Makalah Pendekatan Cara Belajar Siswa Ak

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru,
dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk
membelajarkan siswa.
Jika ditinjau dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang, maka makin
terlihat jelas bahwa hidup seseorang di dalam lingkungan yang berbudaya, itu
merupakan perjuangan dari seseorang individu dengan hak asasi manusiawi dalam
menyatakan dirinya, dan makhluk yang berkehendak menurut dirinya sendiri.
Semakin aktif dia memberikan kontribusi kepada lingkungan sosialnya, makin ia
menjalin ikatan dan menerima norma dari lingkungan sosialnya, maka makin ia
meningkatkan aspirasi-aspirasinya dalam mempersoalkan kepentingan untuk
mencapai cita-citanya dalam mewujudkan diri (selfactualization), yang mengacu
pada kemandirian.
Mendidik

pada

hakikatnya


merupakan

bantuan

untuk

mencapai

perkembangan dalam mewujudkan dirinya tanpa mengabaikan lingkungannya.
Seorang manusia yang seutuhnya harus mencakup kemandirian seseorang dan
kemampuan untuk ikut bertanggung jawab terhadap penbangunan bangsanya.
Dari hal tersebut dapat kita tahu bahwa objek pendidikan sekaligus
menjadi subjek dan perilaku dari kegiatan pendidikan tersebut. Yang nantinya
subjek pendidikan tersebut mampu berpikir mandiri yang menuntut interaksi
dalam kehidupan lingkungan maupun di dalam kelas yang tidak semata-mata
merupakan pemberian informasi searah dan menyimak tanpa ada kegiatan untuk
mengembangkan secara kreatif ide maupun sikap dan keterampilan secara
mandiri. Di sinilah terlihat pentingnya sebuah pendekatan belajar yang mampu
membuat siswa untuk aktif dalam sebuah pembelajaran agar pembelajaran
tersebut menjadi pembelajaran yang bermakna.

Untuk dapat membelajarkan siswa, salah satu cara yang dapat ditempuh
oleh guru ialah dengan menerapkan pendekatan CBSA. Pendekatan ini merupakan
1

merupakan pendekatan pembelajaran yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum
yang berlaku. CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental
siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA menuntut keterlibatan mental yang
tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspekaspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajaran
akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Akan tetapi dengan CBSA para
pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada
mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara
bersama-sama.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penerapan pendekatan CBSA
beserta implementasinya di lapangan hingga kepada solusi-solusi dari
permasalahan yang muncul.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah dikemukakan,
rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu “penerapan pendekatan CBSA
beserta implementasinya di lapangan hingga kepada solusi-solusi dari

permasalahan yang muncul?”.

1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penerapan pendekatan CBSA beserta implementasinya di lapangan hingga kepada
solusi-solusi dari permasalahan yang muncul.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pendekatan pembelajaran adalah cara umum dan atau asumsi dalam
memandang dan atau menyikapi pembelajaran serta permasalahannya.
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional
dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik
dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut
keterlibatan mental yang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang
berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui

proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
Perlu ditekankan kembali bahwa ”CBSA adalah suatu pendekatan, bukan
suatu metode atau teknik mengajar”. (T.Raka Joni, 1993: 54 dalam makalah
Yuniawati, 2012).
Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active
Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif
pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan
tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugastugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi
dikerjakan dikelas secara bersama-sama.
Pendekatan CBSA sangat mengutamakan derajat keaktifan pembelajar.
Siswa belajar secara aktif ketika mereka terlibat secara terus-menerus, baik mental
maupun fisik. Pembelajar dalam proses pembelajaran itu dapat berbentuk sebagai
berikut:
1. Keterlibatan fisik, kegiatan fisik yang dapat diamati diantaranya dalam bentuk
kegiatan membaca, mendengarkan, menulis, meragakan, dan mengukur.
Seperti

pula

melakukan


pengukuran/perhitungan,

pengumpulan

dan

pengolahan data dan sebagainya atau memperagakan suatu konsep/prinsip/dan
lain-lain.

3

2. Keterlibatan mental/psikis, kegiatan yang mengingat kembali isi pelajaran
pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki
dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen,
membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, serta kegiatan mental
lainnya. meliputi:
a. Keterlibatan intelektual yang dapat berbentuk mendengarkan informasi
dengan cermat, berdiskusi dengan teman sekelas, melakukan pengamatan
terhadap suatu fakta atau peristiwa, dan sebagainya sehingga memberi

peluang terjadinya asimilasi dan atau akomodasi kognitif terhadap
pengetahuan baru tersebut;
b. Keterlibatan intelektual dalam bentuk latihan ketrampilan intelektual
seperti menyusun suatu rencana/program, menyatakan gagasan, dan
sebagainya;
c. Keterlibatan emosional dapat berbentuk penghayatan terhadap perasaan,
nilai, sikap, dan sebagainya dalam ranah afektif.
Pembelajaran aktif itu perlu semangat hidup, giat, berkesinambungan, kuat
dan efektif. Selain itu, pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi
ketika siswa bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman
yang dialami.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan
CBSA adalah anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian
pelibatan intelektual-emosional siswa dalam pembelajaran, dengan melibatkan
fisik siswa apabila diperlukan. Pelibatan intelektual-emosional/ fisik siswa serta
optimalisasi dalam pembelajaran, diarahkan untuk membelajarkan siswa
bagaimana belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya tentang
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai.
2.2 Karakteristik, Prinsip dan Kerangka CBSA
a. Karakteristik Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)

Pembelajaran yang mengajak siswa untuk aktif, akan tampak ketika
sebuah pembelajaran benar-benar menunjukan orientasinya pada peserta didiknya.

4

Dan akan berlaku sebaliknya apabila arah pembelajaran tersebut berorientasi
kepada guru.
Raka Joni (1992: 19-20 makalah Yuniawati, 2012) mengungkapakan
bahwa pembelajaran yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
- Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa.
Menunjukan bahwa siswa berperan aktif dalam mengembangkan cara-cara
balajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan
titik tolak kegiatan.
- Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar.
Guru bukan satu-satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber
belajar, yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh
pengetahuan/ keterampilan melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan
motivasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan untuk membuat suatu

karya.
- Tujuan pembelajaran tidak hanya untuk sekedar mengejar standart akademis.
Selain

pencapaian

standar

akademis,

kegiatan

ditekankan

untuk

mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan setimbang.
- Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa
dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan
mantap.

- Penilaian dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan
siswa, serta megukur berbagai keterampilan yang dikembangkan, misalnya
keterampilan berbahasa, keterampilan sosial, keterampilan matematika, dan
keterampilan proses dalam IPA dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil
belajar siswa.
b. Prinsip Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada
kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa
5

dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik. PrinsipPrinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi Subjek Didik :
Dimensi subjek didik, meliputi:
1. Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongandorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian
tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya
dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa
ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
2. Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam
persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun
tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal ini terwujud bila guru

bersikap demokratis.
3. Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
4. Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
5. Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan
siapapun termasuk guru.
b. Dimensi Guru
Dimensi guru, meliputi:
1. Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka
kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajarmengajar.
2. Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan
motivator.
3. Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
4. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara
serta tingkat kemampuan masing-masing.

6

5. Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar

serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan
lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
Dimensi program, meliputi:
1. Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi
kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang
sangat penting diperhatikan guru.
2. Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun
aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
3. Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi Situasi Belajar-Mengajar
Dimensi situasi belajar-mengajar, meliputi:
1. Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat,
bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses
belajar-mengajar.
2. Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajarmengajar.
c. Kerangka CBSA
Meninjau bahwa apakah suatu proses menunjukan CBSA, dapat dilihat
dari segi kesadaran siswa dan guru yang terlibat di dalamnya?. Jawabannya,
proses pembelajarannya akan optimal terjadi apabila siswa yang belajar ataupun
guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan kesengajaan terlibat dalam
proses

pembelajaran

sehingga

akan

memunculkan

berbagai

interaksi

pembelajaran.
Pendidik hendaknya juga menyadari bahwa peserta didik memiliki
berbagai cara belajar. Beberapa peserta didik paling baik belajar dengan cara
melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka secara hati-hati mengurutkan
presentasi informasi. Mereka lebih senang mencatat apa yang pengajar katakan.

7

Selama pelajaran, mereka cenderung tenang dan jarang terganggu oleh suara.
Peserta didik yang visual kebalikan dari peserta didik yang bersifat auditory, yang
sering kali tidak terganggu melihat apa yang pengajar lakukan, atau tidak tertarik
membuat catatan. Mereka benar-benar ada pada kemampuannya untuk mendengar
dan mengingat. Selama pelajaran mereka biasanya aktif bercakap-cakap dan
dengan mudah terganggu oleh suara. Sedangkan peserta didik yang bersifat
kinestetik adalah menguatkan belajar dengan terlibat secara langsung dalam
aktivitas. Mereka cenderung pada gerak hati, dengan sedikit sabar. Selama
pelajaran berlangsung, mereka mungkin gelisah kecuali mereka dapat bergerak
dan melakukannya. Pendekatan mereka untuk belajar dapat terjadi secara acak dan
random.
Tentu saja, beberapa orang termasuk pada satu jenis pelajar tersebut. Maka
pengajar harus memperhatikan perubahan-perubahan yang ada pada gaya belajar
peserta didik. Bruner menekankan bahwa reciprocity diperlukan bagi kelompok
untuk mencapai tujuan, kemudian terdapat proses yang menyebabkan individu
terlibat dalam belajar, mengantarkannya pada kemampuan yang diperlukan dalam
menyusun kelompok (Bruner, 1986) (dalam buku Active Learning karya
Silberman Mel). Peserta didik akan lebih tertarik belajar karena mereka
melakukannya dengan teman-teman sekelas mereka. Sekali terlibat, mereka juga
perlu untuk bercakap-cakap mengenai apa yang mereka alami dengan yang lain,
yang mengarahkan pada hubungan selanjutnya.
Aktivitas kolaboratif membantu mengarahkan belajar aktif. Meskipun
belajar independen dan kelas penuh instruksi juga mendorong belajar aktif,
kemampuan untuk mengajar melalui aktivitas kerja kolaboratif dalam kelompok
kecil akan memungkinkan guru untuk mempromosikan belajar aktif dengan cara
khusus. Apa yang peserta didik diskusikan dengan yang lain dan apa yang peserta
didik ajarkan pada yang lain menyebabkan dia memperoleh pemahaman dan
menguasai cara belajar. Salah satu cara untuk memfasilitasi belajar aktif dalam
kelompok kecil adalah memberikan tugas-tugas pada anggota kelompok seperti

8

pemimpin, fasilitator, pengatur waktu, perekam, pembicara, pengamat proses atau
manajer materi.
Lingkungan fisik dalam ruang kelas juga dapat menjadikan belajar aktif.
Dekorasi interior dari belajar aktif adalah menyenangkan dan menantang. Dalam
beberapa hal, mebelair dapat diatur untuk membentuk susunan yang berbedabeda. Lingkungan belajar aktif adalah tempat dimana kebutuhan, harapan dan
perhatian peserta didik mempengaruhi rencana pembelajaran pengajar.
Diskusi kelas berperan sangat penting dalam belajar aktif. Dengan
mendengarkan keluasan pandangan menantang peran peserta. Pengajar selama
diskusi kelompok berperan memfasilitasi jalannya komentar dari kelompok.
Sekalipun itu tidak perlu untuk menyela setelah setiap siswa berbicara, secara
periodik membantu kelompok agar kontribusi mereka dapat bermanfaat.
Aktivitas pengalaman betul-betul membantu membuat belajar aktif.
Aktivitas semacam itu secara khusus melibatkan bermain peran, games, simulasi,
dan tugas problem solving. Seringkali jauh lebih baik bagi peserta didik untuk
mengalami sesuatu dari pada sekedar mendengarkan dan membicarakannya.
Dengan menggunakan teknik-teknik belajar aktif cenderung mengurangi
problem manajemen kelas yang sering kali mengganggu pengajar yang betulbetul merasa berat pada ceramah dan diskusi kelompok besar. Pada intinya
metode atau teknik apapun yang nantinya digunakan oleh guru, belajar aktif
memerlukan waktu. Oleh karena itu, penting bahwa tidak ada waktu yang
terbuang .

2.3 Keunggulan Penggunaan CBSA dalam Pembelajaran
Dengan semakin berkembangnya zaman, maka menghendaki sebuah
pendidikan seumur hidup. Yang kemudian memunculkan pertanyaan tentang
bagaimana cara agar siswa mampu memperoleh dan meresapkan pengetahuan ,
keterampilan dan sikap menjadi kebutuhannya. Bertolak dari pemikiran tersebut
maka perlulah sebuah pembelajaran aktif yang harus segera terpenuhi.

9

Dengan

penerapan

CBSA,

siswa

akan

mampu

mengenal

dan

mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh,
menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di
sekitarnya. Selain itu, siswa akan lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara
teratur, kritis, dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil
dalam menggali, menjelajah, mencari, dan mengembangkan informasi yang
bermakna baginya.
Di sisi lain, dengan penerapan CBSA, guru dapat bekerja professional,
mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang
berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien). Artinya, guru dapat
merekayasa sistem pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis.
Sehingga, lambat laun penerapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru-guru
yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan alam dan
sosial budaya.

2.4 Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsipprinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada
rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan
suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa
dimensi.
Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan
apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau
rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses
belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu
pasti ada, walaupun rendah.
 Berdasarkan pengelompokan siswa strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh
guru harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu.
Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada
pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi

10

waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang
berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
 Berdasarkan kecepatan Masing-Masing siswa.
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi
pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat
bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar
sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar
berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
 Pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Pengelompokan yang homogen dan didasarkan pada kemampuan siswa. Bila
pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus
dijadikan satu kelompok maka hal ini mudah dilaksanakan. Siswa akan
mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman
yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
 Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok
berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas
kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang
akan dikerjakan.
CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar
CBSA dalam setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi
belajar

mengajar

yang

diperoleh.

Dalam

mengkaji

ke-CBSA-an

dan

kebermaknaan kegiatan belajar mengajar, Ausubel mengemukakan dua dimensi,
yaitu kebermaknaan bahan serta proses belajar mengajar dan modus kegiatan
belajar mengajar.
Ausubel mengecam pendapat yang menganggap bahwa kegiatan belajar
mengajar dengan modus ekspositorik, misalnya dalam bentuk ceramah mesti
kurang bermakna bagi siwa dan sebaliknya kegiatan belajar mengajar dengan
modus discovery dianggap selalu bermakna secara optimal. Menurutnya kedua
dimensi yang dikemukakan adalah independen, sehingga mungkin saja terjadi

11

pengalaman belajar mengajar dengan modus ekspositorik sangat bermakna dan
sebaliknya mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan modus
discovery tetapi tanpa sepenuhnya dimengerti oleh siswa. Yang penting adalah
terjadinya asimilasi kognitif pengalaman belajar itu sendiri oleh siswa. KBM.
2.5 Penerapan dan Langkah-Langkah Pelaksanaan CBSA
Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam pembelajaran dalam bentuk dan
teknik:
a. Pemanfaatan waktu luang.
Pemanfaatan waktu luang di rumah oleh siswa memungkinkan
dilakukanya kegiatan belajar aktif, dengan cara menyusun rencana belajar,
memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai penguasaan bahan sendiri. Jika
pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara saksama dan berkesinambungan
akan memberikan manfaat yang baik dalam menunjang keberhasilan belajar di
sekolah.
b. Pembelajaran Individual.
Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan
karakteristik perbedaan individu tiap siswa, seperti: minat abilitet, bakat,
kecerdasan, dan sebagainya. Guru dapat mempersiapkan / merencanakan tugastugas belajar bagi para siswa, sedang pilihan dilakukan oleh siswa masing-masing,
dan selanjutnya tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik lain, kegiatan
belajar dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa yang memiliki
kemampuan, minat bakat yang sama.
c. Belajar kelompok.
Belajar kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi. teknik
pelaksanaannya dapat dalam bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok, diskusi
kelas, diskusi terbimbing, dan diskusi ceramah. Dalam situasi belajar kelompok,
masing-msing anggota dapat mengajukan gagasan, pendapat, pertanyaan,
jawaban, keritik dan sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan
berinteraksi satu dengan yang lainya.

12

d. Bertanya jawab.
Kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa,
dan antara kelompok siswa dengan kelompok lainnya memberikan peluang cukup
banyak bagi setiap siswa belajar aktif. Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika
pertanyaan-pertanyaan timbul dan diajukan oleh pihak siswa dan dijawab oleh
siswa lainnya. Guru bertindak sebagai pengatur lalulintas atau distributor, dan
dianggap perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan
jawaban-jawaban tersebut.
e. Belajar Inquiry/discovery (belajar mandiri).
Dalam strategi belajar ini siswa melakukan proses mental intelektual
dalann upaya memecahkan masalah. Dia sendiri merumuskan suatu masalah,
mengumpulkan data, menguji

hipotesis, dan menarik kesimpulan serta

mengaplikasikan hasil belajarnya. Dalam konteks ini, keaktifan siswa belajar
memang lebih menonjol, sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing,
memberikan fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya.
Strategi dan kemampun inquiry ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan
mengenai keterampilan proses sebagai bagian dari CBSA.
f. Pengajaran unit.
Strategi pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu proyek.
Pada tahap-tahap kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap kegiatan utama, yakni:
tahap pendahuluan dimana siswa melakukan orientasi dan perencanaan awal;
tahap pengembangan dimana siswa melakukan kegiatan mencari sendin informasi
selanjumya menggunakan informasi itu dalam kegiatan praktik, tahap kegiatan
kulminasi, dimana siswa mengalami kegiatan penilaian, pembuatan laporan dan
tiddak lanjut.
Berdasarkan beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut di atas, maka
semakin jelas tentang bagai mana penerapan pendekatan CBSA tersebut dalam
proses pembelajaran. kendatipun dengan kadar yang berbeda-beda.
Dalam pelaksanaannya, CBSA merujuk pada langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pemanasan.

13

Pemanasan dimulai dengan saling menyumbang pikiran/ brainstorming
tentang gambaran mental yang dimiliki subjek didik tentang topik yang dipelajari.
Bila topik ini baru, maka harus ada pengalaman langsung yang dapat
menjembataninya.
Penghayatan pengalaman ini untuk subjek didik pada tingkat rendah SD
dapat dilaksanakan secara nyata. Disamping pengalaman ini diperlukan secara
esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam
melibatkan subjek secara mental, emosional dan fisik sekaligus merupakan usaha
melihat lingkup (konteks) permasalahan.
2. Pengamatan (observasi).
Penggunaan indera diperlukan untuk memperoleh informasi sebanyak
mungkin. Untuk itu, perlu diketahui bahwa belahan otak sebelah kanan memiliki
fungsi imajinasi yang perlu dikembangkan dan belahan otak sebelah kiri terutama
memiliki kemungkinan untuk persepsi kognitif dalam perolehan pengetahuan dan
memorasinya. Apa yang terjadi di proses belajar mengajar konvensional pada
umumnya adalah pemberatan pada berfungsinya otak sebelah kiri.
Usaha perlu dilakukan untuk mengurangi hal tersebut dengan mengurangi
penginderaan kata-kata verbal dan lebih meragakan melalui gambar, action
ataupun realitas sebenarnya. Yang harus dicapai adalah pengamatan yang relevan.
Dengan begitu, keseimbangan dua belahan otak harus selalu dijaga kondisinya
dalam menyerap berbagai pengalaman belajar.
3. Interpretasi dan Pengamatan.
Mencatat ciri khas dari sebuah objek, perkembangan atau kejadian untuk
menghubungi pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain, itu merupakan
pola-pola yang harus dideteksi dalam sebuah rangkaian observasi. Penemuan pola
itu adalah basis untuk menemukan maksud hubungan dan menyarankan
kesimpulan (mungkin kejadian tertentu hasil dari kejadian lain).
4. Peramalan.
Pola dan hubungan yang sudah diamati digunakan untuk meramalkan
kejadian yang belum diamati. Suatu ramalan adalah suatu terkaan bila tidak
didasarkan pada hubungan yang diketahui ada melalui observasi hari ini atau pada

14

masa yang lalu. Subjek didik haru dibantu membedakan ramalan dan terkaan.
Harus ada alasan untuk suatu ramalan yang didasarkan pada observasi. Jadi,
proses peramalan bertumpu dari penalaran terhadap observasi.
5. Aplikasi konsep.
Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau
menggunakan pengalaman baru sebagaimana timbul dalam usaha penterjemahan
apa adanya.
Setiap penjelasan harus dianggap tentatif yang harus dikonfirmasikan kembali.
Kalau pembuktiannya tidak jelas, maka harus dianggap suatu hipotesis. Sering ada
beberapa alternatif hipotesis untuk disarankan, yang semuanya dapat diterapkan
pembuktiannya. Ini yang harus disadari oleh subjek didik dalam mencocokan
kembali kebenaran hipotesis itu.
6. Perencanaan penelitian.
Perencanaan penelitian bertolak dari pertanyaan apa yang harus dijawab
secara jelas, hipotesis apa yang mau dicoba atau apa yang dicobakan. Kejelasan
ini mampu melihatkan empirik atau penyajian nilai adalah bagian dari
perencanaan penilaian. Proses ini juga mencakup mengidentifikasi variabel mana
yang perlu diubah atau bisa tetap dipertahankan. Juga mencakup perencanaan
observasi dan uraian apa yang akan dipakai. Cara pemakaiannya adalah untuk
menentukan hasil penilaian.
7. Komunikasi.
Proses

ini

dikaitkan

erat

dengan

cara

subjek

didik

belajar

mengkomunikasikan kata atau objek dipikirkan perlakuaannya, membutuhkan
gambaran ide maupun situasi nyata. Kata-kata itu baru menyertai pelajaran bila
ide sudah dihargai. Komunikasi ini tidak hanya verbal tetapi juga melalui grafik,
chart dan tabel dalam mengatur informasi atau penyampaian hasil observasi
sehingga polanya kelihatan dan kesimpulan bisa ditarik.
2.6 Strategi agar Peserta Didik Terlibat Langsung dalam Pembelajaran
Cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal pembelajaran adalah
dengan menggunakan strategi-strategi yang tepat. Strategi tersebut hendaknya
15

membuat para peserta terlibat dalam materi dengan segera guna membangun
minat, membangkitkan keingintahuan dan menstimulasi pikiran. Pada saat awal
pengajaran aktif, ada tiga tujuan penting yang harus dicapai. Arti penting tujuan
tersebut hendaknya tidak diabaikan, walaupun pelajaran hanya berakhir satu sesi.
Tujuan- tujuan tersebut antara lain:
1. Membangun Tim (Team Building) : bantulah peserta didik menjadi kenal satu
sama lain dan ciptakan semangat kerja sama.
2. Penegasan: pelajarilah sikap, pengetahuan, pengalaman para peserta didik.
3. Keterlibatab belajar seketika: bangkitkan minat awal pada mata pelajaran.
Semua tujuan ini, ketika tercapai akan membantu mengembangkan
lingkungan belajar yang melibatkan peserta didik, mengembangkan kemauan
mereka untuk berperan serta dalam pengajaran aktif, dan menciptakan normanorma ruang kelas yang positif.
Dapat diketahui bahwa peserta didik tidak akan berhasil dalam
pembelajaran apabila otak atau “komputer” mereka tidak bekerja. Banyak
kesalahan yang dibuat oleh pendidik yaitu dengan mengajar “terlalu dini,”
sebelum para peserta didik siap secara mental. Strategi berikut akan memperbaiki
kecenderungan tersebut, yaitu dengan:
1. Berbagi Pengetahuan Secara Aktif.
Strategi ini adalah cara yang bagus untuk melibatkan peserta dengan
segera ke dalam materi pelatihan. Cara ini juga dapat digunakan untuk menilai
tingkatan pengetahuan peserta didik dan untuk membantu pembentukan
kelompok. Cara ini dapat digunakan untuk materi apapun dan kelompok apapun.
2. Rotasi Pertukaran trio.
Cara ini

merupakan

cara

mendalam

bagi peserta

didik

untuk

mendiskusikan masalah dengan peserta didik lainnya. Pertukaran ini dapat dengan
mudah disesuaikan dengan materi pembelajaran.
3. Menuju posisi.
Cara ini merupakan cara yang terkenal untuk menggabungkan gerakan
fisik pada awal pelatihan. Teknik ini cukup fleksibel digunakan dalam berbagai

16

aktivitas yang dideasain untuk menstimulasi ketertarikan awal terhadap topik
pembelajaran.
4. Membuat Iklim Belajar Menjadi Menyenangkan.
Cara ini adalah dengan menciptakan iklim yang menyenangkan, dan
informal dengan mengajak para peserta untuk memahami materi dengan
menggunakan humor. Strategi ini dapat mencapai iklim tersebut dan pada saat
bersamaan membuat para peserta didik berpikir.
5. Pertukaran Sudut Pandang.
Kegiatan ini dapat digunakan untuk menstimulasi keterlibatan peserta
dengan segera terhadap materi pembelajaran. Kegiatan ini juga mendorong para
peserta didik untuk menjadi pendengar yang baik dan mempertimbangkan sudut
pandang yang beragam.
6. Bertanya Benar atau Salah.
Kegiatan kolaboratif ini menstimulasi keterlibatan terhadap materi
pembelajara dengan segera. Kegiatan ini juga mendukung team building, berbagi
pengetahuan dan pembelajaran langsung.
7. Hangman.
Hangman

merupakan

cara

interaktif

dan

menyenangkan

untuk

memperkenalkan sesi pelatihan yang mencakup banyak informasi. Cara ini akan
menghemat waktu yang diperlukan untuk mengisi rincian setelah permainan, serta
dapat membangkitkan minat dan diskusi peserta didik. Tingkat persaingan dalam
teknik ini akan meningkatkan minat peserta didik dalam mempelajari jawaban.
8. Ambil Bagian dalam Pelatihan.
Kegiatan ini menyediakan cara bagi peserta didik untuk memikirkan
tentang bagaimana menerima tanggung jawab atas pembelajaran yang aktif.
2.7 Contoh Cara Pembelajaran Aktif
1. Mengacu pada Tujuan.
Kalau guru bisa menjelaskan tujuan pembelajaran dengan jelas, maka
siswa akan mengerti dan bisa menghubungkan tujuan tersebut dengan hasil yang
akan mereka peroleh dari pembelajaran itu. Hal ini adalah langkah pertama yang
17

sangat penting saat memulai pelajaran. Siswa perlu merasa bahwa mereka adalah
bagian dari proses pembelajaran. Untuk memfasilitasi hal ini, setiap rencana
pembelajaran menyertakan satu sesi yang disebut Tujuan Pembelajaran Terukur,
yang merangkum tujuan-tujuan pembelajaran, yang kemudian dijelaskan pada
siswa, dan satu sesi di akhir pelajaran yang disebut refleksi pemikiran mendalam,
yang menyertakan saran untuk membantu siswa merefleksikan kembali
pengalaman yang mereka peroleh untuk mengukur ketercapaian tujuan dan
mengetahui apakah mereka mengalami flow selama pembelajaran berlangsung.
2. Melibatkan Siswa.
Secara intuisi, sebenarnya guru telah mengetahui bahwa untuk membuat
pembelajaran lebih bermakna, siswa harus menggunakan lebih banyak energi
mental dan emosional. Maka kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan secara
matang diharapkan dapat membantu siswa tetap siaga terpikat secara mental untuk
terlibat dalam pembelajaran.
3. Menggunakan Seni, Gerakan, dan Indera.
Strategi pelajaran dirancang untuk mengaktifkan kelima panca indera
untuk bisa melibatkan siswa secara penuh. Seni adalah cara yang ideal untuk
mengaktifkan beragam indera, mendorong rasa kebersamaan siswa, menyediakan
sarana ganda untuk menemukan dan mengekspresikan makna, membangun rasa
percaya diri dan antusiasme belajar, dan menguatkan kemampuan dasar
kecerdasan: kognitif, emosional, perhatian atau attentional, dan motorik
(Sylwestern 2004; Jensen 2001) (dalam buku Pembelajaran Aktif karangan Pat
Hollingsworth & Gina Lewis). Dan sejumlah pelajaran juga menggunakan
strategi gerakan fisik untuk melibatkan siswa.
4. Meragamkan Langkah Kegiatan.
Untuk menjaga agar pikiran selalu siaga, maka perlu meragamkan langkah
dan jenis kegiatan. Setiap kegiatan menyediakan ide-ide untuk merubah langkah,
dan setiap pelajaran disiapkan untuk bisa diadaptasikan, mudah dalam

18

menambahkan ide untuk meragamkan pembelajaran. Pembelajaran aktif bisa
bersifat mental maupun fisik. Merubah model kerja siswa dari kerja kelompok
besar menjadi kerja individual atau menjadi kelompok kecil adalah salah satu cara
yang mudah dan efektif untuk meragamkan langkah mental.

2.8 Konsekuensi Pembelajaran Aktif (Pembelaran Berpusat pada Siswa)
Peningkatan kadar CBSA dalam sebuah proses pembelajaran berarti pula
mengarahkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa atau dengan kata
lain menciptakan pembelajaran berdasarkan siswa (Student Based Instruction).
Terdapat beberapa konsekuensi yang harus diterima dari adanya
pembelajaran aktif (berpusat/ berdasarkan siswa), (Gale, 1975: 204) (dalam buku
Belajar & Pembelajaran karya Dimyati & Mudjiono), meliputi:
1. Guru menjadi seorang pengelola (manager) dan perancang (designer) dari
pengalaman belajar.
2. Guru dan siswa menerima peran kerja sama (partnership).
3. Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakannya.
4. Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar
(learning requirements).
5. Siswa dilibatkan dalam pembelajaran.
6. Tujuan ditulis secara jelas.
7. Semua tujuan diukur/ dites.
Adanya konsekuensi dari penerapan pembelajaran berdasarkan siswa, yang
akan dapat meningkatkan kadar CBSA dalam suatu proses pembelajaran. Yang
lebih jauh akan menuntut guru:
1. Memiliki khasanah pengetahuan yang luas tentang teknik/ cara penyampaian
atau sistem penyampaian.
2. Memiliki kriteria tertentu untuk memilih sistem penyampaian yang tepat untuk
memberikan pengalaman belajar kepada siswa yang terlibat dalam proses
pembelajaran.

19

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami simpulkan dari makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Pendekatan CBSA adalah anutan pembelajaran yang mengarah kepada
pengoptimalisasian pelibatan intelektual-emosional siswa dalam pembelajaran,
dengan melibatkan fisik siswa apabila diperlukan.
5. Penerapan CBSA yaitu dengan pemilihan teknik pembelajaran yang sesuai
dengan faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran, yang akan membantu
guru mengetahui kemanfaatannya dalam meningkatkan kadar CBSA. Dengan
meningkatkan

kemampuan

guru

sebagai

katalisator

dalam

kegiatan

pembelajaran. Kadar CBSA dalam suatu proses pembelajaran terlihat sejak
guru membuat persiapan pembelajaran, yakni pada jabaran kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa.
3. Penerapan CBSA ini lebih jauh akan menuntut guru:
1. Memiliki khasanah pengetahuan yang luas tentang teknik/ cara penyampaian
atau sistem penyampaian.
2. Memiliki kriteria tertentu untuk memilih sistem penyampaian yang tepat
untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa yang terlibat dalam
proses pembelajaran.

3.2 Saran
Adapun saran, perwujudan kreativitas subjek didik perlu untuk mencapai
perkembangan tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Sehingga nantinya mampu
membangun dirinya sendiri dan berperan dalam pembangunan bangsanya. Maka
memerlukan suasana belajar yang mengedepankan keaktifan dari peserta
didiknya.
20

Dengan bekal tersebut diharapkan peserta didik akan memiliki kesadaran
terhadap tujuan hidupnya, apa yang diharapkan dari padanya sesuai dengan
kemampuan dan minatnya dan sebagaimana cara ia memainkan perannya itu.
Upaya

ini

akan

mencerminkan

pertumbuhan

dan

keterlibatan

dengan

pembangunan bangsanya dan perwujudan dirinya menjadai manusia yang kreatif
dan mandiri.

21

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Permana,
Anggun.
2013.
Cara
Belajar
Siswa
Aktif
(CBSA).
http://anggunpermata0.blogspot.com/2013/01/cara-belajar-siswa-aktifcbsa.html. (Diunduh tanggal 08 Oktober 2014).
Syamsuddin, Abin. 2000. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja R.
Yuniawati, Dwilestari. 2012. CBSA (Cara Belajar Siswa
http://dwilestariyuniawati.wordpress.com/2012/12/04/217/.
(Diunduh tanggal 08 Oktober 2014).

.

22

Aktif).