SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MERE
SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
MEREBUT IRIAN BARAT
A. Latar Belakang Terjadinya Perjuangan Mengembalikan Irian Barat
Masih ingatkah kalian tentang Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
diselenggarakan di Den Haag Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai 2
September 1949? Salah satu keputusan dalam konferensi tersebut antara lain
bahwa masalah Irian Barat akan dibicarakan antara Indonesia dengan Belanda
satu tahun setelah Pengakuan Kedaulatan. Dan keputusan ini terjadi perbedaan
penafsiran antara Indonesia dengan Belanda. Pihak Indonesia menafsirkan bahwa
Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia. Tetapi pihak Belanda
menafsirkan hanya akan merundingkan saja masalah Irian Barat. Dalam
penjalanan waktu, Belanda tidak mau membicarakan masalah Irian Barat dengan
Indonesia.
B. Perjuangan Diplomasi: Pendekatan Diplomasi
Dalam menghadapi masalah Irian Barat tersebut Indonesia mula-mula
melakukan upaya damai, yakni melalui diplomasi bilateral dalam lingkungan
ikatan Uni Indonesia-Belanda. Akan tetapi usaha usaha melalui meja perundingan
secara bilateral ini selalu mengalami kegagalan. Setelah upaya-upaya tersebut
tidak mambawa hasil maka sejak tahun 1953 perjuangan pembebasan Irian Barat
mulai dilakukan di forum- forum internasional, terutama PBB dan forum-forum
solidaritas Asia-Afrika seperti Konferensi Asia-Afrika.
Sejak tahun 1954 masalah Irian Barat mi selalu dibawa dalam acara
Sidang Majelis Umum PBB, namun upaya ini pun tidak memperoleh tanggapan
1
yang positif. Setelah upaya-upaya diplomasi tidak mencapai hasil maka
pemerintah mengambil sikap yang lebih keras yakni membatalkan Uni IndonesiaBelanda dan diikuti pembatalan secara sepihak persetujuan KMB oleh Indonesia
pada tahun 1956.
Partai-partai politik dan semua golongan mendukung terhadap upaya
pembebasan Irian Barat ini Selain itu perjuangan merebut Irian Barat diresmikan
pemerintah maka ditetapkanlah Soa-Siu di Tidore sebagai ibu kota provinsi Irian
Barat dan Zainal Abidin Syah ditetapkan menjadi Gubernur pada tanggal 23
September 1956.
C. Perjuangan dengan Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Berbagai upaya yang dilakukan Indonesia tersebut sampai tahun 1957
ternyata belum membawa hasil sehingga Belanda tetap menduduki Irian Barat.
Karena jalan damai yang ditempuh belum membawa hasil maka sejak itu
perjuangan ditingkatkan dengan melakukan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di
seluruh tanah air Indonesia yang dimulai dengan pengambilalihan perusahaan
milik Belanda. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang diambil alih oleh
bangsa Indonesia pada bulan Desember 1957 tersebut antara lain Nederlandsche
Handel Maatschappij N.y. (sekarang menjadi Bank Dagang Negara), bank
Escompto di Jakarta serta Perusahaan Philips dan KLM.
Pada tanggal 17 Agustus 1960 Republik Indonesia secara resmi
memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan Belanda.
Meithat hubungan yang tegang antara Indonesia dengan Belanda ini maka dalam
Sidang Umum PBB tahun 1961 kembali masalah ini diperdebatkan.
Pada waktu terjadi ketegangan Indonesia dengan Belanda, Sekretaris
Jenderal PBB U Thant menganjurkan kepada salah seorang diplomat Amerika
Serikat Ellsworth Bunker untuk mengajukan usul penyelesaian masalah Irian
Barat. Pada bulan Maret 1962 Ellsworth Bunker mengusulkan agar pihak
Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia yang
dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun. Akhirnya Indonesia menyetujui
usul Bunker tersebut dengan catatan agar waktu dua tahun itu diperpendek.
Sebaliknya Pemerintah Kerajaan
Belanda tidak mau melepaskan Irian bahkan membentuk negara
“Boneka” Papua. Dengan sikap Belanda tersebut maka tindakan bangsa
Indonesia dan politik konfrontasi ekonomi ditingkatkan menjadi konfrontasi
segala bidang.
2
D. Tri Komando Rakyat (Trikora)
Tindakan Belanda dengan mendirikan negara “Boneka” Papua itu
merupakan sikap yang menantang kepada bangsa Indonesia untuk bertindak
cepat. Oleh karena itu pemerintah segera mengambil tindakan guna
membebaskan Irian Barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno
dalam suatu rapat raksasa di Yogyakarta mengeluarkan komando yang terkenal
sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut.
1. Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan Belanda kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air dan bangsa.
Dengan dikeluarkannya Trikora maka mulailah konfrontasi total terhadap
Belanda dan pada bulan Januari 1962 pemerintah membentuk Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Adapun tugas pokok dan
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat ini adalah pengembangan operasioperasi militer dengan tujuan pengembangan wilayah Irian Barat ke dalam
kekuasaan negara Republik Indonesia. Sebagai Panglima Komando Mandala
adalah Mayor Jenderal Soeharto.
Sebelum Komando Mandala melakukan operasi sudah dilakukan
penyusupan ke Irian Barat. ada tanggal 15 Januari 1962 ketika waktu
menunjukkan pukul 21.15 di angkasa terlihat dua buah pesawat terbang pada
ketinggian 3000 kaki melintasi formasi patroli ALRI. Diperkirakan pesawat
tersebut adalah milik Belanda jenis Neptune dam Firefly. Waktu itu terlihat juga
dua buah kapal perusak yang sedang melepaskan tembakan ke arah kapal Motor
Torpedo Boat (MTB) yang di situ turut pula para pejabat tinggi dan Markas Besar
Angkatan Laut yaitu Komodor Yos Sudarso. Dalam insiden di Laut Aru tersebut
Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso,
bersama Komandan KRI Macan Tutul, Kapten (Laut) Wiratno, dan beberapa
prajurit TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos Sudarso
sempat mengucapkan pesan terakhir “Kobarkan Semangat Pertempuran.” Adapun
operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi
dalam tiga fase, yakni sebagai berikut.
1. Fase Infiltrasi (sampai akhir 1962)
Memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan
daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan mi harus dapat mengembangkan
penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam
perjuangan fisik untuk membebaskan wilayah tersebut.
2. Fase Eksploitasi (mulai awal 1963)
3
Mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki
semua pos pertahanan musuh yang penting.
3. Fase Konsolidasi (awal 1964)
Menegakkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian
Barat. Selanjutnya antara bulan Maret sampai Agustus 1962 Komando
Mandala melakukan operasi-operasi pendaratan baik melalui laut maupun
udara.
Beberapa operasi tersebut adalah Operasi Banteng di Pak-Fak dan Kaimana.
Operasi Serigala di sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke,
serta Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke. Selain itu juga
direncanakan serangan terbuka merebut Irian Barat dengan Operasi Jayawijaya.
E. Persetujuan New York
Pada awalnya Belanda tidak yakin pasukan Indonesia dapat masuk ke
wilayah Irian. Akan tetapi operasi-operasi yang dilakukan Pasukan Komando
Mandala ternyata berhasil terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan
pasukan Indonesia. Sementara itu Pemerintah Kerajaan Belanda sedikit banyak
mendapat tekanan dan pihak Amerika Serikat untuk berunding karena untuk
mencegah terseretnya Uni Soviet dan Amerika Serikat ke dalam konfrontasi.
Dengan adanya rencana Bunker di atas maka sikap Indonesia adalah
menerimanya. Hal ini ternyata menambah simpati dunia terhadap RI, sebaliknya
Belanda bersikukuh mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itu pada tanggal
14 Agustus 1962 RI melakukan operasi besar-besaran yang terkenal sebagai
operasi Jayawijaya. Tanggal penyerbuan ini ditetapkan sebagai “Hari H” atau
“Hari Penyerbuan.”
Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara
Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, bertempat di Markas Besar
PBB. Perjanjian ini terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian
New York adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa
Pelaksana Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary Executive
Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
2. Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat
berdampingan dengan / bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan
pada tanggal 31 Desember untuk digantikan oleh bendera Indonesia
mendampingi bendera PBB.
3. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan
selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia.
4
4. Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada
tanggal 1 Mei 1963.
5. Pada tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dan RI melalui
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk
suatu pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces
(UNSF) di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dan Pakistan.
Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dan Iran juga berjalan lancar
sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan
Sebagai Gubernur Irian Barat pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang
putera asli Irian Barat.
Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa
dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti
Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani.
Pantas pula untuk dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam
pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia memenangkan hadiah Pending Emas
karena
ikut
sertanya
dalam
pembebasan
Irian
Barat
secara
heroik.
Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis yang berjudul Pending Emas.
Dengan ditandatangani Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian
Barat diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan Belanda pun
segera dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian Barat kepada Indonesia maka
Komando Mandala dibubarkan dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi
Wisnumurti yang bertugas menjaga keamanan dalam penyerahan kekuasaan
pemerintahan di Irian Barat dari UNTEA kepada Indonesia.
F. Arti Penting Penentuan Pe dapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat
Sebagai bagian dan Persetujuan New York bahwa Indonesia berkewajiban
untuk mengadakan “Penentuan Pendapat Rakyat” (Ascertainment of the wishes of
the people) di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa
kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda, akan menghormati keputusan hasil
Penentuan
Pendapat
Rakyat
Irian
Barat
tersebut.
Pada
tahun
1969
diselenggarakanlah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat dan
hasilnya adalah bahwa rakyat Irian Barat tetap menghendaki sebagai bagian dan
wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya hasil dari Pepera tersebut dibawa ke
New York oleh utusan Sekjen PBB Ortizs Sanz untuk dilaporkan dalam Sidang
Umum PBB ke- 24 pada bulan November 1969. Penyelesaian sengketa masalah
Irian - Barat antara Indonesia dengan Belanda melalui Persetujan New York
5
dilanjutkan dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) merupakan cara yang
adil. Dalam persoalan Pepera (Pénentuan Pendapat Rakyat = plebisit) menurut
Persetujuan New York, pihak Belanda juga menunjukkan sikapnya yang baik,
Kedua belah pihak menghormati hasil dan pendapat rakyat Irian Barat dalam
menentukan pilihannya.
Hasil dan Pepera yang memutuskan secara bulat bahwa Irian Barat tetap
merupakan bagian dan Republik Indonesia. Hasil Pepera ini membuka jalan bagi
persahabatan RI-Belanda, Lebih-lebih setelah tahun 1965, hubungan RI-Belanda
sangat akrab dan banyak sekali bantuan dari Belanda kepada Indonesia baik
melalui IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia) atau di luarnya.
Akhirnya Sidang Umum PBB tanggal 19 November 1969 menyetujui
hasil- hasil Pepera tersebut sehingga Irian Barat tetap merupakan bagian dan
wilayah Republik Indonesia.
6
MEREBUT IRIAN BARAT
A. Latar Belakang Terjadinya Perjuangan Mengembalikan Irian Barat
Masih ingatkah kalian tentang Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
diselenggarakan di Den Haag Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai 2
September 1949? Salah satu keputusan dalam konferensi tersebut antara lain
bahwa masalah Irian Barat akan dibicarakan antara Indonesia dengan Belanda
satu tahun setelah Pengakuan Kedaulatan. Dan keputusan ini terjadi perbedaan
penafsiran antara Indonesia dengan Belanda. Pihak Indonesia menafsirkan bahwa
Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia. Tetapi pihak Belanda
menafsirkan hanya akan merundingkan saja masalah Irian Barat. Dalam
penjalanan waktu, Belanda tidak mau membicarakan masalah Irian Barat dengan
Indonesia.
B. Perjuangan Diplomasi: Pendekatan Diplomasi
Dalam menghadapi masalah Irian Barat tersebut Indonesia mula-mula
melakukan upaya damai, yakni melalui diplomasi bilateral dalam lingkungan
ikatan Uni Indonesia-Belanda. Akan tetapi usaha usaha melalui meja perundingan
secara bilateral ini selalu mengalami kegagalan. Setelah upaya-upaya tersebut
tidak mambawa hasil maka sejak tahun 1953 perjuangan pembebasan Irian Barat
mulai dilakukan di forum- forum internasional, terutama PBB dan forum-forum
solidaritas Asia-Afrika seperti Konferensi Asia-Afrika.
Sejak tahun 1954 masalah Irian Barat mi selalu dibawa dalam acara
Sidang Majelis Umum PBB, namun upaya ini pun tidak memperoleh tanggapan
1
yang positif. Setelah upaya-upaya diplomasi tidak mencapai hasil maka
pemerintah mengambil sikap yang lebih keras yakni membatalkan Uni IndonesiaBelanda dan diikuti pembatalan secara sepihak persetujuan KMB oleh Indonesia
pada tahun 1956.
Partai-partai politik dan semua golongan mendukung terhadap upaya
pembebasan Irian Barat ini Selain itu perjuangan merebut Irian Barat diresmikan
pemerintah maka ditetapkanlah Soa-Siu di Tidore sebagai ibu kota provinsi Irian
Barat dan Zainal Abidin Syah ditetapkan menjadi Gubernur pada tanggal 23
September 1956.
C. Perjuangan dengan Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Berbagai upaya yang dilakukan Indonesia tersebut sampai tahun 1957
ternyata belum membawa hasil sehingga Belanda tetap menduduki Irian Barat.
Karena jalan damai yang ditempuh belum membawa hasil maka sejak itu
perjuangan ditingkatkan dengan melakukan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di
seluruh tanah air Indonesia yang dimulai dengan pengambilalihan perusahaan
milik Belanda. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang diambil alih oleh
bangsa Indonesia pada bulan Desember 1957 tersebut antara lain Nederlandsche
Handel Maatschappij N.y. (sekarang menjadi Bank Dagang Negara), bank
Escompto di Jakarta serta Perusahaan Philips dan KLM.
Pada tanggal 17 Agustus 1960 Republik Indonesia secara resmi
memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan Belanda.
Meithat hubungan yang tegang antara Indonesia dengan Belanda ini maka dalam
Sidang Umum PBB tahun 1961 kembali masalah ini diperdebatkan.
Pada waktu terjadi ketegangan Indonesia dengan Belanda, Sekretaris
Jenderal PBB U Thant menganjurkan kepada salah seorang diplomat Amerika
Serikat Ellsworth Bunker untuk mengajukan usul penyelesaian masalah Irian
Barat. Pada bulan Maret 1962 Ellsworth Bunker mengusulkan agar pihak
Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia yang
dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun. Akhirnya Indonesia menyetujui
usul Bunker tersebut dengan catatan agar waktu dua tahun itu diperpendek.
Sebaliknya Pemerintah Kerajaan
Belanda tidak mau melepaskan Irian bahkan membentuk negara
“Boneka” Papua. Dengan sikap Belanda tersebut maka tindakan bangsa
Indonesia dan politik konfrontasi ekonomi ditingkatkan menjadi konfrontasi
segala bidang.
2
D. Tri Komando Rakyat (Trikora)
Tindakan Belanda dengan mendirikan negara “Boneka” Papua itu
merupakan sikap yang menantang kepada bangsa Indonesia untuk bertindak
cepat. Oleh karena itu pemerintah segera mengambil tindakan guna
membebaskan Irian Barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno
dalam suatu rapat raksasa di Yogyakarta mengeluarkan komando yang terkenal
sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut.
1. Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan Belanda kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air dan bangsa.
Dengan dikeluarkannya Trikora maka mulailah konfrontasi total terhadap
Belanda dan pada bulan Januari 1962 pemerintah membentuk Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Adapun tugas pokok dan
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat ini adalah pengembangan operasioperasi militer dengan tujuan pengembangan wilayah Irian Barat ke dalam
kekuasaan negara Republik Indonesia. Sebagai Panglima Komando Mandala
adalah Mayor Jenderal Soeharto.
Sebelum Komando Mandala melakukan operasi sudah dilakukan
penyusupan ke Irian Barat. ada tanggal 15 Januari 1962 ketika waktu
menunjukkan pukul 21.15 di angkasa terlihat dua buah pesawat terbang pada
ketinggian 3000 kaki melintasi formasi patroli ALRI. Diperkirakan pesawat
tersebut adalah milik Belanda jenis Neptune dam Firefly. Waktu itu terlihat juga
dua buah kapal perusak yang sedang melepaskan tembakan ke arah kapal Motor
Torpedo Boat (MTB) yang di situ turut pula para pejabat tinggi dan Markas Besar
Angkatan Laut yaitu Komodor Yos Sudarso. Dalam insiden di Laut Aru tersebut
Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso,
bersama Komandan KRI Macan Tutul, Kapten (Laut) Wiratno, dan beberapa
prajurit TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos Sudarso
sempat mengucapkan pesan terakhir “Kobarkan Semangat Pertempuran.” Adapun
operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi
dalam tiga fase, yakni sebagai berikut.
1. Fase Infiltrasi (sampai akhir 1962)
Memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan
daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan mi harus dapat mengembangkan
penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam
perjuangan fisik untuk membebaskan wilayah tersebut.
2. Fase Eksploitasi (mulai awal 1963)
3
Mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki
semua pos pertahanan musuh yang penting.
3. Fase Konsolidasi (awal 1964)
Menegakkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian
Barat. Selanjutnya antara bulan Maret sampai Agustus 1962 Komando
Mandala melakukan operasi-operasi pendaratan baik melalui laut maupun
udara.
Beberapa operasi tersebut adalah Operasi Banteng di Pak-Fak dan Kaimana.
Operasi Serigala di sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke,
serta Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke. Selain itu juga
direncanakan serangan terbuka merebut Irian Barat dengan Operasi Jayawijaya.
E. Persetujuan New York
Pada awalnya Belanda tidak yakin pasukan Indonesia dapat masuk ke
wilayah Irian. Akan tetapi operasi-operasi yang dilakukan Pasukan Komando
Mandala ternyata berhasil terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan
pasukan Indonesia. Sementara itu Pemerintah Kerajaan Belanda sedikit banyak
mendapat tekanan dan pihak Amerika Serikat untuk berunding karena untuk
mencegah terseretnya Uni Soviet dan Amerika Serikat ke dalam konfrontasi.
Dengan adanya rencana Bunker di atas maka sikap Indonesia adalah
menerimanya. Hal ini ternyata menambah simpati dunia terhadap RI, sebaliknya
Belanda bersikukuh mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itu pada tanggal
14 Agustus 1962 RI melakukan operasi besar-besaran yang terkenal sebagai
operasi Jayawijaya. Tanggal penyerbuan ini ditetapkan sebagai “Hari H” atau
“Hari Penyerbuan.”
Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara
Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, bertempat di Markas Besar
PBB. Perjanjian ini terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian
New York adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa
Pelaksana Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary Executive
Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
2. Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat
berdampingan dengan / bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan
pada tanggal 31 Desember untuk digantikan oleh bendera Indonesia
mendampingi bendera PBB.
3. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan
selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia.
4
4. Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada
tanggal 1 Mei 1963.
5. Pada tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dan RI melalui
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk
suatu pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces
(UNSF) di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dan Pakistan.
Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dan Iran juga berjalan lancar
sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan
Sebagai Gubernur Irian Barat pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang
putera asli Irian Barat.
Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa
dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti
Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani.
Pantas pula untuk dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam
pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia memenangkan hadiah Pending Emas
karena
ikut
sertanya
dalam
pembebasan
Irian
Barat
secara
heroik.
Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis yang berjudul Pending Emas.
Dengan ditandatangani Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian
Barat diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan Belanda pun
segera dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian Barat kepada Indonesia maka
Komando Mandala dibubarkan dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi
Wisnumurti yang bertugas menjaga keamanan dalam penyerahan kekuasaan
pemerintahan di Irian Barat dari UNTEA kepada Indonesia.
F. Arti Penting Penentuan Pe dapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat
Sebagai bagian dan Persetujuan New York bahwa Indonesia berkewajiban
untuk mengadakan “Penentuan Pendapat Rakyat” (Ascertainment of the wishes of
the people) di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa
kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda, akan menghormati keputusan hasil
Penentuan
Pendapat
Rakyat
Irian
Barat
tersebut.
Pada
tahun
1969
diselenggarakanlah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat dan
hasilnya adalah bahwa rakyat Irian Barat tetap menghendaki sebagai bagian dan
wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya hasil dari Pepera tersebut dibawa ke
New York oleh utusan Sekjen PBB Ortizs Sanz untuk dilaporkan dalam Sidang
Umum PBB ke- 24 pada bulan November 1969. Penyelesaian sengketa masalah
Irian - Barat antara Indonesia dengan Belanda melalui Persetujan New York
5
dilanjutkan dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) merupakan cara yang
adil. Dalam persoalan Pepera (Pénentuan Pendapat Rakyat = plebisit) menurut
Persetujuan New York, pihak Belanda juga menunjukkan sikapnya yang baik,
Kedua belah pihak menghormati hasil dan pendapat rakyat Irian Barat dalam
menentukan pilihannya.
Hasil dan Pepera yang memutuskan secara bulat bahwa Irian Barat tetap
merupakan bagian dan Republik Indonesia. Hasil Pepera ini membuka jalan bagi
persahabatan RI-Belanda, Lebih-lebih setelah tahun 1965, hubungan RI-Belanda
sangat akrab dan banyak sekali bantuan dari Belanda kepada Indonesia baik
melalui IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia) atau di luarnya.
Akhirnya Sidang Umum PBB tanggal 19 November 1969 menyetujui
hasil- hasil Pepera tersebut sehingga Irian Barat tetap merupakan bagian dan
wilayah Republik Indonesia.
6