Analisis Struktur dan Simbol Kubah pada Bangunan Masjid (Studi Kasus : Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Semiotika

Semiotika (Semiotics) berasal dari bahasa Yunani “Semeion” yang

memiliki arti tanda. Jadi, semiotika adalah ilmu tentang tanda. (Dharma, 2006). Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi, suatu maksud, arti maupun makna yang terkandung dalam suatu objek arsitektur yang bersifat komunikasi dan mampu menggantikan suatu yang lain dan yang dapat di pikirkan dan di bayangkan.

Istilah semiotika diperkenalkan pertama kali dalam dunia filsafat pada akhir abad ke-17 oleh Jhon Lock. Namun, tokoh yang paling terkenal dalam ilmu semiotika adalah tokoh Charle Sanders Pierce pada tahun 1839-1914. Charles Sanders Pierce merupakan filosofis dari Amerika yang mengungkapkan bahwa semiotik atau ilmu tentang tanda dapat dimaknai secara terbuka, namun tetap terbatas oleh konteks baik dari konteks budaya, sosial ataupun dari pengetahuan atau pengalaman dari si penafsir makna dalam tanda tersebut. Makna dari sebuah tanda merupakan hal yang berbeda satu sama lain, tergantung kepada suatu konteks tertentu. Jadi, tanda tidak memiliki sebuah makna yang pasti dan stabil. Namun, suatu tanda dapat sangat mudah diartikan dikarenakan tanda memiliki hubungan yang alami dengan artinya, sehingga orang awam pun akan cukup mudah menemukan atau mengartikan makna yang terkandung dalam suatu tanda.


(2)

Semiotika sangat dikaitkan dalam ilmu arsitektur dan ilmu bahasa, dikarenakan dalam konteks arsitektur, objek yakni ruang, tempat atau alat-alat yang digunakan oleh manusia merupakan suatu sarana komunukasi yang cukup luas (Dharma, 2006). Ilmu semiotika mulai digunakan pada dunia arsitektur sejak era post-modern yaitu pada era tersebut para arsitek mulai menyadari adanya kesenjangan sosial antar pembuat desain (arsitek) dengan pemakai desain (penghuni). Para arsitek melihat bahwa masyarakat tidak memahami terhadap desain yang mereka ciptakan. Untuk itu para arsitek berkeinginan untuk mengajak masyarakat agar mereka dapat memahami karya-karya arsitektur dengan sebuah bentuk komunikasi, tanda ataupun simbol. Sehingga diperlukannya pemahaman terhadap pemikiran mengenai semiotika yakni ilmu tentang tanda yang mana terdapat suatu makna dalam setiap unsur tanda tersebut (Dharma, 2006)

2.2 Defenisi Kubah

Bentuk kubah telah dikembangkan selama ratusan tahun oleh banyak kelompok masyarakat di berbagai belahan dunia. Sejarah mengenai perkembangan dari bentuk kubah beserta fungsinya sangat luas dan kaya akan makna bahkan telah menjadi simbol semiotik yang khas bagi berbagai agama, budaya dan peradaban tertentu.

Kubah adalah atap melingkar dengan bentuk setengah lingkaran (setengah bola) yang banyak digunakan di wilayah Mediterania pada bangunan-bangunan besar. Kubah sering digunakan karena dengan alasan konstruksi kubah bisa mengatasi ruang yang cukup lebar tanpa kolom ( Indraswara, 2008 )


(3)

Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur yang mendasar sebagai bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas bangunan sebagai penutup atap. Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki permukaan bagian luarnya saja, tetapi juga memiliki bagian ruang dalam dan organisasi ruang dimana arsitektur berada pada potensi yang paling tinggi (Wahid dan Alamsyah, 2013)

2.3 Sejarah Kubah

Menurut (Sopandi, 2013) dalam buku sejarah arsitektur, perkembangan arsitektur di Eropa Timur dan di Timur Tengah banyak mewarisi berbagai inovasi yang dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena perkembangan teknologi membangunnya, bangsa Romawi sangat berpengaruh karena kekuasaan politiknya yang luas, mencakup daratan yang mengelilingi laut Mediterania. Pada puncak kejayaannya, mulai dari abad 4 SM sampai dengan 400 M, Roma sempat mengembangkan infrastruktur kota yang canggih di daerah-daerah kekuasaannya.

Perkembangan arsitektur islam juga tidak lepas dari berbagai pengaruh arsitektur peradaban-peradaban yang mendahuluinya. Islam berkembang menjadi sebuah kekuatan politik yang cukup penting dan peradaban besar sejak abad ke-7. Bangsa Arab mengasimilasi berbagai kebudayaan dan mewarisi keahlian berbagai suku bangsa lain, ilmu hitung dan matematika dari India, keahlian membangun dari Persia, keahlian membangun kubah dari Bizantium, dan keahlian pembuatan dinding dari Armenia. Selain itu kebudayaan islam juga mengadopsi berbagai bentukan ruang dan elemen arsitektur. Tidak jarang arsitektur islam mewarisi


(4)

bangunan-bangunan keagamaan dan situs-situs pra-islam yang dialihfungsikan menjadi bangunan ibadah yakni masjid (Sopandi, 2013).

Zaman Bizantium merupakan zaman perkembangan arsitektur yang berpengaruh besar dalam arsitektur masjid, dimana Konstantinopel (sekarang Istanbul) di bangun sebuah gereja sangat besar pada waktu itu yang disebut Hagia Sophia. Pada gereja inilah dibuat kubah, kemudian penggunaan kubah menjadi ciri dari arsitektur Bizantium.

Pada zaman Bizantium banyak pula di bangun gereja dengan bentuk kubah sebagai mahkota di bagian atas pada bangunan. Tidak sedikit gereja lain yang sejaman memakai “kubah palsu” bahkan memodifikasi menjadi bentuk bawang, yaitu kubah yang runcing di atas, menggelembung di tengah seperti bawang (onion dome).

Bahkan bentuk kubah tidak sedikit hanya dipakai sebagai hiasan dan hanya berbentuk kecil, misalnya pada amortizement dan puncak dari sebuah minaret, misalnya pada banyak mesjid dan makam muslim kuno di India. Pada masjid-masjid kuno dan baru di Arab, Mesir dan lain-lain. Kubah selain menjadi penghias juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan di atas dari mihrab. Keberadaan kubah pada masjid seperti adanya kolom dalam haram dan menjadi polemik yang berkepanjangan dan kini ada yang memandang kubah sebagai simbol atau identitas dari bangunan masjid.

Menurut (Sumalyo, 2006) dalam buku arsitektur masjid, masjid dapat diartikan sebagai tempat dimana saja orang untuk bersembahyang bagi umat


(5)

muslim. Kata masjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali di dalam al-quran, yang berasal dari kata Sajada-Sujud,yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat dan takzim. Sujud dalam syariat adalah berlutut, meletakkan dahi, kedua tangan ke tanah adalah bentuk yang nyata dari arti kata tersebut di atas. Oleh karena itu bangunan yang dibuat khusus untuk shalat disebut masjid yang artinya tempat untuk bersujud.

Menurut (Huthudi & Subekti, 2004) perkembangan kubah berkaitan erat dengan perkembangan bahan ataupun material. Pada abad ke-19 terjadi suatu revolusi industri yang memberikan hasil yang luar biasa, khususnya untuk bidang pembangunan. Revolusi industri terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Hasil revolusi industri ini membawa serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa bahan bangunan. Dengan hasil ini maka bahan bangunan yang telah ada seperti bahan alami seperti batu, kayu, bata dan beton ditambah dengan bahan bangunan baru yaitu besi dan baja.

2.4 Defenisi Struktur kubah

Pengertian sederhana tentang struktur dalam kaitannya terhadap bangunan adalah bahwa struktur merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh penggunaan atau kehadiran suatu bangunan di atas permukaan tanah. (Schodek, 1999)

Menurut (Schodeck, 1999) mengatakan struktur kubah adalah suatu elemen struktural dari arsitektur yang berbentuk atap tetapi memiliki rongga dan membentuk seperti sebuah bola, yaitu tepatnya setengah lingkaran. Struktur kubah


(6)

baru lainnya adalah dengan menggunakan batang-batang yang diletakkan pada sebuah kurva yang dibuat dari garis melintang dan membujur dari suatu permukaan putar atau bulat.

Menurut (D.K.Ching & Adams, 2008) struktur kubah (dome) merupakan struktur dengan permukaan berbentuk bola, memiliki denah melingkar, terdiri dari tumpuan blok-blok, dan material kaku seperti beton bertulang atau dari elemen-elemen liniear yang pendek. Kubah menyerupai bentuk busur yang dirotasi atau diputar.

Gambar 2.1. Ilustrasi struktur rangka pada kubah (Dome) (Sumber : Makowski Z, S, 1988)

2.5 Sejarah struktur kubah

Bangsa Romawi telah mengembangkan struktur beton yang memungkinkan mereka membuat bentukan atap lengkung (vault) dan bentuk kubah (dome). Sejarah teknologi konstruksi beton diawali sejak ditemukannya

portland cement pada tahun 1824. Bentang kubah ini sebagian bergaris tengah atau berdiameter di atas 50 m dan tidak ada yang melebihi bentangan ini sampai ditemukannya konstruksi dan struktur baja pada abad ke-19.


(7)

Gambar 2.2 Ilustrasi struktur dasar bentuk kubah dari busur (Sumber : http://oghibhambara.blogspot.co.id)

Bahan bangunan yang dipakai bangsa Romawi adalah bata, keramik, semen, beton dan besi. Beton yang dikembangkan bangsa Romawi adalah bahan yang sangat kuat, tahan lama, sekaligus ekonomis. Beton memungkinkan bangsa Romawi membangun bangunan dengan struktur bentuk kubah (Dome).

2.6 Sejarah penggunaan kubah di Nusantara

Menurut (Rochim, 1983) penggunaan atap berupa kubah pada masjid di Nusantara merupakan wujud kemajuan zaman dan modernitas. Sehingga dapat menggeser penggunaan bentuk atap dan puncak yang tradisional pada masjid yang menggunakan atap tumpang atau limas.

Kehadiran penggunaan kubah pada bangunan masjid di Indonesia terbilang baru, sekitar pada abad ke-19 M. Bahkan di Jawa, atap masjid berkubah baru muncul pada pertengahan abad ke-20 M. Tetapi masjid-masjid di Indonesia tidak mengunakan desain dengan bentuk kubah pada bagian atas masjidnya,


(8)

melainkan bentuk-bentuk minimalis dan berundak, misalnya masjid Agung Demak atau Masjid Agung Banten (Gambar 2.3). Hal ini membuktikan bahwa bentuk kubah sebenarnya bukan asli warisan dari budaya islam, melainkan adopsi budaya dari luar islam yang kini justru menjadi identik sebagai bangunan tempat ibadah umat islam dan seringkali bentuk kubah menjadi identitas atau simbolisasi islam.

Gambar 2.3 Masjid Agung Demak dan masjid Agung Banten atap tumpang (Sumber : http://divanikaligrafi.com)

Gambar 2.4 Masjid Baiturrahman di Aceh menggunakan kubah (Sumber : http://divanikaligrafi.com)


(9)

Dahulu sebelum menggunakan pada ujung masjid berupa kubah kecil, masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan atap yang dibuat dari tanah liat yang bakar atau benda lainnya yang memberi tekanan pada keruncingan, atau disebut dengan mustaka. Pada masjid-masjid di desa, penggunaan kubah pada umumnya hanya pada bagian puncak atau ujung pada masjid saja, sedangkan pada atapnya masih menggunakan bentuk tumpang. (Gambar 2.5). Hal ini yang membuat bentuk masjid dengan penggunaan atap maupun puncak berbentuk kubah semakin berkembang. (Rochim, 1983)

Gambar 2.5 Masjid yang menggunakan kubah kecil pada bagian ujung atapnya (Sumber : http://divanikaligrafi.com)

2.7 Penampilan awal penggunaan kubah masjid di Sumatera

Menurut (Kurniawan & Kusumawardhani, 2012) bahwa kubah pertama digunakan di masjid Hindia Belanda yang ditemukan di pulau Penyengat, Riau yang dibangun oleh keturunan Bugis Kesultanan Riau. Masjid ini dirancang oleh seorang arsitek India dari Singapura yang ditugaskan oleh Sultan Abdurrahman yang dipertuan muda Riau VII pada tahun 1832 dan selesai pada masa pemerintahan saudaranya, Raja Ali (1844-1857). Letaknya dekat pantai timur


(10)

menghadap kota Tanjung Pinang, yang menurut Matheson adalah untuk berdiri sebagai tantangan islam dengan kafir di air. Rencana masjid Penyengat mencerminkan dari pengaruh kuil India, yang diperkaya dengan empat menara bergaya Ottoman dan motif budaya melayu (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Kubah masjid di Pulau penyegat, Riau (Sumber : Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Kubah terdiri dari empat sisi heksagonal dan segi delapan dan kubah terbuat dari pasir, kerikil dan semen. Sementara kubah utamanya didukung oleh empat kolom. Menurut sumber-sumber lokal, campuran bahan putih telur dan kapur ditambahkan untuk memperkuat struktur kubah.

Masjid kubah yang kedua yaitu masjid Al-Oesmani di Labuhan Deli (1870-1872), yang dirancang oleh arsitek Jerman GD Langereis, rasa Eropa untuk menafsirkan dan pencampuran budaya Islam (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Kubah masjid Deli pada tahun 1870 (Sumber : Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)


(11)

Langeries menerapkan struktur kubah dengan bentuk segi delapan dengan bahan tembaga pada bagian atapnya. Pada bagian eksterior menunjukkan campuran gaya arsitektur Moor dan arsitektur Mughal. Ada lima kubah dengan bahan tembaga pada bagian atap. Ruang utama masjid ditutupi dengan kubah utama yang cukup besar dengan bahan tembaga dengan bentuk segi delapan (oktagoal). Berat kubah pada masjid ini diyakini lebih dari 2,5 ton. Langit-langit pada masjid ini dibuat dengan bahan kayu dengan bentuk melengkung mengikuti bentuk kubah. Meskipun struktur kubah tidak bisa dilihat, informasi dari manajemen masjid mengatakan bahwa frame atau struktur besi yang digunakan adalah sebagai struktur utama pada kubah.

Masjid kubah ketiga yaitu masjid Baiturrahman di Aceh (1879-1881). Masjid Baiturrahman yang terletak di jantung Kutaraja (Banda Aceh). Pada bagian Barat dan sisi Utara dari masjid ini yang selamat dari serangan tsunami pada tahun 2004, yang secara langsung berdekatan dengan pasar Aceh (pasar tradisional Aceh). Perbatasan pada sisi Selatan adalah daerah taman Sari. Di bagian sisi Timur di mana terletak pintu masuk utama yang memiliki gerbang dan menara yang terletak secara simetris. Masjid ini memiliki tujuh kubah dan dengan empat menara, telah mengalami beberapa perubahan dan renovasi sebelum mencapai bentuk kubah masjid yang sekarang (Gambar 2.8).


(12)

Gambar 2.8 Kubah masjid Baiturahman pada tahun 1879 (Sumber : Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Masjid baru Baiturrahman mengingatkan gaya arsitektur Arab, Eropa klasik dan gaya arsitektur Moorish. Gaya arsitektur Moorish yang jelas di tunjukkan dari pintu interior dan dari bagian depan. Penggunaan bentuk geometris sebagai unsur utama dari ornamen dekoratif termasuk motif Arab yang natural dan rencana bentuk masjid adalah bentuk salib terbalik.

Pada bagian atap di tutupi oleh kubah utama dengan karakteristik arsitektur Mughal. Bentuk kubah dasar tampak seperti tambur yang berbentuk segi delapan. Kubah terbuat dari struktur kayu dengan satu kolom besar ditengah sebagai kolom utama yang digunakan untuk mendukung membentuk kubah bawang nya. Struktur ini di tutupi oleh papan kayu yang di panaskan untuk mendapatkan bentuk yang melengkung. Akhirnya, kubah ditutupi oleh atap sirap kayu yang cukup keras.


(13)

2.8 Tipologi penggunaan awal kubah masjid di Sumatera

Menurut (Kurniawan & Kusumawardhani, 2012) tipologi penggunaan awal kubah masjid di Sumatera dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 2.1)

Masjid Jami 'di Pulau Penyengat. Dibangun tahun: 1832 – 1844 Arsitek dari Singapore.

N/A N/A

Masjid Al Osmani Dibangun tahun: 1870-1872, Arsitek: GD Langereis(Jerman)

Masjid Raya Baiturrahman. Dibangun tahun 1879 – 1881 Arsitek: de Bruins

N/A N/A

Masjid Azizi Dibangun tahun 1900-1902 Arsitek dari Jerman


(14)

Tabel 2.1 Tipologi awal kubah masjid di Sumatera Masjid Raya

Stabat

Dibangun tahun: 1904

Arsitek: (Belum diketahui

N/A N/A

Masjid Al Ma'shun di Medan.

Dibangun tahun 1906.

Arsitek: AJ.Tingdeman

Masjid Syahabuddin Dibangun pada tahun 1926. Arsitek: (Belum diketahui)


(15)

2.9 Ragam bentuk kubah

Bentuk kubah juga beragam tergantung gaya arsitektur dan daerahnya. 1. Kubah belahan (hemispherical dome)

Kubah inilah yang umumnya dijumpai pada gereja atau bangunan berarsitektur Barat. Kubah ini berbentuk setengah lingkaran sempurna dengan tholobate berbentuk silinder (melingkar), misalnya kubah Basilika St. Peter.

Gambar 2.9 Basilika St. Peter.

2. Kubah oktagonal

Kubah yang jika dilihat masih mempertahankan bentuk rusuknya yang bersegi. Bagian tholobatenya juga memiliki sisi, tidak seperti drum pada kubah hemispherical atau pada kubah belahan yang berbentuk silinder sempurna. Contohnya adalah kubah katedral Florence.


(16)

3. Kubah piring (saucer dome)

Kubah yang berbentuk seperti piring terbalik (menelungkup). Kubah jenis ini sangat sering digunakan pada gereja bergaya Byzantine contohnya Hagia Sophia dan masjid bergaya Ottoman.

Gambar 2.11 Hagia Sophia

4. Kubah layar (sail dome/pendetive dome)

Kubah yang sangat khas pada gaya arsitektur Byzantine (kristen orotodoks), dimana pada bagian atas tholobatenya terdapat bagian setengah lingkaranyang menyangga kubah. Akibatnya, jika dilihat dari bawah bagian dalam kubah tampak seperti layar yang dikembangkan di keempat sisinya.


(17)

5. Kubah payung (umbrella dome)

Kubah jenis ini masih menampakkan rusuk-rusuk vertikalnya. Contohnya seperti kubah Basilika St. Peter, kubah katedral Florence, serta kubah Hagia Sophia. Kubah-kubah islam umumnya jarang menerapkan kubah bergaya seperti ini. Biasanya kubah masjid lebih polos dan permukaannya lebih halus tanpa menunjukkan rusuk-rusuk nya. Terkecuali pada dome of the rock dan masjid-masjid bergaya Ottoman, sebab gaya kubahnya masih sangat di pengaruhi kubah bergaya kristen.

6. Kubah umbi bawang (onion dome)

Kubah ini merupakan ciri khas arsitektur islam dan kristen ortodoks. Contohnya seperti katedral St Petersburg dan lain-lain.

Gambar 2.13 Katedral St.Petersburg.

7. Kubah bentuk buah pir (pear shaped dome)

Kubah jenis ini sangat khas ditemukan pada gereja-gereja kristen ortodoks di Ukraina dan wilayah Eropa Timur lainnya. Kubah ini jarang diterapkan dalam ukuran besar dan umumnya digunakan sebagai kubah pada puncak menara. Contohnya pada St. Michael Golden dome Monastery di Kiev, Ukraina.


(18)

Gambar 2.14 St Michael Golden dome Monastery di Kiev, Ukraina

8. Kubah tunas (bud dome)

Kubah ini hanya ditemukan pada gaya arsitektur Baroque, berupa kubah yang memiliki “tunas” berupa kubah berbentuk umbi bawang yang lebih kecil pada bagian atasnya. Misalnya pada katedral St. Andrew di Kiev, Ukraina.

Gambar 2.15 Katedral St. Andrew di Kiev, Ukraina.

9. Kubah berbentuk lonceng (bell shaped dome)

Kubah ini tampak seperti lonceng yang ditelungkupkan. Kubah berbentuk lonceng ini dijumpai pada kubah katedral Dresden, Jerman.


(19)

10.Kubah bentuk melon (melon dome)

Kubah ini sangat unik sebab berbentuk seperti buah semangka atau melon. Kubah ini sangat khas terdapat pada kubah-kubah masjid di Asia Tengah. Contohnya yang terkenal adalah kubah masjid Agung St. Petersburg di Rusia yang merupakan masjid terbesar di Eropa.

Gambar 2.17 Masjid Agung St. Petersburg, Rusia

2.10 Kriteria pemilihan masjid di beberapa negara di dunia hingga di Asia Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan populasi pada beberapa bangunan masjid di dunia hingga di Asia di lihat pada tabel di bawah ini.

Nama Masjid Lokasi dan Tahun di bangun

Kriteria Gambar kubah masjid

Masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, di

Kairouan

Tunisia tahun 670

Masjid monumental islam

di Afrika Utara

Dome Of The Rock, Di Yerussalem tahun 687

Masjid monumental

Masjid Sheikh

Lotfollah Iran tahun 1603

Masjid kerajaan atau Kaisar


(20)

Masjid Shah di Isfahan

Iran tahun 1611

Masjid kerajaan atau Kaisar

Masjid jama’ di

Delhi. India tahun 1650

Masjid Kaisar dan masjid nasional di kawasan Dehli Tua

Masjid Badshahi Pakistan tahun 1671

Masjid Kaisar atau Kerajaan Masjid Sultan Masjid Muhammad Ali Pasha Singapura tahun 1824 Kairo, Mesir tahun 1830 Masjid Kesultanan Masjid sebagai landmark di Kairo

Masjid Jami’ di Pulau Penyengat Riau, Indonesia tahun 1832 Masjid Kesultanan Masjid Al-Oesmani Labuhan Deli Sumatera Utara, Indonesia tahun 1870 Masjid Kesultanan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Indonesia tahun 1879 Masjid Kesultanan Aceh


(21)

Masjid Raya Stabat, Langkat Sumatera Utara, Indonesia tahun 1904 Masjid sebagai landmark di kota

Stabat

Masjid Raya Al-Mashun, Medan

Sumatera Utara, Indonesia tahun

1906

Masjid sebagai landmark di kota

Medan

Masjid Jamek Malaysia tahun 1909

Masjid Negara di Kuala

Lumpur

Masjid Zahir di Alor Setar

Malaysia tahun

1912 Masjid Kesultanan

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin Brunei Darussalam Tahun 1958 Masjid Kesultanan Brunei Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat Sumatera Utara, Indonesia Tahun 1900 Masjid Kesultanan

Masjid Jamia di Nairobi

Kenya, Afrika tahun 1902

Masjid Nasional di Afrika


(22)

Masjid Bahagian Kuching di Sarawak

Malaysia tahun 1960 Masjid monumental di Malaysia Masjid Grand Jumeirah

Dubai, UAE tahun 1978 Masjid sebagai landmark dan monumental Masjid Istiqlal, Masjid Abuja Nasional Jakarta, Indonesia tahun 1978 Nigeria tahun 1984 Masjid Nasional di Jakarta

Masjid Nasional di Nigeria

Masjid Raya Al Fateh Bahrain tahun 1987 Masjid Kerajaan Bahrain Masjid Agung Sultan Qaboos Oman tahun 1992 Masjid Kesultanan Oman

Masjid Sheikh Zayed Abu Dhabi, UEA tahun 1996

Masjid sebagai landmark di UEA


(1)

5.

Kubah payung (

umbrella dome

)

Kubah jenis ini masih menampakkan rusuk-rusuk vertikalnya. Contohnya

seperti kubah Basilika St. Peter, kubah katedral Florence, serta kubah

Hagia Sophia. Kubah-kubah islam umumnya jarang menerapkan kubah

bergaya seperti ini. Biasanya kubah masjid lebih polos dan permukaannya

lebih halus tanpa menunjukkan rusuk-rusuk nya. Terkecuali pada

dome of

the rock

dan masjid-masjid bergaya Ottoman, sebab gaya kubahnya masih

sangat di pengaruhi kubah bergaya kristen.

6.

Kubah umbi bawang (

onion dome

)

Kubah ini merupakan ciri khas arsitektur islam dan kristen ortodoks.

Contohnya seperti katedral St Petersburg dan lain-lain.

Gambar 2.13 Katedral St.Petersburg.

7.

Kubah bentuk buah pir (

pear shaped dome

)

Kubah jenis ini sangat khas ditemukan pada gereja-gereja kristen ortodoks

di Ukraina dan wilayah Eropa Timur lainnya. Kubah ini jarang diterapkan

dalam ukuran besar dan umumnya digunakan sebagai kubah pada puncak

menara. Contohnya pada St. Michael Golden dome Monastery di Kiev,

Ukraina.


(2)

Gambar 2.14 St Michael Golden dome Monastery di Kiev, Ukraina

8.

Kubah tunas (

bud dome

)

Kubah ini hanya ditemukan pada gaya arsitektur Baroque, berupa kubah

yang memiliki “tunas” berupa kubah berbentuk umbi bawang yang lebih

kecil pada bagian atasnya. Misalnya pada katedral St. Andrew di Kiev,

Ukraina.

Gambar 2.15 Katedral St. Andrew di Kiev, Ukraina.

9.

Kubah berbentuk lonceng (

bell shaped dome

)

Kubah ini tampak seperti lonceng yang ditelungkupkan. Kubah berbentuk

lonceng ini dijumpai pada kubah katedral Dresden, Jerman.


(3)

10.

Kubah bentuk melon (

melon dome

)

Kubah ini sangat unik sebab berbentuk seperti buah semangka atau melon.

Kubah ini sangat khas terdapat pada kubah-kubah masjid di Asia Tengah.

Contohnya yang terkenal adalah kubah masjid Agung St. Petersburg di

Rusia yang merupakan masjid terbesar di Eropa.

Gambar 2.17 Masjid Agung St. Petersburg, Rusia

2.10 Kriteria pemilihan masjid di beberapa negara di dunia hingga di Asia

Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan populasi pada beberapa

bangunan masjid di dunia hingga di Asia di lihat pada tabel di bawah ini.

Nama Masjid Lokasi dan Tahun di bangun

Kriteria Gambar kubah masjid

Masjid Jami' Uqba Ibn Nafi’, di

Kairouan

Tunisia tahun 670

Masjid monumental islam

di Afrika Utara

Dome Of The Rock, Di Yerussalem tahun 687

Masjid monumental

Masjid Sheikh

Lotfollah Iran tahun 1603

Masjid kerajaan atau Kaisar


(4)

Masjid Shah di Isfahan

Iran tahun 1611

Masjid kerajaan atau Kaisar

Masjid jama’ di

Delhi. India tahun 1650

Masjid Kaisar dan masjid nasional di kawasan Dehli Tua

Masjid Badshahi Pakistan tahun 1671

Masjid Kaisar atau Kerajaan

Masjid Sultan

Masjid Muhammad Ali Pasha

Singapura tahun 1824

Kairo, Mesir tahun 1830

Masjid Kesultanan

Masjid sebagai landmark di Kairo

Masjid Jami’ di Pulau Penyengat

Riau, Indonesia tahun 1832

Masjid Kesultanan

Masjid Al-Oesmani Labuhan Deli

Sumatera Utara, Indonesia tahun 1870

Masjid Kesultanan

Masjid Raya Baiturrahman

Banda Aceh, Indonesia tahun

Masjid Kesultanan Aceh


(5)

Masjid Raya Stabat, Langkat

Sumatera Utara, Indonesia tahun

1904

Masjid sebagai landmark di kota

Stabat

Masjid Raya Al-Mashun, Medan

Sumatera Utara, Indonesia tahun

1906

Masjid sebagai landmark di kota

Medan

Masjid Jamek Malaysia tahun 1909

Masjid Negara di Kuala

Lumpur

Masjid Zahir di Alor Setar

Malaysia tahun

1912 Masjid Kesultanan

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin

Brunei Darussalam Tahun 1958

Masjid Kesultanan Brunei Masjid Azizi

Tanjung Pura, Langkat

Sumatera Utara, Indonesia Tahun 1900

Masjid Kesultanan

Masjid Jamia di Nairobi

Kenya, Afrika tahun 1902

Masjid Nasional di Afrika


(6)

Masjid Bahagian Kuching di Sarawak

Malaysia tahun 1960

Masjid monumental di Malaysia

Masjid Grand Jumeirah

Dubai, UAE tahun 1978

Masjid sebagai landmark dan

monumental

Masjid Istiqlal,

Masjid Abuja Nasional

Jakarta, Indonesia tahun 1978

Nigeria tahun 1984

Masjid Nasional di Jakarta

Masjid Nasional di Nigeria

Masjid Raya Al Fateh

Bahrain tahun 1987

Masjid Kerajaan Bahrain

Masjid Agung Sultan Qaboos

Oman tahun 1992

Masjid Kesultanan Oman

Masjid Sheikh Zayed Abu Dhabi, UEA tahun 1996

Masjid sebagai landmark di UEA