Efektivitas Biji Kelor dan Kulit Pisang

Laporan Pengelolaan Limbah
Efektifitas Biji Kelor (Moringa oleifera) dan Kulit Pisang
Sebagai Koagulan dan Absorben Alami untuk Limbah Cair
Di Sungai Gunungsari

Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.

Putri Enizs Wahyu R.
Nitamaya Nursa’diyah
Sulfainiati
Fajarina Nurulita

(103204080)
(103204213)
(103204214)
(103204216)


Pendidikan Biologi B 2010

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2014
KATA PENGANTAR

1

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini
dengan tepat pada waktunya yang berjudul “Efektifitas Biji Kelor (Moringa oleifera) dan
Kulit Pisang Sebagai Koagulan dan Adsorben Alami Untuk Limbah Cair Di Sungai
Gunungsari”
Laporan ini merupakan tugas akhir dari mata kuliah Pengelolaan Limbah, dimana
telah dilakukan praktikum sebelumnya. Laporan ini berisikan tentang informasi mekanisme
koagulasi dari dari biji kelor dan adsorben alami dari kulit pisang, pengaruh biji kelor dan
kulit pisang dalam menjernihkan air dengan cara mengkoagulasi partikel-partikel limbah,
uji toksisitas hasil penjernihan air dengan menggunakan ikan mas.

Dharapkan laporan ini dapat memberikan informasi kepada semua mahasiswa atau
masyarakat mengenai efektifitas biji kelor dan kulit pisang sebgai koagulan dan adsorben
alami.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Surabaya, 15 Januari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

2

Cover Judul .......................................................................................................................


i

Kata Pengantar .................................................................................................................

ii

Daftar Isi .........................................................................................................................

iii

Bab I Pendahuluan ...........................................................................................................

1

A. Latar Belakang .....................................................................................................

1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................


3

C. Tujuan ...................................................................................................................

3

D. Manfaat .................................................................................................................

3

Bab II Kajian Pustaka .......................................................................................................

5

A. Pengertian Pencemaran ........................................................................................

5

B. Pengertian Air ......................................................................................................


6

C. Pencemaran Air Sungai ........................................................................................

6

D. Limbah .................................................................................................................

7

E. Koagulasi dan Flokulasi .....................................................................................

11

F. Mekanisme Koagulasi ........................................................................................

12

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koagulasi ...................................................


13

H. Uji Toksisitas ......................................................................................................

18

Bab III Metode Penelitian ..............................................................................................

21

A. Jenis Penelitian ...................................................................................................

21

B. Tempat dan Waktu .............................................................................................

21

C. Variabel-variabel Penelitian ...............................................................................


21

D. Sasaran Penelitian ..............................................................................................

21

E. Definisi Operasional ...........................................................................................

21

F. Alat dan Bahan ...................................................................................................

22

G. Langkah Kerja ....................................................................................................

22

H. Rancangan Penelitian .........................................................................................


23

I. Teknik Analisis Data ..........................................................................................

24

Bab IV Hasil dan Pembahasan .......................................................................................

25

A. Hasil ...................................................................................................................

25

B. Analisis Data ......................................................................................................

26

C. Pembahasan ........................................................................................................


27

Bab V Penutup ...............................................................................................................

30

3

A. Kesimpulan .........................................................................................................

30

B. Saran ...................................................................................................................

30

Daftar Pustaka ................................................................................................................

31


Lampiran ........................................................................................................................

33

BAB I

4

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Roda kehidupan yang terus berputar memaksa manusia dengan segala
kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha memenuhi segala kebutuhan
hidupnya. Salah satu yang nampak adalah adanya urbanisasi penduduk pedesaan ke
daerah perkotaan. Penambahan jumlah penduduk yang tinggi inilah yang
menyebabkan terjadinya perluasan areal pemukiman, sehingga menyebabkan
peningkatan aktivitas manusia di rumah tangga. Peningkatan aktivitas manusia
inilah yang menyebabkan terjadinya limbah rumah tangga. Selain aktivitas rumah
tangga, kegiatan industri juga merupakan salah satu sumber pencemar yang
potensial.. Penurunan kualitas lingkungan akan berpengaruh terhadap kualitas

kesehatan penduduk yang tinggal di daerah lingkungan tercemar akan menjadi
buruk dan berdampak pada menurunnya daya kreatifitas penduduk. Salah satu
penyebab penurunan kualitas lingkungan adalah pencemaran air, dimana air yang
digunakan setiap harinya tidak lepas dari pengaruh pencemaran yang diakibatkan
oleh ulah manusia, misalnya saja pencemaran di kota Surabaya.
Kota Surabaya merupakan pusat dari kegiatan industri, dimana banyak
terdapat pabrik-pabrik dan industri rumah tangga besar maupun kecil yang berdiri di
kota tersebut. Pada umumnya lokasi industri ini terletak di kawasan pemukiman dan
tidak mengolah limbah secara benar, sehingga berpotensi mencemari sungai di
sekitarnya. Aliran air sungai yang ada di kota Surabaya merupakan sumber utama
air yang digunakan untuk kebutuhan hidup masyarakat Surabaya, misalnya untuk
mencuci, memasak atau digunakan sebagai air minum. Air limbah rumah tangga
inilah yang merupakan sumber yang banyak ditemukan di lingkungan. Salah satu
komponennya yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan berasal dari deterjen
karena manusia pasti menggunakan deterjen untuk setiap harinya sebagai bahan
pembersih di rumah tangga. Deterjen-deterjen tersebut banyak mengandung ABS
(Alkyl Benzene Sulpphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen
tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme sehingga dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993).

5

Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen dalam konsentrasi yang
tinggi dapat mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang
mengkonsumsi biota tersebut. Menurut surat kabar harian Surabaya pada tanggal 15
November 2013, terjadi kematian ikan di sungai Surabaya akibat pencemaran
limbah. Kasus kematian ikan November lalu disebabkan karena turunnya kadar
oksigen dalam air akibat tingginya volume limbah yang dibuang ke sungai oleh
industri yang ada di sepanjang sungai Surabaya, mulai kawasan Warugunung
sampai Gunungsari. Sehingga untuk mengurahi pencemaran limbah yang ada maka
harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar tidak mencemari lingkungan
sekitar.
Teknologi pengolahan air limbah yang dipilih harus dapat meningkatkan
kualitas air efluent dari sistem yang digunakan baik secara fisik, kimia maupun
bakteriologis. Metode pengolahan air khususnya air sungia yang umum digunakan
adalah pengolahan secara fisika-kimia, yakni koagulasi-flokulasi diikuti dengan
sedimentasi. Akan tetapi, metode ini sering mengalami kegagalan karena prosesnya
terlalu kompleks seerta memerlukan biaya yang relatif tinggi (Chandra, 1998). Oleh
karena itu, para peneliti melakukan penelitian untuk mencari bahan-bahan yang
murah, mudah didapatkan serta efektif dalam menanggulangi limbah, seperti biji
kelor, arang dan kulit pisang.
Selain itu, pohon kelor (Moringa oleifera) diketahui mengandung
polielektrolit kationik dan flokulan alamiah dengan komposisi kimia berbasis
polipeptida yang mempunyai berat molekulmulai 6000 sampai 16000 dalton,
mengandung hingga 6 asam-asam amino terutama asam glutamat, metionin dan
arginin (Jahn, 1986). Sebagai biflokulan, bijji kelor kering dapat digunakan untuk
mengkoagulasi-flokulasi kekeruhan air. Chandra (1998), mencoba menggunakan
biji dengan kulit dalam pengolahan limbah cair pabrik tekstil khususnya untuk
menurunkan kandungan padatan tersuspensi dan kekeruhan. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa penambahan biji ke dalam limbah cair dengan dosis 10 ml/l
dapat mereduksi zat warna hingga 98% dan penurunan BOD serta COD limbah cair
sebesar 62,5%. Setelah dilakukan penjernihan selanjutnya dilakukan uji toksisitas.
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia yang masih terkandung di
dalam air. Uji ini menggunakan ikan mas sebagai hewan uji.

6

Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai efektifitas
pemberian biji kelor dan kulit pisang sebagai bahan fitoremidiasi air limbah dan uji
toksisitas di sungai daerah Gunung sari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan
masalah diantaranya:
1. Bagaimana kualitas air sungai di daerah Gunungsari sebelum dilakukan
penjernihan ?
2. Apakah serbuk biji kelor dan kulit pisang memiliki kemampuan sebagai koagulan
dan flokulan pada air limbah yang berasal dari sungai Gunungsari?
3. Berapakah dosis penggunaan serbuk biji kelor dan kulit pisang yang optimal
untuk memperbaiki kualitas air limbah ?
4. Bagaimana pengaruh pemberian serbuk biji kelor dan kulit pisang pada air sungai
terhadap kecepatan membuka dan menutupnya operkulum ikan ?
5. Bagaimana pengaruh pemberian serbuk biji kelor dan kulit pisang pada air sungai
terhadap mortalitas ikan mas ?
C. Tujuan
1. Mengetahui kualitas air sungai di daerah Gunung Sari sebelum dilakukan
penjernihan.
2. Mengetahui serbuk biji kelor dan kulit pisang memiliki kemampuan sebagai
koagulan dan flokulan pada air limbah yang berasal dari sungai Gunungsari.
3. Mengetahui dosis penggunaan serbuk biji kelor dan kulit pisang yang optimal
untuk memperbaiki kualitas air limbah.
4. Mengetahui pengaruh pemberian serbuk biji kelor dan kulit pisang pada air
sungai terhadap kecepatan membuka dan menutupnya operkulum ikan
5. Mengetahui pengaruh pemberian serbuk biji kelor dan kulit pisang pada air
sungai terhadap mortalitas ikan mas.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan bagi masyarakat
tentang pemanfaatan biji kelor, arang dan kulit pisang yang digunakan untuk

7

penjernihan air limbah serta diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam
bidang ilmu pengetahuan khususnya ekologi dan pengelolaan limbah.

8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pencemaran
Manusia melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya. Berbagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, pada
akhirnya akan menghasilkan sisa berupa sampah atau limbah yang dibuang ke
lingkungan. Hal ini terjadi karena setiap aktivitas manusia pada dasarnya adalah
proses pengubahan zat atau energi dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya. Setiap
proses tersebut tidak dapat sepenuhnya diubah, melainkan selalu ada sisa atau
disebut entropi yang kemudian menjadi sampah atau limbah yang masuk atau
dimasukkan ke dalam lingkungan.
Salim (1984) menyatakan apabila terjadi gangguan terhadap salah satu
tatanan lingkungan hidup karena perbuatan manusia atau proses alam, maka akan
terjadi gangguan terhadap keseimbangan ekosistem dalam lingkungan hidup
menyeluruh. Oleh karena itu, agar tetap terpelihara keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia dan makhluk-makhluk lainnya.
Pencemaran lingkungan berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup
No 32 tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia,
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Perubahan lingkungan akibat pesatnya perkembangan industri yang
menyebabkan pencemarandari hasil limbah buangan industri. Limbah tanpa
pengolahan terlebih dahulu yang dibuang ke lingkungan akan mengakibatkan
pencemaran air, tanah, dan udara.
B. Air
Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan.
Makhluk hidup di muka bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air.
Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam
kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam jaringan hidup, air
merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekskresi (Achmad, 2004).

9

Air bersih sangat dibutuhkan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup
sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota maupun untuk
keperluan pertanian dan lain sebagainya. Dewasa ini, air menjadi masalah yang
perlu mendapat perhatian yang serius. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan
standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak
tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia.
Sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian
pula secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat.
Setiap tahun berjuta ton partikel padat terlepas di udara melalui cerobong
asap pabrik dan knalpot kendaraan sehingga mengkontaminasi awan yang
terbentuk, sehingga hujan yang turun pun dari hari ke hari semakin tinggi derajat
keasamannya, yang kemudian di dalamnya terkandung zat-zat yang berbahaya bagi
tubuh kita. Timbulnya penyakit dari ringan dan instant seperti gatal-gatal di kulit
atau timbulnya diare maupun berat dan bersifat akumulasi sehingga berakibat
timbulnya potensi penyakit seperti kanker (Achmad, 2004).
C. Pencemaran Air Sungai
Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang
melebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleb debit air limbah
yang dihasilkan. Indikator pencemaran sungai selain secara fisik dan kimia juga
dapat secara biologis, seperti kehidupan plankton. Pencemaran air yaitu masuknya
mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air, sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya.
Berdasarkan definisinya pencemaran air yang diindikasikan dengan
turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu
tersebut diatas adalah baku mutu air yang ditetapkan. Dan berfungsi sebagi tolok
ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air. Di dalam peraturan
Pemerintah Republik Indanesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang kualitas dan
pengendalian pencemaran air disebutkan bahwa mutu air telah diklasifikasikan
menjadi 4 kelas, yang terdiri dari.

10

1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegiatan tersebut.
2) Kelas dua, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarna/sarana
rekreasi air. pembudidayaan ikan air tawar. peternakan, air untuk mengairi
pertanian, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
3) Kelas tiga, yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain yang
persyaratan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4) Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Pencemaran yang mengakibatkan penurunan kualitas air dapat berasal dari
limbah terpusat (point sources) dan limbah tersebar (non point sources). Limbah
terpusat dapat dihasilkan dari limbah-limbah industri, usaha peternakan, perhotelan,
rumah sakit, sedangkan limbah tersebar merupakan limbah-limbah yang dihasilkan
dari pertanian, perkebunan dan domestik (Santi, 2004).
D. Limbah
Limbah merupakan hasil sampingan dari suatu aktivitas yang sudah
merupakan bahan buangan dari proses produksi baik industri maupun domestik
(rumah tangga). Limbah juga dapat dikatakan sebagai materi atau komponen yang
dapat berupa padatan (solid wastes), cair (liquid wastes), atau gas (gaseous wastes)
yang dikeluarkan oleh suatu proses industri yang memiliki efek samping negatif
(Sugiharto, 1987:5). Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga
termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. (Peraturan Pemerintah
Republik IndonesiaNomor 16 Tahun 2005 Bab I Pasal 1.3)
Efek samping yang ditimbulkan dari limbah diantaranya: membahayakan
kesehatan manusia karena pembawa penyakit, merugikan dalam segi ekonomi
karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda, bangunan maupun tanaman dan
peternakan, merusak atau membunuh kehidupan dalam air seperti ikan dan binatang
peliharaan yang lain, dapat merusak keindahan karena bau busuk dan pemandangan
yang kotor. Limbah dapat berbentuk padat, cair maupun gas. Sumber air

11

buangan/limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu limbah rumah tangga,
limbah industri dan limbah rembesan. Air buangan/limbah ini mengandung racun
dan membahayakan. Bila air buangan/limbah ini tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan berbagai masalah atau dampak pada kehidupan dan pencemaran
lingkungan.
1. Limbah Cair
Limbah cair merupakan sisa buangan hasil suatu proses yang sudah
tidak dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan,
pertanian, dan sebagainya. Komponen utama limbah cair adalah air (99%)
sedangkan komponen lainnya bahan padat yang bergantung asal buangan
tersebut (Rustama, 1998).
Air limbah merupakan salah satu hasil dari aktifitas hidup manusia. Hal
tersebut dikarenakan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosialekonomi masyarakat itu sendiridan aktifitas manusia. Sumber air limbah dari
aktifitas manusia berkaitan dengan penggunaan air seperti mandi, mencuci,
tempat cuci, wc, industri dan lain-lain. Kualitas air limbah yang dihasilkan
tersebut sangat beragam, tergantung dari sumber dan sistem pengolahan yang
digunakan. Sehingga kualitas air limbah akan semakin baik jika ditangani atau
diolah dengan sistem pengolahan yang tepat. Pencemaran air adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke
dalam air dan/atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya. Dengan itu akan menyebabkan terbentuknya air limbah.
Air limbah adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga
yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya,
dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.
(Nuraini S, 2004).
Kualitas limbah dipengaruhi berbagai faktor yaitu : volume air limbah,
kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah. Penetapan standar
kualitas limbah harus dihubungkan dengan kualitas lingkungan. Kualitas
lingkungan dipengaruhi berbagai komponen yang ada dalam lingkungan itu

12

seperti kualitas air, kepadatan penduduk, flora dan fauna, kesuburan tanah,
tumbuh-tumbuhan dan lain-lain
2. Sifat-sifat Air Limbah
Sesuai dengan sifat dan bahan, maka air limbah dapat diketahui
parameter-parameter dalam pengolahan air limbah, antara lain (Prayoga, 2006):
a. Suhu
Suhu air limbah sangat berpengaruh terhadap adanya oksigen yang terlarut
di dalam air limbah. Suhu yang tinggi dalam air limbah dapat menurunkan
oksigen terlarut (DO). Suhu optimum untuk aktifitas mikroorganisme adalah
25oC-35oC.
b. pH (derajat keasaman)
pH adalah kandungan atau konsentrasi ion hidrogen dalam air. Konsentrasi
ion hidrogen ini sangat berpengaruh terhadap reaksi kimia juga pada proses
biologis. pH yang baik untuk air limbah antara 6,5-8,5. Proses biologis air
limbah akan sangat sulit jika pH air limbah tidak netral.
c. BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk menguraikan benda
organik oleh bakteri aerobik melalui proses biologis (Biological Oxidation)
secara dekomposisi aerobik.
Semakin banyak zat organik yang diuraikan maka akan semakin banyak pula
pemakaian

akan

menuju

keadaan

yang

aerobik,

kemudian

akan

menyebabkan bau tidak enak karena timbulnya gas-gas. COD atau
kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organik secara kimiawi. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara
alamiah

dapat

dioksidasikan

melalui

proses

mikrobiologis

dan

mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen dalam air. Hasil
pengukuran COD dapat digunakan untuk memperkirakan BOD. Penguraian
bahan organik secara biologis di alam melibatkan bermacam-macam
organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir kabon
dioksida (CO2) dan air (H2O).
Hubungan antara BOD/COD adalah sebagai berikut:

13

1) BOD/COD < 0,4, maka air buangan atau limbah mengandung zat-zat
yang sulit diuraikan secara biologis.
2) BOD/COD > 0,4, maka air buangan atau limbah mengandung zat zat
yang mudah diuraikan secara biologis.
d. TSS (Total Suspended Solid)
Menurut Salvato dalam Khasanah (2008), total suspended solid merupakan
sisa padatan yang tertinggal pada penyaringan atau dengan kata lain berat zat
padat tersuspensi atau tak terlarut dalam volume tertentu dari limbah cair,
masing-masing berupa bahan organik dan mineral. Penetrasi sinar (cahaya)
yang masuk ke dalam air bisa berkurang dengan adanya total suspended
solid sehingga akan mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis
(Prayogo, 2006).
3. Dampak Limbah
Limbah yang dibuang di sungai dapat mengakibatkan pencemaran air.
Selain itu, limbah seperti limbah padat akan menghambat aliran air sehingga
dapat menyebabkan banjir terutama pada musim hujan. Asian Development
Bank (2008) pernah menyebutkan pencemaran air yang ada di Indonesia dapat
menimbulkan kerugian sebesar Rp 45 triliun per tahun. Biaya yang dibutuhkan
akibat pencemaran air ini mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan air
bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata dan tingginya angka
kematian bayi.
Dampak lainnya yang tidak kalah merugikan dari pencemaran air adalah
terganggunya lingkungan hidup, ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Air
yang tercemar dapat mematikan berbagai organisme yang hidup di air. Dampak
pencemaran air akibat limbah antara lain:
a) Berkurangnya jumlah oksigen terlarut di dalam air karena sebagian besar
oksigen digunakan oleh bakteri untuk melakukan proses pembusukkan
sampah.
b) Sampah anorganik ke sungai dapat berakibat menghalangi cahaya matahari
sehingga menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga yang
menghasilkan oksigen.

14

c) Deterjen sangat sukar diuraikan oleh bakteri sehingga akan tetap aktif untuk
jangka waktu yang lama di dalam air, mencemari air dan meracuni berbagai
organisme yang ada di air.
d) Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa
fosfat pada air sungai atau danau yang merangsang pertumbuhan ganggang
dan eceng gondok.
e) Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali
menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga
menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya
proses fotosintesis.
f) Tumbuhan air yang mati membawa akibat proses pembusukkan tumbuhan
ini akan menghabiskan persediaan oksigen.
g) Material pembusukkan air akan mengendapkan dan menyebabkan
pendangkalan.
E. Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan
bahan sintetik tertentu sehingga partikel-pertikel tersebut bersifat netral dan
membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Koagulasi secara kimia dapat
dilakukan dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan
dan penambahan koagulan. Salah satu cara pengolahan air adalah melalui proses
koagulasi-flokulasi. Pemisahan koloid dapat dilakukan dengan cara penembahan
koagulan sintetik atau koagulan alami yang diikuti dengan pengadukan lambat pada
proses flokulasi sehingga menyebabkan penggumpalan partikel-partikel koloid yang
kemudian sebagian besar dipisahkan dengan sedimentasi. Proses koagulasi
merupakan proses destabilasi koloid dengan adanya pembubuhan koagulan.
Flokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara penggumpalan
partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Pada proses flokulasi terjadi
penggumpalan mikro flok menjadi mikro flok yang sudah terbentuk pada proses
koagulasi. Menurut Vigneswaran dan Visvanathan (1995) ada tiga macam
mekanisme utama flokulasi, yaitu:

15

1. Flokulasi Perikinetik
Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gerak acak Brown dari
molekul di dalam larutan. Ketika partikel-partikel bergerak di dalam air akibat
derak Brown, maka partikel tersebut saling bertabrakan satu sama lain dan pada
saat hubungan itulah terjadi pembentukan partikel yang lebih besar dan
menumpuk.
2. Flokulasi Ortokinetik
Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gradien kecepatan
dalam cairan. Proses ini membutuhkan pergerakan yang lambat dari partikel di
dalam air. Partikel akan bertabrakan jika jaraknya dekat atau berada dalam daerah
yang masih mempunyai pengaruh terhadap partikel lain.
3. Pengendapan Diferensial
Merupakan terjadinya flokulasi akibat dari kecepatan pengendapan yang
berbeda karena adanya perbedaan ukuran partikel. Partikel besar akan lebih cepat
mengendap dibandingkan partikel kecil. Hal ini akan membantu flokulasi
ortokinetik

karena

gradien

kecepatan

yang

dihasilkan

menyebabkan

penggumpalan lebih lanjut.
F. Mekanisme Koagulasi
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat tersuspensi dalam bentuk
lumpur kasar, lumpur halus, dan koloid. Koloid berasal dari kata colla (Yunani)
yang artinya lengket atau lem, karena nampak seperti lapisan film atau bentuk
gelatin. Partikel-partikel koloid umumnya berasal dari pasir, tanah liat, sisa
tanaman, ganggang, zat organik, dan lain-lain. Permukaan koloid memiliki muatan
listrik sehingga koloid sulit untuk bersatu membentuk partikel yang berukuran lebih
besar, akibatnya partikel stabil dan sulit untuk mengendap secara alami. Apabila
kekuatan ionik tersebut dalam air cukup besar, maka keberadaan koloid dalam air
sudah dalam bentuk terdestabilisasi. Destabilisasi ini disebabkan oleh ion
monovalen dan divalen yang berada dalam air. Yang menjadi masalah adalah
apabila kekuatan ionik dalam air sangat kecil sehingga menyebabkan koloid dalam
air dalam kondisi stabil, sehingga susah saling berikatan karena seluruh koloid
memiliki muatan yang sama. Untuk itulah diperlukan proses koagulasi untuk
mendestabilkan koloid-koloid tersebut. Di dalam koloid terdapat dua jenis gaya,

16

yaitu gaya Van Der Waals dan gaya tolakan elektrostatik. Stabilitas suspensi koloid
akan tergantung pada keseimbangan gaya tarik dan gaya tolak. Gaya tolakan
elektrostatis yang lebih besar daripada gaya Var Der Waals akan meningkatkan
stabilitas suspensi koloid (Pararaja, 2008).
Partikel-partikel koloid memiliki muatan sejenis, maka terjadi tolak menolak
yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya
gravitasi. Oleh karena itu, gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam
menjga kestabilan koloid.
Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dengan bantuan koagulan.
Senyawa koagulan adalah senyawa yang mempunyai kemampuan mendestabilisasi
koloid dengan menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga
terbentuk inti gumpalan (inti flok) dan dapat bergabung satu sama lain membentuk
flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Proses koagulasi
hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan.
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi Koagulasi
Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya partikel flok. Salah satu faktor penting
yang mempengaruhi keberhasilan flokulasi adalah pengadukan secara lambat,
keadaan ini memberi kesempatan partikel melakukan kontak atau hubungan agar
membentuk penggabungan (agglomeration). Pengadukan lambat ini dilakukan
secara hati-hati karena flok-flok yang besar akan mudah pecah melalui pengadukan
dengan kecepatan tinggi.
Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang
optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan
mempengaruhi proses tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain
adalah pH, suhu, konsentrasi koagulan dan pengadukan.
a. pH
Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang
digunakan berada pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan
flokulan yang digunakan.
b. Suhu

17

Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena peningkatan
viskositas dan perubahan struktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat
lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih
kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur yang sudah
terendap dari proses sedimentasi.
c. Konsentrasi koagulan
Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel
sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk
membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan
tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok.
Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok-flok
tidak terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali.
d. Pengadukan
Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan flokulasi
yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu pertumbukan
flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan flok-flok yang
terbentuk akan pecah kembali (Pararaja, 2008).
Koagulan digunakan secara umum dalam proses pengolahan air untuk
berbagai tujuan. Prinsip kerjanya adalah untuk mendestabilisasi partikel tersuspensi
(koloid) dan memperbesar laju pembentukan flok. Koagulan dapat berupa bahan
kimia maupun bahan alami. Contoh bahan alami yang dapat digunakan sebagai
koagulan adalah biji kelor dan kulit pisang.
1) Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera)

Gambar 2.1 Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera)
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kelor
18

Daun

Biji

Bunga
Tangkai

Gambar 2.1 Bagian-bagian Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera)
Sumber: http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=5&doc=5b5

Tanaman kelor merupakan tanaman dari keluarga Moringacaea.
Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk
bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai,
dapat dibuat sayur atau obat. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan
tudung pelepah bunganya berwarna hijau; bunga ini keluar sepanjang tahun.
Biji kelor merupakan alternatif koagulan organik. Penelitian terhadap manfaat
tanaman mulai dari daun, kulit batang, buah sampai bijinya, sejak awal tahun
1980-an telah dimulai. Biji kelor sebagai koagulan dapat digunakan dengan dua
cara yaitu biji kering dengan kulitnya dan biji kering tanpa kulitnya. Hasil
analisis elemen pada biji kelor untuk biji dengan kulit adalah 6,1% N; 54,8% C;
dan 8,5% H, sedangkan untuk biji tanpa kulit adalah 5,0% N, 53,3% C, dan
7,7% H (dalam % berat) sedang sisanya oksigen.
Pohon kelor (Moringa oleifera) diketahui mengandung polielektrolit
kationik dan flokulan alamiah dengan komposisi kimia berbasis polipeptida
yang mempunyai berat molekul mulai dari 6000 sampai 16000 dalton,
mengandung hingga 6 asam-asam amino terutama asam glutamat, mentionin,
dan arginin. Sebagai bioflokulan, biji kelor kering dapat digunakan untuk
mengkoagulasi-flokulasi kekeruhan air.
Efektivitas koagulasi oleh biji kelor ditentukan oleh kandungan protein
kationik bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6,5 kdalton. Zat aktif
(active agent) yang terkandung dalam biji kelor yaitu 4α L-rhamnosyloxy19

benzyl-isothiocyanate. Koagulan biji kelor yang dicampur dengan air merupakan
protein yang bersifat serupa dengan polielektrolit positif. Biji kelor juga
mengandung logam alkali kuat seperti K dan Ca, yang menjadi kutub positif.

Gambar 2.3 Struktur logam alkali pada biji kelor

Prinsip utama mekanisme koagulasinya adalah adsorpsi dan netralisasi
tegangan protein tersebut (Ndabigengesere dkk, 1995). Dalam proses
koagulasinya, biji kelor memberikan pengaruh yang kecil terhadap derajat
keasaman dan konduktivitas. Jumlah lumpur yang diproduksi biji kelor lebih
sedikit dari jumlah lumpur yang diproduksi oleh ferro sulfat sebagai koagulan.
Bahan koagulan dalam biji kelor adalah protein kationik yang larut dalam air.
Potensial zeta larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah sekitar +6 mV. Hal ini
menunjukkan bahwa larutan ini didominasi oleh tegangan positif, meskipun
merupakan campuran heterogen yang kompleks.
Potensial zeta air sintetik adalah sekitar -46 mV. Hal ini menunjukkan
bahwa pada pH netral, partikel-partikel bermuatan negatif. Akibatnya, koagulasi
partikel tersuspensi dengan biji kelor dipengaruhi oleh proses destabilisasi
tegangan negative koloid oleh poli elektrolit kationik.
Mekanisme yang paling mungkin terjadi dalam proses koagulasi adalah
adsorpsi dan netralisasi tegangan atau adsorpsi dan ikatan antar partikel yang
tidak stabil. Dari kedua mekanisme tersebut, untuk menentukan mekanisme
mana yang terjadi merupakan suatu hal yang sangat sukar karena kedua
mekanisme tersebut mungkin terjadi secara simultan. Tapi, umumnya
mekanisme koagulasi dengan biji kelor adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan.
Keuntungan penggunaan biji kelor antara lai: caranya sangat mudah, tidak

20

berbahaya bagi kesehatan, dapat menjernihkan air lumpur maupun air keruh,
dan kualitas air lebih baik karena:


Mikroorganisme berkurang



Zat organik berkurang sehingga pencemaran kembali berkurang



Air lebih cepat mendidih
Tabel 1. Hubungan antara Dosis Biji Kelor dan Kekeruhan Air Baku
Kekeruhan air baku (NTU)
150

Dosis (mg/L)
10-50
30-100
50-200

2) Kulit Pisang
Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari
buah, batang, daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman pisang yang merupakan
suku Musaceae termasuk kedalam tanaman yang besar memanjang. Tanaman
pisang sangat menyukai sekali pada daerah yang beriklim tropis panas dan
lembab terlebih si dataran rendah. Ditemui pula di kawasan Asia Tenggara,
seperti Malaysia, Indonesia serta termasuk pula Papua, Australia Topika, Afrika
Tropi. Pisang dapat berbuah sepanjang tahun pada daerah dengan hujan merata
sepanjang tahun. Umumnya, kebanyak orang memakan buah pisang kulitnya
akan dibuang begitu saja. Seringkali kulit pisang dianggap sebagai barang tak
berharga alias sampah. Ternyata dibalik anggapan tersebut, kulit pisang
memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein dan juga lemak yang cukup
baik. Selain itu, kulit pisang menyimpan tegangan tenaga listrik. Kandungan
tenaga listrik yang ada pada kulit pisang bisa dimanfaatkan untuk menggantikan
tenaga batu baterai (Mashur, 2011).
Menurut Hewwet (2011), menyebutkan bahwa kulit pisang (Musa
acuminate) di dalamnya mengandung beberapa komponen biokimia, antara lain
selulosa, hemiselulosa, pigemen klorofil dan zat pektin yang mengandung asama
galacturonic,

arabinosa,

galaktosa

dan

rhamnosa. Asam

galacturonic

menyebabkan kuat untuk mengikat ion logam yang merupakan gugus fungsi
gula karboksil. Didasarkan hasil penelitian, selulosa juga memungkinkan
pengikatan logam berat. Limbah kulit daun pisang yang dicincang dapat
dipertimbangkan untuk ekstraksi tembaga dan ion timbal pada air yang

21

terkontaminasi. Hanya butuh sekitar 20 menit untuk konsentrasi Cu dan Pb
untuk mencapai keseimbangan. Kulit buah yang salah satunya kulit pisang dapat
digunakan sebagai ekstraktor logam berat.
Menurut Castro (2011), kulit pisang dapat dimanfaatkan dalam mengikat
tembaga dan timah dari air sungai Parana Brasil yang tercemar dengan tembaga
dan timah. Hasilnya pun lebih baik dibandingkan dengan bahan penyaring yang
biasa digunakan seperi karbon dan silika. Kulit pisang ini dapat digunakan
hingga 11 kali proses penjernihan.
H. Uji Toksisitas
Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas
farmakologi suatu senyawa. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen bioaktif
selalu bersifat toksik jika diberikan dengan dosis tinggi dan menjadi obat pada dosis
rendah. Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya
sehingga banyak digunakan dalam uji toksisitas. Zat atau senyawa asing yang ada di
lingkungan akan terserap ke dalam tubuh secara difusi dan langsung memengaruhi
kehidupannya. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa
asing tersebut bersifat toksik. Uji toksisitas digunakan untuk mengetahui pengaruh
racun yang dihasilkan oleh dosis tunggal dari suatu campuran zat kimia pada hewan
coba (Hamburger dan Hostettmann, 1991; Mc. Laughlin & Rogers, 1998)
Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya
mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan,
durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima.
Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan
sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian
makhluk hidup. Dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan,
sel biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan
dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur
maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut dapat
bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat irreversibel
yang tidak mungkin untuk pulih kembali (Halang, 2004).

22

Uji toksisitas umumnya bertujuan untuk menilai resiko yang mungkin
ditimbulkan dari suatu zat kimia atau toksikan. Uji ini pada dasarnya bertujuan
unutk menekan resiko bahaya yang ditimbulkan bagi manusia sehinggaumunya uji
toksisitas dilakukan pada binatang, hewan bersel tunggal, atau sel kultur. Hambatan
etik tidak memungkinkan langsung melakukan uji toksisitas pada manusia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti Quantitative Structure
Activity Relationships (QSAR) tidak cukup untuk memprediksi potensi resiko
bahaya suatu zat kimia. Uji toksisitas adalah suatu uji untuk menentukan potensial
suatu senyawa sebagai racun, mengenali kondisi biologis atau lingkungan
munculnya efek toksik dan mengkarakterisasi aksi atau efek yang terjadi.
Penelitian pengujian tingkat toksik suatu bahan biasanya dinyatakan dengan
Lethal Dosage (LD50) untuk bahan yang bersifat padat sedangkan uji toksisitas
dengan menggunakan bahan toksik cair yang mengukur besarnya dosis atau
konsentrasi sehingga dapat membunuh 50% hewan uji Lethal Concentration (LC50).
Bila suatu zat mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada
organisme dalam jangka waktu lama dengan sendirinya dapat terjadi akumulasi
dalam organisme dalam konsentrasi yang rendah. Hal ini terjadi terutama pada zat
lipofil dan sulit dibiotransformasi seperti DTT, aldrin, dieldrin atau turunan difenil
terklorinasi.
Pelaksanaan uji toksisitas suatu bahan uji dapat dilakukan dengan
menggunakan salah satu empat cara berikut:
1. Teknik statik
Teknik ini menggunakan larutan atau media uji yang ditempatkan pada suatu
bejana uji dan digunakan selama waktu uji tanpa diganti.
2. Teknik resirkulasi
Teknik ini menggunakan larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji
namun diresirkulasi dari suatu bejana uji ke baejana lain kembali ke bejana uji
dengan maksud untuk memberi aerasi, filtrasi dan atau sterilisasi.
3. Teknik diperbarui
Pada teknik ini setiap 24 jam hewan uji akan dipindahkan ke larutan uji yang
baru dan sama, serta tetap konsentrasinya dengan larutan sebelumnya.
4. Teknik mengalir

23

Pada teknik ini larutan uji dialirkan masuk maupun keluar dari bejana uji selama
masa uji.
Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pejanan,
penelitian toksikologi menurut Frank C. Lu (1995) dibagi dalam:
1. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji
sebanyak 1 kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.
2. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan
dengan memberikan bahan yang mengandung toksik berulang-ulang. Biasanya
diberikan setiap hari atau 5 kali dalam seminggu, selama jangka waktu kurang
lebih 10% dari masa hidup hewan.
3. Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia secara
berulang-ulang selama masa hidup dari hewan percobaan atau sekurangkurangnya sebagian dari masa hidupnya.

24

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen karena datadata yang diperoleh berasal dari penelitian secara langsung dan didapatkan data
menggunakan variabel-variabel yang dapat menunjang penelitian yaitu variabel
kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan meliputi dua tahap, penyusunan proposal dan
kegiatan eksperimen. Kedua langkah tersebut dilakukan di sekitar sungai
Gunungsari dan Universitas Negeri Surabaya pada bulan Desemeber 2013.
C. Variabel-variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi

: jumlah biji kelor dan kulit pisang

2. Variabel kontrol

: jenis ikan, jenis biji kelor, volume air untuk
membuat pasta biji kelor dan volume air limbah yang
akan dijernihkan.

3. Variabel respon

: kualitas air, kecepatan membuka dan menutupnya
operculum ikan, dan mortalitas ikan.

D. Sasaran Penelitian
Sasaran dari penelitian adalah air sungai gunung sari di sepanjang jalan
utama gunung sari yang diambil dengan volume 1 liter.
E. Definisi Operasional
1. Bahan yang digunakan untuk menjernihkan air adalah biji kelor, kulit pisang,
dan arang. Biji kelor (Moringa oleifera) yang dipakai dalam penelitian ini
adalah biji kering tanpa kulit yang kemudian dihaluskan, diusahakan sehalus
mungkin dan kemudian dijadikan pasta dengan cara ditambah sedikit air.

25

2. Kulit pisang yang akan dipakai dalam penelitian ini untuk memurnikan air
hanya perlu dicincang kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam air. Dengan
sendirinya logam berat seperti timbal dan tembaga akan terserap oleh serat-serat
yang terdapat pada kulit pisang. Jenis pisang apapun bisa digunakan dalam
penelitian ini.
3. Penelitian dilakukan dengan 3 perlakuan, yaitu perlakuan A terdiri dari 1 gram
serbuk biji kelor dan 1 gram kulit pisang; perlakuan B terdiri dari 2 gram serbuk
biji kelor dan 2 gram kulit pisang; dan perlakuan C terdiri dari 3 gram serbuk
biji kelor dan 3 gram kulit pisang. Pada ketiga perlakuan tersebut digunakan
untuk menjernihkan 1 liter air.
4. Kualitas air yang digunakan sebagai respon penjernihan air dengan
menggunakan biji kelor dan kulit pisang adalah kejernihan air, warna, dan
baunya.
F. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Ember atau wadah plastik

6 buah

b. Gayung air

2 buah

c. Kain serbet

secukupnya

d. Penumbuk

1 buah

e. Pisau

1 buah

f. Plastik kresek

secukupnya

g. Alat tulis
h. Kamera
2. Bahan
a. Air

secukupnya

b. Air sungai

1 liter

c. Biji kelor

@10 gram, @15 gram, dan @20 gram

d. Kulit pisang

± 1 sisir dari buah pisang

G. Langkah Kerja
1.

Kupas biji kelor dan bersihkan kulitnya.

26

2.

Biji yang sudah bersih dibungkus dengan kain, kemudian ditumbuk sampai
halus betul. Penumbukan yang kurang halus dapat menyebabkan kurang
sempurnanya proses penggumpalan.

3.

Campur tumbukkan biji kelor dengan sedikit air sampai berbentuk pasta dan
kulit pisang dicincang kecil-kecil.

4.

Masukkan pasta biji kelor dan kulit pisang yang telah dipotong kecil-kecil
ke dalam air keruh yang akan dijernihkan kemudian diaduk.

5.

Aduklah secara cepat 30 detik, dengan kecepatan 55-60 putaran/menit.

6.

Kemudian aduk lagi secara berlahan dan beraturan selama 5 menit dengan
kecepatan 15-20 putaran/menit.

7.

Pisahkan air yang jernih dari endapan. Pemisahan harus dilakukan dengan
hati-hati agar endapan tidak naik lagi.

H. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3
faktor perlakuan berbeda, yaitu menggunakan biji kelor, arang dan kulit pisang yang
terdiri atas 3 tingkat yaitu A = 1 gram kelor dan 1 gram kulit pisang; B = 2 gram
kelor dan 2 gram kulit pisang; C = 3 gram kelor dan 3 gram kulit pisang.
Tabel 3.1 Desain Percobaan
Ulangan

Perlakuan

1
A1
B1
C1

A
B
C

2
A2
B2
C2

Gambar 3.2 Denah Peletakkan Unit Percobaan
Keterangan:
C1

A2

B2

B1
B1

C2
C2
C2

A1
A1
A1

A = 1 gram kelor dan 1 gram kulit
pisang;
B = 2 gram kelor dan 2 gram kulit
pisang;
C = 3 gram kelor dan 3 gram kulit
pisang.

I. Teknik Analisis Data

27

Data berupa kualitas air dilihat dari kejernihan air, warna, dan bau yang
dianalisis menggunakan analisis varian ANAVA satu arah. Jika ada perbedaan,
dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) (Hadiwibowo, 1996).

BAB IV

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 4.1 Data Pengaruh Pemberian Serbuk Kelor dan Kulit Pisang terhadap
Kualitas Air di Sungai Rolak
No

Perlakuan

.

Kualitas Air
Suhu = 29oC

1.

2.

3.

4.

Air Sungai

pH = 5,6

Air sungai + 10 gram kelor + 10
gram kulit pisang
Air sungai + 15 gram kelor + 15
gram kulit pisang
Air sungai + 20 gram kelor + 20
gram kulit pisang

Kekeruhan = 108 FTU
Suhu = 28oC
pH = 6,8
Kekeruhan = 14 FTU
Suhu = 28oC
pH = 6,8
Kekeruhan = 25 FTU
Suhu = 28oC
pH = 7,5
Kekeruhan = 11 FTU

Tabel 4.2. Data Pengaruh Pemberian Serbuk Kelor dan Kulit Pisang terhadap
Kecepatan Membuka dan Menutupnya Operkulum Ikan Mas
No
.
1.
2.
3.
4.

Kecepatan Membuka dan

Perlakuan
Air Sungai
Air sungai + 10 gram kelor + 10

Menutup Operkulum
154/menit

gram kulit pisang
Air sungai + 15 gram kelor + 15
gram kulit pisang
Air sungai + 20 gram kelor + 20
gram kulit pisang

106/menit
117/menit
98/menit

Tabel 4.3. Data Pengaruh Pemberian Serbuk Kelor dan Kulit Pisang terhadap
Mortalitas Ikan Mas
No
.

Perlakuan

Mortalitas Ikan

29

1.

Air Sungai
Air sungai + 10 gram kelor + 10

2.

gram kulit pisang

batas waktu yang ditentukan

Air sungai + 15 gram kelor + 15
3.

gram kulit pisang

yaitu 3 hari
Tidak ada ikan yang mati sampai
batas waktu yang ditentukan

Air sungai + 20 gram kelor + 20
4.

2 ikan mati setelah 24 jam
Tidak ada ikan yang mati sampai

gram kulit pisang

yaitu 3 hari
Tidak ada ikan yang mati sampai
batas waktu yang ditentukan
yaitu 3 hari

B. Analisis Data
Percobaan penjernihan air dengan menggunakan serbuk biji kelor dan kulit
pisang yang dilakukan menggunakan uji toksisitas yaitu berupa ikan mas (Cyprinus
carpio). Indikator yang digunakan yaitu kualitas air (meliputi suhu, pH, dan
kekeruhan), kecepatan membuka dan menutupnya operculum ikan pada berbagai
perlakuan dan mortalitas ikan mas yang ditentukan selama 3 hari pengamatan.
Berdasarkan dari tabel 4.1, dapat diketahui bahwa kualitas air sungai Rolak sebelum
perlakuan memiliki suhu sebesar 29oC, dengan pH 5,6, dan tingkat kekeruhan
sebesar 108 FTU. Setelah perlakuan pertama yaitu ditambah dengan serbuk biji
kelor sebanyak 10 gram dan kulit pisang 10 gram didapatkan hasil suhu sebesar
28oC, dengan pH 6,8, dan tingkat kekeruhan sebesar 14 FTU. Perlakuan yang kedua
yaitu ditambah serbuk biji kelor sebanyak 15 gram dan kulit pisang 15 gram
didapatkan hasil suhu sebesar 29oC, dengan pH 6,8, dan tingkat kekeruhan sebesar
25 FTU. Perlakuan yang kedua yaitu ditambah serbuk biji kelor sebanyak 20 gram
dan kulit pisang 20 gram didapatkan hasil suhu sebesar 28oC, dengan pH 7,5, dan
tingkat kekeruhan sebesar 11 FTU.
Pada tabel 4.2 digunakan untuk mengetahui pengaruh biji kelor dan kulit
pisang terhadap membuka dan menutupnya operkulum ikan mas. Dari hasil
percobaan dapat diketahui untuk perlakuan air sungai saja tanpa penambahan serbuk
biji kelor dan kulit pisang, kecepatan membuka dan menutupnya operkulum
sebanyak 154/menit. Sedangakan untuk perlakuan air sungai yang ditambah biji
kelor dan kulit pisang terjadi penurunan kecepatan membuka dan menutupnya
operkulu