MAKALAH EKSPOR KELAPA SAWIT INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
I.

LATAR BELAKANG
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menghasilkan

minyak sawit mentah (CPO; crude palm oil) menjadi andalan komoditi ekspor Indonesia.
Kelapa sawit memiliki peran strategis karena (1) kelapa sawit merupakan bahan baku
utama minyak goreng sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga
minyak goreng. Hal ini penting karena minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan
bahan pokok kebutuhan masyarakat sehingga harganya harus terjagkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. (2) kelapa sawit sebagai salah satu komoditi pertanian andalan non
migas, mempunyai prospek yang baik sebagai sumber pendapatan devisa maupun pajak
(3) Dalam proses produksi maupun pengolahan mampu menciptakan kesempatan kerja dan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Cyirillus Benikrisanto, 2006).
Minyak kelapa sawit merupakan komoditas ekspor yang sangat menguntungkan
Karena harga minyak sawit di pasaran Internasional cenderung mengalami peningkatan.
Pengembangan kelapa sawit baik melalui perluasan areal, peningkatan kualitas dan
kuantitas produksi minyak sawit perlu terus dilakukan agar mampu bersaing di pasar
International.

Perkembangan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia (Tabel 1) semakin
bertambah dari tahun 2001-2010, yang diikuti dengan produksi yang cenderung meningkat
pula. Tahun 2009-2010 produksi kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan sebesar
1.204.020 ton. Hal ini merupakan peluang besar bagi Indonesia sebagai salah satu negara
pemasok minyak sawit mentah dunia, untuk lebih meningkatkan daya saingnya di pasar

1

internasional.

Saat ini Indonesia menjadi negara dengan areal kelapa sawit terluas di dunia
dengan jumlah lebih dari 7 juta ha dan produksi minyak sawit mentah (Crude palm oil,
CPO) diperkirakan akan meningkat setiap tahun. Dengan melihat kondisi potensi lahan
yang cukup besar ini, harusnya industri minyak kelapa sawit Indonesia bisa memanfaatkan
potensi lahan yang cukup besar, supaya negara Indonesia ini menjadi negara pengekspor
minyak kelapa sawit mentah (Crude palm oil, CPO) terbesar di dunia. Gambar 1
mengilustrasikan perkembangan volume ekspor minyak sawit selama kurun waktu 10
tahun.

2


Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa perkembangan volume ekspor minyak sawit
Indonesia tahun 1991-2000 berfluktuasi, volume ekspor perlahan-lahan naik dari tahun
2001 sampai mencapai titik tertinggi pada tahun 2009, kemudian turun pada tahun 2010
dengan nilai penurunan sebesar 966.681 kg.
Minyak sawit mentah Indonesia harus mampu bersaing dengan produk minyak
sawit mentah dari negara lain. Jika minyak sawit mentah Indonesia memiliki daya saing di
pasar Internasional diharapkan akan lebih banyak lagi negara yang membeli minyak sawit
mentah dari Indonesia dan para pengusaha akan lebih bersemangat lagi untuk
memproduksi minyak sawit mentah dengan mutu yang lebih baik dan biaya produksi yang
lebih rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat
diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba dan dapat
mempertahankan kelangsungan produksinya.
Berdasarkan

uraian diatas penelitian ini bertujuan untuk menganalisis trend

volume ekspor CPO Indonesia pada tahun 2013-2015 dan menganalisis daya saing
(keunggulan omparatif dan keunggulan kompetitif) crude palm oil Indonesia di pasar
International.

II.

RUMUSAN MASALAH

3

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang , maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis trend volume ekspor CPO Indonesia pada tahun 2013-2015?
2. Bagaimana posisi daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia di perdagangan
internasional jika dilihat dari pangsa pasar dan keunggulan komparatifnya ?
III.

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian diatas , maka tujuan penelitan ini adalah:
1. Menganalisis trend volume ekspor CPO Indonesia pada tahun 2013-2015
2. Menganalisis daya saing (keunggulan omparatif dan keunggulan kompetitif) crude
palm oil Indonesia di pasar International
IV.


MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapakan mampu dijadikan sebagai bahan masukan bagi

pemerintah serta instansi-instansi terkait dalam merumuskan suatu kebijakan dalam
memajukan perdaganagan minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.
2.1

LANDASAN TEORI
Profil Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit

merupakan

komoditas

andalan


pertanian

dalam

negeri,karena memiliki andil sebgai pemasok devisa ke kantong negara.Industri ini bakan
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.Pertumbuhan kelapa sawit jauh melampaui
Komoditas lain seperti karet,teh,kelapa atau kopi.Dibandingkan dari luas lahan,kelapa
sawit pun lebih dominan dari komoditas lain.
Dari segi pemanfaatnya,kalapa sawit dapat diolah menjadi berbagai produk.Mulai
dari daging buah,biji,tandan kosong dan batangnya dapat dimanfaatkan.Komoditas minyak
kelapa sawit memiliki berbagai kegunaan baik untuk industri pangan maupun non
pangan.Namun demikian perkembangan diverifikasi produk kelapa sawit lebih cendurung
ke arah pengembangan produk pangan (sekitar 90%) dan sisanya produk-produk non
pangan berupa produk-produk sabun dan oleokimia (sekitar 10 %).Dalam hal pangan
sebagian besar minyak sawit digunkan untuk pembuatan minyak goreng,dan sebagian
untuk pembuatan margin/shortening (Hariyadi,2003)
2.2

Teori Keunggulan Kompafatif

David Ricardo dalam bukunyaPrinciples

of

Political

Economy

and

Taxation (1817). Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang
efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi
kedua jenis komoditi yang dihasilkan, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan
4

perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara A misalnya harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih kecil (yang merupakan komoditi yang memiliki keunggulan komparatif) dan
mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut cukup besar (komoditi yang memiliki
kerugian komparatif). Jadi harga sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja

yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.
Teori keunggulan absolut tidak dapat digunakan sebagai dasar dalam perdagangan
internasional apabila salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis
komoditi. Atau dengan kata lain bahwa bila salah satu negara memiliki keunggulan absolut
atas kedua jenis komoditi, maka perdagangan tidak akan terjadi. Namun dengan teori
keunggulan komparatif, perdagangan internasional antara dua negara masih dapat
berlangsung walaupun salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis
komoditi.
2.2

Teori Perdagangan Internasional
Ada dua alasan suatu negara melakukan perdagangan internasional. Pertama, setiap

negara mempunyai perbedaan dalam pemilikan sumberdaya alam dan pengolahannya.
Kedua, negara-negara yang berdagang bertujuan untuk mencapai skala ekonomis
(economics of scale) dalam produksi (Krugman dan Obsfeld,1994). Perbedaan antar
negara dalam pemilikan sumberdaya tersebut memberikan peluang bagi terjadinya
perdagangan antar negara dan masing-masing menyumbangkan keuntungan perdagangan
(gains of trade) bagi mereka
Teori perdagangan internasional yang pertama dikemukakan oleh David Ricardo,

jika suatu negara dapat memproduksi barang atau jasa lebih murah, maka negara tersebut
akan memproduksi barang atau jasa tersebut dari pada membeli dari negara lain atau
mengimpor dari negara lain. Tetapi kalau biaya produksinya relatif lebih mahal bila
dibandingkan dengan ongkos produksi di negara-negara lainnya, maka barang atau jasa
tersebut dibeli dari negara lain atau mengimpor dari negara lain. Barang atau jasa dengan
ongkos produksi yang relatif lebih rendah, disamping bisa di konsumsi sendiri, juga bisa di
ekspor. Perdagangan antarnegara memungkinkan terjadinya tukar menukar barang dan
jasa, pergerakan sumberdaya dan pertukaran serta perluasan penggunaan teknologi yang
dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terlibat di dalamnya
(Salvatore, 1994). Tanpa perdagangan internasional maka harga pasar suatu produk di
5

suatu negara akan berbeda dengan negara lain, dengan adanya perdagangan internasional
harga yang terjadi akan sama.

Keterangan Gambar 2:
P1

= Harga domestik negara pengekspor tanpa perdagangan internasional


OQA = Jumlah konsumsi domestik negara pengekspor tanpa perdagangan internasional
P3

= Harga domestik negara pengimpor tanpa perdagangan internasional

OQB = Jumlah konsumsi domestik negara pengimpor tanpa perdagangan internasional
P2

= Harga setelah ada perdagangan internasional
Gambar 2, mengilustrasikan perdagangan internasional secara teoritis, suatu negara

(misal negara A) akan mengekspor suatu komoditas (komoditas x) ke negara lain (misal
negara B) apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadi perdagangan) relatif lebih
rendah dibandingkan harga domestik di negara B. Kondisi awal di negara A misalnya
berada dalam kondisi keseimbangan dan harga berada pada P1. Pada kondisi ini tidak
terjadi ekspor dari negara A. Ketika harga berada pada posisi P2, struktur harga yang
relatif lebih tinggi ini menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran (excess supply) di
negara A yaitu sebesar QA’QA”.Dalam hal ini faktor produksi di negara A relatif
berlimpah, dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan
produksinya ke negara lain. Sebaliknya di negara B, pada kondisi harga berada di P2,

negara ini terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya melebihi produksi
domestik (excess demand) sebesar QB’QB” sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada
keadaan ini, negara B berkeinginan untuk membeli komoditas dari negara lain dengan
harga yang relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan
B, maka terjadi perdagangan antar kedua negara tersebut.
6

Supply di pasar Internasional akan terjadi jikaharga lebih besar dari P1, sedangkan
permintaan di pasar Internasional akan terjadijika harga Internasional lebih rendah dari
P3.Dengan kata lain, besarnya ekspor suatukomoditas perdagangan akan sama besarnya
dengan besarnya impor komoditas tersebut.
Peramalan (Foreasting) merupakan Seni dan ilmu untuk memprediksi kejadian di
masa depan. Metode peramalan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu metode peramalan
time series dan asosiatif. Metode Peramalan Time – Series merupakan teknik peramalan yg
menggunakan sekumpulan data masa lalu untuk melakukan peramalan didasarkan pada
waktu yang berurutan atau yang berjarak sama (mingguan, bulanan, kuartalan, dan
lainnya). Dekomposisi Time – Series, antara lain:
a. Tren merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat atau menurun,
dipengaruhi oleh perubahan pendapatan, populasi, penyebaran umur atau
pandangan budaya.

b. Musim adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu.
c. Siklus adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa tahun.
d. Variasi acak merupakan satu titik khusus dalam data yang disebabkan oleh peluang
dan situasi yang tidak biasa.
Metode peramalan time series meliputi : (1) Pendekatan naif yaitu teknik peramalan
yang mengasumsikan permintaan pada periode mendatang sama dengan permintaan
terkini. (2) Rata-rata Bergerak adalah metode peramalan yang menggunakan rata-rata dari
sejumlah (n) data terkini untuk meramalkan periode mendatang. (3) Rata-rata bergerak
dengan pembobotan Saat ada tren atau pola yang terdeteksi, bobot dapat digunakan untuk
menempatkan penekanan yang lebih pada nilai terkini. Praktek ini membuat teknik
peramalan lebih tanggap terhadap perubahan karena periode yang lebih dekat
mendapatkan bobot yang lebih berat. (4) Penghalusan Eksponensial (Tingkat 1), teknik
peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan dimana data diberi bobot oleh sebuah
fungsi eksponensial. (5) Penghalusan Eksponensial dengan Penyesuaian Tren (Tingkat 2),
teknik peramalan lain yang dapat menyesuaikan dengan tren dengan menghitung rata-rata
data penghalusan eksponensial dan kemudian menyesuaikan (6) Proyeksi Tren, metode
peramalan Time–Series yang menyesuaikan sebuah garis tren pada sekumpulan data masa
lalu dan kemudian diproyeksikan dalam garis untuk meramalkan masa depan.Menerapkan
metode kuadrat terkecil (Least Square Method). Pendekatan ini menghasilkan sebuah garis
lurus yang meminimalkan jumlah kuadrat dari deviasi vertikal garis pada setiap hasil
pengamatan aktual. dengan keterlambatan (lag) positif atau negatif pada tren. Metode
7

Peramalan Asosiatif meliputi Analisis Regresi & Korelasi. Analisis Regresi Linear adalah
model matematis garis lurus yang menjelaskan hubungan fungsional antara variabel bebas
dan variabel terikat. (Heizer F dan Render B. 2006).
2.3

Analisis Daya Saing
Menurut Tambunan (2003), Analisis daya saing khususnya analisis keunggulan

komparatif dapat menggunakan Revealid Comparative Advantage (RCA). RCA adalah
indeks yang menyatakan keunggulan komparatif yang merupakan perbandingan antara
pangsa ekspor suatu komoditi dalam ekspor total negara tersebut dibandingkan dengan
pasar ekspor komoditi yang sama dalam total ekspor dunia. RCA digunakan dalam studistudi empiris untuk mengukur perubahan keunggulan komparatif atau tingkat daya saing
dari suatu produk dari suatu negara terhadap dunia. Indeks RCA mengindikasikan bahwa
jika pangsar ekspor dari suatu (atau kelompok) komoditi suatu negara di dalam ekspor dari
komoditi yang sama di dalam total ekspor dunia negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi tersebut. Kelemahan metode RCA
dikarenakan salah satu perbandingannya adalah pangsa pasar dunia dari komoditi yang
diteliti dari negara bersangkutan. Pangsa pasar dunia yang besar belum menjamin apakah
untuk komoditi dari negara tersebut mempunyai daya saing yang tinggi. Sebagai contoh,
misalnya ekspor komoditi minyak sawit Indonesia sama dengan Malaysia, tetapi nilai total
ekspor minyak sawit Indonesa lebih kecil dari Malaysia, maka nilai RCA Indonesia untuk
minyak sawit menjadi lebih besar. Sebaliknya, apabila nilai ekspor minyak sawit Indonesia
sama dengan Malaysia, sedangkan total nilai ekspor Indonesia lebih besar dibandingkan
dengan Malaysia, maka nilai RCA minyak sawit Indonesia lebih kecil dari pada nilai RCA
Malaysia untuk komoditi yang sama (Zamroni dalam Tambunan 2003).
Rumus RCA :
C = Xij / Xj
Xiw / Xw

Keterangan :
C
= Nilai indeks RCA
Xij
= Nilai ekspor komoditi i dari negara j
Xj
= Nilai ekspor total komoditi i dari negara j
Xiw = Nilai ekspor komoditi i dari dunia
Xw
= Nilai ekspor total komoditi i dari dunia

8

Menurut Tambunan (2003), Keunggulan kompetitif suatu produk dapat diukur
menggunakan analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Indeks Spesialisasi
Perdagangan ISP merupakan perbandingan antara selisih nilai ekspor dan nilai impor suatu
negara dibadingkan dengan jumlah nilai ekspor dan nilai impor negara tersebut, atau
dengan kata lain ISP merupakan perbandingan antara selisih nilai bersih perdagangan
dengan nilai total perdagangan dari suatu negara. Indeks ISP juga bisa digunakan untuk
analisis proses tahapan industrialisasi dan perkembangan pola perdagangan komoditi
tersebut. Dasar pemikiran dari indeks ini sama seperti teori siklis produk, yang mana suatu
produk bertahan di pasar lewat beberapa tahan.
Rumus ISP :
ISP = Nx’- Nm’
Nx’+Nm’
Keterangan :
ISP = Indeks spesialisasi Perdagangan
Nx’ = Nilai ekspor komoditas i dari Negara j
Nm’= Nilai impor komoditas i dari Negara j
Posisi daya saing dibagi menjadi 5 tahap,sesuai teori siklus produk, yakni sebagai
berikut : Nilai ISP antara -1 sampai +1. Apabila ISP berkisar antara -1 sampai dengan – 0,5
adalah komoditi tersebut tahap pengenalan. Apabila antara -0,5 sampai dengan 0 adalah
tahap subtitusi impor. Apabila antara 0 sampai 0,8 adalah pada tahap perluasan ekspor,
kemudian apabila nilainya mendekati +1 adalah pada tahap pematangan.

9

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu suatu metode
dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sitematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
(Nazir, 1989). Dalam penelitian ini untuk menganalisis trend volume ekspor menggunakan
data tahun 1991-2010 dengan menggunakan metode peramalan asosiatif yaitu analisis
regresi linier dengn model persamaan :
Y= a + bX
Keterangan :
Y = Volume ekspor CPO (kg)
X = Nilai waktu
a = Nilai trend pada waktu X=0
b = Kenaikan atau penurunan rata-rata Y’ untuk setiap kenaikan X
Dalam penggunaan model, besarnya a dan b dapat diperhitungkan dengan rumus berikut
ini :

Untuk menganalisis daya saing menggunakan Revealid Comparative Advantage (RCA)
dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP).
Analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan RCA dengan rumus :
C = Xij / Xj
Xiw / Xw
Keterangan :
C

= Nilai indeks RCA
10

Xij

= Nilai ekspor crude palm oil dari negara Indonesia

Xj

= Nilai ekspor total minyak sawit negara Indonesia

Xiw

= Nilai ekspor crude palm oil dunia

Xw

= Nilai ekspor total minyak sawit dunia
Jika nilai indeks RCA < 1 menunjukan bahwa negara Indonesia untuk komoditi

CPO keunggulan komparatifnya rendah (di bawah rata-rata dunia).
Jika nilai indeks RCA ≥ 1 menunjukan bahwa negara Indonesia untuk komoditi
CPO dikatakan mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia). Analisis
keunggulan kompetitif dengan menggunakan : indeks spesialisasi Perdagangan (ISP)
dengan rumus :
ISP = Nx’- Nm’
Nx’+Nm’
Keterangan :
ISP

= Indeks spesialisasi Perdagangan

Nx’

= Nilai ekspor crude palm oil Indonesia

Nm’

= Nilai impor crude palm oil Indonesia.
Nilai ISP antara -1 sampai +1. Apabila ISP berkisar antara -1 sampai dengan –0,5

adalah komoditi tersebut tahap pengenalan. Apabila antara -0,5 sampai dengan 0 adalah
tahap subtitusi impor. Apabila antara 0 sampai 0,8 adalah pada tahap perluasan ekspor,
kemudian apabila nilainya mendekati +1 adalah pada tahap pematangan.

11

Hasil perhitungan yang di tunjukan pada tabel di atas menunjukan bahwa trend
volume ekspor CPO Indonesia terus meningkat pada tahun 2013-2015, volume ekspor
CPO Indonesia pada tahun 2013 diramalkan sebesar 10.360.656 kg, tahun 2014
diramalkan sebesar 10.824.992kg, sedangkan pada tahun 2015 sebesar 11.289.328 kg.
Hasil perhitungan yang di tunjukan pada tabel di atas menunjukan bahwa trend
volume ekspor CPO Indonesia terus meningkat pada tahun 2013-2015, volume ekspor
CPO Indonesia pada tahun 2013 diramalkan sebesar 10.360.656 kg, tahun 2014
diramalkan sebesar 10.824.992kg, sedangkan pada tahun 2015 sebesar 11.289.328 kg.

Hasil analisis crude palm oil Indonesia selama periode 2001-2010 memiliki
keunggulan kompetitif dengan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) sebesar 0,95.
Berdasarkan kriteria yang ada, jika nilai ISP mendekati 1 adalah pada tahap pematangan.
artinya ekspor bersih CPO (crude palm oil) Indonesia lebih besar dari pada total
perdagangan dan pada tahap ini Indonesia merupakan negara net eksportir. Rendahnya
nilai RCA crude palm oil (CPO) Indonesia dikarenakan kebijakan pemerintah tentang Bea
Keluar (BK) ekspor produk sawit yang diterapkan secara progresif memberikan dampak
negatif terhadap daya saing ekspor CPO Indonesia, dimana meningkatnya permintaan CPO
di pasar dunia akan dimanfaatkan oleh negara pesaing. Penerapan BK ekspor CPO yang
maksimal bisa mencapai 25 persen justru berpotensi mendorong penyelundupan.

12

BAB IV
PEMBAHASAN
A.

LANDASAN HUKUM
a) Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan

Nomor

558/MPP/Kep/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 tentang Ketentuan Umum
Dibidang Ekspor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/MDAG/ PER/1/2007 tanggal 22 Januari
2007
b) Undang-undang No.17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No.10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan
c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan
Kepabeanan di Bidang Ekspor
d) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 jo. P06/BC/2009 jo. P-30/BC/2009 jo. P-27/BC/2010 tentang Tata Laksana Kepabeanan
di Bidang Ekspor
e) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-41/BC/2008

tentang

Pemberitahuan Pabean Ekspor.
B. KEBIJAKAN PERDAGANGAN KELAPA SAWIT
Beberapa tahun ini terjadi beberapa kali perubahan kebijkan serta penggunaan istilah
dalam penggunaan tarif atas ekspor CPO di Indonesia.Kebijakan ini e dalam tiga bagian
yaitu periode :
1.

Pemberlakuan pungutan Ekspor

2.

Pemberlakuan Pajak Ekspor

3.

Pemberlakuan Bea Keluar
Melalui

SK

Memperindag

no.456/MPP/Kep/1997

pemerintah

kemudian

mengambil tindakan darurat dengan alokasi kuota ekspor 25% dari total produksi itupun
hanya untuk 15 kelompok produsen sawit yang ditunjuk ,sedangkan pengusaha diluar itu
dilarang ekspor.Besaran tarif pungutan eskpornya oleh Menteri Keuangan diatur melalui
PMK No.92/PMK.02/2005 tanggal 10 Oktober 2005.Tarif pungutan eskpor atas CPO
sebesar 3% berdasarkan kebijakan tersebut..Perihal tarif pungutan ekspor dijabarkan pada
tabel berikut :
13

Besaran Tarif Pungutan Eskpor Berdasarkan Tingkat Harga U$$/MT

Tingkat harga U$$/MT

Besarnya
tarif PE/MT

CRUDE PALM OIL (CPO)
a.
Harga referansi >550
0%
b.
Harga referansi 550-650
2.5 %
c.
Harga referansi 650-750
5%
d.
Harga referansi 750-850
7.5 %
e.
Harga referansi 700
b.
Harga referansi 701-750
c.
Harga referansi 800-850
d.
Harga referansi 801-850
e.
Harga referansi 851-900
f.
Harga referansi 901-950
g.
Harga referansi 951-1000
h.
Harga referansi 1001-1050
i.
Harga referansi 1051-1100
j.
Harga referansi 1101-1150
k.
Harga referansi 1151-1200
l.
Harga referansi 1201-125012
m.
Harga referansi >1251

0%
1.5 %
3%
4.5 %
6%
7.5 %
10 %
12.5 %
15 %
17.5 %
20 %
22.5 %
25 %

Kebijakan tarif ekspor dilakukan pemerintah untuk membatasi sahingga pasaokan
minyak kelapa sawit dalam negeri terpenuhi untuk menjaga kestabilan harga minyak
goreng yang merupkan kebutuhan pokok masyarakat.Peraturan ini telah diberlakukan
sejak tahun 1978 dan selalu berubah-ubah seiiring berjalannya waktu Sesuai dengan
peraturan Menteri Keuangan No.09/PMK.011/2008,besar Pungutan Pajak (PE) yang
berlaku bulan Juli 2008 adalah 20%.Sedangkan besar PE ditetapkan sebagai berikut :
PE= Tarif PE (%) X Jumalah satuan barang X nilai kurs
Keterangan :
PE

: Pungutan pajak

HPE

: Harga Patokan ekspor
14

HPE ditetapkan setia bulan oleh Menteri Perdagangan ,berdasarkan harga rata-rata
internasional .
Berikut ini HPE yang berlaku dari tanggal 1 Juli 2008-31 Juli 2008 :
1.
2.
3.
4.

No Uraian
Buah & Kernel kelapa sawit
Crude Palm Oil (CPO)
RbD PO
Rbp Palm Olein

Pos Tarif
1207.99.20.00
1511.10.00.00
1511.90.90.10
1511.90.90.20

HPE
U$$ 840/MT
U$$ 1144/MT
U$$1202/MT
U$$ 1261/MT

Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya
Besarnya tarif pungutan ekspor 3% :
1.

Kelap Sawit/ Tandan Buah Segar dan Inti (Biji) Kelapa Sawit;

2.

Crude Palm Oil (CPO).

Besarnya tarif pungutan ekspor 1% :
1.

Crude Olein (CRD Olein);

2.

Refined Bleached Deoderized Palm Oil (RBD PO);

3.

Refined Bleached Deoderized Palm Olein (RBD Olein).

Dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah dengan adanya pajak ekspor yaitu
mengurangi pendapatan produsen perkebunan kelapa sawit, menguntungkan negara
eksportir lain berdampak kehilangan pasar. Hal ini menyebabkan crude palm oil CPO
Indonesia memiliki daya saing yang rendah di pasar Internasional.

C.

KEBIJAKAN

EKSPOR

MINYAK

INDONESIA

15

KELAPA

SAWIT

MENTAH

DI

D.

MEKANISME EKSPOR KELAPA SAWIT

Sumber : Hendrati (1997:39)
Persyaratan Ekspor
a) Ekspor Inti Kelapa Sawit harus terlebih dahulu mendapat persetujuan ekspor dari
Menteri Perdagangan dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Pertanian dan
Kehutanan;

16

b) Untuk mendapat persetujuan ekspor, perusahaan yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Ekspor Produk Pertanian dan
Kehutanan Departemen
Perdagangan dengan melampirkan :
• Rekomendasi dari Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian;
• Photo copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
• Photo copy Ijin Usaha dari Departemen Teknis/ Lembaga Pemerintah Non
Departemen berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku;
• Photo copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
E.

PETUNJUK PELAKSANAAN & PETUNJUK TEKNIS
Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor Kep - 151/Bc/2003
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor Direktur
Jenderal Bea Dan Cukai.
Secara singkat pengolahan kelapa sawit dapat dilihat dari diagram dibawah ini :

Proses produksi CPO memiliki beberapa tahap, proses dimulai dari tahap
penerimaan tandan sawit segar (TBS) yang dilakukan di loading ramp. Tahap
berikutnya adalah sterilisasi, yaitu perebusan buah dengan steam.Steam yang
digunakan bertekanan 3 kg/cm2dansuhu 140oC selama 75-90 menit. Setelah
sterilisasi, buah dipisahkan dari tandan. Tahap ini dikenal sebagai pemipilan atau
treshing. Buah yang telah dipisahkan dari tandan dilumatkan menggunakan steam
17

pada suhu 90oC dengan menggunakan digester. Pada tahap berikutnya,
minyak diekstrak dari serat. Proses terakhir adalah pemurnian. Selain menghasilkan
CPO, PKS juga menghasilkan minyak inti kelapa sawit (PKO).

-

Permasalahan Perdagangan Kelapa Sawit
1. Produktifitas Kelapa sawit
Produktifitas tanaman TKS meningkat sejalan dengan bertambhnya usia
tanaman dan akan mencapai puncaknya pada saat usia 13 tahun.Kemudian
sejak usia tersebut produktifitasnya akan menurun hingga tiba saatnya
untuk ditanam ulang. Secara umum, produktifitas rata-rata nasional
perkebunan kelapa sawit Indonesia masih rendah.hal ini diduga karena
akibat pemilihan bibit yang kurang baik.sistem pemupukan yang kurang
optimal.
2. Tingginya Biaya Ekspor CPO Indonesia
Selain harus menanggung pajak ekspor yang tinggi,eksportir CPO juga
masih harus menanggung berbagai biaya seperti biaya kapal atau
angkatan,biaya asuransi, biaya LC, biaya tes CPO,biaya penyusutan selama

18

pengangkutan,fee untuk Broker dan biaya lain yang mencapai sekitar 110
Dollar AS perton.
3. Penyelundupan CPO
Akibat lanjut dari kenaikan PE adalah penyelundupan CPO.Penyelundupan
ini dilakukan agar pengeksportir terhindar dari pengenaan PE yang semakin
tinggi.Data Oill World Weekly menyebutkan bahwa pada periode JanuariSeptember 2007 terjadi penyelundupan produk CPO Indonesia sebanyak
660.000 ton.Oil Worl mencatat bahwa tren kinerja ekspor produk CPO dan
turunannya dari Indonesia yang terdaftar pada Juli-September 2006 dan
pada periode sama tahun lalu turun.Penurunan itu akibat adanya ekspor
yang tidak terdaftar.
4. Kurangnya Fasilitas Sarana dan Prasarana Pendukung
Salah satu kendala dalam pengangkutan dan pemasaran Kelapa sawit adalah
kurangnya infrastruktur,terutama pelabuhan.Industri kelapa sawit dalam 10
tahun kedepan dapat terganggu karena akan banyak hasil produksi yang
tidak dapat diekspor.

19

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil analisis tren volume ekspor crude palm oil Indonesia pada 3 tahun
mendatang mengalami peningkatan yaitu, pada tahun 2013 sebesar 10.360.656 kg,
tahun 2014 sebesar 10.824.992 kg, dan pada tahun 2015 sebesar 11.289.328 kg.
2. Daya saing Crude palm oil Indonesia di pasar internasional, memiliki keunggulan
kompetitif dengan ISP mendekati 1 yakni 0,95 dan memiliki keunggulan
komparatif yang rendah di pasar Internasional dengan indeks RCA sebesar 0,85.
Saran
a) Penerapan kebijakan pemerintah dengan mengurangi pajak ekspor dan bea keluar
sehingga menambah gairah pengusaha untuk mengekspor CPO dan menguranginya
resiko terjadinya penyelundupan.
b) Peningkatan daya saing crude palm oil dapat dicapai melalui upaya peningkatan
kualitas dan produktivitas. Peningkatan kualitas dapat dicapai dengan peningkatan
sarana dan prasarana dan teknologi.

20

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran Teori dan Temuan
Empiris. PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
Anonim. 2001. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Ghalia Indonesia, Bogor.
Badan Pusat Statistik. Ekspor Crude palm oil di Indonesia. http://bps.go.id/eximframe.php.
Badan Pusat Statistik. Impor Crude Palm Oil di Indonesia. http://bps.go.id/eximframe.php.
Direktorat
Jendral
Perkebunan.
Volume
dan
Nilai
Ekspor,
Impor
Indonesia.http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exportimport/16
-kelapa%20sawit.
Departemen Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik.
Yogyakarta.
Perdagangan
Internasional.
Harga
Palm
Oil
di
Pasar
Internasional.
http://www.kemendag.go.id.
Food
and
Agriculture
Organization
Statistic.
Value
Of
Agricultural.
http://faostat.fao.org/site/613/Desktop
Default.aspx?PageID=613#ancor. Halwani, R.H.2002. Ekonomi Internasional dan
Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Hasibuan, N. 1994. Ekonomi Industri. PT. Pustaka LP3ES, Jakarta.Heizer F dan Render B.
2006. Operation Management. Prentice Hall. Eight Edition.
Krugman, P.R and Obsfeld. 1994. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan.
Diterjemahkan oleh Faisal H. Basri. PAU – FEUI. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Nazir, M. 1989. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Pangestu, S. 1986. Forecasting Konsep dan Aplikasi. BPFE. Yogyakarta.
Rinaldy, E. 2000. Kamus Istilah Perdagangan Internasional. Jakarta.
Salvatore. 1994. Ekonomi Internasional. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta
Supranto, J. 1984. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan Edisi Kedua. P.T
Gramedia, Jakarta.
Tambunan, T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia beberapa Isu Penting.
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Taufik, Y., dkk. 2010. Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. Pusat Data dan Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2010. Jakarta.
Tim Penulis PS. 1992. Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek
Pemasaran. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

21