Pengaruh Penambahan Bentonit sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Termal Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam Sir-10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana.
Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang berarti ‘banyak’ dan mer, yang
berarti ‘bagian’. Unit-unit ulang mengandung atom-atom yang disebut monomer
(Stevens, M.P., 2001).

Polimer dapat dibuat sebagai bentuk lurus, bercabang, ikat silang bahkan
campuran dari ketiganya. Dalam banyak kasus, perbedaan yang lengkap antara rantai
linier dengan jaringan ikat silang hanya dapat dicakup secara sistematis. Sebagai
contoh yang paling berbeda, untuk rantai lurus adalah polietilen sedangkan untuk
jaringan ikat silang yang dapat digambarkan adalah berlian (Sperling, L.H., 1981).

Pembagian polimer dapat digambarkan sebagai berikut,
1) Polimer linier tidak memiliki cabang selain gugus-gugus pendan yang
digolongkan sebagai monomer (contohnya gugus fenil dalam polistirena),
2) Polimer bercabang memili cabang dari rantai utamanya (contonya kopolimerkopolimer cangkok, namun tidak semua polimer bercabang merupakan

kopolimer cangkok),
3) Polimer jaringan merupakan polimer yang terjadi ketika rantai-rantai terikat
bersama atau ketika digunakan monomer-monomer polifungsional sebagai
ganti monomerdifungsional (Stevens, M.P., 2001).

Polimer tinggi adalah molekul yang memiliki massa molekul besar. Polimer tinggi
terdapat dialam (benda hidup, baik binatang maupun tumbuhan, mengandung
sejumlah besar bahan polimer) dan dapat juga disintesis di laboratorium. Para ahli
kimia telah berhasil menggali pengetahuan yang dapat digunakan untuk membuat
polimer yang sesuai bagi berbagai tujuan tertentu, dan pengertahuan tentang hal itu

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan industri polimer berkembang pesat dalam empat puluh tahun
belakangan ini.

Penerapan bahan polimer ke segala kehidupan manusia untuk memenuhi
kebutuhan sandang, pangan, dan papan memerlukan berbagai standar mutu bahan
polimer dari polimer komoditas sampai bahan polimer teknik dan polimer khusus.
Penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya

menggunakan teknik polimerisasi. Lebih lanjut, molekul polimer yang terbentuk dapat
dimodifikasi menjadi polimer baru melalui reaksi polimer lainnya atau senyawa aditif
yang berbobot molekul rendah (Wirjosentono, B., 1995).

2.1.1 Polimer Jaringan
Polimer jaringan juga secara umum direferensikan sebagai ‘polimer ikat silang’.
Karena terjadi pengikat silangan, rantai-rantai polimer tersebut kehilangan
kemampuan untuk mengalirkan atau melewatkan satu rantai ke lainnya, dan materi itu
memperlihatkan derajat stabilitas dimensi yang baik. Polimer tersebut tidak akan
melebur atau mengalir, dan oleh karenanya, tidak bisa dibentuk. Polimer-polimer
tersebut dikatakan sebagai termoset (thermosetting atau thermoset).

Untuk membuat barang-barang produk yang berguna dari polimer-polimer
termoset, seseorang harus menyempurnakan reaksi ikat silang atau menghancurkan
untuk sementara pengikatsilangan tersebut sehingga memungkinkan polimer mengalir.
Polimer-polimer termoset juga tidak dapat larut karena pengikat silangan
menyebabkan kenaikan berat molekul yang dasyat. Paling tidak, polimer-polimer
termoset hanya bisa lunak dalam hadirnya pelarut, sebab molekul-molekul pelarut
menembus jaringan polimer tersebut (Stevens, M.P., 2001).


Dalam beberapa dekade terakhir, pencampuran (blends) telah diteliti dengan
sangat untuk memuaskan kebutuhan dari sektor spesifik dalam industri polimer.
Seperti halnya pencampuran polimer yang menunjukkan penampilan yang luar biasa

Universitas Sumatera Utara

terhadap polimer konvensional dan akibatnya penerapan aplikasinya menjadi semakin
bertumbuh dengan cepat terutama dalam kelas material (Banerjee, S., 2010).

2.2 Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN)

Suatu campuran fisis dari dua atau lebih polimer atau kopolimer berbeda yang tidak
terikat melalui ikatan kovalen merupakan suatu paduan polimer (polymer blend) atau
polipaduan (polyblend). Jaringan polimer interpenetrasi (IPN, Interpenetrating
Polymer Network) adalah polimer ikat silang digembungkan dengan monomer yang
berbeda, kemudian monomer dipolimerasi dan diikatsilangkan (Stevens, M.P., 2001).

Suatu IPN dapat didefenisikan sebagai suatu kombinasi dari dua polimer
dalam bentuk jaringan, yang mana salah satunya merupakan hasil sintesis dan atau
terikat silang satu dengan yang lain. Suatu IPN dapat unggul karena pencampuran

polimernya yang sederhana.

Pada aturannya IPN dibuat sebelum akibat penuh daari fase pemisahan
terbentuk. Interpenetrasi molekul terjadi hanya dalam kasus dimana campuran terjadi
secara saling (satu dengan yang lain). Bagaimanapun kebanyakan fase pemisahan IPN
adalah untuk menjadi lebih semakin atau lebih kurang terikat. Jadi interpenetrasi
molekul

mungkin

terbatas

atau

terbagi

dengan

level


supermolekul

dari

penginterpenetrasi. Dalam beberapa kasus, interpenetrasi molekul yang sesungguhnya
adalah pemikiran untuk mengambil kesempatan keluar dari batas-batas yang ada
(Sperling, L.H., 1981).

Dua teknik umum yang sering digunakan untuk mensintesis IPN adalah IPN
secara berurutan dan IPN secara serentak. IPN berurutan, dimana jaringan dibuat
secara berurutan, rangkaian polimer dibengkakkan dengan monomer kedua dari jenis
B dan ditambahkan agen pengikat silang. IPN serentak, dapat dibuat dengan
menggabungkan dua polimer, dicampur dan dimatangkan. Hasil dari pematangan akan
diperoleh mekanisme yang berbeda dari kedua polimer. Polimer pertama membentuk

Universitas Sumatera Utara

pempolimeran radikal bebas dan polimer kedua terjadi pempolimeran bertahap
(Tamrin, 1997).


2.2.1 Jenis-jenis IPN

Interpentrasi Jaringan Polimer (IPN) dapat diklasifikasikan sebagai berikut,

ikatan kovalen

semi IPN

berdasarkan
ikatan kimia

semi IPN
ikatan
nonkovalen
full IPN

Interpentrasi
Jaringan Polimer
(IPN)


novel IPN

sequensial IPN
berdasarkan
susunan pola
semi IPN

simultan IPN

Gambar 2.1 Klasifikasi IPN

Klasifikasi IPN didasarkan pada ikatan kimia dan ikatan berdasarkan susunan pola.
Secara ikatan kimia terbagi atas dua kelompok yaitu, ikatan kovalen yaitu semi IPN
dan ikatan non-kovalen terdiri dari semi IPN dan full IPN (Banerjee, S., 2010).

Berikut adalah jenis-jenis ikatan IPN yang sering dipakai,
1) Kovalen- semi IPN, mengandung dua sistem polimer yang terpisah yang
terikat silang membentuk, jaringan polimer tunggal.
2) Non kovalen- semi IPN, satu dari salah satu sistem polimer saja yang terikat
silang,

3) Non kovalen- full IPN, kedua sistem polimer yang terikat silang dan
membentuk jaringan secara mandiri (Akbari B.V., 2012).

Universitas Sumatera Utara

a)

b)

Gambar 2.2 a) semi IPN c) non-kovalen full IPN

Untuk IPN Berdasarkan susunan pola, dapat terjadi melalui pencampuran dua
monomer, yang mana setelah itu (seringan secara serentak) terpolimerisasi dan
terikatsilang (Gambar 2.3 a), atau melalui peleburan satu monomer dalam suatu
jaringan polimer; bahan pembentuk kemudian bereaksi untuk membentuk jaringan
interpenetrasi yang kedua (Gambar 2.3 a). Tahap ketiga membentuk IPN adalah
melalui pencampuran dua bahan polimer yang secara termodinamika dapat bercampur
yang kemudian akan terikat-silang.

Gambar 2.3 a. IPN secara serentak (simultaneous IPN), b. IPN secara bertahap

(sequential IPN)

Universitas Sumatera Utara

IPN secara serentak (simultaneous IPN), dipreparasi melalui polimerisasi dan proses
ikat-silang dari pencampuran dua monomer atau dua bahan prapolimer yang berantai
lurus, dengan tekanan pada fasa terpisah secara cepat menaikkan viskositas. IPN
secara bertahap (sequential IPN, dimana jaringan terbentuk dalam monomer, yang
kemudian terjadi polimerisasi dan proses terikat-silang yang menghasilkan suatu IPN,
fasa pemisahan juga biaanya baik untuk IPN jenis ini (Roland, C. M., 2013).

2.2.2 Aplikasi IPN

Ada sejumlah interpenetrasi jaringan polimer komersial, meskipun mereka jarang
diidentifikasikan sebagai IPN. Dimasukkannya termoplastik dengan poliester tak
jenuh untuk menurunkan jumlah penyusutan yang terakhir pada rantai silang.
Dimasukkannya poliuretan yang membuat poliester tak jenuh lebih keras dan lebih
tangguh.

Contoh lain dari IPN yang digunakan adalah epoksi resin-polisulfida, epoksi

resin-poliester, epoksi resin-poliuretan, poliuretan-poli(metilmetkrilat), poliloksanpoliamida, dan epoksi resin-poli (dalil ptalat). Banyak dari bahan tersebut tidak
‘murni’. IPζ yang telah dijelaskan diatas adalah karena adanya penyambungan dan
ikat silang antara dua komponen. Ini biasanya merupakan keuntungan untuk
menghasilkan IPN dengan pemisahan fasa minimal (Odian, G. 2004).

Polimer semi IPN baik yang memiliki Tg yang rendah maupun yang tinggi
mampu menjadi peredam suara dan getaran dari berbagai tingkat transisi yang ada.
Gerakan dari rantai yang fleksibel ke material lain yang lebih kaku yang mampu
mengatasi fenomena ini. Tipe yang paling sering dijadikan material peredam
menggunakan material simpel seperti homopolimer atau kopolimer dengan tingkat
efisiensi peredam yang terbatas pada range suhu antara 20-30 oC, memusat tentang
transisi gelas-karet dari polimer yang terlibat (Sperling, L.H., 1981).

Universitas Sumatera Utara

2.3 Poliuretan

Poliuretan disebut juga polikarbamat (dari asam kaarbamat, R2NHCO2H), adalah
turunan ester-amida dari asam karbonat. Poliuretan dipakai dalam berbagai macam
aplikasi, termasuk serat (teristimewa jenis elastis), bahan pereka, pelapis, elastromer,

dan busa-busa yang fleksibel dan kuat (Stevens, M.P., 2001).

Poliuretan memiliki sifat yang sama dengan nilon, tetapi dengan sukar
diwarnai dan titik lelehnya yang lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak
diperdagangkan. Akan tetapi, kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan
yang menghasilkan busa, elastromer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan.

Poliuretan juga digunakan dalam pembuatan elastromer. Sifat mekanisnya
baik, yakni tahan kikisan dan tahan sobek. Akan tetapi, harganya tinggi sehingga
penggunaannya terbatas. Dalam bidang pelapisan, keberhasilan cat dan pernis
poliuretan bertahan di pasaran karena ketahanannya terhadap cuaca dan kikisan
(Cowd, A., 1991).

Hari-hari ini poliuretan merupakan satu dari material yang paling serbaguna.
Dengan pengaplikasian di bidang yang cukup berbeda dari penggunaan busa lunak
dalam melapisi perabotan hingga penggunaan busa keras sebagai penyekat dinding,
atap, dan untuk poliuretan termoplastik dalam penggunaanya di bidang medis dan alas
kaki, untuk pakaian, perekat, penguat, dan bahan elastromer yang digunakan di lantai
dan interior otomotif.

Poliuretan menghadirkan kembali suatu kelas yang penting dari termoplastik
dan termoset dari segi mekanik, suhu dan struktur kimianya dapat digabungkan dari
reaksi dari variasi poliol dan isosianat, yang biasanya menggunakan katalis turunan
dari timah seperti dibutil timah dilaurat.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Reaksi poliol dan isosianat membentuk poliuretan

Pada umumnya, poliuretan mengandung gugus spesifik yaitu ikatan urea (-NH-COO-)
tanpa mengkaitkannya dengan makromolekul lain di alam. Dalam pembuatan material
termoset, poliuretan merupakan preparasi dari poliol yang diperbaharukan, sementara
bahan kedua adalah isosianat yang pada dasarnya dibuat dari sumber petroleum
(Raquez, J. M., 2010).

2.3.1 Pembuatan Poliuretan

Suatu elastromer poliuretan dapat dipreparasi dengan polimerisasi bulk atau larutan.
Dan preparasi ini dapat selesai dalam waktu 3 jam. Prisip dalam pembuatan poliuretan
adalah suatu polieter gliko (polimeg 1000) direaksikan dengan suatu diisosianat untuk
menghasilkan suatu zat antara polimer (prepolimer) dengan kelompok isosianat
(ζCO). Ini adalah pencangkokan rantai atau ‘crosslink’ melalui reaksi berlanjut
dengan poliol atau poliamida. Struktur dari polimer (acak atau blok) dapat
divariasikan melalui pengubahan polimer alam dengan memperanjang rantai dan
mereaksikan pembentukannya (Collins, E.A., 1973).

Ada dua metode utama untuk pembuatan poliuretan : reaksi biskloroformat
dengan diamin dan lebih penting dari perspektif industri., reaksi diisosianat dengan
senyawa-senyawa dihidrasi. Biskloroformat, yang dipreparasi lewat reaksi diol atau
bisfenol dengan fosgena berlebih, kurang reaktif dari pada klorida-klorida asam;
meskipun demikian, ia bereaksi dengan diamin pada suhu rendah dibawwah kondisikondisi polimerisasi antar permukaan. Poliuretan yang terbentuk dalam reaksi melebur
pada suhu sekitar 180 oC, dibandingkan dengan 295 oC untuk poliamida yang
strukturnya sebanding.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Reaksi pembentukan Biskloroformat

Gambar 2.6 Reaksi pembentukan Poliuretan dari Biskloroformat dan Diamin

Adisi senyawa dihidroksi ke diisosianat untuk membentuk poliuretana pada
prinsipnya serupa dengan sintesis poliurea. Diantara produk komersial yang paling
awal adalah poliuretan yang dipreparasi dari 1,6-heksadiisosianat dan 1,4-butana-diol.
Rekasi tersebut dikatalisis oleh amin dan beberapa garam logam (Stevensons, M.P.,
2001).

Dalam polimerisasi bulk, mode pencampuran dari bahan-bahan dapat
mengganti struktur dari polimer secara drastis. Malahan pencampuran antara poliol
dan rantai penyambung kemudian ditambahkan diisosianat memiliki berbagai variasi
yang mana akan menghasilkan poliuretan dengan komposisi yang sama namun akan
memiliki bagian yang berbeda. Eksperimen yang lebih menantang akan menghasilkan
karakteristik dari material tersebut (Collins, E.A., 1973).

2.3.2 Busa Poliuretan

Busa-busa polimer dibuat dalam berbagai cara yang bergantung pada jenis
polimer yang digunakan dan aplikasinya. Poliuretana yang berbeda sesuai dengan
produk sampingan karbon dioksida merupakan kunci dalam proses pembusaan.

Universitas Sumatera Utara

Pada salah satu metode, prapolimer yang berujung pada isosianat berat
molekul rendah (dipreparasi sebagaimana yang digambarkan di atas dari diisosianat
dan polyester atau polieter) dibusakan lewat penambahan air, yang menimbulkan
kenaikan berat molekul lewat pembentukan gugus-gugus urea dengan melepaskan
karbon dioksida secara simultan. Ketika gas yang berkembang tersebut menyebabkan
polimer membusa, reaksi polimerisasinya menaikkan viskositas dan membentuk busa
sebelum pecah. Suatu bahan peniup kimiawi, yang mendidih oleh eksoterm reaksi,
biasanya ditambahkan untuk memperbesar aksi pembusaan dari karbon dioksida.

Busa-busa yang fleksibel biasanya dipreparasi dari polyester atau polieter
dihidroksi, busa yang kuat dari prapolimer polihidroksi. Busa yang kuat kadangkadang dipreparasi tanpa air dengan mereaksikan prapolimer berujung hidroksil
dengan diisosianat dalam hadirnya suatu bahan peniup. Dalam hal ini berat molekul
naik lewat ikatan-ikatan uretana. Busa-busa demikian merupakan isolator-isolator
yang teristimewa efektif karena bahan peniup, yang tertangkap dalam sel-sel busa,
memiliki konduktivitas panas yang rendah.

Reaksi diisosianat dengan polyester-poliester berujung karboksil juga dipakai
untuk membuat busa-busa yang fleksibel, dalam hal ini lewat pembentukan amida.
Bukan merupakan hal aneh untuk memandang reaksi-reaksi demikian tercakup di
bawah busa-busa uretana bahkan meskipun tidak ada kimia uretana yang terlibat.
Dengan perkataan lain, semua fabrikasi busa yang memakai diisosianat cenderung
dikelompokkan dibawah poliuretana.

Diisosianat yang paling umum digunakan adalah TDI (Toluen Diisosianat)
atau MDI (Metilen Difenildiisosianat), teristimewa yang pertama. Garam-garam
logam

seperti

timah

diazabisiklo[2,2,2]-oktana

2-etilheksanoat
(DABCO),

dan

biasanya

amin-amin
dipakai

tersier,
untuk

terutama

mengkatalis

pembentukan uretana. DABCO merupakan katalis yang lebih efektif

daripada

kebanyakan amin-amin tersier lainnya, mungkin karena system siklisnya yang kokoh
meminimumkan gangguan sterik.

Universitas Sumatera Utara

Busa-busa yang fleksibel dipakai sebagai isolator, termasuk laminat-laminat
tekstil untuk pakaian musim dingin; panel pelindung mobil; kain pelapis; tempat tidur;
karpet dasar; spon sintesis; dan berbagai pemakaian lainnya. Busa-busa yang keras
umumnya dipakai dalam panel-panel kontruksi terisolasi, unutk pengemasan barangbarang yang lunak, untuk furnitureringan, dan unutk perlengkapan flotasi kapal laut.
Penggunaan bahan-bahan ini dalam bidang konstruksi telah mendorong usaha-usaha
pembuatan poliuretan yang tidak bisa terbakar. Sebagai contoh, poliuretan yang
mengandung fosfor (P) yang bisa memadamkan diri (Stevensons, M.P., 2001).

Dalam proses pembuatan busa poliuretan dapat diketahui kelakuan atau sifat
busa padat poliuretan selama reaksi polimerisasi berlangsung. Pemakaian busa
poliuretan sebagai bahan isolator sudah lama digunakan dunia industri. Di Indonesia
beberapa perusahaan telah memakai busa poliuretan yang kaku sebagai isolator panas.
Walaupun demikian prosedur pembuatan busa kaku poliuretan untuk isolator panas
belum banyak dipubiikasikan. Dengan kelangkaan informasi tersebut, bentuk produk
yang dihasilkan seringkali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut informasi
yang diperoleh, kerugian ekonomi akibat proses pembuatan busa padat poliuretan
cukup besar. Hal tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai sifat busa
kaku poliuretan selama reaksi pembentukannya (Rohaeti, E., Suyanta, 2011).

2.4 Karet Alam

Karet merupakan polimer alam terpenting dan dipakai secara luas diihat dari sudut
industri. Karet dipakai selama berabad-abad oleh bangsa Maya dibelahan bumi barat
sebelum diperkenalkan ke eropa oleh kolombus. Orang-orang Maya memperoleh
bahan tersebut dari suatu pohon yang mereka namakan Caoutchouc ‘Pohon
Menangis’, suatu istilah yang masih dipakai untuk menyatakan polimer tersebut
dibanyak negara. Akan tetapi, Joseph Priestley yang telah menciptakan istilah rubber
ketika mencatat bahwa caoutchouch bisa dipakai untuk menghapus (to rub out) tulisan
pensil.

Universitas Sumatera Utara

Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerasi
enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulang adalah sama sebagaimana 1,4-poliisoprena.
Sesungguhnya, isoprena merupakan produk degradasi utama karet, yang diidentifikasi
sebagaimana pada awal 1860-an.

Gbr 2.7 Struktur Kimia Karet

Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97 % cis 1,4-poliisoprena, dikenal
sebagai Havea rubber. Karet ini diperoleh dengan menyadap kulit sejenis pohon
(Havea brasiliensis) yang tumbuh liar di Amerika Selatan dan tumbuhan kecil,
termasuk milkweed dan dandelion.

Karet disebut elastomer merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi
(daya pegas), atau kemampuan merenggangkan dan kembali ke keadaan semula
dengan cepat. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari
sekitar 32-35 % karet dan sekitar 5 % senyawa lain, termasuk asam lemak, gula,
protein, sterol, ester dan garam (Stevensons, M.P., 2001).

Karet sudah lama digunakan orang. Penggunaannya meningkat sejak
Goodyear

pertama kali memvulkanisasinya pada tahun 1839 dengan cara

memanaskan campuran karet dan belerang. Industri yang berbahan baku karet alam
(kemudian karet sintetik) banyak didirikan pada awal perkembangan industri
kendaraan bermotor. Karet alam dan gutta-percha ternyata merupakan isomer ruang
yang mempunyai struktur cis dan trans. Dimana karet hampir tersusun atas cis-1,4poliisopropena dan gutta-percha tersusun atas trans-1,4-poliiopropena (Cowd, A.,
1991).

Universitas Sumatera Utara

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Barang yang
dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan (dari sepeda, motor,
mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar
atau kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam (Tim
Penulis PS, 2008).

2.4.1 Jenis-jenis Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan.
Bahan olahan ada yang setengah jadi atau yang sudah jadi. Ada juga karet yang diolah
kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Berikut adalah jenis-jenis karet
alam, yaitu :
1) Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slap tipis, dan lump segar),
2) Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes, pale crepes, estate
brown crepes, thin brown crepe remills, thick blanket crepe ambers, flat bark
crepe, dan off crepe),

3) Lateks pekat,
4) Karet bongkah atau block rubber,
5) Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber,
6) Karet siap olah atau tyre rubber,
7) Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 2008).

Karet bongkah atau block rubber adalah karet remna yang telah dikeringkan dan
dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu
karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standart Indonesian Rubber (SIR).

Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya memiliki kode
warna tersendiri. Setiap negara memiliki standar karet bongkah masing-masing,
seperti Malaysia memiliki standar karet bongkah yang tercantum dalam Standard
Malaysian Rubber (SMR). Dibandingkan dengan SIR, SMR mempunyai sedikit
perbedaan dan standar yang dibuat mencakup lebih banyak ketentuan (Tim Penulis,
2008).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Standard Indonesian Rubber (SIR), (Sitinjak, E.M., 2013).

2.5 Bentonit

Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 mikrometer yang terdiri dari
berbagai macam phyllosilicate yang mengandung silika, aluminium oksida dan
hidroksida yang mengikat air. Struktur bentonit terdiri dari 3 layer yang tersusun dari
2 layer silika tetrahedral dan satu sentral oktahedral. Diantara lapisan octahedral dan
tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent, seperti Na +, Ca+ dan Mg2+.

Montmorilonit merupakan penyusun terbesar bentonit yaitu sebesar 85%.
Rumus kimia bentonit adalah (Mg, Ca) xAl 2O3. ySiO2. nH2O dengan nilai n sekitar 8
dan x,y adalah nilai perbandingan antara Al 2O3 dan SiO2. Penyusun lainnya yaitu
campuran kristobalit, feldspar, kalsit, gypsum, kaolinit, plagioklas, illit.

Universitas Sumatera Utara

Mineral Montmorilonit kadang disebut Smektit namun lebih sering disebut
Bentonit. Montmorilonit memiliki ion-ion Mg2+ dan Fe3+ didalam posisi oktaeder
(Supeno, M., 2011).

Gambar 2.8 Struktur Bentonit

Kenampakan yang menonjol dalam struktur montmorilonit adalah adanya
molekul air yang dapat di masuki posisi antar lapisan. Bila hal ini terjadimaka kisi
kisinya dapat juga terisi oleh kation kation. Hal ini yang membedakan varites-varites
montmrilonit dengan yang lainya. Bentonit juga banyak digunakan dalam dunia
pertanian dan peternakan sebagai bahan tambahan. Bentonit yang digunakan dalam
industri makanan ternak terutama untuk makanan unggas, dalam hal ini bentonit
berfungsi sebagai bahan pengikat. Penggunaan bentonit dalam industri lain seperti
pada pembuatan tinta cetak, cat yang tidak menetes, enamel keramik dan campuran
cairan yang disemprotkan untuk racun serangga (Tim penulis, 2005).

2.6. Bahan Pengisi

Bahan pengisi adalah merupakan bahagian yang sangat penting pada komposit. Bahan
pengisi dapat berupa logam, keramik, dan polimer. Sifat-sifat komposit adalah fungsi
dari sifat-sifat zatnya, jumlah zat yang sesuai dan geometri fasa terbesar. Yang

Universitas Sumatera Utara

dimaksud dengan geometri fasa tersebar adalah bentuk partikel, ukuran partikel, dan
taburan orientasinya.

Interaksi antara matrik polimer dan pengisi dipengaruhi oleh ukuran partikel,
aktivitas permukaan, muatan serta jenis polimer dalam campuran. Interaksi tersebut
member kesan yang tampak pada sifat mekanik,kandungan gel, persentase serbuk
yang terjerap, dan sifat termal campuran pengisi.

Bahan pengisi pada komposit

akan memodifikasi atau memperbaiki sifat-sifat bahan atau menggantikan kandungan
matrik dengan bahan yang lebih murah. Secara umum bahan pengisi bersifat sebagai
penguat (Callister, 2000).

Bahan pengisi merupakan bahan terbanyak kedua setelah karet dalam suatu
kompon karet. Oleh sebab itu bahan ini sangat berperan dalam mengendalikan sifat
barang jadi karet atau biaya produksi pembuatan barang jadi karet. Bahan pengisi
dikelompokkan ke dalam dua pengelompokan besar, yaitu bahan pengisi yang
menguatkan (reinforcing filler) dan bahan pengisi yang tidak menguatkan ( nonreinforcing filler).

Penambahan bahan pengisi yang menguatkan ke dalam karet bertujuan, selain
meningkatkan kekerasan, antara lain untuk meningkatkan kekuatan tarik ( tensile
strength), kekuatan sobek (tear strength), dan ketahanan kikis (abrasion resistance).

Kecuali peningkatan kekuatan dan kekakuan, penambahan bahan pengisi yang tidak
menguatkan ke dalam kompon karet hanya bertujuan untuk menekan biaya kompon
mengingat harga bahan ini relative jauh lebih murah dari harga karet.

Bahan pengisi yang tidak menguatkan antara lain kaolin, berbagai jenis tanah
liat atau clay, kalsium karbnat, dan magnesium karbonat. Carbon black atau arang
hitam adalah termasuk ke dalam golongan bahan pengisi yang menguatkan. Bahan
pengisi yang mengisi yang menguatkan lainnya adalah silica, aluminium silikat, dan
magnesium silikat. Tingkat penguatan yang diberikan oleh bahan pengisi yang
menguatkan tergantung kepada ukuran, keadaan permukaan, dan bentuk butir
halusnya.

Universitas Sumatera Utara

Dalam prakteknya, kombinasi bahan pengisi yang menguatkan dan bahan
pengisi yang tidak menguatkan sering digunakan dalam proses pembuatan barang jadi
karet. Hingga porsi yang optimum, penambahan bahan pengisi akan meningkatkan
kekuatan tarik, modulus, ketahanan sobek, ketahanan kikis, dan ketahanan retak lentur
(flex cracking resistance) . Untuk memperoleh peningkatan kekuatan yang efektif,
bahan pengisi harus tersebar baik dan merata di dalam kompon karet (Bhuana, K.S,
1999).

2.7 Vulkanisasi

Vulkanisasi adalah suatu proses pengikat-silangan yang mana setiap molekul dari
karet (polimer) diubah kedalam jaringan tiga dimensi yang saling berhubungan
membentuk suatu polimer oleh rantai yang terikat-silang secara kimia oleh sulfur.

Gambar 2.9 Karet yang Mengalami Vulkanisasi oleh Sulfur

Proses vulkanisasi ditemukan pada tahun 1839 oleh Charles Goodyear di USA dan
Thomas Hancock di Inggris. Keduanya menemukan penggunaan Sulfur dan timah
putih sebagai suatu sistem vulkanisasi untuk karet alam. Penemuan inilah yang
menjadi dasar terobosan untuk kemajuan ekonomi dunia (Nocil, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Vulkanisasi merupakan proses terjadinya ikat silang antar rantai utama
molekul karet. Akibat dari proses ini, sifat-sifat buruk karet, seperti lengket, mulur,
dan kekuatan rendah dapat diperbaiki, sehingga karet dapat digunakan untuk
keperluan yang lebih luas. Vulkanisasi umumnya dilakukan dengan pemanasan
kompon dalam keadaan ditekan, seperti pada proses compression moulding. Akan
tetapi, terbentuknya ikatan silang antar rantai utama molekul karet dapat pula
dilakukan dengan menggunakan radiasi atau microwave (Bhuana, K.S, 1999).

2.7.1 Vulkanisasi Menggunakan Belerang

Belerang atau sulfur merupakan bahan pemvulkanisasi tertua yang digunakan untuk
membuat jembatan antar rantai molekul karet sehingga terjadi ikat silang. Hingga saat
ini belerang masih umum digunakan untuk memvulkanisasi karet. Nilai vulkanisasi
dan konsentrasi ikat-silang meningkat jika jumlah pencepat sulfide mengalami
peningkatan ketika sulfur tetap konstan. Ketika pencepat meningkat nilai efektifitas
sulfur yang mana digunakan sebagai pengikat-silang akan lebih baik dan menurunkan
kemungkinan reaksi samping (Rodriguez, A. 2005).

Vulkanisasi ini menghasilkan ikat silang yang dibentuk oleh atom belerang.
Dalam penggunaannya, bahan pencepat ditambahkan ke dalam kompon karet.
Ternyata rasio kadar belerang dan kadar bahan pencepat sangat menentukan sifat fisik
barang jadi karetnya. Pengaturan rasio antara belerang dengan bahan pencepat akan
menentukan panjang jembatan belerang. Apabila jembatan belerang ini mengandung
satu atom belerang, maka ikatan silang ini disebut monosulfida. Disulfida adalah
sabutan bagi ikatan silang yang dibentuk oleh dua atom belerang, sedangkan apabila
jumlah atom belerang dalam satu ikatan silang sebanyak lebih besar dari tiga atau
lebih kecil dari enam, maka disebut polisulfida. Secara kuantitatif, perbedaan rasio
belerang dengan bahan pencepat digolongkan dalam masing-masing sistem dalam
tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Penggolongan Sistem Vulkanisasi
Sistem

Kadar Belerang (phr)

Kadar Bahan Pencepat (phr)

Konvensional

2,0-3,5

0,4-1,2

Semi-efisien

1,0-1,7

1,2-2,5

Efisien

0,4-0,8

2,0-5,0

Setiap sistem memiliki akibat yang berbeda terhadap barang jadi karet yang
dihasilkan. Oleh sistem konvensional (95% ikatan poli dan disulfida, 5% ikatan
monosulfida) lebih fleksibel karena ikat silangnya lebih panjang, sehingga ketahanan
retak lenturnya lebih baik. Dipihak lain, ketahanan panas dan pampatan tetap yang
baik akan dihasilkan oleh sistem efisien (20% ikatan poli dan disulfida, 80% ikatan
monosulfida), karena ikata C-S lebih kuat daripada ikatan S-S. sistem semi-efisien
(50% ikatan poli dan disulfida, 50% ikatan monosulfida) digunakan untuk
memvulkanisasi barang jadi karet yang mendekati rujukan dari sistem efisien dan
konvensional (Bhuana, K.S, 1999).

Vulkanisasi karet dengan belerang saja merupakan proses yang sangat lambat
dan tidak efisien. Reaksi kimia yang terjadi antara sulfur dan hidrokarbon pada karet
tepatnya pada ikatan rangkap C=C dan setiap ikat silang membutuhkan 40-50 atom
sulfur dan keberadaaan pencepat (accelerator). Proses tanpa pencepat akan
membutuhkan sekitar 6 jam pada suhu 140 oC untuk menyelesaikannya, dan ini sama
sekali tidak ekonimis untuk standar produksi. Proses vulkanisasi cenderung
mengalami degradasi oksidasi dan tidak memiliki cukup alat mekanik untuk
melakukan proses ini. Batasan ini akhirnya menemukan bahan pencepat yang
kemudian menjadi bagian yang selalu ada dalam formula pencampuran karet sebagai
subjek yang selalu diteliti lebih lanjut (Nocil, 2010).

2.8 Bahan Tambahan
2.8.1 Bahan Pemercepat (Acceleator)

Suatu proses diharapkan dapat berlangsung secara cepat dan memperleh suatu roduk
yang dapat memenuhi persyaratan. Proses vulkanisasi dengan hanya menggunakan

Universitas Sumatera Utara

belerang berlangsung sangat lambat. Penambahan suatu bahan yang dikenal sebagai
bahan pencepat dapat mempercepat terjadinya proses vulkanisasi. Jenis bahan
pemercepat yang ditambahkan ke dalam kompon karet dapat satu jenis atau kombinasi
dua atau lebih yang bergantung pada sifat pematangan yang dikehendaki.

Berdasarkan kepada bahan induknya, bahan pencepat digolongkan antara lain
sebagai :
-

Thiasol ( seperti : MBT dan MBTS)

-

Guanidine (seperti : DPG dan DOTG)

-

Sulfenamida (seperti : Santocure CBS, Santocure NS dan Santocure MOR)

-

Thiuram Disulfida (seperti : TMTM dan TMTD)

-

Dithiokarbamat (seperti : ZDC dan ZDBC)

Bahan pencepat juga digolongkan berdasarkan tingkat kecepatannya, yaitu dari bahan
pencepat lambat, sedang, cepat-sedang, cepat, dan sangat cepat.

Untuk bahan pencepat yang dikombinasi, bahan pencepat berklasifikasi cepat
dan sangat cepat umumnya digunakan sebagai bahan pencepat kedua, yaitu
ditambahkan dalam dosis rendah kepada bahan pencepat utama untuk lebih
meningkatkan kecepatan matangnya, contoh penambahan pencepat TMTD ke dalam
kompon yang memiliki pencepat CBS (Bhuana, K.S, 1999).

Bahan pemercepat berfungsi untuk membantu mengontrol waktu dan
temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi karet.
Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik.

2-2’-Dithiobis(benzothiazole)

Grup: Thiazoles.
Kecepatan reaksi: Ultra fast namun
lebih lambat dari MBT.
Kegunaan: sebagai accelerator

(MBTS)

utama

Gambar 2.10 Struktur Marcapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS)

Universitas Sumatera Utara

Misalnya, Marcapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Banzhoathizole
(MBT), dan Diphenil Guanidin (DPG), Tetra Metil Thiura Disulfarat (TMTD) dan
bahan pemercepat anorganik, misalnya Karbonat, Timah hitam, Magnesium, dan lainlan (Nocil, 2010).

2.8.2 Bahan Penggiat (Activator)

Bahan penggiat/ activator ditambahkan ke dalam komposit untuk menggiatkan kerja
dari bahan pemercepat. Pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi
secara baik tanpa bahan penggiat. Bahan penggiat yang umum digunakan adalah
kombinasi antara ZnO dan Asam Stearat (Bhuana, K.S, 1999).

Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan
pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan
pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO
dan sebagainya. Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S)
disebut sistem vulkanisasi dari kompon (vulcanising system of the coumpond ) .

2.8.3 Bahan Pemvulkanisasi (Vulcanizing Agent)

Belerang atau sulfur merupakan bahan pemvulkanisasi tertua dalam proses
pembuatan barang jadi karet. Selama proses vulkanisasi, misalnya dengan
memberikan tekanan dan suhu tertentu pada proses vulkanisasi secara compression
molding, belerang menjadi jembatan antara rantai-rantai molekul karet sehingga

terbentuk ikatan secara tiga dimensi (3D). Bahan ini masih umum digunakan untuk
memvulkanisasi karet alam dan karet sintetik tertentu, seperti SBR, EPDM, BR, IR,
NBR, dan IIR. Belerang dapat berbentuk belerang bebas atau belerang yang terikat
dan leas saat proses vulkanisasi berlangsung (Sulphur donor). Belerang yang
diperlakukan dahulu, seperti MC (Magnesium-coated) sulfur juga tersedia. MC sulfur
sangat cocok memvulkanisasi karet NBR karena kemampuan disperse sulfur biasa di
dalam karet NBR sangat rendah.

Universitas Sumatera Utara

Belerang yang biasa digunakan sebagian besar adalah soluble sulphur. Pada
pemakaian dosis tinggi dan selama penyimpanan, belerang ini akan migrasi ke
permukaan barang jadi karet. Kejadian ini biasa dikenal sebagai blooming. Tentu saja
kejadian ini tidak kita kehendaki karena mengurangi performance dan daya rekat
antara kompon atau ke benda lain, seperti logam. Untuk menghindari gejala ini , maka
digunakan insoluble sulphur .

Bahan pemvulkanisasi lainnya adalah logam oksida seperti PbO, MgO, dan
ZnO. Bahan-bahan pemvulkanisasi ini digunakan untuk memvulkanisasi karet
Chloroprene atau Neoprene dan CSM atau Hypalon .

2.9 Sifat Mekanik Polimer

Untuk bahan polimer komersial yang besar, sifat-sifat mekanik merupakan aspek yang
sangat mendasar. Meskipun sifat-sifat lainnya seperti ketahanan nyala, stabilitas
termal, dan ketahanan kimia mempunyai kaitan dalam aplikasi-aplikasi yang lebih
spesifik, semua polimer apapun pemakaniannya harus memperlihatkan suatu daerah
ssifat-sifat mekanik yang trespesifikasi yang cocok untuk aplikasi tersebut.

Diantara lusinan sifat yang harus diperhatikan produsen polimer, kekuatan
tarik, kompresif, dan fleksur (dan modulus mereka masing-masing) dan ketahanan
impak adalah yang terpenting. Sifat-sifat terkait mencakup kekerasan, ketahanan
abrasi, dan ketahanan sobek. Sifat mekanik jauh lebih bergantung pada berat molekul
untuk daerah berat molekul yang sangat luas, meskipun juga mendatar pada akhir
spektrum berat molekul yang lebih tinggi.

Kekuatan tarik mengacu kepada ketahanan terhadap tarikan. Kekuatan
kompresif adalah kebalikan dari kekuatan tarik; yanng merupakan ukuran sampai
dimana suatu sampel bisa ditekan sampai rusak. Kekuatan fleksur adalah ukuran dari
ketahanan terhadap patahan (snapping/ patah cepat) ketika suatu sampel diketuk

Universitas Sumatera Utara

(difleks). Kekuatan impak adalah ukuran dari ‘keuletan’ bagaiman suatu sampel akan
menahan pukulan stress yang tiba-tiba, seperti pukulan palu (Stevens, M.P., 2001).

Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku
cadang mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya,
yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis
yang khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam polimer, yakni ikatan
kimiayang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lemah. Dalam
bahan logam yang merupakan zat padat polikristalin, sifat mekanis ini bergantung dari
sifat patah bahan karena adanya cacat kristal. Karena itu, kekuatan mekanis bahan
logam jauh lebih kecil dari sifat kekuatan mekanis teoritisnya yang diperkirakan dari
energi ikatan antara-ion.
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik ( t)
menggunakan alat ukur tensometer dan dinamometer, bila terhadap bahan diberikan
tegangan secara praktis, kekuatan-tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum
(Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas
penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami
perubahan bentuk (deformasi) maka defenisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas
penampang semula (Ao).
…….. (2.1)
Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume speismen tidak berubah ,
sehingga perbandingan luas penampang dengan penampang setiap saat adalah

Ao/A = l/lo

…….. (2.2)

Dimana l dan lo masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula
(Wirjosentono, B., 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.10 Pengujian Persentase Ikat Silang

Melaui reaksi ikat-silang beberapa sifat polimer dapat ditingkatkan seperti, sifat
mekanik, daya tahan terhadap goresan, kinerja pada suhu tinggi, seiring dengan
peningkatan suhu leleh, dan ketahanan terhadap bahan kimia karena kelarutannya
rendah dalam pelarut organik.

Pengujian persentase ikat silang dapat dilakukan melalui berbagai cara. Namun
ada metode yang telah ditetapkan menjadi ‘standar emas’ untuk mengetahui nilai
persentase ikat silang terutama dengan tahapan prosedurnya menggunakan ASTM
yaitu metode sokletasi. Pertama tiga specimen dengan berat masing-masing adalah
dua gram (Wo) yang dipotong dari bekas uji mekanik sebelumnya. Pastikan
pengukuran berat secara akurat dan stabil, kemudian specimen di potong kebentuk
lembaran 1x1 cm, bungkus dengan kertas saring, dan refluks selama 8 jam
menggunakan pelarut xilen. Setelah itu fraksi yang tidak terikatsilang akan larut dalam
pelarut xilen dan terpisah dari specimen utama. Lalu spesimen yang dibungkus kertas
saring tadi dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80 oC selama 24 jam kemudian
setelah kering ditimbang kembali berat akhirnya (We). Nilai persentase ikat silang
dihitung dengan persamaan berikut,

Persen Ikat Silang =

Dimana,

e≤

o

x 100 %

…….. (2.3)

o atau berat akhir ≤ berat awal.

Metode selain sokletasi adalah dengan metode Solvent Swelling atau dengan
merendam bahan polimer yang beratnya telah ditimbang lebih dahulu ± 2 gram dalam
pelarut organik seperti toluen selama 24 jam pada suhu ruang, yang kemudian
beratnya ditimbang setelah perendaman dilakukan. Nilai persentase ikat silang
dihitung dengan persamaan berikut,

Persen Ikat Silang =

o

-1

x 100 %

…….. (2.4)

Universitas Sumatera Utara

Dimana

e≥

o, atau berat akhir ≥ berat awal. Berbeda dengan metode sokletasi

yang mengalami penurunan berat diakhir karena larutnya bahan-bahan dalam
specimen yang tidak terikatsilang, dalam metode ini semakin sedikit pelarut yang
mengisi spesimen maka nilai persentase ikat silang akan meningkat.

Ada beberapa metode yang lain untuk mengetahuipersentase ikat silang suatu
bahan polimer seperti menggunakan metode termal atau mekanik dengan instrument
seperti DSC atau dari nilai tegangan tarik, regangan tarik, dll, juga dengan metode
spektroskopi. Namun metode-metode ini belum banyak digunakan dan memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing (Hirschl, Ch., 2013).

2.11 Sifat Termal

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan
fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguaan), tetapi juga terjadinya proses-kimia
yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dsb. Karena mobilitas yang
tinggi diatas suhi Tg rantai polimer mudah tersusun dan membentuk struktur kristal
yang ditandai dengan penurunan kapasitas panas yang drastis (ΔH positif), dan tidak
adanya kehilangan bobot dari kuva Tg.
Dalam bidang campuran (poliblen) pengamatan transisi-kaca (Tg) sangat
penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran
beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak
Tg (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. T g campuran biasanya
berada diantar Tg dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan
unutk menurunkan Tg, seperti halnya plastisasi dengan pemlastis-cair.
Pencampuran polimer heterogen ditunjukkan untuk menaikkan ketahananbentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. Campuran polimer
heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak T g, karena disamping masing-masing
komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antar muka mungkin memberikan

Universitas Sumatera Utara

Tg yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk
penentuan parameter interaksi A, yang merupakan faktor penurunan suhu-leleh kristal
(Wirjosentono, B., 1995).

DSC (Differential Scanning Calorimeter) mengukur perubahan aliran kalor
sebagai fungsi waktu atau suhu. Dalam pirantinya termuat pula ruang pendingin
integral dengan pemrograman suhu (kaijan reaksi neversibel lelehan-kristalisasi), sel
khusus, program analisis data (kinetik, kemurnian, kapasitas kalor). Pada DSC
berubahnya suhu (sementara berlangsung perubahan kimia, kristalisasi dan
sebagainya) dipantau terus-menerus. Laju ikat silang, puncak jamak lelehan sistem
kommposit, knetika, energi pengativan, penyidikan tahap reaksi tersembunyi,
kristalisasi, oksidasi, dan dekomposisi, curing, pengukuran kalor jenis, penyusunan
diagram fasa, pengaruh distribusi urutan atas T g, struktur kristal, kestabilan termal,
kalor pengatsirian dipelajari dalam teknik DSC. Makin canggih peralatan, makin teliti
dan cepat simakan dilaksanakan (Hartomo, A.J., 1993).

Suhu transisi gelas paling umum diukur dengan kalorimetri skan differensial
(DSC), analisa termal diferensial (DTA), atau analisa termo-mekanik (TMA).
Degradasi termal ditetapkan oleh analisis termogravimetrik (TGA) dan kromatografi
gas pirolisis (PGC). Dalam metode DSC dan DTA, suatu sampel polimer dan referensi
inert dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen dan kemudian transiss-transisi
termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Pemegang sampel yang paling
umum dipakai adalah cangkir aluminium sangat kecil (emas atau grafit dipakai untuk
analisis-analisis diatas 800 oC), dan referensinya berupa cangkir kosong atau cangkir
yang mengandug bahan inert dalam daerah temperatur yang diinginkan, misalnya
aluminia bebas air. Ukuran sampel bervariasi sekitar 0,5 s/d sekitar 10 mg.

Ketika terjadi suatu transisi dalam sampel tersebut- misalnya, transisi gelas
atau reaksi ikat silang- temperatur sampel akan tertinggal di belakang temperatur
referensi jika transisi tersebut endotermik, dan akan mendahului jika transisi tersebut
eksotermik. Dengan DSC, sampel dan refernsi akan diberikan dengan pemanasannya
sendiri-sendiri, dan energi disuplai untuk menjaga suhu-suhu sampel pada referensi
tetap konstan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini perbedaan daya listrik antara sampel dan referensi (dΔQ/dt)
dicatat. Data diplot tersebut disebut termogram. Keuntungan utama DSC adalah
bahwa area-area peak termogram berkaitan langsung dengan perubahan entalpi dalam
sampel, oleh karena itu bisa dipakai untuk pengukuran-pengukuran kapasitas panas,
panas fusi, entalpi reaksi, dan sejenisnya (Stevens, M.P., 2001).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

7 78 73

Pengaruh Penambahan Bentonit sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Termal Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam Sir-10

0 19 86

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

0 4 12

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

0 0 2

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

0 2 5

Pengaruh Penambahan Bentonit sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Termal Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam Sir-10

0 1 14

Pengaruh Penambahan Bentonit sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Termal Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam Sir-10

0 0 2

Pengaruh Penambahan Bentonit sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Termal Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam Sir-10

0 2 6

Pengaruh Penambahan Bentonit sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Termal Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam Sir-10

0 0 3

Pengaruh Penambahan Bentonit sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Termal Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam Sir-10

0 0 10