BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Masjid - Studi Perbandingan Arsitektur Bangunan Masjid Al – Osmani dan Masjid Azizi Tanjung Pura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Masjid

  Kata masjid secara etimologi diambil dari akar kata sajada-sujudun, yang memiliki arti patuh, taat, serta tunduk. Lalu kata sajada ini diberikan awalan ma, sehingga terbentuklah kata masjid. Bentuk hormat tersebut dilakukan dengan cara meletakkan dahi, kedua tangan , lutut, dan kaki ke tanah yang lalu diberikan nama sujud oleh

  syari’at adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna-makna

  di atas ( Yasu’i & Tottel, 1986). Oleh karena itu dapat diartikan “masjid” adalah tempat untuk bersujud. Pengertian kata masjid, seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya mengalami perubahan. Masa sekarang ini kata masjid lebih sering diartikan sebagai bangunan yang dipergunakan sebagai tempat shalat. Secara umum masjid merupakan bangunan yang bukan sekedar tempat bersujud, persucian, tempat salat dan bertayamum, namun masjid juga merupakan tempat melaksanakan segala aktivitas kaum Muslim yang bersangkut paut dengan ketaatan terhadap Tuhan (Shihab, 1997).

  Menurut fungsi dan bentuknya, masjid dibagikan atas beberapa nama. Masjid Jami adalah masjid yang digunakan untuk shalat Jum’at (Rasyid, 1976).

  Memorial mosque adalah masjid yang digunakan sebagai tanda peringatan peristiwa penting dalam sejarah Islam, contohnya Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Terdapat pula masjid makam atau masyad, yaitu masjid yang berdiri pada kawasan pemakaman, seperti Masjid Sendang Duwur di Lamongan dan Masjid Astana Gunung Jati di Cirebon. Istilah musholla digunakan untuk masjid yang hanya digunakan untuk shalat sehari

  • – hari tanpa melakukan shalat Jum’at (Tjandrasasmita, 1976). Dikenal pula beberapa masjid yang diberi nama masjid agung di Jawa, masjid raya di Sumatera serta masjid negara yang terletak pada pusat pemerintahan yang dijadikan simbol kekuasaan. Ada pula masjid madrasah yang merupakan masjid yang juga digunakan sebagai madrasah, serta masjid wanita yang mengkhususkan kaum wanita yang dapat menggunakan masjid ini untuk shalat dan pengajian. Contohnya pada Masjid Isteri di Kauman Yogyakarta yang didirikan tahun 1922/1923 M dan Masjid Isteri di Kampung Pengkolan, Garut yang didirikan tanggal 1 Februari 1926 (Aboebakar, 1955)

2.2 Fungsi Umum Masjid

  Dengan pengertian dari masjid yang merupakan tempat untuk bersujud, jelas fungsi masjid adalah sebagai sarana tempat untuk menyampaikan pembicaraan mengenai pokok

  • – pokok kehidupan (yang berhubungan dengan ibadah, maupun kebudayaan yang berdasarkan Islam) dalam upaya menyampaikan ajaran Islam dan sebagai tempat melaksanakan ibadah salat. Peran dan fungsi masjid tidak hanya sebatas memfasilitasi pelaksanaan salat saja, masjid juga berfungsi sebagai pusat pengendalian pemerintah, administrasi, dakwah, sebagai tempat musyawarah, belajar ilmu pengetahuan, sebagai tempat memutuskan perkara, dan sebagai tempat yang berkaitan dengan urusan agama (Mustofa, 2008). Jadi masjid merupakan sarana tempat untuk kegiatan umat Islam, oleh karena itu pembangunan masjid dilakukan secara bersama, tanpa ada kepentingan suatu kelompok manapun.
Pada bentuk awalnya masjid itu bukanlah bangunan yang megah perkasa seperti masjid-masjid yang tampil pada masa kerajaan, yang penuh dengan keindahan dengan ciri-ciri keagungan arsitektur pada penampilan fisiknya. Masjid pertama yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW adalah sangat sederhana.

  Denahnya memiliki bentukan segi empat dengan hanya dinding yang dibuat semacam serambi yang langsung terhubung dengan lapangan terbuka yang merupakan bagian pusat dari masjid yang berbentuk segi empat tersebut. Bagian pintu masuknya ditandai dengan penggunaan gapura atau gerbang yang terdiri dari tumpukan batu yang bahannya berasal dari batu

  • – batu yang terdapat di daerah setempat, dan juga bahan-bahan yang dipergunakan adalah material yang terdapat daerah tersebut, sehingga amat sederhana mutu bahan-bahan yang dipergunakan itu, seperti batu-batu alam atau batu-batuan gunung, pohon, dahan dan daun kurma (Rochym, 1983).

2.3 Fungsi Masjid di Indonesia

  Fungsi masjid di Indonesia tidak jauh berbeda dengan fungsi masjid di negara lainnya. Selain digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan shalat, juga seringkali digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajian dan peringatan

  • – peringatan hari besar agama Islam (Anom, 1999). Namun tentunya terdapat pula beberapa perbedaan fungsi dari negara lain yang disebabkan oleh adanya tradisi lokal yang ikut mewarnai kehidupan masyarakatnya dalam beragama.

  Sampai saat ini masjid kuno di Indonesia masih menjadi perhatian khusus, meskipun wujud perhatiannya seringkali bersifat unik dan mistik yang sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Islam baik dalam hadist maupun Al

  • – Qur’an. Umat Islam di Indonesia seringkali melakukan ziarah dan menginap untuk beberapa lama di masjid kuno tersebut.

  Keberadaan masjid memang tidak terlepas dari pendidikan umat Islam. Menurut sejarah masjid juga turut berperan penting dalam mencerdaskan masyarakat, dan melahirkan tokoh

  • – tokoh besar yang berpengaruh terhadap perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan. Tokoh – tokoh besar tersebut salah satu nya yakni Wali Songo yang merupakan sosok tokoh yang menggunakan masjid sebagai tempat untuk mendidik para pengikutnya melalui berbagai kegiatan di masjid. Masjid Kudus dan Masjid Demak merupakan contoh masjid yang berperan penting pada masa itu. Istilah masjid pesantren menjelaskan bahwa umat islam di Indonesia sangat menghargai ilmu. Masjid ini berada di lingkungan pesantren, biasanya dikelilingi oleh podok (asrama) santri. Di masjid ini para santri akan mempelajari bahasa Arab, hadist, Qur’an, dan tafsir.

2.4 Arsitektur Masjid dan Perkembangannya

2.4.1 Karakteritik Arsitektur Masjid

  Perkembangan Islam pada kelompok-kelompok suku dan bangsa di luar wilayah Arab, berpengaruh langsung pada keragaman arsitektur sarana ibadah Islam, terutama masjid. Arsitektur masjid tidak pernah diatur dengan secara detail dan terperinci baik dalam Al-Quran ataupun Hadist (Nana, 2002). Ada beberapa panutan untuk merencanakan dan mendirikan masjid yang indah dan agung selama masih maengikuti batas-batas ajaran Islam. Batasan-batasan tersebut yaitu (Muti’ah, 2011) :

  1.Tidak boleh menyerupai produk ajaran agama lain (Tasyabbuuh), seperti gereja, kelenteng, candi dan bengunan ibadah lainnya. Artinya secara sepintas saja akan langsung dikenali bahwasanya bangunan tersebut adalah bangunan masjid, dengan ciri khasnya, seperti menara, beratap kubah, dan lain-lainnya.

  2.Masjid hendaknya mencerminkan simbol ajaran Islam. Seperti segitiga yang merupakan simbol dari Islam yang berarti Iman, Islam dan Ihsan merupakan pondasi segi enam sebagai simbol Rukun Islam, dan lain-lain

  3.Tidak boleh berlebihan (ishraf), jangan hanya karena ingin merancang bangunan masjid yang indah lalu melebihi kebutuhan yang dituntut, keindahan jangan menjadi tujuan tanpa mempertimbangkan fungsi, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.

  Menurut Frehman (1997) bangunan masjid terdiri dari bagian bagian bangunan antara lain:

  Kubah. Pada bangunan ibadah seluruh umat beragama menggunakan

  kubah sebagai atap pada bangunan. Akan tetapi kubah lebih dominan digunakan pada bangunan masjid dan gereja. Kubah merupakan karakteristik arsitektur Islam dari masa pembaruan Islam dengan arsitektur barat yang disebut arsitektur Byzantium (Rochim, 1983).

  Menara. Menara merupakan bangunan yang memiliki ukuran tinggi yang

  ukurannya jauh lebih tinggi dari bangunan induknya. Struktur bangunan menara juga merupakan bangunan yang ukuran ketinggiannya lebih besar dibandingkan dengan ketebalannya. Bangunan menara dapat berdiri sendiri ataupun juga dapat ditemukan di bangunan lain. Fungsi menara pada bangunan masjid digunakan oleh seseorang yang mengumandangkan adzan (muadzim) untuk tempat mengumandangkan adzan sebagai tanda shalat.

  Taman. Taman merupakan bagian dari bangunan yang menghubungkan

  bangunan dengan alam. Taman juga berfungsi untuk peralihan unsur kontiunitas antara elemen interior pada ruang dalam yang didominasi unsur tumbuhan, bunga, dan daun.

  Aula Shalat. Aula shalat merupakan ruangan yang luas yang berfungsi

  sebagai tempat untuk shalat dan aktifitas keagamaan lainnya. Ruang shalat biasanya dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas. Untuk membedakan daerah pria dan wanita.

  Mihrab. Mihrab merupakan bagian tempat berdirinya imam dalam

  melaksanakan shalat yang terdapat di aula shalat. Mihrab biasanya berbentuk sebuah bidang dinding yang melengkung ke dalam sehingga menciptakan ruang. Arahnya berada pada arah kiblat yang merupakan orientasi shalat.

  Mimbar. Mimbar merupakan sebuah podium yang difungsikan untuk penyampai khutbah (khotib). Terdapat pada sisi kanan mihrab.

  Kedudukannya lebih tinggi dari ruang shalat dengan tujuan agar khatib dapat dilihat oleh jamaah. Arah hadap mimbar ke arah jamaah sehingga membelakangi arah kiblat. Ciri umum arsitektur masjid selalu mengenai pola atau ornamen yang terus berulang dan berirama, serta struktur yang melingkar. Ornamen pada bangunan masjid umumnya berbentuk ukiran dari Al-Quran dalam kaligrafi dengan latar belakang pola geometrik atau dengan corak alami (Rochym, 1983). Tujuannya adalah untuk mendapat manfaat dari ayat- ayat Al-Quran yang berfungsi untuk mengingat tentang ajaran Islam.Macam-macam motif yang terdapat pada masjid, yaitu: motif Arabesque, dalam hal motif ajaran Islam melarang memakai motif berbentuk hewan dan manusia. Oleh karena itu, para seniman muslim suka menciptakan motif yang berbentuk geometris dan floral (tumbuhan), termasuk pada bagian interior bangunan. Menurut Yulianto Sumalyo (2000) unsur kebudayaan dan gaya seni pada daerah setempat mempengaruhi bentuk, tata ruang, konstruksi, dekorasi, dan aspek arsitektural lainnya pada bangunan masjid. Tanpa meninggalkan aturan- aturan penting seperti arah qiblat dan aturan-aturan masjid lainnya.

  Penggabungan unsur-unsur budaya pada bangunan masjid juga merupakan suatu bentuk usaha masyarakat atau umat Islam setempat dalam menunjukkan identitasnya.

2.4.2 Perkembangan Arsitektur Masjid di Indonesia

  Di Indonesia yang merupakan negara dengan penganut Islam terbesar di ASEAN, perkembangan pembangunan masjid berlangsung dengan pesat. Bila dibandingkan dengan arsitektur masjid-masjid kuno di dunia Islam lainnya, arsitektur masjid-masjid kuno di Indonesia sangatlah sederhana. Padahal pada bangunan-bangunan lain yang dahulunya telah dibangun sebelum masuknya Islam di Indonesia seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan kemegahan arsitekturnya sangat menonjol. Hal tersebut dikarenakan kurang munculnya gairah mencipta karya seni secara begitu saja tanpa adanya rangsangan dalam mencipta.

  (Yudoseputro, 1986).

  Bentuk bangunan masjid di Indonesia umumnya memiliki ciri

  • – ciri seperti berdenah bujur sangkar, pada bagian depan dan samping bangunan memiliki serambi, dan juga pada bagian depan dan samping bangunan masjid umumnya memiliki sebuah kolam, sebagai tempat wudhuk, dan sisi belakang bangunan umumnya ke arah barat, di karenakan arah kiblat di Indonesia terletak di arah barat, di tengah - tengah arah barat ini terdapat mighrab yang digunakan untuk tempat imam memimpin sholat, disamping itu juga terdapat atap menara.

  Menurut G.F. Pjiper (1984) mayoritas masjid tua di Indonesia mengikuti pola bangunan masjid Jawa dengan ciri-ciri :

  1. Pondasi bangunan berbentuk persegi dengan lantai yang agak tinggi.

  2. Masjid tidak berdiri di atas tiang, seperti rumah di Indonesia model kuno, tetapi tidak di atas dasar yang padat.

  Namun sekarang masjid Indonesia lebih banyak berbentuk melengkung melengkung setengah lingkaran berupa kubah. Keberagaman suku dan budaya Indonesia membuat masjid - masjid di Indonesia antara daerah satu dan daerah lain, suku satu dengan suku yang lain memiliki ciri

  • – ciri yang berbeda.

2.4.3 Perkembangan Arsitektur Masjid di Kota Medan

  Perkembangan gaya arsitektur di Kota Medan umumnya berarsitektur Melayu. Arsitektur Melayu pada Kota Medan berasal dari peran Kesultanan Deli. Di Pulau Sumatera, khususnya kota Medan, memiliki ciri khas arsitektur tersendiri, dengan ciri-ciri bangunan antara lain: Denah bangunan berbentuk segi empat Masjid mempunyai serambi di depan maupun di kedua sisinya Masjid mempunyai ruang tambahan yang difungsikan sebagai mihrab Atap Berbentuk kubah tunggal bersegi delapan terbuat dari tembaga, bagian atas dinding penopang atap sedikit melebar keluar dihiasi corak dengan bentuk melengkung Kolom

  • – kolom dan tiang tiang berbentuk bulat langsing Pemilihan warna cerah pada cat dinding, seperti hijau, kuning, serta putih Hal tersebut dapat di buktikan pada arsitektur Masjid Al-Osmani yang merupakan contoh perwujudan perkembangan agama Islam di Kota Medan. Masjid Al-Osmani terletak di dua puluh kilometer sebelah utara kota Medan, provinsi Sumatera Utara, di daerah Labuan. Masjid ini lebih dikenal dengan Masjid Labuan dikarenakan lokasinya yang berada di daerah Labuan. Masjid ini adalah masjid tertua di kota Medan. Masjid Al Osmani didominasi warna kuning, warna kebesaran kesultanan melayu. Masjid Osmani bahkan lebih dulu dibangun dibandingkan dengan masjid Raya Al Mahsun di pusat kota medan, pada masa kekuasaan Sultan Osman Perkasa Alam pada tahun 1854 dengan penggunaan bahan kayu sebagai bahan bangunannya. Yang kemudian dilakukan pembangunan bangunan secara permanes pada tahun 1870-1872. Dan dilakukan proses renovasi oleh Deli Maatchappij pada tahun 1927. Lalu dilakukan pemugaran bangunan pada tahun 1991-1992 atas prakarsa H. Bachtiar Djafar Walikota Medan.

Gambar 2.1 Masjid Al-Osmani

  

Sumbe

  Masjid tertua selanjutnya yaitu Masjid Lama Gang Bengkok yang berdiri pada tahun 1874, yang merupakan bangunan masjid yang dibangun di atas tanah wakaf dari Haji Muhammad Ali yang lebih dikenal dengan nama Datuk Kesawan yang seluruh biaya pembangunannya di tanggung oleh -1921). Tjong A Fie adalah seorang saudagar Thionghoa dari daratan China yang kemudian hijrah ke Kota Medan di awal abad ke 19. Dibangun 20 tahun setelah) di Labuhan Deli, yang merupakan masjid tertua di Kota Medan. Masjid Lama Gang Bengkok tidak saja merekam jejak sejarah pembauran orang melayu dengan orang China di kota Medan dalam pembangunan masjid ini tapi juga mewariskan nafas pembauran itu hingga kini.

Gambar 2.2 Masjid Gang Bengkok

  (Sumber :

  Masjid tua di medan selanjutnya yaitu Masjid Raya Al-Mashun yang terletak di Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Baru, Kotamadia Medan Jalan.

  Sisingamaraja. Di sebelah barat berbatasan dengan Jalan. Mahkamah, sebelah utara dibatasi dengan jalan Masjid, serata selatan terdapat pemukiman yang dibatasi oleh Jalan. Sipiso-piso. Masjid ini menghadap ke arah timur dan dikelilingi oleh pagar dari besi dengan tinggi 1 m. Areal masjid merupakan sebuah kompleks yang terdiri atas bangunan pintu gerbang pada sisi timur laut dan pada sebelah timur terdapat tempat wudhu. Pada sisi baratterdapat komplek pemakaman komplek keluarga Sulthan. Masjid Raya Al-Mashun dimiliki dan dikelola oleh keluarga Kerajaan Sultan Deli yang didirikan pada tanggal 21 Agustus 1906. Oleh arsitek asal Belanda yaitu T.H van Erp yang merupakan seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL. Nama al- ma’shun berarti masjid yang mendapat pemeliharaan dari Allah SWT. Pembangunan masjid selesai selama tiga tahun. Secara keseluruhan biaya pembangunan Masjid ditanggung sendiri oleh Sultan pada masa itu.

Gambar 2.3 Masjid Raya Al-Mashun

  

(Sumber :

2.5 Tipologi Bangunan Masjid

  Kata tipology terdiri atas TYPE yang berasal dari kata Typos yang bermakna karakter, jenis, bentuk, gambaran, atau impresi suatu objek sedangkan LOGY adalah ilmu yang mempelajari tentang sesuatu, Sehingga Tipology dapat diartikan sebagai

  “Ilmu yang mempelajari tentang impresi, gambaran, bentuk, jenis atau karakter dari suatu objek”. Ilmu tipologi akan mengarah pada upaya untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan berdasarkan kaidah tertentu yang berdasarkan kepada (Sulistijowati, 1991):

  • – Fungsi (meliputi simbolis, struktural dan penggunaan ruang dan lain lain) Geometrik (meliputi prinsip tatanan, geometrik, dan lain
  • – lain) Langgam (meliputi etnik dan budaya, periode, geografi atau lokasi, dan
  • – lain)
Masjid dalam pembangunan awalnya hanyalah berupa bangunan non fisik yang didirikan oleh Nabi Muhammad (610 M

  • – 632 M) di Madinah. Berupa ruang terbuka yang hanya dibatasi oleh tembok sebagai garis batas tanah milik warga Madinah yang kemudian diserahkan sebagai tempat pusat kegiatan pergerakan Nabi dan para pengikutnya yang kemudian disebut masjid.

Gambar 2.4 Rekonstruksi Masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW

  (Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000)

Gambar 2.5 Denah Masjid Nabawi saat perluasan pada tahun 640 M

  

(Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000 ) Selanjutnya bangunan masjid mulai terjadi perubahaan dengan kecendrungan untuk menjadi satu sosok bangunan dengan elemen-elemen arsitektur berupa lantai, dinding, atap serta bukaan

  • – bukaannya. Berbagai macam bentuk bangunan masjid dari berbagai negara tersebut antara lain :

  Masjid di Yaman (Arab) memiliki pola hypostyle yang memiliki ciri berupa terdapat halaman yang berada di dalam bangunan dengan terdapat portico mengelilinginya. Bangunan berbentuk segiempat dengan terdapat halaman dalam atau shan. Bangunan masjid di Yaman umumnya memiliki iwan dan haram berupa lorong yang dibentuk oleh kolom

  • – kolom berderet dan berbaris sejajar. Terdapat pelengkung arcade yang ditopang oleh beberapa kolom penyangga yang terdapat di sisi maupun di dalam bangunan. Memiliki minaret (menara) yang umumnya berukuran lebih tinggi dari bangunan masjid utama yang terdiri dari tiga bagian, pada bagian bawah menyatu dengan dinding bangunan masjid, bagian atasnya berdenah bujur sangkar, bagian atasnya berbentuk silindris maupun segi delapan yang ukurannya semakin mengecil, puncak minaret ditutupi oleh kubah kecil. Atap bangunan masjid umumnya menggunakan atap kubah dan atap datar (Sumalyo, 2000).
Keterangan :

  A. Mihrab Utama

  a. Mihrab Pelengkap

  b. Pintu Masuk

  c. Minaret

  d. Unit kotak segi empat seperti kabah

Gambar 2.6 Denah (atas) dan perspektif aksonometri (bawah) salah satu Masjid di Yaman

  (Masjid Agung San’a) (Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000)

  Masjid di Jerussalem (Ahypostyle, dengan ciri berupa memiliki sahn (halaman dalam), maupun iwan. Umumnya terdapat halaman dalam, namun dibentuk karena penggunaan pagar bukannya dikelilingi iwan. Denah masjid dengan bentuk segi empat panjang, yang pada sisi bangunan dikelilingi oleh tembok berukuran tinggi. Pada dalam bangunan terdapat banyak kolom berderet membentuk lajur. Pada sisi bangunan masjid terdapat portico lebar selebar masjid yang difungsikan sebagai ruang peralihan luar dan dalam. Pada bagian dalam bangunan masjid terdapat ornamen yang terdiri dari kaligrafi, arabesque, dan geometris. Pada bagian atap menggunakan atapberbentuk datar dan kubah tunggal (Sumalyo, 2000).

  Masjid di Mesir (Arab) berpola bukan hypostyle, ditandai dengan adanya halaman yang terdapat pada depan, belakang, dan samping bangunan.

  Terdapat kolom berjajar dan berderet dalam ruang yang menyangga atap.

  • – Dinding diatas kolom yang mengelilinginya dihias dengan pelengkung pelengkung patah, lingkaran
  • – lingkaran dengan garis – garis, hiasan arabesque. Kolom-kolomnya berbentuk silindris. Terdapat gerbang masuk utama yang umumnya terdapat pada bagian depan lahan masjid. Penutup atap bangunan masjid di Mesir umumnya menggunakan atap kubah dan atap datar. Minaret pada masjid di Mesir umumnya berbentuk silindris dan segi empat dan segi delapan, biasanya be
  • – bentuk tersebut disusun secara berurut dalam satu minaret yang ukurannya semakin mengecil keatas dengan kubah sebagai penutup atapnya, pada dinding minaret terdapat ukiran – ukiran geometri dan floral (Sumalyo, 2000).

Gambar 2.7 Denah (kiri) dan perspektif aksonometri (kanan) salah satu Masjid di Mesir

  (Masjid al Hakim) (Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000) Masjid di Persia umumnya berdenah persegi panjang dengan sisi yang memanjang ke arah belakang. Berpola khas arsitektur arab yaitu hypostyle yang mempunyai shan, riwaq, dan haram atau ruang sembahyang utama. Terdapat kolom-kolom berukuran besar dengan bentukan silindris, bujur sangkar, maupun segi delapan. Terdapat gerbang sebagai pintu masuk utama. Dan terdapat minaret (menara) yang berukuran tinggi yang bersifat menyatu dengan bangunan ataupun terpisah dari bangunan utama. Minaret pada masjid di Persia umumnya berbentuk silindris yang ukurannya semakin mengecil keatas dengan kubah sebagai penutup atapnya.

  Bangunan masjid di Persia umumnya menggunakan penutup atap berbentuk kubah tunggal yang disangga oleh empat buah kolom yang terdapat pada bagian dalam bangunan masjid. Pada bagian dekorasi bangunan umumnya menggunakan pola geometris yang dipadukan dengan motif floral dan kaligrafi serta muqarnas pada bagian atap masjid (Sumalyo, 2000).

  

Keterangan :

  1. Shan

  5. Portico

  2. Haram 6. Iwan- gerbang

  3. Mihrab 7. Minaret

  4. Mimbar

Gambar 2.8 Denah (kiri) dan perspektif aksonometri (kanan) salah satu Masjid di Persia

  (Masjid Tarik Khana di Persia (Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000) Masjid di Cina umumnya memiliki tradisi setempat yang diterapkan dalam pembangunan masjid. Selain menyangkut aspek fisik yang konkrit juga diterapkan pada konstruksi, bentuk, tata-letak dekorasi, aspek abstrak, kepercayaan dan tradisi, termasuk tata ruang dalam pembangunan masjid.

  Pada bangunan masjid di Cina pintu gerbang hingga ruang shalat utama berporos pada arah selatan

  • – utara dengan terdapat halaman terbuka diantara keduanya. Masjid di Cina identik dengan iwan, gerbang, sahn, dan ruang shalat yang terdapat pada satu sumbu. Gerbang bangunan masjid di Cina umumnya terletak di arah selatan. Dikarenakan masjid yang berorientasi ke arah kiblat, maka ruang shalat dan mihrab tidak terdapat pada ujung sumbu di utara satu garis dengan pintu gerbang namun pada sisi barat. Sebagian besar masjid di cina memiliki Paviliun Bulan dengan ukuran yang tinggi berbentuk seperti menara yang merupakan suatu unit bangunan yang difungsikan untuk mengamati bulan. Ciri lain dari masjid di Cina adalah mihrabnya berbentuk ceruk dipenuhi dengan konstruksi atap kayu. Atap yang digunakan pada masjid di Cina pada umumnya berupa atap pelana, atap perisai, dan atap pyramid seperti atap yang sering digunakan pada bangunan berarsitektur Cina lainnya (Sumalyo, 2000).

  Keterangan :

  A. Ruang Shalat di depan dinding mihrab B. Ruang semacam pendopo

  C. Gerbang-minaret-moon pavilion D. Kamar-kamar lateral

Gambar 2.9 Potongan (atas) dan denah (bawah) salah satu Masjid di Cina (Masjid Zhen-Jiao Si

  di Cina (Sumber : Yulianto Sumalyo, 2000)

  Masjid di Indonesia umumnya memiliki gaya arsitektur masjid yang membedakannya dengan arsitektur masjid dari negara lain. Tipe masjid di Indonesia berasal dari Pulau Jawa, sehingga orang menyebutnya masjid jawa. Masjid di Indonesia umumnya memiliki bentuk bangunan berbentuk segi empat, umumnya masjid di Indonesia tidak berdiri di atas tiang, tetapi di atas dasar yang padat. Bangunan masjid di Indonesia memiliki serambi di depan maupun di kedua sisinya, masjid mempunyai tambahan ruangan di sebelah barat atau barat laut yang difungsikan sebagai mihrab, halaman pada sekeliling masjid dibatasi oleh tembok dengan satu pintu masuk di depan yang disebut gapura. Masjid di Indonesia umumnya mempunyai atap yang berbentuk meruncing keatas, terdiri dari dua sampai lima tingkat, ke atas semakin kecil (Pjiper, 1984).

2.6 Pengaruh Budaya pada Arsitektur

2.6.1 Melayu

2.6.1.1 Melayu Deli

  Melayu Deli adalah salah satu suku melayu yang mendiami kabupaten Deli Serdang. Penyebaran meliputi kota Medan, deli tua, daerah pesisir, pinggiran sungai Deli dan Labuhan. Hampir seluruh masyarakat suku Melayu Deli memeluk agama Islam Sufi. Menurut mereka Melayu adalah Islam, karena hampir seluruh adat-istiadat dan budaya suku Melayu berlandaskan Islam. Diperkirakan suku Melayu Deli, sebesar 99,9% beragama Islam. Hanya sebesar 0,1% saja yang beragama Kristen (Husny, 1976).

2.6.1.1.1 Karakteristik Arsitektur Melayu Deli

  Seperti halnya pada arsitektur lainnya, arsitektur melayu juga memperhatikan pengaruh iklim dalam proses pembangunan rumah, terlihat pada bentuk rumah panggung. Posisi lantai di atas tanah merupakan cara untu mengurangi kelembaban memberikan sirkulasi pengudaraan yang baik. (Husny, 1976). Arsitektur Melayu Deli dapat dikatakan arsitektur vernacular yang berasal dari kebudayaan akar rumput masyarakat Melayu. Bahan bangunan yang digunakan pada bangunan Melayu Deli berasal dari daerah setempat demikian juga sistim struktur dan konstruksi nya. Bahan alami yang digunakan dalam pembangunannya yaitu nipah, nambia, anak kayu, batang nibung, batang pinang, dan buluh (Wahid & Alamsyah, 2013).

Gambar 2.10 Rumah Tradisional Melayu

  (Sumber :

  Penyusunan ruang dan komponen serta unit bangunan sangat kuat dipengaruhi oleh faktor adat istiadat dan agama seperti paras lantai, pintu masuk utama, hiasan, dan orientasi. dan dengan level yang tinggi digunakan sebagai ruang untuk beribadah dan juga digunakan untuk keramaian dan tempat penyelenggaraan apabila ada yangg meninggal. Karakteristik bangunan Melayu Deli yakni dibangun pada tiang yang tingginya sekitar 0,82 meter. Dinding bangunan Melayu Deli umumnya terbuat dari papan yang dipasang miring, vertikal, maupun bersilang dipenuhi hiasan ukiran sebagai ornamen. Bagian atas dan kanan kiri pintu diukir dengan motif ukiran berbentuk bunga atau ayat

  • – ayat al – Quran. Pintu dan tangga umumnya terletak di bagian depan bangunan.

  Jendela yang banyak yang ukurannya hampir sama dengan tinggi pintu juga merupakan salah satu karakteristik Bangunan Melayu Deli. Penggunaan jendela yang banyak bertujuan untuk memberi udara dan cahaya bagi penghuni bangunan. Ukiran

  • – ukiran pada dinding dan tiang dominan menggunakan bentuk bunga, alam, kaligrafi, hewan, daun, buah, serta suluran – suluran (Husny, 1976).

2.6.1.1.2 Ornamen Arsitektur Melayu Deli

  Adapun jenis-jenis ornamen Melayu Deli berdasarkan bentuknya dibagi atas:

a. Motif Tumbuh- Tumbuhan (Flora)

  Motif hias tumbuh-tumbuhan merupakan motif hias yang diambil dari bagian- bagian tumbuhan seperti daun, bunga dan batang.

  Namun ukiran itu dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu kelompok Kaluk Pakis, kelompok Bungabungaan, dan kelompok Pucuk Rebung.

  1. Kaluk Pakis Ornamen Kaluk Pakis berada pada bidang memanjang, seperti pada papan penutup kaki dinding, daun pintu, lis dinding, tiang dan lis ventilasi.

Gambar 2.11 Ornamen Kaluk Pasir

  

(Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  Ukiran Kaluk Pakis dibagi berdasarkan bentuk ukiran dibagi atas

  a. Genting Tak Putus Genting tak putus merupakan ornamen berbentuk lengkung yang berlilit- lilit,dan kait-mengait dengan variasi daun yang disesuaikan dengan tempatnya berada. Ornamen ini berfungsi sebagai ventilasi pada bagian dalam.

Gambar 2.12 Ornamen Genting Tak Putus

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014) b. Lilit Kangkung Lilit kangkung merupakan ornamen berbentuk memanjang yang mengikuti garis-garis lurus, belok ke kanan atau ke kiri dengan variasi, sehinga mengesankan menjunjung pada arah tegak dan melebar pada arah horizontal. Ragam hias ini berada pada tiang atau lis dinding.

Gambar 2.13 Ornamen Lilit Kangkung

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  2. Kelompok Bunga-Bungaan

  a. Kelompok Bunga Tunggal

  1. Bunga Kundur Motif Ornamen memiliki bentuk mirip bunga kundur (sejenis sayuran). Bunga Kundur melambangkan ketabahan.

Gambar 2.14 Ornamen Bunga Kundur

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  2. Bunga Melati Motif ini memiliki bentuk mirip bunga melati. Bunga Melati melambangkan kesucian, dan selalu dipergunakan di berbagai upacara.

Gambar 2.15 Ornamen Bunga Melati

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  3. Bunga Manggis Bunga Manggis ini disebut tumpak manggis. Bunga Manggis melambangkan kemegahan.

Gambar 2.16 Ornamen Bunga Melati

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  4. Bunga Cengkih Bunga Cengkih melambangkan kemegahan.

Gambar 2.17 Ornamen Bunga Melati

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  5. Bunga Melur Motif ini memiliki bentuk mirip bunga melur. Bunga Melur melambangkan kesucian.

Gambar 2.18 Ornamen Bunga Melur

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  6. Bunga Cina Ornamen ini disebut juga Bunga Susun Kelapa. Bunga Cina melambangkan keikhlasan hati.

Gambar 2.19 Ornamen Bunga Cina

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  7. Bunga Hutan Motif ini menggambarkan bunga yang terdapat di dunia nyata maupun khayalan. Bunga hutan ini bermakna keanekaragaman dalam kehidupan.

Gambar 2.20 Ornamen Bunga Hutan

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  b. Kelompok Bunga Rangkai

  1. Bunga Matahari

  Ukiran Bunga Matahari terdapat pada singap dalam (singap yang berada di dalam sebagai penyekat atas bagian serambi tengah dan serambi belakang). (Wahid dan Alamsyah, 2013). Ornamen ini juga terdapat pada lubang angin (ventilasi) dan menambah keindahan rumah

Gambar 2.21 Ornamen Bunga Matahari

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  2. Tampak Pinang Ornamen Tampuk Pinang berbentuk susunan tampuk pinang.

  Bentuknya saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain, sehingga menyerupai bentuk tegel.

Gambar 2.22 Ornamen Tampuk Pinang

  (Sumber : Amran Ekoprawoto dalam Ayu Kartini, 2014)

  3. Roda Bunga Ornamen roda bunga berbentuk bunga-bungaan, yang berfungsi sebagai keindahan. Selain itu, ragam hias Roda Bunga memiliki bentuk setengah lingkaran yang dibuat dari tangkupan bunga. Pada bagian atas disudut kanan dan kiri diisi dengan hiasan berbentuk mahkota yang terbuat dari sulur-sulur daun dan bunga.

Gambar 2.23 Ornamen Roda Bunga

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  c. Kelompok Pucuk Rebung

  1. Pucuk Rebung Pucuk rebung memiliki bentuk segitiga dengan terdapat garis-garis lengkung dan lurus didalamnya. Motif ini melambangkan kebahagiaan dalam kehidupan.

Gambar 2.24 Ornamen Pucuk Rebung

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  2. Sulo Lalang Bentuknya hampir sama dengan pucuk rebung, namun bentuk segitiganya berbeda. Dalam sebuah ukiran sulo lalang, terdapat beberapa segitiga yang disususun secara bertindihan satu dengan yang lainnya semakin keatas bentuknya semakin kecil. Sulo Lalang melambangkan kebahagiaan dalam kehidupan.

b. Motif Hewan (Fauna)

  Motif hewan banyak terdapat untuk menghias benda-benda dari kayu, perunggu, emas, dan perak, benda ukir, bangunan, tekstil, Pada umumnya motif hewan digunakan untuk perlambangan.

  1. Pelana Kuda Kencana Ornamen ini terletak pada singab luar dengan motif yang berbentuk stilir tumbuhan (Wahid & Alamsyah, 2013).

Gambar 2.25 Ornamen Pelana Kuda Kencana

  

(Sumber : Ayu Kartini, 2014)

2. Semut Beriring Ornamen ini bentuknya mirip semut yang susun secara beriringan.

  Bagian badan dan kepala semut hiasanya berbentuk lengkungan atau hiasan daun-daunan. Semut Beriring melambangkan hidup rukun serta dalam bergotong royong.

Gambar 2.26 Ornamen Semut Beriring

  

(Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam

Ayu Kartini, 2014)

  3. Ikan

  Motif ikan melambangkan kemakmuran. Motif ikan berfungsi sebagai penghias rumah.

Gambar 2.27 Ornamen Motif Ikan

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  4. Lebah Bergantung Ornamen ini memiliki bentuk yang menyerupai sarang lebah yang bergantung pada dahan kayu. Ditambah variasi dengan lekukan dan bunga-bunga yang berbentuk memanjang. Ukiran lebah bergantung terletak pada lisplang dan sebagai hiasan yang terdapat pada bagian bawah bidang yang memanjang.

Gambar 2.28 Ornamen Lebah Bergantung

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

5. Itik Sekawan Ornamen ini berbentuk dasar huruf “S” yang menyambung.

  Dibagian tengah terdapat variasi berbentuk daun-daunan, bunga- bungaan dan sebagainya. Huruf “S” memiliki bentuk mirip seekor itik. Ukiran ini terdapat pada bidang yang memanjang. Ornamen ini bermakna kerukan dan ketertiban.

Gambar 2.29 Ornamen Itik Sekawan

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  6. Siku Keluang Bentuk ornamen ini hampir mirip dengan ukiran Pucuk Rebung.

  Pada ornamen garis-garis segitiganya bersusun berderetan ke arah kiri dan kekanan. Diberi nama siku keluang dikarenakan mirip dengan gerak keluang (kalong) yang terbang.

Gambar 2.30 Ornamen Siku Keluang

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  7. Burung-burung Ornamen ini berbentuk seperti jenis burung. Motif yang sering digunakan adalah burung merpati.

Gambar 2.31 Ornamen Burung-burung

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  8. Ular-ularan Ornamen ini terdiri atas dua macam. Yang pertama mirip dengan ornamen akar pakis dan akar rotan, sedang yang kedua adalah mirip bentuk ular atau ular naga. Badannya menyeruapai bentuk ular naga, dengan pada bagian kepalanya terdapat mahkota tidak memiliki kaki, serta disekitar badannya terdapat hiasan ukiran yang dijalin dengan bentuk daun-daunan. Ukiran ini melambangkan kesuburan serta, kecerdikan dan kekuasaan.

Gambar 2.32 Ornamen Bunga Ular-ularan

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  9. Naga Berjuang Ornamen ini berbentuk dua ekor naga yang saling berhadapan dalam bentuk setengah lingkaran. Ornamen ini terdapat pada lubang angin pada bagian atas pintu depan maupun atas jendela. Ornamen ini melambangkan kemampuan, berkecukupan, kaya dan berani.

Gambar 2.33 Ornamen Naga Berjuang

  (Sumber : Ayu Kartini, 2014)

  10. Roda Bunga dan Burung Ornamen ini memiliki bentuk roda dengan bunga berbentuk dengan sulur-suluran daun, dengan burung disebelah kanan dan kiri yang dibentuk dengan bingkai yang berbentuk setengah lingkaran pada bagian dalam sebuah tempat persegi panjang.

  Motif ini diterapkan pada bentuk pada lubang angin. Ornamen ini melambangkan kemakmuran.

Gambar 2.34 Ornamen Roda Bunga dan Burung

  

(Sumber : Ayu Kartini, 2014)

c. Motif Alam

  Motif alam adalah motif yang mendekati bentuk dari keindahan alam seperti bintang-bintang, dan awan larat yang merupakan ornamen yang memiliki nama yang mirip awan namun bentuknya bukan mirip awan.

  1. Awan Larat

  Bentuk ornamen awan larat bersifat bebas, tetapi pola dasarnya berbentuk garis-garis yang lemas dan lengkung. Hiasannya berbentuk daun-daunan, bunga dan kuntum. Ornamen ini mirip dengan ornamen Kaluk Pakis.

Gambar 2.35 Ornamen Awan Larat

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

  2. Ukiran Bintang-Bintang Ornamen ini bentuknya menyerupai bintang yang bersinar. Motif Bintang-bintang bermakna kekuasaan Tuhan, dan sumber sinar dalam kehidupan manusia.

Gambar 2.36 Ornamen Bintang-bintang

  

(Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam

Ayu Kartini, 2014)

d. Motif Kaligrafi dan Kepercayaan

  Pengaruh Islam terlihat pada bentuk kubah masjid yang diterapkan pada ragam hias Pucuk Rebung, atau ragam hias Gigi Belalang. Ornamen ini terletak pada tempat yang berada di ketinggian, terutama diatas pintu. Hiasan ini umumnya diambil dari kutipan-kutipan ayat-ayat suci. Di rumah tempat tinggal, ornamen ini biasanya berada diruang muka dan diruang tengah, sedangkan di rumah ibadah masjid, berada di mimbar dan dinding.

Gambar 2.37 Ornamen Kaligrafi

  

(Sumber : Ayu Kartini, 2014)

e. Motif Beraneka Ragam

  Selain ornamen kaligrafi dan kepercayaan, beberapa ornamen yang termasuk ornamen Melayu, ornamen yang dimaksud adalah : Jala-jala, Terali Biola, Ricih Wajid.

  1. Ornamen Jala-jala Ornamen jala-jala memiliki bentuk seperti belah ketupat. Ornamen ini terdapat pada kasa pintu, kasa jendela rumah rakyat.

Gambar 2.38 Ornamen Jala-jala

  

(Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam

Ayu Kartini, 2014)

  2. Ornamen Sinar Matahari Pagi Ornamen ini dipasang pada kasa jendela atau kasa pintu.

Gambar 2.39 Ornamen Sinar Matahari Pagi

  

(Sumber : Julaihi Wahid dan Bhakti Alamsyah, 2013)

  3. Ornamen Terali Biola Ornamen ini memiliki bentuk lekuk-lekuk tebukan yang mirip dengan bentuk biola, terbuat dari kepingan papan yang diukir lalu disatukan. Berfungsi sebagai pagar, dan untuk memperindah beranda

Gambar 2.40 Ornamen Terali Biola

  (Sumber : Amran Ekoprawoto dalam Ayu Kartini, 2014)

  4. Ornamen Ricih Wajid Ragam hias ricih wajid berbentuk seperti potongan wajid, yaitu sejenis makanan yang terbuat dari beras pulut. Terbentuk dari kepingan papan yang diukir kemudian disatukan. Ragam hias ini melambangkan pemersatu masyarakat Melayu.

Gambar 2.41 Ornamen Ricih Wajid

  (Sumber : Mahyudin Al-Mudra, 2013 dalam Ayu Kartini, 2014)

2.6.1.1.3 Struktur Bangunan Arsitektur Melayu Deli

  a. Atap

  Bangunan Melayu Deli umumnya memiliki atap dengan bentuk antara lain (Wahid & Alamsyah, 2013):

  Atap Kajang, bentuk atap ini dikaitkan dengan fungsinya, yaitu tempat berteduh dari hujan dan panas.

  Atap Layar, bentuk atap bertingkat seperti layar. Atap Lontik, Bentuk atap melentik ke atas pada kedua ujung perabungnya, pada bagian tengah terdapat lekukan.

  Atap Limas, terdapat bentukan lambing pada atap ini.

  b. Bubungan

  Bangunan Melayu Deli memiliki bubungan yang curam tinggi dan berabung panjang sederhana dan tinggi. Ujung bubung ditutup oleh tebar layar.

  Bentuk bubung dengan bentuk curam agar memudahkan air hujan mengalir ke bumi. Dan penggunaan daun nipah sebagai bahannya berguna untuk menyerap panas. Bubungan tersebut dibedakan atas bubungan panjang sederhana, bubungan lima, bubungan perak, bubungan kombinasi, bubungan limas, bubungan panjang berjungkit, bubungan gajah minum. (Wahid & Alamsyah, 2013)

  c. Dinding dan Lantai

  Bangunan Melayu Deli biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu lantai, dinding, dan atap. Dinding pada bangunan Melayu Deli bukan hanya sekedar unsur struktur namun juga sebagai unsur simbolik dari kebudayaan. Dinding bangunan Melayu umumnya terbuat dari papan yang dipasang miring, vertikal, maupun bersilang dipenuhi hiasan ukiran sebagai ornamen. (Wahid & Alamsyah, 2013)

  Lantai merupakan tapak bangunan antara dinding dan tidak berdiri tetapi diperkuat oleh bagian bangunan lainnya. Lantai rumah Melayu Deli memiliki ketinggian level yang bertingkat-tingkat.Tingkat paling tinggi umumnya adalah berfungsi sebagai ruang induk dikarenakan ruang yang memiliki level tertinggi adalah ruang yang paling di anggap sakral atau penting. Lantai biasanya terbuat dari kayu papan yang halus dengan sambungan papan dan alur. Pasangan papan lantai berkelang 2 jari agar memudahkan air mengalir di kolong bangunan. Posisi serambi depan turun lantai dibandingkan ruang induk. (Wahid & Alamsyah, 2013)

d. Pintu, Jendela, dan Tangga Pintu dan tangga pada bangunan Melayu Deli biasanya terletak di depan.

  Pintu pada rumah dihadapkan ke arah matahari terbit dan matahari terbenam. Pintu rumah adat Melayu Deli memiliki penyelak sebagai pengunci daun pintu. Pengunci ini berbentuk kayu palang panjang dan terpasang pada bagian belakang pintu.

  Jendela pada bangunan Melayu Deli biasanya terletak pada bagian dinding terbuka layar dan selalu memiliki bukaan ke arah luar. Bentuknya selalu memanjang ke atas dengan tinggi sampai 6 kaki dan lebar 1 ½ kaki. Jendela dengan kusen 3 kaki mempunyai dua daun jendela. Pada bagian atas pintu dan jendela terdapat angina-angindari papan yang diukir atau dikerawang dengan motif sinar matahari atau tumbuhan (Wahid & Alamsyah, 2013).

  Jumlah anak tangga pada bangunan Melayu Deli umumnya tidak dalam jumlah genap melainkan dalam jumlah ganjil. Hal ini dikarenakan jumlah ganjil dianggap memberikan kebaikan dan kesejahteraan. Jumlah yang sering digunakan adalah lima tingkat. (Wahid & Alamsyah, 2013)

  e. Tiang

  Tiang pada bangunan Melayu Deli terbuat dari bahan kayu. Tiang ini tertanam di dalam tanah dan sebelum dilakukan penanaman tiang terlebih dahulu disediakan liang untuk tempat menanam tiang. Penampang tiang berbentuk bulat dan segi empat. (Wahid & Alamsyah, 2013)

  f. Warna

  Pada bangunan arsitektur Melayu Deli, warna yang digunakan terdiri dari 3 warna pokok yakni kuning, hijau, dan putih.

  Kuning bermakna kemegahan dan kesuburan serta kemakmuran dalam hidup. Umumnya sering digunakan pada ornamen bangunan Melayu, seperti Istana, Masjid maupun rumah penduduk Melayu. Warna Hijau digunakan untuk identik bangunan bernuansa Islam. Umumnya digunakan pada Masjid. Putih melambang kesucian, dalam menjalankan tugas sangat dibutuhkan kejujuran agar terhindar dari kekerasan

2.6.1.2 Melayu Langkat

  Melayu Langkat merupakan salah satu suku melayu yang menempati salah satu provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Timur. Sumatera Timur merupakan salah satu wilayah yang terdapat di pulau Sumatera pada masa sebelum Indonesia merdeka. Wilayah Sumatera Timur terdiri dari 12 wilayah yang sekarang menjadi bagian dari wilayah di provinsi Sumatera Utara antara lain Deli serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Simalungun, Binjai, dan Langkat.

2.6.1.2.1 Karakteristik Arsitektur Melayu Langkat

  Menurut Sinar (1993) syarat keagamaan sangat mempengaruhi dalam pembangunan bangunan arsitektur Melayu, hal ini tercermin dari pemisahan ruangan antara laki-laki dan perempuan dan juga terlihat dari penggunaan ornamen yang menghindari ornamen yang menyerupai hewan maupun manusia sepenuhnya. Bahan pembuatan bangunan Melayu Langkat menggunakan bahan berupa kayu dan pada bagian atap menggunakan rumbia. Jenis kayu yang digunakan berupa kayu cingkam, merbau, kulim, petaling, cingkam, lagan, dan kayu cengal. Karakteristik bangunan Melayu Langkat adalah berupa bangunan panggung atau berkolong yang ditopang dengan tiang-tiang dengan ketinggian sekitar satu sampai dua setengah meter (Sinar, 1993).

Gambar 2.42 Bangunan Tradisional Melayu Langkat

  (Sumber : Basyarsyah & Syaifuddin, 2002)

Gambar 2.43 Bangunan Tradisional Melayu Langkat

  (Sumber :

2.6.1.2.2 Ornamen Arsitektur Melayu Langkat

  Ornamen Arsitektur Melayu Langkat umumnya memiliki kesamaan dengan ornamen arsitektur Melayu Deli seperti antara lain :

a. Motif Tumbuh-tumbuhan

  1. Pucuk Rebung

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN PANGARIBUAN 2.1. Letak dan Akses Menuju Pangaribuan - Pengetahuan Lokal Petani Dalam Mengelola Padi Sawah di Pangaribuan

0 0 17

BAB I PENDAHULAN 1.1. LATAR BELAKANG - Pengetahuan Lokal Petani Dalam Mengelola Padi Sawah di Pangaribuan

1 1 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja - Gambaran Perilaku Konsumsi Air Minum Pada Siswa/siswi SMA Negeri 3 MedanTahun 2014

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Konsumsi Air Minum Pada Siswa/siswi SMA Negeri 3 MedanTahun 2014

1 1 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Pengertian - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2014

0 1 23

Kuesioner ‘Cerita Kampus’ dan Pemuasan Kebutuhan Followers Akun Twitter USUKom FM Medan (Studi Korelasional Program Siaran ‘Cerita Kampus' dan Pemuasan Kebutuhan

0 0 11

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembiayaan Kesehatan

0 0 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Material Bangunan 2.1.1. Sustainable Development - Konsep Daur Ulang pada Material Bekas sebagai Elemen Interior Kafe di Medan (Studi Kasus: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy)

0 6 75

Konsep Daur Ulang pada Material Bekas sebagai Elemen Interior Kafe di Medan (Studi Kasus: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy)

0 0 19