Analisis Jejaring Sosial Gereja Methodis Indonesia Studi Kasus di GMI Resort Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi, Jambi

(1)

ANALISIS JEJARING SOSIAL GEREJA METHODIS INDONESIA

( Studi Kasus GMI Distrik I Wilayah II Resort Sei Bahar, Kabupaten Muaro

Jambi, Jambi)

SKRIPSI

(100901015) Rida Helfrida Pasaribu

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Abstrak

Setiap individu merupakan bagian dari jaringan baik dalam tingkat keluarga hingga negara. Dalam sebuah kelompok masyarakat juga memiliki jaringan yang dapat menjadi bagian identitas individu ataupun kelompok. Begitu juga dengan jaringan organisasi gereja, dimana dalam penelitian ini membahas mengenai jaringan Gereja Methodis Indonesia.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis jaringan sosial terhadap organisasi Gereja Methodis Indonesia yang ada di Distrik I wilayah II resort Sei Bahar, kabupaten Muaro Jambi, provinsi Jambi. Hasil dari penelitian ini merupakan pemetaan jaringan sosial GMI Distrik I Wilayah II Resort Sei Bahar, kabupaten Muaro Jambi, provinsi Jambi. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat atau mengetahui aktor yang memiliki nilai sentral dengan menggunakan pengukuran degree centrality, closeness centrality, dan

betweenness centrality dalam jaringan.

Kata Kunci : analisis jaringan sosial, Gereja Methodis Indonesia, aktor sentral.

Abstrack

Each individual is a part of network in both the family level to the state. In a community group also has a network that can be individual or group identity. As well asa the network of church organization, which in this study discusses the network of Indonesian Methodist church

This research was conducted with the use Social Network Analysis (SNA) against organization of Indonesian Methodist Church in district I region II resort Sei Bahar, Muaro Jambi, Jambi. The results of this research in the form of mapping social networks of Indonesian Methodist Church in district I region II resort Sei Bahar,Muaro Jambi, Jambi. This research was also intended to see or knows actors who has a central value by measuring degree centrality, closeness centrality, and betweenness centrality in the network.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa yang memberiakan nafas kehidupan untuk semua makluk hidup yang ada di Bumi. Penulis bersyukur dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul Analisis Jejaring Sosial Gereja

Methodis Indonesia Studi Kasus di GMI Resort Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Dalam proses penulisan proposal, kemudian dalam penelitian lapangan dan penulisan hasil skripsi ini penulis banyak sekali mendapat proses pembelajaran. Terlebih ketika penelitian lapangan peneliti menemukan berbagai macam sifat-sifat manusia dan peneliti dapat belajar mengenai pendekatan kepada masyarakat, begitu banyak pengalaman yang memberikan penulis pembelajaran.

Penulis berterimakasih kepada orang-orang yang terlibat didalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih luar biasa kepada kedua orang tua penulis Bapak penulisSudiman Pasaribu dan Mamak penulis Dameara Samosir yang telah diciptakan Tuhan menjadi pelindung dalam setiap hal untuk penulis. Memberi dukungan baik moril dan materil. Bapak dan Mamak yang selalu ada bahkan membantu penulis ketika dalam proses penelitian lapangan dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Gereja Methodis Indonesia. Juga kepada saudara- saudara kandung penulis Abang penulis Roberto Padrin Pasaribu dan Kakak penulisIda Mariyanti Pasaribuyang juga memberi dukungan serta membantu dan menemani segala kegiatan dalam proses penelitian lapangan.

Terimakasih kepada jemaat GMI Resort Sei Bahar yaitu GMI Palmaru desa Bunut, GMI Maranatha Talang Bukit desa Unit VI, GMI Bukit Zaitun desa Unit 14, GMI


(4)

Pardomuan Nauli desa Tanjung Lebar, GMI Imanuel desa Muara Bahar, GMI Agape desa Unit 1, GMI Efata desa Bungku atas bantuan memberikan informasinya.

Kepada Defi Ayuni yang membantu memberikan saran dalam penulisan rancangan penelitian (proposal), kepada Lambok Tobing yang membantu mencari referensi-referensi buku dan membantu mempelajari Social Network Analysisdan Destriana Sembiring serta Nobinna Ginting yang membantu dalam mencari referensi di perpustakaan.

Kepada Juliah Karoliah yang terlebih dahulu menawarkan dan meminjamkan referensi buku-bukunya mengenai modal sosial dan Kak Gita Kencana walaupun penulis belum pernah bertemu namun dengan senang hati meminjamkan buku connecteduntuk menjadi referensi bacaan penulis memahami jaringan sosial.

Kepada pemilik blog Abdullah M.Jaubah Blog’s dengan alamat jaubah.blogspot.co.id yang menuliskan diblognya referensi-referensi mengenai Social Network Analisisdan penggunaan UCINET juga tulisan-tulisannya yang dimuat di Scribd memberikan pelajaran secara tidak langsung kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan rasa ungkapan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Lina Sudarwati, M.Si selaku ketua Departemen Sosiologi dan juga dosen beberapa mata kuliah yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.

3. Dra.Linda Elida,M.Si selaku dosen wali selama penulis menjadi mahasiswi sosiologi FISIP USU, dimana telah memberikan arahan dalam proses belajar, memberikan


(5)

ilmunya dalam perkuliahan dan memberikan pengalaman-pengalaman masyarakat dalam kelompok belajar untuk anak-anak di kampung susuk dan juga memberikan pengalaman hidupnya kepada penulis ketika penulis mewawancarai beliau untuk profil tabloid Pers Mahasiswa SUARA USU.

4. Drs.Hendry Sitorus,M.Si sebagai pembimbinng skripsi yang memberikan penulis arahan mengenai Social Network Analiysis, memberikan penulis juga pengalaman mewawancarai masyarakat Kabupaten Samosir mengenai Pemilukada dimana penulis mendapatkan berbagai pengalaman selama mengikuti kegiatan beliau.

5. Ibu Dra.Ria Manurung, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji skripsi juga memberikan masukan-masukan terhadap penelitian ini. Terimakasih juga telah memberikan ilmunya di beberapa matakuliah.

6. Segenap dosen yang telah membagikan ilmunya dan staff serta seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang membantu dalam mengurus administrasi. 7. Keluarga besar dari Ayah Saya Keluarga Besar Pasaribu dan Keluarga Besar dari Ibu

saya Keluarga Besar Samosir yang memberikan dukungan, semangat dan doa agar penulis sebagai anak dan sebagai cucu dapat menjadi manusia yang berguna.

8. Teman-teman Sosiologi stambuk 2010 yang menemani penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan menjadi teman perjuangan.

9. Saudara-saudara 25. Sofiari Ananda partnerdalam segala hal melalui masa-masa perkuliahan dan masa-masa sulit menjadi mahasiswa, juga kalian yang selalu mendukung dan memberikan penulis banyak pelajaran Malinda Sari Sembiring, Icha Decory, Putri Rizki Ardina, Mengki Haloho, Rizki Sari Lubis dan Rika Mayasari Harahap.

10.Orang-Orang yang ada di dalam Keluarga Besar Pers Mahasiswa Suara USU yang memberikan pengalaman dan pembelajaran luar biasa.


(6)

11.GMNI Fisip Usu yang juga menjadi wadah pembelajaran penulis memaknai perjuangan dan marhaen.

12.Pengurus Ikatan Mahasiswa Sosiologi 2014 juga menjadi wadah pembelajaran penulis.

13.Teman-teman yang juga memberikan semangat untuk penulis dikala penulis mengalami jenuh dalam menyelesaikan skripsi Siti Nurhayati, Nopa Sembiring dan Surya Sitorus yang jauh di Jambi sana dan juga Rini Sinulingga.

14.Terkhusus juga kepada kakak ipar penulis Lidya Afrianti Hutasoit. Terimakasih memberikan semangat kepada penulis walaupun diakhir-akhir penyelesaian skripsi, trimaksih juga memberi warna baru di pertengahan tahun ini di keluarga kita.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan. Akhir kata semoga skripsi ini memberikan manfaat tidak hanya kepada penulis namun juga memberi manfaat kepada pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, Oktober 2015 (Penulis)

Rida Helfrida Pasaribu Nim : 100901015


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...vi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang...1

1.2Rumusan Masalah...7

1.3Tujuan Penelitian...8

1.4Mamfaat Penelitian...8

1.4.1 Mamfaat Teoritis...8

1.4.2 Mamfaat Praktis...9

1.5Defenisis Konsep...9

BAB II KERANGKA TEORI...11

2.1 Jaringan Sosial...11

2.2 Modal Sosial Dalam Membangun Jaringan Sosial ...16

2.3 Kelompok Sosial...22

2.3.1 Interaksi Sosial...26

2.4 Social Network Analysis (SNA)...28

2.4.1 Software Social Network Analysis (SNA) ...32

BAB III METODE PENELITIAN...34

3.1 Jenis Penelitian...34

3.2 Lokasi Penelitian...34

3.3 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...34


(8)

3.3.2 Teknik Penarikan Sampel...36

3.4 Teknik Pengumpulan Data...37

3.4.1 Data Primer...37

3.4.2 Data Sekunder...38

3.5 Instrumen dan Aspek Pengukuran...39

3.5.1 Instrumen...39

3.5.2 Aspek Pengukuran...39

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data...40

3.6.1 Pengolahan Data...40

3.6.2 Analisis Data...41

3.7.Jadwal Kegiatan...41

3.8 Keterbatasan Penelitian...41

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN ANALISIS DATA PENELITIAN...43

4.1 Deskripsi Wilayah...43

4.2 Sejarah Singkat GMI Resort Sei Bahar...44

4.3 Gambaran Umum Struktur GMI...45

4.3.1 Struktur GMI...49

4.4 Rekrutmen Anggota GMI...51

4.5 Analisis Jejaring Sosial yang Terwujud...54

4.5.1 Analisis Jejaring Sosial GMI Agape Desa Unit 1...54

4.5.2 Analisis Jejaring Sosial GMI Maranatha Desa Unit 6...65

4.5.3 Analisis Jejaring Sosial GMI Palmarum Bunut...74


(9)

4.5.5 Analisis Jejaring Sosial GMI Pardomuan Nauli Desa Tanjung Lebar.91

4.5.6 Analisis Jejaring Sosial GMI Imanuel Desa Muara Bahar...99

4.5.7 Analisis Jejaring Sosial GMI Pos Kebaktian Efrata Desa Bungku...107

4.6 Analisis Jejaring Sosial GMI Se-Resort Sei Bahar, Kabupaten Muaro Jambi,Jambi...114

4.7 Jaringan Terputus Pada GMI Efrata Desa Bungku...132

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...134

5.1 Kesimpulan...134

5.2 Saran...135

DAFTAR PUSTAKA...137 LAMPIRAN


(10)

Abstrak

Setiap individu merupakan bagian dari jaringan baik dalam tingkat keluarga hingga negara. Dalam sebuah kelompok masyarakat juga memiliki jaringan yang dapat menjadi bagian identitas individu ataupun kelompok. Begitu juga dengan jaringan organisasi gereja, dimana dalam penelitian ini membahas mengenai jaringan Gereja Methodis Indonesia.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis jaringan sosial terhadap organisasi Gereja Methodis Indonesia yang ada di Distrik I wilayah II resort Sei Bahar, kabupaten Muaro Jambi, provinsi Jambi. Hasil dari penelitian ini merupakan pemetaan jaringan sosial GMI Distrik I Wilayah II Resort Sei Bahar, kabupaten Muaro Jambi, provinsi Jambi. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat atau mengetahui aktor yang memiliki nilai sentral dengan menggunakan pengukuran degree centrality, closeness centrality, dan

betweenness centrality dalam jaringan.

Kata Kunci : analisis jaringan sosial, Gereja Methodis Indonesia, aktor sentral.

Abstrack

Each individual is a part of network in both the family level to the state. In a community group also has a network that can be individual or group identity. As well asa the network of church organization, which in this study discusses the network of Indonesian Methodist church

This research was conducted with the use Social Network Analysis (SNA) against organization of Indonesian Methodist Church in district I region II resort Sei Bahar, Muaro Jambi, Jambi. The results of this research in the form of mapping social networks of Indonesian Methodist Church in district I region II resort Sei Bahar,Muaro Jambi, Jambi. This research was also intended to see or knows actors who has a central value by measuring degree centrality, closeness centrality, and betweenness centrality in the network.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manusia selalu berhubungan dengan manusia lain, dikarenakan manusia selalu membutuhkan sesamanya. Hal tersebut menjadikan manusia atau individu tidak terlepas dari suatu kelompok. Semua individu merupakan anggota dari sebuah kelompok, baik itu bagian dari sebuah organisasi, institusi ataupun sebuah negara.

Individu ataupun sekumpulan individu sebagai anggota dari organisasi secara sadar maupun tanpa disadari memiliki kemampuan untuk mempengaruhi individu atau sekumpulan individu lainnya. Seseorang individu dapat mempengaruhi teman yang ada didalam kelompoknya, kemudian teman tersebut akan mempengaruhi temannya yang lain yang masih didalam organisasi yang sama atau temannya yang ada di dalam organisasi lain. Tidak hanya sebatas itu, orang lain yang tidak dikenal seorang individu tersebut juga dapat memberi pengaruh melalui teman yang ia kenal.

Hal diatas adalah menggambarkan bagaimana setiap individu adalah terlibat didalam jejaring sosial. Posisi seseorang di dalam jejaring seseorang tidak hanya ditentukan seberapa banyak ia terhubung, namun juga bagaimana dia menjadi jembatan penghubung bagi orang-orang lainnya. Memiliki hubungan dengan banyak orang-orang dan memiliki banyak pengikut adalah satu hal yang penting dalam jejaring sosial.

Manfaat jejaring sosial yaitu menghubungkan dalam menjangkau orang-orang dengan luas. Jejaring sosial akan membentuk hubungan-hubungan yang panjang, bercabang dan sangat rumit.


(12)

1. Keterhubungan secara politik, Dimana Barack Obama mendapat dukungan kampanye dengan bantuan sumbangan $600 juta dolar dari tiga juta orang lebih. Dimana Obama lebih menghubungkan para pendukung sehingga para pendukung membangun jaringan sosial baik secara online ataupun secara jaringan antar para pendukung. (Connected : 2010)

2. Jejaring bisnis Cina, yang dijelaskan oleh Ann Wan Seng (skripsi Rizka Firdahlia, 2009) dijelaskan bahwa bagaimana bisnis orang Cina. Konsep perdagangan bangsa Cina lebih cenderung mengarah ke prinsip simbolis, yaitu setiap pedagang saling melengkapi. Misalnya mereka menjual barang-barang yang berbeda diantara pedagang. Kekuatan bisnis orang Cina terletak pada jaringan dan hubungan yang tercipta dikalangan pedagang.. Melalui jaringan mereka memastikan persaingan sesama pedagang adalah adil dan sesuai dengan tatacara perdagangan yang telah ditentukan. Ikatan yang terjadi diantara pedagan Cina ini membuat mereka solid.

Dari kedua poin diatas jejaring sosial membantu dalam kehidupan masyarakat, namun juga dapat digunakan terhadap penyebaran hal-hal yang tidak diinginkan atau penyebaran dalam hal kejahatan didalam masyarakat seperti pada penyebaran Jaringan teroris solo (Purwawidada : 2014) merupakan suatu himpunan jejearing yang bersifat radikal yang mengaku dengan alasan membela agama. Didalam penyebaran teroris Solo tersebut dengan menggunakan jejaring gerakan Darul Islam di Jawa Barat, yang beberapa tokohnya berinteraksi dengan tokoh di Jawa Tengah. Tahap pembentukan jaringan teroris Solo, dimana ada beberapa kelompok yang dinyatakan rentetan suatu jaringan teroris solo, diantaranya kelompok Hambali, kelompok Ali Gufron, kelompok Noordin M Top, kelompok Sigit Qardhawi, kelompok Farhan, kelompok M Thoriq, kelompok Abu Hanifah, kelompok Abu Roban, kelompok Dayat, kelompok Fadli sadana, kelompok santoso, hingga kelompok ISIS.


(13)

Dampak buruk lainnya yaitu jejaring sosial penyebaran penyakit menular dari satu individu ke individu lainnya dan menular keluar lingkaran seseorang yang terkena penyakit menular tersebut dan terhubung ke lainnya.

Begitu jugalah yang terjadi dalam penyebaran agama yang tidak terlepas dari jaringan sosial. Jaringan sosial yang terbentuk memudahkan dalam penyebaranya.Sebagai sistem nilai agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Menurut Mc Guire (dalam Ishomuddin: 2002), diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini merupakan suatu yang bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini diperluas oleh keluarga, teman, institusi pendidikan, dan masyarakat luas. Sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi individu dan masyarakat perangkat sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam mengatur sikap individu dan masyarakat.

Dalam hal ini peneliti akan membahas mengenai jaringan dalam aliran agama Kristen. Agama Kristen sendiri memiliki banyak aliran seperti, advent, pentakosta dan sebagainya. Namun dalam penelitian ini, akan membahas mengenai jejaring sosial pada aliran Methodist. Di Indonesia Methodist sendiri dikenal dengan sebutan Gereja Methodist Indonesia atau sering disingkat GMI.

Aliran Methodist (Aritonang 2005) lahir dari Inggris sejak abad ke 18, kemudian menyebar keseluruh dunia. Tokoh utamanya adalah dua bersaudara Wesley yaitu John dan Charlrs, paling utama dalam penyebarannya adalah John. Aliran ini sekarang melembaga dalam puluhan organisasi gereja, Yang terbanyak ada di Amerika Serikat yaitu Union

Methodist Church. Methodist mulai masuk ke Indonesia dari Singapura dan Malaya,

termasuk jaringan persekolahannya sudah sejak 1870-an. Kemudian sejumlah pemuda Tionghoa maupun pribumi dari Jawa dan Sumatera datang bersekolah di sekolah-sekolah


(14)

Methodist di Singapura dan Penang. Pendekatan Methodist di Indonesia sejak 1888 hingga 1900 dimulai dari pendirian sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa dan Inggris yang menjadi daya tarik yang kuat.

Kemerdekaan Indonesia membawa perubahan terhdap Methodist di Indonesia yaitu gerakan Methodits yang semakin lama berorientasi dengan keadaan lokal hingga tahun 1964 nama terhadap pengikut Methodist yaitu Misi Methodist berubah menjadi Gereja Methodist Indonesia (GMI) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17090/4/Chapter%201.pdf)

Dijelaskan Ricard Daulay 1996 dalam jurnal yang terdapat di alamat (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17090/4/Chapter%201.pdf), GMI adalah organisasi gereja yang berdiri sendiri sama seperti organisasi gereja yang lainnya. Masing-masing organisasi gereja mempunyai corak dan ciri yang berlainan yang berlatar belakang dari perbedaan misi zending (organiasi penginjilan) dan kondisi lokal seperti misi zending Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dengan konsep suku Batak Toba, sedangkan

Methodist disebarkan oleh misi zending Amerika Serikat dengan konsep nasional.

Misi GMI di Sumatera Timur dimulai dengan mendirikan kebaktian berbahasa Inggris dan Sekolah Minggu (Kebaktian untuk kalangan anak-anak) serta kebaktian berbahasa Tionghoa. Selajutnya jemaat-jemaat GMI berkembang dengan menjangkau berbagai suku pribumi, terutama suku batak yang merantau ke Sumatera Timur. Namun djelaskan (Aritonang: 2005) kemudian kebanyakan jemaat batak Methodis tersebut beralih ke HKBP karena merasa kurang cocok dengan tata ibadah yang ada di Methodist, karena sebelumnya jemaat batak tersebut memang sudah Kristen dari penginjilan HKBP.

Pekerjaan di Sumatera Selatan (Palembang) dimulai tahun 1908. Medan dan Bogor yang pertama di jangkau oleh Methodist adalah etnis Tionghoa, terutama lewat sekolah Tionghoa. Sementara di Kalimantan Barat sudah dimulai sejak 1906 mula-mula dikalangan


(15)

warga Methodist yang datang dari Malaya dan Singapura lalu berkembang ke masyarakat Tionghoa yang ada disana. (Aritonang: 2005)

Sementara masuknya GMI ke wilayah Jambi berasal dari Sumatera Selatan (Palembang). GMI memulai misinya pada GMI Moria Jambi, kemudian GMI Moria Jambi memulai pelayanannya ke daerah Sungai Bahar pada tahun 1990.

GMI Distrik I Wilayah 2 adalah merupakan daerah yang tergabung dalam daerah Palembang dan Jambi. Resort Sei Bahar Jambi adalah daerah GMI yang tergabung dalam tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan. Dimana tiga kecamatan tersebut awalnya merupakan satu kecamatan, namun seiring bertambahnya penduduk kemudian pada tahun 2010 daerah tersebut dibagi menjadi tiga kecamatan. Tiga kecamatan tersebut termasuk dalam kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah perkebunan kelapa sawit. Sudah dimulai sebelum tahun 1990 daerah ini merupkan tujuan program pemerintah melakukan transmigrasi masyarakat dari daerah pulau Jawa dan daerah sumatera sendiri dengan tujuan mengadu nasib untuk berkebun ataupun menjadi pekerja diperkebunan kelapa sawit yang ada.

GMI di resort Sei Bahar dengan memulai ibadah di salah satu desa yaitu unit VI. Dimulai dari suku batak yang ada di daerah tersebut dengan ibadah dirumah-rumah warga. Kemudian pada tahun 1993 jemaat memutuskan untuk iuran membeli sebidang tanah dengan bantuan GMI Moria yang ada di Jambi, Jemaat Sei Bahar tersebut memulai membangun rumah ibadah. Sebagian besar anggota yaitu merupakan suku batak yang bekerja sebagai karyawan pabrik kelapa sawit PTP N VI yang ada di desa Bunut. Oleh karena itu pembangunan rumah ibadah yaitu di desa Bunut dengan nama GMI Palmarum Bunut.

Selanjutnya perjalanan GMI yang ada di desa Bunut ini membuka pelayanan-pelayanan ke wilaya resort Sei Bahar yang lain, yaitu:


(16)

- GMI Maranatha Talang Bukit desa Unit 6 - GMI Bukit Zaitun desa Unit 14 pada tahun 1994 - GMI Pardomuan Nauli tahun 2006

- GMI Imanuel desa Muara Bahar tahun 2010 - GMI Agape desa Unit 1 tahun 2011

- GMI Pos Kebaktian Efata desa Bungku tahun 2012

Walau tidak semua desa terdapat pos pelayanan GMI beberapa jemaat bergabung di satu titik pos pelayanan. Hal diatas tersebutlah yang melatarbelakangi peneliti untuk meneliti mengenai Pemanfaatan Jaringan Sosial pada masyarakat jemaat GMI yang ada di daerah Sungai Bahar, dimana peneliti sendiri mengamati keberadaannya yang cukup berkembang dibanding gereja yang lain. Pada tahun 2011 GMI Agape yang terletak di desa Unit 1 yang merupakan GMI terdekat di tempat tinggal peneliti mendirikan pos pelayanan yang awalnya melaksanakan kebaktian di rumah jemaat dengan berpindah-pindah tiap minggunya, kemudian menyewa rumah bedeng dan pertengahan tahun 2013 sudah dapat mendirikan rumah ibadah yang permanen dalam artian berdiri dengan bagunan semen utuh. Hal ini tidak secepat gereja yang lain yang diamati oleh peneliti salah satunya gereja tempat peneliti beribadah ketika Sekolah Dasar tahun 2002 yaitu Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) yang ketika peneliti duduk di bangku SD beribadah di tempat tersebut, jemaat GPIB sudah dikatakan memenuhi gereja, namun tahun 2010 baru lah mendirikan gereja permanen. Letak dari GPIB dan GMI Agape adalah masih termasuk ke dalam satu desa yaitu desa Suka Makmur (Unit 1).

Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang peneliti mengenai bagaimana jejaring Sosial Gereja Methodis Indonesia Pada distrik I wilayah II resort Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.


(17)

1.2 Rumusan Masalah

Dari rumusan masalah diatas peneliti membuat rumusan masalah guna memfokuskan penelitian. Adapun yang menjadi Rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemetaan dan analisis jejaringan sosial dalam GMI di kecamatan Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi ?

2. Siapa aktor yang memiliki nilai tertinggi dalam sentralitas derajat, sentralitas kedekatan, dan sentralitas perantara dalam jejaring sosial GMI di kecamatan Sungai Bahar, kabupaten Muaro Jambi, Jambi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemetaan jejaring sosial dan menganalisis jejaring sosial yang terdapat pada Gereja Methodist Indonesia di Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

2. Untuk mengetahui keberadaan aktor yang memiliki nilai sentralitas tetinggi baik dalam sentralitas derajat, sentralitas kedekatan, dan sentralitas perantara dalam jejaring sosial GMI Resort Sei Bahar, kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

1.4 Manfaat Penelitian


(18)

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat menambah wawasan dan sumbangan ilmu pengetahuan dalam kajian ilmiah khususnya mahasiswa Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta memberikan sumbangan pengetahuan terkait dengan analisis jejaring sosial atau

social network analysis.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis sendiri dalam hal meningkatkan wawasan dan kemampuan akademis dalam mengkaji Jaringan Sosial dalam Gereja Methodis Indonesia resort Sei Bahar kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

1.5 Definisi Konsep

a. Jaringan Sosial

Jaringan Sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ‘ikatan’ yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person). Bisa saja, yang menjadi anggota suatu jaringan sosial itu berupa sekumpulan dari orang yang mewakili titik-titik, jadi tidak harus satu titik diwakili dengan satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara (jaringan negara-negara nonblok). (Agusyanto, 2007 :13)

b. Social Network Analysis (SNA)/ Analisis jaringan sosial

Analisis jaringan sosial adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan atau relasi sosial antar anggota dari sebuah kelompok orang. Pemetaan pengetahuan


(19)

dalam kerangka social network analysis bisa divisualisasikan atau diwakilkan kedalam bentuk matriks atau grafik (jurnal.mti.cs.ui.ac.id/index.php/jsi/article/)

c. Gereja Methodis Indonesia

Gereja Methodis Indonesia (disingkat GMI) adalah sebuah gereja Protestan di Indonesia yang beraliran Mehtodis atau Wesleyen. GMI merupakan gereja

beraliran Methodis terbesar di Indonesia.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Methodis_Indonesia diakses pada 21 Juni 2014)

d. Modal Sosial

Menurut Bourdieu (dalam Irwansyah Hasibuan 2004) modal sosial adalah keseluruhan sumber daya aktual dan potensi sekaligus, terkait dengan hubungan kelembagaan yang tetap berpangkal pada saling kenal dan saling mengakui. Anggota kelompok menerima dukungan secara penuh. Tentang besar kecilnya modal sosial yang dimiliki seseorang dalam komunitas tertentu, memang sangat tergantung pada berapa besar jaringan hubungan yang dapat diciptakannya, baik secara kuantitas maupun kualitas.

e. Ucinet

Ucinet adalah sebuah perangkat lunak komputer yang digunakan untuk menganalisis jaringan sosial yang kemudian divisualisasikan kedalam NetDraw. f. Aktor

Aktor dalam jejaring sosial adalah suatu titik yang merupakan individu. Dimana dalam konsep jejaring sosial titik tersebut berhubungan dengan titik lain. Keterhubungan titik satu ketitik yang lain menjadi satu kesatuan yang disebut jejaring.


(20)

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1 Jaringan dan Jaringan Sosial

Menurut Kashudin jaringan merupakan kumpulan dalam satu hubungan. Kumpulan yang berisi node dan pemetaan atau deskripsi antara benda atau node dalam sebuah jaringan. Jaringan sederhana berisikan dua benda (benda 1 dan 2). Sebuah jaringan memberikan gambaran interaksi antar nodes. Interaksi atau hubungan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi hubungan yang directional (dua arah) dan hubungan yang non-directional (satu

arah) dan transitive (seimbang). (jurnal

http://fti.uajy.ac.id/sentika/publikasi/makalah/2013/2013_18.pdf).

Menurut Agusyanto (Agusyanto : 2007) komponen-komponen sebuah jaringan adalah sebagai berikut :

1. Sekumpulan orang, objek, atau kejadian, minimal berjumlah tiga satuan yang berperan sebagai terminal (pemberhentian). Biasanya direpresentasikan dengan titik-titik, yang dalam peristilahan jaringan disebut sebagai aktor atau node.

2. Seperangkat ikatan yang menghubungkan satu titik ke titik-titik lainnya dalam jaringan.

3. Arus yang dalam diagram digambarkan dengan ‘anak panah’.

Dari komponen diatas Agusyanto merumuskan prinsip-prinsip yang mendasar adalah sebagai berikut.

1. Ada pola tertentu. Sesuatu yang mengalir dari titik yang satu ke titik-titik lainnya. 2. Rangkaian “ikatan-ikatan” itu menyebabkan sekumpulan titik-titik yang ada bisa

dikategorikan atau digolongkan sebagai “satu kesatuan” yang berbeda dengan “satu kesatuan” yang lain.


(21)

3. Ikatan-ikatan yang menghubungkan satu titik ke titik-titik lainnya harus bersifat relatif permannen (ada unsusr waktu, yaitu masalah “durasi”).

4. Ada “hukum” yang mengatur saling keterhubungan masing-masing titik di dalam jaringan, ada hak dan kewajiban yang mengatur masing-masing titik (anggota), hubungan titik yang satu terhadap titik-titik yang lain, hubungan semua titik dengan titik-titik pusat dan sebagainya.

Menurut Robert M.Z Lawang (Damsar 2011), jaringan merupakan gabungan kata net dan work, sehingga menjadi network, yang penekanannya terletak pada kerja bukan pada jaring, dimengerti sebagai kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaring (net). Maka jaringan menurut Lawang dapat dimengerti sebagai:

1. Ada ikatan antara simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan-hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.

2. Ada kerja antara simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama.

3. Seperti halnya sebuah jaring (yang tidak putus) kerja yang terjalin antara simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah dapat “menangkap ikan” lebih banyak. 4. Dalam kerja jaringan itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri. Malah

kalau satu simpul putus maka keseluruhan jaring tidak dapat berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau oranng yang membentuk jaringan itu hanya dua saja.

5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan, atau antara orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.


(22)

6. Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.

Dalam Damsar (2011) tingkat jaringan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu :

1. Jaringan Mikro

Dalam hidupnya manusia (individu) selalu ingin melakukan interaksi sosial dengan individu lainnya. Interaksi antar individu tersebut menjalin suatu hubungan sosial. Hubungan sosial selalu berjalan terus menerus antar individu menghasilkan suatau jaringan sosial diantara mereka. Jaringan sosial antar individu atau antar pribadi dikenal sebagai jaringan (sosial) mikro merupakan bentuk jaringan yang selalu ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari.

2. Jaringan Meso

Dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, pada umumnya, orang melakukan dalam suatu konteks sosial, biasanya dalam satu kelompok. Hubungan yang dibangun para aktor dan atau didalam kelompok sehingga terbentuk suatu ikatan maka dapat disebut sebagai jaringan sosial pada tingkat meso.

3. Jaringan Makro

Jaringan makro merupakan ikatan yang terbentuk karena terjalinnya simpul-simpul dari beberapa kelompok . Dengan kata lain, jaringan makro terajut dari ikatan antara dua kelompok atau lebih. Kelompok dalam konteks ini bisa dalam bentuk organisasi, institusi, bahkan bisa pula negara.

Jaringan sosial (Damsar 2002:157) merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun


(23)

bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprosikal.

Jaringan sosial (Agusyanto, 2007 :13) merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ‘ikatan’ yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsungyang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person). Mungkin saja, yang menjadi anggota suatu jaringan sosial itu berupa sekumpulan dari orang yang mewakili titik-titik, jadi tidak harus satu titik diwakili dengan satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara (jaringan negara-negara nonblok).

Menurut Wellman ( dalam skripsi Aggrewirawan), teori jaringan sosial terdapat sekumpulan prinsip-prinsip yang berkaitan logis, yaitu sebagai berikut :

1. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang semakin besar atau semakin kecil.

2. Ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas. 3. Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non-acak. Disatu

pihak, jaringan adalah transitif: bila ada ikatan antara A dan B dan C, ada kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A, B, dan C.

4. Adanya kelompok jaringan yang menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun antara individu.

5. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tidak merata.


(24)

6. Dengan adanya distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan baik itu kerja sama maupun kompitisi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan kerja sama, sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya.

2.2 Modal Sosial Dalam Membangun Jaringan Sosial

Menurut Bourdieu (dalam Irwansyah Hasibuan 2004) modal sosial adalah keseluruhan sumber daya aktual dan potensi sekaligus, terkait dengan hubungan kelembagaan yang tetap berpangkal pada saling kenal dan saling mengakui. Anggota kelompok menerima dukungan secara penuh. Tentang besar kecilnya modal sosial yang dimiliki seseorang dalam komunitas tertentu, memang sangat tergantung pada berapa besar jaringan hubungan yang dapat diciptakannya, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Tidak seperti modal fisik, ekonomi dan modal manusia, modal sosial tidak memberikan hasil seketika dan berjangka pendek. Namun manakalah modal sosial bisa dirawat dan diakui bersama sebagai salh satu kekuatan penopang dalam mendorong perubahan dan kemajuan di masyarakat kita, dan memberi manfaat pada tahap selanjutnya. Modal sosial juga bermanfaat pada seseorang untuk memudahkan dalam melakukan tindakan dalam situasi tertentu.

Bagi Putnam, (John Field 1996:56) modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial, jaringan, norma dan kepercayaan yang mendorong partisipasi bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.


(25)

Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimilki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002: xii).

Menurut Hasbullah 2006, unsur-unsur pokok modal sosial adalah :

a. Partisipasi dalam suatu jaringan

Kemampuan orang atau individu atau anggota-anggota komunitas untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk membangun modal sosial. Manusia mempunyai kebebasan untuk bersikap, berperilaku dan menentukan dirinya sendiri dengan kekuatan yang dimilikinya. Pada saat seseorang meleburkan diri dalam jaringan sosial dan menyinergiskan kekuatannya maka secara langsung maupun tidak, ia telah menambahkan kekuatan ke dalam jaringan tersebut. Sebaliknya, dengan menjadi bagian aktif dalam suatu jaringan, seseorang akan memperoleh kekuatan tambahan dari jaringan tersebut.

b. Hubungan Timbal Balik (Reciprocity)

Modal sosial selalu diwarnai oleh kecenderungan saling bertukar kebaikan di antara individu-individu yang menjadi bagian atau anggota jaringan. Hubungan timbal balik ini juga dapat diasumsikan sebagai saling melengkapi dan saling mendukung satu sama lain. Modal sosial tidak hanya didapati pada kelompok-kelompok masyarakat yang sudah maju atau mapan. Dalam kelompok-kelompok yang menyandang masalah sosial sekalipun, modal sosial merupakan salah satu modal yang membuat mereka menjadi kuat dan dapat melangsungkan hidupnya.


(26)

c. Rasa Percaya (Trust)

Hasbullah (2006 : 11) mengatakan bahwa “rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari perasaan yakin bahwa orang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan selalu bertindak dalam suatu pola yang saling mendukung”. Rasa percaya menjadi pilar kekuatan dalam modal sosial. Seseorang akan mau melakukan apa saja untuk orang lain kalau ia yakin bahwa orang tersebut akan membawanya ke arah yang lebih baik atau ke arah yang ia inginkan.

Rasa percaya dapat membuat orang bertindak sebagaimana yang diarahkan oleh orang lain karena ia meyakini bahwa tindakan yang disarankan orang lain tersebut merupakan salah satu bentuk pembuktian kepercayaan yang diberikan kepadanya. Rasa percaya tidak muncul tiba-tiba. Keyakinan pada diri seseorang atau sekelompok orang muncul dari kondisi terus menerus yang berlangsung secara alamiah ataupun buatan (dikondisikan). Rasa percaya bisa diwariskan tetapi harus dipelihara dan dikembangkan karena rasa percaya bukan merupakan suatu hal yang absolut.

d. Norma Sosial

Norma-norma sosial merupakan seperangkat aturan tertulis dan tidak tertulis yang disepakati oleh anggota-anggota suatu komunitas untuk mengontrol tingkah laku semua anggota dalam komunitas tersebut. Norma sosial berlaku kolektif. Norma sosial dalam suatu


(27)

komunitas bisa saja sama dengan norma sosial di komunitas lain tetapi tidak semua bentuk perwujudan atau tindakan norma sosial bisa digeneralisir.

Norma sosial mempunyai konsekuensi. Ketidaktaatan terhadap norma atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku menyebabkan seseorang dikenai sanksi. Bentuk sanksi terhadap pelanggaran norma dapat berupa tindakan (hukuman) dan bisa berupa sanksi sosial yang lebih sering ditunjukkan dalam bentuk sikap, seperti penolakan atau tidak melibatkan seseorang yang melanggar norma, untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan komunitas.

e. Nilai-nilai

Menurut Hasbullah (2006 : 14), “nilai adalah suatu ide yang dianggap benar dan penting oleh anggota komunitas dan diwariskan secara turun temurun”. Nilai-nilai tersebut antara lain mengenai etos kerja (kerja keras), harmoni (keselarasan), kompetisi dan prestasi. Selain sebagai ide, nilai-nilai juga menjadi motor penggerak bagi anggota-anggota komunitas. Nilai-nilai kesetiakawanan adalah ide yang menggerakkan anggota komunitas untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama. Pada banyak komunitas, nilai prestasi merupakan tenaga pendorong yang menguatkan anggotanya untuk bekerja lebih keras guna mencapai hasil yang membanggakan.

Menurut Andrain (dalam Setiadi, Kolip 2010:120) nilai-nilai memiliki enam ciri atau karakteristik, yaitu :

1. Umum dan abstrak, karena nilai-nilai itu berupa patokan umum tentang sesuatu yang dicita-citakan atau yang dianggap baik. Nilai dapat dikatakan umum sebab tidak ada masyarakat tanpa pedoman umum tentang sesuatu yang dianggap baik,


(28)

patut, layak, pantas sekaligus sesuatu yang menjadi larangan atau tabu bagi kehidupan masing-masing kelompok. Pedoman tersebut dinamakan nilai sosial. Nilai sosial memiliki sifat abstrak, artinya nilai tidak dapat dilihat sebagai benda secara fisik yang dapat dilihat dengan mata, diraba, atau difoto. Sebab nilai sosial adalah pedoman tata kelakuan bersifat pokok yang keberadaannya adalah eksis dalam keyakinan masyarakat yang hanya dapat dijabarkan dalam bentuk perilaku umum oleh masyarakat tersebut.

2. Konsepsional, artinya bahwa nilai-nilai itu hanya diketahui dari ucapan-ucapan, tulisan, dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang lain.

3. Mengandung kualitas moral, karena nilai-nilai selalu berupa petunjuk tentang sikap dan perilaku yang sebaiknya atau yang seharusnya dilakukan. Artinya moral manusia didalam kehidupan sangat berkaitan dengan nilai-nilai moralitas yang belaku didalam kelompok tersebut.

4. Dalam situasi kehidupan masyarakat yang nyata maka nilai itu akan bersifat campuran. Artinya, tidak ada masyarakat yang hanya menghayati satu nilai saja secara mutlak. Yang terjadi adalah campuran berbagai nilai dengan kadar dan titik berat yang berbeda.

5. Tidak selamanya realistik, artinya adalah bahwa nilai itu tidak akan selau dapat direalisasikan secara penuh didalam realitas sosial. Hal itu disebabkan oleh kemunafikan manusia, tetapi juga karena nilai-nilai itu merupakan hal yang abstrak sehingga untuk memahaminya diperlukan tingkat pemikiran dan penafsiran tertentu. Selain itu, nilai-nilai yang dihayati oleh masyarakat secara keseluruhan berbeda dengan nilai yang dihayati oleh individu. Atau bisa juga nilai yang dihayati oleh satu masyarakat dengan masyarakat lain memiliki karakter yang berbeda.


(29)

6. Cenderung bersifat stabil, sukar berubah, karena nilai-nilai yang telah dihayati telah melembaga atau mendarah daging dalam masyarakat. Perubahan akan terjadi jika struktur sosial berubah atau nilai-nilai baru timbul didalam struktur masyarakat tersebut.

f. Tindakan yang proaktif

Keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk terlibat dan melakukan tindakan bagi kelompoknya adalah salah satu unsur yang penting dalam modal sosial. Tindakan yang proaktif tidak terbatas pada partisipasi dalam artian kehadiran dan menjadi bagian kelompok tetapi lebih berupa kontribusi nyata dalam berbagai bentuk. Tindakan proaktif dalam konteks modal sosial dilakukan oleh anggota tidak semata-mata untuk menambah kekayaan secara materi melainkan untuk memperkaya hubungan kekerabatan, meningkatkan intensitas kekerabatan serta mewujudkan tujuan dan harapan bersama. Keterikatan yang kuat dan saling mempengaruhi antar anggota dalam suatu komunitas menjadi penggerak sekaligus memberi peluang kepada setiap anggota untuk bertindak proaktif. Tindakan proaktif juga dapat diartikan sebagai upaya saling membagi energi di antara anggota komunitas.

2.3 Kelompok Sosial

Kelompok Sosial menurutMacler dan Charles (Anwar dan Adang : 2013)adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi.


(30)

Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat, kelompok juga dapat mempengaruhi perilaku para anggotanya. Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan manusia yang saling hidup bersama dan menjalani saling ketergantungan dengan sadar dan tolong menolong.

Syarat Kelompok menurut Baron dan Byrne (Anwar dan Adang :2013) harus terdiri dari:

a. Interaksi, anggota-anggota seharusnya berinteraksi satu sama lain.

b. Interdependen, apa yang terjadi pada seorang anggota akan mempengaruhi perilaku anggota yang lain.

c. Stabil, hubungan paling tidak ada lamanya waktu yang berarti (bisa minggu, bulan, dan tahun).

d. Tujuan yang dibagi, beberapa tujuan bersifat umum bagi semua anggota.

e. Struktur, fungsi tiap anggota harus memiliki beberapa macam struktur sehingga mereka memiliki set peran.

f. Persepsi, anggota harus merasakan diri mereka sebagai bagian dari kelompok.

Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebeut antar lain menyangkut kaitan timbal balik yang selalu pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk tolong menolong. Kelompok-kelompok sosial juga merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan-kumpulan individu-individu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup intensif dan teratur sehingga daripadanya diharapkan adanya pembagian tugas, struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka. Soekanto (2009: 101) menjelaskan ada beberapa persyaratan untuk menjadi suatu kelompok sosial diantaranya:

1. Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.


(31)

3. Adanya satu faktor yang dmiliki bersama sehingga hubungan antar mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain.

4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku. 5. Bersistem dan berproses.

Menurut Robert Bierstedt (Kamanto 2004 : 126) menjelaskan tiga kriteria untuk membedakan jenis kelompok yaitu :

1. Organisasi

2. Hubugang sosial diantara anggota kelompok 3. Kesadaran jenis

Berdasarkan ketiga kriteria tersebut, Bierstedt kemudian membedakan empat jenis kelompok yaitu :

1. Kelompok statistik (statistical group), yaitu tidak merupakan organisasi, tidak ada hubungan sosial antara anggota, dan tidak ada kesadaran jenis. Oleh Bierstedt mengemukakan bahwa kelompok statistik ini hanya ada dalam arti analitis dan merupakan hasil ciptaan ilmuan sosial.

2. Kelompok kemasyarakatan (societal group), merupakan kelompok yang hanya memenuhi satu persyaratan, yaitu kesadaran akan persamaan diantara mereka. Didalam kelompok jenis ini tidak ada kontak dan komunikasi diantara anggota, dan juga belum ada organisasi.

3. Kelompok sosial (social group), kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lain tetapi tidak terikat dalam organisasi, seperti kelompok teman, kerabat dan sebagainya.


(32)

4. Kelompok asosiasi (associational group), merupakan kelompok yang para anggotanya mempunyai kesadaran jenis, persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Disamping itu, diantara para anggota kelompok asosiasi dijumpai juga adanya hubungan sosial, adanya kontak dan komunikasi. Selain itu diantara para anggotanya dijumpai adanya ikatan organisasi formal.

Berdasarkan interaksi sosial (Anwar dan Adang:2013) ada pembagian tugas, struktur dan norma yang ada, kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa macam, antara lain :

1. Kelompok Primer, merupakan kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan, sedangkan menurut Goerge Homan, kelompok primer merupakan sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang acapkali berkomunikasi berkomunikasi dengan yang lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara. Misalnya, keluarga, RT, kawan sepermainan, kelompok agama, dan lain-lain.

2. Kelompok Sekunder, jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih objektif, misalnya partai politik, perhimpunan serikat kerja dan lain-lai. Charles Horton Cooley mengemukakan tentang kelompok primer (primary group) atau face to face groupmerupakan kelompok sosial paling sederhana, dimana para anggotanya saling mengenal, dimana ada kerjasama yang erat. Contohnya keluarga, kelompok bermain dan lain-lain. Kelompok Sekunder (secondary group) ialah kelompok yang terdiri dari banyak orang, bersama siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan pribadi dan sifatnya tidak begitu langgeng, contohnya hubungan kontrak jual beli. 3. Kelompok Formal, pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau


(33)

oleh organisasi. Contoh dari kelompok ini adalah semua perkumpulan yang memiliki AD/ART.

4. Kelompok informal, merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Keanggotaan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu dan kelompok. Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati. Misalnya kelompok arisan dan sebagainya.

2.3.1 Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan bentuk proses sosial karena interaksi sosial merupakan utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok maupun individu dengan kelompok. Interaksi terjadi ketika dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai ketika itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan berkelahi. Walaupun orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak menukar tanda tapi interaksi sosial telah terjadi misalnya ada perasaan, bau keringan, minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya (Soekanto, 2007.55)

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial:

A. Interaksi yang bersifat harmonis 1. Kerjasama

Kerjasama adalah suatu usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama timbul apabila seorang menyadari memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, serta menyadari hal tersebut bermanfaat bagi mereka dan orang lain.


(34)

Kerjasama timbul karena orientasi individu terhadap kelompoknya (in group) dan orientasi indivudu terhadap kelompok lainnya (out group).

2. Akomodasi

Menurut Gillin dan Gillin (Soekanto 1987:63) akomodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan untuk menggambarkan suatu proses yang sama artinya dengan pengertian adaptasi yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjukkan pada suatu proses disekitarnya.

3. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses yang lebih berlanjut apabila dibandingkan dengan proses akomodasi. Pada proses asimilasi terjadi proses peleburan kebudayaan, sehingga pihak-pihak atau warga-warga dari dua-tiga kelompok yang tengah berasimilasi akan merasakan adanya kebudayaan tunggal yang dirasakan sebagai milik bersama. (Narwoko dan Suyanto 2010 :62)

4. Akulturasi

Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.

B. Interaksi yang bersifat konflik 1. Persaingan


(35)

Persaingan adalah suatu perjuangan dari pihak-pihak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Suatu ciri dari persaingan adalah perjuangan untuk menyingkirkan pihak lawan itu dilakukan secara damai atau secara fair play, menjunjung tinggi batas-batas yang diharuskan.

2. Kontravensi

Kontravensi yaitu usaha untuk merintangi pihak lain mencapai tujuan. Hal ini didasari oleh rasa tidak senang karena keberhasilan pihak lain dirasakan merugikan pihaknya. Walaupun demikian tidak terdapat maksud untuk menghancurkan pihak lain.

3. Pertentangan atau Konflik

Konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Konflik terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan keinginan. Narwoko dan Suyanto (2010).

2.4 Social Network Analysis (SNA)

Analisis jaringan sosial adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan atau relasi sosial antar anggota dari sebuah kelompok orang. Pemetaan pengetahuan dalam kerangka

social network analysis bisa divisualisasikan atau diwakilkan kedalam bentuk matriks atau

grafik (jurnal.mti.cs.ui.ac.id/index.php/jsi/article/)

Menurut Wellman (Ritzer dan Doughlas 2008) Analisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari struktur sosial dan menganalisis pola ikatan yang menghubungkan anggotanya. Pakar analisis jaringan menelusuri struktur bagian yang berada di bawah pola jaringan biasa yang sering


(36)

muncul ke permukaan sebagai sistem sosial yang kompleks. Satu aspek penting analisis jaringan adalah bahwa analisis ini mengarahkannya untuk mempelajari ikatan dikalangan dan antar aktor “yang terikat secara kuat da tidak sepenuhnya memenuhi persyaratan kelompok”.

Dalam analisis sebuah jaringan dengan menggunakan metode analisis jaringan sosial. Ada beberapa ukuran dasar yang menjadi tolak perhitungan untuk mengetahui pola keterhubungan dalam jejaring tersebut. Ukuran dasar yang digunakan antara lain: besar jaringan ( network size), derajat ( degree), kepadatan (density), ketergapaian (reachability), keterhubungan (connectivity), jarak (distance), dan jalur (flow) informasi. Besar jaringan sangat penting untuk mengetahui lingkup penelitian yang dilakukan.

Menurut Hanneman and Riddle 2005 (jurnal: http://fti.uajy.ac.id/sentika/publikasi/makalah/2013/2013_18.pdf) analisis jaringan sosial merupakan teknik untuk mempelajari hubungan atau relasi sosial antar anggota dalam sebuah kelompok.

Sedangkan pendapat lain yaitu Schelhas and Cerveny 2002 (jurnal http://fti.uajy.ac.id/sentika/publikasi/makalah/2013/2013_18.pdf) analisis jaringan sosial adalah suatu proses pembelajaran serta pemahaman mengenai jaringan-jaringan (formal maupun informal) pada bidang-bidang tertentu.

Dalam social network analysis,ada beberapa ukuran dasar yang menjadi tolak ukur dasar yang menjadi titik tolak perhitungan matematis untuk mengetahui pola keterhubungan dalam jejaring. Diantaranya yaitu :


(37)

Tingkatan (Degree) memperlihatkan popularitas aktor dalam jaringan sosial. Tingkatan (Degree) adalah jumlah link dari dan keaktor. Tingkatan (Degree) aktor tersebut dapat dilihat 2 macam:

1. InDegree : kemampuan aktor-aktor untuk berhubungan dengan seorang aktor.

2. OutDegree : kemampuan seorang aktor untuk berhubungan dengan aktor-aktor

lain dalam jaringan.

Untuk menghitung tingkatan (Degree) dapat digunakan dengan rumus : (Eriyanto : 2014)

�� = ∑ �

1

� −1

Dimana, � adalah sentralitas tingkatan (degree centrality), d adalah jumlah link (ties) dari dan ke aktor, dan N adalah jumlah aktor.

2. Sentralitas Kedekatan (Closeness Centrality)

Sentralitas kedekatan menggambarkan seberapa dekat aktor (node) dengan semua aktor lainnya dalam jaringan. Kedekatan ini bisa diukur dengan beberapa langkah (jalur/path) seorang aktor bisa menghubungi atau dihubungi oleh aktor lainnya dalam jaringan. Sama dengan sentralitas tingkatan, nilai sentralitas kedekatan juga tergantung jumlah populasi. Populasi yang kecil umumnya ditandai dengan kedekatan anggota, sehingga sentralitas kedekatan akan kecil. Makin besar populasi maka makin besar juga rata-rata jarak kedekatan aktor satu sama lainmya. Karena itu, nilai sentralitas kedekatan (closeness centrality) juga bisa ditampilkan dalam bentuk normal, tanpa memperhitungkan populasi. Rumus menghitung sentralitas kedekatan sebagai berikut : (Eriyanto :2014)

�� = �−

1


(38)

Dimana �adalah sentralitas kedekatan (closeness centrality), d adalah jalur (path) terpendek ke aktor lain, dan N adalah jumlah anggota. Angka sentralitas kedekatan ialah 0 hingga 1, dimana makin besar makin baik. Nilai tinggi memperlihatkan dekatnya jarak rata-rata aktor dengan seluruh aktor lainnya dalam jaringan.

Kedekatan (closeness) dapat dibagi menjadi 2 bagian. Pertama, kedekatan keluar (outcloseness) yaitu kedekatan yang dihitung dari aktor yang menghubungi aktor lain. Kedua, kedekatan kedalam (incloseness) yang dihitung dari aktor-aktor yang dihubungi oleh aktor lain (Eriyanto:2014). Sementara itu yang terpenting adalah nilai incloseness dimana nilai

incloseness adalah nilai kedekatan yang menunjukkan penyebaran informasi dalam jaringan.

Nilai incloseness tertinggi, menunjukkan aktor tersebut mudah dalam menyebarkan informasi (jurnal : http://fti.uajy.ac.id/sentika/publikasi/makalah/2013/2013_18.pdf).

3. Sentralitas Keperantaraan (Betweenness Centrality)

Sentralitas keperantaraan memperlihatkan posisi seorang aktor sebagai perantara (betweenness) dari hubungan aktor satu dengan aktor lain dalam jaringan. Hal ini juga bahwa sentralitas keantaaraan juga dapat dikatakan fasilitator interaksi aktor satu dengan aktor lain dalam jaringan. Rumus sentralitas keperantaraan normal sebagai berikut : (Eriyanto : 2014)

�� =

����� ���

�23+2

Dimana � adalah keperantaraan (betweenness centrality), �� adalah jumlah tahap (path) terpendek dari aktor, dan ��� adalah jumlah jalur (path) dalam jaringan. Sementara

�2

−3�+ 2 adalah nilai maksimum. Nilai sentralitas keperantaraan (normal) adalah 0-1,


(39)

2.4.1Software Social Network Analysis (SNA)

UCINET merupakan perangkat lunak untuk melakukan analisis jaringan sosial. Teori dan analisis jaringan sosial telah dikembangkan terutama oleh para pakar sosiologi, perkembangan ini telah melanda ilmu-ilmu sosial dan perilaku lainnya. Berbagai program analisis jaringan sosial telah dikembangkan antara lain adalah Ucinet, Pajek dan

Actor-Process-Event Scheme.

UCINET adalah salah satu program pengolahan data jaringan sosial. Program ini dibuat oleh Analytic Techonologies, perusahaan software yang berpusat di Lexington, Amerika serikat. Program ini pertama kali diperkenalkan oleh Lin Freeman, Martin Everett, dan Steve Borgatti. Versi awal program ini dibuat oleh Freeman dibuat pada tahun 1980 dengan format bahasa pemrograman BASIC. Borgatti mengembangkan program ini lewat bahasa pemrograman Turbo Pascal (Versi 4.0) yang dirilis pada tahun 1992. Hingga 1990-an program ini masih dipakai kalangan terbatas hingga dirilisnya UCINET versi 5.0 pada tahun 2002. Pada versi ini, UCINET dipakai pada perangkat Windows. UCINET versi ini lebih mudah dipakai dan bisa diintegrasikan kedalam office Windows, seperti Microsoft Exel. Popularitas dan penggunaan UCINET makin banyak mengingat basis pengguna Windows yang besar didunia ( Eriyanto :2014).

Dalam penelitian mengenai Analisis Jejaring Sosial GMI Resort Sei Bahar, analisis jaringan sosial yaitu dengan menggunakan aplikasi UCINET versi 6.0.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kuantitatif menggunakan Analisis Jaringan Sosial/Social Network Analysis (SNA). Dimana tujuan menggunakan SNA untuk menganalisis hubungan antar pribadi (interpersonal) dalam satu organisasi atau komunitas.


(41)

Lokasi penelitian dilakukan di Gereja Methodist Indonesia di Distrik I wilayah II Resort Sei Bahar kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Dimana Resort Sei Bahar meliputi tiga kecamatan yaitu : Kecamatan Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah terdapat kemajuan kuantitas dalam perkembangan GMI dari tahun ketahun di Resort Sei Bahar namun belum tentu didampingin dengan jaringan sosial yang tinggi antar anggotanya.

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya (Azwar 2004 :91). Populasi penelitian adalah anggota GMI Resort Sei Bahar, Muaro Jambi, Jambi.

Data statistik keanggotaan keseluruhan GMI Se-Resort Sei Bahar, Muaro Jambi adalah sebagai berikut :

No Statistik Keanggotaan GMI Parmarum desa Bunut Jumlah

1 Jumlah Kepala Keluarga 129 KK

2 Angota Penuh 332 Jiwa

3 Anggota Persiapan 250 Jiwa

Jumlah 582 Jiwa

No Statistik Keanggotaan GMI Bukit Zaitun desa Unit 14 Jumlah

1 Jumlah Kepala Keluarga 10 KK

2 Angota Penuh 26 Jiwa

3 Anggota Persiapan 25 Jiwa

Jumlah 51 Jiwa

No Statistik Keanggotaan GMI Agape desa Unit 1 Jumlah


(42)

2 Angota Penuh 116 Jiwa

3 Anggota Persiapan 64 Jiwa

Jumlah 180 Jiwa

No Statistik Keanggotaan GMI Talang Bukit desa Unit 6 Jumlah

1 Jumlah Kepala Keluarga 17 KK

2 Angota Penuh 44 Jiwa

3 Anggota Persiapan 29 Jiwa

Jumlah 73 Jiwa

No Statistik Keanggotaan GMI Pardomuan Nauli Jumlah

1 Jumlah Kepala Keluarga 29 KK

2 Angota Penuh 65 Jiwa

3 Anggota Persiapan 86 Jiwa

Jumlah 151 Jiwa

No Statistik Keanggotaan GMI Imanuel desa Muara Bahar Jumlah

1 Jumlah Kepala Keluarga 12 KK

2 Angota Penuh 35 Jiwa

3 Anggota Persiapan 20 Jiwa

Jumlah 55 Jiwa

No Statistik Keanggotaan GMI Pos Kebaktian Efrata desa Bungku Jumlah

1 Jumlah Kepala Keluarga 13 KK

2 Angota Penuh 38 Jiwa

3 Anggota Persiapan 20 Jiwa

Jumlah 58 Jiwa

Sumber : Data Laporan Program Pelayanan Resort Sei Bahar-Jambi Mei 2015

Dari data diatas diperoleh bahwa yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah anggota yang sudah disahkan menjadi anggota GMI yaitu anggota penuh. Maka keseluruhan anggota penuh adalah sebanyak 656 jiwa. Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 656 jiwa.

3.3.2 Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik

snowball sampling (sampel bola salju). Snowball sampling adalah teknik penarikan sampel


(43)

terpilih pertama disuruh memilih sampel berikutnya, yang akhirnya jumlah sampel akan bertambah banyak seperti bola salju yang bergelinding makin lama makin besar (https://elqorni.wordpress.com/2012/10/03/teknik-pengambilan-sampel/).

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan sistem jaringan responden. Mulai dari mewawancarai satu responden kemudian, responden tersebut akan menunjukkan responden lain dan responden lain tersebut akan menunjukkan responden berikutnya.

Dalam penelitian ini yang menjadi pengambilan sampel dimaksudkan sebagai representase dari seluruh populasi, maka sampel dalam penelitian ini adalah mengunakan rumus slovin (Prasetyo dan Jannah: 2011) yaitu :

n = �

1 +��2

Dimana n adalah besaran sampel, N adalah besaran populasi dan e adalah nilai kritis (batas ketelitian) yaitu sebesar 10%. Maka yang menjadi sampel adalah sebesar 86,77 dibulatkan menjadi 87. Namun berhubung ini adalah penelitian jejaring sosial maka besaran sampel diatas tidak menutup kemungkinan untuk bertambah, besaran sampel slovin dijadikan batas minimum sampel yang diteliti. Dikarenakan juga teknik penarikan sampel adalah

snowball maka menurut Knoke dan Kuklinski (dalam Eriyanto : 2014) peneliti bisa

menentukan sampel terakhir apabila terjadi informasi yang berulang dan mencapai titik jenuh.


(44)

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subjek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. (Azwar 2004 :91)

Adapun pengumpulan data primer dalam penelitian ini dengan cara:

- Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diobservasi, dalam arti bahwa pengamatan tidak menggunakan “media-media transparan”. Hal ini dimaksud bahwa penelitian secara langsung melihat atau mengamati apa yang terjadi pada objek penelitian.

Tujuan utama observasi adalah untuk mengamati tingkah laku manusia sebagai peristiwa aktual, yang memungkinkan kita memandang tingkah laku sebagai proses. Tujuan pokok kedua adalah untuk menyajikan kembali gambaran-gambaran kehidupan sosial. (James A Black dan Dean J Champion. 2001:287).

- Wawancara dengan pedoman

Wawancara secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan.

- Dokumentasi

Yaitu dlakukan dengan menggunakan kamera foto untuk mengabadikan hal-hal yang tidak terobservasi seperti kegiatan masyarakat setempat


(45)

ketika berada dilikungan tersebut sebagai penegas data yang diperoleh dilapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah melalui dokumen atau informasi dari internet, buku-buku referensi, jurnal, majalah yang dianggap relefan dan berhubungan dengan permasalahan penelitian.

Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitinya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. (Azwar 2004 :91)

3.5 Instrumen dan Aspek Pengukuran

3.5.1 Instrumen

Istrumen adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah berupa wawancara dengan pedoman. Wawancara dengan pedoman merupakan pengumpulan data dengan teknik bertanya yang bebas, tetapi berdasarkan atas suatu pedoman (sesuai dengan ruang lingkup penelitian) guna mendapatkan informasi khusus, bukan respons.

3.5.2 Aspek Pengukuran

Dalam penelitain jaringan sosial yang menjadi aspek pengukuran digunakan dalam empat skala yaitu skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio.

Dalam penelitian ini yang menjadi aspek pengukuran adalah dengan skala nominal, dimana relasi antara satu aktor ke aktor lainnya diberikan simbol berupa nilai atau angka.


(46)

Nilai atau angka semata hanya pembeda antara satu kategori dan kategori lainnya. Pada skala nominal, keeratan atau kekuatan hubungan tidak diperhitungkan. Ukuran ini hanya menghitung apakah seorang aktor mempunyai relasi atau tidak dengan aktor lainnya. Angka yang dipakai untuk memperlihatkan relasi diberikan simbol “1”, sementara jika tidak mempunyai relasi diberikan simbol “0” (Eriyanto :2014)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan

Prosespengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut :

1. Pengeditan Data (Editing)

Proses ini adalah dimana meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisisan, kejelasan, dan koreksi terhadap kesalahan pengisisan.

2. Pengkodean Data (Coding)

Pemberian kode pada setiap narasumber menjadi aktor dengan id nomor, dimaksudkan untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat pemasukan data kedalam perangkat lunak komputer untuk diolah.

3. Pemasukan Data (Input)

Tahapan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data, pemberian kode pada tabel matriks keterhubungan, penggambaran secara sosiogram dan analisis data secara statistik untuk diolah dan dianalisis menggunakan UCINET.


(47)

Proses ini merupakan pengecekan data yang sudah dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak.

3.6.2 Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih muda dibaca dan dipresentasikan. Untuk menganalisis data pada penelitian ini menggunakan analisisis Deskriptif dengan cara menyusun data, mengelompokkannya dan menginterpresentasikannya, sehingga diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai Analisis Jejaring Sosial GMI Resort Sei Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi).

3.7 Jadwal Kegiatan

No. Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Proposal √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √ 4 Seminar Proposal Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Kelapangan √ √ √

7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √ √

8 Bimbingan Skripsi √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √ √

10 Sidang Meja Hijau √


(48)

Dalam Penelitian ini peneliti menyadari masih banyak keterbatasan penelitian baik karena faktor internal dan eksternal. Dimana untuk faktor internal adalah peneliti memiliki keterbatasan ilmu dan materi sedangkan faktor eksternal adalah responden yang sulit ditemui secara langsung untuk mendapatkan informasi dikarenakan alasan sibuk dengan alasan pekerjaan. Peneliti juga menyadari terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan ilmiah, serta masih baru mengenal perangkat

software dari analisis jaringan sosial yaitu UCINET sehingga butuh waktu untuk

mendalaminya meskipun begitu peneliti juga berusaha untuk mengatasi kendala-kendala tersebut melalui bimbingan skripsi hingga mencari informasi dari berbagai sumber yang mendukung proses penelitian ini.


(49)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Gereja Methodis Indonesia (GMI) Distrik I Wilayah II merupakan wilayah GMI yang tergabung di daerah Provinsi Jambi dan Palembang. Resort Sei Bahar Jambi adalah daerah GMI yang tergabung dalam tiga kecamatan yaitu Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan. Tiga kecamatan ini awalnya merupakan satu wilayah yaitu Kecamatan Sungai Bahar, karena seiring bertambahnya jumlah penduduk pada tahun 2010 daerah ini kemudian dimekarkan menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan

Kecamatan Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan merupakan daerah wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Kabupaten Muaro Jambi adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jambi. Daerah ini merupakan perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu sumber peranan penting dalam perekonomian masyarakat yang ada disini.

Sudah dimulai sebelum tahun 1990 daerah ini menjadi tujuan program pemerintah melakukan transmigrasi masyarakat dari daerah Pulau Jawa, tidak hanya transmigrasi asal Pulau Jawa saja namun masyarakat dari Pulau Sumatera juga dengan tujuan mengadu nasib untuk berkebun ataupun menjadi pekerja diperkebunan kelapa sawit yang ada di daerah Sungai Bahar (sebelum pemekaran)


(50)

4.2 Sejarah Singkat GMI Resort Sei Bahar

GMI memulai penyebaran ke daerah Sungai Bahar yaitu berasal dari GMI Moria yang ada di Kota Jambi, dimana masyarakat perantau yang beragama Kristen di daerah desa Sungai Bahar Unit VI meminta GMI Moria membantu dalam menjalankan ibadah di daerah mereka. Karena didaerah tersebut belum adanya rumah ibadah untuk masyarakat kristen. Masyarakat melakukan ibadah di rumah warga, masyarakat yang ada di daerah Desa bunut yang tempat tinggalnya masih dekat dengan desa unit VI ikut melaksanakan ibadah bersama.

Ketika ibadah dilakukan dirumah salah satu keluarga yang ada di Desa Bunut, kehadiran masyarakat dari Desa Bunut sangat antusias dimana kehadiran masyarakat kristen yang ikut beribadah mencapai 30 orang ketika itu. Kemudian dengan berdiskusi selanjutnya dilaksanakan ibadah di daerah Desa Bunut dan warga yang ikut beribadah semakin bertambah. Warga Kristen di daerah desa bunut sebagian besar adalah karyawan PTPN VI.

Selanjutnya karena antusias masyarakat yang melaksanakan ibadah di Desa Bunut, pada tahun 1993 mereka sepakat untuk iuran dan dibantu oleh GMI Moria mendirikan rumah ibadah dengan nama GMI Palmarum Bunut. Masyarakat kristen yang ada di Desa Unit VI selanjutnya membuat rumah ibadah dengan naungan GMI Palmarum Bunut.

GMI Palmarum bunut kemudian semakin memperluas jangkauan dengan pendekatan ke daerah yang belum memiliki rumah ibadah.

Berikut adalah daerah-daerah yang dijangkau oleh GMI Palmarum Bunut :

- GMI Maranatha desa Unit VI

- GMI Bukit Zaitun Desa Unit 14 pada tahun 1994 - GMI Pardomuan Nauli Desa Tanjung Lebar tahun 2006


(51)

- GMI Imanuel desa Muara Bahar tahun 2010 - GMI Agape desa Unit 1 tahun 2011

- GMI Pos Kebaktian Efata desa Bungku tahun 2012

4.3Gambaran Umum Struktur GMI

Gereja Methodist Indonesia terdiri dari dua konferensi Tahunan, yaitu:

a. Konferensi Tahunan Wilayah I yang meliputi Sumatera Utara, Aceh dan Riau. b. Konferensi Tahunan Wilayah II yang meliputi Sumatera Selatan, Jambi, Lampung

dan Jawa.

Konferensi tersebut mengadakan sidang setiap tahun untuk mengevaluasi dan merumuskan program tahunan GMI. Kedua konferensi tersebut dipimpin oleh seorang bishop yang berkedudukan di Medan sebagai Kantor Pusat GMI.

Sekali dalam empat tahun GMI mengadakan Konferensi agung yang merupakan konfernsi tertinggi dalam GMI. Konferensi tersebut dihadiri oleh utusan pendeta dan warga gereja dari kedua wilayah konferensi tahunan tersebut.

Tugas konferensi agung tersebut antara lain adalah:

a. Menetapkan garis-garis besar program kerja empat tahun. b. Menetapkan perubahan-perubahan Disiplin (tata gereja) c. Memilih bishop.

Setiap wilayah konferensi tahunan dibagi menjadi beberapa distrik yang dipimpin oleh seorang Pimpinan Distrik. Pimpinan Distrik diangkat dan ditempatkan oleh Bishop


(52)

untuk menjadi pemimpin dalam setiap distrik. Setiap distrik terdiri dari beberapa daerah konferensi resort.

GMI mennganut sistem pemerintahan episkopal, gereja dipimpin olehh bishop. Bishop memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar, yaitu :

- Mengawasi secara umum hidup kerohanian dan materi GMI.

- Memperhatikan masalah kehidupan rohani para pendeta dan guru injil.

- Memelihara hubungan baik antara GMI dengan gereja-gereja tetangga didalam dan diluar negeri.

- Mengadakan kunjungan ke daerah-daerah sesuai dengan rencana yang disusun bersama dengan pemimpin distrik yang bersangkutan dan kunjungan lain yang dianggap perlu.

- Memimpin konferensi agung dan tahunan

- Menguduskan bishop, menahbiskan pendeta, melantik guru injil dan memberikan sertifikat kepada mereka.

- Menentukan batas-batas distrik dan konferensi resort dan melaporkannya pada konferensi tahunan untuk disahkan.

- Menetapkan daerah misi.

- Mengangkat an menempatkan para pemimpin distrik.

- Menempatkan pendeta, guru injil dan pegawai lain yang bekerja dalam GMI.

Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, bishop dibantu oleh departemen dan badan-badan ditingkat pusat antara lain:

a. Departemen pendidikan b. Departemen PI dan pembinaan


(53)

c. Departemen penatalayanan dan diakoni d. Badan pemelihara harta benda

e. Badan pengkajian, perencanaan dan Pengembangan’ f. Dewan pertimbangan agung

g. Panitia disiplin

Bishop adalah pusat power tertinggi dari jaringan organisasi GMI, dimana bishop bertanggung jawab penuh terhadap keseluruhan organisasi GMI. Sebagai pusat tertinggi, ia yang pelakukan pengarahan, pengendalian dan pengawasan kegiatan organisasi demi mencapai tujuan dan target organisasi.

Untuk menjalankan program kegiatan organisasi secara terarah dan terkordinir maka diditetapkan pimpinan setiap wilayah sebagai pertanggungjawaban untuk membimbing pendeta dan guru injil yang bekerja di suatu wilayah distrik.

Dalam rangka mencapai tujuan dan target organisasi, setiap wilayah Konferensi Tahunan dibagi menjadi beberapa Distrik. Pimpinan Distrik diangkat dan ditempatkan oleh bishop untuk menjadi pemimpin dalam setiap distrik. Setiap distrik terdiri dari beberapa daerah Konferensi Resort. Masing-masing Distrik dipimpin oleh “Kepala Distrik (Distrik Superintendent)” sebagai pusat-pusat formal yang membantu pusat power formal tertinggi (Bishop). Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:

a. Mengawasi kerohanian dan materi jemaat-jemaat GMI yang ada di distriknya sesuai dengan peraturan GMI.

b. Penanggungjawab khusus untuk membimbing dan melindungi para pendeta, Guru Injil yang bekerja di distri itu.

c. Mengunjungi setiap jemaat yang ada di distrik paling sedikit dua tahun sekali untuk berkotbah atau memimpin ibadah.


(54)

d. Meneliti dan mengawasi agar disiplin dan keputusan-keputusan Konferensi Agung, Konferensi Tahunan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di distriknya. e. Memberikan dan memperbaharui surat izin berkotbah bagi calon guru injil dan

Lay Speaker pada distik yang dia awasi. f. Memimpin konferensi Resort dan Distrik.

g. Bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Harta Benda Gereja setempat dan Distrik, menangani masalah surat-surat hak milik harta benda sesuai peraturan GMI.

h. Mengawasi, meneliti, mendorong kegiatan-kegiatan lembaga, jemaat, Resort,Seksi dan Distrik agar kehidupan jemaat berkembang.

i. Bekerja sama dengan pendeta dan guru injil setempat untuk membimbing para pengkhotbah warga gereja.

j. Menyediakan daftar nama-nama dan alamat para utusan resmi konferensi tahunan dari setiap resort

k. Berusaha menyelesaikan masalah hukum yang muncul didistriknya.

4.3.1 Struktur GMI

KONAG

KETUA DEWAN BISHOP BISHOP KONTA

WILAYAH I&II

Badan Episkopal BPA

BPKK

Badan Pegawai dan Pensiun


(55)

Beberapa jabatan yang dimiliki GMI yaitu :

a. Bishop

Bishop dipilih untuk seumur hidup. Penempatannya dapat dipindah-pindahkan dari satu konferensi tahunan ke konferensi tahunan lainnya, yang diatur oleh badan Episkopal (sebuah badan yang terdiri dari pendeta dan warga gereja)

Sementara itu, jabatan seorang bishop memiliki periode dipilih sekali untuk empat tahun , jika tidak terpilih lagi maka secara formal dia tidak disebut bishop lagi Seorang bishop hanya boleh menjabat dua periode berturut-turut

Badan PI & Pembinaan

Badan Parpem

Badan

Pendidikan/yayasan

Badan penata layanan dan keuangan

Bishop Konta Wilayah I

Pimpinan Distrik Distrik

Bishop Konta Wilayah II

Pimpinan Distrik Distrik

Pimpinan Jemaat Jemaat

Badan PI & Pembinaan

Badan Parpem

Badan

Pendidikan/Yayasan

Badan Penatalayanan dan Keuangan


(56)

b. Pimpinan Distrik

Pimpinan Distrik bertugas sebagai pembantu bishop didistriknya masing-masing. Pimpinan distrik diangkat dan dipilih langsung oleh bishop. Hak prerogatif bishop. Pimpinan distik bertindak sebagai “konektor” antara konferensi tahunan dengan jemaat dan antara bishop dengan pendeta (pemimpin jemaat) Disetiap wilayah konferensi tahunan dengan jemaat dan antara bishop dengan pendeta . Disetiap wilayah konferensi tahunan terdapat satu kabinet yang terdiri dari bishop sebagai ketua, dan pimpinan distrik sebagai anggota. Forum kabinet inilah yang merupakan badan tempat dikonsultasikannya segala sesuatu mengenai GMI secara rutin dalam satu wilayah konferensi tahunan. Tugas rapat kabinet paling penting adlaah memutuskan mutasi dan penempatan para pendeta dan guru injil.

c. Pendeta

Pendeta dalam GMI melaksanakan tugas untuk memberitakan firman, melaksanakan kegiatan-kegiatan. Seorang pendeta methodist terdaftar alam konferensi tahunan dengan status anggota penuh atrinya pendeta tidak tergabung dalam satu jemaat tertentu, tetapi dia hanya nggota konferensi tahunan. Ynag tergabung dalam satu jemaat hanya anak-anak dan istri pendeta.

d. Majelis jemaat

Di setiap jemaat GMI dibentuk suatu badan yang dinamakan Majelis Jemaat. Anggota Majelis Jemaat terdiri dari pendeta/guru injil, lay-leader, ketua-ketua komisi, pemimpin sekolah minggu. Lay-leader adalh suatu jabatan dalam Majelis Jeamaat yang boleh dikatakan sebagai wakil pendeta atau guru injil yang bertugas di suatu


(57)

tempat GMI. Jika dalam satu daerah GMI tidak ada ditempatkan Pendeta atau Guru Injil maka Lay-Leader merupakan pelaksanaan harian tugas-tugas pemimpin jemaat (terkecuali dalam tugas kegiatan tertentu).

Dalam GM tidak ada jabatan penetua. Yang ada hanyalah lay-speaker (pengkhotbah awam). Tugasnya adalah membantu pendeta dan guru injil dalam melaksanakan tugas pemberitaan firman dan memimpin kebaktian.

4.4 Rekrutmen Anggota GMI

GMI adalah merupakan gereja universal karena menerima segala bangsa tanpa memandang warna kulit, kedudukan atau kehidupannya. Seseorang dapat diterima menjadi anggota jemaat melalui pengakuan terhadap agama Kristen. Dalam rekrutmen anggota GMI sistem seleksi tidak berlaku. Tidak ada kualifikasi khusus atau keahlian khusus untuk menjadi anggota jemaat.

Seseorang diterima menjadi anggota GMI yaitu :

1. Dari pelajar sidi, pelajar sidi adalah suatu rangkaian pembelajaran dimana seorang anak yang lahir dari orangtua yang beragama kristen dan beranggotakan GMI, telah melakukan babtisan kemudian diberi pendidikan mengenai Kristen dan GMI. Anak tersebut sudah dapat mengerti mengenai pembelajaran dan di kukuhkan menjadi pengikut Kristen dan GMI.

2. Dari non Kristen, seseorang yang bukan beragama kristen dan ingin menjadi kristen, kemudian dengan keinginan sendiri memohon untuk menjadi anggota.

3. Dari perpindahan, seseorang yang awalnya merupakan anggota GMI dan pindah daerah, ataupun anggota gereja lain .


(58)

4. Dari penerimaan kembali , seseorang yang meminta surat pindah namun perpindahan karena suatu hal dibatalkan.

5. Dari orang Kristen yang tidak jelas keanggotaannya, dimana seseorang yang tidak terdaftar keanggotaannya digereja manapun kemudian ingin bergabung ke GMI

Petugas gereja (Pendeta, Guru Injil dan Majelis Gereja) kemudian memberikan bimbingan kepada para orang yang akan menjadi anggota. Biasanya petugas gereja akan melakukan pendekata ataupun kunjungan dan diskusi kemudian memantau perkembangan jemaat tersebut dan mengajarkan pokok pengajaran GMI.

Dari hasil penelitian lapangan, para aktor atau anggota jaringan yang menjadi populasi penelitian anggota GMI melalui beberapa cara yakni

1. Hubungan persaudaraan juga efektif dalam perkembangan jaringan GMI Resort Sei Bahar. Dakwah semisalnya ajaran-ajaran orang tua terhadap anak-anaknya dan disekelilingnya, yaitu keluarga atau kerabat. Pendekatan yang paling mudah dan efektif. Hal ini terbukti dari jemaat methodis yang sudah memiliki anak dengan mendaftarkan anak menjadi anggota penuh GMI ataupun menikahkan anak mereka dengan acara GMI.

- Melalui ikatan darah misalnya saja Aktor 11 yaitu R Pasaribu (26 tahun), Aktor 12 Y br Pasaribu (24 tahun), Aktor 36 L br Sirait (24 tahun), Aktor 95 Santi Malau (19 tahun) dan Aktor 67 Anadia Purba (18 tahun) menjadi anggota GMI dikarenakan orang tua mereka yang merupakan anggota GMI dan mereka menjadi anggota GMI melalui pelajar sidi.

- Melalui pernikahan misalnya saja Aktor 13 yaitu L br Hutasoit (24 tahun) menjadi anggota GMI Agape Unit 1 dikarenakan ia menikah dengan aktor 11 yaitu R Pasaribu. Awalnya ia merupakan anggota jemaat HKBP yang ada di Kota Jambi.


(59)

- Melalui hubungan saudara kandung ataupun saudara,misalnya saja Aktor 26 yaitu R. Br Silalahi dan Aktor 27 yaitu B Aruan adalah suami istriyang awalnya merupakan jemaat Katoloik, kemudian karena memiliki anak kecil dimana letak Gereja Katolik sangat jauh, karena ajakan kakak mereka Aktor 16 S br Silalahi untuk mendidik anak mereka kegiatan ibadah tiap minggu di GMI Agape sehingga lama kelamaan mereka akhirnya menjadi anggota GMI Agape.

2. Dengan keinginan sendiri. Biasanya jemaat dengan keinginan sendiri masuk menjadi anggota GMI dikarenakan daerah mereka GMI adalah gereja yang terdekat dan tata ibadah GMI mereka nilai tidak terlalu berbeda dengan cara ibadah gereja sebelumnya. Kebanyakan jemaat batak perantau biasanya gereja lama mereka adalah gerja HKBP dan ibadah yang dilaksanakan GMI sesuai dengan mereka.

4.5 Analisis Jejaring Sosial yang Terwujud

4.5.1 Analisis Jejaring Sosial GMI Agape Desa Unit 1

Awal dimulainya GMI Agape Desa Unit 1 yaitu pada tahun 2011, dengan pertimbangan beberapa jemaat GMI Palmarum Bunut yang merupakan GMI Pusat Resort Sei Bahar yang tinggal di daerah Desa Unit 1 merasa terlalu jauh untuk beribadah di GMI Palmarum Bunut.

Pada 27 Maret 2011 dimulai ibadah dirumah salah satu jemaat GMI yang tinggal di Desa Unit 1 yaitu rumah pak S. Pasaribu (Aktor 5). Kemudian menyewa rumah untuk dijadikan tempat ibadah. Pada tanggal 21 Nopember 2011 diresmikan menjadi GMI Pos Pelayanan Agape Desa Unit 1.


(1)

Sumber internet

Siagian, T dan Sensuse. Pemetaan dan Analisis knowledgesharing pada situs forum

komunitas online kaskus. Jurnal Fakultas Ilmu Komputer UI diakses pada 25 Februari

2015 jurnal.mti.cs.ui.ac.id/index.php/jsi/article/

Wirawan Anggre.2012. jaringan sosial dan moral ekonomi pedagang pekanan. diakses pada

21 juni 2014. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37551

http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Methodis_Indonesia diakses pada 21 Juni 2014

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17090/4/Chapter%201.pdf diakses pada 21

juni 2014

http://id.scribd.com/doc/258018846/Beberapa-Contoh-Pemakaian-Ucinet-Dalam-Analisis-Jaringan-Sosial#scribd diakses pada 21 agustus 2015

http://jaubah.blogspot.co.id/2013/04/analisis-jaringan-sosial-knoke.html diakses pada 21

agustus 2015

http://fti.uajy.ac.id/sentika/publikasi/makalah/2013/2013_18.pdf diakses pada 22 agustus

2015

http://www.analytictech.com/free_software.htm diakses pada 21 juni 2015

https://elqorni.wordpress.com/2012/10/03/teknik-pengambilan-sampel/ diakses pada 20

Agustus 2015


(2)

LAMPIRAN FOTO

Beberapa jemaat GMI Tanjung Lebar berkumpul dan diskusi diluar masalah ibadah, seperti

membicarakan lahan sawit mereka dan bercerita tentang sekolah anak mereka. Hal seperti ini

sering mereka lakukan usai ibadah pada hari minggu, yaitu berkumpul di depan halaman

gereja. Foto diambil 10-05-2015


(3)

Beberapa jemaat GMI Agape Desa Unit 1 berkumpul di salah satu rumah jemaat. Berkumpul,

makan bersama ketika ada pendeta yang datang dari luar kota. Mereka berkumpul tidak

melakukan ibadah, namun hanya makan bersama dan berdiskusi bertukar informasi. Foto

diambil 01-05-2015


(4)

GMI Agape Desa Unit 1


(5)

Draf Wawancara

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Status Dalam GMI :

1. Sudah berapa lama anda menjadi jemaat Methodis? Jawab : ... 2. Dari mana asal gereja anda sebelumnya?

Jawab : ...

3. Selain dari kegiatan ibadah apakah anda sering berdiskusi dengan sesama jemaat Methodis? Jawab : ... 4. Masalah apa yang anda diskusikan selain dari masalah ibadah?

Jawab : ... ... ... 5. Siapa-siapa saja teman anda dilingkup Methodist yang sering anda ajak diskusi atau

berinetraksi serta anda memilih dekat dengan orang tersebut?

- Nama :... Alasan dekat :... - Nama :...

Alasan dekat :... - Nama :...

Alasan dekat :... - Nama :...

Alasan dekat :... - Nama :... Alasan dekat :... - Nama :...

Alasan dekat :... 6. Bagaimana rasa percaya anda terhadap sesama jemaat, kemudian bagaimana cara anda

membangun dan menjaga rasa percaya terhadap sesama jemaat tersebut?

Jawab : ... ... ... ... 7. Apa manfaat yang anda rasakan dengan adanya rasa saling percaya?

Jawab :... ... ... 8. Menurut anda bagaimana cara memelihara hubungan baik anda dengan sesama jemaat


(6)

Jawab: ... ...