Pengelolaan Sumber Daya Laut (Studi Deskrifip Terhadap Nelayan di Desa Bogak Kec. Tanjung Tiram Kab. Batubara)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang berbeda-beda dan
merupakan negara kepulauan. Dalam catatan sejarah Bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu sudah dikenal dengan jiwa baharinya. Jika dilihat dari luas wilayah
Indonesia yang sebahagian merupakan lautan maka, potensi ekonomi di Indonesia
banyak dari wilayah pesisir dan lautan yang terdiri dari berbagai macam kekayaan
alam dari laut diantaranya, seperti sumber daya perikanan, hutan mangrove,
kekuatan ombak untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL),
minyak, gas maupun pariwisata bahari.
Sumatera Utara merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang memiliki
garis pantai yang cukup luas dan dibarengi dengan potensi kelautan yang cukup
banyak. Potensi kelautan dan perikanan Sumatera Utara terdiri dari potensi
perikanan tangkap dan perikanan budidaya, dimana potensi perikanan tangkap di
Selat Malaka sebesar 276.030 ton/tahun dan potensi di Samudera Hindia sebesar
1.076.960 ton/tahun. Sedangkan produksi perikanan budidaya terdiri budidaya
tambak 20.000 Ha dan budidaya laut 100.000 Ha, budidaya air tawar 81.372,84
Ha dan perairan umum 155.797 Ha, kawasan Pesisir Sumatera Utara mempunyai
panjang pantai 1300 Km yang terdiri dari panjang Pantai Timur 545 Km, panjang

Pantai Barat 375 Km dan Kepulauan Nias dan pulau-pulau baru sepanjang 350
Km.(http://dkp.sumutprov.go.id/uptd_1_profil.php?kat=potensi (akses09–112015)

1
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan wilayah pengembangan kelautan dan perikanan di Provinsi
Sumatera Utara dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan yang terdiri dari :
1. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara
Terdiri dari 12 kabupaten/kota yang berada di wilayah Pantai Barat yaitu
Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias
Utara, Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten
Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan,
Kabupaten

Padang

Lawas,

Kabupaten


Padang

Lawas

Utara.

Dimana potensi pengembangan pada wilayah ini adalah penangkapan ikan,
pengolahan ikan. Budidaya laut yang terdiri dari rumput laut, ikan kerapu dan
kakap, budidaya tawar yang terdiri dari mas, nila, lele, patin, gurame, tawes dan
nilam. Budidaya tambak yang terdiri dari udang vaname, udang windu, kerapu,
kakap, bandeng.
2. Wilayah Dataran Tinggi Sumatera Utara
Kabupaten/kota yang termasuk pada wilayah dataran tinggi Sumatera
Utara adalah wilayah yang berada di wilayah tengah Provinsi Sumatera Utara
yang terdiri dari 10 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten
Toba Samosir, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Samosir, Kabupaten
Humbang Hasundutan, Kabupaten Simalungun, Kota Pematang Siantar, Kota
Tebing Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat. Sedangkan Potensi Pengembangan
pada wilayah ini terdiri dari penangkapan ikan di perairan umum, pengolahan

ikan. budidaya air tawar yaitu nila, mas, lele, patin dan gurame.

2
Universitas Sumatera Utara

3. Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara
Terdapat 11 Kabupaten/Kota yang termasuk pada wilayah Pantai Timur
Sumatera Utara yang terdiri dari Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten
Serdang Bedagai, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Asahan, Kabupaten
Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara,
Kabupaten Batu Bara, Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Dimana potensi
pengembangan di wilayah Timur Sumatera Utara adalah penangkapan ikan,
pengolahan ikan. Budidaya Laut yang terdiri dari kerapu, kakap, dan kerang hijau,
Budidaya Tawar yaitu Mas, Nila, Lele, Patin, Gurame, Grass carp, Lobster air
tawar, Bawal tawar dan Ikan hias, Budidaya Tambak yaitu Rumput Laut, Udang
Vaname, Udang Windu, Kerapu, Kakap, Bandeng, sedangkan Budidaya perairan
umum yaitu Mas, Nila dan lainnya.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di Kabupaten
Batu Bara. Secara geografis, posisi daerah ini cukup strategis. Merupakan salah
satu kabupaten di Sumatera Utara dengan luas wilayah 92.220 hektare terdiri dari

tujuh kecamatan yakni Air Putih, Limapuluh, Medang Deras, Sei Balai, Sei Suka,
Talawi, dan Tanjung Tiram. Kabupaten yang letaknya lebih kurang 145 km arah
tenggara Kota Medan ini berbatasan dengan Bandar Khalipah (Kabupaten
Serdang Bedagai) dan Selat Malaka di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan
dengan Meranti (Kabupaten Asahan) dan Ujung Padang (Kabupaten Simalungun),
di sebelah barat berbatasan dengan Bosar Maligas, Bandar, Bandar Masilam,
Dolok Batunanggar (Kabupaten Simalungun) dan Tebing Tinggi (Kabupaten
Serdang Bedagai). Sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Air Joman
(Kabupaten Asahan) dan Selat Malaka.
3
Universitas Sumatera Utara

Masyarakat pesisir yang tinggal di Kabupaten Batu Bara dalam hal ini
memiliki berbagai macam cara mengelolah hasil dari sumberdaya alam yang ada
di laut. Ada banyak cara masyarakat Kabupaten Batu Bara untuk memanfaatkan
dan mengelola sumber daya tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dimulai
dari suatu pemikiran yang diterapkan oleh masyarakat pesisir di Kabupaten BatuBara untuk mengolah hasil laut dengan baik dan bijaksana.
Pada masyarakat di Kabupaten Batu Bara tepatnya di Desa Bogak yang
berdekatan dengan pelabuhan Tanjung Tiram atau Pelabuhan Bom dalam usaha
pengelolaan sumberdaya laut yang dilihat dari tangkapannya tidak hanya ikan

melainkan udang, cumi dan lainya. Ada pun diantaranya, udang diolah menjadi
terasi dan ikan bukan hanya dijual langsung ke pasar tetapi ada yang diasinkan.
Bahkan bila hasil tangkapan yang rusak atau busuk maka akan diolah menjadi
pakan untuk ikan karena sebagian masyarakat juga mempunyai tambak ikan.
Di sisi lain dalam usaha melestarikan dan menjaga sumberdaya laut
masyarakat Kabupaten Batu Bara muncul sebuah kepercayaan bahwa di dalam
laut tersebut, terdapat roh yang menghuni laut tersebut dan menjadi tugas mereka
untuk menjaga ketenangan roh dan tempat dimana roh itu berada. Masyarakat
tidak ingin hasil laut mereka rusak atau berkurang karena ulah manusia itu sendiri
dan juga mengangap laut adalah bagian dari kehidupan masyarakat lokal. Namun,
seiring berjalannya waktu kerusakan lingkungan laut dan pesisir mencapai
ambang batas kekhawtiran cukup tinggi, semua ini terjadi disebabkan oleh sering
kali dalam proses mendapatkan sumber daya laut ada beberapa warga masyarakat
yang menggunakan bahan peledak, pukat harimau, pukat grandong ataupun alat

4
Universitas Sumatera Utara

tangkap ikan lainnya yang dalam pengoprasiannya sering kali merusak habitat
ikan itu sendiri.

Akibat hal tersebut, tentu saja mengurangi hasil tangkapan yang diperoleh
dari laut. Sumber daya laut yang dulunya sangat melimpah akan menjadi barang
yang sulit dicari jika dalam pemanfaatannya tidak diolah dengan baik. kegiatan
eksploitasi penangkapan ikan secara berlebih yang memberikan dampak negatif
pada tingkat kelimpahan ikan dan jumlah jenis-jenis ikan sebenarnya sudah
dilarang dan sudah dibuat undang-undangnya yaitu UU no 4 tahun 1982. Dalam
Undang-undang nomor 4 tahun 1982 tersebut dikatakan bahwa
“Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup yang termasuk di dalamnya manusia
dan perilaku yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. 1”

Dalam pengelolaan sumber daya laut masyarakat Kabupaten Batu Bara
memiliki beberapa cara tradisional untuk menangkap ikan. Cara tradisional
tersebut merupakan bagian dari sebuah kristalisasi pengalaman masyarakat selama
bertahun-tahun dalam menghadapi alam tempatnya tinggal atau yang biasa kita
sebut sebagai kearifan lokal. Lebih jelasnya lagi kearifan lokal adalah
pengetahuan suatu kelompok masyarakat terhadap pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam, dan pengetahuan tersebut dapat diperolah dari pengalaman
masyarakat ataupun pengetahuan dari luar. Ada pun menurut Haryati Soebadio

Kearifan Lokal itu sendiri pun merupakan identitas atau kepribadian suatu suku

1

Nurma Ali Ridwan M. Ag., landasan kelilmuan kearifan lokal. (jurnal Studi islam dan budaya,
volume 5, nomor 1, juni 2007) 1

5
Universitas Sumatera Utara

bangsa dengan demikian membuat bangsa tersebut dapat menyerap dan mengolah
pengetahuan dari luar atau budaya asing sesuai dengan pemikiran, watak dan
kemampuan mereka sendiri 2.
Ada banyak kegitan-kegiatan masyarakat lokal dalam mengelolah sumber
daya alam yang berbasis kearifan lokal terutama pada masyarakat pesisir yang
sumber kehidupan mereka berasal dari laut diantaranya, kearifan lokal Ritual
Petik Laut yang berasal dari masyarakat nelayan Sendang Biru, Malang. Ritual ini
dilakukan setiap tahunnya yang jatuh pada tanggal 27 September. Upacara ini
dilakukan untuk menunjukan rasa syukur atas hasil panen laut yang berlimpah,
selain itu ritual ini merupakan bagian dari adat istiadat dan kebudayaan mereka.

Sementara itu pada masyarakat di Kabupaten Batu Bara mengenal kearifan
lokal dalam bentuk Ritual Jamu Laut. Ritual Jamu Laut merupakan tradisi
masyarakat pesisir, yang sudah hampir punah. Hanya sebagian kecil desa yang
masih melakukannya secara reguler. Di beberapa desa, terkadang masih
melakukannya yang disponsori pihak luar namun telah kehilangan sakralitasnya.
Di Kabupaten Batu Bara, hanya ada beberapa desa yang masih tetap ikut
melaksanakannya. Ritual Jamu Laut yang dilaksanakan di Kabupaten Batu Bara
merupakan bahagian dari kearifan lokal, karena sebagai bentuk hubungan yang
harmonis manusia dengan alam.
Masyarakat mengkonsepsikan bahwa di alam dan sekitar pemukiman serta
tempatnya mencari nafkah (muara, laut dan hutan) juga dihuni oleh mahluk lain
yang memiliki kekuatan supranatural. Mahluk ini dengan kekuatannya dapat
2

http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-kearifan-lokal-lengkap.html (akses 10:27
wib. 13-09-2015)

6
Universitas Sumatera Utara


memberikan kebaikan berupa hasil tangkapan yang berlimpah, tetapi juga
berbagai penyakit yang bisa menyebabkan kematian. Sikap terbaik dalam
konsepsi masyarakat adalah membangun hubungan yang harmonis dengan
mahluk tersebut melalui cara tidak merusak alam dan memberikan makanan
melalui Ritual Jamu Laut.
Banyaknya kearifan lokal masyarakat Kabupaten Batu Bara dalam
mengelola sumberdaya laut nya menjadi garis besar topic penelitian ini. Peneliti
merasa permasalahan ini sangat penting untuk dijelaskan mengingat gerak laju
perkembangan zaman saat ini yang sangat cepat dan dinamis membuat kehidupan
para nelayan semakin terhimpit oleh pengelolaan sumberdaya laut yang tidak
teratur. Mendeskripsikan secara luas merupakan tugas penting bagi peneliti dan
diharapkan penelitian ini akan membawa banyak manfaat untuk banyak pihak.
1.2. Tinjauan Pustaka
Manusia memiliki budaya yang tidak lepas dari bagian lingkungan biotik
dan abiotik, sehingga untuk tujuan kelestarian alam dan kelestarian manusia
menjaga keseimbiangan antara ke tiga unsur tersebut budaya, lingkungan biotik
dan abiotok. Ruang aktivitas hidup manusia akan dipengaruhi oleh kondisi cuaca,
iklim, air, tanah, tumbuhan dan hewan. Maka dengan ini menunjukan aktifitas
budaya manusia tidak boleh menyebabkan rusaknya atau terganggunya
lingkungan biotik dan abiotik sebagai sumber daya untuk memenuhi semua

aktivitas hidup manusia (Hillmanto, 2010: 33-36)
Berdasarkan hal di atas, terkait dengan antropologi yang menekankan
bahwa cara hidup makhluk manusia yang tercermin dalam pola-pola tindakan

7
Universitas Sumatera Utara

(action)dan kelakuannya (behaviour) merupakan aspek penting sebagai objek
penelitian

dan

analisisnya.

Koetjaraningrat

mendefenisikan

kebudayaan


merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Selanjutnya Honigman membedakan ada fenomena kebudayaan atau wujud
kebudayaan, ialah sistem budaya, sistem sosial dan artefak atau kebudayaan fisik.
Kemudian membagi kebudayaan meliputi bagian yang tampak (Overt Culture)
yaitu yang dapat dilihat oleh panca indra dan bagian yang tidak tampak (Covert
Culture) yaitu ide atau gagasan dan sesuatu yang abstrak (Poerwanto, 2010: 5154). Kebudayaan dalam hal ini dijadikan pedoman bagi masyarakat untuk
menginterpretasikan lingkungan seperti melakukan pengelolahan lingkungan itu
sendiri.
Berbicara mengenai pengelolaan, tentu sangat berhubungan dengan sistem
pengetahuan masyarakat dan pengetahuan ini merupakan ide atau gagasan abstrak
yang selanjutnya berwujud pengelolaan lingkungan contohnya pengelolahan
sumberdaya laut yang berbasis kearifan lokal. Sumberdaya laut merupakan mata
pencaharian masyarakat pesisir. Menurut Naping 3, dengan sistem pengetahuan
yang dimiliki masyarakat pesisir tersebut menyebabkan mereka sudah biasa
dengan kehidupan laut. Selain itu, kegiatan masyarakat pesisir terutama nelayan
menangkap ikan dan mengolah sumberdaya laut, bukan hanya merupakan
kegitatan rutin dengan semata-mata tumpuan ekonomi keluarga, tetapi juga
ditempatkan sebagai suatu kebulatan yang memberi arti hidup dan kehidupan
secara luas.
3

Agus Budi Wibowo, dkk, sistem pengetahuan kenelayanan pada masyarakat nelayan Aceh besar.
(Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, Banda Aceh:2000), 2

8
Universitas Sumatera Utara

Dalam kerangka fikir ini para nelayan menempatkan kegiatan melaut
mereka dalam konteks nilai budaya mereka. Pengetahuan nelayan terakumulasi
dalam sejarah dan pengalaman mereka melalui proses sosialisasi. Kegiatan dan
pengetahuan kenelayanan diwariskan dan dialihkan pada generasi berikutnya.
Menurut Supriharyono 4 Pengelolahan sumberdaya alam pada hakikatnya adalah
suatu proses pengontrolan tindakan manusia atau masyarakat di sekitar kawasan
pesisir agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana
dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan.
Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir pada dasarnya memiliki tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat (social well-being) secara
berkelanjutan, terutama komunitas masyarakat lokal yang bermukim di wilayah
pesisir (coastal zone). Oleh karena itu, dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir,
aspek ekologi dalam hal kelestarian sumberdaya dan fungsi-fungsi ekosistem
harus dipertahankan sebagai landasan utama untuk mencapai kesejahteraan
tersebut 5.
Menurut kesepakan Internasional, wilayah pesisir didefenisikan sebagan
wilayah pemeliharaan antara laut dan daratan, ke arah darat mencangkup daerah
yang masih terkena pengaruh percikan air laut pasang surut, dan ke arah laut
meliputi daerah paparan benua (countinental shelp) 6. Wilayah pesisir adalah
wilayah yang mempunyai sumberdaya dari hasil laut. Sumber daya laut
4

Stefanus Stanis, Dkk, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Melalui pemberdayaan kearifan
lokal di kabupaten lembata Propinsi nusa tenggara timur. (Jurnal Pasir Laut, Vol.69 2, No.2, Januari 2007 :

67-82)
5

Bahtiar, Kearifan Lokal Orang Bajo dalam Pengelolaan Sumber Daya Laut. (Jurnal Seni
Budaya, Volume 27, Nomor 2, Juli 2012
p 178 – 185)
6
Indra Surya Darma, lembaga pengolahan sumberdaya pesisir dan laut. (Skripsi Fisip USU,
Medan, 2008) 7-9.

9
Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi kondisi pengetahuan masyarakat. Terdapat beberapa pengetahuan
lokal masyarakat pesisir dalam mengelola sumberdaya laut atau pesisir yang
berdampak positif bagi lingkungan dan kehidupan sehingga lingkungan sumber
daya laut tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Pengetahuan lokal masyarakat pesisir adalah bagian dari budaya maritim.
Secara struktural budaya Maritim masyarakat kita telah berlaku secara turun
temurun. Seperti Ritual Jamu Laut di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara. Ritual Jamu Laut ini merupakan pengetahuan lokal dalam
pengelolahan sumberdaya laut dan pengelolahan yang berbasisi karifan lokal.
Banyaknya terminologi yang mengandung makna sebagai kearifan lokal yaitu
local wisdom (kearifan lokal), local knowledge (pengetahuan lokal), indigenous
technical knowledge (pengetahuan teknis pribumi), indigenous knowledge
(pengetahuan pribumi), traditional knowledge (pengetahuan tradisional), social
capital (modal sosial), dan juga ecologi wisdom (kearifan lingkungan).
Sementara di Indonesia sering digunakan istilah kearifan lokal (local
wisdom). Keragaman terminologi diatas merupakan cerminan adanya variasi
epistemologis dan ideologis yang mendasarinya. Potensi kearifan lokal diatur
dalam Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang pengelolahan lingkungan hidup
di defenisikan sebagai “nilai-nilai leluhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengolah lingkungan hidup secara
lestari” 7

7

undang-undang republik indonesia Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup Dengan rahmat tuhan yang maha esa Presiden republik indonesia(PDF)

10
Universitas Sumatera Utara

Pengelolaan berbasis kearifan lokal merupakan sistem pengetahuan dari
masyarakat. Kearifan Lokal menurut Keraf 8
“bahwa kearifan lokal/tradisional adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yanag menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis. Dijelaskan pula bahwa
kearifan lokal/tradisional merupakan bagian dari etika dan
moralitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan
moral apa yang harus dilakukan, bagaimana harus bertindak
khususnya di bidang pengelolaan lingkungan dan sumberdaya
alam.”
Kearifan lokal sesungguhnya merupakan bagian dari etika dan moralitas
yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus
dilakukan,

bagaimana

harus

bertindak

khususnya

dibidang

pengelolaan

lingkungan dan sumberdaya alam. Bahasan ini sangat membantu kita dalam hal
mengembangkan perilaku, baik secara individu maupun secara kelompok dalam
kaitan dengan lingkungan dan upaya pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu
membantu kita untuk mengembangkan sistem sosial politik yang ramah terhadap
lingkungan serta mengambil keputusan dan kebijakan yang berdampak terhadap
lingkungan atau sumberdaya alam termasuk sumberdaya alam pesisir dan laut.
Etika yang berarti adat istiadat atau kebiasaan, dalam arti kebiasaan hidup
yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau pada kelompok
masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi yang lain (Keraf, 2002). Kebiasaan hidup yang baik ini

8

Stefanus Stanis, Dkk, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Melalui pemberdayaan kearifan
lokal di kabupaten lembata Propinsi nusa tenggara timur. (Jurnal Pasir Laut, Vol.69 2, No.2,
Januari 2007 : 67-82)

11
Universitas Sumatera Utara

kemudian dibakukan dalam bentuk kaidah, aturan, norma yang disebarluaskan,
dikenal, dipahami dan diajarkan dalam masyarakat.
Oleh karena itu etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan
tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia dan juga etika
dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baikburuknya perilaku manusia yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang
harus dihindari.
Dijelaskan pula bahwa kearifan lokal/tradisional bukan hanya menyangkut
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi
yang baik di antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan,
pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di
antara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Pengertian di atas
memberikan cara pandang bahwa manusia sebagai makhluk integral dan
merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta perilaku penuh tanggung jawab,
penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam
semesta serta mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang
biosentrisme dan ekosentrisme.
Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial
masyarakat, dapat dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari satu
generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola
perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun terhadap alam. Menurut
Nababan (2003), mengatakan bahwa masyarakat adat umumnya memiliki sistem
pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan ditumbuh-kembangkan

12
Universitas Sumatera Utara

terus-menerus secara turun temurun. Pengertian masyarakat adat disini adalah
mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan
religius yang erat dengan lingkungan lokalnya.
Karakteristik Sosial dan Sistem Pengetahuan Masyarakat Pesisir
Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris
karena perbedaan sumberdaya yang mereka hadapi atau miliki. Masyarakat
agraris menghadapi sumberdaya yang terkontrol yakni lahan untuk memproduksi
suatu jenis komoditas dengan hasil yang dapat diprediksi. Dengan sifat yang
demikian memungkinkan tetapnya lokasi produksi sehingga menyebabkan
mobilitas usaha yang relatif rendah dan faktor resiko pun relatif kecil. Tohir
(2002), mengemukakan bahwa terdapat fenomena yang menarik mengenai
melimpahnya sumberdaya alam laut dengan masih rendahnya minat masyarakat
pesisir untuk mengeksplorasi kekayaan laut.
Lebih lanjut, Tohir (2002), mengatakan fenomena ini jika dicermati secara
mendalam maka sebenarnya terdapat fakta bahwa masyarakat pesisir yang
bermatapencaharian sebagai nelayan maupun melakukan aktivitas hidup di laut
jumlahnya relatif kecil dibanding dengan yang beberja sebagai petani sawah,
maupun jasa. Hal ini berarti jenis-jenis matapencaharian masyarakat pesisir
heterogen dan warga masyarakat yang memilih sebagai nelayan atau melakukan
aktivitas di pesisir pada dasarnya masih merupakan kelompok kecil saja. Dari
jumlah yang relatif kecil itu, dilihat dari tingkat kesejahteraan hidupnya rata-rata
masih belum menggembirakan karena sebagai nelayan kecil mereka menghadapi
berbagai keterbatasan.

13
Universitas Sumatera Utara

Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di
Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir
laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil
laut dan tinggal di desa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya 2002). Ciri
komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut :
a. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala
aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau mereka yang
menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
b. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong
royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting
pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan
pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau
tanggul penahan gelombang di sekitar desa.
c. Dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan
berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki keterampilan sederhana.
Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang di turunkan oleh
orang tua, bukan yang dipelajari secara profesional.
Dari bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas
yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang
bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat,
sedangkan komunitas yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil
biasanya menggunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga
produktivitas kecil. Sementara itu kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar

14
Universitas Sumatera Utara

juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka.
(Sastrawidjaya 2002)
Subri (2005) nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan
buruh/anak buah kapal, nelayan juragan (Toke) dan nelayan perorangan. Nelayan
buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain,
sedangkan nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang
dioperasikan oleh orang lain. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki
peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang
lain.

1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya
maka masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengelolahan sumber daya laut dilakukan oleh nelayan di Desa
Bogak, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara ?
2. Bagaimana tradisi Jamu Laut apa yang dilakukan oleh masyarakat pesisir
di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dalam
upaya pelestarian ekosistem laut di daerah tersebut ?

15
Universitas Sumatera Utara

1.4. Tujuan Dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya
pengetahuan yang ada pada masyarakat pesisir atau nelayan yang melakukan
pengelolahan sumberdaya laut dengan pengetahuannya agar dalam pengelolahan
sumberdaya laut tidak merusak kelestarian laut dan menjaganya agar
kelangsungan sumberdaya laut tidak terhenti. Sehingga sumberdaya laut tersebut
dapat dimanfaatkan dalam waktu jangka panjang, serta menjelaskan sejauh mana
kearifan lokal tersebut berpengaruh pada peningkatan kualitas lingkungan tempat
dimana sumber daya laut tersebut berada.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai pengetahuan bagi peneliti
sendiri dan pembaca dalam hal ini masyarakat luas untuk mengetahui bagaimana
kearifan lokal yang ada pada masyarakat pesisir di Kabupaten Batubara dalam
pengelolahan sumberdaya laut terutama perikanan yang dilihat dari pengetahuan
masyarakat setempat, menambah pengetahuan tentang pengelolahan sumberdaya
alam yang sejalan dengan pelestarian dan juga pengetahuan-pengetahuan tersebut
akan terus dilestarikan dan dilaksanakan terus-menerus untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pesisir.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1 Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
kehidupan suatu komunitas masyarakat yang akan diteliti. Tujuan utama dari
observasi adalah melihat kegiatan-kegiatan masyarakat pesisir dalam mengelolah
ekosistem laut. Sebelum melakukan observasi lebih luas, peneliti terlebih dahulu
16
Universitas Sumatera Utara

membangun rapport dengan informan. Membangun raport adalah salah satu cara
membangun hubungan kedekatan yang harmonis antara peneliti dengan informan
agar tidak menimbulkan jarak antara keduanya sehingga lebih mempermudah
dalam kegiatan penelitian.
Pada saat melakukan observasi, peneliti diharuskan melihat dengan detail
kegiatan–kegitan masyarakat atau dilakukan masyarakat, pengambilan gambar
sebagai alat bantu dalam pengamatan dan nantinya sebagai data pendukung
terutama pengelolahan sumberdaya laut masyarakat pesisir di Desa Bogak,
Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara. Dengan cara tersebut peneliti
data dari pemahaman dan pengamatan yang didapat dari pemikiran masyarakat
yang diteliti (emic view).
Secara spesifik dalam penelitian ini peneliti mengobservasi Tempat
Pelelangan Ikan yang ada di Desa Bogak. Observasi yang dilakukan di Tempat
Pelelangan Ikan bertujuan untuk melihat aktifitas jual beli ikan. Peneliti juga
melakukan observasi di tempat sandar kapal, rumah nelayan, dan lokasi biasa
diadakannya Jamu Laut.

1.5.2 Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth
interview). Burhan Bungin (2007:111) metode wawancara mendalam adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab,
sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lama. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan
kelengkapan data dalam mengelolah sumberdaya laut di Desa Bogak sehingga

17
Universitas Sumatera Utara

peneliti juga mampu mengetahui apa hasil yang mereka rasakan dengan
mengelolah sumberdaya laut terutama ikan yang mereka lakukan dengan
pengetahuan yang mereka terapkan.
Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang disusun sebelum
melakukan penelitian, selanjutnya akan ada pertanyaan berkembang berdasarkan
jawaban atau tanggapan dari responden. Keseluruhan data yang diperoleh direkam
dengan menggunakan alat perekam (recorder), kemudian catatan–catanan
lapangan yang sudah dirapikan (field note) sebelum disempurnakan dalam bentuk
laporan. Field note adalah catatan yang diperoleh dari hasil wawancara maupun
pengamatan yang ditemukan di lapangan sebagai acuan atau pedoman dalam
menuliskan laporan. Hal ini sangat penting bagi si peneliti dalam penelitian
kualitatif dengan melihat informasi yang telah diperoleh sebelumnya untuk
melakukan analisa data dalam menyusun hasil laporan. Adapun informan yang
sudah peneliti wawancarai adalah Bapak Yusuf sebagai informan kunci pertama
bagi peneliti, Bapak Ibrahim sebagai informan kunci Nelayan Tradisional
kemudian Bapak Sarbaini, Bapak JM, Bapak Khidir dan Bapak Sulaiman sebagai
informan tambahan untuk melengkapi data-data yang ada.

1.5.3 Analisis data
Semua data–data yang diperoleh dari hasil obsevasi dan wawancara di
lapangan akan dianalisis secara kualitatif. Dalam proses analisis data berdasarkan
apa yang didapat dari pengamatan di lapangan yang telah dijelaskan dalam bentuk
catatan, wawancara yang didapat dan hasil pengambilan foto–foto selama

18
Universitas Sumatera Utara

dilapangan dan sumber–sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti yang didapat dari buku majalah dan sumber lainnya.
Pada proses analisa data peneliti melakukan analisi yang dilakukan
langsung di lapangan. Peneliti langsung menganalisa setiap jawaban yang didapat
dari hasil wawancara untuk melihat apakah data yang didapat tersebut sesuai
dengan fokus pada masalah penelitian selanjutnya hasil–hasil data dilapangan
tersebut disusun sesuai dengan fokus yang menjadi masalah penelitian dan
kemudian peneliti akan melakukan tahap pendeskripsian terhadap masalah yang
diteliti.
1.6. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara. Pemilihan penelitian dilokasi tersebut karena Desa Bogak
ini merupakan tempat dimana Pelabuhan Tanjung Tiram berada dan merupakan
tempat aktifitas nelayan yang ada di Desa Bogak. Di samping itu Desa Bogak juga
merupakan tempat pelaksanaan suatu ritual yang berkaitan dengan aktifitas
nelayan yang dilaksanakan sebagai rasa syukur dan menjaga ekosistem laut.
1.7. Pengalaman Penelitan
Pada hari pertama untuk melakukan penelitan lapangan yang tepatnya di
Desa Bogak, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, saya melihat
sekeliling setibanya di lokasi. Awalnya saya hanya melihat deretan kebun kelapa
sawit, sedikit lebih dekat dari lokasi penelitian, saya melihat sebelah kanan saya
sambil mengendarai sepeda motor ada beberapa tambak yang dikelola oleh
masyarakat setempat. Awalnya saya tidak merasa terheran untuk hal itu, karena

19
Universitas Sumatera Utara

saya masih berfikir itu hal yang biasa pada masyarakat pesisir jika memiliki
tambak. Saya sambil terus berjalan menuju lokasi yaitu rumah informan saya dan
mulai terlihat kapal bersandar ketika saya melewati jembatan.
Berapa saat pun saya sampai di rumah informan saya, pada saat itu saya
tidak sendirian. Namun, bersama orangtua saya dalam melakukan kunjungan di
rumah informan penelitian saya untuk melakukan penelitan skripsi. Di hari
pertama ini saya hanya banyak mengobrol dengan informan saya dan juga dengan
orangtua saya. Saya pun sempat mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait
dengan penelitian skripsi saya terutama ritual yang dilakukan masyarakat
setempat yang di sebut dengan jamu laut. Di hari pertama ini tidak begitu banyak
data yang didapat karena hari ini hanya banyak mengobrol saja dengan informan
saya tersebut. Hari terlihat sudah sore dan saya dengan orang tau saya
memutuskan untuk kembali sebelum malam menjelang, sembarinya di jalan
terlihat bekas tambak yang tidak terpakai lagi dan tampak hamparan tanah kosong
begitu saja.
Pada hari kedua penelitian saya pergi pada pagi hari, yaitu pada pukul
09.00 pagi, dari Kota Kisaran menuju Kabupaten Batu Bara. Untuk hari ini saya
pergi dengan seorang diri dengan mengendarai sepeda motor. Ketika saya sampai
di sana saya langsung menyambangi rumah informan saya yang pertama dan pada
hari sebelumnya sudah pernah bertemu denganya. Seperti biasa pada umunya
ketika bertamu membicarakan hal- hal yang ringan, biasa orang–orang banyak
mengatakan dengan istilah basa-basi. Akhirnya tak lama kemudian saya
mengajukan pertanyaan kepada informan saya terkait dengan judul awal skripsi
saya tentang Pengelolaan Sumber Daya Laut di desa Bogak Kecamatan Tanjung
20
Universitas Sumatera Utara

Tiram, Kabupaten Batu Bara. Saya terus memberikan pertanyaan kepada informan
saya melalui panduan interview dan pertannyaan yang muncul secara spontanitas.
Dan ketika itu juga informan tersebut memberikan penjelasannya secara jelas,
walaupun terkadang sulit dipahami karena ketika ia berbicara terdapat kata–kata
dengan bahasa melayu pesisr, itu salah satu hal yang menyulikan saya untuk
memahami apa yang ia maksud dalam pernjelasananya terkait dengan pertanyaan–
pertanyaan yang saya berikan terhadapnya. Bahkan saya terkadang juga bisa
mengulangi pertanyaan yang sama kepada beliau. Di sela–sela wawancara
informan saya berdiri dari bangkunya dan mengambail sesuatu dari yang ia
simpan dari lemari tepat diruang tamunya. Saya merasa heran sekaligus penasaran
apa yang cari dalam lemari itu, tak beberapa saat kemudian iya kembali dan
ternyata yang ia bawa dan di tunjukan dengan saya sebuah miniatur kapal nelayan
yang berukuran besar. Ternyata ia mengeluarkan itu untuk membantu ia dalam
menjelaskan apa yang saya ingin tahu. Memang terlihat sederhana kapal miniatur
yang ia tunjukan kepada saya, tetapi dengan adanya itu saya terbantu untuk
mudah memahami apa yang ia jelaskan kepada saya. Tak terasa sudah beberapa
jam berlalu dan saya dan informan saya tidak terlalu membahas apa yang saya
tanyakan. Namun, kami hanya berbiacara hal–hal yang ringan saja sambil
bercanda–canda. Hari sudah menjelang sore saya pun memutuskan pamit pulang.
Pada hari ketiga untuk saya kelapangan. Seperti biasa berangkat pagi dari
kisaran menuju kabupaten Batubara. Sesampai disana saya singgah sebentar di
rumah informan saya yang pertama tepatnya di kecamatan talawi desa Selebar
Dahari. Kali ini saya memutuskan untuk berjalan menelusuri sekitar desa Dahari
Selebar. Banyak terlihat bahwa pada masyarakat sekitar tidak hanya berkerja

21
Universitas Sumatera Utara

sebagai nelayan saja. Namun, ada beberapa berinisiatif untuk membuka dekai
kecil - kecilan untuk menambah pengasilan ini saya ketahui karena saya sempat
bertanya – tanya tentang masyarakat disini. Sehabis itu saya kembali ke rumah
informan saya yang pertama, sesampainya saya juga sempat menanyakaan
bagaimana masyarakat disini terkait untuk kebutuhan ekonomi dan ternyata ada
juga masyarakat disini sebagai petani sawit ada milik sendiri dan ada juga hanya
menjaga milik orang lain. Langit sore pun mulai terlihat dan saya memutuskan
kembali ke kota kisaran dimana saya tinggal.
Pada hari ketiga ini saya langsung menuju kerumah infoman saya yang
pertama kalinya untuk mengali kembali data data yang ingin saya ketahui.
Perjalan kali ini cukup melelahkan karena terik matahari begitu panas, di tambah
lagi lokasi penelitian dekat dengan laut. Sebelum saya berangkat saya sudah
berjanji ke pada informan saya untuk memastikan saya bisa ketemu dengannya.
Sesampai disana saya langsung di awali dengan obrolan riangan, obrolan terus
belanjut dan saya pun mulai bertanya hal–hal terkait apa yang saya cari terutama
tentang alat tangkap yang digunakan saat melaut dan ukuran–ukuran kapal yang
digunakan. Saya sedikit terheran ketika ia memaparkan alat–alat tangkap yang
banyak digunakan pada masyarakat yang tinggal dekat dengan Pelabuhan Tanjung
Tiram ini atau yang biasa masyarakat sebut Pelabuhan Bom. Salah satu alat
tangkap yang digunakan adalah Pukat. Namun, saya pun ketika saat itu tidak
mencoba menggali lebih dalam akan terkait alat tersebut karena saya pun belum
tahu sepenuhnya tentang alat yang dilarang digunakan untuk menangkap ikan di
sisi lain juga informan saya mangakui pukat tersebut merupakan yang sudah

22
Universitas Sumatera Utara

dimodifikasi. Kemudian pun saya terus melanjutkan pertanyaan–pertanyaan yang
saya miliki.
Ada hal yang membuat saya terkejut, saya mengira informan saya
memang lepas untuk mengatakan alat–alat tangkap ikan yang di paparkannya tadi,
ternyata tak beberapa lama ia sontak mengatakan dengan nada pelan kepada saya
“jangan masukan ya itu dek, masalah pukat itu. Iya, saya tahu itu dilarang”. Saya
pun langsung menjawab dengan senyum.
“. . . gak la pak, kalau pun iya nama bapak saya samarkan. Lagian
saya juga belum begitu tahu mana yang dilarang, karena setahu
saya pukat ini banyak namanya”. . .”

Terlihat informan saya pun senyum, seakan iya merasa lega ketika saya
katakan hal tersebut. Sepertinya pada hari ketiga saya kelapangan ini mulai terasa
hal–hal yang sedikit menegangkan ketika saya memberikan pertanyaan–
pertanyaan yang sedikit sensitif terutama masalah alat tangkap tersebut. Dengan
itu saya terus melanjutkan pertanyaan yang ada, sempat terhanti karena saya
teringat apa yang saya lihat beberapa kali dalam perjalanan untuk kelapangan,
mengenai tambak yang ada disekitaran lokasi penelitian. Sedikit saya
menyinggung pertanyaan terhadap tambak–tambak yang ada di daerah tersebut.
ternyata tambak-tambak tersebut juga dikelola para nelayan secara pribadi. Disisi
lain, informan saya mengatakan tambak–tambak yang ada didaerah tersebut
merupakan kerja sampingan dari nelayan ketika tidak dapat melaut dan juga untuk
menambah penghasilan para nelayan yang ada. Senja pun sudah sudah mulai
terlihat di langit dan saya pun memutuskan untuk kembali ke kota kisaran.

23
Universitas Sumatera Utara

Hari ke empat saya pergi kelapangan dengan harapan banyak yang saya
peroleh pada hari ini. Untuk hari ini pun saya tidak pergi sendirian saya di temani
oleh bapak saya kembali, sekirannya untuk bersilaturahmi. Setibanya disana saya
dan bapak saya pun langsung di sambut oleh informan saya secara langsung
diiringi dengan tawa dan canda gurau. Sembari masuk kedalam rumah saya pun
langsung di tanya oleh informan saya “apa yang mau ditanya lagi, Tyo?. Banyak
biar kita gasak lagi”. Sambil tertawa. Saya pun menjawab menantang sambil
bercanda “iya pak, banyak kali pun pak”. Ketika itu saya langsung memulainya
dan kali ini bapak saya ikut membantu dengan mengajukan beberapa
pertanyaannya kepada informan saya. Disini justru saya sedikit heran ternyata
bapak saya memberikan pertanyaan cukup mendalam. Hari ini pun saya banyak
memperoleh data-data yang diinginkan bahkan saya dan bapak saya berlajar
beberapa doa–doa yang jarang terdengar salah satunya doa Arwah Junjuangan,
doa ini pun di ajarkan kepada kami berdua terutama bapak saya.
Doa arwah junjungan sendiri merupakan doa yang di bacakan atau
dibawakan saat uparaca atau ritual jamu laut dilaksanakan di daerah tersebut yang
membawakan doa tersebut tidak semua orang bisa hanya beberapa yang bisa
membawakan doa arwah junjungan itu.
Syarat–syarat orang yang membawakannya pun tidak begitu di tetapkan
hanya saya mereka yang di percaya oleh masyarakat dan yang biasa membawakan
doa-doa dalam kegaitan pada masyarakat seperti kenduri atau kegiatan dalam
ibadah. Doa tersebut diltuliaskan dalam sebuah kertas untuk di hafal oleh bapak
saya dan saya juga merekam doa tersebut. Sudah banyak data yang saya dapatkan.
Namun, saya belum merasa puas atas data yang saya dapatkan pada hari ini
24
Universitas Sumatera Utara

terutama lagi foto-foto belum saya dapatkan sebagai penguat penelitian, disini pun
informan saya menawarkan kepada saya esok hari ia akan membawa saya ke
Pelabuhan Bom atau Tanjung Tiram saya ketika itu tanpa mikir panjang langsung
menerima ajakan dari informan saya untuk pergi ke Pelabuhan Bom atau Tanjung
tiram. Hari ini pun waktu habis dengan memperolah data cukup banyak dan
mendapat hal baru dalam beribadah 5 waktu, kemudain kembali ke kisaran dan
dilanjutkan lagi esok hari kembali kelapangan.
Pada hari ke lima ini saya akan melajutkan kembali penelitian ini dan akan
pergi sesuai dengan apa yang di janjikan oleh informan saya untuk pergi ke
Pelabuhan Bom, melihat beberapa kapal dan alat tangkap yang nelayan gunakan
di daerah tersebut. Sesampainya saya masuk kedalam rumahnya menunggu ia
bersiap. Selang beberapa lama pun ia sudah siap dan kami pun berangkat.
Awalnya saya berharap akan banyak alat tangkap yang terlihat di pelabuhan bom.
Namun, hanya beberapa kapal yang bisa di naiki itu dikarenakan kapal bersandar
tidak pada pelabuhannya melainkan di seberang seperti pulau kecil, diseberang itu
berdiri bangunan tempat pengasinan ikan–ikan dari hasil nelayan. Banyak saya
lihat berbagai macam ukuran kapal walau pun tidak banyak dan alat tangkapnya
pun banyak yang sama, di sisi lain ada yang menjadi perhatian saya pada saat
informan saya memanggil saya untuk melihat kapal yang berukurang sedang
melintas dari arah hulu sungai meninggalkan pelabuhan. Informan saya
mengatakan “itu lah salah satu kapal nelayan yang menggunakan pukat tarik”.
Sangat di sayangkan ketika saya ambil gambar yang terlihat hanya kapalnya saya
alat tangkap tidak terlihat, karena jaraknya cukup jauh ketika saya mengambil
gambar. Informan saya mengajak saya untuk menyebrang ke tempat pengasikan

25
Universitas Sumatera Utara

ikan, ditepat itu juga kapal banyak bersandar rata–rata ukuran kapal yang saya
lihat berukuran besar.
Ketika saya menyeberang ternyata tidak gratis saya harus membayar jasa
sebesar 2 ribu rupiah untuk sekali menyeberang dengan menggunakan kapal yang
cukup kecil hanya muat 2 sampai 4 orang saja, itu belum termasuk yang
mengemudikan kapalnya atau disebut sampan karena ukurannya yang begitu
kecil. Sampan atau kapal kecil ini tidak hanya membawa atau mengantarkan
orang saja. Namun, juga di gunakan sebagai angkutan barang kebutuhan seharihari di seberang tempat pengasinan ikan. Saya juga sempat melihat sampan atau
kapal kecil membawa beberapa galon air untuk kebutuhan air minum di
pengasinan, tidak satu pun saya melihat kapal besar bersandar tepat di
pelabuhannya yang hanya ada beberapa kapal yang sedang saja. Sesampainya di
tempat pengasikan ikan saya pun harus melangkai kapal–kapal yang bersandar
disana, ada yang mengalihkan perhatian saya pada saat diatas kapal yang
bersandar itu.
Terlihat sebuah katrol yang memanjang seperti derek dan tepat di ada
jaring yang terbentang panjang, saya penasaran ketika itu saya langsung
menanyakan alat itu. Ternyata itu merupakan alat bantu untuk menarik jaring
kapal yang sudah di tebar dan nama jaring kapal itu adalah jaring tali cincin,
karena di jaring tersebut terdapat tali yang di kaitkan dengan cincin dengan
jumlah banyak dan itu tergantung berapa panjang tali dan jaringnya. Jika saya
lihat cukup panjang ketika saya melihat alat tangkap tersebut di kapal, tak selang
beberapa langkah saya dan informan saya yang pertama ini bertemu dengan salah
satu toke atau pemilik tempat pengasinan ikan, yaitu bapak Heri.
26
Universitas Sumatera Utara

Bapak Heri ini merupakan anak dari pemilik salah satu tempat pengasinan,
ia meneruskan usaha ayahnya. Sebelum berjumpa saya melakukan pengambilan
gambar di tempat pengasinan tersebut Pak Heri sempat heran dengan tindakan
saya dan pada saat itu saya juga tidak menyadari bahwa ia merupakan pemilik
tempat tersebut. ”ngapai dek difoto–foto?” tanyanya dengan nada pelan.
Informan pertama saya pun memberikan penjelaskan kepada bapak Heri yang
sebelum sudah mengetahui tujuan saya. Di sini saya memulai obrolan dengan pak
heri terkait pengolahan ikan di daerah tersebut termasuk kapal–kapal dan alat
tangkap secarah menyeluruh.
Pak Heri awal sangat sungkan untuk menjelaskan apa yang saya tanyakan
terkait dengan pengolaan ikan yang ada disini, akhirnya dengan didahului
perbincangan ringan dan di bantu oleh informan pertama saya Pak Heri pun mau
menjelaskannya. Dengan demikian saya pun memperolah data yang saya cari,
sehabis itu saya tidak langsung meninggalkan tempat pengasinan ikan yang di
jaga oleh Pah Heri saya kembali melihat apa–apa saja yang terdapat atau alat– alat
yang terdapan di dalam tempat pengasinan ikan, ada yang saya sayang kan pada
saat itu saya tak melihat ikan–ikan yang dijemur dan hanya ada sedikit udang
terasi yang saya lihat. Tempat penjemurannya pun lumayan luas bahkan saya juga
melihat beberapa orang yang sedang memperbaiki jaring ikan yang cukup besar.
Setelah beberapa saat kemudian saya memutuskan kembali kerumah informan
pertama saya.
Saya pun harus kembali meniti untuk melalui kapal–kapal yang bersandar
di tempat pengasinan ikan tersebut dan naiki kapal yang berukuran kecil lagi
untuk menyeberang ke pelabuhan dengan biaya 2000 rupiah. Sesampainya
27
Universitas Sumatera Utara

dirumah informan saya yaitu Bapak Yusuf saya berdiskusi kembali dengan beliau
terkait apa – apa yang saya dapat bersama bapak Heri untuk lebih menjelaskan,
kemudian pun saya membuat janji dengan beliau kembali untuk mencari tahu
lebih lengkap terkait tradisi nelayan di sini. Saya pun kembali ke kisaran dengan
kondisi cuaca yang berubah–ubah terkadang gerimis, hujan dan kembali panas
rasanya tidak enak baju sempat basah dan terakhir kering di jalan. Cukup lumayan
buat hari ini.
Pada hari ke enam ini saya berangkat ke Batubara menjelang siang hari
karena cuaca sempat hujan di pagi hari. Sesampainya disana saya langsung
kerumah Bapak Yusuf, hari ini yang ingin tahu mengenai kegiatan masyarakat
nelayan terkait dengan pengolahan sumber daya laut, yaitu tradisi Ritual Jamu
Laut bapak Yusuf yang belumnya sudah sedikit dijelaskan pada pertemuan
sebelumnya oleh beliau. “kalau mau tahu lebih dalam tentang itu kita jumpai Pak
Haji ibrahim”. Kata Pak Yusuf sambil tersenyum. “Baik Pak” jawab saya. Saya
pun dengan Pak Yusuf langsung pergi untuk bertemu dengan orang yang
dimaksud oleh Pak Yusuf. Bapak H Ibrahim sendiri dipercaya masyarakat untuk
melaukan penyembelian hewan termasuk untuk hewan persembahan. Awalnya
saya ingin menanyakan beberapanya tentang pengolaan ikan dan alat–alat tangkap
yang ada di daerah tersebut. Namun, mereka selalu menunjukan saya kepada
Bapak Yusuf karena beliau dipercaya juga oleh masyarakat terkait doa–doa yang
di bawah untuk Ritual Jamu laut. Disini saya kesulitan untuk memperoleh data,
beruntung dengan adanya bapak Yusuf apa yang saya cari bisa saya dapat begitu
juga dengan bantuan bapak saya.

28
Universitas Sumatera Utara

Pada hari ini saya akan mencari tahu bagaiamana kegiatan Ritual Jamu
Laut secara menyeluruh begitu panjang Pak H ibrahim menjelaskan bagaimana
ritual jamu laut tersebut diselingi obrolan–obrolan ringan yang menggelitik terkait
dengan Ritual Jamu Laut. Apa lagi ketika pak Haji menjelaskan bagaimana dulu
nya orang memotong hewan persembahan dengan meminum darahnya dan
memakan pasir pantai yang di anggap pasir itu adalah gula. “Seram gak itu” kata
pak Ibrahim sambil tertawa. Dari berbagai hal yang dijelaskan oleh Pak H Ibrahim
begitu juga Bapak yusuf mengatakan memakan pasir dan meminum darah hewan
sudah ditinggalkan karena melanggar aturan agama yang di anggap syirik.
Sore telah terlihat saya pun berpamitan kepada Pak H Ibrahim untuk
pulang dan mengantar Bapak yusuf yang menemani saya. Saya pun singgah
sejenak dirumah Pak Yusuf dan menayakan penggunaan–pengunaan alat tangkap
di daerah ini. Pak Yusuf mengarah kan saya kepada seseorang yang tidak bisa di
sebutkan namanya karena Pak Yusuf tidak ingin terjadi hal hal yang tidak
diinginkan terkait alat tangkap yang digunakan, sebelumnya Pak Yusuf pernah
mengatakan kepada saya tentang alat tangkap yang digunakan di daerah ini ada
beberapa alat yang digunakan telah dilarang dan meresahkan sebagian nelayan
dan dilarang oleh pemerintah dengan penggunaan alat tangkap tersebut. saya pun
mengerti dengan apa yang dikatakan Pak Yusuf dengan hal itu. Dan saya pun
memutuskan untuk melanjutkan kelapanagan besok untuk mencari tahu
penggunaan–penggunaan alat tangkap yang ada di sekirtan daerah Desa Selebar
Dahari ini.
Masuk pada hari ke tujuh kelapangan pada hari ini saya sedikit ragu untuk
melakukan penelitian terkait dengan apa yang dijelaskan oleh Bapak Yusuf
29
Universitas Sumatera Utara

semalam. Namun, saya sendiri membutuhkan informasi tersebut dengan membaca
bismillah saya pun berangkat kelapangan dan langsung menuju kerumah Bapak
Yusuf untuk bertemu dengan orang yang dimaksud. Sesampainya dirumah Bapak
Yusuf saya pun menanyakan kembali untuk saya berhati - hati apa yang saya
tanyakan nantinya. Dan saya dengan Bapak Yusuf pergi untuk bertemu dengan
orang yang dikenal oleh beliau. Orang yang dimaksud ini merupakan orang yang
menggunakan salah satu menggunakan alat tangkap yang digunakan yaitu pukat
Grandong.
Sesampainya disana saya pun langsung berkenalan dengan beliau dan
memberitahu siapa saya dan apa tujuan saya yang saya katakan saya hanya
mahasiswa yang sedang penelitian skripsi dan masalah sumberdata yang beliau
berikan akan disajikan dan nama beliau akan disamarkan. Awalnya saya pikir
akan terjadi sesuatu yang menegangkan karena ini pertama kalinya saya penelitian
dan mencari data yang sedikit panas jika di gali. Namun respon beliau saya liat
cukup tenang dengan pertanyaan–pertaanyaan yang saya ajukan kepadanya
mengenai alat–alat yang digunakan untuk menangkap ikan secara keseluruhan
sampai dengan jenis–jenis kapal yang digunakan nelayan setempat. Pak JM
menekankan ia menggunakan alat tangkap tersebut karena faktor ekonomi
walaupun tahu alat tangkap yang ia gunakan dilarang dan merugikan kedepannya.
Cukup saya mendapatkan data tersebut saya berterima kasih banyak kepada
beliau, karena berkenan untuk memberi infromasi yang saya butuhkan dan saya
cukup senang karena dipercayanya. Terutama juga kepada bapak Yusuf yang mau
meluangkan waktu untuk menemani saya pada saat itu.

30
Universitas Sumatera Utara