Gambaran status karies dan kebersihan mu

Gambaran status karies dan kebersihan mulut siswa Sekolah Menengah
Pertama di kecamatan Melonguane kabupaten Talaud
1

Amelia Margareta Mataputun, 2Dinar A. Wicaksono, 2Ellen Tumewu
1
Mahasiswa
2
Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi
rata-rata penduduk Indonesia bermasalah gigi dan mulut sebesar 23,4%. Beberapa
penelitian menyebutkan karies dan radang gusi ialah penyakit gigi dan mulut
yang paling banyak ditemui pada anak sekolah termasuk siswa Sekolah Menengah
Pertama. World Health Organization merekomendasikan untuk melakukan kajian-kajian
epidemiologi kesehatan gigi dan mulut pada kelompok umur 12-15 tahun. Indeks yang
umum digunakan untuk menilai status karies dan kebersihan mulut ialah
indeks DMF-T dan OHI-S. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross
sectional dan dilakukan pada siswa Sekolah Menengah Pertama di kecamatan
Melonguane umur 12-15 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 83 siswa. Teknik

pengambilan sampel menggunakan metode proportional simple random sampling. Hasil
penelitian menunjukkan indeks DMF-T rata-rata sebesar 1,7 sedangkan untuk indeks
OHI-S rata-rata sebesar 1,8. Berdasarkan hasil tersebut maka disimpulkan status karies
siswa Sekolah Menengah Pertama di kecamatan Melonguane termasuk kategori rendah
sedangkan untuk status kebersihan mulut termasuk kategori sedang.
Kata kunci : status karies, status kebersihan mulut

Abstract
Report result Health Research Association of 2007 states that the average prevalence of
Indonesia's population of oral problems by 23.4%. Some studies say caries and gingivitis
is dental and oral diseases are most prevalent in school children, including students
Junior High School World Health Organization recommends to conduct epidemiological
studies of oral health in the age group 12-15 years. The index commonly used to assess
the caries status and oral hygiene is DMF-T index and OHI-S. This study is a descriptive
study with cross-sectional approach and performed on Junior High School students in
District Melonguane age 12-15 years with total sample 83 students. Sampling technique
using method proportional simple random sampling. The results showed DMF-T index
average is 1.7 while OHI-S index average is 1.8. Based on these results it was concluded
caries status of Junior High School students in the district Melonguane is low while for
oral hygiene status is moderate.

Key words: Caries status, oral hygiene status

PENDAHULUAN
Penyakit rongga mulut yang
paling banyak ditemui pada
masyarakat Indonesia yaitu karies
dan
penyakit
periodontal.
Berdasarkan laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2007 menyebutkan bahwa prevalensi
rata-rata
penduduk
Indonesia
bermasalah gigi dan mulut sebesar
23,4%, di mana prevalensi karies
melalui pemeriksaan Decayed Missing
Filled Teeth (DMF-T) untuk rata-rata
nasional sebesar 4,85 artinya rata-rata

penduduk Indonesia telah mengalami
kerusakan gigi sebanyak lima buah
gigi per orang. Indeks DMF-T untuk
provinsi Sulawesi Utara sebesar 5,01
dan termasuk dalam kategori tinggi,
artinya rata-rata penduduk di Sulawesi
Utara memiliki kerusakan gigi
sebanyak lima gigi per orang.1
Karies atau gigi berlubang
merupakan penyakit pada jaringan
keras gigi yaitu email, dentin dan
sementum
yang
memfermentasi
karbohidrat pada gigi. Proses karies
ditandai
dengan
terjadinya
demineralisasi pada jaringan keras
gigi, diikuti dengan kerusakan bahan

organiknya
yang
menyebabkan
terjadinya invasi bakteri dan kerusakan
pada jaringan pulpa serta penyebaran
infeksi ke jaringan periapikal dan
menimbulkan rasa nyeri.2 Penyakit
periodontal
merupakan
penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri
yang terakumulasi dalam plak dan
menyebabkan gingiva mengalami
peradangan.3
Karies dan penyakit periodontal
sampai sekarang masih merupakan
masalah kesehatan baik di negara maju

maupun di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia

program pelayanan kesehatan gigi dan
mulut telah dilaksanakan dari Pelita I
sampai saat ini, namun angka
kesakitan penyakit gigi dan mulut
cenderung terus meningkat, salah
satunya ialah rentannya anak usia
sekolah dari gangguan kesehatan gigi.
Masalah tersebut harus menjadi
perhatian penting dalam pembangunan
karena anak usia sekolah merupakan
masa untuk meletakkan landasan
kokoh bagi terwujudnya manusia yang
berkualitas dan kesehatan merupakan
faktor penting untuk menentukan
kualitas sumber daya manusia.
Beberapa penelitian menyebutkan
kejadian
karies
dan
penyakit

periodontal masih tinggi dikalangan
anak usia sekolah termasuk di
dalamnya siswa Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Penelitian yang
dilakukan oleh Indirawati di provinsi
Kalimantan
Barat
tahun
2010
menunjukan indeks DMF-T untuk
umur 12 tahun sebesar 3,55 dan umur
15 tahun sebesar 3,75.4 Hasil penelitian
pada siswa SMP Yayasan Nurul
Hasanah Medan tahun 2011 oleh
Yusuf menunjukkan rata-rata DMF-T
siswa SMP Yayasan Nurul Hasanah
Medan yaitu sebesar 2,44 dengan ratarata indeks OHI-S sebesar 1,9 dan
termasuk kriteria sedang.5 Hal ini
dipengaruhi
oleh

kurangnya
pengetahuan
siswa
terhadap
kebersihan gigi dan mulut.
World
Health
Organization
(WHO) merekomendasikan untuk
melakukan kajian-kajian epidemiologi
kesehatan gigi dan mulut pada

kelompok umur 12-15 tahun dan
ditetapkan sebagai usia pemantauan
global untuk karies serta merupakan
usia kritis untuk pengukuran indikator
penyakit periodontal pada remaja.3
Berdasarkan teori di usia ini seluruh
gigi sulung telah digantikan dengan
gigi tetap kecuali gigi molar ketiga.

Apabila
gigi
tetap
mengalami
kerusakan dan harus dicabut, maka
gigi tersebut tidak akan ada
penggantinya, sehingga menimbulkan
berbagai macam kelainan di dalam
mulut yang akan mengganggu kondisi
secara umum baik fisik, mental
maupun sosial.2 Menurut Astuti
(2006) kebersihan gigi dan mulut
yang buruk pada anak berpengaruh
pada proses tumbuh kembang bahkan
masa depan selain itu dapat
menurunkan selera makan dan
menyebabkan
kekurangan
gizi.
Dampak

lainnya,
turunnya
kemampuan
belajar
sehingga
berpengaruh pada prestasi belajar
siswa.6
Penting
untuk
mengetahui
gambaran status karies dan kebersihan
mulut karena dari hasil tersebut bisa
diketahui seberapa besar masalah
kejadian penyakit atau masalah
kesehatan gigi dan mulut. Metode
yang
umum
digunakan
untuk
mengukur status karies dan kebersihan

mulut ialah lewat pemeriksaan indeks
DMF-T dan OHI-S. Indeks ini
diperkenalkan oleh Klein H dan
Green Vermillion dan telah digunakan
oleh WHO.
Kabupaten Talaud merupakan
bagian dari provinsi Sulawesi Utara
dengan ibu kota kabupaten berada di
kecamatan Melonguane. Di kecamatan
Melonguane ada tiga unit SMP yang
diselenggarakan oleh pemerintah yaitu
SMP Negeri 1, SMP Negeri 2 dan

SMP Negeri 4. Penelitian tentang
status karies pada siswa SMP belum
pernah dilakukan di sana. Survei awal
yang dilakukan, penulis melihat
banyak siswa SMP yang mempunyai
gigi berlubang atau karies dan karang
gigi khususnya pada gigi molar

pertama selain itu juga karena belum
ada data spesifik mengenai status
karies dan kebersihan mulut siswa
sekolah usia 12-15 tahun pada masingmasing kabupaten dan kota di provinsi
Sulawesi Utara. Hal ini yang melatar
belakangi penulis untuk mengadakan
penelitian tentang “Gambaran Status
Karies dan Kebersihan Mulut pada
Siswa SMP di kecamatan Melonguane
kabupaten Talaud”.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif
dengan pendekatan cross sectional
dan dilakukan pada bulan April tahun
2012. Populasi penelitian ini yaitu
yaitu seluruh siswa SMP yang ada di
kecamatan Melonguane umur 12-15
tahun. Berdasarkan survei awal
berjumlah 494 siswa.
Dengan menggunakan metode
proportional simple random sampling
berdasar kriteria dan karakteristik
tertentu yang telah dibuat, diperoleh
sampel sebesar 83 orang. Teknik
pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu untuk data
primer diambil dari hasil pemeriksaan
status karies dan kebersihan mulut
pada
masing-masing
siswa-siswi
sedangkan data sekunder berupa nama,
umur, jenis kelamin dan jumlah siswa
di peroleh dari profil masing-masing
SMP di kecamatan Melonguane.
Data diolah dengan menggunakan
program komputer Microsoft Office
Excel 2007 dan dianalisis secara

univariat
untuk
mendapatkan
gambaran distribusi variabel status
karies dan kebersihan mulut kemudian
ditampilkan dalam bentuk diagram dan
tabel lalu diinterpretasikan.

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian status karies dan
kebersihan mulut siswa SMP di
kecamatan Melonguane
kabupaten
Talaud sebagai berikut:

Gambar 1. Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin

100
50

57,8

48

42,2

35

n
%

0
Laki-laki

Perempuan

Gambar 2. Distribusi subyek penelitian berdasarkan umur

60

41

34

40

31

37,3
15

20

18

n
3

4

0
12 Tahun

13 Tahun

14 Tahun

%

15 Tahun

Gambar 3. Distribusi subyek penelitian berdasarkan pendidikan orang tua

40
19

13 15,7

20

23

20

31 37,3

24

n

0

%
SD

SMP

SMA

PERGURUAN
TINGGI

Gambar 4. Distribusi subyek penelitian berdasarkan pekerjaan orang tua

60
40

34

41

32

38,6
10 12

20

n
4 4,8

2 2,4

1 1,2

Nelayan

Pendeta

Polisi

0
PNS

Petani

Wiraswasta

%

Tabel 1. Hasil penelitian status karies

Ʃn
(Jumlah subyek)

ƩD

ƩM

ƩF

DMF-T
(Ʃ D+M+F)

DMF-T rata-rata

83

136

0

1

137

1,6

Kriteria

Rendah

Tabel 2. Hasil penelitian status kebersihan mulut

Ʃn
(Jumlah subyek)

ƩDI

ƩCI

83

67,3

78,8

OHI-S
(Ʃ DI+CI)
146,1

OHI-S rata-rata

Kriteria

1,7

Sedang

Gambar 1-4 menunjukan gambaran karakteristik subyek penelitian menurut jenis
kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua sebagai berikut: berdasarkan jenis
kelamin, jumlah siswa perempuan lebih banyak dari laki-laki dengan jumlah perempuan
sebanyak 48 orang (57,8%) sedangkan laki laki sebanyak 35 orang (42,2%). Berdasarkan
umur, kelompok umur 12 tahun lebih banyak yaitu sebanyak 34 orang (41%) kemudian
secara berturut-turut umur 13, 14 dan 15 tahun. Berdasarkan pendidikan orang tua,
disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ada di Indonesia yaitu tamat SD, SMP,
SMA dan perguruan tinggi dengan jumlah pendidikan orang tua terbanyak pada
perguruan tinggi sebanyak 31 orang (37,3%). Berdasarkan pekerjaan orang tua, ada lima
jenis pekerjaan yaitu petani, nelayan, wiraswasta, pendeta, polisi dan PNS dengan jumlah
pekerjaan orang tua paling banyak ialah PNS sebanyak 34 orang (41%) dan petani
sebanyak 32 orang (38,6%).
Berdasarkan hasil penelitian status karies pada tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa dari
83 siswa SMP di kecamatan Melonguane diperolah indeks D sebanyak 136, indeks M
tidak ada dan indeks F sebanyak 1 gigi. Jadi, total indeks DMF-T sebanyak 137 dengan
rata-rata sebesar 1,6 termasuk kriteria rendah. Hasil penelitian status kebersihan mulut
pada tabel 2 menunujukkan indeks debris sebesar 67,3 dan indeks kalkulus sebesar 78,8
sehingga total indeks OHI-S sebesar 146,1 dengan rata-rata sebesar 1,7 termasuk kategori
sedang.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada 83 siswa
SMP di kecamatan Melonguane
diperoleh data karakteristik siswa
menurut
jenis
kelamin,
umur,
pendidikan dan pekerjaan orang tua
sebagai berikut: berdasarkan jenis
kelamin, jumlah siswa perempuan
lebih banyak dari laki-laki dengan
jumlah perempuan sebanyak 48 orang
(57,8%) sedangkan laki laki sebanyak
35 orang (42,2%). Berdasarkan umur,

kelompok umur 12 tahun lebih banyak
yaitu sebanyak 34 orang (41%)
kemudian secara berturut-turut umur
13, 14 dan 15 tahun. Berdasarkan
pendidikan orang tua, disesuaikan
dengan jenjang pendidikan yang ada di
Indonesia yaitu tamat SD, SMP, SMA
dan perguruan tinggi dengan jumlah
pendidikan orang tua terbanyak pada
perguruan tinggi sebanyak 31 orang
(37,3%). Berdasarkan pekerjaan orang
tua, ada lima jenis pekerjaan yaitu
petani, nelayan, wiraswasta, pendeta,

polisi dan PNS dengan jumlah
pekerjaan orang tua paling banyak
ialah PNS sebanyak 34 orang (41%)
dan petani sebanyak 32 orang (38,6%).
Hasil penelitian status karies di
tabel 6 menunjukkan jumlah indeks
DMF-T yang paling banyak yaitu
indeks D sebanyak 136 gigi yang
karies sedangkan untuk indeks M yaitu
gigi yang ditumpat hanya 1 gigi dan
indeks F tidak ada gigi yang dicabut.
Banyaknya jumlah gigi yang karies
mengindikasikan bahwa siswa belum
memahami
betapa
pentingnya
menyikat gigi setelah sarapan dan
sebelum tidur, selain itu bisa saja
karena pemahaman dan perhatian
orang tua terhadap kebersihan gigi dan
mulut anak yang masih kurang. Tidak
adanya siswa yang mencabut dan
menumpat giginya bisa saja karena
mereka belum mengenal adanya dokter
dan perawat gigi sebab untuk tenaga
kesehatan gigi di daerah tersebut masih
sangat kurang.
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh indeks DMF-T rata-rata
sebesar 1,6 berdasarkan kategori karies
menurut WHO termasuk dalam
kategori status karies rendah artinya
rata-rata tiap siswa telah mengalami
kerusakan gigi sebanyak 2 buah gigi
per orang. Penelitian yang sama
dilakukan oleh Listrianah dan Malaka
pada murid SMP di kota Palembang
tahun 2011 menunjukkan status karies
siswa termasuk kategori rendah.
Epidemi kejadian karies ditiap negara
ataupun
daerah
berbeda-beda.23
Menurut Chandra (2007) epidemi
karies dipengaruhi oleh tiga faktor
salah satunya faktor lingkungan seperti
letak geografis dan makanan atau
nutrisi. Letak geografis suatu daerah
dapat mempengaruhi status karies
orang-orang yang tinggal di daerah

tersebut.2 Hasil penelitian Wiratmo
yang meneliti tentang kejadian karies
pada siswa usia 12-15 tahun yang
tinggal di daerah pantai dan
pegunungan di kabupaten Takalar
tahun 2008 menyebutkan bahwa status
karies siswa yang tinggal di daerah
pantai rendah dibandingkan dengan
siswa yang tinggal di daerah
pegunungan hal ini karena dipengaruhi
oleh air minum di daerah pantai yang
mengandung banyak fluoride serta
konsumsi makanan laut seperti ikan
laut.24
Fluor telah dikenal sebagai salah
satu unsur yang dapat mencegah karies
gigi.12 Fluor terdapat di udara, air,
tanah,
tumbuhan
dan
hewan.
Konsentrasi
fluor
tergantung
lokasinya, air laut lebih banyak
mengandung fluor daripada air tawar
yaitu sebanyak 1,2-1,5 mg/L. Air
minum di sekitar derah peisisir
mendapatkan suplai air dari air tanah
maupun dari resapan aliran air laut
yang mengandung mineral fluor
sehingga masyarakat yang tinggal di
daerah tersebut akan mendapatkan
pemasukan fluor lebih banyak dari air
minum yang mereka konsumsi. Kadar
fluor maksimal di dalam air minum
sebesar 1-2 mg/l. Kekurangan fluor
bisa menyebabkan karies gigi dan
kelebihan
fluor
menyebabkan
25
fluorosis. Secara umum fluor bekerja
dalam tiga cara, yaitu dengan
memperlambat perkembangan lesi
karies dengan cara menghambat proses
demineralisasi,
meningkatkan
resistensi terhadap serangan asam dan
meningkatkan proses remineralisasi
melalui reaksi hidroksiapatit menjadi
fluoroapatit atau kristal apatit yang
diperkaya dengan ion fluoride.12 Hasil
penelitian Trendly Dean menyatakan
ada hubungan timbal balik antara

konsentrasi fluor dalam air minum
dengan
prevalensi
karies.11
Berdasarkan hal di atas, penulis
berpendapat bahwa status karies siswa
di kecamatan Melonguane sangat
rendah, bisa saja karena ada pengaruh
dari letak geografis yang berada di
pesisir pantai dimana air minum di
daerah
pesisir
lebih
banyak
mengandung fluor.
Karies dipengaruhi juga oleh
faktor makanan atau nutrisi seperti
mengkonsumsi makanan hasil laut.
Daerah pesisir pantai identik dengan
hasil laut yang berlimpah seperti ikan.
Di dalam ikan terkandung mineral
yang mirip kandungan susu seperti
kalsium dan fosfor tapi kadarnya lebih
tinggi sehingga bermanfaat untuk
kesehatan tulang dan gigi bagi yang
mengkonsumsinya.
Ikan
juga
mengandung fluor yang bermanfaat
untuk mencegah karies.26 Status karies
siswa termasuk kategori rendah bisa
saja karena dipengaruhi oleh faktor
konsumsi makanan hasil laut yang
katanya mengandung fluor.
Hasil penelitian status kebersihan
mulut pada tabel 7 terlihat jumlah
indeks kalkulus lebih besar dari indeks
debris. Hal ini menunjukkan masih
banyak siswa yang jarang menyikat
giginya. Gigi yang jarang dibersihkan
akan meyebabkan sisa-sisa makanan
yang tertinggal di rongga mulut
mengendap di dalam mulut menjadi
plak. Plak yang dibiarkan lamakelamaan akan terkalsifikasi karena
terjadi pengendapan garam kalsium
fosfat,
kalsium
karbonat,
dan
magnesium fosfat kemudian mengeras
lalu menjadi kalkulus.
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh indeks OHI-S rata-rata
sebesar 1,7 dan termasuk kategori
sedang, itu artinya rata-rata tiap siswa

memiliki 2 gigi tetap yang mempunyai
debris dan kalkulus. Penelitian yang
sama dilakukan oleh Sihite pada siswa
SMP Yayasan Nurul Hasana Medan
tahun 2011 diperoleh status kebersihan
mulut siswa termasuk kategori
sedang.27 Status kebersihan mulut
termasuk
kategori
sedang
menunjukkan bahwa ada sebagian
siswa yang sudah bisa menjaga
kebersihan mulutnya dan ada siswa
yang belum bisa menjaga kebersihan
mulut.
Menurut Notoatmojo, kebiasaan
menjaga kebersihan gigi dan mulut
sebagai bentuk perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan mempengaruhi
baik atau buruknya kesehatan gigi dan
mulut.28 Perilaku merupakan suatu
aktivitas
manusia
yang sangat
mempengaruhi pola hidup yang akan
dijalaninya. Pemeliharaaan kebersihan
mulut yang tidak benar menyebabkan
mudahnya penumpukan plak yang
pada akhirnya akan menyebabkan
karies gigi serta merugikan kesehatan
periodontal. Perilaku memiliki peran
penting untuk mempengaruhi status
kesehatan gigi dan mulut. Peran
penting perilaku ialah pengetahuan,
sikap dan tindakan. Pengetahuan dan
sikap merupakan hasil dari indera dan
peran penting dari satu tindakan.
Meningkatkan pengetahuan dan sikap
akan
meningkatkan
kesadaran
kesehatan. Semakin baik perilaku
membersihkan gigi, maka semakin
baik tingkat kebersihan gigi dan mulut,
sebaliknya semakin jelek perilaku
membersihkan gigi, semakin jelek pula
tingkat
kebersihan
gigi
dan
mulutnya.29 Penulis berpendapat bisa
saja status kebersihan mulut termasuk
kategori sedang karena ada pengaruh
dari faktor perilaku.

Status karies dan kebersihan
mulut bisa juga dipengaruhi oleh
faktor sosial ekonomi seseorang
misalnya tingkat pendidikan dan jenis
pekerjaan. Tingkat pendidikan dan
pekerjaan orang tua siswa SMP di
kecamatan Melonguane berdasarkan
karakteristik
subyek
penelitian
menunjukkan pendidikan orang tua
terbanyak ialah perguruan tinggi
sedangkan untuk pekerjaan orang tua
paling banyak ialah PNS dan petani.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sogi dan Basgar pada
siswa sekolah di India menunjukkan
status karies dan kebersihan mulut
lebih baik pada anak dengan status
pekerjaan orang menengah ke atas. Hal
ini dikarenakan orang tua dari
kalangan menengah keatas mereka
menganggap penting pemeliharaan
kesehatan gigi serta mengharapkan
gigi dapat digunakan selama mungkin,
oleh karena itu mereka pasti akan
secara teratur menjaga kebersihan gigi
dan mulutnya, termasuk anaknya.30
Tingkat sosial ekonomi merupakan
faktor luar yang mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut anak, namun
bagi masyarakat dengan sosial
ekonominya menengah ke bawah yang
memiliki penghasilan dan pengetahuan
yang kurang pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut tidaklah begitu penting.
Hal ini karena mereka menganggap
masih ada kebutuhan dasar lain yang
harus mereka penuhi daripada pergi ke
dokter gigi atau perawat gigi untuk
memeriksakan kesehatan gigi dan
mulut.
Menurut
Thirthankar
pendidikan merupakan salah satu
faktor kedua terbesar dari faktor sosial
ekonomi yang mempengaruhi status
kesehatan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan formal, maka semakin baik
pengetahuan dan sikap tentang

kesehatan yang akan berpengaruh pada
perilaku untuk hidup sehat.11 Penulis
berpendapat bisa saja status karies dan
kebersihan mulut siswa SMP di
kecamatan Melonguane dipengaruhi
oleh faktor sosial ekonomi.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
tentang gambaran status karies dan
kebersihan mulut maka disimpulkan
bahwa status karies pada siswa
Sekolah Menengah Pertama di
kecamatan Melonguane kabupaten
Talaud termasuk kategori rendah
sedangkan status kebersihan mulut
termasuk kategori sedang.
Dari kesimpulan di atas, maka
beberapa hal yang perlu penulis
sarankan ialah:
1. Bagi pemerintah, dalam hal ini
Dinas
Kesehatan
kabupaten
Talaud, diharapkan untuk perlu
meningkatkan kembali pelayanan
kesehatan gigi dan mulut lewat
program Usaha Kesehatan Gigi
Sekolah
(UKGS)
secara
berkesinambungan
dengan
perencanaan yang baik serta
melengkapi sarana dan prasarana
untuk menunjang pelaksanaan
program
tersebut
sehingga
persentase status karies dan status
kebersihan mulut pada siswa SMP
di
kecamatan
Melonguane
semakin sangat rendah dan baik.
2. Bagi sekolah, kiranya guru-guru
dan kepala sekolah selaku
pengambil
keputusan
lebih
memperhatikan derajat kesehatan
gigi dan mulut siswa, melalui
program-program dari sekolah itu
sendiri, misalnya bekerjasama

dengan Dinas Kesehatan dalam
upaya
peningkatan
derajat
kesehatan gigi dan mulut melalui
program UKGS.
3. Bagi orang tua diharapkan dapat
memberi motivasi, pendidikan
dan
perilaku
pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut yang
benar terhadap anak sehingga
nantinya anak tersebut dapat
memelihara kesehatan gigi dan
mulut secara mandiri. Sebaiknya
setiap enam bulan sekali orang tua
wajib membawa anaknya ke
dokter gigi untuk memeriksakan
kesehatan gigi dan mulut.
4. Dilakukan penelitian lebih lanjut
dan meluas untuk mendapatkan
gambaran status karies dan
kebersihan mulut pada seluruh
siswa SMP yang ada di kabupaten
Talaud.

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3.

4.

Balitbangkes.
2008.
Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2007: Laporan Nasional 2007.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan.
Departemen
Kesehatan,
Republik Indonesia.
Chandra
Statish,
Shaleen
Chandra,
Girish
Chandra.
Textbook of operative dentistry.
1th ed. New Delhi: Jaypee; 2007.
p. 9.
Hiremath.
Textbook
of
preventive
and
community
dentistry. New Delhi: Elsevier;
2007. p. 128.
Indirawati.
2010.
Laporan
penelitian angka koreksi caries
experience
di
kabupaten
Kalimantan
Barat
provinsi
Kalimantan Barat dan kabupaten
Kulon Progo provinsi DIY.

(http://km.ristek.go.id/assets/file
s/488.pdf. Diunduh tanggal 13
Jan 2012).
5. Yusuf
Muhammad. 2011.
Hubungan
pengatahuan
kesehatan gigi dan mulut dengan
status karies dan OHI-S pada
anak SMP Yayasan Perguruan
Nurul Hasanah Medan. Tesis.
Medan;USU.
(http://repository.usu.ac.id/bitstr
eam/123456789/26920/6/Cover.
pdf. Diunduh tanggal 20 Jan
2012).
6. Astuti Rahmawati. Hubungan
perilaku membersihkan gigi
terhadap tingkat kebersihan
mulut siswa Sekolah Dasar
Negeri
di
wilayah
kerja
Puskesmas
Gladak
Pakem
kabupaten Jember: JKGI 2006;
10(3): 19-14.
7. Suwargiani A Anne. 2008.
Indeks def-t dan DMF-T
masyarakat desa Cipondoh dan
desa
Mekarsari
kecamatan
Tirtamulya. Skripsi. Bandung;
FKG UNPAD.
(resources.unpad.ac.id/Masyara
kat%20Desa%20Cipondoh.PDF
Di unduh tanggal 20 Jan 2012).
8. Sumawinata
Narlan.
2003.
Senarai istilah kedokteran gigi.
Jakarta.EGC. (books.google.co.
id. Diunduh tanggal 20 Jan
2012).
9. Darwita. 2004. Prevalensi karies
pada balita usia 3-5 tahun dan
faktor yang mempengaruhinya
(penelitian di desa Sawah
kecamatan
Ciputat
dan
kelurahan
Cilandak
Timur
kecamatan Pasar Minggu,2003).
Jakarta. Medika.
10. Limeback
Hardi.
Editor
Comprehencive
preventive
dentistry.Willey-Blackwell.
2012.

11. Pintauli
Sondang,
Hamada
Taizo. 2009. Menuju gigi dan
mulut sehat: pencegahan dan
pemeliharaan. Medan; USU
Press. (URL:http://usupress.usu.
ac.id/files/Menuju/Gigi/dan/Mul
ut/Sehat/Pencegahan/dan/Pemeli
haraan.pdf.Diunduh tanggal 23
Jan 2012).
12. Bahar
Armasastra.
2011.
Paradigma baru pencegahan
karies gigi. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. h. 21.
13. Kidd Edwina. Essentials of
dental caries; third edition.
OXFORD: University Press.
2005.
14. Herijulianti Eliza, Indriani S
Tati,
Artini
Sri.
2001.
Pendidikan kesehatan gigi.
Jakarta.
EGC.
Diunduh
(books.google.co.id.
tanggal 28 Mar 2012).
15. Darby L Michele,Walsh G
Margareth.
Dental
hygiene
theory and practice. 3th ed.
Saunders. 2009. p. 25.
16. Newman G Michael, Takei
Henry Perry R. Fermin A
Klokkevold.
Carranza.
Carranza's
clinical
th
periodontology.
10
ed.
Philadelphia:
Saunders
Company; 2006: 728-745.
17. Dumitrescu L Alexandrina.
Etiology and pathogenesis of
periodontal disease. Norway:
Springer; 2010. p. 23.
18. Putri Megananda, Herijulianti
Eliza, Nurjana Neneng. 2010.
Ilmu
pencegahan
penyakit
jaringan keras dan jaringan
pendukung
gigi.
Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
h. 93.
19. Anonim.
2011.
Sekolah
Menengah Pertama. Wikipedia.

20.

21.

22.
23.

24.

25.

26.

27.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Sek
olahmenengahpertama. Diunduh
pada 24 Jan 2012).
Anonim.
2011.
Belajar
psikologi.
(http://rumahbelajarpsikologi.co
m/index.php/remaja.html.
Diunduh pada 24 Jan 2012).
Notoatmodjo
Soekidtjo.
Metodologi
penelitian
kesehatan.
Jakarta:
Rineka
Cipta; 2005. h. 79-92.
Nazir M. Metode penelitian.
Jakarta: Ghalia Indonesia; 2004.
Lastrianah, Malaka Tan. Faktorfaktor yang berhubungan dengan
risiko kejadian karies dentis
pada murid SMP di kota
Palembang tahun 2011. Jurnal
Kesehatan Bina Husada Vol. 7
No. 4, Desember 2012.
Wiratmo Handojo. Pengaruh
konsumsi air minum terhadap
terjadinya karies pada usia 12-15
tahun di daerah pantai dan
pegunungan
di
kabupaten
Takalar 2008. Jurnal Media
Kesehatan Gigi, edisi 1 Mei
2010.
Lubis Murni. 2002. Pengalaman
karies anak usia 12-15 tahun
yang minum air sumur bor dan
air PAM pada masyarakat
kampung Nelayan dan Uni
Kampong di Belawan. Skrpsi.
Medan;
USU.
(http://repository.usu.ac.id/bitstr
eam/123456789/14660/1/09E01
300.pdf. Dinduh tanggal 25 Juli
2012).
Anonim. Kandungan gizi dalam
ikan
laut.
Artikel.
(http://www.wapo-kkn.co
m/kandungan-gizi-dalam-ikanlaut.html. Diunduh pada 28 Apr
2012).
Sihite N Jesica. 2011. Hubungan
perilaku pemeliharaan kesehatan

gigi
dan
mulut
dengan
pengalaman karies dan indeks
oral higiene pada murid SMP
Yayasan Nurul Hasanah Medan.
Skripsi.
Medan;
USU.
(http://repository.usu .ac.id/hand
le/1234 56789/25491. Diunduh
pada 27 Juli 2012).
28. Notoatmodjo
Soekidjo.
Pendidikan
dan
perilaku
kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta; 2003.
29. Natamiharja, Hiskia, Dorlina.
Pengalaman karies gigi, status
periodontal dan perilaku oral
hygiene pada siswa kelas VI SD,
kelas III SMP, dan kelas III
SMA kecamatan Medan Baru.
Dental Journal. 2008;13(2):1312.
30. Sogi G.M, Basgar D.J. Dental
caries and oral hygiene status of
school children in davangere
related to their socio economic
levels: an epidemiological study.
J Indian Soc Pedo Prev Dent,
December 2002; 20 (4):152-157.