 2005). Dalam jenis penyamarataan hipotesis ini, pemeriksaan kita tidak akan “hanya
memungkinkan kita secara sistematis mengkhususkan apa yang kita lihat, tetapi ketika
mereka mengambil bentuk hipotesis atau proposisi, mereka menyarankan bagaimana
fenomena mungkin menjadi kemungkinan dikaitkan satu sama lain” (Strauss & Corbin,
1998, hal. 102). Seksi berikut memberikan suatu tinjauan singkat dari literatur terkini
dikaitkan dengan visualisasi representasi matematika.
Tinjauan Literature


2

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Representasi Visual dalam Matematika
NCTM menetapkan, “Cara dimana ide matematika disajikan adalah pondasi bagaimana
orang dapat memahami dan menggunakan ide tersebut” (2000, hal. 67). Karena itu,
seperti pelajar mengembangkan visualisasi jelas dan canggih dari konsep matematika,
mereka akan memiliki pemahaman mendalam dari konsep tersebut, dan mengembangkan
apa yang Tall and Vinner (1981) arahkan sebagai suatu concept image (gambar konsep).
Dalam studi ini, kita mendefinisikan model statis visual, seperti suatu gambar yang
tenang yaitu baik dicetak maupun digambar dalam halaman untuk mewakili konsep
matematika. Dalam studi ini, kita menggunakan definisi Arcavi’s (2003) visualisasi
matematika: kemampuan untuk menciptakan, menggunakan, mengartikan, dan
dicerminkan dalam gambar dalam pemikiran atau dalam kertas. Karena itu, siswa
menggunakan dan menciptakan model statis visual seperti mereka mengembangkan
keterampilan visualisasi matematika. Visualisasi ini mendukung koneksi yang bermakna
dengan jenis berbeda dari representasi dan konsep matematika abstrak. Lesh, Post, dan
Behr (1987) mengidentifikasi lima jenis representasi matematika: gambar statis, model

manipulatif, simbol tertulis, situasi kehidupan nyata, dan bahasa yang diucapkan.
Pemahaman suatu konsep matematika melibatkan: a) mengakui konsep diantara jenis
berbeda dari representasi, b) secara fleksibel memanipulasi konsep dalam suatu jenis
representasi, dan c) menerjemahkan konsep dari satu jenis representasi ke representasi
yang lain. Gambar statis adalah dari kepentingan khusus untuk studi ini sebab model
statis adalah apa yang siswa sering kembangkan ketika menyelesaikan masalah, dan apa
yang seringkali lihat dalam ujian, lembar kerja, dan dalam buku teks selama instruksi
matematika khusus (Yeh & McTigue, 2009).
Representasi visual meningkatkan muatan kognitif selama penyelesaian masalah (Clark,
Nguyen, & Sweller, 2006) dan membolehkan pelajar untuk secara mental bekerja dalam
satu bagian dari model tanpa harus menjalani keseluruhan model dalam pemikiran
mereka (Woleck, 2001). Contoh, kebanyakan siswa secara otomatis menggambar persegi
dipisahkan dengan sama ke dalam tiga bagian, dua dari gambar diberi bayang-bayang,
ketika mereka mendengar atau melihat simbol, 2/3. model visual ini memungkinkan
pelajar untuk mempertahankan keseluruhan bagian makna pecahan. Ditemukan oleh van
Garderen (2006) juga mengindikasikan bahwa keterampilan visualisasi dikorelasikan
secara signifikan dengan kemampuan pelajar untuk memahami matematika. Pencapaiantinggi siswa seringkali menampilkan level paling tinggi dari visualisasi spasial. Demikian
juga, siswa yang pencapaian rendah mendapat manfaat dari bekerja dengan model statis
visual yang diberikan (Moyer-Packenham, Ulmer, & Anderson, 2012). Model visual
menyediakan suatu tangga-tangga bagi siswa seperti mereka mengembangkan

keterampilan visualisasi mereka sendiri. Tetapi model ini hanya dapat berguna untuk
siswa ketika siswa mampu menciptakan model akurat mereka sendiri atau mengartikan
model yang diberikan dan menggunakan model secara efektif untuk penyelesaian
masalah.
Ketika siswa mengartikan dan menciptakan model statis visual, mereka mengembangkan
pengetahuan bagu yang dapat diterapkan untuk situasi penyelesaian masalah lain. Peneliti
menekankan kepentingan penggunaan siswa dalam matematika dalam dunia-nyata
(Baruk, 1985, Greer, 1993; Verschaffel, De Corte, & Lasure, 1994; Verschaffel, Greer, &
De Corte, 2007). Generasi model, seleksi, dan penerjemahan menjadi faktor kunci dalam
keberhasilan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika (Martin, Svihla, & Petrick

3

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Smith, 2012; Moseley & Okamoto, 2008; Ng & Lee, 2009). Dalam teori kelas
koordinasinya, diSessa (2002) menyatakan bahwa penafsiran seorang siswa dari suatu
situasi masalah dikoneksikan untuk membaca dengan suara kerasnya (misal. Secara
konsisten mengidentifikasi informasi penting dalam suatu situasi masalah dalam rangka
membuat suatu strategi solusi). Penyelesai masalah yang cakap secara khas

mengembangkan representasi komplek (misal: gambar, diagram, or tabel) untuk
mengatur dan membuat menjaga alur dari strategi solusi mereka (Edens & Potter, 2008;
Larkin, McDermott, Simon, & Simon, 1980; Whitin & Whitin, 2001). Sayangnya,
kebanyakan siswa secara otomatis tidak menggunakan model statis visual sementara
menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu model yang tidak mencerminkan situasi
matematika. Siswa membutuhkan bantuan dan panduan dari guru dan rekan sebaya yang
berpengetahuan seperti mereka memilih, mengartikan, dan menciptakan model visual
matematika (Abrams, 2001; Moyer & Jones, 2004). Penelitian ini menyatakan bahwa
hubungan komplek ada diantara guru model statis visual yang menggunakan dalam
pembelajaran, model mental siswa diciptakan untuk diri mereka sendiri, dan strategi
siswa ketika menggunakan suatu model untuk menyelesaikan masalah.
Memvisualisasikan konsep pecahan
Suatu cara dimana siswa memahami konsep pecahan dan pemberian alasan proporsional
telah secara luas ditinjau. Contoh, penelitian telah mengidentifikasi perbedaan dalam
pemahaman siswa dari pecahan berdasarkan ciri-ciri tersendiri dan kuantitas
berkelanjutan (DeWolf, Bassok, & Holyoak, 2013) dan menguji jalan pembelajaran siswa
seperti mereka mengembangkan pemahaman pecahan (Martin, dkk., 2013). Sebagai
bagian dari proyek angka rasional, Behr, Lesh, Post, and Silver (1983) mengidentifikasi
empat sub konstruk matematika dari angka rasional—ukuran, rasio hasil bagi, rasio, dan
operator (lihat juga Kieren, 1980; Lamon, 2007), dan Kieren (1981) mengidentifikasi

lima wajah pembangunan pengetahuan matematika dikaitkan dengan pemahaman angka
rasional—matematika, visual, pengembangan, konstruktif, and simbolis.
Moss dan Case (1999) menyatakan bahwa anak-anak memiliki dua skema dimasukkan
dalam keseluruhan angka pembelajaran: a) skema numerikal yang membolehkan siswa
untuk belajar pondasi menghitung, dan suatu skema kuantitatif global yang membolehkan
anak-anak untuk membuat penilaian global dari kuantitas. Ketika anak-anak sekitar usia
9-10 tahun, mereka juga memiliki dua skema kognitif untuk pecahan: evaluasi
proporsional dan pemecahan (misal. Membagi dua). Skema kognitif ini membolehkan
siswa untuk memahami proporsi relative dan semi –pemahaman abstrak dari pecahan
dasari seperti ½ dan ¼. Meskipun demikian, Lamon’s (2007) meringkas penetapan
sekarang dari penelitian dalam pemberian alasan proporsional menyatakan bahwa
penelitian dalam bidang ini butuh memasukkan diversifikasi pendekatan penelitian dan
analisis mendalam dari pemikiran anak-anak.
Metode
Pertanyaan penelitian
Dalam studi ini kita menguji sejumlah sampel besar model solusi siswa untuk
mengkonstruksikan ulang hubungan antara model statis visual dan solusi tertulis siswa
untuk masalah pecahan. Keseluruhan pertanyaan penelitian untuk studi ini ditanyakan:
bagaimana model statis visual mempengaruhi metode solusi tertulis siswa? Sub
pertanyaan berikut ini memandu prosedur dan analisis koleksi data:


4

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
1. Apakah jenis kesalahan konsepsi yang dilakukan solusi tertulis siswa secara umum
dinyatakan dalam tugas pecahan dimasukkan baik dalam model statis visual yang
diberikan atau yang diciptakan siswa?
2. Apakah hubungan antara model statis visual yang diberikan atau model yang
diciptakan siswa dari konsep pecahan dan solusi tertulis siswa dalam masalah tak
terbatas?
Partisipan dan Pengaturan
Siswa yang berpartisipasi dalam studi ini adalah 162 siswa kelas tiga (75 lelaki, 87
wanita) dan 209 siswa kelas empat (100 lelaki, 109 wanita) dalam 17 ruang kelas.
Pelayanan kelompok suku siswa, status sosio-ekonomi (SES/ Socio-Economic Status) dan
pelajar bahasa Inggris (ELL/ English Language Learner) diidentifikasi oleh guru ruang
kelas mereka dan daerah sekolah. Kelompok suku siswa kelas tiga adalah Caucasian
(75.0%), Hispanic (14.1%), campuran (4.5%), Asia (3.2%), dan African American
(2.6%). Kelompok suku kelas empat adalah Caucasian (78.4%), Hispanic (14.4%),
campuran (4.6%), Asia, (1.0%), and penduduk Pulau Pacific (1.0%). Kira-kira setengah

dari siswa menerima makan siang gratis atau diskon dan diklasifikasikan sebagai status
sosio-ekonomi rendah (kelas tiga: 42.3%, kelas empat: 53.6%). Persentase kecil dari
siswa menerima pelayanan pelajar bahasa Inggris (kelas tiga: 4.5%, kelas empat: 7.7%).
17 ruang kelas dalam dua daerah sekolah berbeda dalam delapan sekolah dasar berbeda di
Amerika serikat barat.

5

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Sumber Data & Instrumen-Instrumen
Sumber data utama untuk analisis ini adalah satuan item penilaian tak terbatas mengikuti
suatu unit instruksi pecahan. Item tak terbatas ini datang dari empat database item ujian
berbeda (National Assessment of Educational Progress/ penilaian nasional dari perubahan
pendidikan, Massachusetts Comprehensive Assessment System/ sistem penilaian
komprehensif Massachussetts, Utah Test Item Pool Service/ Pelayanan kelompok item
ujian Utah, dan Virginia Standards of Learning/ standar Virginia pembelajaran) dan
memasukkan representasi visual dan numerik dari konsep pecahan. Lima pendidik
matematika meninjau item ujian untuk validitas isi dan ujian diprakarsai dalam enam
daerah sekolah sebelum studi untuk menentukan kesulitan item dan ukuran reliabilitas
(Moyer –Packenham, dkk., 2013).
Dengan bantuan peneliti universitas, guru ruang kelas mengatur penilaian pada akhir unit
regular instruksi pecahan. Sasaran pembelajaran untuk unit ini dikaitkan secara langsung
untuk standar kurikulum negara. Sasaran kelas tiga termasuk bagian persamaan
pemahaman; pemahaman dan menggunakan daerah, satuan, dan model baris angka;
pemberian nama dan menulis pecahan; membandingkan dan mengurutkan pecahan; dan
memahami pecahan ekuivalen. Sasaran kelas empat termasuk membagi daerah ke dalam
bagian pecahan; memahami bagian/ keseluruhan ide; membandingkan dan mengurutkan
pecahan; mengidentifikasi angka anara pecahan; mengidentifikasi dan menghasilkan
pecahan ekuivalen; membuat model tambahan dan pengurangan pecahan; dan menambah
dan mengurangi pecahan.
Dua item penilaian tak terbatas yang membentuk dasar dari analisis ini menyoroti
penggunaan siswa model statis visual dalam solusi tertulis mereka dan dibentuk untuk
mengumpulkan informasi di luar respon sederhana yang benar atau tidak benar (Cai,
Lane, & Jakabcsin, 1996). Tujuan dari tugas tak terbatas (open-ended) ini adalah untuk
memahami hubungan antara model statis visual baik yang diberikan maupun yang
diciptakan siswa dari konsep pecahan dan solusi tertulis siswa. Tugas area membutuhkan
siswa kelas tiga untuk mengartikan model pecahan ekuivalen. Tugas Pizza disajikan
siswa kelas empat dengan suatu situasi pecahan ekuivalen dari keseluruhan ukuranberbeda.
Tugas Area. Tugas Area (kelas 3) menilai pemahaman siswa dari pecahan ekuivalen
dengan menyajikan siswa model area persegi 2 per 2 dari 3/4 dan model area persegi 4
per 4 dari 12/16. dalam satu jenis model untuk tugas, 12 persegi paling kecil dalam model
12/16 didiami ruang berdekatan dalam persegi lebih besar (lihat gambar 1a). Jenis model
kedua untuk tugas menyajikan 12 persegi lebih kecil dalam ruang pencar di persegi lebih
besar (lihat gambar 1b). Masalah membutuhkan siswa memutuskan jika setiap persegi
memiliki pecahan yang sama dari area berbayang dan menjelaskan pemikiran mereka
dengan diagram dan kata-kata.
Tugas Pizza. Tugas Pizza (kelas 4) menyajikan satu dari dua situasi berbagi yang serupa
untuk siswa, (a) dua orang masing-masing makan setengah pizza berbeda dan (b) dua
orang masing-masing makan pecahan ekuivalen dari pizza berbeda (4 di luar dari 10 iris
dan 2 di luar dari 5 iris). Dalam setiap kasus, satu orang (José) mengklaim telah memakan
lebih banyak pizza daripada orang lain (Ella). Kemudian masalahnya membutuhkan
siswa menentukan bagaimana José dapat dibenarkan (lihat gambar 2). Dalam situasi ini
José dapat dibenarkan jika pizza aslinya lebih besar daripada pizza Ella. Dengan kata

6

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
lain, salah satu pizza keseluruhan dapat lebih besar daripada pizza keseluruhan yang lain.
Tugas ini menilai pemahaman siswa dari hubungan keseluruhan bagian dalam pecahan
menggunakan model daerah.
1a. Sam berkata bahwa dua persegi di
bawah memiliki pecahan yang sama dari
area berbayang. Menggunakan suatu
gambar dan jelaskan bagaimana anda
berpikir. Sam benar atau salah.
1b.Sam berkata bahwa dua persegi di
bawah memiliki pecahan yang sama dari
area berbayang. Menggunakan gambar dan
menjelaskan kenapa anda berpikir Sam
benar atau salah.
Gambar 1. Tugas Area untuk kelas tiga.
Pikir dengan hati-hati tentang pertanyaan berikut. Tulis jawaban yang lengkap. Anda
mungkin menggunakan gambar, kata-kata, dan angka untuk menjelaskan jawaban
anda.Pastikan untuk menunjukkan pekerjaan anda.
a. José makan ½ pizza, Ella makan ½ dari
b. Pizza diiris dalam 10 bagian yang sama
pizza lain.
dan José makan 4 iris dari pizza. Pizza lain
diiris ke dalam 5 bagian yang sama dan
José berkata bahwa dia makan lebih banyak Ella makan 2 iris pizza.
pizza daripada Ella, tetapi Ella berkata
mereka berdua makan jumlah pizza yang
José berkata bahwa dia makan lebih banyak
sama. Gunakan kata-kata dan gambar untuk pizza daripada Ella, tetapi Ella berkata
menunjukkan bahwa José dapat
mereka berdua makan jumlah pizza yang
dibenarkan.
sama. Gunakan kata-kata dan gambar untuk
menunjukkan bahwa José dapat
dibenarkan.
Gambar 2. Tugas Pizza untuk kelas empat
Analisis Data
Analisis kualitatif dalam pertanyaan tugas tak terbatas diikuti koleksi data dan termasuk
kode terbuka dan aksial (Strauss & Corbin, 1998; Merriam, 2009; Moghaddam, 2006).
Pertama, pasangan peneliti memberi skor suatu sampel solusi siswa untuk setiap masalah
sebagai respon tepat atau tidak tepat. Respon yang tidak tepat kemudian dikategorikan
penggunaan kode terbuka (misal., descriptive) untuk mengidentifikasi pola pola dalam
kesalahan siswa. Berikutnya, peneliti menggunakan kode aksial untuk menguji kode
descriptive. Peneliti mengelompokkan kategori serupa bersama-sama dan
mengidentifikasi pola dan hubungan diantara kategori. Kode aksial dihasilkan dalam
rubrik pemberian skor khusus-masalah berdasarkan model akurasi yang digunakan dalam
mewakili matematika dan bagaimana siswa menggunakan model tersebut dalam solusi
tertulis mereka.
Berikutnya, peneliti menggunakan rubrik skor untuk secara bebas memberi skor dan kode
keseluruhan satuan dari 371 respon tak terbatas siswa. Setelah kode bebas, peneliti
memenuhi untuk membandingkan kode dan membahas ketidaksesuaian. Dalam kasus
ketidaksesuaian, peneliti membahas respon siswa khusus dan mencapai suatu keputusan
konsensus. Suatu pengujian pola kesalahan lintas keseluruhan satuan data menyatakan

7

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
pola tambahan, dan mengarahkan peneliti untuk merevisi rubrik pemberian skor
pendahuluan untuk membedakan trend tersebut lebih dekat. Konsekuensinya, peneliti
memberi skor dan kode keseluruhan satuan data waktu kedua berdasarkan rubrik yang
direvisi (lihat gambar 3). Akhirnya, frekuensi dan persentase siswa dalam setiap kategori
kode ditabulasikan untuk mengidentifikasi kesalahan umum dalam setiap tugas penilaian
yang dihasilkan dalam menghasilkan hipotesis tentang hubungan antara model statis
visual dari konsep pecahan dan solusi tertulis siswa untuk masalah berdasarkan model
tersebut.
3a. Rubrik untuk tugas Area
3b. Rubrik untuk tugas Pizza
Makna kode dari kode
Makna kode dari kode
1. Secara lengkap salah: tidak ada
1. Equivalensi: Menetapkan bahwa pecahan
percobaan ATAU mengindikasikan bahwa
adalah ekuivalen tanpa mempertimbangkan
Sam salah
ukuran dari keseluruhan
2. Membenarkan gambar spatial atau
2. Bagian tidak rata: mengindikasikan
penjelasan numerical: baik penjelasan tidak bahwa hanya cara bagian José’s dapat
lengkap ATAU tidak menyediakan suatu
menjadi lebih besar jika bagian tidak
gambar sebagai bukti
dipotong secara rata
3. Membenarkan gambar spatial DAN
3. Fokus pada keseluruhan angka:
penjelasan numerical: Menjelaskan bahwa mengindikasikan bahwa José terlihat pada
empat persegi kecil ekuivalen untuk satu
keseluruhan angka dari pecahan ketika
persegi yang besar dan menyediakan
dibandingkan
gambar sebagai bukti
4. Tepat: Menjelaskan atau gambar
menunjukkan suatu perbedaan dalam
ukuran dua pizza.
Gambar 3. Rubrik untuk pemberian skor item penilaian tak terbatas: tugas Area dan tugas
Pizza.

8

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Hasil
Keseluruhan pertanyaan penelitian untuk studi ini menanyakan: bagaimana model statis
visual mempengaruhi metode solusi tertulis siswa? Untuk menghasilkan hipotesis
tentang hubungan ini, hasil untuk kedua item penelitian disajikan. Seksi pertama
menyediakan frekuensi deskriptif dari kesalahan untuk setiap tugas penilaian. Seksi
kedua menyediakan contoh descriptif bagaimana model statis visual yang diberikan dan
yang diciptakan-siswa dikaitkan dengan solusi tertulis siswa dalam tugas penilaian.
Frekuensi dari kesalahan konsepsi
Tugas Area. Penelitian pertama sub pertanyaan menanyakan: Apakah jenis kesalahan
konsepsi yang dilakukan dalam solusi tertulis siswa secara umum menyatakan tugas
pecahan termasuk model statis visual yang diberikan maupun yang diciptakan siswa?
Solusi tertulis siswa kelas tiga untuk tugas Area menyatakan jarak luas pemahaman
konseptual. Tabel 1 melaporkan distribusi siswa dari respon untuk 162 kelas tiga pada
seiap jenis model dalam tugas ini.
Tabel 1
Distribusi respon untuk kelas tiga tugas area menurut jenis model
Respon
Tugas Area jenis Model
Persegi yang berdekatan
Persegi pencar
Gambar tepat DAN penjelasan
41 (25.3%)
44 (27.1%)
Gambar tepat ATAU penjelasan
41 (25.3%)
40 (24.7%)
Benar-benar salah
80 (49.4%)
78 (48.1%)
Total
162
162
Seperti Tabel 1 menunjukkan, kira-kira setengah siswa kelas tiga tidak berhasil dalam
tugas ini. Hanya kira-kira satu perempat dari siswa nmenyediakan kedua model lengkap
dan akurat dan penjelasan. Respon diberi nilai tidak lengkap jika siswa sepakat bahwa
model sama tetapi tidak menyediakan gambar atau penjelasan komprehensif. Level
akurasi hampir tetap sama untuk dua model berbeda (berdekatan dan pencar) dalam tugas
ini.
Tugas Pizza. Solusi siswa kelas empa untuk tugas Pizza menyatakan jarak luas dari
pemahaman konseptual yang berubah-ubah menurut model untuk tugas. Tabel 2
melaporkan distribusi respon siswa untuk 209 siswa kelas empat pada setiap jenis model
untuk tugas ini.
Tabel 2 Distribusi respon untuk tugas Pizza kelas empat menurut jenis model
Respon
Tugas Pizza jenis Model
1/2 & 1/2
2/5 & 4/10
Tepat
43 (20.6%)
10 (4.8%)
kesalahan pecahan ekuivalen
125 (59.8%)
79 (37.8%)
Fokus pada keseluruhan kesalahan
20 (9.6%)
54 (25.8%)
angka
Kesalahan bagian tidak seimbang
21 (10.0%)
9 (4.3%)
Tidak dijawab; tidak terbaca
0 (0%)
57 (27.2%)
Total
209
209
Seperti Tabel 2 menunjukkan, siswa kelas empat lebih berhasil dengan model “½ and ½”
daripada dengan model “2/5 and 4/10” dari tugas Pizza (20.6% dibandingkan dengan
4.8%). Suatu pengujian respon siswa menyatakan tiga kesalahan umum siswa. Pertama,
siswa paling umum mengklaim bahwa José salah sebab pecahan ekuivalen (misal, ½ = ½,

9

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
2/5 = 4/10). Karena itu, mereka menyimpulkan bahwa kedua anak-anak makan jumlah
yang sama dan tidak mempertimbangkan bahwa dua keseluruhan memiliki ukuran
berbeda. Kedua, kebanyakan siswa menyatakan bahwa José’ salah dengan
membandingkan keseluruhan angka numerator and denominator. Contoh, satu siswa
membagi pizza José’ ke dalam delapan seksi dan menyatakan bahwa José berpikir bahwa
4/8 lebih besar daripada ½ sebab 4 lebih besar daripada 1. kesalahan ini terjadi lebih
sering dalam tugas “2/5 dan 4/10” (25.8%) daripada tugas “½ dan ½” (9.6%). Akhirnya,
beberapa siswa beralasan bahwa porsi pizza José harus dipotong sedikit lebih besar
daripada bagian lain. Sepuluh persen siswa menawarkan penjelasan ini untuk tugas “½
dan ½”, tetapi hanya 4.3% dari siswa menawarkan penjelasan serupa untuk tugas “2/5
dan 4/10”. Secara keseluruhan, tugas ini kelihatan bahwa siswa memiliki kesulitan
memvisualisasikan suatu model dengan pizzadari dua ukuran berbeda.
Hubungan antara model statis visual dan solusi tertulis siswa
Tugas Area. Sub pertanyaan penelitian kedua menanyakan: Apakah hubungan antara
model statis visual yang diberikan atau yang diciptakan siswa dari konsep pecahan dan
solusi tertulis siswa pada masalah tak terbatas? Meskipun siswa kelas tiga menunjukkan
kemiripan pada kedua jenis model untuk tugas Area, suatu pengujian akhir pekerjaan
siswa mengindikasikan perbedaan dalam bagaimana model statis visual dikaitkan dengan
solusi tertulis siswa. Ketika bekerja dengan model persegi yang berdekatan dari tugas ini,
penjelasan tertulis siswa yang berhasil lebih sering mengacu pada tindakan “[bergerak/
moving] persegi gelap ke dalam ruang kosong” (lihat gambar 4).
4a. 4b.
Gambar 4. Penggunaan berhasil dari model dalam tugas Area (model berdekatan).
Gambar 5. Penggunaan tidak berhasil dari model dalam tugas Area (model berdekatan).
Siswa yang tidak berhasil tidak menyediakan informasi tertulis dalam respon mereka
yang mengindikasikan bahwa mereka mampu memvisualisasikan tindakan ini. Hal ini
besar kemungkinan bahwa siswa ini hanya menganggap dua model tidak identik, dan
karena itu menyimpulkan bahwa model tidak mewakili pecahan ekuivalen (lihat gambar
5).
Ketika bekerja dengan model persegi pencar untuk tugas ini, penjelasan tertulis siswa
yang berhasil lebih sering mengidentifikasi empat persegi lebih kecil sebagai ekuivalen
hingga persegi yang lebih besar (lihat gambar 6a). Siswa yang tidak berhasil secara khas
fokus hanya pada angka persegi dan tidak pada ukuran persegi untuk menentukan jika
jumlah adalah ekuivalen (lihat gambar 6b).
6a. 6b.
Gambar 6. Penggunaan berhasil dan tidak berhasil dari model dalam tugas Area (model
pencar).
Pizza task. Tugas Pizza tidak menyediakan model statis visual bagi siswa dari suatu
masalah. Sebagai ganti, model membutuhkan siswa mengembangkan model statis
visualnya sendiri dari suatu situasi (lihat gambar 7).
Gambar 7. Penggunaan yang berhasil dari model yang dihasilkan siswa dalam tugas Pizza
(model “½ and ½”).
Keberhasilan siswa dalam menyelesaikan tugas ini sangat terletak pada keterampilan
visualisasi mereka sendiri daripada interpretasi mereka dari suatu model statis yang
diberikan. Contoh, berdasarkan gambar mereka, sebagian besar siswa memvisualisasikan
dua pizza dari ukuran yang sama atau satu pizza yang dipotong setengah (lihat gambar 8).

10

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Gambar ini mewakili pandangan terbatas dari kemungkinan solusi dari tugas ini; siswa
tidak mempertimbangkan kemungkinan keseluruhan ukuran berbeda. Meskipun begitu
kebanyakan siswa menunjukkan keahlian dengan mengidentifikasi pecahan ekuivalen,
fokus mereka pada ekuivalensi pecahan mencegah mereka dari pertimbangan
kemungkinan keseluruhan ukuran berbeda. Dalam kasus tugas Pizza, kesalahan siswa
mungkin telah disebabkan oleh kesalahan interpretasi dari masalah daripada oleh
kesalahan konsepsi matematis dari suatu pecahan.
8a.
8b.
Gambar 8. Penggunaan yang tidak berhasil dari model yang dihasilkan siswa dalam
tugas Pizza (“model ½ and ½”).
Gambar 9. Penggunaan yang tidak berhasil dari model yang dihasilkan siswa dalam
tugas Pizza (“model 2/5 and 4/10”).
Kadang-kadang, model digambar oleh siswa sebenarnya merintangi keberhasilan mereka
dengan suatu tugas.
Contoh, gambar 9 menunjukkan gambar siswa dari sepuluh irisan pizza lebih kecil (José)
sejajar dengan lima irisan pizza lebih besar (Ella). Kemudian siswa menggambar baris
untuk membandingkan akhir dari empat irisan José dan dua irisan Ella. Sayangnya,
meskipun begitu siswa dengan tepat menyimpulkan bahwa José makan lebih banyak
pizza, model ini tidak secara akurat menggambarkan hubungan antara dua pecahan.
Pembahasan
Studi ini menggunakan sampel besar dari model solusi siswa untuk mengkonstruksi ulang
hubungan antara model statis visual dan solusi tertulis siswa untuk masalah pecahan.
Hasil mengindikasikan bahwa kesalahan siswa umum dikaitkan dengan bagaimana siswa
mengartikan model yang diberikan maupun model mereka sendiri dari situasi masalah.
Hasil juga mengindikasikan bahwa fleksibilitas siswa dengan model statis visual
dikaitkan dengan keberhasilan solusi tertulis. Hasil ini dibahas dlaam seksi yang berikut.
Apakah jenis kesalahan konsepsi yang dilakukan solusi tertulis siswa secara umum
menyatakan tugas pecahan termasuk model statis visual yang diberikan maupun yang
diciptakan siswa?
Studi ini menyoroti dua kesalahan konsepsi siswa ketika mengembangkan pemahaman
situasi pecahan. Pertama, dalam tugas Area, siswa yang tidak berhasil dengan model
persegi pencar seringkali fokus pada angka dan bukan ukuran dari persegi untuk
menentukan ekuivalensi. Penjelasan yang tidak tepat siswa dan jawaban menunjukkan
bahwa mereka kemungkinan mempertimbangkan keseluruhan angka, daripada pecahan
dalam membuat perbandingan. Hasil ini mendukung penemuan penelitian terkini yang
dari usia muda, angka mungkin lebih berpengaruh daripada ukuran dalam penyelesaian
masalah kuantitatif anak-anak (misal., Libertus, Starr, & Brannon, 2013).
Dalam tugas Pizza, sebagian besar siswa membuat asumsi bahwa pizza adalah ukuran
yang sama. Sebab ini, siswa tidak mampu untuk menghasilkan model akurat dari contohperhitungan matematis. Penjelasan yang mungkin dari kesulitan siswa dengan masalah ini
adalah bahwa siswa tidak mengaitkan kontek pizza matematis terhadap pizza dalamn
dunia nyata yang memiliki banyak ukuran berbeda. Penemuan ini konsisten dengan
pengamatan Verschaffel, Greer, and De Corte’s (2007) yang tanpa koneksi terhadap
matematika dunia nyata, siswa cenderung menahan pertimbangan mereka dan “menjawab
masalah kata tanpa memperhitungkan pertimbangan realistik tentang situasi yang

11

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
dijelaskan dalam teks” (hal. 586). Kesulitan siswa dengan pertimbangan tugas Pizza juga
konsisten dengan studi lain yang melaporkan kecenderungan siswa memberi jawaban
terhadap masalah kata tanpa mempertimbangkan dampak dunia nyata dari situasi yang
diberikan (Baruk, 1985; Greer, 1993; Verschaffel, dkk., 1994).
Penjelasan yang mungkin lain dari kesulitan siswa dengan masalah ini adalah bahwa
mereka salah mengartikan tugas. Menurut teori kelas koordinasi diSessa’s (2002), siswa
memberi perhatian terhadap apa yang mereka pertimbangkan kenyataan paling penting
dari situasi masalah dan mendisain strategi solusi mereka sesuai dengan itu. Contoh,
mengukur kesalahan sementara memotong irisan pizza mungkin menjadi interpretasi
yang nyata. Ketika berbagi suatu pizza, sejumlah bagian dibagikan biasanya lebih
signifikan daripada ukuran bagian. Hal ini mungkin secara parsial menjelaskan beberapa
kepercayaan siswa pada keseluruhan jumlah pemikiran dalam situasi ini. Karena itu, hal
ini dapat dinyatakan bahwa kesulitan siswa dengan tugas Pizza berasal dari kesalahan
interpretasi, daripada kesalahan konsepsi (misal, berlatih yang baik dan mempercayai ide
yang tidak tepat). Beberapa interpretasi membuat beberapa pertimbangkan dalam dunia
nyata bahkan jika mereka tidak sesuai dunia matematika.
Hasil penting untuk dipertimbangkan adalah bahwa dua model tugas pizza menimbulkan
jawaban berbeda dan kesalahan konsepsi siswa. Dalam model “½ dan ½”, lebih dari
setengah (59.8%) dari siswa tidak tepat menggunakan pecahan ekuivalen (misal, ½ = ½,
jadi dua porsi harus sama) untuk membenarkan jawaban mereka. Namun, dalam model
“2/5 dan 4/10”, hanya 37.8% siswa menggunakan alasan yang sama. Dengan cara yang
sama, siswa kemungkinan lebih mempertimbangkan numerator dan denominator sebagai
keseluruhan angka dalam model “2/5 dan 4/10” daripada model “½ dan ½”. Penemuan
ini menyatakan bahwa siswa memiliki gambar konsep kuat (Tall & Vinner, 1981) dari
pecahan seperti satu setengah, tetapi bukan pecahan seperti 2/5 atau 4/10—kemungkinan
sebab mereka telah memiliki banyak pengalaman melihat representasi ulang (Scaife &
Rogers, 1996) dari ½ dan sebab daerah bundar sulit untuk diukur secara tepat ketika
menggambar model pecahan. Mereka sedikit mungkin membandingkan atau
mengoperasikan dalam numerator dan denominator dari satu setengah (atau pecahan
ekuivalen terhadap satu setengah) sebab gambar konsep ini. Pola ini mencerminkan dua
jenis skema kognitif—numerical dan kuantitatif global—dijelaskan oleh Moss dan Case
(1999). Skema kognitif ini membolehkan anak-anak memahami proporsi relatif dan
pemahaman semi abstrak dari pecahan dasar seperti ½ dan ¼. Apalagi, memberi alasan
dengan model 2/5 dan 4/10 melibatkan koordinasi ukuran dan operator sub konstruk
(Behr, Lesh, Post, & Silver, 1983) membuat skema lebih sulit daripada memberi alasan
dengan model ½. Hal ini menjelaskan kemampuan anak-anak untuk bekerja dengan
model ½ lebih berhasil daripada model 2/5 dan 4/10.
Apakah hubungan antara model statis visual yang diberikan atau yang diciptakan siswa
dari konsep pecahan dan solusi tertulis siswa pada masalah tak terbatas?
Suatu model dimana pengalaman siswa, baik secara visual maupun secara mental,
dikaitkan pada solusi tertulis siswa terhadap masalah. Hasil dari studi ini memberikan
cara dimana siswa menggunakan model ini. Pertama, dalam tugas Area, sebagaian besar
siswa melengkapi tugas secara tepat tanpa berhadapan langsung dengan pecahan sebab
mereka mampu menggunakan model. Sebagai ganti menghitung persegi untuk
menentukan pecahan ekuivalen (misal., menggunakan konservasi rasio), mereka
membuktikan ekuivalensi dengan memvisualisasikan persegi bergerak ke lokasi berbeda.

12

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Pergerakan persegi tersebut mendukung gagasan Piaget (1952) dari konservasi area.
Meskipun demikian, meletakkan gambar model itu sendiri mungkin juga mengalihkan
perhatian siswa jauh dari hubungan numerical diantara angka pecahan. Sepanjang tidak
ada bagian model dihapus atau dimasukkan, model masih akan mewakili jumlah yang
sama tanpa mengabaikan lokasi bagian. Beberapa siswa menulis solusi berdasarkan
konservasi rasio, tetapi mayoritas siswa dalam studi ini meletakkan konservasi area
dalam solusi tertulis mereka. Kemampuan untuk mengartikan model statis visual dari
pecahan dalam cara ini mungkin mendahului pemahaman konsep pecahan.
Kedua, dalam Pizza, siswa tidak memberikan model statis visual dalam mendasarkan
solusi mereka. Keberhasilan mereka dengan tugas ini bergantung pada kemampuan
mereka untuk memvisualisasikan situasi dengan dua keseluruhan ukuran berbeda.
Mayoritas besar dari siswa tidak mampu menyelesaikan dua model berbeda dari tugas ini
(79.4% dan 95.2%, secara berurutan). Jelasnya, generasi diri dari representasi adalah
permintaan lebih kognitif daripada bekerja dengan representasi yang diberikan (Clark,
Nguyen, & Sweller, 2006; Woleck, 2001). Penemuan ini menyatakan bahwa pandangan
terbatas siswa dari model pecahan menghalangi keberhasilan mereka pada tugas ini.
Seperti dicatat di atas, ketika siswa gagal untuk memvisualisasikan konsep matematika
dalam dunia nyata, mereka mengembangkan konsepsi terbatas dari makna matematika.
Kemampuan siswa memvisualisasikan konsep matematika baik proses dan produk
pengalaman kualitas dalam matematika (Arcavi, 2003). Hasil ini juga mendukung
penemuan van Garderen’s (2006) dimana keterampilan visualisasi yang dikembangkan
dengan baik sangat berkontribusi pada pencapaian tinggi keberhasilan siswa dalam
matematika.
Kesimpulan
Hasil dari studi ini mengindikasikan bahwa hanya dipresentasikan dengan model statis
visual dalam situasi penilaian tidak menjamin bahwa siswa akan mampu secara berhasil
menghasilkan model mereka sendiri atau menggunakan model yang diberikan untuk
menyelesaikan masalah matematika secara akurat. Analisis menyatakan bahwa kesalahan
konsepsi umum dikaitkan bagaimana siswa mengartikan baik model yang diberikan
maupun model dari situasi mereka sendiri. Perbedaan dalam solusi tertulis siswa dapat
dipengaruhi oleh strategi instruksional atau penampakan lain terhadap representasi
matematis termasuk situasi dunia nyata. Kita menghipotesiskan bahwa ketika siswa
memiliki pemahaman tepat dari situasi matematika dunia nyata, mereka dapat berhasil
menciptakan dan mengartikan model statis visual untuk mempertimbangkan matematika.
Seperti memanipulasi objek mental dan mempertimbangkan aplikasi dunia nyata, mereka
secara aktif berpartisipasi dalam konstruksi pengetahuan mereka dan mengembangkan
keterampilan visualisasi. Berdasarkan hasil studi ini, penelitian selanjutnya dibutuhkan
untuk menentukan faktor yang mempengaruhi perkembangan siswa dari model statis
visual.

13

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Referense
Abrams, J. P. (2001). Teaching mathematical modeling and the skills of representation. In
A. A. Cuoco & F. R. Curcio (Eds.), The Roles of Representation in School Mathematics,
2001 Yearbook (pp. 269-282). Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.
Arcavi, A. (2003). The role of visual representations in the learning of mathematics.
Educational Studies in Mathematics, 52(3), 215–241.
Baruk, S. (1985). L’âge du capitaine. De l’erreur en mathématiques. [The captian’s age.
About errors in mathematics]. Paris: Seuil.
Behr, M., Lesh, R., Post, T., & Silver, E. (1983). Rational number concepts. In R. Lesh &
M. Landau (Eds.), Acquisition of Mathematics Concepts and Processes (pp. 91-125).
New York: Academic Press.
Cai, J., Lane, S., & Jakabcsin, M. S. (1996). The role of open-ended tasks and holistic
scoring rubrics: Assessing students’ mathematical reasoning and communication. In P. C.
Elliott (Ed.), Communication in Mathematics, K-12 and Beyond (pp. 137-145). Reston,
VA: The National Council of Teachers of Mathematics.
Carpenter, T. P., Fennema, E., & Franke, M. L. (1996). Cognitively guided instruction: A
knowledge base for reform in primary mathematics instruction. The Elementary School
Journal, 97(1), 3–20.
Clark, R., Nguyen, F., & Sweller, J. (2006). Efficiency in learning: Evidence-based
guidelines to manage cognitive load. San Francisco, CA: Pfeiffer.
Council of Chief State School Officers and National Governors Association. (2010).
Common Core Standards. Retrieved from http://www.corestandards.org/about-thestandards/key-points-in-mathematics.
DeWolf, M, Bassok, M, & Holyoak, K. J. (2013). Analogical reasoning with rational
numbers: Semantic alignment based on discrete versus continuous quantities. In M.
Knauf, M. Pauven, N. Sebanz, & I. Wachsmuth (Eds.), Proceedings of the 35th Annual
Conference of the of the Cognitive Science Society (pp. 388-393). Austin, TX: Cognitive
Science Society.
DiSessa, A. A. (2002). Why “conceptual ecology” is a good idea." In M. Limón & L.
Mason (Eds.). Reconsidering Conceptual Change: Issues in Theory and Practice (pp. 2960). Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Edens, K., & Potter, E. (2008). How students "unpack" the structure of a word problem:
graphic representations and problem solving. School Science And Mathematics, 108(5),
184-196.
Greer, B. (1993). The modeling perspective on wor(l)d problems. Journal of
Mathematical Behavior, 12, 239-250.
Hill, H. C., Rowan, B., & Ball, D. L. (2005). Effects of teachers’ mathematical
knowledge for teaching on student achievement. American Educational Research
Journal, 42(2), 371–406. doi:10.3102/00028312042002371
Kieren, T. E. (1980). The rational number construct: Its elements and mechanisms. In T.
E. Kieren (Ed.), Recent Research on Number Learning (pp. 125-150). Columbus, OH:
ERIC/SMEAC.
Kieren, T. E. (1981). Five faces of mathematical knowledge building. Edmonton:
Department of Secondary Education, University of Alberta.
Lamon, S. (1996). The development of unitizing: Its role in children's partitioning
strategies. Journal for Research in Mathematics Education, 27(2), 170-193.

14

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Lamon, S. (2007). Rational numbers and proportional reasoning: Toward a theoretical
framework for research. In F. K. Lester (Ed.), Second Handbook of Research on
Mathematics Teaching and Learning (Vol. 1, pp. 629-667). Charlotte, NC: Information
Age Publishing Inc.
Larkin, J., McDermott, J., Simon, D.P., & Simon, H. A. (1980). Expert and novice
performance in solving physics problems. Science, 208(20), 1335-1342.
Lesh, R., Post, T., & Behr, M. (1987). Representations and translations among
representations in mathematics learning and problem solving. In C. Janvier (Ed.),
Problems of Representation in the Teaching and Learning of Mathematics (pp. 33-40).
Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Libertus, M. E., Starr, A., & Brannon, E. M. (2013). Number trumps area for 7-month-old
infants. Developmental Psychology, doi:10.1037/a0032986
Martin, T., Aghababyan, A., Pfaffman, J., Olsen, J., Baker, S., Janisiewicz, P., ... & Smith,
C. P. (2013, April). Nanogenetic learning analytics: Illuminating student learning
pathways in an online fraction game. In Proceedings of the Third International
Conference on Learning Analytics and Knowledge (pp. 165-169). ACM.
Martin, T., Svihla, V., & Petrick Smith, C. (2012). The role of physical action in fraction
learning. Journal of Education and Human Development, 5(1).
Merriam, S. B. (2009). Qualitative research: A guide to design and implementation (3rd
ed.). San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Moghaddam, A. (2006). Coding issues in grounded theory. Issues in Educational
Research, 16(1), 52–66. http://www.iier.org.au/iier16/moghaddam.html
Moseley, B., & Okamoto, Y. (2008). Identifying fourth graders' understanding of rational
number representations: A mixed methods approach. School Science And Mathematics,
108(6), 238-250.
Moss, J., & Case, R. (1999). Developing children’s understanding of the rational
numbers: A new model and an experimental curriculum. Journal for Research in
Mathematics Education, 30(2), 122-147.
Moyer, P. S., Bolyard, J. J., & Spikell, M. A. (2002). What are virtual manipulatives?
Teaching Children Mathematics, 8(6), 372–377.
Moyer, P. S., & Jones, M. G. (2004). Controlling choice: Teachers, students, and
manipulatives in mathematics classrooms. School Science and Mathematics, 104(1), 1631.
Moyer-Packenham, P., Baker, J., Westenskow, A., Anderson, K., Shumway, J., Rodzon,
K., & Jordan, K., The Virtual Manipulatives Research Group at Utah State University.
(2013). A study comparing virtual manipulatives with other instructional treatments in
third- and fourth-grade classrooms. Journal of Education, 193(2), 25-39.
Moyer-Packenham, P. S., Ulmer, L. A., & Anderson, K. L. (2012). Examining pictorial
models and virtual manipulatives for third-grade fraction instruction. Journal of
Interactive Online Learning, 11(3), 103–120.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for
school mathematics. Reston, VA: Author.
National Mathematics Advisory Panel (2008). Foundations for success: The final report
of the National Mathematics Advisory Panel. Washington, DC: U. S. Department of
Education.

15

Hubungan Antara Model Statis Visual dan Solusi tertulis Siswa terhadap
Tugas Pecahan
Ng, S. F., & Lee, K. (2009). The model method: Singapore children’s tool for
representing and solving algebraic word problems. Journal for Research in Mathematics
Education, 40(3), 282-313.
Piaget, J. (1952). The child’s conception of number. New York: Humanities Press.
Sedig, K., & Liang, H.-N. (2006). Interactivity of visual mathematical representations:
Factors affecting learning and cognitive processes. Journal of Interactive Learning
Research, 17(2), 179–212.
Scaife, M., & Rogers, Y. (1996). External cognition: how do graphical representations
work? International Journal of Human-Computer Studies, 45(2), 185–213.
doi:10.1006/ijhc.1996.0048
Strauss, A., & Corbin, J. (1998). Basics of qualitative research: Techniques and
procedures for developing grounded theory. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc.
Tall, D., & Vinner, S. (1981). Concept image and concept definition in mathematics with
particular reference to limits and continuity. Educational Studies in Mathematics, 12(2),
151-169.
Van Garderen, D. (2006). Spatial visualization, visual imagery, and mathematical
problem solving of students with varying abilities. Journal of Learning Disabilities,
39(6), 496–506. doi:10.1177/00222194060390060201
Verschaffel, L., De Corte, E., & Lasure, S. (1994). Realistic considerations in
mathematical modeling of school arithmetic word problems. Learning and Instruction, 4,
273-294.
Verschaffel, L., Greer, B., & De Corte, E. (2007). Whole number concepts and
operations. In F. K. Lester (Ed.), Second handbook of research on mathematics teaching
and learning (Vol. 1, pp. 557–628). Charlotte, NC: Information Age Publishing Inc.
Whitin, P., & Whitin, D. (2001). Using literature to invite mathematical representations.
In A. A. Cuoco & F. R. Curcio (Eds.), The Roles of Representation in School
Mathematics, 2001 Yearbook (pp. 228-237). Reston, VA: National Council of Teachers of
Mathematics.
Woleck, K. R. (2001). Listen to their pictures; An investigation of children’s
mathematical drawings. In A. A. Cuoco & F. R. Curcio (Eds.), The Roles of
Representation in School Mathematics, 2001 Yearbook (pp. 215- 227). Reston, VA:
National Council of Teachers of Mathematics.
Wu, H. (2005, April). Key mathematical ideas in grades 5–8. Paper presented at
National Council of Teachers of Mathematics Annual Meeting, Anaheim, CA.
Yeh, Y. Y., & McTigue, E. M. (2009). The frequency, variation, and function of graphical
representations within standardized state science tests. School Science And Mathematics,
109(8), 435-449.
* Yeni Indiarti, S.E. Lulusan Universitas Gajayana Malang. Pekerjaan penerjemah
freeline. Terima terjemah khusus ekonomi (Inggris- Indonesia). Contact Person: Hp/ WA:
085233455199

16