Persepsi Individu Kunci dan Wisatawan tentang Pengelolaan dan Hambatan Ekowisata di Lampung Mangrove Center Perceptions of Key Individuals and Tourists on Ecotourism Management and Obstacles in Lampung Mangrove Center

  

Persepsi Individu Kunci dan Wisatawan tentang Pengelolaan dan

Hambatan Ekowisata di Lampung Mangrove Center

Perceptions of Key Individuals and Tourists on Ecotourism

Management and Obstacles in Lampung Mangrove Center

  1

  2

  3 1 DENDY PRASETYO , ARIEF DARMAWAN , BAINAH SARI DEWI Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Jl Sumantri Brojonegoro, Gedung Meneng,

Bandar Lampung 35145, Lampung, Indonesia. Tel.: +62-857-6991-9824, email: dendyprasetyo43@gmail.com.

  Abstrak. Lampung memiliki kawasan hutan mangrove yaitu Lampung Mangrove Center (LMC). LMC berpotensi untuk dijadikan ekowisata dengan syarat pengelolaan berjalan dengan baik. Penelitian mengenai persepsi individu kunci dan wisatawan tentang pengelolaan dan hambatan pelaksanaan ekowisata menjadi penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi individu kunci dan wisatawan tentang ekowisata.

  Lokasi penelitian di Lampung Mangrove Center Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Metode penelitian menggunakan metode wawancara dengan teknik snowball sampling dan studi literatur yang dilaksanakan pada bulan April 2017. Hasil penelitian menunjukkan persepsi individu kunci dan wisatawan berbeda mengenai ekowisata di Desa Margasari. Persepsi individu kunci dan wisatawan berbeda mengenai ekowisata di Desa Margasari. Individu kunci menilai pengelolaan sudah berjalan baik (100%) wisatawan menilai pengelolaan ekowisata masih buruk (80%). Seluruh wisatawan (100%) menilai bahwa sarana dan prasarana perlu adanya perbaikan di segala sektor. Hambatan pengelolaan ekowisata di Desa Margasari menurut wisatawan dan individu kunci adalah akses transportasi umum yang minim, pemerintah belum bersinergi dengan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata dan citra buruk Lampung Timur sebagai daerah konflik penambangan pasir.

  Kata kunci : Desa Margasari, Ekowisata, Hutan Mangrove, Persepsi Abstract. Lampung has the area of mangrove forests, namely Lampung Mangrove Center (LMC). LMC potentially for ecotourism on the condition that the management is going well.

  Research on the perceptions of key individuals and tourists about the management and ecotourism implementation barriers becomes important to do. This research aims to analyze the perceptions of key individuals and tourists about ecotourism. Research locations in Lampung Mangrove Center Village Sub-district Margasari Labuhan Maringgai, Lampung Regency East Lampung. Research methods methods interviews with snowball sampling and study of literature that was implemented in April 2017. The results showed the perception of key individuals and different travelers about ecotourism in Margasari Village. Key individuals assess the management has been running well (100%) of travelers rate the management of ecotourism is still bad (80%). The entire tourist (100%) rate that the need for infrastructure improvements in all sectors. Resistance management of ecotourism in Margasari Village, according to travelers and key individuals access to public transport is minimal, the Government has yet to synergize with the community in the management of ecotourism and East Lampung bad image as conflict areas sand mining Keywords : Line Design, Margasari Village, Ecotourism, perception

  PENDAHULUAN Hutan mangrove mencangkup sebagian besar wilayah pesisir Asia tenggara, yang menyediakan ekosistem yang dibutuhkan oleh jutaan manusia yang tinggal di zona pesisir

  (Friess, 2017). Salah satu dari sumberdaya di wilayah pesisir yang mendapat perhatian saat ini adalah ekosistem mangrove (Agussalim dan hartoni, 2016). Indonesia adalah negara mega biodiversity dunia yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi setelah Brasil, dengan keunikan, keaslian dan keindahan alamnya (Indrawan dkk, 2007).

  Ekosistem hutan mangrove banyak tersebar di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung. Hutan Mangrove di Lampung berada di sepanjang 896 km dari total panjang pantai sepanjang 1.105 km (Priyanto, 2012). Salah satunya berada di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur dengan luasan area 700 ha dan kini telah mengalami peningkatan luas 117,59 ha sejak 2010 sampai 2013 (Yuliasamaya dkk, 2014; Dewi dkk, 2016, Harianto dkk, 2015; Cessario dkk, 2015).

  Hutan mangrove di Desa Margasari merupakan ekosistem hutan mangrove yang menyimpan potensi baik secara fisik, ekonomi dan ekologi (Ariftia dkk, 2014). Ekosistem hutan mangrove Lampung Mangrove Center adalah sumberdaya milik bersama (CPRs) (Kustanti dkk, 2014).

  Salah satu masalah pada ekosistem mangrove adalah tingginya tingkat abrasi dan gelombang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan ekosistem pesisir yang mengakibatkan sejumlah kawasan mangrove semakin berkurang bahkan rusak, sehingga perlu upaya pengembangan ekowisata mangrove melalui kegiatan ekowisata sebagai salah satu cara melestarikan ekosistem pesisir (Putra dkk, 2015).

  Ekowisata saat ini telah menjadi alternatif pariwisata yang digemari masyarakat karena menawarkan keindahan dan pendidikan lingkungan. Kegiatan ekowisata mengintegrasikan kegiatan pariwisata, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal (Saputra dan Setiawan, 2014). Kegiatan ekowisata pada dasarnya diselenggarakan dengan kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan, menciptakan ketenangan, memelihara flora dan fauna, serta terpeliharanya lingkungan hidup, sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam sekitarnya (Nugraha dkk, 2015). Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui persepsi individu kunci dan wisatawan mengenai pengelolaan ekowisata dan hambatan dalam pengelolaan ekowisata dengan teknik wawancara secara mendalam.

METODE PENELITIAN

  Tempat penelitian yaitu di LMC, Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, kabupaten Lampung Timur pada bulan April 2017. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

  Gambar 1. Lokasi penelitian desain jalur interpretasi ekowisata hutan mangrove Skala 1 : 45.000 (Prasetyo,dkk 2018).

  Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : alat tulis, kamera, kuisioner. Sedangkan objek yang digunakan pada penelitian ini yaitu individu kunci pengelola ekowisata dan wisatawan pengunjung objek ekowisata Desa Margasari. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan individu kunci dan wisatawan menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan data profil desa dari pihak desa.

  Pengambilan data persepsi pengelolaan dan hambatan ekowisata menggunakan metode wawancara mendalam sehingga sampel ditentukan dengan teknik Snowball Sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel data secara bertahap. Pertama identifikasi orang yang dianggap informan untuk wawancara, kemudian orang tersebut dijadikan informan untuk mengidentifikasi orang lain sebagai sampel yang dapat memberi informasi (Silalahi, 2009). Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu wawancara dan studi pustaka. Analisis kuisioner dilakukan dengan cara analisis deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Persepsi Masyarakat Terhadap Ekowisata di Lampung Mangrove Center (LMC) Desa

  Margasari

1.1. Individu Kunci (Key person)

  Pada penelitian ini terdapat 4 individu kunci yang di wawancarai, yaitu : Bapak Subak dan Bapak Yani selaku pengelola mangrove, Ibu Yaya selaku pengelola rumah baca dan penggiat ekonomi kreatif, dan Bapak Nanang selaku sekretaris Desa Margasari. Hasil wawancara dengan individu kunci terhadap pengelolaan ekowisata dapat dilihat pada Gambar 1.

  90% 80% 70% en nd

  60% po es 50% R se 40% ta

  30% en rs

  20% Pe

  10% 0% Baik Buruk Persepsi Responden

  Didapatkan hasil yaitu, individu kunci menilai pengelolaan sudah berjalan baik sedangkan potensi ekowisata yang ada di Desa Margasari berupa, ekonomi kreatif, bermain ombak, melihat ikan gelodok, birdwatching, kuliner seafood, rumah baca, menanam mangrove, mangrove walk, memancing, berperahu, pulau perusahaan gas negara (PGN) dan panorama alam yang disajikan di jalur pipa PGN. Aktivitas wawancara dapat dilihat Gambar 2 dengan salah satu narasumber yaitu Bapak Subak selaku individu kunci di Desa Margasari.

  Gambar 2. Wawancara mendalam dengan Bapak Subak selaku Ketua Kelompok Nelayan dan Ketua Kelompok Margajaya Desa Margasari.

  Tipe kelembagaan di Desa Margasari tergolong partisipasi pasif yaitu pada gabungan kelompok tani, kelompok pengolah ikan, kelompok pengolah terasi dan kelompok nelayan, partisipasi konsultatif yaitu pada kelompok PLH, dan partisipasi mobilisasi swakarsa pada kelompok Margajaya (Cesario, 2015). Pengelolaan ekowisata di Desa Margasari dikelola oleh beberapa kelompok yaitu kelompok nelayan, Kelompok Margajaya, Pamswakarsa dan Kelompok wanita tani cinta bahari. Selain itu, masyarakat sekitar juga berperan aktif dalam pengelolaan ekowisata, hal ini karena didorong rasa khawatir masyarakat yang takut apabila tidak ada hutan mangrove maka dapat mengancam anak cucu mereka dari abrasi air laut yang kapan saja bisa menerjang.

  Aktivitas berwisata yang masih berjalan sampai saat ini yaitu berperahu mengelilingi hutan mangrove, kegiatan membaca di rumah baca, memancing dan menanam mangrove. Beberapa aktivitas ekowisata tidak lagi berjalan di Desa Margasari seperti aktivitas birdwatching di menara birdwatching yang berada di Dusun 1. Menara birdwatching tidak lagi berfungsi dikarenakan akses untuk menuju lokasi menara birdwatching tidak terjangkau akibat bertambahnya luasan tambak udang milik masyarakat yang menutup akses jalan menuju lokasi tersebut.

  Kegiatan birdwatching di menara birdwatching bukan satu-satunya kegiatan yang tidak berjalan lagi tetapi ada kegiatan mangrove walk yang tidak dapat lagi dilaksanakan, tepatnya di Dusun 12 Desa Margasari. Hal ini dikarenakan rusaknya akses boarding walk (jembatan) yang dibuat pemerintah pada tahun 1990an karena aktivitas abrasi. Panjang akses boarding walk mangrove di Dusun 12 yaitu 500 m dengan rute menelusuri sebagian hutan mangrove di Lampung Mangrove Center (LMC). Kerusakan track mangrove walk ini juga berdampak pada turunnya aktivitas ekonomi kreatif yang digalakkan oleh masyarakat dari bahan baku yang ada disekitar lingkungan mereka karena kurangnya kunjungan pengunjung yang melakukan aktivitas ekowisata di Desa Margasari.

  Masyarakat berharap dengan adanya aktivitas ekowisata terdapat fasilitas untuk taman bermain anak-anak, luasan hutan mangrove bisa bertambah, Desa Margasari bisa menjadi desa pariwisata tingkat nasional, dibuatnya akses jembatan yang menghubungkan area pipa jalur PGN sebagai lokasi ekowisata, serta ditambahnya fasilitas air bersih mengingat sangat sulit masyarakat mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari terutama di Dusun 12. Hal ini harus diperbaiki karena fasilitas sarana dan prasarana sangat mempengaruhi tingkat minat pengunjung suatu tempat pariwisata (Suchaina, 2014). Dalam hal ini, salah satu cara untuk mengangkat kembali aktivitas ekowisata yaitu dengan pengelolaan yang baik sehingga terciptanya ekowisata yang melibatkan masyarakat sekitar agar ekowisata dapat berjalan dengan baik sekaligus kelestariannya terjaga (Nawawi, 2013).

  1. 2. Wisatawan Persepsi wisatawan sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan berwisata agar dapat berjalan dengan baik. Pada Gambar 3 disajikan persentase persepsi wisatawan tentang pengelolaan ekowisata.

  Gambar 3. Persepsi responden wisatawan terhadap pengelolaan ekowisata di Desa Margasari Persepsi wisatawan terhadap pengelolaan ekowisata di Desa Margasari dapat dilihat pada gambar 3. Wisatawan (80%) menilai bahwa pengelolaan ekowisata sudah baik karena peran pengelola dalam kegiatan berwisata sudah dapat dirasakan oleh wisatawan. Sedangkan wisatawan (20%) menilai pengelolaan masih buruk karena mereka melihat kurangnya peran pengelola dalam aktivitas berwisata.

  Potensi ekowisata di Desa Margasari menurut wisatawan cukup banyak dan beragam mulai

  0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

  Baik Buruk Pe rs en ta se R es po nd en

  Persepsi Responden mengelilingi tambak, ekonomi kreatif, bermain ombak, birdwatching, mangrove walk dan kuliner seafood.

  Wisatawan cukup mengerti potensi di daerah tersebut namun, setiap orang hanya mengetahui enam potensi yang ada di daerah tersebut. Hal ini berbeda dengan pendapat individu kunci yang mengatakan ada 12 potensi wisata yang bisa dinikmati di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Hal ini terjadi karena banyak wisatawan yang belum mengetahui bahwa objek wisata tersebut sudah dikelola dan sudah dijadikan sebagai objek wisata.

  Masalah lain yang membuat para wisatawan tidak mengetahui banyak potensi di daerah margasari karena kurangnya promosi, selain itu akses yang masih kurang baik seperti jalan yang masih berlubang dan belum adanya kendaraan umum yang melalui daerah tersebut menjadi kendala bagi wisatawan untuk berkunjung ke Desa Margasari.

  Gambaran umum dari para wisatawan apabila mendengar kata-kata Lampung Timur image yang timbul adalah daerah konflik dengan banyak rekam jejak negatif termasuk konflik pertambangan pasir. Dalam pengelolaan ekowisata, wisatawan secara umum kurang mengetahui siapa yang mengelola, namun beberapa wisatawan ada yang menjawab nelayan, warga setempat, dan Universitas Lampung.

  Keadaan track menuju lokasi dinilai wisatawan masih buruk/kurang layak karena banyaknya jalan yang masih berlubang. Dengan adanya aktivitas ekowisata wisatawan berharap adanya peningkatan pendapatan masyarakat setempat, ketersediaan air bersih ditingkatkan, LMC lebih terkenal dan banyak pengunjung, Lampung timur tidak lagi dianggap sebagai daerah kriminal tetapi menjadi daerah wisata, akses transportasi umum bisa sampai lokasi wisata, jalan diperbaiki, pemerintah lebih aktif dalam pemberdayaan masyarakat, pengelolaan lebih baik agar dilirik oleh wisatawan, dan LMC diharapkan menjadi poin plus bagi Provinsi Lampung pada umumnya dan masyarakat setempat pada khususnya.

  Wisatawan sangat mau membantu LMC menjadi wilayah ekowisata dengan cara menyebarluaskan informasi tentang LMC apabila diminta membantu promosi demi kemajuan ekowisata di daerah tersebut.

2. Hambatan Pengelolaan Ekowisata

  Hambatan pengelolaan ekowisata yang menyebabkan aktivitas ekowisata tidak berjalan dengan baik di Desa Margasari yaitu akses jalan menuju Desa Margasari masih sangat buruk.

  Jalan menuju ke lokasi wisata masih banyak yang berlubang. Selain itu, tidak adanya moda transportasi massal yang menjangkau Desa Margasari, yang ada hanya ojek dengan tarif yang relatif mahal untuk perjalanan menuju ke Desa Margasari. Menurut Sedarmayanti (2005), kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar selain itu menurut Fernando dan Shariff (2013), industri ekowisata tumbuh dan berubah dengan cepat menjadi industri yang bisa meningkatkan pendapatan dan dapat menyerap pekerja di banyak negara. Namun, di Desa margasari kegiatan ekowisata belum berjalan secara optimal sehingga peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat dari sektor ekowisata belum bisa dirasakan. Hal ini juga dikarenakan proses pembangunan ekowisata belum melibatkan semua lapisan masyarakat, mulai dari kalangan atas sampai lapisan bawah, baik kalangan pemerintah, swasta maupun masyarakat. Idealnya Pengelolaan ekowisata membutuhkan dukungan dari berbagai pihak (Pamungkas, 2013).

  Semua pihak diharapkan turut membantu dan menunjang usaha pembangunan pariwisata. Masyarakat terdorong untuk berpartisipasi apabila mereka mengetahui apa yang perlu mereka bantu dan mengapa mereka harus membantu. Mereka akan tertarik untuk ikut menunjang pembangunan pariwisata apabila mereka telah memahami bahwa mereka akan mendapatkan manfaat yang positif (Suwantoro, 1997). Selain itu, dalam rangka menjalankan pengelolaan ekowisata, diperlukan kapasitas untuk menjalankan program. Sehingga kemudian pengelolaan ekowisata dapat dilakukan secara efektif dan efisien (Pamungkas, 2013). Namun, yang terjadi di Desa Margasari yaitu belum adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan objek ekowisata baik melalui program atau pelibatan masyarakat dalam ekowisata sehingga pengelolaan ekowisata kurang berjalan baik di Desa Margasari.

  Menurut Satria (2009) rendahnya partisipasi masyarakat dalam ekowisata karena masyarakat seringkali hanya sebagai obyek atau penonton, tanpa mampu terlibat aktif dalam setiap proses-proses ekonomi didalamnya. Masyarakat sebagai subyek pengembangan suatu kawasan ekowisata sangat dibutuhkan partisipasinya, namun kenyatannya partisipasi masyarakat masih kurang optimal, padahal pengembangan ekowisata dapat meningkatkan perekonomian dari warga di sekitar kawasan ekowisata (Sari, 2015). Pada penerapannya di Desa Margasari pengelolaan ekowisata hanya melibatkan sebagian kecil masyarakat.

  Pengelolaan ekowisata yang baik akan menghasilkan beberapa keuntungan dalam berbagai aspek. Akan tetapi, apabila tidak dikelola dengan benar, maka ekowisata dapat berpotensi menimbulkan masalah (Hijriati dan Mardiana, 2014).

  Ekowisata belum memberikan keuntungan bagi Desa Margasari karena pengelolaannya masih terkesan seadanya. Selain itu, belum adanya terobosan pengembangan produk wisata sehingga wisatawan mengalami kejenuhan (Trigantiarsyah dkk, 2011).

  Potensi pesisir laut Desa Margasari banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan lemahnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir (Budiharsono, 2001). Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir saat ini masih didominasi oleh kegiatan penangkapan ikan, sedangkan kegiatan ekonomi lainnya, seperti ekowisata belum berkembang dengan baik (Rahmayani, 2015). Sarana dan prasarana lain yang kurang mendukung adalah kurangnya ketersediaan air bersih yang masih sangat minim khususnya di Dusun 12. Selain itu, menara birdwatching yang sudah dibuat oleh pemerintah desa dan Universitas Lampung sudah tidak terurus dan juga akses menuju lokasi menara birdwatching sangat sulit dijangkau karena adanya aktivitas pertambakan masyarakat yang semakin hari semakin bertambah luasan tambak yang masyarakat miliki. Pemanfaatan lahan yang kurang tepat disebabkan oleh faktor kebiasaan dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi ekosistem yang ada disekitar mereka dan cenderung hanya memikirkan kebutuhan dalam waktu singkat tanpa memikirkan dampaknya (Julia, 2016).

  Faktor alam juga berperan dalam berlangsungnya aktivitas ekowisata, salah satu hal yang sering terjadi di pesisir pantai Desa Margasari adalah tigginya aktivitas abrasi air laut.

  KESIMPULAN Persepsi individu kunci dan wisatawan berbeda mengenai ekowisata di Desa Margasari.

  Individu kunci menilai pengelolaan sudah berjalan baik (100%) wisatawan menilai pengelolaan ekowisata masih buruk (80%). Seluruh wisatawan (100%) menilai bahwa sarana dan prasarana perlu adanya perbaikan di segala sektor. Hambatan pengelolaan ekowisata di Desa Margasari menurut wisatawan dan individu kunci adalah akses transportasi umum yang minim, pemerintah belum bersinergi dengan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata dan citra buruk Lampung Timur sebagai daerah konflik penambangan pasir.

DAFTAR PUSTAKA

  Agussalim, A., dan Hartoni. 2016. Potensi Kesesuaian Mangrove Sebagai Daerah Ekowisata di Pesisir Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin. Maspari Journal. 6(2) : 148-156.

  Ariftia, I. R., Qurniati, R., dan Herwanti, S. 2014. Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari 2(3): 19-28.

  Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Pramita. 159 Hal.

  Cesario, E. A., Qurniati, R dan Yuwono, B.S. 2015. Partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari. 3(2): 21-30. Dewi, S.B., Hilmanto, R., dan Herison, A. 2016. Lampung Mangrove Center ; Upaya Riset dan Pengabdian untuk Bangsa.Yogyakarta. Plantaxia. 31 Hal.

  Fernando, J.L.S., dan Shariff, M.N. 2013. Wetland ecotourism in Sri Lanka: Issues and challenges. Malaysian Journal of Society and Space. 9(4): 99 – 105.

  Friess, A. D., 2017. Ecotourism as a Tool for Mangrove Conservation. Sumatra Journal of Disaster, Geography and Geography Education. 1(1): 24-35.

  Harianto. P. S., Dewi. S. B., dan Wicaksono. M. D. 2015. Mangrove Pesisir Lampung Timur Upaya Rehabilitasi dan Peran serta Masyarakat. Plantaxia. Yogyakarta. 24 Hal.

  Hijriati, E. dan Mardiana, R. 2014. Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat Batusuhunan, Sukabumi. Jurnal Sosiologi Pedesaan 2 (3): 146-159.

  Terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi Di Kampung. Indrawan, M., Supriatna, J., dan Primack, R. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 625 Hal.

  Julia, D. 2016. Studi Tentang Pengawasan Hutan Mangrove oleh Dinas Kehutanan di Kota Tarakan. eJournal Pemerintahan Integratif 4 (2): 155-165.

  Kustanti, A., Nugroho, B., Nurrochmat, R.D., dan Okimoto, Y. 2014. Evolusi Hak Kepemilikan dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Di Lampung Mangrove Center.

  Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 1 (3) : 143-158. Nawawi, A. 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Wisata Pantai Depok di Desa Kretek Parangtritis. Jurnal Nasional Pariwisata. 5(2): 103-109.

  Nugraha, B., Banuwa, I.S., dan Widagdo, S. 2015. Perencanaan Lanskap Ekowisata Hutan Mangrove Di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari 3(2): 53-66.

  Sedarmayanti. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT.Refika Aditama, Bandung.

  Pamungkas, G. 2013. Ekowisata Belum Milik Bersama: Kapasitas Jejaring Stakeholder dalam Pengelolaan Ekowisata (Studi Kasus: Taman Nasional Gunung Gede Pangrangno). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 24(1) : 49–64.

  Priyanto. 2012. Dalam Berita. 48% hutan “Mangrove” di Lampung rusak. Harian Lampung Post. Di akses pada 2 Januari 2017, pukul 16.30 WIB. http://Watala.org/new/?p=156.

  Putra, C. A., Anggoro, S., dan Kismartini. 2015. Strategi Pengembangan Ekowisata Melalui Kajian Ekosistem Mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jurnal Saintek Perikanan 10(2) : 91-97.

  Rahmayani, H. 2015. Ekowisata Mangrove Sebagai Kawasan Perlindungan Sumberdaya Alam Dan Nilai Budaya Di Bandar Bakau Kota Dumai. Jurnal Jom FISIP 2(1): 1-15.

  Saputra, E, S. dan Setiawan, A. 2014.Potensi Ekowisata Hutan Mangrove Di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Sylva lestari 2(2) : 49- 60.

  Sari, I.R. 2015. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Seloringgit Ecoturism di Dusun Mendiro Desa Panglungan Kecamatan Wonosalam. Jurnal Swara Bhumi 2:3 (42-50).

  Satria, D. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang. Journal Of Indonesian Apllied Economics. 3(1): 37-47.

  Silalahi, U. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung. PT. Refika Aditama. 518 Hal. Suchaina. 2014. Pengaruh Kualitas Fasilitas Sarana Dan Prasarana Terhadap Peningkatan

  Jumlah Pengunjung Wisata Danau Ranu Grati. Jurnal Psikologi. 2(2): 89-109. Suwantoro, G. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Penerbit Andi. Yogyakarta. 108 Hal. Trigantiarsyah, R., Mulyadi, H. 2012. Pengembangan Produk Wisata Dengan Menggunakan Teknik Tourism Opportunity Spectrum Terhadap Keputusan Berkunjung (Survei Pada Pengunjung Cukang Taneuh/Green Canyon Kabupaten Ciamis). Tourism and Hospitality Essentials (THE) Journal. 2 (1): 157-177.

  Yuliasamaya., Darmawan, A., dan Hilmato, R. 2014. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pesisir Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari. 2(3): 111-1

  1

Dokumen yang terkait

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

20 256 138

Persepsi dan Partisipasi Masyarkat Terhadap Pengelolaan Hutan Mangrove di Pantai Bunga Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara

3 42 104

Pengaruh Metode Penyuluhan Lampung Mangrove Center (LMC) kepada Kelompok Nelayan terhadap Peningkatan Pengetahuan Pelestarian Hutan Mangrove (Studi pada Kelompok Nelayan Desa Mergasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur)

0 2 6

Bacteria as Potential Indicators of Heavy Metal Contamination in a Tropical Mangrove and the Implications on Environmental and Human Health

0 0 7

Children in Conflict with the Law in the Bureau of Jail Management and Penology and Pag-asa (Hope) Youth Center in Iligan City

0 0 28

Mangrove Conservation in East Java: The Ecotourism Development Perspectives

0 0 9

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

1 1 17

Modification of live feed from intermediate cultivation of isolate Nannochloropsis sp. of the waters of Lampung Mangrove Center

0 0 11

Kultur Skala Semi masal isolat Nannochloropsis sp dari Perairan Ekosistem Lampung Mangrove Center Sebagai Sebagai Pakan Hidup

0 0 12

77 Upaya Konservasi Sonneratia caseolaris di Lampung Mangrove Center Conservation Effort of Sonneratia caseolaris in Lampung Mangrove Center

0 0 7