Old But Gold

BAB II
LESSONS FROM THE PAST

Proses mencari dan menganalisa studi literatur maupun studi banding, menurut perancang
merupakan sebuah tahap yang krusial. Apa yang perancang dapatkan dan telaah
selanjutnya akan berpengaruh kepada desain pada proyek perancang dalam tugas PA6 ini.
Untuk itu, perancang berusaha mencari bahan pembelajaran bukan hanya dari segi
kuantitas saja, namun begitu juga dari segi kualitas.

Gambar 2.1 Hôtel-Musée Premières Nations (Sumber: www.archdaily.com, foto oleh:
Pierre Bélanger)

Contoh kasus hotel pertama yang perancang analisa adalah Hôtel-Musée Premières
nations (Gambar 2.1). Terletak di kota Wendake, di provinsi Quebec, Kanada, HôtelMusée Premières nations menawarkan penginapan bagi turis yang berkunjung ke kota
tersebut dan menikmati suasana tradisional nan bersejarah. Pada tahun 2007, Wendake
dinobatkan sebagai ibukota budaya Kanada oleh Departemen Darisan Kanada. Banyak
acara-acara festival tahunan yang diadakan di kota ini. Dari segi arsitektural, bentuk
bangunan hotel ini mengambil konsep dasar dari bentuk rumah tradisional Indian,

10
Universitas Sumatera Utara


11

spesifiknya suku Iroquois dan Algonquin yang konon merupakan suku mayoritas di
Kanada Timur. Banyaknya bukaan pada bangunan membuat pengunjung merasa dekat
dengan alam sekitar (Gambar 2.2). Penggunaan material kayu hampir pada semua sisi
bangunan kian menambah kesan tradisional.

Gambar 2.2 Salah satu bukaan pada bangunan (Sumber: www.archdaily.com, foto oleh:
Pierre Bélanger)

Terdapat juga sebuah danau buatan kecil yang mengalir dari sungai di pinggir lokasi hotel
ini. Danau ini melengkapi taman yang terdiri dari tanaman herbal (Gamber 2.3).

Gambar 2.3 Site Plan dari Hôtel-Musée Premières Nations (Sumber:www.archdaily.com)

Universitas Sumatera Utara

12


Contoh kasus proyek sejenis untuk studi banding ke dua perancang adalah Fullerton
Hotel di Singapura (Gambar 2.4). Alasan mengapa perancang memilih hotel ini untuk
ditelaah adalah karena bangunan hotel ini merupakan bangunan bersejarah di Singapura.
Terletak di muara Sungai Singapura, bangunan ini ketika pada zaman peperangan
merupakan sebuah benteng pertahanan. Pada tahun 1970-1995, bagunan ini digunakan
sebagai kantor pos pusat, hingga pada tahun 1997, Sino Land, sebuah grup pengembang
properti dan hotel membeli bangunan ini dan menjadikannya sebuah hotel mewah.
Restorasi krusial terhadap fasad bangunan dilakukan sehingga menyerupai tampak
bangunan pada mulanya bangunan tersebut didirikan. Namun restorasi yang dilakukan
tidak sembarangan, melainkan harus di bawah persetujuan URA (Urban Redevopment
Authority) Singapura. Bagian dalam dari bangunan ini juga direnovasi sehingga bisa
mengakomodasi sebagai hotel bintang 5. Kasus ini menurut perancang sangat menarik,
karena sang arsitek tersebut mampu mempertahankan sebagian besar dari bangunan ini
dan tetap memberikan kesan mewah.

Gambar 2.4 Hotel Fullerton, Singapura (Sumber: www.designsingapore.org)

Studi berikutnya dianalisa oleh perancang yaitu mengenai riverfront redevelopment.
Kasus yang perancang telaah adalah Sungai Singapura. Seperti Sungai Deli di Kota
Medan, Sungai Singapura juga pernah mengalami polusi sungai pada tingkat yang


Universitas Sumatera Utara

13

memprihatinkan. Sungai Singapura terkontaminasi oleh sampah yang mengakibatkan
Singapura tidak mampu mensuplai air bersih bagi negaranya sendiri hingga
mengharuskan mereka mengimpor air bersih dari negara tetangga.

Gambar 2.5 Perbandingan kondisi Sungai Singapura sebelum direvitalisasi (kiri) dan
Sungai Deli pada saat ini (kanan) (Sumber: bp.blogspot.com)
Pada tahun 1977, revitalisasi sungai menjadi perhatian utama oleh Perdana Menteri
Singapura, Lee Kuan Yew. Revitalisasi ini membutuhkan waktu 1 dekade, dan tentu saja
hal ini bisa terjadi karena partisipasi semua elemen, baik pemerintah, maupun
masyarakat. Kondisi tepi sungai Singapura kini menjadi potensi pariwisata yang sangat
baik, contohnya pada distrik Clarke Quay, di mana sepanjang tepi sungai di distrik
tersebut menjadi tempat kuliner (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Kondisi Sungai Singapura sekarang di distrik Clarke Quay
(Sumber: www.dreamstime.com)


Universitas Sumatera Utara

14

Setelah menganalisa studi banding yang telah perancang dapatkan, perancang
mendapatkan beberapa ide konsep yang akan diterapkan ke dalam proyek ini. Hal paling
utama yang menjadi perhatian perancang adalah bagaimana agar nantinya para turis yang
datang ke Istana Maimun benar-benar menikmati seluruh potensi yang ada pada lokasi
tersebut. Yang kedua adalah bagaimana proyek ini nantinya akan mempengaruhi Kota
Medan, baik dari segi pariwisata maupun perekonomian atau bahkan kualitas sosial.
Perancang ingin membuat lokasi historis ini menjadi sebuah lokasi yang ingin dikunjungi
oleh semua orang, baik turis luar negeri, maupun dalam negeri, sebuah lokasi yang
nantinya bisa dibanggakan. Oleh karena pemikiran seperti itu, perancang memilih Old but
Gold sebagai judul proyek perancang. Berdasarkan kamus Oxford, Old memiliki arti
sesuatu yang telah dibuat atau dibangun sejak lama dan Gold berarti sesuatu yang
dianggap berharga, cantik dan memiliki kualitas terbaik. Sesuatu yang tua, kerap
menimbulkan kesan usang, tidak terawat, kotor. Perspektif seperti ini perancang rasakan
ketika mengunjungi Istana Maimun. Lalu, bagaimana supaya Istana Maimun ini
kemudiannya bisa menjadi sesuatu yang berharga, yang bisa dibanggakan?


Dari studi banding yang pertama mengenai hotel di Kanada, perancang menilai
pendekatan arsitektural yang berbaur dengan kondisi sekitar sangat cocok untuk proyek
ini, di mana pengunjung bisa merasakan suasana Istana Maimun dengan maksimal. Lalu,
hal apakah yang harus perancang pertimbangkan supaya pengunjung benar-benar bisa
menikmati lokasi ini? Kenyamanan menjadi pertimbangan utama ketika merancang
sebuah bangunan yang berfungsi sebagai penginapan dan tempat tinggal. Pendekatan
arsitektural apakah yang harus perancang terapkan untuk menghasilkan rancangan yang
bisa berbaur dengan keadaan sekitar serta memberikan rasa nyaman kepada pengunjung?

Universitas Sumatera Utara

15

Melalui studi banding perancang yang ke dua, yaitu Fullerton Hotel, pikiran perancang
kembali terbuka bagaimana sang arsitek mampu merestorasi sebuah bangunan lama
menjadi fungsi yang baru tanpa melakukan perubahan yang besar. Tentu saja pada proyek
yang perancang kerjakan, perancang tidak bisa melakukan banyak hal selain mengubah
lantai 2 dari Istana Maimun menjadi galeri museum.


Studi banding perancang mengenai Sungai Singapura membuat perancang ingin
merancang tepi Sungai Deli menjadi sebuah tempat publik yang nyaman, di mana orangorang bisa saling berinteraksi, sehingga warga Kota Medan tidak lagi berkunjung ke mallmall untuk melepas kepenatan, melainkan ke sebuah tempat publik yang menyediakan
pemandangan yang nyaman dan santai. Dengan demikian, kualitas sosial warga Medan
juga bisa lebih baik dan tidak seperti sekarang yang cenderung konsumtif. Perancang juga
menaruh asa pada kondisi sungai di kota-kota di tanah air, tidak hanya di Kota Medan
saja.

Partisipasi pemerintah, masyarakat, developer, dan juga arsitek sangat penting untuk
menciptakan kondisi sungai yang baik. Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam
merealisasikan kebijakan yang berkaitan dengan sungai, salah satunya yaitu peraturan
sempadan sungai. Meskipun telah ada peraturan yang mengatur hal itu, namun masih
terdapat permukiman kumuh di sepanjang aliran sungai, salah satunya Sungai Deli di
Kota Medan. Pelanggaran lain yang perancang lihat di Kota Medan yaitu adanya
bangunan yang menggunakan sempadan sungai sebagai bagian dari bangunan tersebut.
Masalah ini tidak hanya bisa menyalahkan salah satu pihak, sudah saatnya bagi kita
semua untuk menyadari betapa pentingnya menjaga kebersihan sungai.

Universitas Sumatera Utara