T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk per 30

Juni 2016 adalah 257.912.349 jiwa dengan peringkat 4 (empat)
dunia dengan tingkat kepadatan berada di Pulau Jawa, dan
dibutuhkan sebaran penduduk untuk menggali potensi-potensi
didaerah yang belum terjamah. Daerah tujuan sebaran penduduk
tersebut yakni Sumatra, Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Papua adalah Provinsi yang memiliki sistem pemerintahan
yang menganut otonomi khusus dan menjadi salah satu daerah
tujuan sebaran penduduk dari daerah-daerah yang padat seperti
Pulau Jawa. ini dikarenakan di Papua masih banyak lahan yang
belum dimanfaatkan potensi-potensi daerah tersebut, baik lahan
pertanian, perkebunan, bahkan perikanan. Sebaran penduduk
yang dimaksud adalah transmigrasi. Transmigrasi adalah suatu
program


yang

dibuat

oleh pemerintah

Indonesia untuk

memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk
(kota) ke daerah lain (desa) di dalam wilayah Indonesia.

1

2

Transmigrasi merupakan program pembangunan yang
diamanatkan Undang No. 15 Tahun 1997 sebagaimana telah
diubah menjadi Undang - Undang No. 29 Tahun 2009, memiliki
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan

masyarakat di sekitarnya, meningkatkan dan memeratakan
pembangunan daerah, serta
kesatuan

bangsa .

memperkukuh persatuan dan

Program-program

yang

dikembangkan

diantarnya adalah pengembangan kesempatan berusaha terutama
di sektor pertanian, distribusi aset berupa lahan dan perumahan,
pembangunan

sarana


pendidikan

dan

kesehatan,

serta

pengembangan aksesibilitas terhadap faktor produksi, seperti
pembangunan

sarana

jalan,

kelembagaan

Faktor

Yang


Menyebabkan

ekonomi,

dan

permodalan.
Faktor-

Dilaksanakan

Transmigrasi.


Faktor kependudukan, Indonesia mengalami permasalahan
di antaranya persebaran penduduk yang tidak merata.
Penduduk Indonesia 61,1% tinggal di Pulau Jawa dan
Madura; sedang luas pulau Jawa dan Madura hanya 6,9%
dari luas seluruh wilayah Indonesia. Jelas bahwa Pulau


3

Jawa berpenduduk sangat padat, sedang pulau – pulau lain
berpenduduk sedikit. Oleh karena itu, perlu adanya
pemerataan melalui program transmigrasi.


Faktor ekonomi, sebagian besar penduduk Indonesia
bekerja disektor pertanian, sedang para petani di Jawa rata
– rata hanya memiliki lahan 0,3 hektar. Idealnya petani
paling sedikit harus memiliki 2 hektar lahan.



Faktor lain dilaksanakannya transmigrasi adalah karena
bencana alam, daerah rawan terhadap bencana alam,
daerahnya terkena proyek pembangunan misalnya akan
dibangun waduk.


4

Tabel I. Keadaan Transmigrasi di Jawa Sebelum pindah
Menurut Jenis Transmigrasi

NO

KETERANGAN

1

Luas tanah yang dimiliki
(rata-rata semua responden).

0, 28 Ha

TRASMIGRASI
SWAKARSA,
SPONTAN DBB
DAN TBB

0,30 Ha

2

Luas Usaha tani di Jawa
(rata-rata untuk orang yang
dulu memiliki tanah di
Jawa).

0,55 Ha

0,42 Ha

3

Presentasi
yang
dulu
tinggal di rumah bambu.


43%

55%

4

Presentasi
yang
memiliki barang
tangga yang utama.

dulu
rumah

25,5%

24,8%

5


Presentasi barang
tangga rata-rata.

rumah

0,47%

0,42%

6

Jumlah Uang yang dibawa
dari
Jawa
rata-rata
($1.00=Rp.415)

Rp.15.000,- ($ 36)

Rp.61.000,- (147)


KEADAAN
TRASMIGASI
UMUM

Keterangan: DBB (Dengan Bantuan Biaya),TBB (Tanpa Bantuan)
Sumber: Davis,1982a 1

Dalam Pasal 1 Undang - Undang Nomor 29 tahun 2009 Tentang
Transmigrasi, dikenal menjadi tiga, yaitu transmigrasi Umum dan
transmigrasi swakarsa berbantuan, dan transmigrasi swakarsa
mandiri:

1

.Team Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana, Transmigrasi” Dari
Daerah Asal Sampai Benturan Budaya Di Tempat Pemukiman ”, CV Raja
Wali, Jakarta, 1984, Hal.7

5


1.

Transmigrasi umum adalah transmigrasi yang dilaksanakan
oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah bagi penduduk
yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang
kerja dan usaha yang sepenuh biayanya ditanggung oleh
pemerintah. Transmigrasi Pada Transmigrasi Umum berhak
memperoleh bantuan dari pemerintah dan atau/ pemerintah
daerah berupa: Pasal 13 ayat (1)
a.

Pembekalan,

pengangkutan,

penempatan

di

pemukiman transmigrasi
b.

Lahan Usaha dan lahan tempat tinggal beserta rumah
dengan status hak milik

c.
2.

Catu pangan untuk jangka waktu tertentu.

Transmigrasi swakarsa berbatuan adalah transmigrasi yang
dirancang oleh pemerintah/dan atau pemerintah daerah
dengan mengikut sertakan badan usaha sebagai mitra.
Transmigrasi Pada Transmigrasi Swakarsa Berbatuan
berhak memperoleh bantuan dari pemerintah dan/atau
pemerintah daerah berupa: Pasal 14 ayat (1)
a.

Pelayanan

perpindahan

pemukiman Transmigrasi.

dan

penempatan

di

6

b.

Saran usaha atau lahan usaha dengan status hak milik
atau dengan status lain sesuai dengan pola usahanya.

c.

Lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status
hak milik

d.

Sebagian kebutuhan saranan produksi

e.

Bimbingan,

pengembangan,

dan

perlindungan

hubungan kemitraan usaha.
3.

Pasal 14 Ayat (2), Bahwa Transmigrasi pada transmigrasi
Swakarsa Berbatuan dapat memperoleh bantuan catu
pangan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pasal
14 ayat (3), Bahwa Transmigrasi Swakarsa Berbantuan
Mendapat Bantuan dari badan usaha berupa:
a.

Memperoleh kredit investasi dan modal kerja yang
diperlukan bagi kegiatan usaha transmigrasi

b.

Bimbingan,

pelatihan,

dan

penyuluhan

usaha

ekonomi.
c.

Jaminan pemasaran hasil produksi

d.

Jaminan pemasaran hasil produksi

e.

Jaminan pendapatan yang memenuhi kebutuhan
hidup layak.

7

f. Bimbingan sosial kemasyarakatan, dan
g.
4.

Fasilitas umum dan fasilitas sosial

Transmigrasi swakarsa mandiri adalah transmigrasi yang
merupakan prakarsa termigrasi yang bersangkutan atas
arahan, layanan dan bantuan pemerintah atau pemerintah
daerah bagi penduduk yang telah memiliki kemampuan.
Pasal 15 ayat (1), Bahwa Transmigrasi Swakarsa mandiri
berhak memperoleh bantuan dari Pemerintah dan/ atau
pemerintah daerah berupa:
a.

Pengurusan

perpindahan

dan

penempatan

di

permukiman transmigrasi
b.

Bimbingan untuk mendapatkan lapangan kerja atau
lapangan usaha atau fasilitasi mendapat lahan usaha.

c.

Lahan tempat tinggal dengan status hak milik

d.

Bimbingan,

pengembangan,

dan

perlindungan

hubungan kemitraan usaha.
Pasal 32 ayat (1) Undang - Undang Nomor 29 tahun 2009
menyatakan Bahwa Pengembangan transmigrasi dan kawasan
Transmigrasi

diarahkan

untuk

mencapai

Kesejahteraan,

kemandirian, integrasi transmigrasi dengan penduduk sekitar, dan

8

kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan. Selain itu
pengembangan transmigrasi dan kawasan transmigrasi sebagai
mana di maksud pada ayat 1 meliputi:
a.

Ekonomi untuk menuju terciptanya tingkat swasembada
dan pusat pertumbuhan ekonomi.

b.

Sosial budaya untuk menuju pemenuhan kebutuhan
pelayanan umum masyarakat serta terjadinya proses
integrasi

dan

harmonisasi

yang

menyeluruh

antara

transmigran dan masyarakat sekitar
c.

Mental spiritual

untuk menujukan pembinaan manusia

yang ulet, mandiri, beriman, dan bertakwa kepada tuhan
yang maha Esa
d.

Kelembagaan

pemerintah

untuk

menuju

kesiapan

pembentukan dan/atau penguatan perangkat desa atau
kelurahan
e.

Pengelola sumber daya alam untuk menuju terpeliharanya
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Dalam pelaksaan Program Transmigrasi juga telah di atur

dalam Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2015, tentang
Kementerian

Desa,

Pembangunan

Derah

Tertinggal,

dan

9

Transmigrasi, Peraturan Ini ditujukan kepada Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, kebijakan ini
untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan pemerintah,
maka Menteri mengeluarkan kebijakan dalam sebuah aturan
dalam

penyelenggaraan

pemerintah

berkaitan

dengan

pelaksanaan program transmigrasi, di mana aturan-aturan yaitu
peraturan Menteri No. 3 Tahun 2015 tentang pendamping desa,
tujuan di keluarkan aturan ini sebagai mana diatur dalam Pasal 2
Peraturan Menteri No. 3 Tahun 2015 Tentang Pendamping desa
sebagai berikut:
a.

Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas
pemerintahan desa dan pembangunan Desa;

b.

Meningkatkan
masyarakat

prakarsa,

Desa

dalam

kesadaran

dan

pembangunan

partisipasi
desa

yang

partisipatif;
c.

Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antar
sektor; dan

d.

Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris
Selain itu Juga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

mengeluarkan peraturan No. 8 Tahun 2014 Tentang Pedoman

10

penyelenggaraan Berbasis Kompeten, Pada Pasal 1 ayat (7),
Pelatihan Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disingkat PBK
adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan
kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan
di tempat kerja dalam Pasal 2 ayat (2), Peraturan Menteri ini
bertujuan untuk:
a.

meningkatkan

sinergitas

lembaga

pelatihan

dengan

kebutuhan pengguna tenaga kerja
b.

meningkatkan pelayanan dan kinerja lembaga pelatihan;
dan

c.

meningkatkan kompetensi peserta pelatihan.
Berkaitan dengan pelaksanaan Transmigrasi di Provinsi

Papua, Papua merupakan Provinsi terluas di Indonesia dengan
jumlah penduduk yang sangat mini, dengan sumber daya alam
(SDA) yang begitu besar, Papua Menjadi Target Pemerintah
dalam pelaksanaan Transmigrasi dengan tujuan program ini
adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk
dari pulau Jawa, juga memberikan kesempatan bagi mereka yang
mau bekerja dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk

11

mengelola sumber daya alam di pulau-pulau seperti Papua
pelaksanaan program transmigrasi di Papua di mulai sejak tahun
1964. Untuk mengetahui Program transmigrasi Tersebut kita lihat
pada Tabel II:
Tabel II. Penempatan Transmigrasi Di Provinsi Papua Dari
Prapelita Sampai Sekarang.

JUMLAH
PELITA

TAHUN
KK

JIWA

JMLH
UPT

Prapelita/Pelita I
Prapelita II
Prapelita III

1964-1974
1974-1979
1974-1984

347
350
10.869

1.400
1.399
4.644

5
2
24

Prapelita IV
Prapelita V

1984-1989
1989-1994

7.148
13.103

31.111
15.370

19
39

Prapelita VI
Setelah Pelita

1994-1999
1999 S/d
Sekarang.

21-.586
885

76.379
4.625

57
4

54.288

210.928

149

Total

KET.

KK

Keterangan : UPT= Unit Pemukiman Transmigrasi.
Sumber Data: Buku data Transmigrasi Provinsi Papua Tahun
2014 Hal. 8

Masuknya Masyarakat melalui program transmigrasi ke
Provinsi Papua yang tidak terkontrol terjadi Peningkatan namun
setelah di berlakukan Undang - Undang 21 Tahun 2001 tentang
otonomi khusus Papua. Maka pelaksaan transmigrasi yang di
lakukan Oleh Pemerintah Pusat Pelaksanaan Transmigrasi di

12

Papua di atur dalam Peraturan Daerah Provinsi No. 15 Tahun
2008 Tentang Kependudukan dalam Pasal 44 ayat (1), Bahwa
Kebijakan Transmigrasi di Papua akan dilaksanakan Setelah
orang asli Papua mencapai jumlah 20 Juta Jiwa, dan Pasal 44 ayat
(2), Bahwa Kebijakan Transmigrasi Sebagaimana di maksud pada
ayat (1) akan dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan dan
persetujuan MRP dan DPRP, Aturan Ini berdasarkan Pasal 61
ayat (3) dan ayat (4) Undang- undang No. 21 Tahun 2001
Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua.
Mendudukkan transmigrasi sebagai salah satu solusi bagi
permasalahan

pemerataan

pembangunan

merupakan

satu

kebijakan yang tepat, mengingat program ini terbukti mampu
menciptakan kesempatan berusaha dan mengembangkan kualitas
sumber daya manusia. Selain itu, transmigrasi telah terbukti dapat
membangun

atau

mendorong

berkembangnya

pusat-pusat

pertumbuhan baru yang akan memberikan dampak positif bagi
kondisi perekonomian masyarakat di sekitarnya. Jika dicermati
secara seksama, menjadi suatu keanehan kemudian apabila
program kerja yang dicanangkan oleh pemerintah pusat pada
akhirnya ‘dijegal’ oleh Perda. Hal ini tentu saja terdapat unsur

13

pembangkangan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
pemerintah pusat. Dalam hierarki penyelenggaraan pemerintahan
antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah yang
kemudian dibingkai dalam konstruksi otonomi daerah, idealnya
adalah Pemerintah Daerah merupakan perpanjangan tangan atas
kebijakan-kebijakan
memiliki

kewajiban

pemerintah
untuk

pusat.

memastikan

Pemerintah

Daerah

keberhasilan

dan

kesuksesan program yang merupakan kebijakan pemerintah pusat
dimaksud. Sambil menunggu 20 juta Jiwa pemerintah membuat
suatu program yang sama persis dengan transmigrasi namun di
lakukan untuk masyarakat Lokal (Translok), Dengan demikian,
dapat dipastikan bahwa Perda terkait larangan transmigrasi
tersebut merupakan

produk hukum yang cacat hukum dan

cenderung bertentangan dengan regulasi yang berada di atasnya.
Berdasarkan latar belakang di tersebut maka penulis tertarik
untuk

melakukan

penelitian

dengan

judul:

Pemerintah Papua Tentang transmigrasi Lokal”.

“Kebijakan

14

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah:
1.

Bagaimana pengaturan transmigrasi di Indonesia dan di
Papua?

2.

Apakah kebijakan transmigrasi lokal oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Papua dapat di benarkan?

C.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengetahui

Keabsahan

Kebijakan

Transmigrasi

Pemerintah Daerah Provinsi Papua.

D.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara

teoritis maupun secara praktis.
1.

Manfaat Teoritis

15

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangan

pemikiran

ilmiah

bagi

pengembangan

ilmu

pengetahuan hukum tata negara pada umumnya, khususnya yang
berkaitan dengan pemerintahan.
2.

Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

pemikiran dan pertimbangan, serta sumbangan pemikiran bagi
masyarakat umumnya terutama bagi Pemerintah pusat dan
Pemerintah Daerah.

E.

Kerangka Pemikiran
Mengenai persoalan konsistensi kebijakan transmigrasi di

Papua terhadap tujuan transmigrasi di Papua, akan Penulis dekati
dengan

beberapa

teori,

yaitu

Teori

Kebijakan

Pemerintah/Tindakan Pemerintah dan Teori Tujuan Transmigrasi.
1.

Kebijakan Pemerintah
Berbicara

mengenai

kebijakan(Diskresi),

hampir

kebanyakan orang mengartikan bahwa kebijakan/Diskresi sama
dengan tindakan Pemerintah, namun harus kita hati-hati dalam
menafsirkan antara kedua kalimat ini, Tindakan Pemerintah

16

berbeda

dengan

kebijakan/diskresi.

Dalam

hal

ini,

Kebijakan/diskresi memiliki pengertian yang sama karena sering
kali kebijakan digunakan sinonim dengan konsep diskresi.
Menurut Thomas R. Dye, whatever government choose to do or
not to do2.

Analisis

mengenai

konsep

kebijakan

atau

diskresi

seyogianya terpusat pada kebalikan dari situasi tindakan normal
yang menuntut supaya tindakan badan/pejabat pemerintah
berlandaskan peraturan (rule-based) atau mengikuti peraturan
(rule following) dalam kerangka negara hukum (the rule of law).3
Menurut Van Vollenhoven yang dimaksud dengan tindakan
pemerintah,

(Bestuurshandeling)

adalah

pemeliharaan

kepentingan negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh
penguasa tinggi dan rendah.
Menurut

Romeijn

mengemukakan

bahwa

tindakan

pemerintah adalah tiap-tiap tindakan atau perbuatan dari satu alat
administrasi negara (besturs organ) yang mencakup juga
perbuatan atau hal-hal yang berada di luar lapangan hukum tata

2

Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, PT Aditya Bakti,
Bandung, 2012, hlm. 23
3
Ibid Krishna Djaya Darumurti, Diskresi Kajian Teori Hukum,.h 23

17

pemerintahan, seperti keamanan, peradilan, dan lain-lain dengan
maksud menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum
administrasi. 4
Sebagai subyek hukum, pemerintah sebagaimana subyek
hukum lainnya melakukan berbagai tindakan baik tindakan nyata
(feitelijkhandelingen)

maupun

tindakan

hukum

(rechtshandelingen). Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan
yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya
tidak menimbulkan akibat-akibat hukum, sedangkan tindakan
hukum menurut R.J.H.M. Huisman, tindakan-tindakan yang
berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu,
atau “Een rechtshandeling is gericht op het scheppen van rechten
of plichten” (tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksud

untuk menciptakan hak dan kewajiban).5 untuk melaksanakan
penyelenggaraan

urusan

pemerintahan,

Pemerintah

mengeluarkan kebijakan dalam sebuah aturan-aturan untuk
melaksanakan pemerintahan, yaitu salah satunya dalam Undang
- Undang No. 15 Tahun 1997, Tentang Transmigrasi.

4

Marbun, Hukum Administrasi Negara I, FH UUI Press, Yogyakarta,2012,
Hal. 149
5
. Ridwan HR, Hukum Administrasi edisi Revsi,Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2014, hal. 109-110.

18

2.

Tujuan Pelaksana Transmigrasi Di Indonesia.
Transmigrasi merupakan program pembangunan yang

diamanatkan oleh Undang - Undang Nomor 15 tahun 1997
tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah menjadi
Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2009, memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat di
sekitarnya, meningkatkan dan memeratakan

pembangunan

daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
Program-program yang dikembangkan di antaranya adalah
pengembangan
pertanian,

kesempatan

distribusi

pembangunan

sarana

aset

berusaha
berupa

pendidikan

terutama

lahan
dan

dan

di

sektor

perumahan,

kesehatan,

serta

pengembangan aksesibilitas terhadap faktor produksi, seperti
pembangunan

sarana

jalan,

kelembagaan

ekonomi,

dan

permodalan.6

6

.Pasal 3 Undang-undang No. 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undangundang No. 15 Tahun 1997Tentang Ketransmigrasian.

19

F.

Metode Penelitian

1.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum
(legal research) yaitu untuk mencari dan menemukan prinsipprinsip dan kaidah-kaidah yang mengatur status, yang hendak
dikemukakan adalah kecocokan antara aturan hukum dengan
norma hukum.
Dengan demikian penelitian ini hendak mencari, menemukan dan
menjelaskan konsep, kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan pengaturan transmigrasi secara umum maupun
secara khusus di Papua.

2.

Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan peraturan perundangan-undangan (statute approach)
dan pendekatan konsep (conseptual approach). Pendekatan per
Undang – Undangan digunakan karena akan melihat kembali
konsistensi kebijakan transmigrasi secara umum dan yang ada di

20

Papua. Pendekatan konsep digunakan untuk mengkaji konsep
transmigrasi secara umum maupun di Papua.
3.

Bahan Hukum

a.

Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat, terdiri dari Undang - Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Yang menjadi unit amatan
dalam penulisan ini adalah Undang - Undang Nomor 29
Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 15 tahun 1997
Tentang Ketransmigrasian, Undang - Undang No. 23 Tahun
2014 Tentang pemerintahan Daerah, Undang - Undang
Nomor 21 tahun 2001 Tentang otonomi khusus Papua,
Peraturan

Presiden

No.12

Tahun

2015

Tentang

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, Peraturan Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No.3 Tahun 2015
Tentang Pendamping Desa, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 8 Tahun 2014 Tentang Pedoman Berbasis
Kompeten Peraturan Daerah Provinsi Papua No.15 Tahun
2008 Tentang kependudukan.

21

b.

Bahan

hukum

sekunder,

yaitu

yang

memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasilhasil penelitian dan buku-buku yang berkaitan dengan
pokok persoalan.
c.

Bahan

hukum

tertier,

yaitu

bahan

hukum

yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, misalnya kamus dan
ensiklopedi.
4.

Unit Amatan Dan Unit Analisis

a.

Yang menjadi unit amatan dalam penulisan ini adalah
melihat mengkaji perbandingan Undang - Undang Nomor
29 Tahun 2008 tentang perubahan UU No. 15 Tahun 1997
Tentang ketransmigrasian. Undang - Undang Nomor 21
Tahun 2001 Tentang Otonomi khusus Provinsi Papua,
Peraturan Daerah Provinsi No. 15 Tahun 2008.

b.

Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah
perbandingan antara perbandingan Undang Nomor 29
Tahun 2008 tentang perubahan UU No. 15 Tahun 1997
Tentang ketransmigrasian, UU No. 21 Tahun 2001 Tentang

22

Otonomi Khusus Papua, Peraturan Daerah Provinsi Papua
No. 15 Tahun 2008 Tentang kependudukan.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat

8 108 124

Perancangan Logo Ulang Tahun Kota Cimahi Ke Delapan Di Pemerintah Kota Cimahi

1 42 1

Pengaruh Implementasi Kebijakan Tentang Sistem Komputerisasi Kantor Pertahanan (KKP) Terhadap Kualitas Pelayanan Sertifikasi Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Cimahi

24 81 167

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83