Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

(1)

(2)

Lampiran 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian

- Karet Alam - Titanium Dioksida


(3)

Lampiran 2. Peralatan Penelitian

- Internal Mixer - Cetakan Spesimen Uji

- Hot Press - Alat Sokletasi


(4)

Lampiran 3. Hasil Penelitian

- Hasil Spesimen Komposit IPN Poliuretan Dan Karet Alam SIR-10 Sebelum Penambahan Titanium Dioksida


(5)

- Hasil Spesimen Komposit IPN Poliuretan dan Karet Alam SIR-10 Sesudah Penambahan Titanium Dioksida


(6)

Lampiran 4. Perhitungan

1. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara poliuretan dan Karet Alam SIR-10 pada perbandingan 80 : 20 phr.

Sampel spesimen uji mempunyai Tebal = 2,85 mm

Lebar = 6 mm

Load Max = 0,01 Kgf

Kekuatan tarik dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

σ = kekuatan tarik (Mpa)

F = beban tarik (N) A = luas penampang (m2) Dan

A= tebal x lebar spesimen = 2,85 mm x 6 mm = 17,1 mm2

Maka,

�=�������

� =

0,02 ���

17,1 ��2 = 0,00116 ���/�� 2

Satuan tegangan dari kgf/mm2 diubah menjadi N/m2 dimana, 1 kgf= 9,81 N/m2.

�= 0,00116 ���

��2× 9,8 = 11,3 × 10− 3��� A

F

=


(7)

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil pengujian tarik yang lain.

2. Perhitungan Nilai Strain (Regangan)

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara poliuretan dan Karet Alam SIR-10 pada perbandingan 80 : 20 phr.

Sampel spesimen uji mempunyai

Δl = 81,205 mm

lo = 55 mm

maka niai regangan diperoleh :

Regangan (ε) = ∆��ₒ� 100% = 81,205 ��

55 �� � 100 % = 147,6 %

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil pengujian tarik yang lain.

3. Perhitungan Nilai Modulus Elastisitas (Modulus Young)

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara poliuretan dan Karet Alam SIR-10 pada perbandingan 80 : 20 phr.

Sampel spesimen uji mempunyai Tegangan (σ) = 11,3 x 10−3 Mpa Regangan (ε) = 1,476

Maka nilai Modulus Elastisitas diperoleh : Modulus Elastisitas (E) = �

ε =

11,3 � 10−3���

1,476 = 29,7 �10

−3 ��� Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil pengujian tarik yang lain.

4. Perhitungan Persen Ikatsilang

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara poliuretan dan Karet Alam SIR-10 pada perbandingan 80 : 20 phr.

Sampel specimen uji mempunyai


(8)

Berat sesudah disokletasi (We) = 1,02 gram Persen Ikat Silang = ��

�0 � 100 % = 1,02

1,44� 100 % = 70,83 %

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil sokletasi.


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, N.H., 2008, Pembuatan Komposit Pelat Bipolar Dengan Matriks Polipropilena (PP) Dengan Penguat Karbon dan Aditif Polyvinylidene Fluoride (PVDF), Jakarta : Universitas Indonesia.

Andriyanti, W. 2010, Kajian Metode Vulkanisasi Lateks Alam Bebas Nitrosamin dan Protein Alergen, Yogyakarta : Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan.

Bhatnagar, M.S., 2004, A Textbook of Polymers (Chemsitry and Technology of Polymers-Processing and Aplications), Vol. II, S. Chand & Company Ltd., New Delhi.

Billmeyer,F.W., 1984, Textbook of Polymer Science, Third Edition, John Willey and Sons, New York.

Cowd, A., 1991, Kimia Polimer, Alih bahasa oleh Drs. Harry Firman, M.Pd., Penerbit ITB, Bandung.

Hartomo, A.J., 1995, Penuntun Analisis Polimer Aktual, Andi Offset, Yogyakarta. Jones, P.M., 1975, Mechanic Of Composite Material , McGraw-Hill

,DallasInstitute Of Technology SoutherncMethodist University.

Kricheldorf, H. R. 2005, Handbook of Polymer Synthesis, Second Edition, Marcel Dekker. New York.

Kumar, P.L, Mirzan.T, Rivera, A., 2013, Interpenetrating Polymer Network (IPN) Microparticles An Advancement In Novel Drug Delivery System :A Review, 53-57.

Lu, Q., Jun Yang, Wei L, Jiulin W, Yanna N., 2014, Advanced semi-interpenetrating polymer network gel electrolyte for rechargeable lithium batteries, 489-495.

Ompusunggu, M. 1987, Pengawetan Bahan Olah Lateks Kebun. Warta Perkaretan. Medan : Pusat Penelitian Perkebunan.

Pane, D.F., 2014, Pengaruh Panjang Serat Terhadap Sifat Mekanik Dan Fisik Komposit Polipropilena-Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrat-Serat Daun Nenas Yang Telah Dialkalisasi.,Medan : Universitas Sumatera Utara.


(10)

Prasetyawan, D. 2009, Sifat Fisis dan mekanis dari Serabut Kelapa (cocopeat) dengan PlastikmPoliettthylene.[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rowe, 2006, Handbook of Pharmaeutical Excipients, 5thed, Pharmaceutical Press, London.

Odian, G., 2004, Principles of Polymerization, Fourth Edition, John Willey and Sons, Inc., New Jersey.

Savetiana, S. 2013. Kekuatan tarik Komposit Poliester Berpenguat Partikel Kayu Jati, Merawan dan Meranti Merah. Jurnal Mechanical. Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014.

Sihotang, S.H., 2016, Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Montmorillonit Sebagai Bahan Pengisi, Medan : Universitas Sumatera Utara.

Steven, M.P., 2001, Kimia Polimer, Alih Bahasa oleh Dr. Ir. Iis Sopyan, M.Eng., Pradnya Paramita, Jakarta.

Tamrin, 1997. Penyediaan dan Pencirian Polimer Jaringan Menembus Antara Getah Asli dan Poliuretana. Malaysia : Universiti Teknologi Malaysia. Tamrin. 2003. Saling Tembus Polimer Antara Karet Alam SIR-20 dan Poliuretan

Termoplastik. Medan : Universitas Sumatera utara

Tim Penulis PS, 2013, Panduan Lengkap Karet, Penebar Swadaya, Jakarta. Wirjosentono, B., 1995, Analisis dan Karakterisasi Polimer, USU-Press, Medan.


(11)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

- Seperangkat Alat FT-IR Shimadzu

- Seperangkat Alat Uji Tarik Torsee

- Seperangkat Alat SEM Shumandzu

- Internal Mixer - Cetakan Spesimen

- Termometer Fisher

- Neraca Analitik Mettler-Toledo

- Gelas Beaker Pyrex

- Batang pengaduk Pyrex

- Hot Plate Stirer Corning PC 400 D

- Statif dan Klem

- Corong Pisah Pyrex

- Oven

3.2 Bahan

- Karet Alam SIR-10 PTPN 3

- Titanium Dioksida E.Merck

- Asam Stearat E.Merck

- Sulfur E.Merck

- Zink Oksida E.Merck

- Dibenzothiazyl Disulfida (MBTS) E.Merck

- Toluen Diisosianat E.Merck


(12)

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1 Preparasi TiO2

TiO2 dihaluskan dengan menggunakan ayakan 100 meshsehingga diperoleh serbuk TiO2 halus.

3.3.2 Preparasi Karet Alam

Karet Alam SIR-10 sebanyak 100 phr digiling dengan menggunakan internal mixer selama 10 menit.

3.3.3 Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan Toluen Diisosianat dan Polipropilena Glikol

Berdasarkan reaksi pembuatan poliuretan dengan perbandingan isosianat dan polipropilen glikol yang digunakan adalah 2 : 1 mol, dan apabila isosianat yang digunakan adalah 0,02 mol dan polipropilena glikol 0,01 mol maka dapat dihitung sebagai berikut :

Mr Isosianat = 174,2 g/mol

Ρ Isosianat = 1,21 g/cm3

Maka isosianat yang dipakai adalah sebanyak :

��� = ����

�� ...(3.1) 0,02 ���= ����

174,2 �/���

gram = 0,02 mol x 174,2 g/mol = 3,484 gram

Dengan menggunakan persamaan (3.1) maka, polipropilena glikol (PPG) yang dibutuhkan adalah sebanyak :


(13)

Maka,

��� = ����

�� ...(3.2) 0,01 ���= ����

1000 �/���

gram = 0,01 mol x 1000 g/ mol = 10 gram

Sebanyak 10 gram polipropilena glikol 1000 dimasukkan kedalam glass beaker 250 mL lalu ditambahkan toluen diisosianat sebanyak 3,484 gram, campuran diaduk selama 15 menit pada suhu 40 oC. Campuran tersebut kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan Spektrofotometri FT-IR.

3.3.4 Sintesis IPN antara Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

Karet Alam SIR-10 yang telah dimastikasi dimasukkan sebanyak 80 phr kedalam internal mixer lalu diputar pada suhu 140 oC kemudian ditambahkan 2 phr asam stearat lalu diputar selama 1 menit, kemudian ditambahkan 2 phr ZnO dan diputar selama 1 menit, lalu ditambahkan 0,5 phr sulfur dan diputar selama 1 menit, kemudian ditambahkan 20 phr poliuretan lalu diputar selama 15 menit sehingga diperoleh keadaan yang homogen, selanjutnya campuran dikompres dengan menggunakan hot kompresor menggunakan cetakan ASTM D638 tipe IV dengan ketebalan 3,2 mm dengan toleransi ±0,4 mm dan suhu 80 oC selama 15 menit dan didinginkan pada suhu kamar.


(14)

Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara poliuretan dan karet alam SIR-10 seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Perbandingan Penambahan Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

Karet Alam SIR-10 (phr) 100 80 60 20 0

Poliuretan (phr) 0 20 40 80 100

3.3.5. Pembuatan Komposit IPN Poliuretan dan Karet Alam SIR 10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

Campuran Karet alam SIR-10 (NR) dan Poliuretan (PU) yang optimum ditambahkan dengan Titanium Dioksida, dimana sebanyak 82 phr NR-PU dan 18 phr titanium dioksida dimasukkan ke dalam internal mixer lalu diputar pada suhu 140 oC kemudian dikompress dengan menggunakan hot kompresor menggunakan cetakan ASTM D638 tipe IV (gambar 3.1.) dengan ketebalan ± 3,2 mm dan suhu 80 oC selama 15 menit dan didinginkan pada suhu kamar.

Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara NR-PU dan TiO2 seperti pada tabel 3.2

Tabel 3.2 Perbandingan Penambahan NR-PU dan TiO2

NR-PU (phr) 82 78 74 70 66

TiO2 (phr) 18 22 26 30 34

3.4. Karakterisasi Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN)

Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat-sifat mekanik dan analisa morfologi serta gugus fungsi dengan spektroskopi inframerah fourier transform (FT-IR).


(15)

3.4.1. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan patahan sampel. Mula-mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan menggunakan mesin JSM-35 C Shumandzu. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 20 kV pada ruangan khusus sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental dapat dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 Amstrong dimasukkan ke dalam spesimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil pemotretan dapat disesuaikan dengan perbesaran yang diinginkan.

3.4.2. Spektroskopi Inframerah Fourier Transform (FT-IR)

Spesimen dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam kedalam kertas berskala aluran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas sinar berupa grafik spektrum. Dalam hal ini spesimen yang dianalisa adalah Poliuretan.

3.4.3. Uji Tarik

Mula-mula dihidupkan alat Torsee Electronic System dan dibiarkan selama 1 jam. Spesimen dijepit menggunakan griff pada alat tersebut, kemudian diatur tegangan, regangan dan satuannya. Tekan tombol start untuk memulai uji pada spesimen sampai putus. Dilakukan perlakuan yang sama untuk tiap sampel. Dari data load (tegangan) dan stroke (regangan) yang diperoleh dapat dihitung kekuatan tarik dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.1 dan dihitung kemuluran masing-masing specimen dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.2.

3.4.4.Persentase Ikat Silang

Derajat ikat silang dalam karet dapat ditentukan setelah sokletasi dengan sikloheksana mendidih selama 8 jam. Sampel dikeringkan pada suhu 80°C selama 30 menit dan ditimbang. Persentase ikat silang dalam campuran kemudian dihitung dengan rumus pada persamaan 2.3. Persentase Ikat Silang yang dihasilkan menandakan adanya interaksi yang kuat antara komponen campuran.


(16)

3.5. Bagan Penelitian 3.5.1.Preparasi TiO2

Serbuk TiO2

Disaring dengan ayakan 100 mesh

Serbuk TiO2 halus

3.5.2. Preparasi Karet Alam

Karet Alam

Hasil

Digiling dengan menggunakan Internal Mixer dalam waktu 10 menit


(17)

3.5.3. Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan Toluena Diisosianat dan Polipropilen Glikol 1000

10 gram PPG 1000

Dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml

Ditambahkan 3,484 gram Toluena Diisosianat

Diaduk selama 15 menit pada suhu 40oC

Poliuretan

Uji FT-IR


(18)

3.5.4. Sintesis IPN antara Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

Dimasukkan kedalam internal mixer Diputar pada suhu 140oC

Ditambahkan 2 phr Asam stearat Ditambahkan 2 phr ZnO Ditambahkan 2 phr MBTS

Ditambahkan 0,5 phr Sulfur

Diputar selama 15 menit sampai homogen Dipres dengan menggunakan hot pres pada suhu 80oC selama 15 menit

Spesimen IPN NR-PU

Dikarakterisasi

Uji Persentase Ikat Silang Uji Kekuatan Tarik

80 phr Karet Alam SIR-10 20 phr Poliuretan

Karet tervulkanisasi

Catatan :

Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara poliuretan dan karet alam SIR-10 seperti tabel 3.1


(19)

3.5.5. Uji persentase Ikat Silang Komposit IPN Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

Spesimen NR-PU

Ditimbang

Ditimbang

Hasil

Dimasukkan ke dalam kertas saring Disokletasi dengan xylena selama 8 jam Dikeringkan pada suhu 80°C selama 30 menit

3.5.6. Pembuatan Komposit IPN Poliuretan dan Karet Alam SIR-10 Optimum dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

Diputar selama 15 menit sampai homogen

Dipres dengan menggunakan hot press pada suhu 80oC selama 15 menit

Dikarakterisasi

Uji Kekuatan Tarik Uji SEM

Spesimen Kompon 82 phr NR-PU Optimum

Dimasukkan kedalam internal mixer Diputar pada suhu 140oC

Ditambahkan Titanium Dioksida

Uji Persentase Ikat Silang Catatan :

Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara poliuretan dan karet alam SIR-10 dengan penambahan TiO2 seperti tabel 3.2


(20)

3.5.7. Uji persentase Ikat Silang Komposit IPN Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

Dimasukkan ke dalam kertas saring Disokletasi dengan xylena selama 8 jam Dikeringkan pada suhu 80°C selama 30 menit Spesimen NR-PU-TiO2

Ditimbang

Ditimbang Hasil


(21)

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisa Gugus Fungsi Poliuretan dengan FT-IR

Analisa FT-IR digunakan untuk melihat perubahan gugus fungsi dari poliuretan yang dihasilkan. Terjadinya perubahan gugus fungsi dalam pembentukan poliuretan yang dihasilkan dari reaksi antara Toluen Diisosianat (TDI) dengan Polipropilen glikol (PPG) ditunjukkan pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Hasil Spektrum FT-IR Poliuretan

Hasil identifikasi gugus fungsi poliuretan yang diuji dengan FT-IR dapat ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut :


(22)

Tabel.4.1 Hasil Identifikasi Serapan FT-IR Poliuretan

Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

3349,74 Serapan gugus N-H terikat

2970,69 Serapan gugus C-H

2872,99 Serapan C-H alkana 2270,77 Serapan C=O dari NCO 1710,89 Serapan C=O terkonjugasi 1228,55

1078,42

Serapan C-N amina Serapan Ulur C-O eter alifatik

Hasil karakterisasi poliuretan dengan teknik spektroskopi FT-IR menunjukkan pita serapan pada daerah yang karakteristik untuk poliuretan. Identifikasi terhadap FT-IR tersebut menunjukkan pita serapan pada 3349,74 cm-1 yang merupakan daerah ulur N-H terikat,terjadi perubahan gugus isosianat (N=C=O) setelah dipolimerisasi pada bilangan gelombang 2270,77 cm-1 dan pada bilangan gelombang 1710,89 cm-1 adalah puncak C=O uretan yang merupakan ciri khas poliuretan.

Puncak serapan N=C=O yang lemah masih tampak pada bilangan gelombang 2270,7cm-1 menunjukkan masih adanya gugus isosianat yang belum habis bereaksi dengan poliol. Hal ini disebabkan karena waktu reaksi yang terlalu cepat dihentikan pada saat pembuatan Poliuretan atau dikarenakan jumlah gugu isosianat yang tersedia jauh lebih banyak gugusnya dibandingkan gugus poliol yang ada.

Pembuatan poliuretan dalam penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan polipropilena glikol sebagai sumber poliol dengan Toluena Diisosianat (TDI) dapat dilihat pada gambar 4.2.


(23)

Reaksi umum :

R' N C O + R" OH R' N C O R"

H O

Isosianat Hidroksil Uretan

Mekanisme reaksi :

H O

N C O N C O

OR" H

N C O

OR" H

C O

OR" N

H R'

R" R"

R' R"

Uretan

Gambar 4.2 Reaksi pembuatan Poliuretan 4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Sifat Mekanik IPN Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

Pengujian sifat mekanik dilakukanpada Torses Elektronik Sistem (Universal System Mechine). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik seperti kekuatan tarik dan regangannya. Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam. Kekuatan tarik dapat didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Ϝ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan kemudian dibandingkan dengan luas penampang. Selanjutnya perpanjangan tarik (regangan) ɛ, adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan panjang awal.Pada penelitian ini pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui variasi campuran yang optimum pada IPN antara Karet Alam SIR-10 dengan


(24)

Poliuretan. Hasil pengujian sifat mekanik IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan yang dihasilkan ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik IPN Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

Komposisi NR : PU

(phr)

Stress (×10-3) (Mpa)

Strain (%)

Modulus Elastisitas

(×10-3) (Mpa)

100: 0 5,72 362,3 15,70

80: 20 11,36 147,6 7,69

60 : 40 5,72 166,8 3,42

20 : 80 5,72 171,2 3,34

0 : 100 5,72 365,9 1,56

Dari tabel 4.2 dapat dilihat hasil pengujian sifat mekanik dari IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan. Pada campuran dengan komposisi 80 phr Karet Alam dan 20 phr Poliuretan memiliki karakteristik sifat mekanik yang optimum, dimana nilai stress (tegangan) yang dihasilkan sebesar 11,36 x 10-3 Mpa, nilai strain (regangan) sebesar 147,6 % dan nilai Modulus Elastisitas yang dihasilkan sebesar 7,69 x 10-3Mpa.


(25)

Gambar 4.3. Grafik Uji Kekuatan Tarik (Stress) Komposit IPN Karet Alam SIR-10

dan Poliuretan (PU)

Gambar 4.4. Grafik Uji Regangan Tarik (Strain) Komposit IPN Karet Alam

SIR-10 dan Poliuretan (PU)

0 2 4 6 8 10 12

100 ; 0 80 ; 20 60 ; 40 20 ; 80 0 ; 100

S tr es s ( x 1 0 -3 ) (M p a )

Perbandingan Komposisi NR : PU

Kekuatan Tarik (Mpa)

0 50 100 150 200 250 300 350 400

100 ; 0 80 ; 20 60 ; 40 20 ; 80 0 ; 100

S tr ai n (% )

Perbandingan Komposisi NR : PU


(26)

Gambar 4.5. Grafik Modulus Elastisitas (Modulus Young) Komposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan (PU)

4.4.2. Analisa Sifat MekanikKomposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretandengan Penambahan TiO2

Berdasarkan uji sifat mekanik pada pembuatan IPN karet alam dan poliuretan, campuran yang paling optimum diperoleh pada perbandingan 80 phr : 20 phr yang kemudian ditambahkan dengan TiO2 dengan perbandingan dan hasil pengujian mekanik ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil pengujianSifat MekanikKomposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan dengan Penambahan Titanium Dioksida

Komposisi NR-PU : TiO2(phr)

Stress (×10-3)(Mpa)

Strain (%)

Modulus Elastisitas (×10-3)(Mpa)

82 : 18 5,72 536,25 1,06

78 : 22 11,36 382,41 2,97 74 : 26 11,36 312,68 3,6 70 : 30 17,2 616,35 2,79 66 : 34 22,9 727,86 3,14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

100 ; 0 80 ; 20 60 ; 40 40 ; 60 0 ; 100

M od u lu s E las ti si tas ( x10 -3 )

Perbandingan Komposisi NR : PU

Modulus Elastisitas (Mpa)


(27)

Sifat mekanik yang paling baik dari campuran antara Karet Alam-Poliuretan (NR-PU) dan TiO2 adalah pada perbandingan 66 phr : 34 phr, dengan nilai stress (tegangan) yang dihasilkan sebesar 22,9 × 10-3 Mpa, nilai strain (regangan) yang dihasilkan sebesar 727,86 % dan modulus elastisitas sebesar 3,14 × 10-3 Mpa.

Hasil pengukuran kekuatan tarik dan regangan dari komposit IPN dengan penambahan TiO2 yang ditunjukkan pada tabel 4.3. Dimana pada perbandingan 66 phr campuran antara karet alam dan poliuretan yang ditambahkan titanium dioksida sebagai bahan pengisi sebanyak 34 phr memiliki sifat mekanik yang paling optimum. Meningkatnya kekuatan tarik dan regangan tarik pada komposit IPN dengan bahan pengisi titanium dioksida sebanyak 34 phr disebabkan karena adanya peningkatan ikatan antarmuka antara karet alam-poliuretan dan titanium dioksida. Peningkatan ikatan antarmuka dengan titanium dioksida sebagai bahan pengisi menghasilkan transisi tekanan yang baik yang akan meningkatkan sifat kekuatan tarik, hal ini juga kemungkinan dikarenakan keseragaman dalam menghasilkan fasa yang lebih homogen sehingga sifat sinergetik campuran tersebut meningkat (Tamrin, 1997).

Gambar 4.6. Grafik Uji Tegangan Tarik (Stress) Komposit IPN dengan Penambahan Titanium Dioksida

0 5 10 15 20 25

82 ; 18 78 ; 22 74 ; 26 70 ; 30 66 ; 34

S

tr

es

s (x10

-3)

(M

p

a)

Perbandingan Komposisi NR-PU : TiO2


(28)

Gambar 4.7. Grafik Uji Regangan Tarik (Strain) Komposit IPN dengan Penambahan Titanium Dioksida

Gambar 4.8. Grafik Modulus Elastisitas Komposit IPN dengan Penambahan Titanium Dioksida

0 100 200 300 400 500 600 700 800

82 ; 18 78 ; 22 74 ; 26 70 ; 30 66 ; 34

S tr ai n (% )

Perbandingan Komposisi NR-PU : TiO2

Regangan tarik (%)

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

82 ; 18 78 ; 22 74 ; 26 70 ; 30 66 ; 34

M o d u lu s El a st isi ta s (x 1 0

-3) M

pa

Perbandingan Komposisi NR - PU : TiO2


(29)

Sementara itu, pada komposit IPN pada perbandingan 82 phr campuran NR-PU yang ditambahkan bahan pengisi Titanium Dioksida sebanyak 18 phr, memiliki nilai tegangan yang paling minimum yakni sebesar 5,72 × 10-3 Mpa, nilai regangan yang dihasilkan sebesar 536,25 % dan Modulus Elastisitas dihasilkan sebesar 1,06 × 10-3 Mpa. Menurunnya kekuatan tarik dan regangan tarik pada komposit IPN tersebut dikarenakan jumlah bahan pengisi Titanium Dioksida yang ditambahkan lebih sedikit yakni sebanyak 18 phr sehingga interaksi antarmuka dengan Titanium Dioksida menghasilkan transisi tekanan yang kurang baik yang akan menurunkan sifat kekuatan tarik. Faktor lain yang menyebabkan menurunnya kekuatan tarik komposit disebabkan karena penyebaran serat yang tidak merata di dalam komposit yang menyebabkan adanya daerah kosong pada komposit. Daerah kosong tersebut menyebabkan kekuatan tarik dari komposit semakin menurun. Kekosongan ini yang menyebabkan komposit akan lebih cepat patah, karena pada daerah yang kosong tidak diisi oleh matrik. Sehingga pada saat komposit diberikan beban maka daerah kosong tersebut tidak dapat menahan beban yang diberikan sehingga terjadi patahan yang lebih cepat. (Pane,D.2014)


(30)

4.3. Karakterisasi Persentase Ikat Silang

4.3.1 Hasil Persentase Ikat Silang Komposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan

Analisa persentase ikat silang dalam karet dapat ditentukan setelah sampel disokletasi dengan xilena mendidih selama ±8 jam. Setelah sampel dididihkan lalu dikeringkan pada suhu 80°C selama 30 menit dan ditimbang. Maka diperoleh persen ikat silang IPN antara Poliuretan dan Karet Alam SIR-10 pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Persentase Ikat Silang IPN antara Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan

Komposisi NR : PU(phr)

Berat Awal (gram)

Berat Akhir (gram)

Persen Ikat Silang (%)

100 : 0 1,26 1,07 84,92

80 : 20 1,44 1,02 70,83

60 : 40 1,62 1,13 69,75

40 : 60 1,56 1,04 66,66

0 : 100 1,36 1,12 82,35

Persentase ikat silang yang dilakukan bertujuan untuk menunjukkkan persentase ikat silang yang terjadi pada komponen poliuretan-karet alam. Suatu polimer akan mengalami perubahan setelah terikatsilang, jika sebelumnya suatu polimer bersifat larut dalam suatu pelarut maka polimer tersebut tidak dapat larut lagi setelah terikatsilang. Polimer yang terikatsilang akan menggembung ketika direndam dengan pelarut, karena molekul-molekul dalam pelarut akam menembus jaringannya. Tingkat penggembungan inilah yang bergantung pada tingkat pengikatsilangannya. Berdasarkan tabel 4.4 ditunjukkan bahwa persentase ikat silang yang optimum terdapat pada perbandingan 80 : 20 phr yakni sebesar 70,83% hal ini menunjukkan bahwa komponen campuran antara karet alam SIR-10 dengan poliuretan menandakan adanya interaksi yang kuat pada campuran tersebut, dimana komponen pada perbandingan ini hanya sedikit molekul-molekul pelarut yang menembus jaringannya sehingga dapat dijelaskan bahwa hasil analisa sifat mekanik yang paling optimum berbanding lurus dengan hasil analisa persen


(31)

ikat silang yang didapat sehingga interaksi yang kuat dari komponen campuran yang terikatsilang akan menghasilkan kekuatan mekanik yang sangat baik.

4.3.2 Karakterisasi Persentase Ikat Silang Komposit IPN antara Poliuretan Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan dengan Penambahan TiO2

Analisa persentase ikat silang dalam karet dapat ditentukan setelah sampel disokletasi dengan xilena mendidih selama 8 jam. Setelah sampel dididihkan lalu dikeringkan pada suhu 80°C selama 30 menit dan ditimbang. Maka diperoleh persen ikat silang IPN antara Poliuretan dan Karet Alam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksida pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Persentase Ikat Silang Komposit IPN antara Karet Alam SIR-10-Poliuretan dan TiO2

Komposisi NR : PU : TiO2(phr)

Berat Awal (gram)

Berat Akhir (gram)

Persen Ikat Silang (%)

82 : 18 1,04 1,81 57,45

78 : 22 1,08 1,76 61,36

74 : 26 1,12 1,86 60,21

70 : 30 0,98 1,56 62,82

66 : 34 1,05 1,69 64,85

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persen ikat silang yang dihasilkan dari beberapa komposisi campuran Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan dengan penambahan Titanium Dioksida, pada komposisi 66 : 34 phr diperoleh persen ikat silang yang paling tinggi yakni sebesar 64,85 % hal ini menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang lemah pada campuran tersebut, dimana campuran yang dihasilkan terlalu menggembung karena terlalu banyak molekul-molekul pelarut yang menembus jarigannya. Namun pada campuran dengan komposisi 66 : 34 phr memiliki persen yang paling tinggi, sehingga dapat dijelaskan bahwa sifat mekanik yang paling optimum berbanding lurus dengan persen ikat silang yang diperoleh.


(32)

4.4. Analisa Sifat Morfologi Komposit IPN dengan Uji SEM

Morfologi permukaan suatu sampel dapat dilihat dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Untuk analisa ini sampel yang digunakan adalah komposit IPN pada perbandingan 66 : 34 phr campuran Karet Alam-Poliuretan yang ditambahkan bahan pengisi Titanium Dioksida yang memiliki sifat mekanik yang paling baik (optimum). Adapun hasil foto SEM-nya dapat ditunjukkan pada gambar 4.9 berikut dengan perbesaran 300 kali.

Gambar 4.9. Hasil Foto SEM Dari Komposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan dengan Penambahan Titanium Dioksida pada Perbandingan 66 : 34 phr dengan perbesaran 300x dan perbesaran 600x

Berdasarkan hasil analisis menggunakan SEM terlihat permukaan komposit IPN pada perbandingan 66 : 34 phr campuran Karet Alam-Poliuretan yang ditambahkan bahan pengisi Titanium Dioksida pada perbandingan 66 : 34 phr dengan perbesaran 300 kali dan 600 kali menunjukkan bahwa permukaan komposit IPN tersebut terlihat membentuk fasa homogen antara Karet Alam, Poliuretan dan Titanium Dioksida. Butiran-butiran titanium dioksida terdispersi secara merata ke dalam campuran karet alam dengan poliuretan dan


(33)

butiran-butiran titanium dioksida tersebut tidak mengalami destrukturisasi selama pencampuran berlangsung, karena pada komposit IPN hanya terjadi ikatan antar muka saja.

Menurut Savetiana, S.2013, bahan pengisi mempengaruhi kekuatan tarik sehubung dengan adanya ikatan antar muka. Gambar 4.10 dibawah ini adalah hasil analisis SEM dari komposit IPN dengan penambahan titanium dioksida dengan perbandingan 82 : 18 phr yang memiliki sifat mekanik minimum dengan perbesaran 300 kali dan 600 kali menunjukkan bahwa permukaan dari komposit IPN tersebut terlihat membentuk fasa yang kurang homogen. Pengamatan SEM ini bertujuan untuk melihat penyebab turunnya nilai kekuatan tarik dengan berkurangnya bahan pengisi titanium dioksida yaitu ditandai dengan penyebaran partikel-partikel titanium dioksida yang tidak merata sehingga matriks tidak dapat mengikat penguat dengan baik, maka ikatan antarmuka antara karet alam-poliuretan dan titanium dioksida menjadi lemah.

Gambar 4.10. Hasil Foto SEM Dari Komposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan dengan Penambahan Titanium Dioksida pada Perbandingan 82 : 18 phr dengan perbesaran 300x dan perbesaran 600x


(34)

BAB 5

KESIMPULAN

5.1

Kesimpulan

Dari hasilpenelitian yang telahdilakukanmakadapatdiambilkesimpulansebagaiberikut :

1. Hasilsintesisantara Poliuretan dan Karet Alam SIR-10 menghasilkan nilai

kekuatantegangantarikmeningkatpadapenambahan 20 phrpoliuretanyaknisebesar 11,36 x 10-3Mpa, nilai regangan yang dihasilkan

sebesar 147,6% danmemilikinilai modulus young sebesar 7,69 x 10-3Mpa. PersentaseikatsilangantaraPoliuretandanKaretAlam SIR-10 pada perbandingan 80 phr : 20 phrmendapatkanpersenikatsilang yang paling tinggi.

2. Perbandingan campuran yang tepatdalampembuatankomposit IPN antaraPoliuretanKaretAlam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksidayaitupadaperbandingan 66 : 34 phrkarena padaperbandinganinidiperolehhasil yang optimum pada analisa sifatmekanik dengan nilai kekuatan tarik sebesar 11,36 x 10-3 Mpa danpersentase ikatsilang sebesar 64,85 %.

3. Hasilanalisasifatmekanikkomposit IPN antaraPoliuretanKaretAlam SIR-10 dengan penambahan Titanium dioksida yang optimum padaperbandingan 66 : 34 phryaknimemilikinilaitegangantarik sebesar 22,9 x 10-3Mpa, nilairegangansebesar 727,86 % dannilai modulus young sebesar 3,14 x 10 -3

Mpa. Padaanalisapersentaseikatsilangdihasilkankomposit IPN antaraPoliuretanKaretAlam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksida

yang optimum padaperbandingan 66 : 34 phryaknisebesar 64,85 %. Selain itu, dilakukan jugaanalisamorfologimelalui SEM padakomposit IPN antaraPoliuretanKaretAlam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksida yang optimum padaperbandingan 66 : 34 phrdenganperbesaran 300 kali dan


(35)

tersebutterlihatmembentukfasa homogen antaraKaret Alam-Poliuretan dan Titanium Dioksida.

5.2 Saran

1. Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan bahan pengisi lain selain titanium dioksida.

2. Diharapkan penelitian selanjutnya melakukan analisa termal terhadap komposit yang dihasilkan.


(36)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Polimer

Polimer ialah makromolekul yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Istilah makromolekul lebih menggarisbawahi struktur-struktur yang kompleks. Beberapa sistem polimer yang penting secara industri ialah karet, plastik, serat, pelapis (coating) sampai perekat (Hartomo,1992).

Polimer dihubungkan dengan molekul besar suatu makromolekul yang strukturnya bergantung pada monomer atau monomer-monomer yang dipakai dalam preparasinya. Karena semua polimer sintetis dipreparasi melalui monomer-monomer yang terikat bersama, maka beberapa unit kimia akan berulang terus menerus .Polimer-polimer juga bisa digambarkan sebagai linier, bercabang, dan jaringan (network). Polimer linier tidak memiliki cabang selain gugus-gugus pendan yang digolongkan sebagai monomer (contohnya gugus fenil dalam polistirena). Polimer bercabang memiliki tipe polimer bintang yang mengandung tiga atau lebih rantai polimer yang berasal dari unit struktur pusat. Polimer sisir mengandung rantai-rantai pendan dan strukturnya berkaitan dengan kopolimer-kopolimer cangkok. Polimer tangga terbentuk secara teratur atau dalam kasus polimer setengah tangga (jenjang) dari satuan-satuan siklik yang terikat dengan unit-unit rantai terbuka.

Polimer jaringan terjadi ketika rantai-rantai polimer terikat bersama atau ketika digunakan monomer-monomer polifungsional sebagai ganti monomer difungsional. Sebagai contoh dari polimer jenis pertama, polimer tersebut bisa memberikan vulkanisasi karet dimana molekul-molekul karet linier terikat bersama melalui atom-atom belerang (Steven,2001).

Polimer secara sederhana diklasifikasikan oleh Carothers (1929) menjadi polimer kondensasi dan polimer adisi berdasarkan komposisi antara polimer dan monomer saat disintesis. Polimer kondensasi dibentuk dari monomer polifungsional Sedangkan polimer adisi dapat dibentuk dari monomer-monomer tanpa ada kehilangan molekul sedikitpun (Odian,2004).


(37)

Polimer alam, seperti halnya selulosa, pati dan protein telah dikenal dan digunakan manusia berabad-abad lamanya untuk keperluan pakaian dan makanan, sedangkan industri polimer merupakan hal yang baru. Karet alam digunakan sebgai tenunan berkaret sebelum Goodyear menemukan proses vulkanisasi pada tahun 1839. Selulosa nitrat dihasilkan dari reaksi kertas dengan asam nitrat sekitar tahun 1870. Sejak saat itu sejumlah terobosan baru banyak dilakukan untuk menciptakan berbagai sistem polimer yang telah ada. Hasilnya tampak sebagai produk industri polimer yang begitu beragam sebagaimana yang terlihat sekarang ini (Cowd,1991).

2.2. Interpenetrasi Jaringan Polimer

Terdapat satu kelas baru dari suatu sistem multipolimer yang baru-baru ini disintesis dalam bentuk interpenetrasi jaringan polimer. Sebagai contoh, terdapat polimer A yang telah tercrosslink, kemudian mengalami swelling dengan monomer kedua (B), serta ditambahkan agen pengcrosslink dan mengalami polimerisasi B, atau dapat juga sistem A dan B mengalami polimerisasi bersama dengan mekanisme yang berbeda (Billmeyer,1984).

Interpenetrasi jaringan polimer adalah gabungan dari dua polimer jaringan yang berbeda dengan ikatan kovalen antara dua jaringan. Suatu IPN dapat terjadi secara serentak ataupun berurutan melalui dua sistem polimer yang berbeda (Odian,2004).

Beberapa rantai lurus atau bercabang dapat bergabung melalui sambungan silang membentuk polimersambung-silang. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka bentuk polimer sambung-silang tigadimensi yang sering disebut polimer jaringan.

Adanya pembentukan sambungan silang dilakukan dengan sengaja melalui industri untuk mengubah sifat polimer, sebagaimana terjadi pada proses vulkanisasi karet. Banyak sistem polimer sifatnya sangat disebabkan oleh pembentukan jaringan tiga dimensi. Dalam sistem polimer seperti itu pembentukan sambungan silang tiga dimensi pada tahap akhir produksi. Proses ini memberikan sifat kaku dan keras kepada polimer (Cowd, 1991).


(38)

2.2.1. Klasifikasi IPN

2.2.1.1. Berdasarkan Ikatan Kimia

Berdasarkan ikatan kimia interpenetrasi jaringan polimer (IPN) terbagi atas dua yaitu ikatan kovalen berupaSemi IPN dan ikatan non kovalen terdiri dari Semi IPN dan Full IPN.

- Kovalen SemiIPN :kovalenSemi IPN mengandung dua sistem polimer terpisah yang terikat silang untuk membentuk jaringan polimer tunggal. - Non-kovalen SemiIPN : non-kovalen Semi IPN hanya mengandung satu

sistem polimer yang terikat silang.

- Non-kovalen FullIPN : non-kovalen full IPN terdiri dari dua polimer yang terpisah dan terikat silang secara mandiri.

Gambar 2.1.a) kovalen semi IPN, b) kovalen semi IPN, c) non-kovalenfull IPN

2.2.1.2. Berdasarkan Pola

- Novel IPN yaitu polimer yang terdiri dari dua atau lebih jaringan polimer

yang sebagian molekulnya bertautan tetapi salah satunya tidak terikat secara kovalen dan tidak dapat dipisahkan kecuali jika ikatan kimianya patah.

- Sequantial IPN ( IPN berurutan) pada IPN jenis ini komponen polimer

jaringan kedua dipolimerisasi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan polimerisasi komponen polimer jaringan pertama.


(39)

- Simultaneous IPN ( IPN Serentak ) dipreparasi melalui proses dimana kedua komponen polimer jaringan dipolimerisasi secara bersamaan.

- Semi IPN terjadi apabila hanya salah satu komponen saja yang terikat

silang dan meninggalkan yang lain dalam bentuk linear (Kumar, et.al 2013)

2.3. Poliuretan

Poliuretan yang juga disebut polikarbamat (dari asam karbamat, R2NHCO2H), adalah turunan ester-amida dari asam karbonat. Ada dua metode utama untuk pembuatan poliuretan : reaksi biskloroformat dengan diamin dan reaksi diisosianat dengan senyawa-senyawa dihidrasi.

Banyak dari produksi poliuretan melibatkan pemakaian poliester-poliester berujung hidroksi dengan berat molekul rendah atau polieter-polieter sebagai monomer dihidroksi. Kopolimer yang fleksibel dari tipe ini tidak hanya bermanfaat sebagai serat tetapi juga dikonversi menjadi elastomer-elastomer yang terikat silang lewat reaksi lebih lanjut dengan diisosianat berlebih, suatu reaksi adisi yang melibatkan nitrogen dari ikatan uretan (Steven,2001).

Upaya pertama untuk membuat poliuretan niaga dilakukan oleh Bayer di Jerman yang membuat polimer dari heksana-1,6-diisosianat (heksametilena diisosianat) dari butana 1,4-diol(-1,4-butandiol).

Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan. Akan tetapi, kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan.

Busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer poliuretan dan suatu gas. Jika proses ini seimbang, gelembung gas terjebak dalam kisi-kisi polimer yang terbentuk busa. Busa yang kenyal dan busa yang kaku juga dibentuk. Busa yang sedikit bersambung-silang bersifat kenyal, sedangkan busa yang banyak bersambung-silang bersifat kaku.


(40)

Sintesis dari poliuretan biasanya ditunjukkan sebagai proses pembentukan dari karbamat (uretan) tautan melalui reaksi dari isosianat dan alkohol yang dapat dilihat pada gambar 2.2berikut :

nHO R OH + nOCN R' NCO

HO ( R OCONH R' NHCO O ) R OCONH R' NCO

(n-1)

Gambar 2.2 Reaksi Isosianat dan alkohol membentuk uretan (Odian,2004)

Produk busa seperti bantalan tempat duduk dan tempat tidur merupakan aplikasi terbesar dari poliuretan. Air sengaja ditambahkan dalam produksi ini agar membentuk busa poliuretan yang fleksibel. Golongan isosianat bereaksi dengan air untuk membentuk tautan urea dalam rantai polimer dan berubah menjadi karbon dioksida. Reaksinya dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini :

2RNCO + H2O R NH CO NH R + CO2

Gambar 2.3Reaksi golongan isosianat dengan air membentuk urea (Odian,2004)

Karbon dioksida beraksi sebagai blowing agent untuk membentuk struktur busa pada hasil akhir. Beberapa poliuretan disintesis menggunakan campuran diol dan diamin. Diamin direaksikan dengan golongan isosianat untuk penambahan urea tautan dalam rantai plimer. Tipe poliuretan seperti ini mengandung unit-unit berulang uretan dan urea dapat dilihat pada gambar 2.5.

2 NCO + H2N R'' NH2 NH CO NH R'' NH CO NH

Gambar 2.4 Poliuretan yang mengandung unit-unit berulang uretan dan urea (Odian,2004)

Beberapa contoh menunjukkan hanya diamin yang digunakan dalam sintesis. Polimer ini membentuk Poliurea meskipun tipe produk ini disebut sebagai poliuretan(Odian,2004).


(41)

Ada dua metode utama untuk pembuatan poliuretan : reaksi biskloroformat dengan diamin dan lebih penting dari perspektif industri., reaksi diisosianat dengan senyawa-senyawa dihidrasi. Biskloroformat, yang dipreparasi lewat reaksi diol atau bisfenol dengan fosgena berlebih (Gambar.2.5), kurang reaktif dari pada klorida-klorida asam; meskipun demikian, ia bereaksi dengan diamin pada suhu rendah dibawah kondisi-kondisi polimerisasi antar permukaan. Poliuretan yang terbentuk dalam reaksi (Gambar.2.6) melebur pada suhu sekitar 180 oC, dibandingkan dengan 295 oC untuk poliamida yang strukturnya sebanding.

2Cl C

O

Cl + HO R OH

Cl C

O

O R O C

O

Cl + 2HCl

Fosfogena Diol

Biskloroformat

Gambar 2.5Reaksi fosfogena dan diol membentuk biskloroformat (Steven,2001)

Cl C

O

O (CH2)2 O C O

Cl

Biskloroformat

+ H2N (CH2)6 NH2

Diamin

C O

O (CH2)2 O C O

NH (CH2)6 NH + 2HCl

Poliuretan

Gambar 2.6Reaksi Biskloroformat dan Diamin membentuk Poliuretan (Steven,2001)


(42)

2.3.1.Komponen Pembentuk Poliuretan 2.3.1.1.Isosianat

Gugus isosianat, -NCO merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alcohol, reaksi isosianat dan alkohol membentuk uretan dapat dilihat dalam gambar 2.7.

R.NCO + R’OH R.NH.COO.R’

Gambar 2.7 Reaksi Isosianat dan alkohol membentuk uretan (Cowd,1991)

Perekat isosianat merupakan bahan reaktif yang kuat rekatannya pada logam, karet, plastik, gelas, kulit dan kain. Yang terpenting adalah dipoli-isosianat, yang gugus-gugus fungsinya efektif berikatan dengan gugus-gugus berkandungan hydrogen aktif (seperti amino, imino, karboksil, sulfonat dan hidroksil). Penggunaannya dapat sendiri atau dicampur larutan elastomer (perekat karet ke logam atau kain), zat pengubah sifat perekat basis karet (serba guna), sebagai reaktan dengan poliester atau polieter menghasilkan poliuretan untuk maksud khusus.

Diisosianat juga baik untuk meningkatkan adhesi antara serat polyester dengan karet, yaitu dengan dimasukkan ke karet saat pemrosesan. Diisosianat juga memperbaiki rekatan karet-logam dengan perbandingan tertentu (Hartomo,1992).

Isosianat aromatik komersil yang paling penting adalah toluenediisocyanate (TDI), diphenylmethane diisocyanate (MDI), dan naphtalene diisocyanate (NDI). Struktur dari TDI dan MDI dapat dilihat pada gambar 2.8.

CH3

NCO

(i) NCO

(ii) OCN

CH3

NCO


(43)

2.3.1.2.Poliol

Komponen dasar kedua dari polimer poliuretan adalah poliol. Poliol polieter (polipropilen glikol dan triol) mempunyai berat molekul antara 400 dan 10000 yang mendominasi teknologi busa. Busa biasanya dibuat dengan triol, yang membentuk produk crosslink dengan diisosianat, sedangkan diol mendominasi dalam teknologi elastomer.

Poliol polipropilen oksida (PPO), yang juga disebut polipropilen glikol (PPG) lebih murah dibandingkan poliol lain. Struktur PPG dapat dilihat pada gambar 2.9sebagai berikut :

H O HC H2C

nO R O CH2 CH O

CH3 CH3

H n

Gambar 2.9Struktur PPG (Kricheldorf, 2005)

Poliol merupakan senyawa organic yang memiliki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industry material sangat banyak digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun additive.Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun olahan industri.

Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipole-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain. (Jung,1998).

Busa kenyal pada poliuretan dapat berbahan dasar poliester atau polieter. Dengan kata lain, poliol adalah polyester bermassa molekul nisbi rendah atau polieter yang mengandung gugus hidroksil pada ujungnya. Busa kaku banyak bersambung silang dan hal ini dicapai dengan menggunakan poliol bermassa molekul nisbi kecil, yang sebagian besar adalah polieter alih-alih poliester (Cowd,1991).


(44)

2.4. Busa Poliuretan

Produksi poliuretan dipakai dalam pembuatan busa-busa yang kuat dan fleksibel. Poliuretan yang berbeda sesuai produk sampingan karbon dioksida merupakan bahan dalam proses pembusaan. Pada salah satu metode, prapolimer yang berujung isosianat berat molekul rendah dibusakan lewat penambahan air, yang menimbulkan kenaikan berat molekul lewat pembentukan gugus-gugus urea dengan melepaskan karbon dioksida secara simultan. Ketika gas yang berkembang menyebabkan polimer membusa, reaksi polimerisasinya menaikkan viskositas dan membentuk busa sebelum pecah.

Busa-busa yang fleksibel biasanya dipreparasi dari polyester atau polieter dihidroksi, basa yang kuat dari prapolimer polihidroksi. Busa yang kuat kadang dipreparasi tanpaair dengan mereaksikan prapolimer berujung hidroksil dengan diisosianat dalam hadirnya suatu bahan peniup. Dalam hal ini, berat molekul naik lewat ikatan-ikatan uretan.

Busa-busa yang fleksibel dipakai sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis, tempat tidur, karpet dasar, spon sintetis dan lainnya. Busa-busa yang keras paling umum dipakai dalam panel-panel konstruksi terisolasi, untuk pengemasan barang-barang yang lunak, untuk furniture ringan, dan untuk flotasi kapal laut. Penggunaan bahan-bahan ini dalam bidang konstruksi telah mendorong usaha-usaha pembuatan poliuretana yang tidak bisa terbakar. (Steven,2001)

2.5. Karet Alam

Karet sudah lama sekali digunakan orang. Penggunaannya meningkat sejak Goodyear pertama kali memvulkanisasinya pada tahun 1839 dengan cara memanaskan campuran karet dan belerang (Cowd,1991). Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastic. Jenis karet Hevea (Hevea Brasiliensis) baru ditanam pada tahun 1902 di daerah Sumatera Timur. Jenis ini ditanam di Pulau Jawa pada tahun1906 (Tim Penulis,2008).


(45)

Karet alam jika dipanasi menjadi lunak dan lekat dan kemudian dapat mengalir. Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapi sebagaimana karet alam divulkanisasi yakni dipanasi bersama sedikit belerang(sekitar 2%) ia menjadi bersambung-silangan dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya dimana karet tervulkanisasi jauh lebih tahan regang. Jika karet divulkanisasi dengan jumlah belerang yang lebih besar akan dihasilkan bahan yang sangat keras dan tahan secara kimia yang dikenal dengan ebonite (Cowd,1991).

Karet atau elastomer merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas), atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat. Sebagian besar mempunyai struktur jaringan. Karet alam eksis dalam bentuk-bentuk yang berbeda, tetapi sejauh ini yang paling penting adalah yang tersusun hampir seluruhnya dari cis-1,4-poliisoprena.

Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4-poliisoprena. Sesungguhnya, isopren merupakan produk degadrasi utama karet, yang diidentifikasi sebagaimana pada awal 1860-an. Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena dikenal sebagai Hevea rubber (Steven,2001).

Karet alam dapat diperoleh dari hampir lima ratus jenis tanaman yang berbeda. Sumber yang terkenal adalah pohon Hevea Brasiliensis. Karet diperoleh dari getah kulit pohon Hevea ketika dipotong. Getah adalah karet terdispersi yang mengandung 25-40% karet hidrokarbon, yang distabilkan melalui sejumlah protein dan asam lemak(Billmeyer,1984).

2.5.1. Jenis-Jenis Karet Alam

Ada beberapa kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan karet sintesis adalah :

a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna,

b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,

c. Mempunyai daya aus yang tinggi, tidak mudah panas (low heat build up), d. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.


(46)

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

a. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar), b. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe), c. Lateks pekat,

d. Karet bongkah atau block rubber,

e. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber, f. Karet siap olah atau tyre rubber, dan g. Karet reklim atau reclaimed rubber.

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standard IndonesianRubber)(TimPenulis,2008).

2.5.2 Standard Indonesian Rubber (SIR)

Standar mutu karet bongkah indonesia tercantum dalam Standard Indonesian Rubber (SIR). SIR adalah karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan dan dikemas menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Perbedaan dari tiap jenis karet SIR tersebut adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar Indonesian Rubber. Standar mutu karet bongkah indonesia tercantum dalam tabel 2.1 dibawah ini. (Tim Penulis PS, 1992)


(47)

Tabel 2.1. SIR (Standard Indonesian Rubber)

No Komponen Sir 5L Sir 5 Sir 10 Sir 20 Sir 50 1 2 3 4 5 6 7

Kadar kotoran maksimum Kadar abu maksimum Kadar zat arsiri maksimum PRI minimum

Plastisitas – P0 minimum Limit warna (skala lobibond) maksimum Kode warna 0,05% 0,50% 1,0% 60 30 6 hijau 0,05% 0,50% 1,0% 60 30 - hijau 0,10% 0,75% 1,0% 50 30 - coklat 0,20% 1,00% 1,0% 40 30 - merah 0,50% 1,50% 1,0% 30 30 - kuning Sumber : Thio Goan Loo,1980

2.5.3 Karet Alam SIR 10

Karet alam SIR 10 berasal dari koagulan (lateks yang mudah menggumpal) atau hasil olahan seperti lum, sit angin, getah keping, sisa dan lain-lain, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.

Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR 10 yaitu dengan pemilihan bahan baku yang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa, dll). Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses pengeringan dilakukan selama 10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses peremahan, pengeringan, pengemasan bandela (setiap bandela 33 kg atau 35 kg) dan karet alam SIR 10 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.5.4 Vulkanisasi

Vulkanisasi merupakan istilah umum yang diterapkan ke reaksi ikat silang polimer-polimer, khususnya elastomer. Reaksi ikat silang terinisiasi peroksida dari polimer-polimer jenuh seperti polietilena. Tidak semua polimer-polimer vinil bisa diikat silang dengan peroksida, sebagai contoh polipropilena dan poli (vinil klorida) lebih mudah mengalami degadrasi daripada ikat silang.

Metode vulkanisasi tertua, yang ditemukan secara terpisah pada tahun 1839 oleh Goodyear di USA dan Maclntosch dan Hancock di Inggris, menggunakan unsur belerang. Pada prinsipnya mekanismenya berupa mekanisme ionik, yang melibatkan adisi ke ikatan rangkap dua untuk membentuk suatu zat


(48)

antara ion sulfonium yang kemudian mengabstraksi ion hidrida atau menyerahkan proton untuk membentuk kation-kation baru yang mempropagasi reaksi tersebut. Terminasi terjadi melalui reaksi antara anion sulfenil dan karbokation.

Laju vulkanisasi dengan belerang, pada umumnya dinaikkan dengan menambah akselerator-akselerator seperti garam-garam seng dari asam ditiokarbamat atau senyawa-senyawa organobelerang seperti disulfide. Senyawa-senyawa lain, khususnya seng oksida dan asam stearat, juga ditambahkan sebagai aktivator.(Steven,2001)

2.6.Komposit

Komposit merupakan material yang tersusun dari gabungan dua atau lebih komponen yang berbeda. Batasan pada polimer, pengertian ini termasuk kopolimer plastik yang memperkuat, Carbon black yang diisi karet dan sebagainya (Bhatnagar,2004)

Material komposit didefinisikan sebagai kombinasi antara dua material atau lebih yang berbeda bentuk, komposisi kimia, dan tidak saling melarutkan antar material. Material yang satu berfungsi sebagai penguat dan material yang lain berfungsi sebagai pengikat untuk menjaga kesatuan unsur-unsurnya. Sedangkan penggabungan dua atau lebih material dengan pengisi (filler) dari bahan-bahan alami disebut dengan biokomposit. Dalam penyusunan komposit, salah satu material penyusun dapat ditentukan fraksi volume untuk mendapatkan sifat akhir yang diinginkan. Secara umum terdapat dua kategori material penyusun komposit yaitu matriks dan reinforcement.

Adapun pembagian komposit berdasarkan bentuk penguatnya yaitu :

1. Komposit partikal (particulate composites) merupakan komposit yang menggunakan partikel serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.

2. Komposit serat merupakan komposit yang terdiri dari serat dan matriks dimana fungsi serat sebagai penopang kekuatan komposit.

3. Komposit lapis (laminates composites) merupakan komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya mempunyai karakteristik sifat sendiri (Jones,1975).


(49)

2.7. Bahan Tambahan (additive)

Tujuan bahan tambahan yaitu untuk mengubah sifat-sifat polimer dan untuk meningkatkan kemampuan prosesnya.Bahan tambahan untuk mengubah sifat dari pigmen dan odoran yang dipakai karena alasan estetis terhadap bahan-bahan pemlastis yang dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik. Bahan tambahanjuga bervariasi misalnya :

1. Pelumas digunakan untuk mencegah lengket di mesin-mesin pemroses hingga senyawa-senyawa yang mengubah struktur kimia.

2. Pemlastis digunakan untuk menaikkan fleksibilitas, tetapi juga mengurangi viskositas leburan untuk mempermudah pencetakan atau ekskursi, bahan pemlastis yang dipakai senyawa aromatik berupa di-2-etilheksilftalat. 3. Antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya degadrasi oksidatif,

yang umum digunakan yaitu senyawa Zink Oksida.

4. Bahan Kopling berfungsi untuk memperbaiki pengikatanantara polimer dan bahan pengisi.

Terdapat juga bahan-bahan pengisi yang berfungsi sebagai pemerkuat yang muncul dalam dua bentuk yaitu serat dan butiran (serbuk).Contoh dari bentuk serbuk yaitu karbon hitam yang dipakai untuk memperkuat karet alam dan sintetis. Bahan tambahan digunakan untuk menambah kwantitas polimer tersebut.( Steven,2001)

2.8. Titanium Dioksida

Titanium Dioksida (TiO2) disebut juga Titanium (IV) oksida merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2.Senyawa ini dapat dimanfaatkan secara luas sebagai pigmen bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda dalam sel surya.Titanium dioksida dapat dihasilkan dari reaksi antara senyawa titanium tetraklorida (TiCl4) dan O2 yang dilewatkan melalui lorong silica pada suhu 700°C. Senyawa TiO2 bersifat amfoter, terlarut secara lambat dalam H2SO4(aq) pekat. Sifat senyawa TiO2 adalah tidak tembus cahaya, dan berwarna putih.Titanium dioksida sangat stabil pada temperatur tinggi, amorf, dan tidak higroskopis. Tidak larut dalam H2SO4 encer, HCl, HNO3 , pelarut-pelarut organic dan air (Rowe,2006).


(50)

2.9. Karakterisasi Polimer

Pada dasarnya analisis permukaan melibatkan radiasi permukaan dengan sumber energi (foton, elektron atau ion) yang cukup untuk menembus dan menimbulkan beberapa jenis transisi yang menghasilkan emisi dari permukaan berkas energi yang bisa dianalisis.

Untuk bahan komersial yang besar, sifat-sifat mekanik merupakan aspek yang mendasar.Meskipun sifat-sifat lainnya seperti ketahanan nyala, stabilitas termal, dan ketahan kimia mempunyai kaitan dalam aplikasi yang lebih spesifik, semua polimer apapun pemakaiannya harus memperlihatkan suatu daerah sifat mekanik yang terspesifikasi cocok untuk aplikasi tersebut.

Pengukuran sifat-sifat mekanik biasanya dilakukan dengan mengukur kekuatan tarik, modulus, elongasi, suatu spesimen uji dijepit pada kedua ujungnya.Salah satu ujung dibuat tetap, dan diaplikasikan dengan suatu beban yang naik sedikit demi sedikit ke ujung lainnya sampai sampel tersebut patah. Suatu instrument pengujian khas yang mengukur secara otomatis stress dan strain dengan beban-beban skala penuh.

2.9.1. Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Dalam teknik spektroskopi inframerah, sampel molekul disinari dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang tertentu. Beberapa bilangan gelombang radiasi yang sesuai dengan frekuensi vibrasi akan diserap dan radiasi yang diteruskan diamati dengan suatu detektor fotolistrik (Wirjosentono, 1995).

Spektroskopi inframerah bermanfaat untuk kajian mikrostruktur maupun gugus fungsi dalam polimer. Komposisi kopolimer olefin, gugus nitril, hidroksi sampai ketidakjenuhan dapat diungkapkan (Hartomo, 1995).

Metode Fourier Transform (FT) menggunakan prinsip interferometri, yang kelebihan dari FT-IR ini mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dankarena instrument ini memiliki komputer yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum .

Spektrum-spektrum dispersif dari sebagian besar polimer impor komersial telah dicatat,oleh karenanya identifikasi kualitatif zat-zat yang tidak diketahui seringkali bisa diselesaikan melalui perbandingan. Ini mencakup polimer-polimer


(51)

yang memiliki stereokimia atau distribusi rangkaian monomer yang bervariasi, karena perbedaan demikian biasanya menghasilkan spektrum-spektrum yang berbeda. Di mana spektrum-spektrum komparatif tidak tersedia, pengetahuan ke struktur polimer bisa diperoleh melalui pertimbangan yang wajar terhadap pita-pita absorpsi gugus fungsional , atau dengan membandingan spektrum dengan spektrum senyawa-senyawa model berat molekul rendah yang siap terkarakterisasi dengan struktur yang mirip. Lepas dari perbedaan-perbedaan yang diharapkan dalam daerah tekukan C-H aromatik (650-900 cm-1) yang timbul dari cincin-cincin benzena para-disubstitusi versus monosubstitusi, spektrum-spektrum tersebut cukup sebanding.

FT-IR sangat berguna karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini memudahkan penelitian-penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah kopling instrumen FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian sampel polimer yang sangat terlokalisasi (Steven,2001).

2.9.2. Scanning Electron Microscopy

SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal bahwa suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi .

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakainannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian disperse-dispersi pigmen dalam sel, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian tubuhnya (Steven, 2001).


(52)

2.9.3. Uji Tarik

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt ) menggunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao).

σt = ������� (2.1)

Selamaperubahanbentuk,dapatdiasumsikanbahwa volume spesimentidakberubah.Perpanjanganteganganpadasaatbahanterputusdisebutkemul

uran.Besarankemuluran (ε) dapatdidefenisikansebagaiberikut :

ε =�−��

�� x 100 % (2.2)

keterangan :l0 = panjangspecimenmula-mula (mm) l = panjang spesimen saat putus (mm)

ε = Kemuluran (%) (Wirjosentono, 1995)

2.9.4.Persentase Ikat Silang

Derajat ikat silang dalam karet dapat ditentukan setelah sokletasi dengan sikloheksana mendidih selama 8 jam.Sampel dikeringkan pada suhu 80°C selama 30 menit dan ditimbang. Persentase ikat silang dalam campuran kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% ����������=��

�����% (2.3)

Dimana Wg dan Wo adalah berat sampel setelah dan sebelum sokletasi. Persentase Ikat silang yang dihasilkan menandakan adanya interaksi yang kuat antara komponen campuran.


(53)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan penelitian polimer berkembang pesat saat ini, salah satu penelitian polimer yang menarik adalah Interpenetrating Polymer Network (IPN). Interpenetrating Polymer Network (IPN) mulai berkembang dan banyak diteliti sejak tahun 90-an dari berbagai universitas dan beberapa ahli yang mempelajari polimer.

Perkembangan IPN telah menghasilkan beberapa jenis, yaitu berdasarkan ikatan kimia dan berdasarkan susunan pola. Dimana IPN berdasarkan ikatan kimia terbagi atas ikatan kovalen termasuk Semi IPN dan ikatan non kovalen yaitu Semi IPN dan Full IPN. Sedangkan berdasarkan susunan pola, Interpenetrating Polymer Network terbagi atas Novel IPN, Sequential IPN, Semi IPN, dan Simultaneous IPN.Full IPN adalah dua atau lebih bahan polimer yang dibentuk dalam bentuk jaringan satu sama lain. Perpaduan ini akan menghasilkan tumpang tindih antara jaringan yang satu dengan jaringan yang lain.

Sesuai dengan teorinya IPN merupakan gabungan dua atau lebih bahan polimer yang membentuk jaringan, dalam penelitian ini bahan polimer yang akan dibentuk adalah Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan penambahantitanium dioksida. Poliuretan dapat dipakai dalam berbagai aplikasi misalnya bahan perekat, pelapis, elastomer, busa-busa fleksibel (yang dipakai sebagai isolator, panel pelindung pada mobil dan yang lainnya ) serta busa-busa fleksibel yang kuat.

Sumatera Utara merupakan daerah yang kaya akan hasil perkebunannya baik kelapa sawit maupun karet alam. Karet atau elastomer merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas) atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat. Karet alam tersusun dalam bentuk-bentuk yang berbeda, tetapi sejauh ini yang paling penting adalah tersusun dari cis -1,4-poliisoprena.


(54)

Komposit merupakan salah satu jenis bahan yang dibuat dengan penggabungan dua atau lebih macam bahan yang mempunyai sifat berbeda menjadi satu material dengan sifat yang berbeda pula. Material komposit terdiri atas penguat yang sangat kuat dan serat yang kaku didalam sebuah resin matriks polimer atau pengikat.

Lima tahun belakangan ini, IPN telah diteliti oleh para ahli dalam bentuk IPN komposit yaitu perpaduan antara dua atau lebih polimer dalam bentuk jaringan yang dicampurkan dengan bahan-bahan anorganik untuk menghasilkan suatu material yang lebih kuat dibandingkan dengan bahan asalnya.

Salah satu penelitian yang belakangan ini adalah pembentukan IPN Poliuretan epoksi yang dicampurkan dengan bentonit ini berguna untuk bahan industri aircraft dan otomotif terutama untuk meningkatkan redaman suara.Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, ternyata IPN memperlihatkan keunggulannya dibanding dengan jenis polimer lainnya.

Thamrin (2003) telah melakukan sintesis poliuretan (PU) Thermoplastik dengan menggunakan polietilenglikol 1000 dan toluene diisosianat (TDI) dengan perbandingan NCO : OH = 2 : 1 mol. Prapolimer dari PU thermoplastik telah dicampur dengan Karet Alam SIR-20 untuk menghasilkan polimer jaringan saling menembus (IPN). Diperoleh sifat mekanik yang maksimum pada penambahan poliuretan thermoplastik 24%. Hal ini dikarenakan pada penambahan 24% poliuretan thermoplastic campuran kedua komponen mencapai keserasian dan meningkatkan sifat sinergitik dari IPN tersebut atau dengan kata lain saling menembus diantara komponen-komponen mencapai keseimbangan.

Jimenez (2009) telah melakukan sintesis sequential interpenetrating polymer network (IPN’s) dengan menggunakan minyak jarak, 2,4-toluen diisosianat dan selulosa hidroksietil sebagai bahan dasar pembuatan poliuretan serta menggunakan dibutil tin dilaurat (DBDTL) sebagai katalis. Dari hasil penelitian tersebut, permukaan fraktur yang telah dianalisa morfologi dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM) yangmana mengungkapkan permukaan fraktur yang sesuai dan tidak sesuai dengan rasio PU/PAA yang telah dipelajari. Permukaan fraktur yang awalnya menurun namun ketika ditambahkan dengan PAA dalam IPN’s maka permukaan tersebut meningkat.


(55)

Sihotang (2016) telah melakukan sintesis Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) menggunakan Karet Alam SIR-10 (NR) dan Poliuretan (PU) secara serentak yang kemudian ditambahkan Montmorillonit sebagai bahan pengisi. Prapolimer dari PU telah disintesis dengan menggunakan Polipropilen Glikol dan Toluen Diisosianat dengan perbandingan mol antara NCO : OH = 2 : 1. Prapolimer PU dan NR tervulkanisasi dicampur dengan menggunakan suhu 140°C untuk menghasilkan IPN NR-PU. Penambahan Montmorillonit ke dalam IPN NR-PU akan menghasilkan komposit IPN NR-PU-Montmorillonit. Selanjutnya komposit IPN tersebut dikarakterisasi dengan uji kekuatan tarik, daya serap air, SEM dan persentase ikat silang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran komposit meningkat dengan bertambahnya Montmorillonit hingga batas optimum yakni pada perbandingan antara NR-PU dengan Montmorillonit adalah 74 phr : 36 phr yang memberikan kekuatan tarik dan kemuluran yang baik.. Dari uraian diatas maka peneliti ingin meneliti IPN dari campuran NR dengan poliuretan yang ditambahkan dengan titanium dioksida. Penelitian ini khusus mempelajari sifat morfologi melalui analisis SEM dan sifat mekanik melalui uji tarik dan kemuluran. Yang diharapkan mampu memberikan reaksi antara satu dengan yang lain dan meningkatkan kualitas dari material komposit tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana hasil sintesis antara Poliuretan dengan Karet Alam SIR-10. 2. Berapakah perbandingan campuran yang tepat dalam sintesis IPN antara

Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksida. 3. Bagaimana analisa sifat morfologi, sifat mekanik dan persentase

ikatsilang pada komposit IPN antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksida.


(56)

1.3 Pembatasan Masalah

1. Karet Alam yang digunakan berupa Karet Alam SIR-10 yang berasal dari Perkebunan PN-3 Kecamatan Dolok Merawan, Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

2. Poliuretan yang digunakan dibuat dari hasil reaksi antara Toluena Diisosianat (TDI) dan Polipropilena Glikol 1000 dengan perbandingan NCO : OH = 2 : 1.

3. Suhu pencampuran bahan adalah 140°C. 4. Suhu pengepresan bahan adalah 80°C.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hasil sintesis antara Poliuretan dan Karet Alam SIR-10

2. Untuk mengetahui perbandingan campuran yang tepat dalam pembuatankomposit IPN antara Poliuretan Karet Alam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksida.

3. Untuk mengetahui analisa sifat morfologi melalui analisis SEM,sifat mekanik melalui uji tarik, uji persentase ikat silang pada komposit IPN antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan penambahan Titanium Dioksida.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa bahan polimer hasil dari sintesis IPN dapat menghasilkan suatu bahan baru yang memiliki kemajuan baik dari sifat mekanik maupun morfologinya.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar USU, laboratorium Teknik Kimia USU, Laboratorium Kimia Polimer USU dan Laboratorium PTKI Medan untuk analisa gugus fungsi dengan FT-IR.


(57)

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap penyiapan TiO2 yang dihaluskan dengan menggunakan ayakan 100 mesh sehingga diperoleh serbuk TiO2 149 mikron.

2. Tahap penyiapan Karet Alam SIR-10 digiling dengan menggunakan Internal Mixer.

3. Tahap sintesis Poliuretan, pada tahapan ini poliuretan disintesis dalam reaktor. Semua reaksi dalam suasana nitrogen dengan perbandingan NCO : OH = 2 : 1 dan dibiarkan reaksi selama 15 menit pada suhu 40°C, kemudian diuji gugus fungsinya dengan FT-IR.

4. Tahap sintesis IPN, pada tahapan ini poliuretan yang telah disintesis dengan perbandingan NCO : OH = 2 : 1 mol dan Karet Alam SIR-10 diblending pada suhu 140°C selama 15 menit dengan variasi konsentrasi (b/b) dalam 100 phr = 100:0 ; 80:20 ; 60:40 ; 40:60 ; 20:80 ; 0:100. Dikarakterisasi analisa sifat mekanik dengan uji kekuatan tarik dan presentase ikat silang.

Variabel yang digunakan adalah : - Variabel tetap :

Suhu 140°C Waktu 15 menit - Variabel terikat :

Analisa sifat mekanik dengan uji kekuatan tarik - Variasi bebas :

Karet alam SIR-10 dan Poliuretan dengan variasi konsentrasi (b/b) dalam 100 phr = 100:0 ; 80:20 ; 60:40 ; 40:60 ; 0:100.

5. Tahapan pembuatan komposit IPN, dimana pada tahap ini campuran Karet alam SIR-10 dan Poliuretanyang optimum, ditambahkan dengan Titanium Dioksida dengan variasi konsentrasi (b/b) dalam 100phr = 82:18 ; 78:22 ; 74:26 ; 70:30 ; 66:34 diblending dengan Internal Mixerpada suhu 140°C selama 15 menit. Dikarakterisasi analisa


(58)

morfologi dengan SEM, sifat mekanik dengan uji kekuatan tarik dan uji persentase ikatsilang.

- Variabel tetap : Suhu 140°C Waktu 15 menit - Varibel terikat :

Analisa morfologi dengan SEM

Analisa sifat mekanik dengan uji kekuatan Tarik Uji Persentase Ikatsilang

- Variasi bebas :

Campuran Karet alam SIR-10 dan Poliuretan yang optimum dengan Titanium Dioksida, variasi konsentrasi (b/b) dalam 100phr = 82:18; 78:22; 74:26; 70:30 ; 66:34


(59)

PEMBUATAN KOMPOSIT INTERPENETRASI JARINGAN POLIMER ANTARA POLIURETAN-KARET ALAM SIR-10

DENGAN PENAMBAHAN TITANIUM DIOKSIDA SEBAGAI BAHAN PENGISI

ABSTRAK

Telah disintesis Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) menggunakan Karet Alam SIR-10 (NR) dan Poliuretan (PU) secara serentak yang kemudian ditambahkan Titanium Dioksida (TiO2) sebagai bahan pengisi dalam pembentukan komposit IPN. Prapolimer dari PU telah disintesis dengan menggunakan Polipropilen Glikol dan Toluen Diisosianat dengan perbandingan mol antara NCO : OH = 2 : 1. NR divulkanisasi dengan menambahkan Asam Stearat, Zink Oksida, MBTS, dan Sulfur. Prapolimer PU dan NR tervulkanisasi dicampur dengan menggunakan suhu 140°C untuk menghasilkan IPN NR-PU. Penambahan TiO2 ke dalam IPN PU akan menghasilkan komposit IPN NR-PU-TiO2. Selanjutnya komposit IPN NR-PU-TiO2 yang terbentuk dikarakterisasi dengan uji kekuatan tarik, SEM dan persentase ikat silang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran komposit meningkat dengan bertambahnya TiO2 hingga batas optimum yakni pada perbandingan antara NR-PU dengan TiO2 adalah 66 phr : 34 phr yang memberikan kekuatan tarik dan kemuluran yang baik. Sifat mekanik, fisik dan morfologi komposit IPN ini dipengaruhi oleh jumlah TiO2 yang digunakan sehingga menghasilkan komponen yang saling terikat silang.

Kata Kunci : Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN), Karet Alam SIR-10 (NR), Poliuretan (PU), Titanium Dioksida.


(60)

COMPOSITE INTERPENETRATING POLYMER NETWORKMAKING BETWEEN SIR-10 NATURAL RUBBER-POLYURETHANE

WITH TITANIUM DIOXIDEADDITIONAL CHARGERING MATERIAL

ABSTRACT

Interpenetration polymer network (IPN) has been synthesized by using SIR-10 Natural Rubber (NR) and polyurethane (PU) simultaneously then added to Titanium Dioxide (TiO2) as filler in the IPN composite formation. Prepolymer of PU has synthesized by using Polypropylene Glycol and Toluene Diisocyanates mole ratio between the NCO : OH = 2 : 1. NR vulcanised by adding Stearic Acid, Zinc Oxide, MBTS and sulfur. PU prepolymer and NR vulcanized mixed by using a temperature of 140°C to produce IPN NR-PU. The addition of TiO2 into IPN NR-PU will produce IPN NR-PU-TiO2 composite. Furthermore, IPN NR-PU-TiO2 composite that is formed characterized by Tensile Strength Test, SEM and crosslink percentage. The results showed that a mixture of IPN composites increased by increasing TiO2 until the optimum limit on the ratio between NR-PU with TiO2 is 66 phr : 34 phr provide tensile strength and good elongation. Mechanical properties, physical and IPN composite morphology is influenced by the amount of TiO2 that is used to produce components that is cross each other atthe bond interface.

Keywords: Interpenetrating polymer network (IPN), SIR-10 Natural Rubber (NR), Titanium Dioxide


(61)

PEMBUATAN KOMPOSIT INTERPENETRASI JARINGAN

POLIMER ANTARA POLIURETAN-KARET ALAM

SIR-10 DENGAN PENAMBAHAN TITANIUM

DIOKSIDA SEBAGAI BAHAN PENGISI

SKRIPSI

WULAN DESTIA SYAHRI Br. SIPAYUNG

120802003

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(62)

PEMBUATAN KOMPOSIT INTERPENETRASI JARINGAN

POLIMER ANTARA POLIURETAN-KARET ALAM

SIR-10 DENGAN PENAMBAHAN TITANIUM

DIOKSIDA SEBAGAI BAHAN PENGISI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

WULAN DESTIA SYAHRI Br. SIPAYUNG 120802003

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(63)

PERSETUJUAN

Judul : Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

Kategori : Skripsi

Nama : Wulan Destia Syahri Br. Sipayung Nomor Induk Mahasiswa : 120802003

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan IlmuPengetahuanAlam (FMIPA)Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Agustus2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Prof. Dr. Thamrin, M.Sc. Dr. Yugia Muis, M.Si NIP. 196007041989031003 NIP. 195310271980032003

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S. NIP. 195408301985032001


(64)

PERNYATAAN

PEMBUATAN KOMPOSIT INTERPENETRASI JARINGAN POLIMER ANTARA POLIURETAN-KARET ALAM SIR-10 DENGAN

PENAMBAHAN TITANIUM DIOKSIDA SEBAGAI BAHAN PENGISI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2016

Wulan Destia Syahri Br.Sipayung 120802003


(65)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmatdan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafaatnya kelak di hari akhir nanti.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada orang tua tercinta, untuk Ayahanda tercinta Syahrun Sipayung dan Ibunda tercinta Susilawati, terima kasih atas segala kasih sayang, pengorbanan, dukungan dan kepercayaan kepada penulis. Kepada adik Agung Dwiki Sipayung dan kepada seluruh keluarga tercinta terima kasih atas segala doa dan dukungannya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Yugia Muis, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Thamrin, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih juga kepada Ibu Dr.Rumondang Bulan Nasution, MS dan kepada Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU. Kepada Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi selama masa perkuliahan. Terima kasih juga kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama pendidikan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Saharman Gea, Ph.D dan Kakak Sri Rahayu, S.Si selaku kepala dan laboran Laboratorium Kimia Dasar.Untuk keluarga besar Laboratorium Kimia Dasar, rekan-rekan stambuk 2011-2015, terima kasih atas persaudaraan selama ini. Terkhusus untuk sahabat-sahabat penulis Etika, Dian, Maulida, Nidaul, Fahmi, Rino, Yeni, Ifah, Puput, Henry, Siska, Muna, Jani, Nina, Ba’i, Alfi, Fitri, Cintaku, Laura, Kak Nova, Kak Diana, Bang Supran terima kasih telah menjadi keluarga untuk penulis selama ini. Kepada teman-teman seperjuangan Stambuk 2012 terima kasih atas segala doa dan kekompakannya.

Semoga Allah senantiasa mengabulkan doa kita dan membalas kebaikan kalian kepada penulis. Aamiin Ya Rabbal’Alamin.


(66)

PEMBUATAN KOMPOSIT INTERPENETRASI JARINGAN POLIMER ANTARA POLIURETAN-KARET ALAM SIR-10

DENGAN PENAMBAHAN TITANIUM DIOKSIDA SEBAGAI BAHAN PENGISI

ABSTRAK

Telah disintesis Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) menggunakan Karet Alam SIR-10 (NR) dan Poliuretan (PU) secara serentak yang kemudian ditambahkan Titanium Dioksida (TiO2) sebagai bahan pengisi dalam pembentukan komposit IPN. Prapolimer dari PU telah disintesis dengan menggunakan Polipropilen Glikol dan Toluen Diisosianat dengan perbandingan mol antara NCO : OH = 2 : 1. NR divulkanisasi dengan menambahkan Asam Stearat, Zink Oksida, MBTS, dan Sulfur. Prapolimer PU dan NR tervulkanisasi dicampur dengan menggunakan suhu 140°C untuk menghasilkan IPN NR-PU. Penambahan TiO2 ke dalam IPN PU akan menghasilkan komposit IPN NR-PU-TiO2. Selanjutnya komposit IPN NR-PU-TiO2 yang terbentuk dikarakterisasi dengan uji kekuatan tarik, SEM dan persentase ikat silang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran komposit meningkat dengan bertambahnya TiO2 hingga batas optimum yakni pada perbandingan antara NR-PU dengan TiO2 adalah 66 phr : 34 phr yang memberikan kekuatan tarik dan kemuluran yang baik. Sifat mekanik, fisik dan morfologi komposit IPN ini dipengaruhi oleh jumlah TiO2 yang digunakan sehingga menghasilkan komponen yang saling terikat silang.

Kata Kunci : Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN), Karet Alam SIR-10 (NR), Poliuretan (PU), Titanium Dioksida.


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Daftar Singkatan xi

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Lokasi Penelitian 4

1.7 Metodologi Penelitian 5

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Polimer 7

2.2 Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) 8

2.2.1 Klasifikasi IPN 9

2.3 Poliuretan 10

2.3.1 Komponen Pembentuk Poliuretan 13

2.4 Busa Poliuretan 15

2.5 Karet Alam 15

2.5.1. Jenis-jenis Karet Alam 16 2.5.2. Standard Indonesian Rubber (SIR) 17

2.5.3. Karet Alam SIR-10 18

2.5.4. Vulkanisasi 18

2.6 Komposit 19

2.7 Bahan Tambahan (Additive) 20

2.8 Titanium Dioksida 20

2.9 Karakterisasi polimer 21

2.9.1 Fourier Transform Infrared (FT-IR) 21 2.9.2 Scanning Electron Microscopy (SEM) 22

2.9.3 Uji Tarik 23

2.9.4 Persentase Ikat Silang 23 BAB 3. MetodePenelitian

3.1 Alat 24

3.2 Bahan 24


(2)

3.3.1 Preparasi Titanium Dioksida 25

3.3.2 Preparasi Karet Alam 25

3.3.3. Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan

Toluen Diisosianat dan Polipropilen Glikol 25 3.3.4 Sintesis IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan 26

3.3.5 Pembuatan Komposit IPN Karet Alam SIR-10

dan Poliuretan dengan penambahan TiO2 27 3.4 Karakterisasi Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer 27 3.4.1 Scanning electron Microscopy 27 3.4.2 Spektroskopi Inframerah Fourier Transform 28

3.4.4 Uji Tarik 28

3.4.5 Persentase Ikat silang 28

3.5 Bagan Penelitian 29

3.5.1 Preparasi TiO2 29

3.5.2 Preparasi Karet Alam 29

3.5.3 Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan

Toluena Diisosianat dan Polipropilena Glikol 30 3.5.4 Sintesis Komposit IPN antara Poliuretan dan

Karet Alam SIR-10 31

3.5.5 Uji Persentase Ikat Silang Komposit IPN Poliuretan 31 Dan Karet Alam SIR-10

3.5.6Pembuatan komposit IPN Karet Alam SIR-10

dan Poliuretan Optimum dengan Penambahan TiO2 32 3.5.7 Uji Persentase Ikat Silang Komposit IPN Poliuretan dan

Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan TiO2 32

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 33

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Analisa Gugus Fungsi Poliuretan dengan FT-IR 33

4.2 Pembahasan 35

4.2.1 Analisa Sifat Mekanik IPN Poliuretan Dan Karet

Alam SIR-10 35

4.2.2 Analisa Sifat Mekanik IPN Karet Alam SIR-10

dan Poliuretan dengan Penambahan TiO2 38 4.3 Karakterisasi Persentase Ikat Silang 41

4.3.1 Karakterisasi Persentase Ikat Silang Komposit

IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan 41 4.3.2 Karakterisasi Persentase Ikat Silang Komposit

IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan dengan

Penambahan TiO2 42

4.4 Analisa Sifat Morfologi Komposit IPN dengan Uji SEM 42 BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 46

Daftar Pustaka 47


(3)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 SIR (Standard Indonesian Rubber) 18 3.1 Penambahan Poliuretan dan Karet Alam SIR-10 26 3.2 Perbandingan Penambahan NR-PU Dan TiO2 27 4.1 Hasil Identifikasi Serapan FT-IR Poliuretan 34 4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik IPN Poliuretan Dan Karet

Alam SIR-10

36

4.3 Hasil pengujian Sifat Mekanik IPN antara Karet Alam SIR-10 Dan Poliuretan Dengan Penambahan TiO2

38

4.4 Persentase Ikat Silang IPN antara Karet Alam SIR-10 Dan Poliuretan

41

4.5 Persentase Ikat silang Komposit IPN antara Karet Alam SIR-10 Dan Poliuretan dengan Penambahan TiO2


(4)

DAFTARGAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1. Klasifikasi IPN 9

2.2. Reaksi Isosianat Dan Alkohol Membentuk Uretan 11 2.3. Reaksi Golongan Isosianat Dengan Membentuk Urea 11 2.4. Poliuretan Yang Mengandung Unit-Unit Berulang

Uretan Dan Urea

11 2.5. Reaksi Fosfogena Dan Diol Membentuk Biskloroformat 12 2.6. Reaksi Biskloformat Dan Diamin Membentuk

Poliuretan

12 2.7. Reaksi Isosianat Dan Alkohol membentuk Uretan 13 2.8. Struktur (i) 2,4-TDI, (ii) 2,6-TDI 13

2.9. Struktur PPG 14

3.1. Spesimen Uji Berdasarkan ASTM D638 Tipe IV 26 4.1. Hasil Spektrum FT-IR Poliuretan 33

4.2. Reaksi Pembuatan Poliuretan 35

4.3. Grafik Uji tegangan Tarik (Stress) Komposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan (PU)

36 4.4. Grafik Uji Regangan Tarik (Strain) Komposit IPN karet

Alam SIR-10 dan Poliuretan (PU)

37 4.5. Grafik Modulus Elastisitas (Modulus Young) Komposit

Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan (PU)

37 4.6. Grafik Uji Tegangan Tarik (Stress) Komposit IPN

dengan Penambahan Titanium Dioksida

39 4.7. Grafik Uji Regangan Tarik (Strain) Komposit IPN

dengan Penambahan Titanium Dioksida

39 4.8. Grafik Modulus Elastisitas Komposit IPN dengan

Penambahan Titanium Dioksida

40 4.9. Hasil Foto SEM Dari Komposit IPN Karet Alam SIR-10

dan Poliuretan dengan penambahan Titanium Dioksida pada Perbandingan 66 : 34 phr dengan Perbesaran 300x dan perbesaran 600x

43

4.10. Hasil Foto SEM Dari Komposit IPN Karet Alam SIR-10 dan Poliuretan dengan penambahan Titanium Dioksida pada Perbandingan 82 : 18 phr pada Perbesaran 300x dan Perbesaran 600x


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1. Bahan-bahan Penelitian 49

2. Peralatan Penelitian 50

3. Hasil Penelitian 51

4. Perhitungan Nilai Stress (Tegangan) 53 5. Perhitungan Nilai Strain (Regangan) 54 6. Perhitungan Nilai Modulus Elastisitas (ModulusYoung) 54 7. Perhitungan Persentase Ikat Silang 54


(6)

DAFTAR SINGKATAN

FTIR : Fourier Transform Infrared

IPN : Interpenetrating Polymer Network NR : Natural Rubber

PPG : Polypropilane Glycol PU : Polyurethane

SEM : Scanning Electron Microscopy TDI : Toluena Diisosianat