Teori Emanasi Menurut Ibnu Sina

Pendahuluan
Allah SWT menganugrahkan akal kepada manusia sebagai bentuk
keistimewaannya, karena dengannya kita dapat mengatahui yang baik dan yang
buruk. Pada fitrahnya, akal juga diberikan keistimewaan yang oleh Allah, yaitu
rasa ingin tahu yang mendalam tentang segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.
Karena pada dasarnya manusia dilahirkan di dunia ini tidaklah mengatahui apaapa, namun seiring berjalannya waktu, akal manusia berkembang dengan
sendirinya. Oleh karena itu akal menjadi bagian yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, karena dengan akal manusia dapat terangkat drajatnya
menjadi alim atau orang yang mengetahui, dan akal pula yang membedakan
manusia dengan binatang
Pada pembahasan filsafat, akal atau cara berfikir menjadi ciri khas sebuah
kajian filasafat. Hal ini ditujukan untuk menggali sebuah ilmu secara mendalam,
karena ia merupakan aktifitas berpikir yang sangat mendalam yang ditujukan
untuk memperoleh kebenaran yang hakiki.1 Karena dalam filsafat, penggunaan
akal menjadi sangat urgen yang menunjukkan aktivitas pemikiran yang
dilakukan.2 Banyak filosof yang menuangkan hasil dari pemikirannya ke dalam
tulisan maupun perbuatan sehari-harinya, hal ini menunjukkan aktivitas berpikir
mendalam yang mereka lakuakan.
Tidak hanya Barat, Islam pun memiliki para filosof hebat yang memiliki
kemampuan berpikir yang luar biasa. Akan tetapi, bagi seorang muslim yang
ingin memperdalam filsafat tidaklah boleh keluar dari ajaran al-Qur'an dan alSunnah.3 Hal ini ditujukan untuk membentengi mereka dari hal-hal yang dapat

melencengkan pemikiran mereka, sehingga dapat menyesatkan yang lainnya.
Mohammad Mulish, Pengantar Ilmu Filsafat, Ponorogo, Darussalam Unversity
Press 2008, p. 1, Lihat juga di Sayyed Hossein Nasr dan Iliver Leaman, Ensikloprdia
Tematis Filsafat Islam, Mizan, p.289
2
Ibid, p. 2
1

‫ الفلسفة القرآنية (كتاب عن مابحث‬،‫عباس محمد العقاد‬
‫الفلسفة الروحية واجاتماعية التي وروت موضوعاتها في آيات الكتاب‬
11 ‫ ص‬،‫ بيروت منشورات المكتبة العصرية‬،)‫الكريم‬
3

1

Salah satu kajian filsafat yang paling menarik para filosof untuk
mengkajinya adalah teori emanasi, yang menyatakan bahwa penciptaan alam ini
merupakan pancaran dari Yang Satu4. Banyak para filosof yang memberikan
pandangan atau pemikiran akan hal ini, karena mengingat teori emanasi
merupakan terori yang sangat membingungkan, sehingga memerlukan proses

berpikir yang mendalam dan memakan waktu yang cukup lama. Dalam makalah
ini, penulis mencoba mengkaji teori emanasi Ibnu Sina, karena beliaulah yang
menjadi sorotan utama dalam teori ini, mulai dari makna emanasi secara bahasa,
secara istilah dan beberapa pendapat para filosof akan teori ini.

‫ اامعة دار‬،‫ ققيدةة التوحيد‬،‫الدكتور أمل فتح الله زركشي‬
‫ ص‬،2009 ،‫السما للطباعة‬
4

2

A. Pengertian Teori Emanasi
Diskursus mengenai penciptaan alam semesta, banyak dari para filosof
yang berbeda pandangan dalam hal ini. Perbedaan pandangan itu terletak pada
beberapa persoalan yang sangat mendasar terkait dengan teori emanasi, antara
lain apakah ada karena memang sudah ada? ataukah alam ini ada karena
memang ada yang menciptakannya? keduanya sangat menarik para filosof untuk
mengkajinya secara komprehensif, sebab ini menjadi hal yang harus dikaji
kebenarannya.
Kata emanasi, dalam bahasa Inggris di sebut emanation yang berarti

sebuah proses munculnya sesuatu dari pancaran, bahwa yang dipancarkan
substasinya sama dengan yang memancarkan5. Sedangkan dalam kamus filsafat
emanasi berarti doktrin mengenai terjadinya dunia. Dunia terjadi karena dan oleh
peroses dimana yang ialhi meleleh. Sebuah alternatif doktrin penciptaan. Konsep
emanasi menghubungkan tata kekal dan tata sementara, biasanya melalui tahapan
antara. Di Barat, Genetisisme dan Neoplatonisme merupakan emanasionik.
Filsafat-filsafat panteistik condong ke arah ini 6. Dari penjelasan kata emanasi di
atas maka dapat dikatakan bahwa, emanasi berarti sebuah doktrin yang mencoba
mengulas tentang sebuah penciptaan alam, yang ditujukan untuk mencapai sebuah
kebenaran yang absolut.
Dalam tradisi filsafat Islam, teori emanasi memiliki hubungan iluminatif
menurun, yakni berawal dari prinsip pertama atau akal pertama hingga ke prinsip
atau akal terendah yaitu alam7. yang dalam pembahasannya Ibnu Sina mengenai
doktrin Aristoteles tentang kuasa pertama atau as-Sabab al-Hakiki (sebab utama)
yaitu Tuhan.

John M. Echols Kamus Inggris Indonesia, Jakarta PT Gramedia Pustaka
Utama, cet. 1992, p.
6
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama, p. 193

7
Suhrawardi, Kitab al-Thawihat, 5054
5

3

B. Teori Emanasi Menurut Ibnu Sina
Menilik dari teori Ibnu Sina dalam studi eksistensi, terkait dengan
masalah pemikiran membawanya untuk membahas secara mendalam menganai
beberapa pemikir atau filosof yang dalam hal ini memiliki otoritas untuk mencari
solusi padanya, dan kejelasannya, yang berkaitan dengan masalah-masalah
mengenai penciptaan yaitu (hubungan antara Allah dan alam) ia mengatakan
bahwa, pembahasan filosof dalam hal ini, pemikirannya sangat dipengaruhi oleh
pemikiran para filosof Yunani8.
Dalam pembahasan filsafatnya mengenai penciptaan alam, Ibnu Sina
tidaklah jauh berbeda dengan teori yang di usung al-Farabi, seingga tingkat
kesulitan yang dialami dalam membedakan pendapat keduanya akan terasa, hal ini
karena dalam teori mereka berdua memiliki kemiripan yang cukup signifikan.
Sebagaimana yang diketahui bahwa emanasi merupakan dan berasal dari sebuah
teori filosof Barat yakni Plotonus yang mengatakan bahwa, terjadinya alam ini

merupakan sebuah pancaran dari Yang Esa. Dalam hal ini Ibnu Sina mengamini
perkataan Plato tersebut, karena ia beranggapan bahwa alam ini tidaklah
diciptakan, melainkan adanya merupakan pancaran dari Tuhan.9 Teori ini yang
kemudian kritik oleh Imam al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah, yang
menyatakan bahwa Allah adalah dzat yang qadim dan maha dahulu dan bersifat
abadi. Jika alam merupakan pancaran dari Yang Kuasa (Allah) berarti alam
memiliki substansi yang sama dengan Yang Mencipta (alam kekal). Hal ini tentu
tidak bisa dibenarkan, karena substansi alam tidaklah sama dengan Yang
Mencipta (Allah).

‫ علم الكما (تاريخ المذهب‬،‫الدكور أمل فتح الله زركشى‬
‫ ص‬،2011 ‫ اامعة دار السما للطباعة‬،‫اسإممية وقضاياها الكممية‬
335
9
‫ منشورات مكتبة آية الله‬،‫ الشفا في اسلهيات‬،‫إبن إينا‬
28 ‫ ص‬،1404 ‫العظمى المرعشي النجفي‬
8

4


Numun kemudian pendapat Plato mengenai terjadinya alam tersebut di
Islamkan oleh Ibnu Sina. Sehingga pendapat yang mengatakan bahwa Allah
adalah penyebab yang pasif dalam terjadinya alam di ubahnya menjadi Allah
sebagai Pencipta yang aktif. Dia menciptakan alam dari sebuah materi yang sudah
lebih dahulu ada yang berasal dari sebuah pancaran. Adapun proses terjadinya
pancaran tersebut adalah sebuah proses di mana ketikan Allah menjadi wujud
(bukan dari tiada) sebagai Akal yang langsung memikirkan berta'aqqul terhadap
zat-Nya yang menjadi objek pemikiran-Nya, maka memancarlah Akal Pertama,
begitu proses ini seterusnya sehingga mencapai proses yang ke-10 10. Pndapat Ibnu
Sina mwncoba mendekontruksi pemikiran Plato mengenai terjadinya alam yang
Allah menurutnya sebagai penyebab yang pasif menjadi penyebab yang aktif.
Ibnu Sina secara sistematis merumuskan doktrinnya tentang teori emanasi
dengan penjelasan sebagai berikut, "emanasi (suatu bentuk penciptaan di alam
non materi) adalah bentuk perwujudan dan pemanifestasian sebuah eksistensi
yang lain, dan bergantung kepada eksistensi yang lain tanpa perantaraan materi
instrumen ataupun waktu. Akan tetapi sesuatu di dahului oleh yang non eksistensi
dalam waktu tidak akan membutuhkan perantara. Tindak emanasi, karenanya,
menduduki frajat yang paling tinggi ketimbang tidak penciptaan (penciptaan
dalam hubungannya dengan alam materi) dan kontingensi.11 Jadi dalam
pembahasan teori emanasi menurut Ibnu Sina, emanasi merupakan tingkatan yang

paling tinggi jika dibandingkan dengan penciptaaan yang masih memerlukan
ruang dan waktu. Dalam hal ini sangat jelas bahwa, definisi dari teori emanasi
yang dengannya perhatian kita ditarik kepada kenyataan bahwa emanasi memiliki
keutamaan atas gagasan penciptaan dan sepanjang perosesnya tidak diperantarai
atau bahkan didahului oleh waktu atau bahkan materi.
Untuk menjelaskan teorinya mengenai emanasi, ia kemudian memberi
garis besar terhadap bukti metafisik doktrinnya menganai emanasi yaitu, Gagasan
bahwa suatu kuasa yang membuat sesuatu menjadi wajib ada berbeda dengan
10

Ibid, p. 29

11

95 ‫ ص‬،‫ المجلد الثالث‬،‫ اسإارت والتنبيهات‬،‫إبن إين‬
5

gagasan bahwa kuasa itu membuat sesuatu yang lain juga menjadi wajib ada. Jika
eksisitensi kedauanya disebabkan oleh satu hal, maka yang satu ini (sebagai
sebab) harus (dari perspektif yang berbeda) dan realitas-realitas yang berbeda

pula.12 Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, jika kedua susuatu antara wajib alWujud dengan mumkin al-Wujud terjadi dalam satu waktu maka tidaklah
dikatakan sebagai emanasi.
Dengan demikian, setiap segala sesuatu yang wujudnya mewajibkan dua
hal atau terwujud darinya dua wujud secara bersamaan, sehingga tak satupun dari
keduanya melalui dan dengan campur tangan sesuatu yang lain, maka hakikat
wujudnya adalah sama atau berbentuk satu sebstansi, karena ia memiliki dua sisi
yang berbeda.13
C. Teori Emansi Menurut Al-Farabi
Berlainan dengan al-farabi yang mengamini bahwa, penciptaan alam ini
merupakan hal yang baru, yang merupakan hasil pancaran yang ia sebut sebagai
Nadhariyatu al-Faodl. Dalam teorinya al-Farabi mengatakan bahwa wuud alam
merupakan sebuah pancaran dari Yang Satu, di sini wajib al-Wujud Allah
memancarkan dzat-Nya segingga alam merupakan pancaran dari-Nya. Hal ini
terjadi ketika Allah berfikir (akal pertama) yang kemudia berkembang dan terus
berkembang hingga akal ke-10.14
Sebenarnya, al-Farabi menemui kesulitan tentang bagaimana terjadinya
alam ini yang bersifat materi dari Yang Esa (Allah) dan jauh dari materi yang
Maha Sempurna. Menurut para filosof Ynuani, Tuhan bukanlah pencipta alam,
melainkan Tuhan merupakan Penggerak Pertama (Prime Cause), seperti yang di
nyatakan Aristotels. Sementara dalam Islam, Allah merupakan Pencipta yang

menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada menajdi ada (creito ex nohilo).

‫ المبدا‬،‫الشيخ الرئيسي أبي الحسين بن عبد الله بن إينا‬
75 ‫ ص‬،‫ دانسكاه مك كيل‬،‫ مؤإسة مقاجت أإممي‬،‫والمعاد‬
13
95 ‫ ص‬،‫ المجلد الثالث‬،‫ اسإارت والتنبيهات‬،‫إبن إين‬.
14
‫ المجلة الشهرية تعلو بالدراإات اسإممية‬،‫دعوة عفى‬
2014 ‫ من ديسامبير إنة‬22 ‫ المأخوذ في التاريخ‬،‫والفكر‬
12

6

Untuk meluruskan

doktrin Aristotels tersebut al-Farabi memulainya dengan

menjelaskan teori penciptaan. Dengan demikian, Tuhan sebagai penggerak
menurut Aristotels berubah menjadi Tuhan sebagai pencipta atau yang
menciptakan sesuatu dari bahan yang sudah ada secara pancaran. Dengan

bermaksud menjelaskan bahwa Allah menjadi Pencipta sejak zaman azali dan
materi alam berasal dari energi yang kadim. Oleh karena itu, menurut para filosof
muslim kun Allah yang termaktub di dalam al-Qur'an ditunjukkan sebagai syai'
(sesuatu) bukan kepada la syai' (tidak ada sesuatu15.
Emanasi dalam pemikiran al-Farabi adalah Tuhan sebagai akal, berpikir
tetang diri-Nya, dan pemikiran itu timbul sesuatu bentuk lain. Tuhan itu adalah
wujud pertama dan qadim, dan dengan pemikiran tersebut maka timbullah wujud
ke dua yang juga mempunyai substansi. Hal itu ia sebut sebagai akal pertama
yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama dan
dengan pemikiran itu maka muncullah wujud ke tiga dan seterusnya hingga
mencapai akal ke-10.

Kesimpulan
Teori emanasi Ibnu Sina mencba meluruskan beberapa teori yang di usung
oleh para filosof Yunani terkait kan terjadinya alam yang mengatakan bahwa
Tuhan tidaklah menciptakan alam, melainkan wujud alam merupakan pancaran
dari Tuhan itu sendiri. Jika demikian akan timbul asumsi bahwa Tuhan adalah
penggerak yang pasif bagi alam. Dengan teori yang di usung Ibnu Sina, ia
mencoba meluruskan teori-teori tersebut dengan menjadikan Tuhan sebagai
pencipta, jadi wujud alam merupakan ciptaan dari Sang Maha Kusa (Allah).

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam teori emanasi, Tuhanlah sebagai Pencipta
alam, bukan wujud alam sebagai pancaran dari Tuhan. Wallahu A'la bi ashShowab.
Biblografi
15

Ahmad, Filsafat Umum, cet-2 Bandung: PT. Remaja Posdakarya, p. 24
7

Sayyed Hossein Nasr, Iliver Leaman, Ensikloprdi tematis Filsafat Islam, Jakarta,
Mizan
Echols, M.. John, Shadily Hasan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta, PT.
Gramedia Pustaka Abadi, cet 2010
Bagus Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Abadi, cet. 2005
Ahmad, Filsafat Umum, cet-2 Bandung: PT. Remaja Posdakarya
Suhrawardi, Kitab al-Thawihat, 5054
Mohammad Mulish, Pengantar Ilmu Filsafat, Ponorogo, Darussalam Unversity
Press 2008

‫ الفلسفة القرآنية (كتاب عن مابحث‬،‫عباس محمد العقاد‬
‫الفلسفة الروحية واجاتماعية التي وروت موضوعاتها‬
‫ بيروت منشورات المكتبة‬،)‫في آيات الكتاب الكريم‬
‫العصرية‬
‫ علم الكما (تاريخ المذهب اسإممية‬،‫ أمل فتح الله‬،‫زركشي‬
2011 ‫ اامعة دار السما للطباعة‬،‫وقضاياها الكممية‬
‫ منشورات مكتبة آية الله‬،‫ الشفا في اسلهيات‬،‫إبن إينا‬
1404 ‫العظمى المرعشي النجفي‬
‫ المجلة الشهرية تعلو بالدراإات اسإممية‬،‫دعوة عفى‬
‫والفكر‬
‫ المجلد الثالث‬،‫ اسإارت والتنبيهات‬،‫إبن إين‬

8

‫الدكتور أمل فتح الله زركشي‪ ،‬ققيدة التوحيد‪ ،‬اامعة دار‬
‫السما للطباعة‪2009 ،‬‬

‫‪9‬‬