Pengertian Break Even Point Analysis BEP

Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
Menurut Ahli
Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang
harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita
kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break even ini
juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat
penjualan. (Munawir, 1986)
Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa
yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat
produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas
atau sama besarnya. (Alwi, 1993)
Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai
berikut:
 Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti
juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
 Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk
memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat
produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
 Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga

tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
 Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan
atau tingkat produksi.
Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek
”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR)
sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung
maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat
produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun
kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya
dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat
produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya
karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan dari
kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik
impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan
upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung.
(Prawirasentono, 1997)


Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat penjualan
dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total penghasilan sama
dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara
biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa
tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka
analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Proft - Volume analysis (C.P.V. analysis).
Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “proft-planning
approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan
penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan
muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru
muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga
mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah
sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara
totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai
berikut:
 Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan
biaya tetap.

 Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap sama.
 Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubahubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
 Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
 Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih
dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masingmasing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan break-even point adalah dengan membuat gambar
break-even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap, biaya total
yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan
penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak pada sumbu
ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut break-even point dapat ditentukan, yaitu pada titik
di mana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya
total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X
akan nampak besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus
horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam

rupiah.

Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break-even itu dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal
sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan
garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution margin” akan
nampak pada gambar break-even tersebut.
Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh di bawah ,Contoh Suatu perusahaan bekerja
dengan biaya tetap sebesar Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit Rp40,00. Harga jual
per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam
menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua
gambar break-even seperti nampak di bawah ini.

Dari kedua gambar tersebut di atas nampak bahwa break-even point tecapai pada
volume penjualan sebesar Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000

unit. Pada gambar 22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak
konsep “contribution margin”. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada
volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya
variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan

Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan break-even point yang lebih tepat dapat dilakukan dengan cara “trial and
error” (serba coba-coba) atau dengan menggunakan rumus-rumus aljabar.
Perhitungan Break-Even Point dengan Cara “Trial and Error”
Perhitungan break-even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan
menghitung keuntungan operasi dan suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila
perhitungan
tersebut
menghasilkan
keuntungan
maka
diambil
volume
penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume
penjualan tertentu, perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume
penjualan/produksi yang lebih besar, Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai
volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan
besarnya biaya total. Misalkan dari contoh. diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan
volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:
= (6.000 x Rp100,00) Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))

= Rp600.000.00 (Rp300.000,00 + Rp240.000,00) = Rp60.000,00
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini
berarti bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000
unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)
= Rp400.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp160.000,00) = Rp- 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti
bahwa break-even pointnya lebih besar dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000 unit,
dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(5.000 x Rp100,00) — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00)) =
Rp500.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) = Rp0,00.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point yaitu
yang di mana keuntungan netonya sama dengan nol.
Perhitungan Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar
Perhitungan break-even point dengan menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
a) atas dasar unit
b) atas dasar sales dalam rupiah.
a) Perhitungan break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus:


dimana
P = hargajual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari contoh. dapat dihitung secara Iangsung dalam unit dengan menggunakan rumus
tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut.

b) Perhitungan break-even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:

di mana:
PC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan.
Dari contoh. di muka, Sales pada break-even dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung
dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-even

dinyatakan dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan
tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point
dalam unit yaitu:

Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin of
safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang
direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-even.
Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, di
mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan

menderita kerugian. Dari contoh 22.1. besamya margin of safety dapat dihitung sebagai
berikut:
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang nyata
berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan)
perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dan
yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety berarti makin
cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang
nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian

dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan
dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah “margin
of Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase
dari sales) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas
besarnya “margin of safety’ adalab Rp500.000,00 dan besarnya “margin of safety ratio”
adalah 50%.

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT PADA BANK UMUM NASIONAL TAHUN 2000.I – 2009.IV (Determined Faktors Analysis of Loans in National Comercial Bank Period 2000.I-2009.IV)

0 36 17

Analisis Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Studi Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012) Analysis of Banking Financial Performance Before and After Merger and Acquisition (Studies in Banki

7 55 8

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

The Existential Analysis of Jim Morrison’s Life in Oliver Stone’s,

0 7 10

An Analysis of illocutionary acts in Sherlock Holmes movie

27 148 96

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

An Error Analysis on the Use of Simple Past Tense in Students' Narrative Writing (A Case Study at First Grade Students of SMA Dua Mei Ciputat)

4 51 109

Analysis of Variance ANOVA

0 13 8

ANALISIS MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBA- KARAN DI PUSKESMAS KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR Analysis Of Management Prevention And Fight Fire At The Health Center Of Cipayung East Jakarta

0 1 9