Perilaku Konsumtif Remaja Perempuan Terh
PERILAKU KONSUMTIF REMAJA PEREMPUAN
TERHADAP TREND FASHION KOREA DI JAKARTA
SELATAN
Milla Riauzie Poetri, Ikma Citra Ranteallo, Nazrina Zuryani
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRACT
In light of a growing interest in South Korea pop culture, widely known as hallyu or Korean wave, this
study set out to identify its trend fashion through dramas, musics, online shop and mall. It also
describe girls consumptive behaviors to buy cosmetics, clothes and other accesories. Descriptive
approach with qualitative method were used to describe Karl Marx's commodity fetishism theory
related to those behaviors. The findings of this study confirmed that girls in southern Jakarta bought
Korean fashion products because its unique, simple, high-quality and made from natural ingredients
cosmetics. Second, the beauty of idols had influenced them in consuming and willing to spend money
on their appearance the Korean mode. They would satisfied if they can buy those branded stylish and
products.
Keywords: pop culture, Korean wave, fashion, consumptive behavior, girl, fetishism
commodity
1. Pendahuluan
Perkembangan
teknologi
informasi
dalam
kemajuan
khususnya media massa memberikan dampak
yang
sangat
besar
komunikasi. Teknologi yang canggih tidak
hanya dapat menyebarkan informasi dengan
cepat namun bermanfaat dalam memudahkan
satu pengekspor budaya pop. Salah satu
negara di Asia yang menjadi pengekspor
budaya pop adalah Korea Selatan. Korea
Selatan secara khusus memiliki budaya khas
yang membuat sebagian orang tertarik untuk
mengetahui aspek negara tersebut. Budaya
pop Korea disebut juga dengan hallyu atau
penyebaran informasi mengenai budaya dari
Korean wave dalam artian gelombang Korea.
media massa saat ini berkaitan dengan
masyarakat di seluruh belahan dunia.
seluruh dunia. Penyebaran informasi pada
budaya populer atau dikenal sebagai budaya
budaya
tersebut
menarik
perhatian
dari
Fenomena budaya Korean wave inilah
pop. Budaya pop secara sosiologis merupakan
yang
dan cepat berganti. Kebudayaan populer
besar seperti Jakarta. Jakarta sebagai pusat
budaya yang sedang trend, banyak diminati
biasanya
berkaitan
dengan
masalah
keseharian yang dapat dinikmati oleh semua
orang atau kalangan orang tertentu, seperti
musik, film, fashion, dan lain-lain (Bungin,
2006:100).
Budaya pop saat ini tidak hanya di
dominasi budaya Barat seperti Amerika dan
Eropa. Wilayah Asia juga mulai menjadi salah
membuat
industri
fashion
Korea
memasuki pasar di Indonesia terutama di kota
pemerintahan, namun juga menjadi lokasi
yang strategis bagi pelaku industri seni dari
luar Indonesia, termasuk Korea Selatan untuk
berbisnis dan memperkenalkan kebudayaan
yang dimiliki. Perkembangan fashion Korea di
Jakarta
ditandai
dengan
toko-toko
yang
menjual perlengkapan fashion seperti pakaian,
kosmetik,
aksesoris
dan
lainnya
sesuai
dengan trend di Korea.
Contohnya toko
terjebak dalam kehidupan konsumtif. Remaja
yang berada di Pondok Indah Mall wilayah
orang tua mereka untuk membeli kosmetik,
kosmetik merek Korea yaitu The Face Shop
Jakarta Selatan.
Fashion Korea pada saat ini banyak
diminati oleh kalangan remaja perempuan di
Jakarta Selatan. Melalui penampilan artis
Korea yang memiliki wajah yang menarik, kulit
putih dan bersih, dan mempunyai badan yang
tinggi membuat remaja meniru gaya fashion
sang idola mereka. Pemilik usaha industri
hiburan
serta
pemerintah
Korea
Selatan
berhasil mengubah pola pikir penggemar
Korean wave yang menggemari budayanya
melalui drama dan musik yang saat ini mulai
merambah
pada
K-fashion
dijelaskan oleh Park:
seperti
yang
...kebanyakan penyanyi Korea dan grup
memiliki penampilan yang berbeda untuk
menyenangkan selera para penonton. Mereka
mungkin
memiliki
personalitas
atau
kepribadian yang tampak nyata, namun gaya
mereka
biasanya
secara
menyeluruh
dipikirkan
hati-hati
dan
dipersiapkan
sebelumnya oleh stylist profesional serta tim
bantuan pemasaran. Gaya mereka menjadi
bagian
selebritis
dan
kesan
yang
dikembangkannya. Kesan tersebut akan
mempengaruhi mereka secara profesional,
termasuk musik, isu yang didukung, dan jenis
iklan mereka dapatkan serta yang terpenting
adalah efek terhadap fans yang akan meniru
penampilan tersebut... (dalam Yan dan
Francesca 2013:28).
Pendapat ini membuktikan bahwa target
utama oleh produsen industri Korea adalah
pasar remaja yang sebagai konsumen. Hal
tersebut membuat remaja perempuan mudah
terpengaruh
dan
akan
mengikuti
menggunakan uang saku yang diberikan oleh
pakaian serta aksesoris Korea dan membuat
mereka
seolah-olah
tidak
sadar
dalam
membeli produk yang mereka butuhkan dan
yang diinginkan. Karena ketidaksadaran itulah
yang
membangun
komoditas.
terjadinya
Pengertian
komoditas adalah upaya
industri
untuk
fetisisme
dari
fetisisme
yang dilakukan
membuat
masyarakat
melakukan pemujaan terhadap suatu produk
dan adanya nilai guna barang menjadi nilai
tukar (Dant, 1996:7).
2.
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian Purbaningrum (2008) bertujuan
mengetahui pola konsumsi produk fashion dan
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pola
konsumsi produk fashion di kalangan pelajar
putri SMA Negeri 7 Surakarta. Andriana (2013)
meneliti mengenai fenomena budaya pop
Korea yang mewabah penjuru Asia dan
bahkan
dunia,
Penelitian
ini
salah
satunya
menjabarkan
Indonesia.
ciri-ciri
yang
dianggap sebagai gaya Korea, yang dimana
gaya Korea juga mengambil contoh dari gaya
Barat yang menjadi panutan. Penelitian yang
dilakukan
Anggraeni
(2013)
mengenai
Pengaruh drama Korea yang masuk ke
Indonesia dan mempengaruhi penampilan
dalam hal fashion.
Penelitian ini memiliki persamaan dengan
hingga
penelitian yang dilakukan oleh Purbaningrum
oleh selebritis Korea serta menjadi panutan
yaitu mengenai fashion serta perbedaannya
terpesona dengan fashion yang dikenakan
mereka dalam hal berpenampilan mulai dari
pakaian, kosmetik dan aksesoris. Dengan
panutan mereka terhadap selebritis Korea
membuat remaja perempuan saat ini banyak
(2008), Andriana (2013), Anggraeni (2013)
terletak
bagaimana
konsep
fashion
perbedaan
subjek,
berkembang dinamis dengan adanya konsep
kecantikan,
selain
itu
lokasi, waktu dan teori yang digunakan dalam
penelitian. Peneliti mengadakan penelitian
yang
dan adanya pertimbangan konsep kecantikan
produk fashion Korea dan pada akhirnya akan
yang lebih mendalam mengenai fashion Korea
melihatnya
kemudian
akan
mempengaruhi pembeli untuk mengonsumsi
yang berubah serta akan mempengaruhi
meningkatkan penjualan produk tersebut untur
perempuan terhadap trend fashion Korea di
menemukan inspirasi fashion saat melihat
munculnya tindakan perilaku konsumtif remaja
Jakarta Selatan.
Penelitian
ini
menggunakan
teori
fetisisime komoditas yang diperkenalkan oleh
Karl Marx. Komoditas adalah produk-produk
yang dibuat oleh pekerja manusia. Dalam hal
ini, secara signifikan komoditas berkaitan
dengan adanya nilai guna barang dan nilai
tukar. Marx menyebut proses itu sebagai
pemberhalaan
komoditas
atau
pemujaan
komditas (fetishism of comodity) (Dant, 1996).
Masuknya Korean wave melalui drama dan
musik yang di dukung oleh penampilan artis
Korea Selatan membuat daya tarik bag
kalangani
fashion
aksesoris.
remaja
seperti
perempuan
kosmetik,
Trend
dalam
pakaian
hal
dan
tersebut
fashion
mempengaruhi pola pikir remaja perempuan
untuk mengonsumsinya. Berhubungan dengan
teori
fetisisme
komoditas
yaitu
adanya
para
konsumen.
Konsumen
biasanya
model atau selebriti Korea sehingga mereka
merasa
termotivasi
bergaya
model
untuk
tampil
Korea.
seperti
Perusahaan-
perusahaan ini (Korea) mampu menciptakan
sebuah kesadaran palsu bagi konsumennya
untuk
mendapatkan
keuntungan
besarnya.
sebesar-
3. Metode Penelitian
Penelitian mengenai perilaku konsumtif remaja
perempuan terhadap trend fashion Korea di
Jakarta
Selatan
deskriptif
kualitatif.
merupakan
Penentuan
penelitian
Informan
menggunakan purposive dengan 17 Informan,
yang terdiri 14 remaja perempuan yang
berusia
18-22
tahun
yang
mengonsumsi
produk fashion Korea (kosmetik, pakaian dan
aksesoris), dan 3 informan penjual online shop
fashion Korea seperti penjual online shop
kebiasaan kapitalis atau pemilik modal serta
kosmetik, pakaian dan aksesoris Korea di
pada suatu produk
wawancara
produsen yang menanamkan nilai-nilai tertentu
tampak
akhirnya
lebih
sehingga produk
menarik
semakin
bagi
itu
konsumen,
menyebabkan
perilaku
konsumtif pada remaja perempuan di Jakarta
Selatan.
Remaja perempuan yang meniru gaya
fashion idola Korea tidak menyadari bahwa
mereka sebenarnya telah terjebak muculnya
perilaku
kapitalisme.
konsumtif
oleh
Perusahaan
pihak-pihak
cenderung
menggunakan selebriti dan model cantik,
tampan dan memiliki tubuh yang ideal dalam
iklan mereka, sehingga menarik konsumen
Instagram.
Penelitian
mendalam
ini
menggunakan
terhadap
informan, observasi dan studi dokumen.
para
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Gambaran Umum Jakarta Selatan
Jakarta
Selatan
terletak
pada
106º45 0,00 Bujur Timur (BT) dan 6º15 40,8
Lintang Selatan (LS). Luas wilayah Kota
Jakarta Selatan, berdasarkan SK Gubernur
Nomor 171 tahun 2007 yaitu 145,73 km².
Wilayah administrasi Kota Administrasi Jakarta
Selatan terbagi menjadi 10 Kecamatan, yaitu:
Jagakarsa,
Pasar
Minggu,
Cilandak,
Pesanggrahan, Kebayoran Lama, Kebayoran
Selain menawarkan berbagai pilihan pakaian
dan
mengadakan event dance cover ala girlband
Baru, Mampang Prapatan, Pancoran, Tebet,
Setiabudi.
DKI
Jakarta
memiliki
idola K-pop, Blok M Square Mall juga sering
masyarakat dengan gaya hidup yang terbilang
dan boyband Korea dan sebagai tempat
masyarakat yang seperti ini berimbas pada
Pesatnya perkembangan Korean wave di
konsumtif
dan
banyaknya
perbelanjaan
mewah.
Gaya
pembangunan
atau
mall
di
hidup
pusat-pusat
DKI
Jakarta.
Menurut media online Tempo, 19 september
2013, pada tahun 2013 mall yang berada di
daerah Jakarta sudah berdiri dengan total
lahan
seluas
Kawasan
3.920.618
Jakarta
Selatan
meter
persegi.
memiliki
mall
terbanyak dengan luas lahan yaitu 21,8 persen
atau sekitar 854.700 meter persegi dan
memiliki 29 mall.
Pondok
Indah
Mall
adalah
sebuah
kompleks perbelanjaan besar yang terletak di
Pondok Indah Jakarta Selatan, Indonesia.
Pondok Indah Mal biasanya dikenal oleh
masyarakat Jakarta yaitu PlM. PIM ini memiliki
tiga mall besar yaitu PIM 1 yang merupakan
mall yang pertama kali dibangun, selanjutnya
PIM 2 dan yang terbaru PIM 3 Street Gallery
(Pondok Indah Mall, 2014). PIM merupakan
salah satu mall di Jakarta yang memiliki
banyak outlet
produk kosmetika asal Korea
yaitu diantaranya The Face Shop, Etude
House, TonyMoly, Liole Cosmetic, Beyond
Cosmetic. Hal ini menjadi daya tarik bagi
pengunjung remaja perempuan di Jakarta
Selatan.
Berdasarkan situs resmi Mall Blok M
Square, mall ini berada di kawasan Blok M,
Jakarta Selatan. Saat ini Blok M Square
banyak
karena
dikunjungi
mall
ini
oleh
kalangan
menawarkan
remaja
berbagai
perlengkapan remaja seperti pakaian asal
Korea, tempat percetakan baju khusus untuk
pakaian idola K-pop dan aksesoris Korea.
kumpulnya bagi komunitas pecinta Korea.
Indonesia membuat para produsen Koea dan
produsen
indonesia
memanfaatkan
trend
Korea untuk berdagang fashion Korea dari
kosmetik, pakaian dan aksesoris.
4.2.
Trend
Selatan.
Korea
Fashion
di
Jakarta
Kemajuan teknologi, dunia industri, dan
hiburan menjadi faktor yang berpengaruh
besar dalam penyebarluasan trend fashion di
kalangan
masyarakat.
Indonesia
menjadi
salah satu negara yang terkena dampaknya.
Pada dasarnya, Indonesia memiliki produk
pakaian sendiri seperti kebaya dan batik.
Masuknya budaya Barat membuat kebaya
yang dahulu dipakai oleh wanita Indonesia
dalam sehari-hari terjadi pergeseran dengan
kehadiran pakaian berasal dari budaya Barat
seperti jins, kaos, kemeja dan lain sebagainya
yang sampai saat ini digunakan. Sedangkan
dalam
hal
kosmetik,
kosmetik
Indonesia
mengalami banyak pergerseran. Perubahan
tersebut membuat semua produk kecantikan
brand
karena
lokal
membuat
terpengaruh
slogan
oleh
whitening
budaya
Barat.
Padahal produk Indonesia dikenal dengan
slogannya kulit kuning langsat (Al Rashid,
tanpa tahun: 11 - 12). Perubahan ini secara
terus menerus berganti sesuai dengan trend,
seperti pada salah satu produk Pond s yang
didalam iklan tersebut membuat slogan kulit
jernih
secantik
iklannya
(Iklan
Korea
Ponds
https://www.youtube.com).
dalam
Gita
tayangan
gutawa,
Hal ini membuktikan bahwa Indonesia
laris dan diserbu para pembeli di Indonesia.
hal kecantikan dan pakaian. Perkembangan
Gwi-hyun mengatakan bahwa pengaruh hallyu
selalu mengikuti perkembangan fashion dalam
fashion di Indonesia telah berkembang dengan
pesat,
walaupun
masih
terbawa
atau
terpengaruh dengan fashion dari luar. Hal ini
dikarenakan
masyarakat
adanya
Indonesia
minat
sendiri
dari
banyak
yang
lebih
menggemari trend dari luar seperti bebarapa
tahun belakangan ini booming Korea. Korean
culture and information service menyatakan
bahwa:
...toko pakaian di Jepang, China, dan Asia
Tenggara telah di bumbui dengan poster
bintang K-pop. Toko buku yang penuh dengan
majalah memperkenalkan trend terbaru di
dunia K-pop. Bintang K-pop menyebarkan
trend fashion Korea di seluruh Asia dan
daerah lain sebagai suatu pemasaran untuk
konsumen pada popularitas gaya gelombang
Korea telah diikuti seluruh dunia... .
Pendapat ini menjadi bukti nyata jika toko-toko
yang berada di wilayah Jakarta menjadi jalan
masuk persebaran produk budaya Korean
wave di Indonesia. Banyaknya toko yang
menjual berbagai produk fashion Korea baik di
mall atau online shop seperti di Facebook,
Twitter, Instagram dan media sosial membuat
lahan bisnis baru dan menjadi trend di
kalangan remaja perempuan khususnya yang
menggemari budaya Korean wave. Seperti
yang diungkapkan oleh pemilik online shop
fashion Korea bahwa fashion Korea saat ini
sangat trend di kalangan remaja perempuan.
...karena kebudayaan Korea khususnya
fashion sekarang sudah menjamur di
Indonesia say seperti di kalangan remaja.
Disisi lain, produk fashion Korea juga
modelnya keren-keren... . (Wawancara pemilik
online shop fashion Korea, 19 Februari 2015).
Direktur Asia and Oceania Department Park
telah membantu menciptakan citra yang positif
mengenai
sejumlah
produk
Korea
dan
pengusaha harus bisa memanfaatkan gejolak
budaya Korea di sejumlah negara (dalam
berita media online Liputan 6.com, 11 Agustus
2014). Banyaknya permintaan pasar membuat
para penjual berlomba memanfaatkan trend
Korean wave untuk menarik minat pembeli
dan meraup untung dalam dunia fashion.
4.3 Fashion
Korea
dan
Fetisisme
Komoditas atau Pemujaan Produk
Fetisime komoditas berkaitan dengan
penggunaan nilai dan nilai tukar komoditas, di
mana nilai guna adalah senilai komoditas
dalam hal biaya aktual bahan, produksi dan
kegunaan, dan nilai tukar adalah harga seperti
objek dapat mencapai di pasar dan banyak
orang yang bersedia membayar (Paterson,
2006:16). Jika dikaitkan dengan fetisisme
komoditas bisa dilihat dari berbagai produk
brand
Korea
berhasil
menarik
remaja,
perempuan yang menggemari budaya Korean
wave di wilayah Jakarta Selatan. Ketenaran
drama
dan
K-pop
juga
turut
membuat
produsen fashion Korea berusaha membentuk
brand image tersebut melalui media. Dengan
memanfaatkan media media massa seperti
internet, iklan, majalah dan lain sebagainya
Mengutip laman Korea Herald, Senin
untuk membuat remaja tertarik ketika melihat
berhasil membantu para pengusaha Korea
dan mempengaruhi remaja untuk melakukan,
pada para konsumen sebagai produk yang
terhadap brand fashion Korea.
Pengenalan produk-produk yang melibatkan
produsen fashion Korea
(11/8/2014),
untuk
mempromosikan
fashionable
telah
media tesebut. inilah yang membentuk trend
barang-barangnya
menggunakan, dan adanya suatu pemujaan
budaya-budaya
dan
mudah
Korea
digunakan.
nama bintang Korea membuatnya lebih cepat
Brand
image
sengaja
dibuat
oleh
sebagai gambaran
produk Korea yang sengaja ditampilkan oleh
selebritis
Korea
berpenampilan
menarik
secara fisik dan membuat remaja perempuan
terbuai serta merasa produk tersebut wah
dan perlu untuk memiliki suatu produk Korea
Ls (19 tahun)
Mc (22 tahun)
Cl (18 tahun)
salah satunya fashion. Hal inilah menimbulkan
adanya
rasa
kepuasan
terhadap
produk
fashion Korea dari segi kosmetik, pakaian dan
Wd (19 tahun)
Kosmetik,
pakaian
dan
aksesoris
Aw (22 tahun)
Kosmetik,
pakaian
dan
aksesoris
Ma (18 tahun)
Kosmetik
dan
pakaian
Kosmetik,
aksesoris
dan pakian
aksesoris. Produsen akan terus menjaga dan
memberikan kepuasan secara terus-menerus
terhadap
membeli
konsumen,
produknya
memperbanyak
agar
jumlah
mereka
dengan
produksi
tetap
cara
serta
menggunakan model artis Korea sebagai
strategi
pemasaran.
Bentuk
pemasaran
tersebutlah yang kemudian membuat remaja
Me (18 tahun)
terus tertarik membeli produk fashion Korea
Selatan dan memicu mereka untuk membeli
serta mengeluarkan biaya yang tidak sedikit
demi
mendapatkan produk
yang
mereka
inginkan. Tabel dibawah ini menjelaskan
pengeluaran remaja terhadap fashion Korea
yang mereka miliki dan pola belanja terhadap
hal yang mereka konsumsi.
Tabel 4.1 Pengeluaran Informan Terhadap
Fashion Korea
Nama/Usia
Fr (19 Tahun)
Mr (22 tahun)
Gt (22 tahun)
Pt (19 tahun)
Konsumsi
Produk
Kosmetik
aksesoris
Kosmetik
aksesoris
Kosmetik
dan
pakaian
Pakaian
dan
kosmetik
Pengeluaran
Terhadap Komoditi
Fashion Korea /
Rupiah
Kosmetik bisa
mencapai Rp.
2.000.000, produk
aksesoris Rp.
100.000 - 200.000,
BB cream 300 ribu,
pembersih muka 250
ribu, sabun muka
150 ribu, lightening
aura 450 ribu,
aksesoris 100 ribu
Kosmetik: 1.Belanja
make-up disisihkan
500 ribu. Bedak 100
- 200.000, total beli 2
produk
mengeluarkan uang
500.000, pakaian :
Tidak menentu
Costum cover dance
400.000,00, BB
Cream (-)
Kosmetik
dan
pakaian
aksesoris
Pakaian
dan
kosmetik
Ct (18 tahun)
Dv (18 tahun)
Kosmetik,
pakaian
dan
aksesoris
kosmetik
Vt (19 tahun)
Kosmetik
dan
pakaian
Sumber: Diolah Penulis, 2014.
Dress 500 ribu, satu
produk kosmetik 200
- 300 ribu
Tas Rp. 500.000, 00
Costum Cover dance
980 ribu, kosmetik
500 ribu (BB cream
dan liptint), eyeliner
210 ribu
Pakaian ala boyband
Korea 200 ribu,
kosmetik 500 ribu,
aksesoris 300 ribu
(tas)
Satu produk BB
cream ukuran kecil
100 ribu, baju atasan
150 ribu, aksesoris
50 ribu
Kaos: 60 - 70 ribu,
kostum cover dance
200 - 300 ribu
Pakaian: Kaos 80
ribu, dress 200 ribu,
kosmetik: satu
produk eyeliner 100
ribu
Satu produk
kosmetik 150 ribu,
baju 80 ribu
Satu produk
kosmetik 150 ribu
Pakaian atasan 250
ribu
Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa
pembelian
fashion
Korea
menunjukkan
adanya suatu fetisisme terhadap produkproduk dari kosmetik, pakaian dan aksesoris.
Remaja membeli komoditi tersebut dari uang
saku yang diberikan oleh orangtua. Uang
tersebut digunakan rata-rata 30% - 50% untuk
membeli produk fashion Korea dari segi
kosmetik, pakaian dan aksesoris.
Marx membicarakan komoditas, manusia
membeli suatu benda yang melewati batas
kebutuhan manusia dan secara ekstrim dinilai
wajar serta dianggap sepele yang akan
memberikan rasa kepuasan. Terlihat remaja
perempuan melewati batas kebutuhan dalam
hal membeli kosmetik sebesar Rp. 100.000,00
- Rp. 2.000.000,00, pakaian Rp. 60.000, 00 -
Rp. 980.000,00, sedangkan untuk aksesoris
kualitas
Pengeluaran mereka untuk seukuran remaja
pemakaian
dari
Rp.
50.000,00
-
Rp.
500.000,00.
pengetahuan
untuk pelajar dan mahasiswa hal ini tidak
mereka
pengorbanan
salah
dikatakan
wajar.
untuk
Remaja
membeli
melakukan
oleh orang tuanya dengan cara rela menekan
uang
jajannya
dan
menabung
demi
mendapatkan komoditas tersebut. Mereka
membeli
komoditi
Korea
fashion
karena
adanya rasa penasaran, pengaruh teman,
media internet, trend di kalangan remaja dan
selebritis yang ditampilkan. Melalui selebritis
yang diidolakan membuat remaja tidak berpikir
panjang untuk membeli fashion Korea. Mereka
membeli produk Korea demi rasa cintanya
kepada
idola.
Pengaruh
tersebut
itulah
membuat remaja menganggap sepele, hal
yang wajar dalam pembelian komoditi tersebut
serta akhirnya banyak remaja perempuan di
Jakarta Selatan fetis terhadap produk fashion
brand Korea, suka berbelanja dan konsumtif.
Bila
dikaitkan
dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhi remaja perempuan berperilaku
konsumtif baik pelajar, mahasiswa dan yang
tinggi.
mereka
produk
Berdasarkan
terhadap
Korea,
fashion
mengetahui
kegunaan
dari
produk fashion Korea tersebut. Misalnya
komoditas
tersebut dengan uang saku yang diberikan
yang
c.
satu
contohnya
Kosmetik Korea.
penggunaan
pembelajaran
Remaja perempuan lebih memilih produk
Korea
karena telah
membandingkan
produk Korea dan produk Indonesia
sebelumnya. Produk Korea bagi mereka
telah
produk
memberikan
kepuasan
tersebut cocok
remaja
dalam
Sedangkan
dari
hal
segi
karena
untuk
segi
wajah
kosmetik.
pakaian
dan
aksesoris mereka merasa puas karena
berbeda dan unik dibandingkan style
lainnya.
d. Usia
Usia juga turut mempengaruhi mereka
terhadap
proses
pembelian
produk
fashion Korea. Usia 18 - 22 tahun sudah
mulai
mempertimbangkan dalam
hal
style atau mode, desain, brand atau
merek
dalam
mengonsumsi
fashion.
sedang bekerja disebabkan adanya faktor
pengeluaran mereka terhadap komoditi
1. Faktor Internal
18 tahun, mereka lebih banyak membeli
internal dan eksternal.
a. Persepsi
Fashion Korea dianggap unik sebagai
trendsetter masa kini.
b. Pengetahuan
Pengetahuan remaja mengenai fashion
Korea mereka dapatkan dari internet,
teman di lingkungannya, iklan, produk-
produk Korea yang dijual di toko-toko
mall
dan
Remaja
merebaknya
perempuan
online
percaya
shop.
bahwa
produk fashion brand Korea mempunyai
tersebut untuk pelajar SMA yang berusia
baju style Korea dan baju komunitas
Korea
beserta
aksesoris
yang
berhubungan dengan idola mereka untuk
menunjukkan bahwa mereka merupakan
pecinta K-pop dan pencinta salah satu
boyband Korea. Remaja yang masih
duduk
dibangku
perkuliahan
atau
mahasiswi dan bekrja dari umur 19 - 22
tahun lebih banyak membeli kosmetik
Korea dan aksesoris untuk penampilan
mereka di lingkungan luar.
e. Gaya Hidup
Fenomena ini dipengaruhi oleh gaya hidup
di kota besar seperti Jakarta. Remaja
perempuan di Jakarta akan sadar fashion
yang sedang trend salah satunya adalah
fashion Korea. Banyak toko-toko, mall-mall
di wilayah jakarta Selatan dan online shop
fashion
Korea
yang
menjual
komoditi
tersebut yang membuat mereka membeli
produk fashion Korea.
Terhadap Keputusan Pembelian
Faktor
Internal
a. Komunitas
Sebagian informan yang mengikuti suatu
Korea,
beranggotakan
komunitas
para
pecinta
tersebut
K-pop.
Budaya,
Komunitas
Korea, album artis Korea, pernak-pernik K-
pop, tas, dan lain sebagainya. Sedangkan
yang tidak mengikuti komunitas pecinta Kdari
faktor
mempengaruhinya
ekstral
adalah
yang
lingkungan
sekitar mereka atau teman sepergaulan
yang sama-sama menggemari idola Korea.
b. Kelas Sosial
Kalangan remaja yang memiliki orangtua
dengan kelas ekonomi menengah ke atas,
remaja
perempuan
ingin
menunjukkan
sedang
beredar
dengan
menunjukkan
bahwa mereka mengikuti trend mode yang
pengeluaran
yang
nominalnya
cukup
besar. Sedangkan di kalangan remaja yang
memiliki orangtua dengan kelas menengah,
mereka berusaha untuk mengikuti trend
mode yang sedang beredar dengan cara
membeli
barang
tiruan
untuk
dapat
mempunyai fashion yang sama dengan
idolanya.
Kelas
Sosial,
Sumber: Kotler, 2005 (dalam Sangadji dan
Sophia, 2013:41).
Remaja membeli produk dari pakaian style
pop
Proses
Pengambilan
Keputusan
pembelian
Persepsi
Motivasi
Pengetahuan
Pembelajaran
Kelompok
Usia
Gaya Hidup
Faktor Eksternal:
2. Faktor eksternal
komunitas
Bagan 4.1 Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Pembelian fashion Korea ini sebuah
kebutuhan bagi mereka, tetapi juga sebagai
alat pemberi kepuasan karena telah memiliki
produk-produk Korea yang mereka anggap
sedang trend saat ini. Rasa kepuasan inilah
yang membuat mereka seolah-olah sangat
membutuhkan
secara
terus
melakukan
barang
tersebut,
menerus
pembelian
dan
sehingga
mereka
akan
memunculkan
kekaguman terhadap produk-produk fashion
Korea.
Brand fashion Korea yang memiliki
kualitas unik, bagus dan bermutu, produk
tersebut
sukses
menciptakan
fetisisme
terhadap sebuah brand sehingga membuat
remaja perempuan tak lagi berpikir panjang
ketika membeli produk tersebut. Contohnya
saja, remaja membeli pakaian bukan lagi
semata-semata untuk memenuhi kebutuhan
alami yaitu pakaian sebagai pelindung tubuh
atau
penutup
menggunakan
dibandingkan
dengan
tubuh.
fashion
merek
alasan
Tetapi
lebih
merek
Indonesia,
mengikuti
baik
Korea
karena
perkembangan
mode pada saat ini dan terlihat unik untuk
sendiri produksinya. Salah satu buktinya yaitu
mempunyai fungsi yang sama antara produk
online shop yang menjual berbagai produk
style-nya. Jika dilihat sebenarnya pakaian
merek Korea dan merek Indonesia. Hal ini
yang membuktikan manusia tidak hanya lagi
dengan banyaknya toko-toko di mall dan
fashion Korea di Indonesia.
Fetisisme terhadap fashion Korea ini
membeli barang-barang berdasarkan fungsi
meningkat semenjak trend budaya Korean
yang terkandung di dalam barang tersebut dan
perempuan di Jakarta Selatan merasa bahwa
utamanya, tetapi melainkan merek ternama
diukur dari kemampuan serta memperoleh
barang tersebut. Hal ini bisa muncul anggapan
bahwa selama saya mampu membeli, maka
yang saya butuhkan itu bisa saya dapatkan .
Inilah yang terjadi pada remaja perempuan
saat ini.
Tidak
hanya
pakaian
saja,
untuk
menggunakan
Korea
Selatan benar-benar berhasil menarik remaja
perempuan
produk
kosmetiknya. Berdasarkan berita media online
Detik.com, 3 Oktober 2011, kosmetik Korea
wave. Hal tersebut membuat kondisi remaja
konsumsi harus terus menerus dilakukan
sebagai upaya memenuhi kepuasaan dalam
dirinya. Hal inilah yang membuat pemilik
modal mengetahui bahwa target produknya
akan di konsumsi oleh kalangan remaja
perempuan.
Sistem
penggemar
Korean
produksi
kapitalisme
dengan sengaja membangun kepuasan bagi
wave
dengan
tujuan
menciptakan perilaku konsumtif dikalangan
remaja perempuan di Jakarta Selatan.
Marx
juga
mengatakan
fetisisme
dikenal dengan iming-iming kosmetik yang
komoditas
alami yang memanfaatkan sumber daya alam .
suatu objek, yang dimana adanya kemauan
ramah lingkungan atau terbuat dari bahan
Jika dilihat dari perspektif kapitalis, kosmetik
Korea dengan menggunakan bahan yang
berasal dari sumber daya alam ini dapat
menarik minat remaja menggunakan produk
tersebut, tetapi di sisi lain, kosmetik Korea
adalah alat dari industri kosmetik yang tidak
terlepas dari profit semata. Keuntungan tetap
menjadi
hal
yang
utama
sebelum
para
produsen kosmetik Korea memikirkan hal
ekologis. Kata
terbuat dari bahan alami
digunakan oleh para produsen sebagai bentuk
pemasaran yang mengutamakan keuntungan.
Keadaan pasar dalam negeri yang
dikuasai oleh produk asing dengan kualitas
dan
harga
yang
bersaing
justru
akan
mendorong seseorang untuk berperan sebagai
importir atau penyalur produk-produk impor
bukan sebagai produsen yang memproduksi
didasarkan
pada
kapasitas
kebutuhan oleh pengguna melalui keinginan
untuk mengorbankan nilai benda tersebut
dengan cara rela mengeluarkan materi. Objek
tersebut biasanya terdapat adanya nilai sosial
yang kompleks seperti kecantikan, produk
tersebut tahan lama, berkualitas dan dilihat
dari segi fungsinya (Dant, 1996:8). Hal ini
membuktikan remaja perempuan yang telah
fetis terhadap fashion Korea akan mudah
terpengaruh
untuk
terus
membeli
dan
menggunakan fashion Korea yang paling up-
to-date.
Namun
dimanfaatkan
oleh
mencari
produsen
hal
keuntungan
ini
oleh
pendapatan produsen Korea dan semakin
memperkenalkan budaya mereka ke kalangan
masyarakat di luar Korea.
5.
Simpulan
Drama
dan
musik
Korea
merupakan
produk budaya populer Korea Selatan yang
berperan penting dalam menyebarkan Korean
wave ke berbagai negara. Kesuksesan Korean
wave membuat fashion Korea memasuki
pasar Indonesia dan semakin berkembang.
Fenomena menjamurnya toko yang menjual
produk fashion Korea di mall Jakarta Selatan,
online shop dan pengaruh media online adalah
media perantara yang paling berpengaruh
dalam penyebaran dan menyalurkan barang
impor seperti kosmetik, pakaian atau aksesoris
dengan brand asal Korea.
Pengaruh media online, toko-toko fashion
dan
online
membuat
shop
remaja
produk
Korea
fashion
perempuan
di
Jakarta
Selatan mengetahui dan menggunakan produk
tersebut. Alasan remaja menggunakan produk
fashion Korea karena melihat kecantikan
selebritis Korea yang mempunyai kecantikan
yang sempurna dan produk fashion Korea
yang terlihat unik, simpel, berkualitas dan
kosmetik Korea yang berbahan alami.
Hal
itulah yang membuat idaman para remaja
perempuan yang mereka cari.
Keberadaan fashion Korea memunculkan
fetisisme komoditas yang membuat membuat
para
remaja
menjadi
konsumtif.
Remaja
perempuan mengeluarkan biaya atau materi
untuk
mendapatkan
benda
demi
rasa
kepuasan telah memilki komoditi tersebut. Hal
inilah yang terjadi pada remaja perempuan di
Jakarta
banyak
Selatan,
untuk
mereka
kosmetik
rela
yang
membayar
harganya
berkisar Rp. 100.000,- hingga Rp. 2.000.000,-,
pakaian dengan harga Rp. 60.000,- hingga
Rp. 980.000,- serta aksesoris dengan kisaran
harga Rp. 50.000.- sampai Rp. 300.000,-. Hal
tersebut yang membuat remaja perempuan
adanya
pemujaan
terhadap produk Korea
yang ditawarkan oleh industri fashion Korea.
6. Daftar Pustaka
Barnard,
M.
(2011).
Fashion
Sebagai
Komunikasi. Di terjemahkan oleh Idi
Subany Ibrahim. Yogyakarta: Jalasutra.
Bungin,
B.
Jakarta:
(2007).
Penelitian
Kualitatif.
(2006).
Sosiologi
Kencana
Group.
.
Prenada
Media
Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Heryantono. A. (2012). Budaya Populer Di
Indonesia.Yogyakarta: Jalasutra.
Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan.
Kaslan,
Jakarta: Kencana.
AT.
(1983).
Ekonomi
Selayang
Information
Service.
Pandang. Bandung : Sumur.
Korean
Culture
and
(2011). The Korean Wave: A New Pop
Culture Phenomenon. Korea: Ministry
Of Culture, Spot and Tourism
Paterson,
M.
(2006).
Everyday Life.
Consumption
USA and Canada:
Taylor & Francis Group
Ritzer.
G.
(2012).
and
Teori
Sosiologi:
Dari
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Terakhir
Diterjemahkan
Postmodern.
oleh Saut Pasaribu, dkk. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sangadji, M dan Sopiah. (2013). Perilaku
Konsumen.
Offset.
Zulkifli.
(1986).
Yogyakarta
Psikologi
Bandung: Remaja Karya.
:
CV
Andi
Perkembangan.
Skripsi
januari2014.No1http://jurnal.upi.ed
Anggraeni, K. (2013). Pengaruh Terpaan
Tayangan
Drama
Faced Beauty
Korea
Baby
Terhadap Minat
Gaya Berbusana Remaja Putri.
Universitas
Sultan
u/file/0.Layout_Invotec_Vol_IX_No
_.1_Februari_2013_.pdf
Dant, T. (1996). Fetishism And The Social
Value
Ageng
2014.
tanggal
Skripsi.
http://repository.fisipuntirta.ac.id/287/
Purbaningrum, T. (2008). Pola Konsumsi
Among Teens. Republic Korea.
Journal Of Bussines Research. Di
akses
Institute of Textiles & Clothing The
2
januari
_toward_luxury_brands_among_te
Internet
ens
Alexander, B Herman. (2013). Nih... Tiga
Pusat
Hong Kong Polytechnic University.
Belanja
Dikunjungi.
Di akses pada tanggal 8 Juli 2014.
Paling
Ramai
Diakses pada tanggal 22 Oktober
www.itc.polyu.edu.hk/.../Files/.../10
Jurnal
tanggal
67681/Impact_of_self_on_attitudes
0408200903411.pdf
GenerationY s.
pada
2014.https://www.academia.edu/30
http://eprints.uns.ac.id/8661/1/9240
Kong
2014.
Attitudes Toward Luxury Brands
Skripsi.
Hong
juni
Gill, Luciana A. (2012). Impact Of Self On
pada tanggal 30 desember 2013.
on
22
etishism_eprint.pdf
Universitas Sebelas Maret Di akses
Korean Popular Culture Influences
Lancaster
http://eprints.lancs.ac.uk/33407/1/F
Fashion Di Kalangan Pelajar Putri.
Yan, K. TSZ dan Francesca. (2013). Does the
Object.
University. Vol 44. Di akses pada
Tirtayasa.. Diakses pada tanggal 2
januari
Of
t.Belanja.Paling.Ramai.Dikunjungi.
2014.
Al rashid, H. A. (Tanpa Tahun). Putih Cantik
Persepsi Kecantikan dan Obsesi
Aprilia. R. (2011). Tren Korea yang mewabah
Remaja
Orang Indonesia Untuk Memiliki
Kulit
Putih.
Muhamadiyah
www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field
_topics/hannahalrashid.pdf.
Andriana, Y.F (2013). Identifikasi Gaya Korea
Di Indonesia Sebagai Bagian Dari
Barat.
Insitut
Teknologi
tanggal
2
Bandung (ITB). Vol IX. Di akses
pada
70916-online-shopping-produk-
Diakses
pada tanggal 26 Januari 2015.
Gaya
Diakses pada tanggal 28
Beyond
Januari 2015.
Cosmetic.
Beyond
(2015).
Official
Page
Indonesia.
Diakses pada tanggal 2 Maret
2015.
BPS, Jakarta Selatan. (2013). Jakarta Selatan
dalam angka Jakarta Selatan In
Figures
2014.
dan.Kecantikan.Plastik.>
pada tanggal 26 Januari 2015.
The Face Shop. (2015). The Face Shop
Indonesia.
Diakses
pada tanggal 23 Oktober 2014.
Deil. S.A. (2014). Hallyu Bikin Bisnis Korea di
Indonesia
Makin
Lancar.
Etude
pada tanggal 3 Maret 2015.
House.
(2008).
Etude
Diakses
Indonesia.
Diakses pada tanggal 3
November 2014.
Hestianingsih. (2011). 4 Produk Kosmetik
Dengan
Lingkungan.
Konsep
Ramah
Diakses pada
tanggal 3 Maret 2015.
Kadaryono, N. (2012). Blok M Square,Belanja
Lengkap
dan
Murah.
Pondok
Diakses
pada tanggal 12 Oktober 2014.
Indah
Mall.
(2012).
About
Us.
Diakses pada tanggal
23 Oktober 2014.
Putera, K.V dan Dian Maharan. (2014). Drama
dan
Kecantikan
Plastik.
TERHADAP TREND FASHION KOREA DI JAKARTA
SELATAN
Milla Riauzie Poetri, Ikma Citra Ranteallo, Nazrina Zuryani
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRACT
In light of a growing interest in South Korea pop culture, widely known as hallyu or Korean wave, this
study set out to identify its trend fashion through dramas, musics, online shop and mall. It also
describe girls consumptive behaviors to buy cosmetics, clothes and other accesories. Descriptive
approach with qualitative method were used to describe Karl Marx's commodity fetishism theory
related to those behaviors. The findings of this study confirmed that girls in southern Jakarta bought
Korean fashion products because its unique, simple, high-quality and made from natural ingredients
cosmetics. Second, the beauty of idols had influenced them in consuming and willing to spend money
on their appearance the Korean mode. They would satisfied if they can buy those branded stylish and
products.
Keywords: pop culture, Korean wave, fashion, consumptive behavior, girl, fetishism
commodity
1. Pendahuluan
Perkembangan
teknologi
informasi
dalam
kemajuan
khususnya media massa memberikan dampak
yang
sangat
besar
komunikasi. Teknologi yang canggih tidak
hanya dapat menyebarkan informasi dengan
cepat namun bermanfaat dalam memudahkan
satu pengekspor budaya pop. Salah satu
negara di Asia yang menjadi pengekspor
budaya pop adalah Korea Selatan. Korea
Selatan secara khusus memiliki budaya khas
yang membuat sebagian orang tertarik untuk
mengetahui aspek negara tersebut. Budaya
pop Korea disebut juga dengan hallyu atau
penyebaran informasi mengenai budaya dari
Korean wave dalam artian gelombang Korea.
media massa saat ini berkaitan dengan
masyarakat di seluruh belahan dunia.
seluruh dunia. Penyebaran informasi pada
budaya populer atau dikenal sebagai budaya
budaya
tersebut
menarik
perhatian
dari
Fenomena budaya Korean wave inilah
pop. Budaya pop secara sosiologis merupakan
yang
dan cepat berganti. Kebudayaan populer
besar seperti Jakarta. Jakarta sebagai pusat
budaya yang sedang trend, banyak diminati
biasanya
berkaitan
dengan
masalah
keseharian yang dapat dinikmati oleh semua
orang atau kalangan orang tertentu, seperti
musik, film, fashion, dan lain-lain (Bungin,
2006:100).
Budaya pop saat ini tidak hanya di
dominasi budaya Barat seperti Amerika dan
Eropa. Wilayah Asia juga mulai menjadi salah
membuat
industri
fashion
Korea
memasuki pasar di Indonesia terutama di kota
pemerintahan, namun juga menjadi lokasi
yang strategis bagi pelaku industri seni dari
luar Indonesia, termasuk Korea Selatan untuk
berbisnis dan memperkenalkan kebudayaan
yang dimiliki. Perkembangan fashion Korea di
Jakarta
ditandai
dengan
toko-toko
yang
menjual perlengkapan fashion seperti pakaian,
kosmetik,
aksesoris
dan
lainnya
sesuai
dengan trend di Korea.
Contohnya toko
terjebak dalam kehidupan konsumtif. Remaja
yang berada di Pondok Indah Mall wilayah
orang tua mereka untuk membeli kosmetik,
kosmetik merek Korea yaitu The Face Shop
Jakarta Selatan.
Fashion Korea pada saat ini banyak
diminati oleh kalangan remaja perempuan di
Jakarta Selatan. Melalui penampilan artis
Korea yang memiliki wajah yang menarik, kulit
putih dan bersih, dan mempunyai badan yang
tinggi membuat remaja meniru gaya fashion
sang idola mereka. Pemilik usaha industri
hiburan
serta
pemerintah
Korea
Selatan
berhasil mengubah pola pikir penggemar
Korean wave yang menggemari budayanya
melalui drama dan musik yang saat ini mulai
merambah
pada
K-fashion
dijelaskan oleh Park:
seperti
yang
...kebanyakan penyanyi Korea dan grup
memiliki penampilan yang berbeda untuk
menyenangkan selera para penonton. Mereka
mungkin
memiliki
personalitas
atau
kepribadian yang tampak nyata, namun gaya
mereka
biasanya
secara
menyeluruh
dipikirkan
hati-hati
dan
dipersiapkan
sebelumnya oleh stylist profesional serta tim
bantuan pemasaran. Gaya mereka menjadi
bagian
selebritis
dan
kesan
yang
dikembangkannya. Kesan tersebut akan
mempengaruhi mereka secara profesional,
termasuk musik, isu yang didukung, dan jenis
iklan mereka dapatkan serta yang terpenting
adalah efek terhadap fans yang akan meniru
penampilan tersebut... (dalam Yan dan
Francesca 2013:28).
Pendapat ini membuktikan bahwa target
utama oleh produsen industri Korea adalah
pasar remaja yang sebagai konsumen. Hal
tersebut membuat remaja perempuan mudah
terpengaruh
dan
akan
mengikuti
menggunakan uang saku yang diberikan oleh
pakaian serta aksesoris Korea dan membuat
mereka
seolah-olah
tidak
sadar
dalam
membeli produk yang mereka butuhkan dan
yang diinginkan. Karena ketidaksadaran itulah
yang
membangun
komoditas.
terjadinya
Pengertian
komoditas adalah upaya
industri
untuk
fetisisme
dari
fetisisme
yang dilakukan
membuat
masyarakat
melakukan pemujaan terhadap suatu produk
dan adanya nilai guna barang menjadi nilai
tukar (Dant, 1996:7).
2.
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian Purbaningrum (2008) bertujuan
mengetahui pola konsumsi produk fashion dan
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pola
konsumsi produk fashion di kalangan pelajar
putri SMA Negeri 7 Surakarta. Andriana (2013)
meneliti mengenai fenomena budaya pop
Korea yang mewabah penjuru Asia dan
bahkan
dunia,
Penelitian
ini
salah
satunya
menjabarkan
Indonesia.
ciri-ciri
yang
dianggap sebagai gaya Korea, yang dimana
gaya Korea juga mengambil contoh dari gaya
Barat yang menjadi panutan. Penelitian yang
dilakukan
Anggraeni
(2013)
mengenai
Pengaruh drama Korea yang masuk ke
Indonesia dan mempengaruhi penampilan
dalam hal fashion.
Penelitian ini memiliki persamaan dengan
hingga
penelitian yang dilakukan oleh Purbaningrum
oleh selebritis Korea serta menjadi panutan
yaitu mengenai fashion serta perbedaannya
terpesona dengan fashion yang dikenakan
mereka dalam hal berpenampilan mulai dari
pakaian, kosmetik dan aksesoris. Dengan
panutan mereka terhadap selebritis Korea
membuat remaja perempuan saat ini banyak
(2008), Andriana (2013), Anggraeni (2013)
terletak
bagaimana
konsep
fashion
perbedaan
subjek,
berkembang dinamis dengan adanya konsep
kecantikan,
selain
itu
lokasi, waktu dan teori yang digunakan dalam
penelitian. Peneliti mengadakan penelitian
yang
dan adanya pertimbangan konsep kecantikan
produk fashion Korea dan pada akhirnya akan
yang lebih mendalam mengenai fashion Korea
melihatnya
kemudian
akan
mempengaruhi pembeli untuk mengonsumsi
yang berubah serta akan mempengaruhi
meningkatkan penjualan produk tersebut untur
perempuan terhadap trend fashion Korea di
menemukan inspirasi fashion saat melihat
munculnya tindakan perilaku konsumtif remaja
Jakarta Selatan.
Penelitian
ini
menggunakan
teori
fetisisime komoditas yang diperkenalkan oleh
Karl Marx. Komoditas adalah produk-produk
yang dibuat oleh pekerja manusia. Dalam hal
ini, secara signifikan komoditas berkaitan
dengan adanya nilai guna barang dan nilai
tukar. Marx menyebut proses itu sebagai
pemberhalaan
komoditas
atau
pemujaan
komditas (fetishism of comodity) (Dant, 1996).
Masuknya Korean wave melalui drama dan
musik yang di dukung oleh penampilan artis
Korea Selatan membuat daya tarik bag
kalangani
fashion
aksesoris.
remaja
seperti
perempuan
kosmetik,
Trend
dalam
pakaian
hal
dan
tersebut
fashion
mempengaruhi pola pikir remaja perempuan
untuk mengonsumsinya. Berhubungan dengan
teori
fetisisme
komoditas
yaitu
adanya
para
konsumen.
Konsumen
biasanya
model atau selebriti Korea sehingga mereka
merasa
termotivasi
bergaya
model
untuk
tampil
Korea.
seperti
Perusahaan-
perusahaan ini (Korea) mampu menciptakan
sebuah kesadaran palsu bagi konsumennya
untuk
mendapatkan
keuntungan
besarnya.
sebesar-
3. Metode Penelitian
Penelitian mengenai perilaku konsumtif remaja
perempuan terhadap trend fashion Korea di
Jakarta
Selatan
deskriptif
kualitatif.
merupakan
Penentuan
penelitian
Informan
menggunakan purposive dengan 17 Informan,
yang terdiri 14 remaja perempuan yang
berusia
18-22
tahun
yang
mengonsumsi
produk fashion Korea (kosmetik, pakaian dan
aksesoris), dan 3 informan penjual online shop
fashion Korea seperti penjual online shop
kebiasaan kapitalis atau pemilik modal serta
kosmetik, pakaian dan aksesoris Korea di
pada suatu produk
wawancara
produsen yang menanamkan nilai-nilai tertentu
tampak
akhirnya
lebih
sehingga produk
menarik
semakin
bagi
itu
konsumen,
menyebabkan
perilaku
konsumtif pada remaja perempuan di Jakarta
Selatan.
Remaja perempuan yang meniru gaya
fashion idola Korea tidak menyadari bahwa
mereka sebenarnya telah terjebak muculnya
perilaku
kapitalisme.
konsumtif
oleh
Perusahaan
pihak-pihak
cenderung
menggunakan selebriti dan model cantik,
tampan dan memiliki tubuh yang ideal dalam
iklan mereka, sehingga menarik konsumen
Instagram.
Penelitian
mendalam
ini
menggunakan
terhadap
informan, observasi dan studi dokumen.
para
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Gambaran Umum Jakarta Selatan
Jakarta
Selatan
terletak
pada
106º45 0,00 Bujur Timur (BT) dan 6º15 40,8
Lintang Selatan (LS). Luas wilayah Kota
Jakarta Selatan, berdasarkan SK Gubernur
Nomor 171 tahun 2007 yaitu 145,73 km².
Wilayah administrasi Kota Administrasi Jakarta
Selatan terbagi menjadi 10 Kecamatan, yaitu:
Jagakarsa,
Pasar
Minggu,
Cilandak,
Pesanggrahan, Kebayoran Lama, Kebayoran
Selain menawarkan berbagai pilihan pakaian
dan
mengadakan event dance cover ala girlband
Baru, Mampang Prapatan, Pancoran, Tebet,
Setiabudi.
DKI
Jakarta
memiliki
idola K-pop, Blok M Square Mall juga sering
masyarakat dengan gaya hidup yang terbilang
dan boyband Korea dan sebagai tempat
masyarakat yang seperti ini berimbas pada
Pesatnya perkembangan Korean wave di
konsumtif
dan
banyaknya
perbelanjaan
mewah.
Gaya
pembangunan
atau
mall
di
hidup
pusat-pusat
DKI
Jakarta.
Menurut media online Tempo, 19 september
2013, pada tahun 2013 mall yang berada di
daerah Jakarta sudah berdiri dengan total
lahan
seluas
Kawasan
3.920.618
Jakarta
Selatan
meter
persegi.
memiliki
mall
terbanyak dengan luas lahan yaitu 21,8 persen
atau sekitar 854.700 meter persegi dan
memiliki 29 mall.
Pondok
Indah
Mall
adalah
sebuah
kompleks perbelanjaan besar yang terletak di
Pondok Indah Jakarta Selatan, Indonesia.
Pondok Indah Mal biasanya dikenal oleh
masyarakat Jakarta yaitu PlM. PIM ini memiliki
tiga mall besar yaitu PIM 1 yang merupakan
mall yang pertama kali dibangun, selanjutnya
PIM 2 dan yang terbaru PIM 3 Street Gallery
(Pondok Indah Mall, 2014). PIM merupakan
salah satu mall di Jakarta yang memiliki
banyak outlet
produk kosmetika asal Korea
yaitu diantaranya The Face Shop, Etude
House, TonyMoly, Liole Cosmetic, Beyond
Cosmetic. Hal ini menjadi daya tarik bagi
pengunjung remaja perempuan di Jakarta
Selatan.
Berdasarkan situs resmi Mall Blok M
Square, mall ini berada di kawasan Blok M,
Jakarta Selatan. Saat ini Blok M Square
banyak
karena
dikunjungi
mall
ini
oleh
kalangan
menawarkan
remaja
berbagai
perlengkapan remaja seperti pakaian asal
Korea, tempat percetakan baju khusus untuk
pakaian idola K-pop dan aksesoris Korea.
kumpulnya bagi komunitas pecinta Korea.
Indonesia membuat para produsen Koea dan
produsen
indonesia
memanfaatkan
trend
Korea untuk berdagang fashion Korea dari
kosmetik, pakaian dan aksesoris.
4.2.
Trend
Selatan.
Korea
Fashion
di
Jakarta
Kemajuan teknologi, dunia industri, dan
hiburan menjadi faktor yang berpengaruh
besar dalam penyebarluasan trend fashion di
kalangan
masyarakat.
Indonesia
menjadi
salah satu negara yang terkena dampaknya.
Pada dasarnya, Indonesia memiliki produk
pakaian sendiri seperti kebaya dan batik.
Masuknya budaya Barat membuat kebaya
yang dahulu dipakai oleh wanita Indonesia
dalam sehari-hari terjadi pergeseran dengan
kehadiran pakaian berasal dari budaya Barat
seperti jins, kaos, kemeja dan lain sebagainya
yang sampai saat ini digunakan. Sedangkan
dalam
hal
kosmetik,
kosmetik
Indonesia
mengalami banyak pergerseran. Perubahan
tersebut membuat semua produk kecantikan
brand
karena
lokal
membuat
terpengaruh
slogan
oleh
whitening
budaya
Barat.
Padahal produk Indonesia dikenal dengan
slogannya kulit kuning langsat (Al Rashid,
tanpa tahun: 11 - 12). Perubahan ini secara
terus menerus berganti sesuai dengan trend,
seperti pada salah satu produk Pond s yang
didalam iklan tersebut membuat slogan kulit
jernih
secantik
iklannya
(Iklan
Korea
Ponds
https://www.youtube.com).
dalam
Gita
tayangan
gutawa,
Hal ini membuktikan bahwa Indonesia
laris dan diserbu para pembeli di Indonesia.
hal kecantikan dan pakaian. Perkembangan
Gwi-hyun mengatakan bahwa pengaruh hallyu
selalu mengikuti perkembangan fashion dalam
fashion di Indonesia telah berkembang dengan
pesat,
walaupun
masih
terbawa
atau
terpengaruh dengan fashion dari luar. Hal ini
dikarenakan
masyarakat
adanya
Indonesia
minat
sendiri
dari
banyak
yang
lebih
menggemari trend dari luar seperti bebarapa
tahun belakangan ini booming Korea. Korean
culture and information service menyatakan
bahwa:
...toko pakaian di Jepang, China, dan Asia
Tenggara telah di bumbui dengan poster
bintang K-pop. Toko buku yang penuh dengan
majalah memperkenalkan trend terbaru di
dunia K-pop. Bintang K-pop menyebarkan
trend fashion Korea di seluruh Asia dan
daerah lain sebagai suatu pemasaran untuk
konsumen pada popularitas gaya gelombang
Korea telah diikuti seluruh dunia... .
Pendapat ini menjadi bukti nyata jika toko-toko
yang berada di wilayah Jakarta menjadi jalan
masuk persebaran produk budaya Korean
wave di Indonesia. Banyaknya toko yang
menjual berbagai produk fashion Korea baik di
mall atau online shop seperti di Facebook,
Twitter, Instagram dan media sosial membuat
lahan bisnis baru dan menjadi trend di
kalangan remaja perempuan khususnya yang
menggemari budaya Korean wave. Seperti
yang diungkapkan oleh pemilik online shop
fashion Korea bahwa fashion Korea saat ini
sangat trend di kalangan remaja perempuan.
...karena kebudayaan Korea khususnya
fashion sekarang sudah menjamur di
Indonesia say seperti di kalangan remaja.
Disisi lain, produk fashion Korea juga
modelnya keren-keren... . (Wawancara pemilik
online shop fashion Korea, 19 Februari 2015).
Direktur Asia and Oceania Department Park
telah membantu menciptakan citra yang positif
mengenai
sejumlah
produk
Korea
dan
pengusaha harus bisa memanfaatkan gejolak
budaya Korea di sejumlah negara (dalam
berita media online Liputan 6.com, 11 Agustus
2014). Banyaknya permintaan pasar membuat
para penjual berlomba memanfaatkan trend
Korean wave untuk menarik minat pembeli
dan meraup untung dalam dunia fashion.
4.3 Fashion
Korea
dan
Fetisisme
Komoditas atau Pemujaan Produk
Fetisime komoditas berkaitan dengan
penggunaan nilai dan nilai tukar komoditas, di
mana nilai guna adalah senilai komoditas
dalam hal biaya aktual bahan, produksi dan
kegunaan, dan nilai tukar adalah harga seperti
objek dapat mencapai di pasar dan banyak
orang yang bersedia membayar (Paterson,
2006:16). Jika dikaitkan dengan fetisisme
komoditas bisa dilihat dari berbagai produk
brand
Korea
berhasil
menarik
remaja,
perempuan yang menggemari budaya Korean
wave di wilayah Jakarta Selatan. Ketenaran
drama
dan
K-pop
juga
turut
membuat
produsen fashion Korea berusaha membentuk
brand image tersebut melalui media. Dengan
memanfaatkan media media massa seperti
internet, iklan, majalah dan lain sebagainya
Mengutip laman Korea Herald, Senin
untuk membuat remaja tertarik ketika melihat
berhasil membantu para pengusaha Korea
dan mempengaruhi remaja untuk melakukan,
pada para konsumen sebagai produk yang
terhadap brand fashion Korea.
Pengenalan produk-produk yang melibatkan
produsen fashion Korea
(11/8/2014),
untuk
mempromosikan
fashionable
telah
media tesebut. inilah yang membentuk trend
barang-barangnya
menggunakan, dan adanya suatu pemujaan
budaya-budaya
dan
mudah
Korea
digunakan.
nama bintang Korea membuatnya lebih cepat
Brand
image
sengaja
dibuat
oleh
sebagai gambaran
produk Korea yang sengaja ditampilkan oleh
selebritis
Korea
berpenampilan
menarik
secara fisik dan membuat remaja perempuan
terbuai serta merasa produk tersebut wah
dan perlu untuk memiliki suatu produk Korea
Ls (19 tahun)
Mc (22 tahun)
Cl (18 tahun)
salah satunya fashion. Hal inilah menimbulkan
adanya
rasa
kepuasan
terhadap
produk
fashion Korea dari segi kosmetik, pakaian dan
Wd (19 tahun)
Kosmetik,
pakaian
dan
aksesoris
Aw (22 tahun)
Kosmetik,
pakaian
dan
aksesoris
Ma (18 tahun)
Kosmetik
dan
pakaian
Kosmetik,
aksesoris
dan pakian
aksesoris. Produsen akan terus menjaga dan
memberikan kepuasan secara terus-menerus
terhadap
membeli
konsumen,
produknya
memperbanyak
agar
jumlah
mereka
dengan
produksi
tetap
cara
serta
menggunakan model artis Korea sebagai
strategi
pemasaran.
Bentuk
pemasaran
tersebutlah yang kemudian membuat remaja
Me (18 tahun)
terus tertarik membeli produk fashion Korea
Selatan dan memicu mereka untuk membeli
serta mengeluarkan biaya yang tidak sedikit
demi
mendapatkan produk
yang
mereka
inginkan. Tabel dibawah ini menjelaskan
pengeluaran remaja terhadap fashion Korea
yang mereka miliki dan pola belanja terhadap
hal yang mereka konsumsi.
Tabel 4.1 Pengeluaran Informan Terhadap
Fashion Korea
Nama/Usia
Fr (19 Tahun)
Mr (22 tahun)
Gt (22 tahun)
Pt (19 tahun)
Konsumsi
Produk
Kosmetik
aksesoris
Kosmetik
aksesoris
Kosmetik
dan
pakaian
Pakaian
dan
kosmetik
Pengeluaran
Terhadap Komoditi
Fashion Korea /
Rupiah
Kosmetik bisa
mencapai Rp.
2.000.000, produk
aksesoris Rp.
100.000 - 200.000,
BB cream 300 ribu,
pembersih muka 250
ribu, sabun muka
150 ribu, lightening
aura 450 ribu,
aksesoris 100 ribu
Kosmetik: 1.Belanja
make-up disisihkan
500 ribu. Bedak 100
- 200.000, total beli 2
produk
mengeluarkan uang
500.000, pakaian :
Tidak menentu
Costum cover dance
400.000,00, BB
Cream (-)
Kosmetik
dan
pakaian
aksesoris
Pakaian
dan
kosmetik
Ct (18 tahun)
Dv (18 tahun)
Kosmetik,
pakaian
dan
aksesoris
kosmetik
Vt (19 tahun)
Kosmetik
dan
pakaian
Sumber: Diolah Penulis, 2014.
Dress 500 ribu, satu
produk kosmetik 200
- 300 ribu
Tas Rp. 500.000, 00
Costum Cover dance
980 ribu, kosmetik
500 ribu (BB cream
dan liptint), eyeliner
210 ribu
Pakaian ala boyband
Korea 200 ribu,
kosmetik 500 ribu,
aksesoris 300 ribu
(tas)
Satu produk BB
cream ukuran kecil
100 ribu, baju atasan
150 ribu, aksesoris
50 ribu
Kaos: 60 - 70 ribu,
kostum cover dance
200 - 300 ribu
Pakaian: Kaos 80
ribu, dress 200 ribu,
kosmetik: satu
produk eyeliner 100
ribu
Satu produk
kosmetik 150 ribu,
baju 80 ribu
Satu produk
kosmetik 150 ribu
Pakaian atasan 250
ribu
Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa
pembelian
fashion
Korea
menunjukkan
adanya suatu fetisisme terhadap produkproduk dari kosmetik, pakaian dan aksesoris.
Remaja membeli komoditi tersebut dari uang
saku yang diberikan oleh orangtua. Uang
tersebut digunakan rata-rata 30% - 50% untuk
membeli produk fashion Korea dari segi
kosmetik, pakaian dan aksesoris.
Marx membicarakan komoditas, manusia
membeli suatu benda yang melewati batas
kebutuhan manusia dan secara ekstrim dinilai
wajar serta dianggap sepele yang akan
memberikan rasa kepuasan. Terlihat remaja
perempuan melewati batas kebutuhan dalam
hal membeli kosmetik sebesar Rp. 100.000,00
- Rp. 2.000.000,00, pakaian Rp. 60.000, 00 -
Rp. 980.000,00, sedangkan untuk aksesoris
kualitas
Pengeluaran mereka untuk seukuran remaja
pemakaian
dari
Rp.
50.000,00
-
Rp.
500.000,00.
pengetahuan
untuk pelajar dan mahasiswa hal ini tidak
mereka
pengorbanan
salah
dikatakan
wajar.
untuk
Remaja
membeli
melakukan
oleh orang tuanya dengan cara rela menekan
uang
jajannya
dan
menabung
demi
mendapatkan komoditas tersebut. Mereka
membeli
komoditi
Korea
fashion
karena
adanya rasa penasaran, pengaruh teman,
media internet, trend di kalangan remaja dan
selebritis yang ditampilkan. Melalui selebritis
yang diidolakan membuat remaja tidak berpikir
panjang untuk membeli fashion Korea. Mereka
membeli produk Korea demi rasa cintanya
kepada
idola.
Pengaruh
tersebut
itulah
membuat remaja menganggap sepele, hal
yang wajar dalam pembelian komoditi tersebut
serta akhirnya banyak remaja perempuan di
Jakarta Selatan fetis terhadap produk fashion
brand Korea, suka berbelanja dan konsumtif.
Bila
dikaitkan
dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhi remaja perempuan berperilaku
konsumtif baik pelajar, mahasiswa dan yang
tinggi.
mereka
produk
Berdasarkan
terhadap
Korea,
fashion
mengetahui
kegunaan
dari
produk fashion Korea tersebut. Misalnya
komoditas
tersebut dengan uang saku yang diberikan
yang
c.
satu
contohnya
Kosmetik Korea.
penggunaan
pembelajaran
Remaja perempuan lebih memilih produk
Korea
karena telah
membandingkan
produk Korea dan produk Indonesia
sebelumnya. Produk Korea bagi mereka
telah
produk
memberikan
kepuasan
tersebut cocok
remaja
dalam
Sedangkan
dari
hal
segi
karena
untuk
segi
wajah
kosmetik.
pakaian
dan
aksesoris mereka merasa puas karena
berbeda dan unik dibandingkan style
lainnya.
d. Usia
Usia juga turut mempengaruhi mereka
terhadap
proses
pembelian
produk
fashion Korea. Usia 18 - 22 tahun sudah
mulai
mempertimbangkan dalam
hal
style atau mode, desain, brand atau
merek
dalam
mengonsumsi
fashion.
sedang bekerja disebabkan adanya faktor
pengeluaran mereka terhadap komoditi
1. Faktor Internal
18 tahun, mereka lebih banyak membeli
internal dan eksternal.
a. Persepsi
Fashion Korea dianggap unik sebagai
trendsetter masa kini.
b. Pengetahuan
Pengetahuan remaja mengenai fashion
Korea mereka dapatkan dari internet,
teman di lingkungannya, iklan, produk-
produk Korea yang dijual di toko-toko
mall
dan
Remaja
merebaknya
perempuan
online
percaya
shop.
bahwa
produk fashion brand Korea mempunyai
tersebut untuk pelajar SMA yang berusia
baju style Korea dan baju komunitas
Korea
beserta
aksesoris
yang
berhubungan dengan idola mereka untuk
menunjukkan bahwa mereka merupakan
pecinta K-pop dan pencinta salah satu
boyband Korea. Remaja yang masih
duduk
dibangku
perkuliahan
atau
mahasiswi dan bekrja dari umur 19 - 22
tahun lebih banyak membeli kosmetik
Korea dan aksesoris untuk penampilan
mereka di lingkungan luar.
e. Gaya Hidup
Fenomena ini dipengaruhi oleh gaya hidup
di kota besar seperti Jakarta. Remaja
perempuan di Jakarta akan sadar fashion
yang sedang trend salah satunya adalah
fashion Korea. Banyak toko-toko, mall-mall
di wilayah jakarta Selatan dan online shop
fashion
Korea
yang
menjual
komoditi
tersebut yang membuat mereka membeli
produk fashion Korea.
Terhadap Keputusan Pembelian
Faktor
Internal
a. Komunitas
Sebagian informan yang mengikuti suatu
Korea,
beranggotakan
komunitas
para
pecinta
tersebut
K-pop.
Budaya,
Komunitas
Korea, album artis Korea, pernak-pernik K-
pop, tas, dan lain sebagainya. Sedangkan
yang tidak mengikuti komunitas pecinta Kdari
faktor
mempengaruhinya
ekstral
adalah
yang
lingkungan
sekitar mereka atau teman sepergaulan
yang sama-sama menggemari idola Korea.
b. Kelas Sosial
Kalangan remaja yang memiliki orangtua
dengan kelas ekonomi menengah ke atas,
remaja
perempuan
ingin
menunjukkan
sedang
beredar
dengan
menunjukkan
bahwa mereka mengikuti trend mode yang
pengeluaran
yang
nominalnya
cukup
besar. Sedangkan di kalangan remaja yang
memiliki orangtua dengan kelas menengah,
mereka berusaha untuk mengikuti trend
mode yang sedang beredar dengan cara
membeli
barang
tiruan
untuk
dapat
mempunyai fashion yang sama dengan
idolanya.
Kelas
Sosial,
Sumber: Kotler, 2005 (dalam Sangadji dan
Sophia, 2013:41).
Remaja membeli produk dari pakaian style
pop
Proses
Pengambilan
Keputusan
pembelian
Persepsi
Motivasi
Pengetahuan
Pembelajaran
Kelompok
Usia
Gaya Hidup
Faktor Eksternal:
2. Faktor eksternal
komunitas
Bagan 4.1 Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Pembelian fashion Korea ini sebuah
kebutuhan bagi mereka, tetapi juga sebagai
alat pemberi kepuasan karena telah memiliki
produk-produk Korea yang mereka anggap
sedang trend saat ini. Rasa kepuasan inilah
yang membuat mereka seolah-olah sangat
membutuhkan
secara
terus
melakukan
barang
tersebut,
menerus
pembelian
dan
sehingga
mereka
akan
memunculkan
kekaguman terhadap produk-produk fashion
Korea.
Brand fashion Korea yang memiliki
kualitas unik, bagus dan bermutu, produk
tersebut
sukses
menciptakan
fetisisme
terhadap sebuah brand sehingga membuat
remaja perempuan tak lagi berpikir panjang
ketika membeli produk tersebut. Contohnya
saja, remaja membeli pakaian bukan lagi
semata-semata untuk memenuhi kebutuhan
alami yaitu pakaian sebagai pelindung tubuh
atau
penutup
menggunakan
dibandingkan
dengan
tubuh.
fashion
merek
alasan
Tetapi
lebih
merek
Indonesia,
mengikuti
baik
Korea
karena
perkembangan
mode pada saat ini dan terlihat unik untuk
sendiri produksinya. Salah satu buktinya yaitu
mempunyai fungsi yang sama antara produk
online shop yang menjual berbagai produk
style-nya. Jika dilihat sebenarnya pakaian
merek Korea dan merek Indonesia. Hal ini
yang membuktikan manusia tidak hanya lagi
dengan banyaknya toko-toko di mall dan
fashion Korea di Indonesia.
Fetisisme terhadap fashion Korea ini
membeli barang-barang berdasarkan fungsi
meningkat semenjak trend budaya Korean
yang terkandung di dalam barang tersebut dan
perempuan di Jakarta Selatan merasa bahwa
utamanya, tetapi melainkan merek ternama
diukur dari kemampuan serta memperoleh
barang tersebut. Hal ini bisa muncul anggapan
bahwa selama saya mampu membeli, maka
yang saya butuhkan itu bisa saya dapatkan .
Inilah yang terjadi pada remaja perempuan
saat ini.
Tidak
hanya
pakaian
saja,
untuk
menggunakan
Korea
Selatan benar-benar berhasil menarik remaja
perempuan
produk
kosmetiknya. Berdasarkan berita media online
Detik.com, 3 Oktober 2011, kosmetik Korea
wave. Hal tersebut membuat kondisi remaja
konsumsi harus terus menerus dilakukan
sebagai upaya memenuhi kepuasaan dalam
dirinya. Hal inilah yang membuat pemilik
modal mengetahui bahwa target produknya
akan di konsumsi oleh kalangan remaja
perempuan.
Sistem
penggemar
Korean
produksi
kapitalisme
dengan sengaja membangun kepuasan bagi
wave
dengan
tujuan
menciptakan perilaku konsumtif dikalangan
remaja perempuan di Jakarta Selatan.
Marx
juga
mengatakan
fetisisme
dikenal dengan iming-iming kosmetik yang
komoditas
alami yang memanfaatkan sumber daya alam .
suatu objek, yang dimana adanya kemauan
ramah lingkungan atau terbuat dari bahan
Jika dilihat dari perspektif kapitalis, kosmetik
Korea dengan menggunakan bahan yang
berasal dari sumber daya alam ini dapat
menarik minat remaja menggunakan produk
tersebut, tetapi di sisi lain, kosmetik Korea
adalah alat dari industri kosmetik yang tidak
terlepas dari profit semata. Keuntungan tetap
menjadi
hal
yang
utama
sebelum
para
produsen kosmetik Korea memikirkan hal
ekologis. Kata
terbuat dari bahan alami
digunakan oleh para produsen sebagai bentuk
pemasaran yang mengutamakan keuntungan.
Keadaan pasar dalam negeri yang
dikuasai oleh produk asing dengan kualitas
dan
harga
yang
bersaing
justru
akan
mendorong seseorang untuk berperan sebagai
importir atau penyalur produk-produk impor
bukan sebagai produsen yang memproduksi
didasarkan
pada
kapasitas
kebutuhan oleh pengguna melalui keinginan
untuk mengorbankan nilai benda tersebut
dengan cara rela mengeluarkan materi. Objek
tersebut biasanya terdapat adanya nilai sosial
yang kompleks seperti kecantikan, produk
tersebut tahan lama, berkualitas dan dilihat
dari segi fungsinya (Dant, 1996:8). Hal ini
membuktikan remaja perempuan yang telah
fetis terhadap fashion Korea akan mudah
terpengaruh
untuk
terus
membeli
dan
menggunakan fashion Korea yang paling up-
to-date.
Namun
dimanfaatkan
oleh
mencari
produsen
hal
keuntungan
ini
oleh
pendapatan produsen Korea dan semakin
memperkenalkan budaya mereka ke kalangan
masyarakat di luar Korea.
5.
Simpulan
Drama
dan
musik
Korea
merupakan
produk budaya populer Korea Selatan yang
berperan penting dalam menyebarkan Korean
wave ke berbagai negara. Kesuksesan Korean
wave membuat fashion Korea memasuki
pasar Indonesia dan semakin berkembang.
Fenomena menjamurnya toko yang menjual
produk fashion Korea di mall Jakarta Selatan,
online shop dan pengaruh media online adalah
media perantara yang paling berpengaruh
dalam penyebaran dan menyalurkan barang
impor seperti kosmetik, pakaian atau aksesoris
dengan brand asal Korea.
Pengaruh media online, toko-toko fashion
dan
online
membuat
shop
remaja
produk
Korea
fashion
perempuan
di
Jakarta
Selatan mengetahui dan menggunakan produk
tersebut. Alasan remaja menggunakan produk
fashion Korea karena melihat kecantikan
selebritis Korea yang mempunyai kecantikan
yang sempurna dan produk fashion Korea
yang terlihat unik, simpel, berkualitas dan
kosmetik Korea yang berbahan alami.
Hal
itulah yang membuat idaman para remaja
perempuan yang mereka cari.
Keberadaan fashion Korea memunculkan
fetisisme komoditas yang membuat membuat
para
remaja
menjadi
konsumtif.
Remaja
perempuan mengeluarkan biaya atau materi
untuk
mendapatkan
benda
demi
rasa
kepuasan telah memilki komoditi tersebut. Hal
inilah yang terjadi pada remaja perempuan di
Jakarta
banyak
Selatan,
untuk
mereka
kosmetik
rela
yang
membayar
harganya
berkisar Rp. 100.000,- hingga Rp. 2.000.000,-,
pakaian dengan harga Rp. 60.000,- hingga
Rp. 980.000,- serta aksesoris dengan kisaran
harga Rp. 50.000.- sampai Rp. 300.000,-. Hal
tersebut yang membuat remaja perempuan
adanya
pemujaan
terhadap produk Korea
yang ditawarkan oleh industri fashion Korea.
6. Daftar Pustaka
Barnard,
M.
(2011).
Fashion
Sebagai
Komunikasi. Di terjemahkan oleh Idi
Subany Ibrahim. Yogyakarta: Jalasutra.
Bungin,
B.
Jakarta:
(2007).
Penelitian
Kualitatif.
(2006).
Sosiologi
Kencana
Group.
.
Prenada
Media
Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Heryantono. A. (2012). Budaya Populer Di
Indonesia.Yogyakarta: Jalasutra.
Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan.
Kaslan,
Jakarta: Kencana.
AT.
(1983).
Ekonomi
Selayang
Information
Service.
Pandang. Bandung : Sumur.
Korean
Culture
and
(2011). The Korean Wave: A New Pop
Culture Phenomenon. Korea: Ministry
Of Culture, Spot and Tourism
Paterson,
M.
(2006).
Everyday Life.
Consumption
USA and Canada:
Taylor & Francis Group
Ritzer.
G.
(2012).
and
Teori
Sosiologi:
Dari
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Terakhir
Diterjemahkan
Postmodern.
oleh Saut Pasaribu, dkk. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sangadji, M dan Sopiah. (2013). Perilaku
Konsumen.
Offset.
Zulkifli.
(1986).
Yogyakarta
Psikologi
Bandung: Remaja Karya.
:
CV
Andi
Perkembangan.
Skripsi
januari2014.No1http://jurnal.upi.ed
Anggraeni, K. (2013). Pengaruh Terpaan
Tayangan
Drama
Faced Beauty
Korea
Baby
Terhadap Minat
Gaya Berbusana Remaja Putri.
Universitas
Sultan
u/file/0.Layout_Invotec_Vol_IX_No
_.1_Februari_2013_.pdf
Dant, T. (1996). Fetishism And The Social
Value
Ageng
2014.
tanggal
Skripsi.
http://repository.fisipuntirta.ac.id/287/
Purbaningrum, T. (2008). Pola Konsumsi
Among Teens. Republic Korea.
Journal Of Bussines Research. Di
akses
Institute of Textiles & Clothing The
2
januari
_toward_luxury_brands_among_te
Internet
ens
Alexander, B Herman. (2013). Nih... Tiga
Pusat
Hong Kong Polytechnic University.
Belanja
Dikunjungi.
Di akses pada tanggal 8 Juli 2014.
Paling
Ramai
Diakses pada tanggal 22 Oktober
www.itc.polyu.edu.hk/.../Files/.../10
Jurnal
tanggal
67681/Impact_of_self_on_attitudes
0408200903411.pdf
GenerationY s.
pada
2014.https://www.academia.edu/30
http://eprints.uns.ac.id/8661/1/9240
Kong
2014.
Attitudes Toward Luxury Brands
Skripsi.
Hong
juni
Gill, Luciana A. (2012). Impact Of Self On
pada tanggal 30 desember 2013.
on
22
etishism_eprint.pdf
Universitas Sebelas Maret Di akses
Korean Popular Culture Influences
Lancaster
http://eprints.lancs.ac.uk/33407/1/F
Fashion Di Kalangan Pelajar Putri.
Yan, K. TSZ dan Francesca. (2013). Does the
Object.
University. Vol 44. Di akses pada
Tirtayasa.. Diakses pada tanggal 2
januari
Of
t.Belanja.Paling.Ramai.Dikunjungi.
2014.
Al rashid, H. A. (Tanpa Tahun). Putih Cantik
Persepsi Kecantikan dan Obsesi
Aprilia. R. (2011). Tren Korea yang mewabah
Remaja
Orang Indonesia Untuk Memiliki
Kulit
Putih.
Muhamadiyah
www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field
_topics/hannahalrashid.pdf.
Andriana, Y.F (2013). Identifikasi Gaya Korea
Di Indonesia Sebagai Bagian Dari
Barat.
Insitut
Teknologi
tanggal
2
Bandung (ITB). Vol IX. Di akses
pada
70916-online-shopping-produk-
Diakses
pada tanggal 26 Januari 2015.
Gaya
Diakses pada tanggal 28
Beyond
Januari 2015.
Cosmetic.
Beyond
(2015).
Official
Page
Indonesia.
Diakses pada tanggal 2 Maret
2015.
BPS, Jakarta Selatan. (2013). Jakarta Selatan
dalam angka Jakarta Selatan In
Figures
2014.
dan.Kecantikan.Plastik.>
pada tanggal 26 Januari 2015.
The Face Shop. (2015). The Face Shop
Indonesia.
Diakses
pada tanggal 23 Oktober 2014.
Deil. S.A. (2014). Hallyu Bikin Bisnis Korea di
Indonesia
Makin
Lancar.
Etude
pada tanggal 3 Maret 2015.
House.
(2008).
Etude
Diakses
Indonesia.
Diakses pada tanggal 3
November 2014.
Hestianingsih. (2011). 4 Produk Kosmetik
Dengan
Lingkungan.
Konsep
Ramah
Diakses pada
tanggal 3 Maret 2015.
Kadaryono, N. (2012). Blok M Square,Belanja
Lengkap
dan
Murah.
Pondok
Diakses
pada tanggal 12 Oktober 2014.
Indah
Mall.
(2012).
About
Us.
Diakses pada tanggal
23 Oktober 2014.
Putera, K.V dan Dian Maharan. (2014). Drama
dan
Kecantikan
Plastik.