Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

7

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Estuari
Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai
hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari
daratan. Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang
merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Daerah perairan yang
termasuk dalam estuari ini adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang surut.
Perairan estuari mempunyai beberapa sifat fisik yang penting yaitu salinitas,
substrat, sirkulasi air, pasang surut dan penyimpanan zat hara. Estuari memiliki
gradien salinitas yang bervariasi terutama bergantung pada masukan air tawar dari
sungai dan air laut melalui pasang surut. Sebagian besar estuari didominasi oleh
substrat lumpur yang berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar dan air
laut. Sebagian besar partikel lumpur estuari bersifat organik sehingga substrat ini
kaya akan bahan organik. Bahan organik ini manjadi cadangan makanan yang
penting bagi organisme estuari (Kamal dan Suardi, 2004).
Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi
kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah
pemijahan, daerah pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi

menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan pada berbagai
tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari oleh sejumlah
peneliti disebutkan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area
ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut) yang
memberikan karakteristik khusus pada habitat yang terbentuk. Estuari merupakan

Universitas Sumatera Utara

8

ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat.
Heterogenitas habitat menyebabkan area ini kaya sumber daya perairan dengan
kom-ponen terbesarnya adalah fauna ikan (Zahid, dkk., 2007).
Keanekaragaman Makrozoobenthos
Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal
dalam sedimen dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut
fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobenthos. Ketika air surut,
organisme akan kembali ke dasar perairan untuk mencari makan. Beberapa
makrozoobenthos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia adalah
makrozoobenthos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan Polychaeta

(Arief, 2003).
Makrozoobenthos berdasarkan cara makannya kedalam lima kelompok
yaitu hewan pemangsa, hewan penggali, hewan pemakan detritus yang
mengendap dipermukaan, hewan yang menelan makanan pada dasar, hewan yang
sumber bahan makannya dari atas permukaan. Kelompok pertama dan kedua
sangat khusus (tidak umum) dan jumlahnya hanya sebahagian kecil dari
makrozoobentos yang ada. Jenis yang jumlahnya banyak pada daerah
estuari/mangrove adalah hewan yang makanannya dari atas permukaan.
Organisme penyaring makanan menyaring partikel kedalam air yang ada di
permukaan tanah contohnya bivalvia, polychaeta, sponge dan ascidians yang
terdiri dari organisme epifauna seperti amphioda, isopoda dan gastropoda yang
bergerak bebas dipermukaan memakan bahan organik yang kaya dengan partikel
detritalnya pada permukaan tanah. Jenis lain dari organisme seperti diatas adalah
organisme yang hidup didalam tanah tetapi makanannya berasal dari permukaan

Universitas Sumatera Utara

9

tanah yang diantarannya beberapa jenis bivalvia (telinida) amphipoda, kepiting

dan beberapa jenis polychaeta (Syamsurisal, 2011).
Komunitas benthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa epifauna adalah yang hidup di atas dasar,
sedangkan infauna hidup diantara partikel sedimen. Berdasarkan ukurannya fauna
benthos dibagi menjadi makrofauna (> 0,5 mm), meiofauna (10-500 μm) dan
mikro-organisme (< 10 μm). Kelompok organisme dominan yang menyusun
makrofauna di dasar lunak terbagi dalam empat kelompok, yaitu Polychaeta,
Crustacea, Echinodermata dan Mollusca. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
berdasarkan pola makannya, fauna benthos dibedakan menjadi tiga macam.
Pertama, pemakan suspensi (suspension feeder) yang memperoleh makanannya
dengan cara menyaring partikel-partikel melayang di perairan. Kedua, pemakan
deposit

(deposit

feeder)

yang

mencari


makanan

pada

sedimen

dan

mengasimilasikan bahan organik yang dapat dicerna dari sedimen. Ketiga,
pemakan detritus (detritus feeder) yang hanya makan detritus (Taqwa, 2010).
Nybakken (1988) menjelaskan bahwa substrat dasar merupakan salah satu
faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrobenthos.
Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat.
Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung
melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang
mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat dasar atau tekstur tanah
merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di
dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan
benthos. Komposisi dan kelimpahan fauna invertebrata yang berasosiasi dengan


Universitas Sumatera Utara

10

mangrove berhubungan dengan variasi salinitas dan kompleksitas substrat
(Taqwa, 2010).
Makrozoobenthos Sebagai Indikator
Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup pada dasar perairan, dan
merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya bergantung pada
populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah. Makrozoobenthos juga
merupakan sumber makanan utama bagi organisme lainnya seperti ikan demersal.
Selanjutnya makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup menetap (sesile)
dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Selain
itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan
sebagai indikator pencemaran. Mengingat peran penting makrozoobenthos di
perairan, dan belum adanya informasi serta data tentang jenis makrozoobenthos
(Fadli, dkk., 2012).
Makrozoobenthos mempunyai peranan penting dalam siklus nutrient
didasar perairan. Makrozoobenthos berperan sebagai salah satu mata rantai

penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen
tingkat tinggi. Peran penting lainnya adalah dalam proses dekomposisi dan
mineralisasi organik yang memasuki perairan, serta memasuki beberapa tingkat
trofik dalam mata rantai makanan (Koesobiono, 1987).
Makrozoobentos baik digunakan sebagai bioindikator disuatu perairan
karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air, ketersediaan
serasah

dan

substrat

hidupnya

sangat

mempengaruhikelimpahan

dan


keanekaragaman makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragaman sangat
bergantung

pada

toleransi

dan

tingkat

sensitivnya

terhadap

kondisi

Universitas Sumatera Utara

11


lingkungannya. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan
berbeda-beda. Kompoonen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang tak
hidup (abiotik) mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang
ada pada suatu perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat
dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan (Fikri, 2014).
Organisme benthos telah dipertimbangkan sebagai bioindikator yang
bagus untuk memonitor dampak pencemaran terhadap kualitas lingkungan,
khususnya makrozoobenthos dikarenakan secara taksonomi lebih mudah untuk
diidentifikasi. Pengkajian struktur komunitas makrozoobenthos sering digunakan
untuk mengindikasikan kestabilan lingkungan, hal ini disebabkan oleh karena
sifatnya yang menetap, mempunyai masa hidup yang relatif lama, mampu
beradaptasi pada berbagai tekanan lingkungan, mempunyai peranan penting dalam
peredaran nutrien dan berbagai bahan kimia diantara sedimen dan kolom air, serta
secara ekonomi juga sangat penting (Sudaryanto, 2001).
Dalam stuktur komunitas terdapat 5 karakteristik yang dapat diukur, yaitu
keanekaragaman, keseragaman, dominansi, kelimpahan, relative dan pola
pertumbuhan. Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi selain merupakan
kekayaa jenis, juga keseimbangan pembagianjumlah individu tiap jenis.
Pengertian keanekaraman jenis bukan hanya sinonim dari banyaknya jenis,

melainkan sifat komunitas yang ditentukan oleh banyaknya jenis serta kemerataan
hidup individu tiap jenis (Syamsurisal, 2011).

Universitas Sumatera Utara

12

Faktor – Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobenthos
a.

Suhu
Parameter

fisika-kimia

perairan

merupakan

faktor


yang

sangat

mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme dalam suatu perairan.
Kualitas perairan baru dapat dikatakan baik apabila organisme tersebut dapat
melakukan pertumbuhan dan perkembangbiakan dengan baik. Organisme perairan
dapat hidup dengan layak bila faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti
fisika-kimia perairan berada dalam batas toleransi yang dikehendakinya. Suhu
merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme
perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalita. Suhu merupakan
parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan,
seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan
menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan
oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken, 1988).
Kisaran suhu di lingkunagn perairan lebih sempit dibandingkan dengan
lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik
terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan.
Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik.

Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan pabrik misalnya dapat
menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat mengakibatkan
struktur komunitasnya berbeda (Suin, 2012).

Universitas Sumatera Utara

13

b. Salinitas
Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut,
sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang
bersalinitas rendah. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas dengan kondisi lingkungan yang
bervariasi. Interaksi antara air laut dan air tawar ini akan berpengaruh pada
perairan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama suhu
dan salinitasnya. Suatu ciri dari interaksi antara daratan dan lautan di perairan
estuari adalah adanya percampuran dan penyebaran air tawar dari sungai ke arah
laut dan sebaliknya. Air dari sungai yang bercampur dengan air laut yang asin
akan mengakibatkan peningkatan salinitas dimana nilai salinitas akan bertambah
ke laut.

Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara
horizintal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya
perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. Gastropoda yang bersifat
mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang
terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile 16 akan mengalami kematian
jika pengaruh air tawar berlangsung lama. Kisaran salinitas yang masih mampu
mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrobenthos adalah
15 - 35‰ (Taqwa, 2010).

c. Kecerahan
Kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi
didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan

Universitas Sumatera Utara

14

semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah,
karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses
fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung
kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup
didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan
oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi (Nybakken, 1988).
d. Potentian of Hydrogen (pH)
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu
perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi
ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5 (Asriani,
dkk., 2014).
Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting
sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu
air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun
dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada
tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap
penurunan oksigen terlarut (Syamsurisal, 2011).

e.

Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam peroses penguraian senyawa

Universitas Sumatera Utara

15

organik, yang diukur pada tempratur 20ᴼC. Untuk menguraikan senyawa organik
yang terdapat didalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme
membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20
hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa
hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang
diuuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum
dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan,
tersedianya mikroorganisme anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik
tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
penguraian itu (Barus,2004).
f.

Chemical Oxygen Demand (COD)
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang

dibutuhkan dalam prosses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan
mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen
yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang
mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/ tidak bisa
diuraikan secara biologis (Barus, 2004).
g.

Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting

sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Oksigen terlarut
digunakan dalam degradasi bahan-bahan organik dalam air. Tanpa adanya oksigen
terlarut pada tingkat konsentrasi tertentu, banyak organisme akuatik tidak bisa

Universitas Sumatera Utara

16

hidup dalam air. Banyak organisme air mati bukan diakibatkan oleh toksisitas zat
pencemar langsung, tetapi dari kekurangan oksigen sebagai akibat dari penguraian
oksigen untuk menguraikan zat-zat (Asriani, dkk., 2014).
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan
pada kehidupan biota perairan. Penurunan okasigen terlarut dapat mengurangi
efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan
kemampuannya untuk hidup normal. Kelarutan oksigen minimum untuk
mendukung kehidupan ikan adalah sekitar 4 ppm (Monoarfa, 2003).
Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting
sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu
air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun
dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada
tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap
penurunan oksigen terlarut (Taqwa, 2010).
Secara horizontal diketahui oksi-gen terlarut semakin ke arah laut maka
kadar oksigen terlarut akan semakin menurun juga. Namun hal ini tidak men-jadi
suatu patokan (ketentuan), tergan-tung pada perairan itu sendiri kaitannya
terhadap kandungan oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut di dalam massa air
nilainya adalah relatif dan bervariasi, biasanya berkisar antara 6-14 ppm (Patty,
2013).

Universitas Sumatera Utara

17

h. Substrat Dasar
Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan
makrozoobenthos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi
makrozoobenthos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan
umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan benthos dan
sebagai organisme dasar, benthos menyukai substrat yang kaya akan bahan
organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi
peningkatan populasi hewan benthos (Koesoebiono, 1979).
Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang
hidupnya, juga digunakan oelh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan
dari predator. Substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu krikil
merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobenthos sehingga bisa
mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar (Sinaga, 2009).

Universitas Sumatera Utara