MODUL PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KIMIA ANOR

MODUL PRAKTIKUM
KIMIA DASAR I / KIMIA ANORGANIK
Oleh:
TIM PENGAMPU MATA KULIAH KIMIA DASAR I

LABORATORIUM KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013

1

TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Mahasiswa yang boleh mengikuti praktikum Kimia Dasar 1/ Kimia Anorganik
adalah mahasiswa yang telah mengambil atau sedang menempuh mata
kuliah kimia dasar serta telah mengisi KRS untuk mata praktikum kimia
dasar.
2. Setiap peserta harus hadir tepat waktu pada waktu yang telah ditentukan.
Apabila peserta terlambat 15 menit dari waktu yang ditentukan, maka tidak
diperkenankan mengikuti praktikum.
3. Selama mengikuti praktikum, peserta harus memakai jas praktikum yang

bersih dan dikancingkan dengan rapi dan memakai sepatu tertutup
(dilarang mengenakan sandal atau sepatu sandal).
4. Setiap peserta wajib membuat laporan sementara praktikum yang berisi
data pengamatan selama percobaan dan ditandatangani oleh asisten
praktikum. Laporan resmi praktikum dibuat sesuai dengan format yang
sudah ditentukan dan ditandatangani asisten praktikum, serta melampirkan
laporan sementara. Pengumpulan laporan resmi praktikum sesuai
kesepakatan dengan asisten praktikum, maksimal 1 minggu setelah
kegiatan praktikum.
5. Setiap peserta harus memeriksa alat praktikum sebelum dan sesudah
praktikum kemudian mengembalikan alat yang telah dipakai dalam
keadaan bersih dan kering. Botol bahan kimia yang telah selesai digunakan
harus ditutup rapat dan dikembalikan ke tempat semula. Tutup botol harus
sesuai (tidak boleh tertukar). Peserta praktikum yang memecahkan alat
gelas wajib mengganti.
6. Peserta praktikum dilarang membawa makanan/minuman ke dalam
laboratorium/ruang praktikum.
7. Setiap peserta harus menjaga kebersihan Laboratorium, bekerja dengan
tertib, tenang dan teratur. Selama praktikum, peserta harus bersikap sopan.
8. Setiap peserta harus melaksanakan semua mata praktikum dan mematuhi

budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), seperti memakai Alat
Pelindung Diri (jas praktikum, sepatu, sarung tangan, masker, gogle) dan
membuang limbah praktikum sesuai dengan kategorinya.
9. Apabila peserta praktikum melanggar hal yang telah diatur pada butir
diatas, maka peserta akan dikeluarkan dari laboratorium dan tidak
diperkenankan melanjutkan praktikum pada hari itu.
10.Hal yang belum disebutkan di atas dan diperlukan untuk kelancaran
praktikum akan diatur kemudian.
Malang, September 2013

Tim Dosen Pengampu
Mata Kuliah Kimia
FTP UB

2

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................

1


TATA TERTIB PRAKTIKUM...................................................................

2

DAFTAR ISI........................................................................................

3

JADWAL PRAKTIKUM .........................................................................

4

Percobaan 1 : Pengenalan alat dan budaya K3................................

5

Percobaan 2 : Pembuatan dan Pengenceran Larutan………………....

12


Percobaan 3 : Asidi alkallimetri........................................................

14

Percobaan 4 : Reaksi reduksi oksidasi..............................................

20

Percobaan 5 : Penentuan Konsentrasi Zat Warna Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis............................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

23
27

PERCOBAAN I
PENGENALAN ALAT DAN BUDAYA K3
I.


TUJUAN :
-

Mampu mengidentifikasi beberapa macam alat dan menggunakannya
dengan benar

3

-

Mengenalkan peralatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
laboratorium.

-

Mampu menggunakan peralatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
di laboratorium dengan benar

II.


PENGENALAN ALAT
Berikut akan dibicarakan mengenai beberapa alat yang akan digunakan
dalam Praktikum Kimia Dasar I/Kimia Anorganik :
1. Pipet volum. Pipet ini terbuat dari kaca dengan skala/volume tertentu,
digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tepat sesuai
dengan label yang tertera pada bagian yang menggelembung (gondok)
pada bagian tengah pipet. Gunakan propipet atau bulb untuk menyedot
larutan.

2. Pipet ukur. Pipet ini memiliki skala,digunakan untuk mengambil larutan
dengan volume tertentu. Gunakan bulb atau karet penghisap untuk
menyedot larutan, jangan dihisap dengan mulut.

3. Labu ukur (labu takar), digunakan untuk menakar volume zat kimia
dalam bentuk cair pada proses preparasi larutan. Alat ini tersedia
berbagai macam ukuran.

4

4. Gelas Ukur, digunakan untuk mengukur volume zat kimia dalam

bentuk cair. Alat ini mempunyai skala, tersedia bermacam-macam
ukuran. Tidak boleh digunakan untuk mengukur larutan/pelarut dalam
kondisi panas. Perhatikan meniscus pada saat pembacaan skala.

5. Gelas Beker, Alat ini bukan alat pengukur (walaupun terdapat skala,
namun ralatnya cukup besar). Digunakan untuk tempat larutan dan
dapat juga untuk memanaskan larutan kimia. Untuk menguapkan
solven/pelarut atau untuk memekatkan.

6. Buret. Alat ini terbuat dari kaca dengan skala dankran pada bagian
bawah, digunakan untuk melakukan titrasi (sebagai tempat titran).

5

7. Erlenmeyer, Alat ini bukan alat pengukur, walaupun terdapat skala
pada alat gelas tersebut (ralat cukup besar). Digunakan untuk tempat
zat yang akan dititrasi. Kadang-kadang boleh juga digunakan untuk
memanaskan larutan.

8. Spektrofotometer dan Kuvet,kuvet serupa dengan tabung reaksi,

namun ukurannya lebih kecil. Digunakan sebagai tempat sample untuk
analisis dengan spektrofotometer. Kuvet tidak boleh dipanaskan. Bahan
dapat dari silika (quartz), polistirena atau polimetakrilat.

9. Tabung reaksi. Sebagai tempat untuk mereaksikan bahan kimia, dalam
skala

kecil

dan

dapat

digunakan

sebagai

wadah

untuk


perkembangbiakkan mikroba.

6

10. Corong , Biasanya terbuat dari gelas namun ada juga yang terbuat dari
plastik. Digunakan untuk menolong pada saat memasukkan cairan ke
dalam suatu wadah dengan mulut sempit, seperti : botol, labu ukur,
buret dan sebagainya.

11. Timbangan analitik, digunakan untuk menimbang massa suatu zat.

12. Gelas arloji, digunakan untuk tempat bahan padatan pada saat
menimbang, mengeringkan bahan, dll.

13. Pipet tetes. Berupa pipa kecil terbuat dari plastik atau kaca dengan
ujung bawahnya meruncing serta ujung atasnya ditutupi karet. Berguna
untuk mengambil cairan dalam skala tetesan kecil.
7


14. Pengaduk gelas, digunakan untuk mengaduk larutan, campuran, atau
mendekantir (memisahkan larutan dari padatan).

15. Spatula, digunakan untuk mengambil bahan.

III.

PENGENALAN BUDAYA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
(K3) DI LABORATORIUM
Keterampilan bekerja di laboratorium maupun dunia kerja dapat

diperoleh melalui kegiatan praktikum.Di samping itu ada kemungkinan
bahaya yang terjadi di laboratorium seperti adanya bahan kimia yang
karsinogenik,

bahaya

kebakaran,

keracunan,


sengatan

listrik

dalam

penggunaan alat listrik (kompor, oven, dll).Di samping itu, orang yang
bekerja di Laboratorium dihadapkan pada resiko yang cukup besar, yang
disebabkan karena dalam setiap percobaan digunakan :
1. Bahan kimia yang mempunyai sifat mudah meledak, mudah terbakar,
korosif, karsinogenik, dan beracun.
2. Alat gelas yang mudah pecah dan dapat mengenai tubuh.

8

3. Alat listrik seperti kompor listrik, yang dapat menyebabkan sengatan
listrik.
4. Penangas air atau minyak bersuhu tinggi yang dapat terpecik.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium, hal yang harus
dilakukan pada saat bekerja di Laboratoriumantara lain :
1. Tahap persiapan
a. Mengetahui secara pasti (tepat dan akurat) cara kerja pelaksanaan
praktikum serta hal yang harus dihindari selama praktikum, dengan
membaca petunjuk praktikum.
b. Mengetahui sifat bahan yang akan digunakan sehingga dapat
terhindar dari kecelakaan kerja selama di Laboratorium. Sifat bahan
dapat diketahui dari Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Mengetahui peralatan yang akan digunakan serta fungsi dan cara
penggunaannya.
d. Mempersiapkan Alat Pelindung Diri seperti jas praktikum lengan
panjang, kacamata goggle, sarung tangan karet, sepatu, masker, dll.
2. Tahap pelaksanaan
a. Mengenakan Alat Pelindung Diri.
b. Mengambil dan memeriksa alat dan bahan yang akan digunakan.
c. Menggunakan bahan kimia seperlunya, jangan berlebihan karena
dapat mencemari lingkungan.
d. Menggunakan peralatan percobaan dengan benar.
e. Membuang limbah percobaan pada tempat yang sesuai, disesuaikan
dengan kategori limbahnya.
f. Bekerja dengan tertib, tenang dan hati-hati, serta catat data yang
diperlukan.
3. Tahap pasca pelaksanaan
a. Cuci

peralatan

yang

digunakan,

kemudian

dikeringkan

dan

kembalikan ke tempat semula.
b. Matikan listrik, kran air, dan tutup bahan kimia dengan rapat (tutup
jangan tertukar).
c. Bersihkan tempat atau meja kerja praktikum.
d. Cuci tangan dan lepaskan jas praktikum sebelum keluar dari
laboratorium.
Selain

pengetahuan

mengenai

penggunaan

alat

dan

teknis

pelaksanaan di laboratorium, pengetahuan resiko bahaya dan pengetahuan
9

sifat bahan yang digunakan dalam percobaan.Sifat bahan secara rinci dan
lengkap dapat dibaca pada Material Safety Data Sheet (MSDS) yang dapat
didownload dari internet. Berikut ini sifat bahan berdasarkan kode gambar
yang ada pada kemasan bahan kimia :
Simbol berbahaya
Toxic (sangat
beracun)
Huruf kode:
T+

Bahan ini dapat menyebabkan
kematian atau sakit serius bila
masuk ke dalam tubuh melalui
pernapasan, pencernaan atau
melalui kulit

Corrosive(korosif)
Huruf kode:
C

Bahan ini dapat merusak
jaringan hidup, menyebabkan
iritasi kulit, dan gatal.

Huruf kode:
E

Bahan ini mudah meledak
dengan adanya panas, percikan
bunga api, guncangan atau
gesekan.

Huruf kode:
O

Bahan ini dapat menyebabkan
kebakaran. Bahan ini
menghasilkan panas jika kontak
dengan bahan organik dan
reduktor.

Huruf kode:
F

Bahan ini memiliki titik nyala
rendah dan bahan yang bereaksi
dengan air untuk menghasilkan
gas yang mudah terbakar.

Explosive (bersifat
mudah meledak)

Oxidizing
(pengoksidasi)

flammable (sangat
mudah terbakar)

Harmful
(berbahaya)
Huruf kode:
Xn

Bahan ini menyebabkan luka
bakar pada kulit, berlendir dan
mengganggu pernapasan.

10

IV.

TUGAS
1. Berilah masing-masing 2 contoh bahan kimia pada symbol berbahaya!
2. Carilah MSDS pada masing-masing bahan kimia yang anda sebutkan
pada no.1!
3. Apa fungsi lemari asam dalam laboratorium kimia?

11

PERCOBAAN 2
PEMBUATAN DAN PENGENCERAN LARUTAN
I.

Tujuan :
1. Membuat larutan dengan konsentrasi tertentu
2. Mengencerkan larutan dengan konsentrasi tertentu

II. Dasar Teori
Larutan adalah campuran yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang
bercampur secara homogen.
Komponen terdiri dari 2 yaitu :
1. Solut : zat yang larut
2. Solvent : pelarut (zat yang melarutkan solut dan biasanya jumlahnya
lebih besar)
Konsentrasi, dapat dinyatakan dalam beberapa cara, misalnya :
1. Mol
berat zat (g)
n=
berat molekul (Mr)
2. Molaritas
mol zat terlarut (mol)
M=
volume larutan (L)
3. Molalitas
mol zat terlarut (mol)
m=
berat pelarut (kg)
4. Normalitas
mol zat terlarut x ekivalen (eq)
N=
Volume larutan (L)
5. % berat (b/v) atau (w/v)
berat zat terlarut (g)
% w/v =
x 100%
100 ml larutan

12

6. % volum (v/v)
volum zat terlarut (ml)
% v/v =
100 ml larutan

x 100%

7. Fraksi mol
mol zat terlarut (mol)
x=
mol zar terlarut (mol) + mol pelarut (mol)
8. ppm
berat zat terlarut (mg)
ppm =
volume larutan (L)
berat zat terlarut (mg)
ppm =
berat (kg)

9. ppb
berat zat terlarut (μg)
ppb =
volume larutan (L)
berat zat terlarut (μg)
ppb =
berat (kg)

Pengenceran
 V1 x M1 = V2 x M2
V1 x N1 = V2 x N2
V1 = volume awal
M1 = konsentrasi awal (Molaritas, M)
N1 = konsentrasi awal (Normalitas, N)
V2 = volume akhir
M2 = konsentrasi akhir (Molaritas, M)
N2 = konsentrasi akhir (Normalitas, N)
 Catatan

:

Bila

ingin

mengencerkan

H2SO4

pekat,

maka

harus

menambahkan bahan kimia pekat tersebut ke dalam air, bukan
sebaliknya
13

Contoh :
Buatlah 100 ml larutan HNO3 0,2 N dari larutan HNO3pekat 69%. Diketahui
massa jenis larutan HNO3pekat 69%= 1,49 g/mL; berat molekul larutan
HNO3pekat 69% = 63.01 g/mol.
Jawab :
 Berat HNO3 dalam HNO3 pekat 69% = 1,49 g/ml x 69 ml

=102,81

gram
 Normalitas (N) HNO3 =
102,81 g x 1
N=
63,01 g/mol x (100/1000)
N = 16,32 N
 V1 x N1 = V2 x N2
0,2 N x 100 ml
V1 =
16,32 N
N = 1,22 ml  dilarutkan hingga 100 ml (menggunakan labu ukur)
III.

Bahan dan Alat
Bahan :
NaCl, HCl 37%, Etanol 96 %, gula pasir, dan akuades.
Alat :
Neraca analitik, labu takar 100 ml, gelas ukur, pipet tetes

IV.

Tugas
Buatlah

larutan

dengan

konsentrasi

masing-masing

di

bawah

ini

kemudian tulislah prosedur kerjanya secara lengkap di Laporan :
1. 100 mL larutan NaCl 0,1 M
2. 100 mL larutan NaCL 100 ppm
3. 100 mL lautan etanol 70 % (v/v)
4. 100 mL larutan gula 12 % (b/v)
5. 100 mL larutan HCl 0,1 M dari larutan HCl 37%.

14

PERCOBAAN 3
ASIDI ALKALIMETRI
I.

TUJUAN
1. Membuat larutan standar HCl 0,1 M
2. Membuat larutan standarsekunder NaOH 0,1 M dan standar primer
H2C2O4
3. Melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M
4. Menggunakan larutan standar NaOH 0,1 M untuk menetapkan kadar
asam asetat cuka perdagangan

II.

DASAR TEORI

II.1 Analisis Volumetri
Analisis volumetri adalah suatu analisis kimia kuantitatif untuk
menentukan banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dengan
mengukur
secara

banyaknya volume larutan standar yang dapat bereaksi

kuantitatif

dengan

konsentrasi zat atau larutan

zat

yang

akan

ditentukan.

Penentuan

dilakukan dengan cara mereaksikannya

secara kuantitatif dengan suatu larutan lain pada konsentrasi tertentu.

15

Larutan standarprimer merupakan larutan yang telah diketahui
konsentrasinya
pembuatan

(molaritas

langsung.

atau

Larutan

normalitas)
standar

secara

primer

pasti

melalui

berfungsi

untuk

menstandarisasi / membakukan atau untuk memastikan konsentrasi
larutan tertentu, yaitu larutan yang konsentrasinya belum diketahui
secara pasti (larutan standar sekunder).
Larutan standar sekunder (titran) biasanya ditempatkan pada buret yang
kemudian ditambahkan ke dalam larutan zat yang telah diketahui
konsentrasinya secara standar primer). Proses penambahan

larutan

standar ke dalam larutan yang akan ditentukan sampai terjadi reaksi
sempurna

disebut

titrasi.

Sedang

saat

dimana

reaksi

sempurna

dimaksud tercapai disebut titik ekivalen atau titik akhir titrasi. Pada
proses titrasi ditambahkan indikator ke dalam larutan standar primer
untuk

mengetahui

perubahan

warna

sebagai

indikasi

bahwa

titik

ekuivalen titrasi telah tercapai.
Zat yang dapat digunakan sebagai larutan standar primer harus
memenuhi syarat berikut :
1. Kemurniannya tinggi
2. Stabil (tidak mudah menyerap H2O atau CO2, tidak bereaksi dengan
udara, tidak mudah menguap, tidak terurai, mudah dan tidak berubah
pada pengeringan)
3. Memiliki massa molekul (Mr atau BM) yang tinggi
4. Larutan bersifat stabil
Analisis volumetri dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Titrasi netralisasi (asam-basa) : yaitu suatu proses titrasi yang
tidak mengakibatkan terjadinya baik perubahan valensi maupun
tebentuknya endapan dan atau terjadinya suatu senyawa kompleks
dari zat-zat yang saling bereaksi.
Yang termasuk dalam reaksi netralisasi adalah :
a. Titrasi asidimetri yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas dan
larutan garam-garam terhidrolisis

yang berasal

dari asam lemah

dengan larutan standar asam.
b. Titrasi Alkalimetri yaitu titrasi terhadap larutan asam bebas dan
larutan garam-garam terhidrolisis yang berasal

dari basa lemah

dengan larutan standar basa.

16

Pada titrasi asam-basa, pH titik akhir titrasi ditentukan dengan
banyaknya konsentrasi H+ yang berlebihan dalam larutan, yang
besarnya tergantung pada sifat asam, basa dan konsentrasi larutan.
Oleh karena itu, pada penambahan titran yang lebih lanjut pada titik
akhir titrasi akan menyebabkan perubahan pH yang cukup besar dan
indikator yang digunakan harus berubah warna sehingga perubahan
indikator asam-basa tergantung pada pH titik ekivalen.
2. Titrasi pengendapan dan atau pembentukan kompleks yaitu suatu
proses titrasi

yang dapat mengakibatkan terbentuknya suatu

endapan dan atau terjadinya suatu senyawa kompleks dari zat-zat
yang saling bereaksi yaitu suatu zat yang akan ditentukan dengan
larutan standarnya.
3. Titrasi reduksioksidasi atau redoks yaitu suatu proses titrasi yang
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan valensi atau perpindahan
elektron antara zat-zat yang saling bereaksi. Dalam hal ini sebagai
larutan standarnya adalah larutan dari zat-zat pengoksidasi atau zatzat pereduksi.

II.2 Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang mengandung suatu zat dengan
berat ekivalen tertentu dalam volume yang tertentu. Larutan standar
dapat dinyatakan dalam Molar (M) atau Normal. Larutan dengan
konsentrasi satu normal (1 N) adalah larutan yang mengandung 1 grek
suatu zat tertentu dalam volume 1 liter. Larutan standar
dari

zat yang berbentuk cair (misalnya HCl)

dapat dibuat

atau dari zat yang

berbentuk padat atau kristal (NaOH)
1. Pembuatan larutan dari padatan / kristal (misalnya NaOH)
M

G 1000
x
Mr V(mL)

Keterangan :
M = konsentrasi larutan (Molar)
G = massa padatan / kristal (g)
Mr = massa molekul relatif (g/mol)
V = volume larutan (mL)
2. Membuat larutan dari larutan pekat (misalnya H2SO4)

17

Untuk membuat larutan dari larutan pekat seperti H 2SO4 terlebih
dahulu perlu diketahui konsentrasi dari larutan pekat tersebut.
Konsentrasi larutan pekat dapat dihitung dengan rumus :
 x % x 10
M
Mr
Keterangan
M = molaritas
% = kadar (%)
ρ = berat jenis
Mr = massa molekul relatif
Selanjutnya, untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu dari
larutan pekat, dapat digunakan rumus pengenceran berikut :
V1 xM1  V2 xM2
Keterangan :
V1= Volume larutan yang akan diencerkan
M1 = Konsentrasi larutan yang akan diencerkan
V2= Volume larutan hasil pengenceran
M2 = Konsentrasi larutan hasil pengenceran
3. Larutan standar dari zat yang berbentuk padat/kristal
1. Larutan standar primer
yaitu larutan standar yang terbuat dari zat padat yang
kemurniannya tinggi
Contoh : Na2CO3, Na2C2O4 .2H2O, K2Cr2O7, Na2B4O7.10 H2O
2. Larutan standar sekunder
yaitu larutan standar yang terbuat dari zat padat
kemurniannya rendah.

yang

Konsentrasi larutan sekunder ditentukan

dengan menstandarisasi / membakukan larutan tersebut dengan
larutan standar primer untuk menentukan faktor normalitasnya
yaitu perbandingan antara normalitas larutan yang terjadi dengan
normalitas yang dikehendaki.
Contoh : NaOH, Ba(OH)2, KMnO4, Na2S2O3 dan sebagainya
4. Pembuatan

larutan

standar

primer

Natrium

tetraborat

(Boraks) (Na2B4O7.10H2O)
Untuk membuat 500 mL Natrium Boraks 0,05 M; 0,1 N, dihitung berat
Natrium Boraks yang akan dilarutkan :
G 1000
x
Mr V(mL)
MxMrxV 0,05x381x500
G

 9,6 gram
1000
1000

M

Larutkan 9,6 gram Natrium tetraborat dengan akuades dalam gelas
beker, kemudian pindahkan ke dalam labu takar 500 mL dan
tambahkan akuades sampai tanda batas.
18

III.

BAHAN DAN ALAT

III.1 Bahan
HCl 0,1M, NaOH 0,1M, indikator fenolftalein (PP), indikator metil orange,
Boraks (Na2B4O7.10H2O), akuades, H2C2O4.2H2O, asam cuka perdagangan.
III.2 Alat
Gelas ukur 25 ml, labu takar 100 ml, timbangan analitik, erlenmeyer,
pipet tetes, buret, labu takar 250 ml.
IV.

PROSEDUR KERJA

IV.1 Membuat Larutan Standar HCl 0,1M
Terlebih dahulu hitunglah konsentrasi HCl pekat (molaritas) dengan
menggunakan rumus :

M

 x % x 10
Mr

Harga ρ, % serta Mr dapat diketahui dari botol reagen.
Cara pembuatan HCl 0,1M
Untuk membuat HCL 0,1 M dari HCl pekat yang telah diketahui
molaritasnya, dilakukan pengenceran dengan menggunakan rumus :

V1xM1  V2xM2
Ambil x ml (V1)HCl pekat M1dengan gelas ukur atau pipet ukur dan
dimasukkan ke dalam labu takar yang mempunyai isi V 2 ml, sehingga
diperoleh HCl 0,1 M sebanyak V2 ml. Jika akan membuat 250 ml maka
masukkan HCl pekat tersebut dalam labu takar 250 ml dan tambahkan
akuades hingga tanda batas. Kocok perlahan hingga homogen.
IV.2 Standarisasi larutan HCl dengan Boraks ( Na2B4O7.10 H2O)
Persamaan Reaksi:
Na2B4O7 10 H2O + 2 HCl  2 NaCl + 4H3BO3 + 5H2
1 grammolHCl =2 x grammol Na2B4O7 10H2O
Sehingga, larutan HCl 0,1 M (0,1 N) distandarisasi dengan larutan Boraks
0,05 M (0,1 N)
Konsentrasi HCl hasil standarisasi dapat dihitung dengan :

19

Diketahui :
Mboraks  0,05M
Vboraks  25ml
VHCl  a ml
MHCl  ?
VHCl x MHCl
mol HCl
2


VBoraks x MBoraks mol Boraks 1
MHCl 

2 x Vboraks xMboraks
VHCl

Tahapan Kerja :
1. Menimbang Na2B4O7.10 H2Oyang tepat di dalam botol penimbang 1,9
gram (untuk membuat larutan boraks 0,05 M)
2. Larutkan dalam gelas beker kemudian masukkan ke dalam labu ukur
100 mL, tambahkan akuadest sampai volume 100 mL (tanda batas).
3. Ambil 10 ml dan masukkkan ke dalam erlenmeyer. Beri 2 tetes
indikator metil oranye.
4. Larutan boraks dititrasi dengan HCl dalam buret sampai terlihat
perubahan warna dan catatlah volume HCl.
Perhitungan :
Mr Na2B4O710H2O = 381 g/mol
Massa boraks = 1,9 gram
MBoraks = 0,05 M
VBoraks = 10 mL
V HCl = a ml
Molaritas HCl = MHCl

MHCl 

2 x Vboraks xMboraks
VHCl

4.3 Membuat Larutan Standar NaOH 0,1M
Untuk membuat larutan NaOH 0,1 M dari kristal NaOH, dihitung dengan
rumus :
G 1000
x
Mr V(mL)
G
1000
0,1M 
x
40g / mol 100mL

M

G  0, 4gram

Timbang 0,4 gram kristal NaOH. Larutkan kristal tersebut dan diencerkan
hingga 100 ml (labu takar).
Standarisasi NaOH dengan H2C2O4.2H2O (asam oksalat)
Persamaan reaksi:
20

H2C2O4 + 2 NaOH  Na2C2O4 + 2 H2O
1 grammol NaOH = 2 grammol H2C2O4
Tahapan Kerja:
1. Timbang dengan tepat asam oksalat dihidrat sebanyak 0,63 gram
pada gelas arloji. Larutkan dalam gelas beker kemudian pindahkan ke
dalam labu ukur 100 mL dan tambahkan akuades sampai tanda batas.
2. Ambil 10 mL larutan asam oksalat dan masukkan ke dalam
erlenmeyer.
3. Beri 1-2 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan larutan NaOH yang
akan distandarisasi hingga terjadi perubahan warna. Catat volume
NaOH yang ditambahkan.

21

Perhitungan :
MrH2C2O4 = 126 g/mol
Massa H2C2O4 = 0,63 gram
MH2C2O4= 0,05 M
VH2C2O4= 10 mL
V NaOH = a ml
MolaritasNaOH = MNaOH

MNaOH 

2 x VH2C2O4 xMH2C2O4
VNaOH

4.4 Penggunaan larutan standar asam dan basa untuk menetapkan
kadar asam asetat pada cuka
Tahapan Kerja:
1. Sebanyak 10 mL larutan asam cuka perdagangan diambil dengan
menggunakan pipet ukur, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
encerkan dengan akuades sampai tanda batas (pengenceran 10 kali,
Fp = 10)
2. Ambil 10 mL larutan yang telah diencerkan tersebut dengan pipet
kemudian dimasukkan ke dalam erlemneyer 250 mL, tambahkan 2-3
tetes indikator pp
3. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH yang telah
distandardisasi/dibakukan

sampai

terjadi

perubahan

warna

(perubahan warna tidak akan berubah apabila digoyang-goyangkan).
4. Catat volume akhir titrasi NaOH dan hitung kadar asam asetat dalam
cuka tersebut.
5. Lakukan duplo

22

Perhitungan :
Reaksi : NaOH + CH3COOH  CH3COONa + H2O
Konsentrasi asam cuka perdagangan :
Molaritas NaOH (hasil standarisasi) : a M
Volume titrasi rata-rata :b mL
(Masam cuka xVasam cuka )  (MNaOH xVNaOH )XFp

Masam cuka 

(MNaOH xVNaOH )xFp
Vasam cuka

Masam cuka 

(aMxbmL)x10
Vasam cuka

Kadar asam cuka perdagangan :
G 1000
x
Mr v(mL)
M x Mr x 1000
G
v(mL)
G
kadar 
x100%  ....%(b / v)
0, 01L

M

23

PERCOBAAN 4
REAKSI REDUKSI OKSIDASI
I.

TUJUAN
1. Mempelajari reaksi reduksi
2. Mempelahari reaksi oksidasi

II.

DASAR TEORI
Reaksi oksidasi adalah reaksi yang menaikkan bilangan oksidasi
suatu unsur dalam zat yang mengalami oksidasi, dapat juga sebagai
kenaikan muatan positif (penurunan muatan negatif) dan umumnya juga
kenaikan

valensi.Sedangkan

reaksi

reduksi

adalah

reaksi

yang

menurunkan bilangan oksidasi atau muatan positif, menaikkan muatan
negatif dan umumnya menurunkan valensi unsur dalam zat yang
direduksi.Jadi ketika mengoksidasi atau mereduksi suatu persenyawaan
sebenarnya yang dioksidasi atau direduksi itu adalah unsur tertentu yang
terdapat dalam persenyawaan tersebut. Contoh:
MnO2 + 4 HCl

MnCl2 + Cl2 + 2 H2O

Pada reaksi di atas, MnO2 sebagai oksidator dan HCl sebagai
reduktor, dengan perkataan lain MnO 2 mengoksidasi HCl sedangkan HCl
mereduksi MnO2.Tetapi yang dioksidasi ataupun direduksi adalah suatu
unsur dalam persenyawaan-persenyawaan yang bersangkutan. Dalam hal
ini yang dioksidasi adalah unsur Cl karena muatannya tampak berubah
dari bermuatan negatif Cl- dalam HCl menjadi Cl0. Dalam molekul Cl2,
yang direduksi unsur Mn karena muatannya turun dari Mn 4+ dalam MnO2
menjadi Mn2+ dalam MnCl2.
Kadang-kadang

oksidator

dan

reduktor

dalam

suatu

reaksi

merupakan unsur yang sama, seperti contoh berikut:
Pb + PbO2 + 2 H2SO4

2 PbSO4 + 2H2O

Pada reaksi di atas, oksidatornya Pb 4+ dari PbO2 dan reduktornya
logam Pb dan baik oksidator maupun reduktor berubah menjadi Pb 2+
dalam PbSO4.

24

Reaksi

ini

terjadi

dalam

akumulator

mobil

yang

sedang

menghasilkan arus listrik (tepatnya arus listrik terjadi karena reaksi
tersebut). Bila aki tersebut “sudah habis”, berarti sudah terlalu banyak
yang

berubah

menjadi

PbSO 4,

maka

perlu

direcharge

dengan

memaksakan reaksi di atas berjalan ke arah sebaliknya, yaitu sebagai
berikut:
2 PbSO4 + 2 H2O

Pb +PbO2 +2 H2SO4

Reaksi di atas juga merupakan reaksi redoks baik oksidator maupun
reduktornya merupakan unsur yang sama yaitu Pb 2+ yang direduksi
menjadi Pb0, sedang Pb2+ sebagai reduktor dioksidasi menjadi Pb 4+. Reaksi
demikian dimana oksidator dan reduktornya zat yang sama, bahkan
unsur yang sama dengan tingkat bilangan oksidasi yang sama pula
dinamakan reaksi disproporsionasi atau auto oskidasi – reduksi.
Kemungkinan terjadinya suatu reaksi redoks
Untuk mengetahui apakah terjadi reaksi redoks bila zat A direaksikan
dengan zat B, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1.

Tingkat oksidasi unsur-unsur dalam zat A maupun zat B, apakah ada
yang dapat naik dan ada yang dapat turun bilangan oksidasinya. A
harus berisi unsur yang dapat dioksidasi dan B berisi unsur yang
dapat direduksi atau sebaliknya. Misalnya reaksi antara asam nitrat
dan ferri oksida.
HNO3 + Fe2O3

?

Reaksi di atas bukan reaksi redoks karena H, N dan Fe sudah
mempunyai bilangan oksidasi, hanya dapat direduksi.
Lain halnya dengan reaksi:
FeSO4 + I2

?

Reaksi di atas mungkin merupakan reaksi redoks, karena Fe 2+
muatannya dapat naik menjadi Fe 3+, sedang I0 muatannya turun
menjadi I-.
2.

Apakah benar terjadi reaksi redoks, masih tergantung dari kekuatan
oksidator dan kekuatan reduktor. Perhatikan reaksi antara FeSO 4 dan
I2 maka artinya apalah I2 cukup kuat untuk mengoksidasi FeSO 4 atau
25

sebaliknya apakah FeSO4 cukup kuat untuk mereduksi I 2. Harus
dimengerti bahwa oksidator maupun reduktor mempunyai kekuatan
yang berbeda-beda. Ukuran kekuatan mengoksidasi atau mereduksi
itu

diberikan

oleh

besarnya

potensial

redoks

system

yang

bersangkutan. Lebih jelasnya, seandainya terjadi oksidasi FeSO 4 oleh
I2, maka reaksinya sebagai berikut:
6 FeSO4 + 3 I2

2 Fe(SO4)3 + 2 FeI3

Atau dengan reaksi ion, yang terjadi sebenarnya ialah:
2 Fe2+ + I2

2 Fe3+ + 2 I-

Fe2+ melepaskan electron yang diterima oleh I 2, maka reaksi yang
terjadi dengan perantaraan electron tersebut dapat dipecah menjadi
dua reaksi separuh atau “half reaction”, sebagai berikut:
2 Fe2+
I2 + 2 e

2 Fe3+ + 2 e
2 I-

Tiap reaksi separuh merupakan pasangan redoks dari bentuk
oksidator dan bentuk reduktor zat tertentu dan setiap pasangan
mempunyai nilai potensial redoks standart (E o) yang dapat dicari
dalam tabel potensial redoks.
III.

BAHAN DAN ALAT
Bahan : Logam seng
Logam tembaga
Larutan CuSO4 1 M
Larutan AgNO3 1 M
Alat

: Tabung reaksi
Pengaduk gelas
Gelas ukur
Botol semprot
Pipet tetes

IV.

CARA KERJA
1. Siapkan alat dan bahan.

26

2. Masukkan larutan CuSO41 M sebanyak 100 ml ke dalam gelas kimia
250 ml.
3. Siapkan sepotong logam seng berukuran ± 4×2 cm yang telah
diamplas bersih. Kemudian masukkan ke dalam larutan CuSO4.
4. Amati perubahan yang terjadi.
5. Lakukan kembali percobaan seperti di atas dengan menggunakan
logam tembaga dan mengganti larutan CuSO4 1 M dengan larutan
AgNO3 1 M.
V.

TUGAS
1. Tuliskan reaksi-reaksi yang terjadi pada percobaan!
2. Jelaskan perubahan bilangan oksidasi masing-masing unsur pada
reaksi-reaksi tersebut dan jelaskan unsur mana yang mengalami
oksidasi atau reduksi!

27

PERCOBAAN 5
PENENTUAN KONSENTRASI ZAT WARNA MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
I.

TUJUAN :
1. Membuat kurva standar kalium permanganat.
2. Menentukan konsentrasi kalium permanganat dalam larutan sampel
yang belum diketahui konsentrasinya dengan metode spektrometri.

II.

TEORI DASAR
Analisis spektrofotometri sinar tampak merupakan analisis kimia
yang didasarkan pada pengukuran intensitas warna larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya dibandingkan dengan warna larutan standar,
yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Penentuan konsentrasi
didasarkan pada absorpsimetri, yaitu metode analisis kimia yang
didasarkan pada pengukuran absorpsi (serapan) radiasi gelombang
elektromagnetik.
Metode analisis spektrofotometri digunakan pada larutan berwarna,
dimana absorpsi terjadi pada bagian sinar tampak (visible) dari spektrum
gelombang elektromagnetik, yaitu pada panjang gelombang 400 – 750
nm.Jika larutan tidak berwarna, maka larutan direaksikan dengan
pereaksi kimia yang sesuai agar senyawa dalam larutan menjadi
berwarna. Adapun spektrum cahaya tampak (warna yang diserap) dan
warna-warna komplementer (warna yang dilihat oleh mata) adalah
sebagai berikut:
Panjang gelombang,

Warna yang

Warna

nm
400-435
435-480
480-490
490-500
500-560
560-580
580-595
595-610
610-750

diserap
Violet
Biru
Hijau-biru
Biru-hijau
Hijau
Kuning-hijau
Kuning
Orange
Merah

komplementer
Kuning-hijau
Kuning
Orange
Merah
Ungu
Violet
Biru
Hijau-biru
Biru-hijau

Pengukuran absorbansi spektrofotometer biasanya dilakukan pada λ
yang

sesuai

dengan

absorbansi

larutan

encer

yang

masih
28

terdeteksi.Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi adalah
jenis pelarut, pH, suhu, konsentrasi, elektrolit yang tinggi dan adanya
pengganggu.
Bila radiasi elektromagnetik dilewatkan pada suatu bahan atau
larutan

dalam

media

transparan

(kuvet),

maka

ada

beberapa

kemungkinan pada radiasi tersebut, yaitu:
a. diserap (absorbed)
b. diteruskan (transmitted)
c. dipantulkan (reflected)
d. dihamburkan (scattered)
Jika ditulis dalam persamaan, maka sinar atau intensitas yang datang (Io)
(cahaya yang dilewatkan pada suatu bahan) adalah penjumlahan dari
sinar yang diserap (Ia), sinar yang diteruskan (It), sinar yang dipantulkan
(Ir) dan sinar yang dihamburkan (Is):
Io = Ia + It + Ir + Is
Meskipun efek dari keempat kemungkinan di atas pada umumnya terjadi,
tetapi dapat diusahakan untuk memperkecil efek penghamburan dan
pemantulan sehingga interaksinya dibatasi pada sinar yang diserap dan
diteruskan saja.
Hukum Yang Melandasi Spektrofotometri
Hukum

Lambert-Beer

dijadikan

landasan

dalam

analisis

spektrofotometri.“Jika suatu cahaya monokromator melalui suatu media
yang

transparan,

dibanding

maka

intensitas

logaritma

cahaya

yang

intensitas

cahaya

diteruskan

yang

sebanding

datang
dengan

absorbansi serta absorptivitas molar (koefisien ekstingsi molar), tebal
media (kuvet) dan konsentrasi larutan”.Nilai koefisien ekstingsi molar
bergantung pada sifat absorpsi molar spesies dan panjang gelombang
yang digunakan.Penyimpangan Hukum Lambert- Beer disebabkan oleh
efek fisika atau kimia, variasi indeks refraksi dengan konsentrasi dan
batas lebar pita sinar datang.
Log (Io/It) = - log T = A = abc

29

b

Io

It

Larutan pengabsorbsi berkonsentrasi c
Keterangan:
Io: Intensitas cahaya yang datang
It: Intensitas cahaya yang diteruskan
T: Transmitansi
A: Absorbansi
a: absorptivitas molar
b: tebal media
c : konsentrasi larutan
Spektrum Absorpsi
Spektrum absorpsi menyatakan hubungan antara absorbansi (A)
sebagai sumbu y dengan panjang gelombang (λ) sebagai sumbu x.
Spektrum absorbsI berguna dalam penentuan panjang gelombang
maksimum (λ maks). Pengukuran spektrum absorbsi dilakukan dengan
cara mengukur absorbansi larutan dengan konsentrasi tetap pada
berbagai panjang gelombang. Panjang gelombang maksimum diperoleh
dari pemilihan panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi
maksimum.
Untuk mengetahui apakah senyawa pengabsorbi memenuhi hukum
Lambert-Beer, maka diperlukan plot kurva baku/standar absorbansi
terhadap konsentrasi. Konsentrasi larutan yang akan diukur ditentukan
dari pengukuran absorbansi atau transmitansi pada panjang gelombang
tertentu (tetap) beberapa larutan yang telah diketahui konsentrasinya
(larutan baku), selanjutnya dibuat plot (grafik) kurva standar antara
absorbansi (sumbu y) dengan konsentrasi (sumbu x).
Instrumentasi Spektrofotometer (Spectronic)

30

Spektrofotometer

(Spektronik)

pada

prinsipnya

terdiri

dari

monokromator kisi difraksi dan sistem deteksi elektronik, amplifikasi dan
pengukuran. Atau secara garis besar terdiri dari sumber radiasi, kuvet
(tempat sampel) dan detektor.Sumber radiasi berupa lampu tungsten
(wolfram), kuvet dari bahan gelas atau kuartz, dan detektor berupa solidstate silicon.Panjang gelombang berkisar antara 340 sampai 950 nm dan
lebar pita efektif 20 nm.
III.

ALAT DAN BAHAN
1. Spektrofotometer (spektronik), kuvet
2. Buret
3. Labu takar 100 ml
4. Timbangan analitik
5. Larutan KMnO4 10-3 M
6. Larutan sampel KMnO4
7. Aquades

IV.

CARA KERJA
1. Buat larutan standar KMnO4 dengan mengencerkan larutan KMnO 4 103

M menjadi 1x10-4; 3x10-4; 5x10-4;7x10-4; 9x10-4 dan 1x10-3 M

menggunakan akuades.
2. Kemudian ukur Absorbansi (A) larutan KMnO4 5x10-4 M pada panjang
gelombang 400 nm - 700 nm. Tentukan panjang gelombang (λ)
maksimumnya.
3. Ukur A masing-masing larutan pada λ maksimum yang diperoleh pada
langkah ke-2.
4. Buat kurva standar antara Absorbansi (y) terhadap konsentrasi
(sumbu x)
5. Letakkan larutan sampel kalium permanganat yang ingin diketahui
konsentrasinya dalam kuvet dan ukur A larutan sampel pada λ
maksimum.
6. Gunakan kurva standar untuk menentukan konsentrasi larutan
sampel KMnO4.
7. Bahas hasil yang diperoleh.
NOTE : pembacaan Absorbansi larutan pada range 0,2-1,0.
31

32

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Analitik III. Laboratorium
Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Brawijaya. Malang.
Anonim.Diktat Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Jurusan Kimia FMIPA.
Universitas Brawijaya. Malang.
Day, R.A dan Underwood, A.L. 2001.Analisis Kimia Kuantitatif. Alih bahasa:
Iis Sofyan. Erlangga. Jakarta.
Fritz, J.S. and Schenk G.H. 1987.Quantitative Analytical Chemistry, 4th ed.
Prentice Hall. New Jersey.
Official Methods of Analysis. 1990. Association of Official Analytical
Chemists,15th ed.
Skoog, Douglas A., Donald M. West and F.James Holler.1995. Fundamentals of
Analytical Chemistry 8th ed."Harcourt Brace College Publishers.
Vogel. 1994. Analisis Kimia Anorganik Kuantitatif. Alih bahasa: A.H.
Pujaatmaka. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

33