Analisis Jejaring Sosial Gereja Methodis Indonesia Studi Kasus di GMI Resort Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi, Jambi

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manusia selalu berhubungan dengan manusia lain, dikarenakan manusia selalu membutuhkan sesamanya. Hal tersebut menjadikan manusia atau individu tidak terlepas dari suatu kelompok. Semua individu merupakan anggota dari sebuah kelompok, baik itu bagian dari sebuah organisasi, institusi ataupun sebuah negara.

Individu ataupun sekumpulan individu sebagai anggota dari organisasi secara sadar maupun tanpa disadari memiliki kemampuan untuk mempengaruhi individu atau sekumpulan individu lainnya. Seseorang individu dapat mempengaruhi teman yang ada didalam kelompoknya, kemudian teman tersebut akan mempengaruhi temannya yang lain yang masih didalam organisasi yang sama atau temannya yang ada di dalam organisasi lain. Tidak hanya sebatas itu, orang lain yang tidak dikenal seorang individu tersebut juga dapat memberi pengaruh melalui teman yang ia kenal.

Hal diatas adalah menggambarkan bagaimana setiap individu adalah terlibat didalam jejaring sosial. Posisi seseorang di dalam jejaring seseorang tidak hanya ditentukan seberapa banyak ia terhubung, namun juga bagaimana dia menjadi jembatan penghubung bagi orang-orang lainnya. Memiliki hubungan dengan banyak orang-orang dan memiliki banyak pengikut adalah satu hal yang penting dalam jejaring sosial.

Manfaat jejaring sosial yaitu menghubungkan dalam menjangkau orang-orang dengan luas. Jejaring sosial akan membentuk hubungan-hubungan yang panjang, bercabang dan sangat rumit.


(2)

1. Keterhubungan secara politik, Dimana Barack Obama mendapat dukungan kampanye dengan bantuan sumbangan $600 juta dolar dari tiga juta orang lebih. Dimana Obama lebih menghubungkan para pendukung sehingga para pendukung membangun jaringan sosial baik secara online ataupun secara jaringan antar para pendukung. (Connected : 2010)

2. Jejaring bisnis Cina, yang dijelaskan oleh Ann Wan Seng (skripsi Rizka Firdahlia, 2009) dijelaskan bahwa bagaimana bisnis orang Cina. Konsep perdagangan bangsa Cina lebih cenderung mengarah ke prinsip simbolis, yaitu setiap pedagang saling melengkapi. Misalnya mereka menjual barang-barang yang berbeda diantara pedagang. Kekuatan bisnis orang Cina terletak pada jaringan dan hubungan yang tercipta dikalangan pedagang.. Melalui jaringan mereka memastikan persaingan sesama pedagang adalah adil dan sesuai dengan tatacara perdagangan yang telah ditentukan. Ikatan yang terjadi diantara pedagan Cina ini membuat mereka solid. Dari kedua poin diatas jejaring sosial membantu dalam kehidupan masyarakat, namun juga dapat digunakan terhadap penyebaran hal-hal yang tidak diinginkan atau penyebaran dalam hal kejahatan didalam masyarakat seperti pada penyebaran Jaringan teroris solo (Purwawidada : 2014) merupakan suatu himpunan jejearing yang bersifat radikal yang mengaku dengan alasan membela agama. Didalam penyebaran teroris Solo tersebut dengan menggunakan jejaring gerakan Darul Islam di Jawa Barat, yang beberapa tokohnya berinteraksi dengan tokoh di Jawa Tengah. Tahap pembentukan jaringan teroris Solo, dimana ada beberapa kelompok yang dinyatakan rentetan suatu jaringan teroris solo, diantaranya kelompok Hambali, kelompok Ali Gufron, kelompok Noordin M Top, kelompok Sigit Qardhawi, kelompok Farhan, kelompok M Thoriq, kelompok Abu Hanifah, kelompok Abu Roban, kelompok Dayat, kelompok Fadli sadana, kelompok santoso, hingga kelompok ISIS.


(3)

Dampak buruk lainnya yaitu jejaring sosial penyebaran penyakit menular dari satu individu ke individu lainnya dan menular keluar lingkaran seseorang yang terkena penyakit menular tersebut dan terhubung ke lainnya.

Begitu jugalah yang terjadi dalam penyebaran agama yang tidak terlepas dari jaringan sosial. Jaringan sosial yang terbentuk memudahkan dalam penyebaranya.Sebagai sistem nilai agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Menurut Mc Guire (dalam Ishomuddin: 2002), diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini merupakan suatu yang bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini diperluas oleh keluarga, teman, institusi pendidikan, dan masyarakat luas. Sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi individu dan masyarakat perangkat sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam mengatur sikap individu dan masyarakat.

Dalam hal ini peneliti akan membahas mengenai jaringan dalam aliran agama Kristen. Agama Kristen sendiri memiliki banyak aliran seperti, advent, pentakosta dan sebagainya. Namun dalam penelitian ini, akan membahas mengenai jejaring sosial pada aliran Methodist. Di Indonesia Methodist sendiri dikenal dengan sebutan Gereja Methodist Indonesia atau sering disingkat GMI.

Aliran Methodist (Aritonang 2005) lahir dari Inggris sejak abad ke 18, kemudian menyebar keseluruh dunia. Tokoh utamanya adalah dua bersaudara Wesley yaitu John dan Charlrs, paling utama dalam penyebarannya adalah John. Aliran ini sekarang melembaga dalam puluhan organisasi gereja, Yang terbanyak ada di Amerika Serikat yaitu Union

Methodist Church. Methodist mulai masuk ke Indonesia dari Singapura dan Malaya,

termasuk jaringan persekolahannya sudah sejak 1870-an. Kemudian sejumlah pemuda Tionghoa maupun pribumi dari Jawa dan Sumatera datang bersekolah di sekolah-sekolah


(4)

Methodist di Singapura dan Penang. Pendekatan Methodist di Indonesia sejak 1888 hingga 1900 dimulai dari pendirian sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa dan Inggris yang menjadi daya tarik yang kuat.

Kemerdekaan Indonesia membawa perubahan terhdap Methodist di Indonesia yaitu gerakan Methodits yang semakin lama berorientasi dengan keadaan lokal hingga tahun 1964 nama terhadap pengikut Methodist yaitu Misi Methodist berubah menjadi Gereja Methodist Indonesia (GMI) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17090/4/Chapter%201.pdf)

Dijelaskan Ricard Daulay 1996 dalam jurnal yang terdapat di alamat (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17090/4/Chapter%201.pdf), GMI adalah organisasi gereja yang berdiri sendiri sama seperti organisasi gereja yang lainnya. Masing-masing organisasi gereja mempunyai corak dan ciri yang berlainan yang berlatar belakang dari perbedaan misi zending (organiasi penginjilan) dan kondisi lokal seperti misi zending Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dengan konsep suku Batak Toba, sedangkan Methodist disebarkan oleh misi zending Amerika Serikat dengan konsep nasional.

Misi GMI di Sumatera Timur dimulai dengan mendirikan kebaktian berbahasa Inggris dan Sekolah Minggu (Kebaktian untuk kalangan anak-anak) serta kebaktian berbahasa Tionghoa. Selajutnya jemaat-jemaat GMI berkembang dengan menjangkau berbagai suku pribumi, terutama suku batak yang merantau ke Sumatera Timur. Namun djelaskan (Aritonang: 2005) kemudian kebanyakan jemaat batak Methodis tersebut beralih ke HKBP karena merasa kurang cocok dengan tata ibadah yang ada di Methodist, karena sebelumnya jemaat batak tersebut memang sudah Kristen dari penginjilan HKBP.

Pekerjaan di Sumatera Selatan (Palembang) dimulai tahun 1908. Medan dan Bogor yang pertama di jangkau oleh Methodist adalah etnis Tionghoa, terutama lewat sekolah Tionghoa. Sementara di Kalimantan Barat sudah dimulai sejak 1906 mula-mula dikalangan


(5)

warga Methodist yang datang dari Malaya dan Singapura lalu berkembang ke masyarakat Tionghoa yang ada disana. (Aritonang: 2005)

Sementara masuknya GMI ke wilayah Jambi berasal dari Sumatera Selatan (Palembang). GMI memulai misinya pada GMI Moria Jambi, kemudian GMI Moria Jambi memulai pelayanannya ke daerah Sungai Bahar pada tahun 1990.

GMI Distrik I Wilayah 2 adalah merupakan daerah yang tergabung dalam daerah Palembang dan Jambi. Resort Sei Bahar Jambi adalah daerah GMI yang tergabung dalam tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan. Dimana tiga kecamatan tersebut awalnya merupakan satu kecamatan, namun seiring bertambahnya penduduk kemudian pada tahun 2010 daerah tersebut dibagi menjadi tiga kecamatan. Tiga kecamatan tersebut termasuk dalam kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah perkebunan kelapa sawit. Sudah dimulai sebelum tahun 1990 daerah ini merupkan tujuan program pemerintah melakukan transmigrasi masyarakat dari daerah pulau Jawa dan daerah sumatera sendiri dengan tujuan mengadu nasib untuk berkebun ataupun menjadi pekerja diperkebunan kelapa sawit yang ada.

GMI di resort Sei Bahar dengan memulai ibadah di salah satu desa yaitu unit VI. Dimulai dari suku batak yang ada di daerah tersebut dengan ibadah dirumah-rumah warga. Kemudian pada tahun 1993 jemaat memutuskan untuk iuran membeli sebidang tanah dengan bantuan GMI Moria yang ada di Jambi, Jemaat Sei Bahar tersebut memulai membangun rumah ibadah. Sebagian besar anggota yaitu merupakan suku batak yang bekerja sebagai karyawan pabrik kelapa sawit PTP N VI yang ada di desa Bunut. Oleh karena itu pembangunan rumah ibadah yaitu di desa Bunut dengan nama GMI Palmarum Bunut.

Selanjutnya perjalanan GMI yang ada di desa Bunut ini membuka pelayanan-pelayanan ke wilaya resort Sei Bahar yang lain, yaitu:


(6)

- GMI Maranatha Talang Bukit desa Unit 6 - GMI Bukit Zaitun desa Unit 14 pada tahun 1994 - GMI Pardomuan Nauli tahun 2006

- GMI Imanuel desa Muara Bahar tahun 2010 - GMI Agape desa Unit 1 tahun 2011

- GMI Pos Kebaktian Efata desa Bungku tahun 2012

Walau tidak semua desa terdapat pos pelayanan GMI beberapa jemaat bergabung di satu titik pos pelayanan. Hal diatas tersebutlah yang melatarbelakangi peneliti untuk meneliti mengenai Pemanfaatan Jaringan Sosial pada masyarakat jemaat GMI yang ada di daerah Sungai Bahar, dimana peneliti sendiri mengamati keberadaannya yang cukup berkembang dibanding gereja yang lain. Pada tahun 2011 GMI Agape yang terletak di desa Unit 1 yang merupakan GMI terdekat di tempat tinggal peneliti mendirikan pos pelayanan yang awalnya melaksanakan kebaktian di rumah jemaat dengan berpindah-pindah tiap minggunya, kemudian menyewa rumah bedeng dan pertengahan tahun 2013 sudah dapat mendirikan rumah ibadah yang permanen dalam artian berdiri dengan bagunan semen utuh. Hal ini tidak secepat gereja yang lain yang diamati oleh peneliti salah satunya gereja tempat peneliti beribadah ketika Sekolah Dasar tahun 2002 yaitu Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) yang ketika peneliti duduk di bangku SD beribadah di tempat tersebut, jemaat GPIB sudah dikatakan memenuhi gereja, namun tahun 2010 baru lah mendirikan gereja permanen. Letak dari GPIB dan GMI Agape adalah masih termasuk ke dalam satu desa yaitu desa Suka Makmur (Unit 1).

Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang peneliti mengenai bagaimana jejaring Sosial Gereja Methodis Indonesia Pada distrik I wilayah II resort Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.


(7)

1.2Rumusan Masalah

Dari rumusan masalah diatas peneliti membuat rumusan masalah guna memfokuskan penelitian. Adapun yang menjadi Rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemetaan dan analisis jejaringan sosial dalam GMI di kecamatan Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi ?

2. Siapa aktor yang memiliki nilai tertinggi dalam sentralitas derajat, sentralitas kedekatan, dan sentralitas perantara dalam jejaring sosial GMI di kecamatan Sungai Bahar, kabupaten Muaro Jambi, Jambi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemetaan jejaring sosial dan menganalisis jejaring sosial yang terdapat pada Gereja Methodist Indonesia di Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

2. Untuk mengetahui keberadaan aktor yang memiliki nilai sentralitas tetinggi baik dalam sentralitas derajat, sentralitas kedekatan, dan sentralitas perantara dalam jejaring sosial GMI Resort Sei Bahar, kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

1.4Manfaat Penelitian


(8)

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat menambah wawasan dan sumbangan ilmu pengetahuan dalam kajian ilmiah khususnya mahasiswa Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta memberikan sumbangan pengetahuan terkait dengan analisis jejaring sosial atau social network analysis.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis sendiri dalam hal meningkatkan wawasan dan kemampuan akademis dalam mengkaji Jaringan Sosial dalam Gereja Methodis Indonesia resort Sei Bahar kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

1.5Definisi Konsep a. Jaringan Sosial

Jaringan Sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ‘ikatan’ yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person). Bisa saja, yang menjadi anggota suatu jaringan sosial itu berupa sekumpulan dari orang yang mewakili titik-titik, jadi tidak harus satu titik diwakili dengan satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara (jaringan negara-negara nonblok). (Agusyanto, 2007 :13)

b. Social Network Analysis (SNA)/ Analisis jaringan sosial

Analisis jaringan sosial adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan atau relasi sosial antar anggota dari sebuah kelompok orang. Pemetaan pengetahuan


(9)

dalam kerangka social network analysis bisa divisualisasikan atau diwakilkan kedalam bentuk matriks atau grafik (jurnal.mti.cs.ui.ac.id/index.php/jsi/article/)

c. Gereja Methodis Indonesia

Gereja Methodis Indonesia (disingkat GMI) adalah sebuah gereja Protestan di Indonesia yang beraliran Mehtodis atau Wesleyen. GMI merupakan gereja

beraliran Methodis terbesar di Indonesia.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Methodis_Indonesia diakses pada 21 Juni 2014)

d. Modal Sosial

Menurut Bourdieu (dalam Irwansyah Hasibuan 2004) modal sosial adalah keseluruhan sumber daya aktual dan potensi sekaligus, terkait dengan hubungan kelembagaan yang tetap berpangkal pada saling kenal dan saling mengakui. Anggota kelompok menerima dukungan secara penuh. Tentang besar kecilnya modal sosial yang dimiliki seseorang dalam komunitas tertentu, memang sangat tergantung pada berapa besar jaringan hubungan yang dapat diciptakannya, baik secara kuantitas maupun kualitas.

e. Ucinet

Ucinet adalah sebuah perangkat lunak komputer yang digunakan untuk menganalisis jaringan sosial yang kemudian divisualisasikan kedalam NetDraw. f. Aktor

Aktor dalam jejaring sosial adalah suatu titik yang merupakan individu. Dimana dalam konsep jejaring sosial titik tersebut berhubungan dengan titik lain. Keterhubungan titik satu ketitik yang lain menjadi satu kesatuan yang disebut jejaring.


(1)

Methodist di Singapura dan Penang. Pendekatan Methodist di Indonesia sejak 1888 hingga 1900 dimulai dari pendirian sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa dan Inggris yang menjadi daya tarik yang kuat.

Kemerdekaan Indonesia membawa perubahan terhdap Methodist di Indonesia yaitu gerakan Methodits yang semakin lama berorientasi dengan keadaan lokal hingga tahun 1964 nama terhadap pengikut Methodist yaitu Misi Methodist berubah menjadi Gereja Methodist Indonesia (GMI) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17090/4/Chapter%201.pdf)

Dijelaskan Ricard Daulay 1996 dalam jurnal yang terdapat di alamat (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17090/4/Chapter%201.pdf), GMI adalah organisasi gereja yang berdiri sendiri sama seperti organisasi gereja yang lainnya. Masing-masing organisasi gereja mempunyai corak dan ciri yang berlainan yang berlatar belakang dari perbedaan misi zending (organiasi penginjilan) dan kondisi lokal seperti misi zending Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dengan konsep suku Batak Toba, sedangkan Methodist disebarkan oleh misi zending Amerika Serikat dengan konsep nasional.

Misi GMI di Sumatera Timur dimulai dengan mendirikan kebaktian berbahasa Inggris dan Sekolah Minggu (Kebaktian untuk kalangan anak-anak) serta kebaktian berbahasa Tionghoa. Selajutnya jemaat-jemaat GMI berkembang dengan menjangkau berbagai suku pribumi, terutama suku batak yang merantau ke Sumatera Timur. Namun djelaskan (Aritonang: 2005) kemudian kebanyakan jemaat batak Methodis tersebut beralih ke HKBP karena merasa kurang cocok dengan tata ibadah yang ada di Methodist, karena sebelumnya jemaat batak tersebut memang sudah Kristen dari penginjilan HKBP.

Pekerjaan di Sumatera Selatan (Palembang) dimulai tahun 1908. Medan dan Bogor yang pertama di jangkau oleh Methodist adalah etnis Tionghoa, terutama lewat sekolah Tionghoa. Sementara di Kalimantan Barat sudah dimulai sejak 1906 mula-mula dikalangan


(2)

warga Methodist yang datang dari Malaya dan Singapura lalu berkembang ke masyarakat Tionghoa yang ada disana. (Aritonang: 2005)

Sementara masuknya GMI ke wilayah Jambi berasal dari Sumatera Selatan (Palembang). GMI memulai misinya pada GMI Moria Jambi, kemudian GMI Moria Jambi memulai pelayanannya ke daerah Sungai Bahar pada tahun 1990.

GMI Distrik I Wilayah 2 adalah merupakan daerah yang tergabung dalam daerah Palembang dan Jambi. Resort Sei Bahar Jambi adalah daerah GMI yang tergabung dalam tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan. Dimana tiga kecamatan tersebut awalnya merupakan satu kecamatan, namun seiring bertambahnya penduduk kemudian pada tahun 2010 daerah tersebut dibagi menjadi tiga kecamatan. Tiga kecamatan tersebut termasuk dalam kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah perkebunan kelapa sawit. Sudah dimulai sebelum tahun 1990 daerah ini merupkan tujuan program pemerintah melakukan transmigrasi masyarakat dari daerah pulau Jawa dan daerah sumatera sendiri dengan tujuan mengadu nasib untuk berkebun ataupun menjadi pekerja diperkebunan kelapa sawit yang ada.

GMI di resort Sei Bahar dengan memulai ibadah di salah satu desa yaitu unit VI. Dimulai dari suku batak yang ada di daerah tersebut dengan ibadah dirumah-rumah warga. Kemudian pada tahun 1993 jemaat memutuskan untuk iuran membeli sebidang tanah dengan bantuan GMI Moria yang ada di Jambi, Jemaat Sei Bahar tersebut memulai membangun rumah ibadah. Sebagian besar anggota yaitu merupakan suku batak yang bekerja sebagai karyawan pabrik kelapa sawit PTP N VI yang ada di desa Bunut. Oleh karena itu pembangunan rumah ibadah yaitu di desa Bunut dengan nama GMI Palmarum Bunut.

Selanjutnya perjalanan GMI yang ada di desa Bunut ini membuka pelayanan-pelayanan ke wilaya resort Sei Bahar yang lain, yaitu:


(3)

- GMI Maranatha Talang Bukit desa Unit 6 - GMI Bukit Zaitun desa Unit 14 pada tahun 1994 - GMI Pardomuan Nauli tahun 2006

- GMI Imanuel desa Muara Bahar tahun 2010 - GMI Agape desa Unit 1 tahun 2011

- GMI Pos Kebaktian Efata desa Bungku tahun 2012

Walau tidak semua desa terdapat pos pelayanan GMI beberapa jemaat bergabung di satu titik pos pelayanan. Hal diatas tersebutlah yang melatarbelakangi peneliti untuk meneliti mengenai Pemanfaatan Jaringan Sosial pada masyarakat jemaat GMI yang ada di daerah Sungai Bahar, dimana peneliti sendiri mengamati keberadaannya yang cukup berkembang dibanding gereja yang lain. Pada tahun 2011 GMI Agape yang terletak di desa Unit 1 yang merupakan GMI terdekat di tempat tinggal peneliti mendirikan pos pelayanan yang awalnya melaksanakan kebaktian di rumah jemaat dengan berpindah-pindah tiap minggunya, kemudian menyewa rumah bedeng dan pertengahan tahun 2013 sudah dapat mendirikan rumah ibadah yang permanen dalam artian berdiri dengan bagunan semen utuh. Hal ini tidak secepat gereja yang lain yang diamati oleh peneliti salah satunya gereja tempat peneliti beribadah ketika Sekolah Dasar tahun 2002 yaitu Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) yang ketika peneliti duduk di bangku SD beribadah di tempat tersebut, jemaat GPIB sudah dikatakan memenuhi gereja, namun tahun 2010 baru lah mendirikan gereja permanen. Letak dari GPIB dan GMI Agape adalah masih termasuk ke dalam satu desa yaitu desa Suka Makmur (Unit 1).

Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang peneliti mengenai bagaimana jejaring Sosial Gereja Methodis Indonesia Pada distrik I wilayah II resort Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.


(4)

1.2Rumusan Masalah

Dari rumusan masalah diatas peneliti membuat rumusan masalah guna memfokuskan penelitian. Adapun yang menjadi Rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemetaan dan analisis jejaringan sosial dalam GMI di kecamatan Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi ?

2. Siapa aktor yang memiliki nilai tertinggi dalam sentralitas derajat, sentralitas kedekatan, dan sentralitas perantara dalam jejaring sosial GMI di kecamatan Sungai Bahar, kabupaten Muaro Jambi, Jambi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemetaan jejaring sosial dan menganalisis jejaring sosial yang terdapat pada Gereja Methodist Indonesia di Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

2. Untuk mengetahui keberadaan aktor yang memiliki nilai sentralitas tetinggi baik dalam sentralitas derajat, sentralitas kedekatan, dan sentralitas perantara dalam jejaring sosial GMI Resort Sei Bahar, kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

1.4Manfaat Penelitian


(5)

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat menambah wawasan dan sumbangan ilmu pengetahuan dalam kajian ilmiah khususnya mahasiswa Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta memberikan sumbangan pengetahuan terkait dengan analisis jejaring sosial atau social network analysis.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis sendiri dalam hal meningkatkan wawasan dan kemampuan akademis dalam mengkaji Jaringan Sosial dalam Gereja Methodis Indonesia resort Sei Bahar kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

1.5Definisi Konsep a. Jaringan Sosial

Jaringan Sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ‘ikatan’ yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person). Bisa saja, yang menjadi anggota suatu jaringan sosial itu berupa sekumpulan dari orang yang mewakili titik-titik, jadi tidak harus satu titik diwakili dengan satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara (jaringan negara-negara nonblok). (Agusyanto, 2007 :13)

b. Social Network Analysis (SNA)/ Analisis jaringan sosial

Analisis jaringan sosial adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan atau relasi sosial antar anggota dari sebuah kelompok orang. Pemetaan pengetahuan


(6)

dalam kerangka social network analysis bisa divisualisasikan atau diwakilkan kedalam bentuk matriks atau grafik (jurnal.mti.cs.ui.ac.id/index.php/jsi/article/)

c. Gereja Methodis Indonesia

Gereja Methodis Indonesia (disingkat GMI) adalah sebuah gereja Protestan di Indonesia yang beraliran Mehtodis atau Wesleyen. GMI merupakan gereja

beraliran Methodis terbesar di Indonesia.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Methodis_Indonesia diakses pada 21 Juni 2014)

d. Modal Sosial

Menurut Bourdieu (dalam Irwansyah Hasibuan 2004) modal sosial adalah keseluruhan sumber daya aktual dan potensi sekaligus, terkait dengan hubungan kelembagaan yang tetap berpangkal pada saling kenal dan saling mengakui. Anggota kelompok menerima dukungan secara penuh. Tentang besar kecilnya modal sosial yang dimiliki seseorang dalam komunitas tertentu, memang sangat tergantung pada berapa besar jaringan hubungan yang dapat diciptakannya, baik secara kuantitas maupun kualitas.

e. Ucinet

Ucinet adalah sebuah perangkat lunak komputer yang digunakan untuk menganalisis jaringan sosial yang kemudian divisualisasikan kedalam NetDraw. f. Aktor

Aktor dalam jejaring sosial adalah suatu titik yang merupakan individu. Dimana dalam konsep jejaring sosial titik tersebut berhubungan dengan titik lain. Keterhubungan titik satu ketitik yang lain menjadi satu kesatuan yang disebut jejaring.