Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi botani kelapa sawit adalah divisio Spermatophyta, dengan
subdivisio Pteropsida, kelapa sawit tergolong dalam kelas Angiospermae, dan
subkelas Monocotyledoneae, ordo dari kelapa sawit adalah Cocoidae, Famili dari
kelapa sawit adalah Palmae, dan genusnya adalah Elaeis, serta spesies dari kelapa
sawit adalah Elaeis guinensis (Hadi, 2004).
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena
tumbuh ke bawah dan ke samping, membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan
kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan
air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air
tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang
banyak mengandung zat hara. Di samping itu, tumbuh pula akar nafas yang
muncul di atas permukaan atau di dalam air tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi
pada lapisan tanah atas. Dengan perakaran kuat tersebut, jarang ditemukan pohon
kelapa sawit yang tumbang (Fauzi et al, 2002).
Pohon kelapa sawit tumbuh tegak lurus tidak bercabang. Diameter batang
kelapa sawit adalah 35-60 cm. Setiap tahun batang kelapa sawit bertambah
panjang 35-45 cm. Semakin lambat pertambahan panjang batang kelapa sawit
semakin baik. Hal ini akan memudahkan perawatan, terutama untuk memanen
buah dan memperpanjang masa produktifnya (Hadi, 2004).

Pelepah daun kelapa sawit berpenampang melintang menyerupai bentuk
segi tiga, dengan luas penampang 100-112 cm2, dengan ketebalan dinding (lapisan
epidermis: sklereid dan silica) dapat mencapai hingga 4-6 mm. Parenkim pelepah

Universitas Sumatera Utara

daun memiliki dimensi serat sebagai berikut : panjang antara 70-150 cm, diameter
serat 0,08- 0,8 mm (Intara dan Dyah, 2012).
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,
bersirip genap, dan bertulang sejajar. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar
antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat.
Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga semakin efektif dalam
melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsugnya fotosintesis dan sebagai alat
respirasi. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua
(Fauzi et al, 2002).
Pada kelapa sawit, letak bunga jantan dan bunga betina terpisah, masingmasing tersusun pada tandan yang berbeda tetapi masih satu pohon. Oleh karena
itu kelapa sawit disebut tanaman berumah satu atau monoceous. Namun demikian,
terkadang dalam satu tandan terdapat bunga jantan sekaligus bunga betina. Bunga
ini disebut hermaprodit. Satu tandan bunga jantan terdiri dari 150-200 spinkelet
atau manggar. Dalam satu spinkelet (manggar) terdapat 600-1.500 bunga jantan

(Hadi, 2004).
Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah
dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pada umur sekitar 3,5 tahun jika
dihitung mulai dari penanaman biji berkecambah di pembibitan. Namun, jika
dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen
pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan.
Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap
panen kurang lebih 5-6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya
(Fauzi et al 2002).

Universitas Sumatera Utara

Buah kelapa sawit secara umum terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu
epikarp atau kulit buah, mesokarp atau daging buah, dan endokarp yang terdiri
dari tempurung dan inti buah atau kernel. Epikarp merupakan bagian terluar buah
kelapa sawit. Epikarp biasanya mempunyai warna tertentu sesuai varietas dan
umur buah. Dari warna epikarp inilah seseorang bisa menentukan tingkat
kemasakan buah. Mesokarp merupakan bagian utama buah kelapa sawit karena
dari bagian inilah minyak kelapa sawit mentah (CPO) akan diperoleh melalui
proses ekstraksi atau penggilingan. Tempurung merupakan bagian buah kelapa

sawit yang melindungi inti. Kernel merupakan bagian penting kedua setelah
mesokarp karena dari iti inilah akan dihasilkan KPO sebagai produk unggulan
kedua setelah CPO (Hadi, 2004).
Biji pada kelapa sawit adalah bagian dari buah dan bisa diperoleh dengan
membuang daging buah. Biji terdiri cangkang (endocarp), inti (endosperm), dan
lembaga (embrio). Embrio kelapa sawit panjangnya 3 mm, berdiameter 1,2 mm,
berbentuk silindris dengan 2 bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya
berwarna kuning dan bagian lain yang berwarna putih bentuknya agak tajam.
Bakal biji terdiri 3 ruang tetapi setelah penyerbukan dan menjadi buah, ruang
yang berkembang hanya satu; kadang-kadang dijumpai dua ruang. Jika endosperm
mendapat air yang mengembang dan kemudian lembaganya akan berkecambah
(Soehardjo, 1999).
Berdasarkan tebal dan tipisnya cangkang, buah kelapa sawit digolongkan
atas dura, psifera, dan tenera. Buah yang paling baik untuk dijadikan bibit kelapa
sawit adalah jenis tenera yang merupakan hasil persilangan antara dura dan
psifera. Tenera memiliki perbandingan sabut, tempurung, dan inti yang

Universitas Sumatera Utara

proporsional. Dura memiliki tempurung yang tebal sehingga sabut dan inti sangat

kecil, sedangkan untuk psifera memiliki sabut yang besar sehingga inti amat kecil.
Padahal bagian buah kelapa sawit yang dimanfaatkan tidak hanya sabutnya untuk
menghasilkan crude palm oil (CPO), tetapi juga memanfaatkan bagian inti untuk
menghasilkan kernel palm oil (KPO) yang berwarna putih (Widyawati, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan dan produksi
tanaman yang dibudidayakan. Iklim merupakan faktor yang sulit, bahkan tidak
dapat dikendalikan. Budidaya tanaman apapun pada areal terbuka sangat
dipengaruhi iklim, demikian juga tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit mudah
mengalami stres akibat kekurangan air. Hal ini mengakibatkan menurunnya
produksi dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, sebelum
membudidayakan suatu tanaman, khususnya kelapa sawit, keadaan iklim setempat
mutlak dipertimbangkan. Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi kelapa sawit meliputi curah hujan, radiasi sinar matahari, suhu, dan
kelembaban udara (Hadi, 2004).
Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500-4.000 mm per
tahun, tetapi curah hujan optimal adalah 2.000-3.000 mm pert tahun, dengan
jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang
merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan

vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau
buah yang terbentuk pun relatif sedikit (Hartanto, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Produksi TBS per tahun juga dipengaruhi oleh jumlah jam efektif
penyinaran matahari. Penyinaran efektif didefenisikan sebagai total jumlah
penyinaran yang diterima sepanjang periode kelembaban air tanah yang
mencukupi ditambah selama periode stres air dan dikurangi dengan lamanya stres
air-tanah yang terjadi. Pada kondisi di daerah khatulistiwa yang menerima lebih
dari 2.400 jam penyinaran efektif sepanjang tahun maka rata-rata pohon dapat
menghasilkan minimal 125 kg TBS atau 18 ton/ha/tahun. Panjang penyinaran
matahari yang diperlukan kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan kondisi
kelembaban udara 80 % (Pahan, 2006).
Suhu optimal rata-rata yang diperlukan oleh kelapa sawit adalah 27-320C.
Tinggi rendahnya suhu berkaitan erat dengan ketinggian lahan dari permukaan air
laut. Oleh karena itu, ketinggian lahan yang baik untuk perkebunan kelapa sawit
adalah 0-400 m dpl,karena pada ketinggian tersebut temperatur udara diperkirakan
27-320C (Hadi, 2004).
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai adalah daerah

yang berada pada 150 LU-150 LS. Sedangkan bentuk wilayah merupakan faktor
penentu produktivitas yang akan mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan
tanah dan air, pembuatan jaringan jalan, serta efektivitas pemupukan
(Hartanto, 2011).
Tanah
Meskipun kelapa sawit tidak berbeda jauh dengan tumbuhan dari familia
palmae lain misalnya pinang, palem, kelapa, aren, dan lain lain yang dapat
tumbuh di hampir semua jenis tanah, namun karena diinginkan produksi yang
optimal dalam jangka waktu yang lama, maka jenis tanah untuk budidaya kelapa

Universitas Sumatera Utara

sawit harus memenuhi standart atau persyaratan yang dapat menunjang
pertumbuhan dan produksi yang optimal, yaitu tanah yang subur (Hadi, 2004).
Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase
baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Tanaman kelapa
sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif
dan generatif. Karena itu, untuk mendapat produksi yang tinggi dibutuhkan
kandungan unsur hara yang tinggi juga. Selain itu pH tanah sebaiknya bereaksi
asam dengan kisaran nilai 4,0-6,0 dan ber-pH optimum 5,0-5,5. Secara umum

kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik, kelabu,
alluvial, atau regosol. Secara umum kelapa sawit berproduksi dengan baik pada
jenis tanah ultisol, inceptisol, andisol, dan histosol (Hartanto,2011).
Sifat fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit ialah
memiliki solum yang dalam lebih dari 80 cm, karena baik untuk perkembangan
akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik. Tekstur tanah
yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung atau lempung berpasir
dengan komposisi 20-60% pasir, 10-40% lempung dan 20-50% liat. Struktur
tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah perkembangannya kuat,
konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang. Selain itu,
ketebalan gambut yang baik adalah 0-0,6 m dan tidak dijumpai laterite
(Soehardjo, 1999).
Bentuk wilayah yang cocok untuk kelapa sawit adalah: pertama, wilayah
yang datar sampai berombak, yaitu wilayah dengan kemiringan lereng 0-8 %.
Kedua, di wilayah bergelombang sampai berbukit dengan kemiringan lereng 8-30

Universitas Sumatera Utara

%, kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya
pengelolaantertentu seperti pembuatan teras (Hartanto, 2011).

Curah Hujan dan Hari Hujan
Iklim sangat berpengaruh terhadap variasi pertumbuhan kelapa sawit.
Salah satu faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas kelapa
sawit adalah air. Ketersediaan air ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan, irigasi
yang diberikan ke perkebunan serta kapasitas tanah dalam menahan air
(Lubis, 1992).
Curah hujan adalah air hujan yang jatuh di permukaan tanah selama jangka
waktu tertentu, diukur dalam satuan tinggi kolom di atas permukaan horizontal,
apabila tidak terjadi penghilangan-penghilangan oleh proses penguapan,
pengaliran dan peresapan ke dalam tanah. Curah hujan dinyatakan dalam tinggi
air (mm) diukur dengan penakar hujan dengan luas moncong 100 cm2. Satu hari
hujan adalah periode 24 jam terkumpulnya curah hujan setinggi 0.5 mm atau lebih
dan curah hujan dengan tinggi kurang dari ketentuan

tersebut, hari hujan

dianggap nol tetapi curah hujan tetap diperhitungkan (Siregar et al, 2006).
Air hujan merupakan sumber air utama untuk tanaman perkebunan.
Menurut Mangoensoekarjo (2007) curah hujan optimal untuk tanaman kelapa
sawit adalah 1.250 – 2.500 mm/tahun, sedangkan Hadi (2004) menyatakan bahwa

curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah 2.500 –
3.000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak terdapat 7
bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan tidak
terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari.

Universitas Sumatera Utara

Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tabaman kelapa
sawit adalah di atas 2000 mm dan merata sepanjang tahun. Hujan yang tidak turun
selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan
turun (anak daun atau janur tidak dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun
juga banyak berpengaruh terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup
umur tidak mau masak (brondol) sampai turun hujan (Sastrosayono, 2003).
Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa kekurangan
air pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan penurunan produksi tandan
buah segar. Hadi (2004) menambahkan kekurangan air pada tanaman kelapa sawit
dapat mengakibatkan buah terlambat masak, berat tandan buah berkurang, jumlah
tandan buah menurun hingga sembilan bulan kemudian, serta meningkatkan
jumlah bunga jantan dan menurunkan jumlah bunga betina.
Kelebihan


air

yang

dikarenakan

tingginya

curah

hujan

dapat

meneyebabkan kegagalan matang tandan pada bunga yang telah mengalami
anthesis. Curah hujan yang tinggi biasanya diikuti dengan penambahan hari hujan.
Hari hujan yang banyak mengakibatkan penurunan intensitas penyinaran matahari
sehingga laju fotosintesis turun dan dapat menyebabkan turunnya produktivitas.
Curah hujan yang tinggi mendorong peningkatan pembentukan bunga, tetapi di

lain pihak dapat menghambat penyerbukan karena sebagian serbuk hilang terbawa
aliran air hujan. Sedangkan curah hujan yang rendah akan menghambat
pembentukan daun, yang akan menghambat pembentukan bunga di ketiak daun
(Nugraheni, 2007).
Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan
produksi buah sawit. Curah hujan yang tinggi dapat menghambat kegiatan panen

Universitas Sumatera Utara

karena rusaknya sarana transportasi dan kesulitan pemanen dalam pengumpulan
berondolan karena bercampur dengan tanah. Curah hujan yang tinggi mendorong
peningkatan pembentukan bunga, tetapi menghambat terjadinya penyerbukan
karena serbuk sari hilang terbawa aliran air dan serangga penyerbuk tidak keluar
dari sarangnya dan juga kegagalan matang tandan pada bunga yang telah
mengalami anthesis. Proses pematangan buah dipengaruhi keadaan curah hujan,
bila curah hujan tinggi buah kelapa sawit cepat memberondol (PPKS, 2006).
Umur Tanaman
Tinggi rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit di suatu kebun
dipengaruhi oleh komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin
luas komposisi umur tanaman remaja dan tanaman tua, semakin rendah pula
produktivitas per hektarnya. Komposisi umur tanaman berubah setiap tahunnya
sehingga juga berpengaruh terhadap pencapaian produksi per hektar per tahunnya
(Risza, 2009). Lubis (1992) menyatakan bahwa produktivitas maksimal tanaman
kelapa sawit dapat dicapai ketika tanaman berumur 7 – 11 tahun.
Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah
pula tingkat produktivitasnya. Sedangkan semakin banyak tanaman dewasa dan
teruna semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya. Menurut Bina Nusantara
(2012) tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok, yaitu :
1. 0-3 tahun

– muda (belum menghasilkan)

2. 3-4 tahun

– remaja (sangat rendah)

3. 5-12 tahun

– teruna (mengarah naik)

4. 12-20 tahun

– dewasa (posisi puncak)

5. 21-25 tahun

– tua (mengarah turun)

Universitas Sumatera Utara

6. 26 tahun ke atas

– renta (sangat rendah)

Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam
dari umur 3–7 tahun (periode tanaman muda, young), mencapai tingkat produksi
maksimal pada umur sekitar 15 tahun (periode tanaman remaja, prime) dan mulai
menurun secara gradual pada periode tanaman tua sampai saat menjelang
peremajaan (replanting) (Pahan, 2008).
Jumlah bunga betina pada tanaman muda lebih banyak sehingga buah
yang dihasilkan lebih banyak, tetapi bobot yang dihasilkan hanya mencapai
kurang 10–15 kg. Berikut ini disajikan pengaruh umur tanaman terhadap Berat
Janjang Rata–Rata (BJR) pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh umur tanaman dan Berat Janjang Rata–Rata (BJR)
Umur Tanaman (tahun)
Berat Janjang Rata-rata (kg)
3
3-4
4
4-5
5
6-7
6-7
8-9
8-9
10-11
10
>12
(Sunarko, 2007)
Dalam Yahya dan Suwarto (2011), bobot tandan rata–rata menurut umur
tanaman disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot Tandan Rata–rata Menurut Umur Tanaman
Umur (tahun)
Bobot Tandan (kg)
4
4-7
5
6-7
6-7
8-9
8-9
10-11
10
12-15
11-13
17
14-15
18
16-17
20
18-19
22
20-21
25
22-23
22
24-25
20

Universitas Sumatera Utara

Umur tanaman berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman kelapa sawit. Peran umur tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan
vegetatif tanaman kelapa sawit yaitu berpengaruh dalam pembentukan pelepah
yakni jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun. Tanaman yang
berumur tua jumlah pelepah dan anak daun yang dihasilkan lebih banyak. Pelepah
yang terbentuk juga lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih
muda. Ini berkolerasi positif terhadap ketersediaan makanan bagi tanaman karena
pelepah berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Peran umur
tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan generatif yakni berpengaruh terhadap
organ reproduksi tanaman yaitu dalam proses pembentukan dan perkembangan
buah. Kelapa sawit yang memiliki komposisi umur tanam muda akan memiliki
jumlah janjang yang lebih banyak tetapi berat janjang yang dihasilkan lebih kecil
dibandingkan dengan tanaman yang memiliki komposisi umur tanaman yang
lebih tua. Kondisi ini berpengaruh pada BJR kebun yang berpengaruh terhadap
pencapaian produksi TBS yang diharapkan (Prihutami, 2011).
Drajat (2004) dalam penelitiannya mengatakan bahwa umur tanaman
mempengaruhi kualitas rendemen TBS, yang pada akhirnya sangat berpengaruh
terhadap harga TBS. Kualitas rendemen TBS dikatakan tinggi ketika tanaman
berumur pada selang waktu 7 hingga 22 tahun, sehingga perkiraan harga TBS
lebih tinggi. Tetapi kualitas rendemen TBS masih rendah pada selang umur
tanaman 3 sampai 6 tahun dan 23 sampai 25 tahun, sehingga perkiraan harga TBS
lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara

Hubungan Curah Hujan, Hari Hujan dan Umur Tanaman Terhadap
Produksi Tanaman Kelapa Sawit
Berdasarkan penelitian Yunita (2010) yang menyatakan bahwa penurunan
produktivitas tanaman kelapa sawit kebun Sei Lala PT Tunggal Perkasa
Plantations Indragiri Hulu Riau, dipengaruhi oleh curah hujan. Produktivitas
tanaman kelapa sawit terbesar diperoleh saat curah hujan terbesar pula (curah
hujan > 100 mm/bulan). Akan tetapi pada curah hujan 60–100 mm/bulan
produktivitas tanaman kelapa sawit yang dihasilkan lebih kecil daripada
produktivitas tanaman pada curah hujan < 60 mm/bulan.
Menurut Bando (2012) di Morowali Sulawesi Tengah, data curah hujan
tahunan di Kabupaten Morowali, tahun 1991 merupakan tahun dimana jumlah
curah hujan paling tinggi, dengan curah hujan total mencapai 5220 mm, sedang
curah hujan terendah terjadi pada tahun 2003 dengan total curah hujan mencapai
2115 mm. Produksi kelapa sawit tertinggi adalah pada tahun 2008 dengan total
jumlah produksi sebesar 279.540 kg, sedang yang terendah pada tahun 1990
sebesar 440.328 kg. Produksi kelapa sawit mengalami peningkatan seiring dengan
pertumbuhan atau umur kelapa sawit serta perluasan wilayah perkebunan.
Berdasarkan penelitian Pasaribu dkk. (2012) di perkebunan kelapa sawit di
PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau, besar kecilnya curah hujan sangat
mempengaruhi nilai lolosan tajuk dan aliran batang serta intersepsi yang terjadi
setiap bulannya. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa lolosan tajuk pada
tegakan kelapa sawit cukup tinggi di wilayah ini. Pada bulan Desember 2009 nilai
lolosan tajuk mencapai 353.9 mm. Tingginya nilai lolosan tajuk pada bulan ini
dikarenakan oleh tingginya curah hujan pada bulan tersebut. Sebaliknya pada
bulan Juni 2011 memiliki curah hujan yang rendah sehingga perolehan nilai

Universitas Sumatera Utara

lolosan tajuk pada bulan ini hanya sebesar 2.2 mm. Curah hujan yang baik untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit adalah di atas 2000 mm dan
merata sepanjang tahun. Hujan yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan
pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun (anak daun atau janur
tidak dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun juga banyak berpengaruh
terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup umur tidak mau masak
(brondol) sampai hujan turun.
Kekeringan dengan defisit air di atas 250 mm pertahun akan
mengakibatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit terganggu yang
berlangsung sampai 2–3 tahun ke depan. Sebagai contoh, produksi tandan buah
segar di Kebun Bekri (Lampung) menurun akibat kekeringan pada musim
kemarau panjang yang terjadi pada tahun 1982. Penurunan tersebut 5–11 % pada
tahun berjalan, 14–55 % pada tahun 1983, dan 4–30 % pada tahun 1984 (Lubis,
1992).
Berdasarkan penelitian Prihutami (2011) di Sungai Bahaur Estate
Kalimantan Tengah, yang menyatakan bahwa umur tanaman memiliki peranan
yang sangat penting terhadap produksi TBS kelapa sawit. Hasil analisis
menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun memberikan pengaruh terbaik terhadap
produksi TBS. Tanaman kelapa sawit pada umur 7-11 tahun dapat mencapai
produksi optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang
yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian
produksi TBS per hektarnya yang tinggi pula.

Universitas Sumatera Utara

Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Kebun Bah Jambi
Sejarah Singkat Perusahaan
PT Perkebunan Nusantara IV unit usaha Bah Jambi dalah salah satu unit
usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV berada di Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara dan berkantor pusat di Jl. Letjend. Suprapto, Medan. Bergerak di
bidang usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan
minyak (CPO) dan inti (PK).
Awalnya unit usaha Bah Jambi adalah milik swasta asing NV, HVA
(Handle Veroniging Amsterdam) dari negeri Belanda, komoditinya budidaya sisal
(Agave Sisalana).
Tanggal 02 Mei 1959 diambil alih oleh Pemerintah berdasarkan peraturan
nomor 19 dalam lembaran Negara nomor 31, tahun 1959 dengan beralih status
menjadi PPN Baru sampai dengan 1963.
Tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1963,
perusahaan perkebunan Negara dibagi menurut wilayah dari PPN Aneka Tanaman
(ANTAN) I s/d XIII dan Unit Usaha Bah Jambi masuk dalam PPN Sumut III
selanjutnya berubah naman PPN Antan III sampai dengan tahun 1968.
Tahun 1968 sebagaimana Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1968,
dalam regrouping perkebunan dari PPN Aneka Tanaman III, IV, PPN karet VI
dan PPN Serat Sumut menjadi perusahaan Negara Perkebunan VII (PN
Perkebunan VII).
Tanggal 14 Januari 1985, PN. Perkebunan VII diperserokan menjadi
Perusahaan Perseroan PT. Perkebunan VII (PTP VII).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1996, PT. Perkebunan
VII dilebur, selanjutnya dilaksanakan penggabungan PTP di wilayah Sumatera

Universitas Sumatera Utara

Utara dan PT. Perkebunan VI, PT. Perkebunan VII, PT. Perkebunan VIII dilebur
menjadi satu badan usaha PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero).
Visi dan Misi Perusahaan
Visi

: PT. Perkebunan Nusantara IV “Menjadi pusat keunggulan pengelolaan
perusahaan agro industri kelapa sawit kelapa sawit dengan tata kelola
perusahaan yang baik serta berwawasan lingkungan.

Misi

:


Menjamin Keberlanjutan usaha yang kompetitif



Meningkatkan daya saing produk secara berkesinambungan



Meningkatkan laba secara berkesinambungan



Mengelola usaha secara professional



Meningkatkan tanggung jawab social lingkungan



Melaksanakan

dan

menunjang

kebijakan

serta

program

pemerintah pusat/daerah.
Letak Geografis Perusahaan
Lokasi kebun Bah Jambi berada di kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi dan
Kecamatan tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Jarak dengan kota Medan sebagai
ibukota Provinsi Sumatera Utara berkisar 147 Km, dan dari Kota Pematangsiantar
19 Km.
Keadaan Tanah
Topografi tanahnya dengan keadaan sedikit bergelombang dan berbukit.
Jenis tanah Podsolik Coklat Kuning dan Podsolik Coklat.

Universitas Sumatera Utara

Luas Kebun
Kebun Bah Jambi memiliki luas HGU 8.127,30 Ha, terdiri dari 9 afdeling
tanaman kelapa sawit, emplasmen, pembibitan, pabrik dan kolam limbah

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

31 176 110

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

1 14 114

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 5 110

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 0 14

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 0 4

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 0 17

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 15

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 3