Korupsi dan Pendidikan Paradoks yang Ber

FF UNPAR
STUDI ANTI KORUPSI

Johnmeidi Tarigan / 2015510005
Yung Sutrisno Jusuf / 2015510014
Adventus Caesario / 2015510018

Korupsi dan Pendidikan:
Paradoks yang Berkorelasi
Optimisme Terhadap Pendidikan Dalam Melawan
Korupsi

Pengantar
Pendidikan adalah suatu proses untuk menjadikan manusia yang
berpengetahuan, berkualitas, dan penuh kebenaran serta baik. Melalui
pendidikan,

manusia

menjadi


tahu

bagaimana

hidup,

memaknai

kehidupan, dan mampu hidup. Pendidikan juga mendorong manusia
untuk mencapai dan mendapatkan sesuatu (harta, takhta). Pendidikan
pada masa kini cenderung berorientasi pada profesi dan kecakapan
dalam bekerja, artinya terkait memproduksi lulusan yang mampu
bekerja.
Korupsi itu pada dasarnya bertentangan dengan kebaikan. Korupsi
itu dilakukan secara sistematik, dirancang, dan direncanakan, sifatnya
jahat. Manusia bisa saja belajar untuk korupsi, belajar untuk bagaimana
caranya mendapatkan harta dan takhta. Koruptor pada umunya adalah
mereka yang berpendidikan. Orang yang berada di kalangan atas atau
yang berusaha untuk mencapai posisi tinggi cenderung berhubungan
dengan korupsi. Belajar dalam konteks pendidikan itu adalah belajar

untuk mendapatkan sesuatu. Setelah belajar, akan mampu untuk
sesuatu.
Jadi, pendidikan dan korupsi itu suatu paradoksal pada hakekat
dan tujuannya. Namun, dapat berkorelasi karena korupsi yang jahat itu
mengalahkan kebaikan dalam pendidikan. Sebaliknya, pendidikan yang
pada hakekatnya baik itu juga mampu melawan korupsi, asalkan
pendidikan itu sungguh menjadi suatu sarana untuk menghasilkan
manusia yang benar (akal), baik (moral), dan indah (perilaku).
Non scholae sed vitae discimus. Belajar bukan untuk sekolah
(mencari nilai) tetapi untuk hidup (mengerti bagaimana kehidupan itu
Page | 1

dan menghidupi nilai-nilai luhur). Pendidikan tidak sekedar berorientasi
pada profesi dan proft, namun pada pengetahuan bagaimana caranya
hidup dengan benar, baik, dan indah. Pendidikan itu seharusnya mampu
melatih akal untuk mampu mengendalikan perasaan atau hasrat. Orang
yang mampu menggunakan akal budinya dengan benar akan dapat
berpendirian dengan teguh untuk bereksistensi secara benar, baik, dan
indah.
Korupsi Sebagai Kejahatan Sosial

Kata korupsi berasal dari Bahasa Latin corruptio, corrumpere yang
mengandung makna kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran,
dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, dan lain
sebagainya yang bersifat negatif. 1 Korupsi adalah perbuatan yang
dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri atau pihak
tertentu

dengan

merugikan

orang

lain.

Sementara

Transparansi

Internasional mengartikan korupsi sebagai pelaku pejabat publik, baik

politisi ataupun pegawai negeri yang secara tidak wajar memperkaya diri
(pihak) dengan menyalahkan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka. Sedangkan menurut Bank Pembangunan Asia, korupsi
adalah “perilaku pejabat di sektor publik dan swasta, yang secara hukum
memperkaya diri sendiri atau orang dekatnya, ataupun suatu tindakan
bujukan

terhadap

orang

lain

untuk

melakukan

penyalahgunaan

wewenang tersebut.

Undang-Undang No.31/1999, No.20/2001, tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, mengartikan korupsi sebagai perbuatan melawan
hukum untuk memperkaya dan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau menyalahgunakan kesempatan atau kesempatan yang ada
padanya karena jabatan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Kemudian pengertian korupsi ini

diperluas

sebagai pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
luas.
Konferensi Wali Gereja Indonesia, Nota Pastoral Konferensi Wali Gereja
Indonesia 2017 : Mencegah dan Memberantas Korupsi, (Jakarta : KWI, 2017),
hlm. 5.
1

Page | 2

Orang


melakukan

korupsi

karena

adanya

kebutuhan

yang

melampaui penghasilan atau karena keinginan yang berlebihan. Dengan
adanya ketidakseimbangan ini, godaan untuk bertindak korupsi akan
muncul dari dalam diri sendiri dan juga kesempatan yang ada dari luar
diri. Kesempatan untuk bertindak korupsi merupakan efek dari lemahnya
suatu sistem. Korupsi juga terjadi karena manusia dikuasai oleh
keserakahan. Manusia memiliki hasrat yang tidak pernah bisa dipenuhi
dan terus menerus keluar dari dalam diri sehingga perlu adanya upaya
pembentukan moralitas dan integritas di dalam diri manusia. Keadilan

sosial, penyadaran akan hidup seherhana, perbaikan sistem, penegakan
hukum, pembentukan moral, iman dan mental merupakan beberapa
upaya penghindaran korupsi yang ideal.

Korupsi Kemanusiaan
Korupsi dalam pandangan Aristoteles bermakna perubahan yang
memiliki warna penurunan. Sedangkan menurut Lord Acton, korupsi itu
berhubungan

dengan

kekuasaan

dan

uang.

Dua

pandangan


ini

sebenarnya saling melengkapi, Aristoteles memandangnya ke arah akibat
dari korupsi dan Lord Acton lebih mengarah ke sebab korupsi. Korupsi
sebenarnya terkait dengan uang dan moralitas. Koruptor adalah mereka
yang memiliki kekuasaan dan akses terhadap uang serta kebebasan yang
pastinya mereka melakukan perbuatan tidak bermoral.2
Korupsi pada dasarnya dapat ditarik ke ranah flosofs sebagai
suatu

degradasi

dan

distorsi

kemanusiaan.

Korupsi


itu

telah

membusukan makna kemanusiaan dengan segala bidangnya. Bila menilik
flsafat Aristoteles, korupsi merupakan suatu gagal paham akan seluruh
potensi yang ada pada manusia dan juga kegagalan akan aktualisasi
potensi sebagaimana harusnya.3 Korupsi adalah suatu kebusukan akal
Binawan, Andang, Korupsi (Dalam Cakrawala) Kemanusiaan, (Jakarta:
Kompas, 2006), hlm. XII-XIII.
3
Ibid., hlm. XIX.
2

Page | 3

manusia yang senantiasa mengusahakan eksistensi hasrat kodratinya.
Korupsi adalah suatu kegagalan manusia dalam proeses menjadi
makhluk hidup yang berakal budi.

Manusia dalam kehidupannya selalu tidak menampakan apa yang
sungguh-sungguh dirinya. Manusia selalu menampakan penyesuaian
dirinya

terhadap

hidup

kerjanya.4

Manusia

selalu

dikekang

oleh

keharusannya tunduk pada otoritas kebutuhan hidup. Manusia sejak
masa pendidikannya telah gagal memahami kebebasan hidupnya dan

hanya terikat pada orientasi hidup yang terkait profesi hidup. Manusia
selalu dikekang untuk melihat ke atas dan berusaha mencapai taraf
hidup yang diatas dimana tahta dan harta itu senantiasa menggoda untuk
merusak kemanusiaannya.
Korupsi bermula dari pikiran yang telah terdistorsi dan tidak
terdidik dengan benar karenanya tidak mampu mengendalikan hasrat
kemanusiaannya.5
teorganisir

Korupsi

dengan

adalah

suatu

memanfaatkan

kebusukan
akalnya

manusia

untuk

yang

merusak

kemanusiaannya sendiri dan sesamanya.
Korupsi Dalam Dunia Pendidikan
Deputi Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch
(ICW) Ade Irawan mengungkap, bahwa institusi pendidikan yang
seharusnya bisa menjadi benteng dalam memerangi korupsi, justru
malah terlibat dalam praktik korupsi. Perilaku korup di dunia pendidikan
melibatkan mulai dari pembuat kebijakan hingga institusi pendidikan
seperti sekolah dan perguruan tinggi. Demikian disampaikan Ade Irawan
dalam

seminar

nasional

dengan

tema”

Manajemen

Pendidikan

menghadapi Isu-isu Kritis Pendidikan” di Gedung Ki Hajar Dewantara
Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Sabtu (22/4/2017). Seminar nasional
ini

diselenggarakan

Program

Doktor

Manajemen

Pendidikan

Pascasarjana Universitas Negeri (UNJ) angkatan 2016. Ade Irawan
menyebutkan, mulai dari oknum kepala dinas, anggota DPR/DPRD,
4
5

Ibid.
Ibid., hlm. XXVI.
Page | 4

pejabat kementerian, guru, kepala sekolah, dosen, dan rektor pun ikut
terseret dalam kasus korupsi. Sarana dan prasana sekolah merupakan
sumber dana yang paling banyak dicuri. Banyak sekolah rusak, jumlah
anak putus sekolah meningkat, dan pungutan kian membebani orangtua
murid. Ini merupakan dampak buruk korupsi pendidikan.

Dampak dari Tindakan Korupsi di Bidang Pendidikan
Korupsi sepertinya sudah membudaya dalam kehidupan bangsa
Indonesia,

perbuatan-perbuatan

yang

kita

anggap

biasa

seperti

memberikan sesuatu kepada orang yang kita hormati dapat digolongkan
tindak korupsi. Perbuatan korupsi di bidang pendidikan akan berdampak
langsung pada peserta didik sebagai orang yang pertama mendapatkan
dampak dari perbuatan korup ini. Karena tindak korupsi di bidang
pendidikan dapat saja melanggar Hak Asasi Manusia para peserta didik
untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
1. Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan menjadi hal pertama yang diserang oleh tindak
kourpsi dalam bidang pendidikan. Merosotnya kualitas pendidikan
ditandai dengan tidak adanya atau rendahnya perlengkapan yang
berkaualitas, adanya ukuran-ukuran mutu yang rendah dan adanya
kandidat yang berkualifkasi dan/atau bermotivasi rendah yang terpilih
(atau membeli posisi) untuk guru dan jabatan lainnya. Hal ini jelas
berdampak, pengisian jabatan baik guru dan kepala sekolah yang
Page | 5

dilakukan dengan proses korup akan menempatkan para koruptor baru
dalam jabatan guru dan kepala sekolah.
2. Kerugian Finansial
Kerugian fnansial jelas menjadi salah satu dampak dari prilaku
korup para pemegang jabatan publik dalam dunia pendidikan. Walau jika
dilihat secara oknum nominalnya tidak besar sehingga tidak dapat di
tindak dengan KPK tetapi jika diakumulasikan maka akan muncul jumlah
yang sangat besar. Hal ini harusnya mendapat perhatian khusus dari
aparat penegak hukum dalam tipikor selain KPK yaitu Polisi dan Jaksa
untuk mampu menyeret para koruptor dalam bidang pendidikan.
3. Ketidakadilan sosial
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sila kelima dari Pancasila. melalui perilaku pengisian jabatan guru dan kepala
seklah selannjutnya perilaku korup dalam penerimaan siswa baru dan
undangan dari PTN akan menciderai rasa keadilan dari seluruh warga
negara Indonesia. Semua warga negara Indonsia berhak mendapatkan
pendidikan yang berkualitas. Ketika terjadi tindak pidana korupsi dalam
bidang pendidikan akan mematikan potensi dari warga negara muda
karena mereka akan kehilangan pendidikan yang berkualitas, dan
kesempatan untuk mengabdi kepada negara.
4. Pengurangan tingkat partisipasi
Partisipasi warga negara dalam pendidikan merupakan usaha agar
mewujudkan warga negara yng terdidik. Semakin banyak partisipasi
maka semakin banyak pula warga negara yang terdidik dan hal ini
merupakan modal utama negara dalam pembangunan. Tetapi ketika
sarana dan prasarana tidak tersedia yang diakibatkan dari tindak
korupsi, maka akan menurunkan jumlah partispasi warga negara dalam
pendidikan dan ini jelas mengurangi potensi warga negara yang terdidik.
5. Hilangnya akhlak mulia
Tindak Pidana korupsi dalam bidang pendidikan menjadikan
peserta didik kehilangan teladan bahkan kepercayaan terhadap sekolah

Page | 6

dalam membentuk mereka. Sehingga muncul generasi yang memiliki
akhlak yang sejalan dengan pejabat dibidang pendidikan.
Korupsi Didukung Pendidikan
Pendidikan seakan menjadi banteng dalam menghadapi korupsi.
Namun dalam realitanya selalu kontras. Bahkan seakan pendidikan
mendukung adanya korupsi. Ada banyak kasus korupsi yang besar
dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi. Satuan pendidikan yang
tinggi bukan jawaban atau jaminana bahwa orang akan bersih dari
korupsi.

Tetap

ada

sisi

dari

pendidikan

yang

digunakan

untuk

melanggengkan sikap koruptif. Berikut data mengenai hal ini :

 75 Persen Pelaku Korupsi Lulusan Pendidikan Tinggi
Direktur Bidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK,
Sujarnako mengemukakan sebanyak 75 persen pelaku korupsi adalah
lulusan pendidikan tinggi yang menjabat di lingkungan Pemerintah
Kabupaten, Kota, maupun Provinsi. Data tersebut diambil dari ACFE
(Association of Fraud Examiners) tahun 2017. Menurut data ACFE
(Association of Fraud Examiners) sebanyak 75 persen pelaku 'fraud'
(termasuk tindak korupsi) di dunia dan bahkan 82 persen di Indonesia
adalah lulusan pendidikan tinggi.
Ia mengatakan bahwa faktor terjadinya korupsi antara lain: faktor
politik, hukum, ekonomi, serta organisasi. Akar penyebab korupsi adalah
krisis identitas dan orientasi kemanusiaan; kegagalan pendidikan;
lemahnya kontrol dalam keluarga; aktualisasi agama terlalu normatif
serta proses politik. Menurut data yang ada yaitu sekitar 1.365 kasus
korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap atau "in kracht van
gewijsde" dari rentang waktu 2001 hingga saat ini. Dari data tersebut,
kerugian negara mencapai Rp 168,19 triliun. Akan tetapi jumlah uang
yang berpotensi kembali ke negara hanya Rp 15,09 triliun saja atau
sekitar 8,97 persen.

Page | 7

Dengan kata lain, masyarakat pembayar pajak Indonesia telah
mensubsidi para koruptor karena uang Rp 15,09 triliun itu pun
sebenarnya belum benar-benar masuk ke kantong pemerintah karena
baru berupa hukuman financial, sebab masih ada tahapan eksekusi oleh
pihak kejaksaan untuk merealisasikannya.
Minimnya informasi tentang penjelasan mengenai pemerasan,
gratifkasi, dan suap menjadi salah satu faktor tambahan. Negara akan
semakin dirugikan ketika para pejabat tidak mengetahui informasi
tentang penjelasan yang berkaitan dengan suap, pemerasan, dan
gratifkasi.

Dengan

mengetahui

penjelasan

ketiga

hal

tadi

maka

kemungkinan untuk melakukan tindakan korupsi berkurang.
Penjelasan

mengenai

suap.

Suap

merupakan

tindakan

transaksional. Contohnya ketika masyarakat ingin semua urusannya
lancar maka dia membayar uang pelicin kepada pejabat. Pemerasan
biasanya dilakukan oleh oknum pejabat yang aktif kepada masyarakat
walaupun

tidak

dengan

cara

kekerasan.

Sedangkan

gratifkasi

merupakan pemberian hadiah atau imbalan dari masyarakat kepada
pejabat, meskipun prosedurnya sudah benar.
Di sisi lain, Chairman Association of Fraud Examiners East Java
Region, Romanus Wilopo menyatakan menurut ACFE (Association of
Fraud Examiners) kerugian negara pada tahun 2013 di seluruh dunia
diakibatkan fraud atau "white collar crime" mencapai 3,7 miliar dolar AS
atau setara dengan 30 persen dari uang rakyat dikorupsi.
Mereka

yang

korupsi

dikarenakan

perilaku

korupsi

mereka

menganut perilaku 'living beyond means' atau keserakahan mengambil
lebih banyak dari yang diperlukan dalam hidup dan pola hidup
hedonisme, sehingga ketika ada niat dan kesempatan maupun peluang
mereka dengan mudahnya mengambil sesuatu yang lebih banyak dari
sewajarnya.6

6

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55f0926a78a11/75-persen-pelakukorupsi-lulusan-pendidikan-tinggi, diakses Selasa, 14 November 2017. Pukul
20.00 WIB.
Page | 8

 Koruptor Berpendidikan S2 terbanyak disusul S1 dan S37

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif
menyatakan berdasarkan data lembaga antirasuah, pelaku tindak pidana
korupsi yang ditangani pihaknya paling banyak berlatar belakang
pendidikan S2 atau magister. Ia mengatakan yang paling tinggi yang
korupsi itu adalah yang berpendidikan S2. Dari 600-an koruptor yang
ditangani oleh KPK, lebih dari 200 orang adalah berpendidikan S2.
Koruptor berpendidikan S1 atau sarjana berada di urutan kedua yakni
7

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170816205414-12-235290/kpkkoruptor-paling-banyak-lulusan-s2/, diakses Selasa, 14 November 2017. Pukul
20.00 WIB.
Page | 9

sekitar 100 orang. Sementara itu, untuk koruptor lulusan S3 atau doktor
ada di posisi ketiga dengan jumlah 53 orang.
Korupsi : Dosa Epistemologis Modern
Pada masa kiwari manusia seakan terdegradasi secara status
karena

suatu

tindakan.

Tindakan

yang

menyebabkan

terjadinya

penurunan status ini adalah “tindakan koruptif”. Sudah dijelaskan diawal
bahwa antara hubungan korupsi dengan salah satu aspek yang paling
penting dalam kehidupan manusia, yaitu pendidikan. Pendidikan dalam
kehidupan manusia sendiri hadir sebagai landasan dalam menjalani
kehidupannya sebagai manusia. Statusnya sebagai makhluk rasional
sangat

dipertaruhkan

dengan

hasil

dari

budaya

yang

sudah

dikembangkan sejak dahulu oleh pendahulunya.
Namun, kini seakan terjadi gap antara manusia, status dan
perilakunya. Antara pribadi dan perilaku ada yang tidak integral. Sebagai
makhluk yang berakal budi, manusia mampu melakukan suatu tindakan
yang merugikan dirinya dan sesamanya. Manusia seakan dibutakan oleh
hasrat dalam egonya untuk menguasai, memiliki lebih, dan mendapat
akses lebih. Dalam hal ini yang terpenting adalah terpenuhinya keinginan
ego pribadi.
Dalam keadaan yang seperti inilah yang kami katakan gap antara
status manusia dengan prilakunya. Seharusnya sebagai homo sapiens
manusia mampu memilah mana tindakan yang baik, benar, dan terlebih
indah serta bermanfaat bagi sesamanya. Bukan malah menjadi sesuatu
yang “mematikan” bagi sesamanya. Manusia kini mampu berbuat tega
layaknya hewan yang hanya mengandalkan insting saja. Bahkan hewan
pada tataran tertentu dapat menggunakan instingnya untuk saling
melindungi dan membela sesamanya. Manusia menggunakan akal
budinya untuk menindas sesamanya. Pendidikan digunakan untuk sarana
membodohi kehidupan sesama lainnya.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan manusia dengan label
kodratinya sebagai animal rationale. Ada apa dengan manusia era kini?

Page | 10

Ada suatu yang salah dengan manusia era kini. Menurut kami hal ini
jelas ada pengaruhnya dengan aspek pembentuk manusia. Menurut C
Taylor, budaya sangat mempengaruhi manusia dalam perkembangannya.
Walaupun budaya sendiri juga suatu hasil manusia. Tetapi dikotomi
manusia dan budayanya saling berkelindan satu sama lain.
Kemudian dari anggapan Taylor tersebut dapat ditelaah apa yang
dilakukan manusia untuk mengetahui sumber ketidak-manusiawi-an
tindakannya. Setelah menjalani perenungan kritis nan rigid, kami
mengabil asumsi bahwa salah satu aspek dalam budaya ada yang
bermasalah. Aspek itu adaalah pendidikan. Pendidikan menjadi suatu
akses manusia untuk menjadi suatu yang lain dari dirinya. Dari tidak
terpelajar, jadi terpelajar, dari yang tidak bisa jadi bisa dan sebagainya.
Saat kami menelisik secara kritis historis dalam pendidikan ternyata
dalam tahap ini pendidikan sangat krusial dan penting. Pendidikan
menjadi suatu ujung tombak manusia dalam menghadapi kehidupan.
Namun dalam rekam jejak sejarahnya pendidikan meninggalkan suatu
hal yang janggal. Dalam hal ini yaitu ada kaitannya dengan perilaku
koruptif masa kini. Kami menelisik di era modern karena era ini adalah
era

dimana

perkembangan

pendidikan

dan

pola

pikir

manussia

mengalami suatu era keemasan. Era dimana para cendekiawan muncul.
Era paling krusial mengenai pendidikan untuk era kini. Saat itu muncul
paham “materialisme”.
Paham yang menitikberatkan segala seuatu dan realitas itu
tereduksi dalam hal material. Material iniadalah lebih tepat dikatakn
dalam uang. Jelas yang menjadi penggerak konsep ini adalah Karl Marx.
Kami menggunakan pendekatan a la Louis Althuser akan konsep
pemikiran dari Marx. Konsep pemikiran Marx kami dekati dengan cara
pandang Louis Althuser karena dia melihat ajaran Marx sebagai ideologi
dan pandangan yang lebih kearah pendidikan. Marx dan Althuser
memang dalam tanda kutip sejalan dalam hal ideologi materialisme.

Page | 11

Namun yang membedakan secara spesifk adalah Althuser melihat Marx
justru dalam perspektif strukturalis.8
Pendidikan bagi Althuser adalah sagmen yang terkena dampak dari
kurun pemikiran Marx. Bagi Marx dalam suatu konsep berpikir akan
realitas, ia menitikberatkan dan bahkan lebih tepat mengkonsentrasikan
pada tataran materialistik. Konsep Marx ini dikarenakan para kaum
miskin yang tertindas tirani dan Marx berikhtiar untuk mensejahterakan
kaum yang tertindas ini. Marx mencipta suatu masyarakat tanpa kelas
dimana

kepemilikan

milik

bersama,

semua

diatur

atas

asas

kesamarataan.
Bagi Althuser konsep Marx ini dilihat ke arahstrukturalis. Dimana
bagi Althuser hal ini sangat idealis. Dan dapat dilihat dalam rekam
sejarah juga bahwa konsep Marx gagal membawa kesejah teraan bagi
yang tertindas. Bagi Althuser konsep Suprastruktur dan infrastruktur
Marx pun justru hanya sebagai idealisme belaka. Setiap konsep ini justru
menjadi suatu senjata baru yang semakin menghimpit masyarakat bawah
terutama. Althuser dalam bukunya Tentang Ideologi mengatakan bahwa
suprastruktur

dan

infrastruktur

ini

baik

saat

mampu

berjalan

berdampingan secara bersamaan.9
Namun, pada kenyataannya yang terjadi adalah justru yang
menjadi tekanan dalam publik hanya kesamarataan dalam aspek
infrastruktur saja. Semuanya menjadi terdegradasi dalam ranah material
saja. Althuser melihat ini dan ingin mengembalikan idealisme Marx. Hal
ini pun merambah ke segmen yang lain. Karena bagi Althuser ideologi
Marx itu sangat struktural sekali. Salah satu dampak yang terkena
adalah pendidikan. Prndidikan menjadi suatu sagmen atau level dalam
bahasa Althuser yang mendapat efek jangka panjang.10 Pendidikan
menjadi suatu yang selalu membedakan secara ketat suatu realita ke
distingsi subjek dan objek. Hal ini bagi kami menjadi pokok masalah.
Pokok yang menyebabkan mengapa semua aspek kehidupan manusia
Louis Althuser, Tentang Ideologi, hlm.15.
Ibid,. hlm. 11.
10
Ibid, .hlm. 12.
8
9

Page | 12

menjadi terfegradasi ke tataran materialistik. Manusia seakan ingin
menguasai segalanya.
Manusia menjadi seakan menjadi tuan dari realita. Manusia
menjadi serakah akan segalanya, terlebih yang sangat penting dalam
hidupnya. Hingga tidak ada suatu ukuran kepuasan yang bisa membatasi
keserakahan manusia. Hal dampaknya itu terasa hingga kini. Korupsi
menjadi suatu jalan yang sangat mulus untuk mencapai kepuasan itu.
Ada suatu pola pikir yang keliru pada era lampau yang menjadikan masa
kini sebagai korban. Oleh karena itu, menurut kami korupsi juga
merupakan dosa sejak era modenisme. Dimana era ini sangat erat
kaitannya dengan pembentukan pola pikir masa kini dan bersifat saling
mengait degan segala aspek kehidupan termasuk pendidikan.
Dalam Konsep Adam Smith
Dalam bagian ini akan masih berkonsentrasi pada peran dari
pendidikan sendiri yang dihadapkan pada korupsi. Pada bagian awal
dilihat sebagagi pendidikan pun telah “tercemar” Karena dosa asal oleh
Marx yang dikemukakan oleh Althuser. Kali ini tokoh yang mendapat
sorotan utama adalah Adam Smith. Dalam perkembangan sejarah bahwa
tokoh

inilah

yang

membuat

suatu

konsep

teori

bahwa

manusia

berpangkat sebagai homo economicus. Dalam konsepnya ini Adam Smith
menyatakan bahwa manusia itu selalu menjadi makhluk ekonomi. Dalam
rangka mempertahankan kelangsungan kehidupannya.11
Namun manusia seakan menjadi terfokus dengan uang demi
menjaga kehidupannya. Segalanya menjadi tergantung pada uang.
Hingga otentisitas manusia kini menjadi tergadaikan dengan uang. Serta
peran pendidikan pun tidak lagi tampak. Bahkan dapat dikatakan
pendidikan telah kalah dengan materialisme yang diusung oleh Marx dan
Adam Smith. Hingga kini manusia menjadi budak akan uang. Hal ini
merambah dengan adanya tingkat korupsi yang semakin marak. Apa lagi
Adam Smith, “The Theory of Moral Sentiment”, Glasgow Edition of the works
and Correspondence of Adam Smith, D.D Raphael dab A.L Macfe (ed), (Oxford:
University Press, 1976), hlm. 25.
11

Page | 13

dengan adanya latar belakang pendidikan yang tinggi dan telah bercokol
dengan jabatan tinggi, korupsi sangat dapat terjadi dan jumlahnya jelas
tidaklah sedikit. Justru orang yang berpendidikan tinggilah yang memiliki
akses untuk mencapai jabatan-jabatan penting dalam pengambilan
keputusan dalam suatu badan atau bentukan perusahaan juga negara.
Pendidikan seakan mengamini suatu perilaku koruptif. Karena Adam
Smith yang telah mengkonsepsikan homo economicus maka semua
manusia

menjadi

keranjingan

dengan

uang

agar

menjamin

kebahagiaanya.
Dalam cara pandang ini seakan Adam Smith menjadi tersangka
paling cocok dalam perannya dalam pendidikan perkembangan pola
piker manusia akan menghambanya pada uang. Namun dalam jurnal
yang ditulis oleh Reza A Wattimena dalam Melintas menjadi sangat
berbeda peranan dari Adam Smith12. Dalam jurnalnya ia melihat sisi lain
dari Adam Smith. Suatu hal yang sangat berbeda dari anggapan
sebelumnya yang menjerumuskan sosok Adam Smith sebagai pendosa
berat akan korupsi. Dalam jurnalnya menekankan pada konsep Adam
Smith mengenai kepantasan (propriety) dan keutamaan (virtue).
Dalam

konsep

ini

membedakan

mengenai

intensi

tindakan

seseorang. Tesis utama yang diusung oleh Adam Smith adalah distingsi
setiap manusia dapat bertindak dan berperilaku atas dasar rasa
kepantasan atau keutamaan yang sejati. Tindakan yang diukur pantas
tersebut didorong oleh rasa simpati yang dikondisikan sudah ada secara
innate13. Sedangkan yang satunya adalah berdasarkan keutamaan,
dimana argument ini juga berkembang pesat dalam ajaran flsafat moral
dari Adam Smith. Jelas bahwa Smith bukan hanya mengajarkan
mengenai materialisme. Tetapi dalam pengajarannya ia mengedepankan
flsafat

moralnya

ketimbang

meterialisme-pragmatisnya.

Konsep

kepantasan yang dikedepankan oleh Adam Smith adalah suatu tindakan
yang sudah biasa kita lakukan secara spontan dan refek saja. Seperti
Reza A. Wattimena, Antara Keutamaan dan Kepantasan Adam Smith dan
Filsafat Stoa, Jurnal Melintas : volume 23 No.2 Agustus 2007, hlm. 213.
13
Ibid., hlm. 219.
12

Page | 14

kita otomatis minum saat haus dan sebagainya. Sedangkan bertindak
sebagai hasil dari konsep keutamaan adalah tindakan yang dilandasi
pada rasa kemanusiaan. Tindakan yang menimbulkan rasa kagum dan
penghormatan besar akan hal tersebut.14
Oleh karena itu, Adam Smith lebih dekat dengan flsafat Stoa
dalam hal jalan ajaran moralitasnya. Ia tetap mengajarkan flsafat moral.
Ia juga punya peran dalam pendidikan pola pikir manusia. Maka dalam
tahap ini harusnya manusia dapat menggunakan pendidikan sebagai
tameng atau penahan perilaku koruptif kini. Karena orang yang katanya
telah menekankan materialisme pun telah mengakui betapa lebih
luhurnya tindakan berdasarkan keutamaan.

Namun mengapa kini

korupsi masih saja merajalela. Menurut hemat saya karena pendidikan
khas ala Adam Smith kurang mendapat tempat dalam pendidikan kini.
Pendidikan kini hanya cenderung mengajarkan ke arah yang lebih
profetik-oportunis. Hal ini sudah melenceng dari hakikat dan esensi
dasar

pendidikan

yang

menjadikan

manusia

lebih

bermartabat.

Pendidikan itu menjadi pedoman dalam menjalani hidup yang baik. Maka
menurut kami adagium latin “Non Scholae sed vitae Discimus” adalah
suatu seruan agar pendidikan itu tidak sekedar pragmatis, profetik, dan
oportunis. Pendidikan itu adalah untuk menjadikan manusia mengalami
transformasi diri dan melampaui segala kecenderungan negatifnya. Akal
menjadi pengatur perasaan.
Dalam konteks ini jelas bahwa Marx dan Smith pun tidak
mengeluarkan ide tentang materialismenya hanya untuk suatu tindakan
korupsi di era kini. Namun ia mengeluarkan ide ini serta merta dahulu
ada

suatu

kesenjangan

dalam

masyarakat

dan

ia

berikhtiar

mengembalikan kesejahteraan sosial. Namun dalam perkembangan
waktu semua konsep tentang Marx menjadi rancu karena hanya
mencatut materialismenya saja. Ditambah pula anggapan dan stigma
yang berkembang di masyarakat adalah ajaran Marx buruk terkait
dengan komunisme. Materialisme pun seakan dijadikan kambing hitam
14

Ibid., hlm. 220.
Page | 15

pula sebagai dalang dari sikap koruptif kini. Dengan dalih bahwa orang
yang materialis hidupnya hanya menekankan pada uang saja. Kemudian
hal itu pun melekat pada koruptor kini. Selama ini dunia hanya kurang
melihat ide-ide Marx dan Smith mengenai materialisme dan bahkan
cenderung

menerima

informasi

berdasarkan

asumsi

stigma

yang

berkembang di masyarakat.
Juga Marx dan Smith seakan menjadi dalang suatu tindakan negatif
kini. Hal inilah mengapa dosa kolektif dalam pendidikan (terkhusus
pendidikan mengenai materialisme) terjadi karena salah kaprah. Padahal
Marx dan Smith membuat ide atau teori ini bukan sama sekali baru
untuk mengadakan korupsi tetapi karena respon mereka terhadap
keadaan zaman dimana pemegang modal semena-mena merampas hak
kesejahteraan kaum buruh. Dengan gagasan-gagasan Marx dan Smith
sebenarnya korupsi sedang dilawan dan mereka menawarkan solusi
untuk melawan ketidakadilan tersebut.
Penanggulangan Korupsi Dalam Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, seorang peserta didik diajari ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam hidup
bersama seperti menghargai perbedaan, mengusahakan perdamaian,
keadilan, dan kesejahteraan umum. Pendidikan tersebut didapatkan
melalui pendidikan karakter sehingga mampu menghasilkan seorang
yang memiliki karakter positif dan mentalitas unggul serta integritas
tinggi. Pendidikan (sekolah) ditantang untuk menciptakan kurikulum
yang terarah bukan hanya pada peningkatan pengetahuan dan keahlian,
namun juga terlebih pada kedalaman iman yang diimplementasikan
dalam tindakan unggul dan mulia.
Non Scholae Sed Vitae Discimus adalah sebuah slogan yang berarti
“belajar bukan untuk sekolah tapi untuk hidup”. Belajar itu bukan semata
untuk mendapatkan nilai yang bagus, tetapi terutama untuk hidup yang
baik. Ketidakjujuran seperti halnya menyontek adalah tindakan koruptif
yang tidak menghargai nilai kejujuran, kerja keras, dan pengorbanan.
Page | 16

Seringkali dalam usaha belajar kita menemui kebuntuan dalam menuai
hasil yang baik. Tentunya dalam hal ini bukan hasil yang semata-mata
dicari tetapi perjuangannya untuk mencapai hasil itu dengan kata lain
yakni proseslah yang menjadi bagian terpenting. Tindakan menyontek
adalah tindakan koruptif yang sangat tidak manusiawi karena dalam hal
ini akal budi manusia dicoreng dan direndahkan karena hasrat untuk
bereksistensi sebagai yang dipandang baik, namun hal itu tidaklah benar.
Paradigma pendagogi refektif adalah suatu pendekatan yang
menekankan proses dengan pengolah pengalaman, refeksi, dan aksi.
Dalam pendekatan ini, kepekaan moral dan kepekaan sosial ditumbuhkan
sehingga seorang peserta didik mampu melihat realitas secara lebih
mendalam dan manusiawi. Refeksi merupakan tuntutan kegiatan yang
harus

senantiasa

dilakukan

dalam

proses

menemukan

nilai-nilai

kehidupan.
Jadi, di dalam dunia pendidikan, korupsi dapat ditanggulangi
secara

prefentif.

Pendidikan

adalah

proses

penanaman

nilai-nilai

kehidupan sehingga seorang peserta didik mampu menjadi seorang
manusia yang semakin humanum. Pendidikan itu menjadikan manusia
semakin dekat dengan cara hidup yang berintegritas. Korupsi yang masih
ditemui dalam jejak-jejak proses pendidikan harus dihapuskan segera
karena melalui pendidikan itulah seharusnya korupsi dihapuskan.
Optimisme Terhadap Pendidikan (Karakter)
Dunia pendidikan pada masa kini cenderung berorientasi pada
profesi dan juga pencapaian sebagai tujuan akhirnya. Pendidikan yang
demikian akan mencetak lulusan yang selalu berorientasi pada hasil
pencapaian hidup yakni tahta dan harta. Pendidikan seperti itu hanya
akan menjadikan individu berusaha mencari suatu keuntungan pribadi
bagi dirinya sendiri karena segala kemapuan yang dimilikinya. Watak
masyarkat

kapitalis

telah

masuk

ke

pendidikan

sehingga

terjadi

komersialisasi pendidikan. Hasil dari proses pendidikan juga harus
sesuai dengan kebutuhan pasar yang kapitalis itu. Keuntungan individu
Page | 17

telah menjadi suatu corak kehidupan yang juga dibentuk dalam
pendidikan itu.
Belum lagi pendidikan juga telah dimasuki kepentingan politik. 15
Pendidikan itu sebenarnya pasti berurusan pada politik, namun politik
selalu

bermuara

pada

pembungkaman

dan

rentan

pada

urusan

keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. 16 Dalam hal ini sebenarnya
pendidikan itu juga mampu memberikan pengaruh yang signifkan bagi
perubahan sosial yang ada secara politis. Pengaruh itu bersifat positif
karena mampu mengarahkan kehidupan ke arah yang lebih baik.
Semuanya itu dilalui melalui suatu proses pendidikan. Paulo Freire
memberikan corak “pendidikan kritis” guna merealisasikan perubahan
sosial itu.
Pendidikan kritis ala Paulo Freire menekankan pembangunan nalar
berpikir dan pemecahan masalah serta mengembangkan paradigma anti
kemapanan guna melawan tirani dan dominasi status quo17. Pendidikan
kritis menjadikan manusia tahu akan kebenaran. Individu yang kritis
tidak akan dengan mudah menerima situasi yang ada, namun selalu
bertanya dan menggali kebenaran yang hakiki. Pendidikan kritis
membangkitkan kesadaran individu akan segala persoalan yang terjadi di
lingkungan hidupnya dan berusaha mencari solusinya.
Pendidikan itu juga terkait dengan mereka yang pada akhirnya
akan menjabat atau berada pada posisi puncak. Para pemimpin itu harus
didik secara benar agar mampu bereksistensi secara benar juga. Plato
memandang bahwa pendidikan bagi seorang pemimpin itu harus
mencakup pendidikan akal budi dan perasaan. Pendidikan itu harus
mampu menjadikan seorang pemimpin tahu akan kebenaran, bermoral
baik, dan berperilaku indah. Plato juga memandang bahwa seorang
pemimpin yang berada pada puncak tatanan masyarakat itu akan rentan

Mohamad Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, (Yogkarta : Ar-Ruzz
Media, 2009), hlm. 135-140.
16
Ibid,. hlm. 140.
17
Golongan ini tidak mengiginkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik
karena telah nyaman dengan situasi sekarang. Ibid., hlm. 141-142.
15

Page | 18

terhadap korupsi untuk kepentingan pribadi (keluarga). Pemimpin juga
dipandang rentan pada ketidaksetiaan terhadap negara.
Secara jelas, pendidikan bagi para pemimpin menurut Plato itu
harus merupakan suatu pendididkan flsafat.18 Mengapa pendidikan
flsafat? Bagi Plato pendidikan flsafat akan mampu menuntun seseorang
pada

kebenaran

sejati

melalui

proses

dialektika.

Pendidikan

ini

sebenarnya secara umum dalam konteks masa kini, pada hakikatnya
adalah pendidikan guna melatih akal budi agar sungguh mampu
menemukan kebenaran yang sejati. Pendidikan akal budi ini juga
memampukan seseorang untuk meredam segala hawa nafsu, persaan
yang tidak terkendali, dan hasrat liar. Dengan mengendalikan semuanya
itu, seseorang akan mampu bereksistensi secara benar dan baik.
Seorang pemimpin itu harus memiliki rasionalitas dan moralitas
yang

seimbang.

Karenanya

dengan

cara

yang

demikian

akan

mempengaruhi cara hidupnya. Memang Plato terlalu ekstrim dalam
mengemukakan pandangannya terhadap cara hidup pemimpin yang
harus selibat, komunis dalam arti tidak memiliki harta pribadi, dan
kesetiaan total bagi negara. Pada dasarnya, dengan pendidikan flsafat
dan seni, seorang pemimpin akan tahu mengenai keutamaan dan juga
kebenaran. Dengan mengetahui keduanya itu diharapkan seorang
pemimpin juga tahu akan kerentanannya ketika berada di posisi puncak.
Pendidikan keutamaan (berkarakter) ini juga tampaknya pada masa
kini dibahasakan secara menarik oleh Doni Koesoma. Menurutnya
pendidikan adalah
“Usaha sadar yang ditujukan bagi pengembangan diri manusia secara
utuh, melalui berbagai macam dimensi yang dimilikinya (religius, moral,
personal, sosial, kultural, temporal, institusional, relasional, dan lain-lain)
demi proses penyempurnaan dirinya secara terus menerus dalam
memaknai hidup dan sejarahnya di dunia ini dalam kebersamaan dengan
orang lain”.19
David Melling, Understanding Plato, (New York: Oxford University Press,
1987), hlm. 153
19
Dony Koesoma, Pendidikan Karakter : Utuh dan Menyeluruh, (Yogyakarta :
Kanisius, 2012), hlm. 55.
18

Page | 19

Pendidikan

yang

mengutamakan

pembentukan

karakter

memampukan individu yang berkarakter itu memiliki kecerdasan, baik,
dan menjadi pelaku sejarah atau perubahan.20 Pendidikan berarkater
mampu

menanamkan

keutamaan-keutamaan

yang

memampukan

manusia menjadi individu yang berkualitas positif. Orang yang memiliki
keutamaan akan bertanggung jawab di tengah situasi problematik dan
kompleks

serta

berusaha

menghindarkan

diri

dari

tindakan atau

keputusan yang merusak.21 Pendidikan berkarakter mampu menanamkan
nilai-nilai moral dan juga kemampuan untuk memperjuangakan nilai-nilai
moral tersebut.
Pengembangan kepribadian dalam pendidikan berkarakter mampu
menumbuhkan sikap individu sebagai seorang pelaku sejarah yang mau
membela orang kecil, lemah, tersingkir, dan mau memperjuangkan
keadilan. Semuanya itu hanya dapat dilakukan oleh individu yang
berkeutamaan. Menurut Thomas Aquinas ada beberapa keutamaan yang
perlu dimiliki :22
 Pengendalian

diri

(temperantia)

yang

merupakan

suatu

kemampuan untuk mengusai emosi dan perasaan. Kedua hal
tersebut dapat bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh
akal budi.
 Keberanian

(fortitude)

merupakan

keutamaan

yang

menyempurnakan sisi agresif manusia. Kebaikan akan terwujud
dan nyata melalui tindakan dan hal itu membutuhkan keberanian.
Keberanian juga membuat individu mampu bertahan dan berjuang
dalam situasi sulit. Keberanian ini cukup vital karena yang mampu
menggerakan indvidu untuk menyelaraskan akal budi dan perasaan
serta melakukan tindakan kebaikan yang nyata.
 Keadilan (iustitia) merupakan segi sosial dari keutamaan. Akal
budi

manusia

menunjukan

bahwa

individu

hidup

dalam

kebersamaan dengan orang lain secara natural. Dalam kehidupan
20
21
22

Ibid., hlm, 66
Ibid., hlm 178.
Ibid., hlm. 182-184.
Page | 20

bermasyarakat dibutuhkan suatu tatanan yang stabil sehingga
segala ide dan keyakinan dari setiap individu dapat harmonis satu
sama

lainnya.

Keadilan

adalah

keutamaan

yang

menjadikan

individu itu mampu menyelaraskan kehendak pribadinya dan
kehendak sesamanya.
 Kebijakan Praktis merupakan suatu realisasi dari kehendak, akal
budi,

perasaan,

keberanian,

dan

keadilan

menuju

eksistensi

tindakan yang benar.
Jadi, sebenarnya pendidikan juga merupakan media bagi manusia
untuk

menjadi

bermartabat,

berharkat,

dan

memiliki

hak-hak

kemanusiaan. Pendidikan juga merupakan penjaga kebaikan hidup
manusia dari kejahatan. Pendidikan menurut Paulo Freire adalah suatu
pencerahan dalam menghadapi kehidupan di dunia yang penuh dengan
dualisme.
mengetahui

Pendidikan

memampukan

perbedaannya.

manusia

Pendidikan

itu

bijaksana

adalah

dalam

transformator

kehidupan berbangsa yang menghasilkan suatu kualitas dalam berpikir,
bersikap, dan bertindak yang berdasarkan kebenaran, kebaikan, dan
keindahan.
Solusi untuk Tindakan Korupsi di Dunia Pendidikan
 Meningkatkan kualitas SDM pengelola pendidikan.
Kualitas SDM diyakini berpengaruh langsung terhadap kualitas
kinerjanya. Oleh karena itu, sistem perekrutan pekerja pendidikan harus
dibenahi. Selama ini, ada sinyalemen bahwa sistem rekrutmen pekerja
dunia pendidikan tidak berlansung dengan jujur, objektif, adil, dan
transparan. Berbagai kecurangan mewarnai setiap perekrutan, seperti
penggunaan uang pelicin, permainan kerabat pejabat, dan bahkan
manipulasi hasil tes. Akibatnya, calon pegawai yang cerdas tersingkir,
karena tidak mampu membayar lebih atau melobi para pejabat.
Celakanya,

calon

pegawai

dengan

kualitas

rendah

baik

dari

intelektualitas maupun mentalitas melenggang dengan mulus. Kondisi ini
merupakan awal yang buruk untuk meningkatkan kinerja pekerja
Page | 21

pendidikan. Bahkan, sangat mudah terpengaruh tindakan melawan
aturan, seperti korupsi. Oleh karena itu, pembenahan sistem rekrutmen
pekerja pendidikan adalah keniscayaan.
 Meningkatkan kesejehateraan para pekerja pendidikan.
Karena mereka adalah implementator di lapangan. Sebaik apapun
perencanaan, jika pelaksananya bobrok, hasilnya dipastikan hancur.
Apalagi mereka berhadapan dengan dana besar dan cakupan wilayah
yang sangat luas, sehingga rawan penyelewengan. Dengan meningkatkan
kesejahteraan, diyakini dapat meningkatkan kinerja dan tanggung jawab
mereka sebagai pelayan sektor pendidikan. Mereka bekerja murni untuk
kepentingan

dunia

pendidikan

tanpa

ada

pemikiran

memperoleh

pendapatan tambahan lain, apalagi yang tidak halal. Akibatnya, korupsi
sektor pendidikan dapat direduksi.
Dalam hal ini, dimulai dari sistem penerimaan mahasiswa calon
pendidik, kurikulum lembaga pencetak tenaga pendidik yang link dan
match dengan kebutuhan, sistem penerimaan calon guru, pembinaan dan
pengawasan kinerja pendidik, sistem reward dan punishmet untuk
pendidik. Semua harus dilakukan dengan aturan dan mekanisme jelas
serta dipayungi hukum yang pasti.
 Pendidikan antikorupsi untuk semua.
Pendidikan ini tak hanya untuk peserta didik di semua jenjang
pendidikan, tetapi juga pejabat dan politisi yang memiliki otoritas atas
kebijakan dan anggaran pendidikan serta rekanan pemerintah pusat dan
daerah.
Membangun

sistem

antikorupsi

terutama

dalam

sistem

perencanaan, penganggaran, dan implementasi belanja dana pendidikan.
Sistem terutama pada pembagian kewenangan yang memadai pada
berbagai

institusi

pendidikan

serta

pengawasan

atas

penggunaan

kewenangan tersebut.
Tata kelola dalam sistem antikorupsi membuka informasi seluasluasnya kepada publik terkait pengelolaan anggaran pendidikan dan
Page | 22

akses

terhadap

bukti-bukti

pertanggungjawaban.

Publik

dapat

melakukan audit sosial guna melihat kepatuhan pengelolaan publik atas
peraturan perundang-undangan dan melaporkan kepada pengawas
internal dan eksternal pemerintah jika menemukan ketidakpatuhan
dalam pengelolaan dana tersebut.
Bila tujuan manusia adalah untuk mencari kebahagiaan yang
menyeluruh, pendidikan pun harus membantu seseorang untuk mencapai
tujuan hidupnya itu yaitu kebahagiaan.23 Dalam pengertian biasa,
pendidikan manusia sering dikatakan untuk membantu anak didik agar
berkembang menjadi manusia yang utuh, sempurna, dan yang bahagia.
Selanjutnya adalah, budi pekerti. Budi pekerti sering diartikan sebagai
sikap dan perilaku yang membantu orang dapat hidup dengan baik.
Dalam budi pekerti terdapat sikap yang berhubungan dengan adat
istiadat, sopan santun, dan perilaku.

Selain itu, budi pekerti juga dapat

24

diartikan sebagai nilai moralitas manusia yang didasari dan dilakukan
dalam tindakan nyata. Semua nilai moralitas yang disadari dan dilakukan
itu semua bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia yang
lebih utuh.
Matakuliah Anti-Korupsi
Matakuliah Anti-korupsi ini tidak berlandaskan pada salah satu
perspektif

keilmuan

secara

khusus.

Berlandaskan

pada

fenomena

permasalahan serta pendekatan budaya yang telah diuraikan diatas,
matakuliah ini lebih menekankan pada pembangunan karakter antikorupsi

(anti-corruption

mahasiswa.25Dengan

character

demikian

tujuan

building)
dari

pada

matakuliah

diri

individu

Anti-korupsi

adalah membentuk kepribadian anti-korupsi pada diri pribadi mahasiswa
serta membangun semangat dan kompetensinya sebagai agent of change
Paul Suparno dkk. 2002. Pendidikan Budi Pekerti – Suatu Tinjauan Umum.
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 21.
24
Ibid., hlm. 29.
25
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi.Jakarta:Kemendikbud
Cetakan 1. Desember 2011.
23

Page | 23

bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang bersih dan bebas
dari ancaman korupsi.
Pendidikan : Pilar Anti Korupsi
Bila korupsi itu banyak dilakukan oleh mereka yang memiliki
jabatan tinggi ataupun karena adanya kesempatan melalui kewenangan
sebagai seorang pemimpin, maka kualitas pribadi seorang pemimpin
itulah yang harusnya dibenahi. Seorang pemimpin harus memiliki cara
hidup yang selazaimnya sebagai seorang pemimpin sejati yakni setia
pada masyarakatnya. Pandangan Plato mengenai flsafat politiknya,
terkhusus menyangkut kualitas dan cara hidup seorang pemimpin negara
ditentukan oleh proses pendidikan yang dilaluinya. Pemimpin adalah
seorang yang telah melewati proses pendidikan sebagai seorang prajurit
sejati yang cara hidupnya harus komunis (tidak ada milik pribadi), selibat
(tidak berkeluarga), dan setia terhadap kehidupan sosial.26
Untuk menjadi seorang pemimpin sejati, bagi Plato, pendidikan
adalah kunci keberhasilannya. Pendidikan flsafat, perlatihan fsik, dan
pendidikan seni adalah berbagai proses pendidikan yang harus dilalui
seorang calon pemimpin. Pendidikan seni berguna dalam mengolah
perasaan seseorang, terutama hasrat menjadi sisi kehidupan yang harus
mampu dikelola dan diekspresikan secara positif. Perlatihan fsik menjadi
seorang pemimpin memiliki kualitas kesehatan yang baik. Pendidikan
flsafat menjadikan puncak dari proses pendidikan seorang pemimpin,
yang

melaluinya

seseorang

mampu

mencintai

kebijaksanaan

dan

mengetahui mana yang baik dan buruk.
Seorang pemimpin, sejatinya memiliki keutamaan hidup yang
mencakup nilai-nilai luhur, dalam flsafat nilai-nilai tersebut dikenal
dengan verum, bonum, dan pulchrum. Nilai-nilai itu yang menjaga hidup
seorang pemimpin tetap terarah kepada tujuan sejati kehidupan.
Karenanya, pendidikan menjadi suatu pilar penting dalam menghasilkan
seorang pemimpin yang anti-korupsi. Memang pandangan Plato ini
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta : Kanisius,
1980), hlm. 43.
26

Page | 24

terkesan idealis, namun Plato memandang bahwa kehidupan seorang
pemimpin seharusnya memang berada pada level teratas dalm kualitas
kehidupan manusia.
Korupsi menjadi suatu hal yang paling dekat dengan kehidupan
seorang pemimpin. Sejatinya setiap manusia adalah pemimpin bagi
dirinya sendiri. Setiap manusia memiliki hasrat untuk menguasai,
mencari keuntungan, dan bertindak korupsi. Karenanya, pendidikan
berkarakter menjadi kunci utama dalam menghasilkan manusia-manusia
berkualitas
bijaksana

dan

mulia.

dalam

seseorang

Pendidikan

mengekspresikan

peduli

memperjuangkannya.

terhadap

mampu

hasratnya.

nilai-nilai

Pendidikan

menjadikan

seseorang

Pendidikan

luhur

memampukan

dan

menjadi

turut

serta

seseorang

untuk

mengetahui bahwa korupsi itu tidak benar, tidak baik, dan tidak indah.
Simpulan
Korupsi bertentangan dengan esensi dari pendidikan. Korupsi
adalah tindakan negatif. Pendidikan adalah suatu proses menuju yang
positif. Namun, kebusukan korupsi itu sendiri tetap dapat masuk ke
dalam dunia pendidikan. Pendidikan dapat menjadi suatu bentuk
perlawanan terhadap korupsi. Melalui pendidikan kita dapat menjadi
pribadi yang memiliki integritas, karakter positif, mentalitas unggul, dan
kebijaksanaan dalam membela kebenaran dan kebaikan. Secara spesifk,
pendidikan juga menjadi media informasi dan pembelajaran anti korupsi.
Korupsi

dapat

dilawan

dengan

pendidikan

yang

mulia.

Melalui

pendidikan, manusia menjadi tahu identitasnya sebagai manusia yang
terarah kepada kebenaran.

Sumber
Althusser. 2000. Tentang Ideologi. Yogyakarta : Jalasutra.
Binawan, Andang. 2006. Korupsi (Dalam Cakrawala) Kemanusiaan.
Jakarta: Kompas.
Page | 25

Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta :
Kanisius.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
2011. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta :
Kemendikbud.
Koesoma, Dony. 2012. Pendidikan Karakter : Utuh dan Menyeluruh.
Yogyakarta :
Kanisius.
Konferensi Wali Gereja Indonesia. 2017. Nota Pastoral Konferensi Wali
Gereja Indonesia
2017 : Mencegah dan Memberantas Korupsi. Jakarta : KWI.
Melling, David.. 1987. Understanding Plato. New York: Oxford University
Press.
Paul Suparno dkk. 2002. Pendidikan Budi Pekerti – Suatu Tinjauan
Umum. Yogjakarta:
Kanisius.
Smith, Adam. 1976. “The Theory of Moral Sentiment”. Glasgow Edition of
the works and
Correspondence of Adam Smith, D.D Raphael dab A.L Macfe (ed).
Oxford:
University Press.
Wattimena, Reza. 2007. Antara Keutamaan dan Kepantasan Adam Smith
dan Filsafat
Stoa. Dalam Jurnal Melintas, volume 23 no.2 Agustus 2007.
Yamin, Mohamad. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogkarta : ArRuzz Media.

Page | 26