Hubungan Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) Dengan Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kandidiasis kutis
Kandidiasis kutis adalah penyakit infeksi pada kulit yang disebabkan oleh

organisme genus Candida. Spesies yang paling sering menyebabkan penyakit ini
adalah Candida albicans, Candida glabrata, Candida krusei, Candida parapsiloris,
dan Candida tropicalis.1-5

2.1.1

Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik

laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai
saprofit. 1-5

2.1.2


Etiologi dan Patogenesis
Terdapat sekitar 200 genus Candida , yang paling patogen adalah Candida

albicans, diikuti berurutan oleh Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida
parapsilosis, Candida krusei, dan Candida guillermondii.1,2,5
Candida termasuk dalam famili Cryptococcaceae, klas Blastomyces, Fungi
Imperfecta. C.albicans merupakan ragi dimorfik yang merupakan penyebab utama

terjadinya kandidiasis mukokutan dan sistemik sekitar 38% sampai

94,4%

dibandingkan dengan spesies Candida lainnya.3,5,7-18
Sel jamur Candida berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran 2-5,5 x 3-28,5
µm, bergantung pada umur koloni. Jamur ini memperbanyak diri dengan bertunas
(budding) yang disebut blastospora. Selain membentuk hifa sejati Candida juga

Universitas Sumatera Utara


membentuk hifa semu (pseudohifa) yang merupakan rangkaian blastospora, yang juga
dapat tumbuh bercabang-cabang.15-21 Spesies Candida tumbuh dengan baik pada
media kultur di lingkungan aerob dengan pH 2,5-7,5 dan suhu 20-38°C dalam waktu
1-3 hari. Pada medium padat koloni Candida sedikit menimbul dari permukaan,
berwarna putih kekuningan, dengan permukaan halus, licin, atau berlipat-lipat dan
berbau asam. Ukuran koloni bergantung pada umur, pada tepi koloni dapat dilihat hifa
semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam medium.19,20,22
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadi atau tidaknya infeksi Candida
yaitu faktor pejamu (sawar mekanik, flora normal, fagositosis, imunitas selular dan
faktor predisposisi), faktor patogen (faktor aderen dan enzim), dan faktor
lingkungan.20-23
Beberapa spesies Candida mampu untuk dimorfisme yaitu perubahan bentuk
blastospora menjadi hifa yang terjadi karena perubahan kondisi lingkungan seperti pH,
temperatur, atau nutrisi.13-15,20 Struktur antigen permukaan menjadi berbeda dan ini
berperan dalam patogenisitas dan virulensi Candida.15 Somerville dkk melaporkan
bahwa patogenesis infeksi C. albicans bukan hanya ditentukan oleh bentuk
blastospora atau bentuk pseudohifa saja, namun yang utama adalah kemampuan
Candida untuk melakukan perubahan bentuk morfologi dari blastospora menjadi

pseudohifa.20 Pada awalnya bentuk hifa dianggap sebagai bentuk patogen dan bentuk

blastospora adalah avirulen. Tetapi ternyata bentuk hifa memiliki peranan penting
dalam stadium awal infeksi Candida.20 Blastospora lebih berperan dalam proses
penyebaran infeksi, sedangkan bentuk hifa berperan penting dalam proses invasi ke
dalam epitel dan jaringan endotel pejamu.20

Universitas Sumatera Utara

Langkah awal yang penting dalam proses infeksi Candida adalah perlekatan
Candida pada sel epitel pejamu. Galur yang mampu melekat paling kuat pada sel

pejamu memiliki patogenisitas yang tinggi. Di antara spesies Candida yang dapat
menimbulkan infeksi, C. albicans memiliki kemampuan melekat paling kuat, disusul
oleh C. tropicalis dan C. parapsilosis. Beberapa gen berperan dalam proses
perlekatan itu telah berhasil diidentifikasi, antara lain golongan adhesion like
sequence (ALS) yang menyandi cell surface adhesion glycoprotein (x-agglutinin) dan
Hipal wall protein 1 ( HWP-1) yang menyandi protein Hwp I.19 Proses perlekatan

tersebut dipengaruhi adesin pada dinding sel C. albicans yang akan mengenali
protein-protein spesifik di permukaan sel pejamu dengan menghasilkan komponen
permukaan seperti manan, kitin, manoprotein, dan lektin. 20-24

C.albicans mensekresi berbagai enzim hidrolitik seperti proteinase aspartat,

lipase, dan fosfolipase yang berhubungan dengan virulensinya. Enzim hidrolitik
mendukung tingkat invasif dan proliferasi jamur dengan mendestruksi jaringan
pejamu.24-28 Proteinase aspartat atau proteinase keratolitik yang disekresi C. albicans
merupakan enzim utama dalam pertumbuhan jamur pada medium yang mengandung
stratum korneum.25 Proteinase aspartat ini akan mencerna nutrisi yang didapat C.
albicans serta merusak membran sel pejamu untuk memudahkan adesi dan invasi
Candida ke jaringan. Fosfolipase mendukung virulensi jamur dengan merusak dan

melisiskan sel pejamu.25

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Gambaran mikrokopis candida , tampak adanya budding yeasts dengan
hypa dan pseudohypa.
Dikutip dari kepustakaan no. 1

Adanya faktor predisposisi tertentu, baik endogen maupun eksogen
berhubungan dengan peningkatan kolonisasi dan insidens infeksi oleh Candida ini.

11,13,15,18,20-23

Faktor endogen antara lain kehamilan, obesitas, debilitas, penyakit

keganasan, HIV/AIDS dan endokrinopati (DM). Sedangkan faktor eksogen antara lain
iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit yang kurang/buruk, kebiasaan
berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan
masuknya jamur, trauma dan oklusi lokal.

2.1.3

Gambaran Klinis
Gambaran klinis kandidiasis kutis berdasarkan tempat yang terkena, dibagi

sebagai berikut 1-5,8,9,13-15 :
2.1.3.1 Kandidiasis kutis lokalisata : A. Daerah intertriginosa
B. Daerah perianal
2.1.3.2 Onikomikosis kandida / paronikia kandida
2.1.3.3 Kandidiasis kutis generalisata
2.1.3.4 Kandidiasis kutis granulomatosa


Universitas Sumatera Utara

A. 1. Kandidiasis kutis intertriginosa
Lesi ditemukan di daerah lipatan kulit, yaitu aksila, lipat leher, infra mama,
lipat inguinal, intergluteal, umbilikus, lipatan kulit di daerah abdomen, dan
interdigital. Kelainan yang tampak berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah,
dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel dan pustul kecil
atau bula, yang bila pecah meninggalkan daerah erosif, dengan tepi yang kasar dan
berkembang seperti lesi primer.1-3,11Pada sela jari kaki sering terjadi pada sela jari 3
dan 4. Kelainan kulit terlihat sebagai area kulit eritematosa dengan erosi dan
maserasi.1-3,11-15

A. 2. Kandidiasis kutis perianal
Lesi di daerah perianal ini menimbulkan pruritus ani. Infeksi Candida pada
kulit di sekitar anus yang banyak ditemukan pada bayi dikenal sebagai "kandidiasis
popok" atau "diaper rash". Hal ini sering terjadi oleh karena popok yang basah oleh
karena urin tidak segera diganti, sehingga menyebabkan iritasi dan maserasi kulit di
sekitar genitalia dan anus.1-3,19,20
Manifestasi klinis kandidiasis popok berupa plak eritematosa, papul, dan

pustul yang mengenai perineum dengan predileksi pada lipatan inguinal. Skuama
putih dan pustul satelit sering terlihat pada tepi lesi.Pustul sangat superfisial sehingga
mudah pecah. Pemakaian antibiotika dan kortikosteroid topikal dapat mempermudah
terjadinya infeksi Candida di daerah ini.1-3,19,20

B. Kandidiasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin. Biasanya di daerah intertriginosa ikut
terkena, misalnya lipat payudara, intergluteal, umbilikus, aksila dan lipat inguinal,

Universitas Sumatera Utara

sering disertai glositis, stomatitis dan onikomikosis. Kelainan berupa lesi eksematoid,
dengan vesikel dan pustul milier generalisata.Penyakit ini sering terdapat pada bayi,
disebabkan karena ibunya menderita kandidiasis vaginalis dengan daya tahan tubuh
bayi yang rendah.1-3,19,20,26-28

C. Onikomikosis kandida / paronikia kandida
Onikomikosis kandida / paronikia kandida merupakan peradangan jaringan di
sekitar lipat kuku yang bersifat kronis, umumnya dimulai dari jaringan sekitar lipat
kuku proksimal. Jaringan sekitar lipat kuku membengkak, eritematosa, dan nyeri.

Pada paronikia kronik biasanya kuku akan terkena sehingga terjadi onikomikosis
kandida. Secara klinis kuku terlihat menebal, mengeras dan permukaannya tidak rata,
berwarna kecoklatan dan tidak rapuh. Pada kasus lanjut kuku dapat hancur /
destruksi.3,19,28

D. Kandidiasis kutis granulomatosa
Lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning
kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk
sepanjang 2 cm. Lokasi tersering adalah pada wajah, tetapi juga ditemukan pada skalp,
badan, dan tungkai.3,19,28

2.1.4

Diagnosis
Diagnosis kandidiasis kutis umumnya dapat ditegakkan dengan adanya gejala

klinis yang khas yaitu makula eritematosa, maserasi dikelilingi lesi satelit berupa
papul, vesikel, atau pustul yang kemudian pecah meninggalkan skuama kolaret dan
ditunjang penemuan elemen jamur berupa pseudohifa dan/atau blastospora dalam


Universitas Sumatera Utara

jumlah banyak pada pemeriksaan langsung menggunakan larutan kalium hidroksida
(KOH), kultur, slide culture dari kerokan kulit dan kuku. 11,29-34

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang
2.1.5.1 Pemeriksaan Langsung
Pemeriksaan dari bahan kerokan kulit atau kuku, diperiksa dengan
larutan KOH 10% atau 20%, akan didapatkan hifa semu (pseudohifa)
dengan atau tanpa blastospora.30

2.1.5.2 Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam pada agar Sabouraud dekstrosa
(ASD),

dengan

antibiotika

(kloramfenikol)


untuk

mencegah

pertumbuhan bakteri. Inkubasi dalam suhu kamar atau lemari suhu
37°C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. 30

2.1.5.3 Slide culture
Dilakukan

dari media yang positif candida , dengan menusukkan

sampel ke media cornmeal agar lalu dipotong 1,5 cm x 1,5 cm,
kemudian letakkan di atas gelas objek, kemudian ditutup dengan gelas
penutup, disimpan 3 x 24 jam dalam suhu kamar dan keadaan
lembab.30

2.1.6


Diagnosis Banding

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa diagnosis banding kandidiasis kutis,antara lain kandidiasis
kutis lokalisata adalah eritrasma, dermatitis intertriginosa, dermatofitosis
(tinea), dermatosis seboroik, psoriasis, dan dermatitis kontak.3,19

2.1.7

Pengobatan
Pengobatan kandidiasis kutis terdiri dari pencegahan, pengobatan lokal
dan

pengobatan

sistemik.

Pencegahan

dilakukan

dengan

menekan

perkembangan jamur, dimana infeksi jamur umumnya diperberat oleh cuaca
panas, basah dan lembab. Jika faktor-faktor ini dapat dicegah maka
perkembangan jamur dapat berkurang. Selain itu kepada pasien juga
dianjurkan untuk memakai pakaian nyaman dan tidak terlalu tebal atau ketat
dan sering mengganti pakaian jika sudah basah.19
Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang meradang disertai vesikel dan
eksudat terlebih dahulu dengan kompres basah secara terbuka, topikal anti
jamur dapat yang diberikan yaitu nistatin, derivat imidazol,toksiklat,
haloprogin dan tolnaftat.20,30-36 Sedangkan terapi sistemik untuk kandidiasis
pada pasien DM tipe 2 menjadi tantangan tersendiri disebabkan kemungkinan
adanya interaksi antara obat anti hiperglikemi dengan anti jamur oral. 12,37,38
Drozdowska dan Drzewoski (2008) mempelajari jalur metabolisme baik
antijamur oral dan antidiabetik oral, baik azol dan kebanyakan antidiabetik
oral dimetabolisme di sitokrom P-450 tetapi dengan berbagai enzim yang
terlibat (antidiabetik-CYP2C9, itrakonazol-CYP3A4, ketokonazol-CYP3A4
dan flukonazol-CYP2C9) sedangkan terbinafin umumnya aman dan
ditoleransi dengan baik.26

Universitas Sumatera Utara

2.2

Diabetes Melitus
DM menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 merupakan
sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.11
Klasifikasi DM sebagai berikut :
2.2.1

Tipe 1 : Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM)

2.2.2

Tipe 2 : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

2.2.3

Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan sindroma lainnya
(tipe lain)

2.2.4

Diabetes melitus gestasional (GDM).

Etiologi

DM

multifaktorial,

beberapa

faktor

predisposisi

termasuk

diantaranya faktor genetik, faktor imunologi, faktor lingkungan, usia, obesitas
dan prilaku. Gejala klinis DM ditandai dengan keluhan seperti poliuri, polidipsi,
polifagi disamping keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh
darah dan saraf. Menurut Supartondo, gejala-gejala yang sering ditemukan yaitu
katarak, glaukoma, retinopati, pruritus diseluruh badan, pruritus vulva, infeksi
bakteri di kulit, infeksi jamur di kulit, neuropati perifer, ulkus neurotropik,
penyakit pembuluh darah perifer, hipertensi dan penyakit jantung koroner. 12
Sampai saat ini diagnosis DM masih ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
gula darah.11

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2.
Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL (7.0 mml/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L)
TTGO dilakuan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Dikutip berdasarkan kepustakaan no.3

2.2.1

Klasifikasi

2.2.2

Tabel 2.2. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi

Tipe 1

Tipe 2

Tipe lain

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute
 Autoimun
 Idiopatik
 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
 Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom, genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes
mellitus
gestasional
Dikutip dari kepustakaan no.3

Universitas Sumatera Utara

2.2.2

Hemoglobin glikosilat (HbA1c)
Hemoglobin glikosilat (HbA1c) adalah suatu bentuk ikatan nonenzimatik

glukosa dengan hemoglobin.1,9-11 HbA1c terbentuk dari glukosa yang terikat pada N
valin ujung rantai β molekul hemoglobin pada keadaan hiperglikemi. HbA1c
diperkenalkan Allen et al (1958) bahwa hemoglobin dapat dipisahkan atas beberapa
komponen yaitu hemoglobin (90%) dan komponen minor yaitu HbA1 (HbA1a,
HbA1b, HbA1c).31-33 HbA1c merupakan fraksi yang terpenting dan terbanyak yaitu 45% dari hemoglobin total. HbA1c inilah yang merupakan ikatan antara glukosa
dengan hemoglobin sedangkan fraksi lainnya merupakan ikatan antara hemoglobin
dengan heksosa lainnya.29,30,32,34
Pada mulanya ikatan bersifat labil, kemudian menjadi stabil dan menetap serta
terakumulasi selama hidup eritrosit. Dari percobaan diketahui bentuk labil sudah naik
dalam jangka waktu 2 jam setelah pemberian 100 gram glukosa. Apabila kadar
glukosa kembali ke rentang normal maka ikatan labil ini akan terurai kembali
(reversibel). Bentuk stabil akan meningkat bila kadar glukosa melampaui 160-180
mg/dl selama lebih dari 12 jam. Ikatan ini akan berlangsung lambat dan terus menerus
dan tidak dipengaruhi oleh enzim sepanjang hidup eritrosit. Nilai kadar HbA1c
menggambarkan status metabolik glukosa darah selama 2-3 bulan. Dan nilai
pemeriksaan ini telah diterima sebagai uji yang menggambarkan status pengendalian
kadar glukosa darah (status glikemik).11
Penggunaan HbA1c dalam diagnosis DM masih diperdebatkan, namun seiring
dengan perkembangan tehnologi, pemeriksaan HbA1c sama efektifnya dengan
glukosa plasma puasa untuk diagnosis DM tipe 2 walaupun masih menggunakan nilai
cut off yang berbeda-beda. Diagnosis DM sebaiknya dikonfirmasi dengan

Universitas Sumatera Utara

pengulangan pemeriksaan HbA1c, namun konfirmasi tidak diperlukan bagi individu
yang menunjukkan gejala dan kadar glukosa plasma < 200 mg/dl. 11
Untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kadar HbA1c dengan baik, perlu
memperhatikan

keadaan-keadaan

yang

mempengaruhi

kadarnya

yakni

hemoglobinopati, keadaan yang disertai dengan peningkatan retikulosit/eritrosit muda
(perdarahan, hemolisis), splenektomi dan gagal ginjal. Pengaruh obat-obatan terhadap
HbA1c sampai sekarang belum diketahui.16

2.2.3

Hubungan antara DM dan kandidiasis kutis
Telah diketahui bahwa DM merupakan faktor predisposisi terjadinya

kandidiasis kutis. Status metabolik pasien DM memberikan keuntungan berupa
pemenuhan kebutuhan nutrisi spesifik serta mempermudah pertumbuhan jamur
khususnya spesies Candida.2,3
Gangguan fungsi PMN paling jelas terlihat pada pasien DM tidak terkendali.
Defisiensi kemotaksis sel PMN ini akan menjadi lebih parah apabila disertai dengan
penebalan endotel pembuluh darah kecil. Bertambah tebalnya membran basalis
endotel pembuluh darah kapiler akan menghalangi pergerakan leukosit dan mencegah
difusi insulin serta glukosa pada leukosit yang telah ada di luar pembuluh darah di
tempat masuknya mikroorganisme.11,12,14
Hubungan pasti antara hiperglikemi dengan kemudahan terjadinya infeksi
pada suatu individu masih belum diketahui dengan pasti, namun derajat hiperglikemia
cenderung meningkat dari waktu ke waktu seiring perjalanan penyakit. 39,40 Proses
kerusakan, pada umumnya berawal dari kelainan pada pembuluh darah baik mikro
maupun makrovaskular. Selain itu hiperglikemia sendiri dapat langsung menyebabkan
hipoksia jaringan akibat adanya defek mikro dan makrovaskular. 39-46

Universitas Sumatera Utara

Selain itu hiperglikemia menyebabkan gangguan pada fungsi kemotaksis,
fagositosis dan penghancuran mikroba, dimana gangguan fungsi leukosit juga terjadi
pada saat infeksi yang dihubungkan dengan metabolisme yang tidak adekuat. 41,47,50,51
Selain infeksi kandidiasis kuitis, pada pasien DM juga dapat terjadi kelainan
kulit non kandidiasis seperti infeksi bakteri, virus, dermatofita dan kelainan kulit non
infeksi. Eckhard dkk (2007) menyatakan prevalensi infeksi jamur superfisial
meningkat pada DM tipe 2 dibanding kontrol normal, prevalensi infeksi jamur
meningkat pada DM tipe 2 dengan peningkatan kadar HbA1c.2 Mahler dan Adler
(1998) menunjukkan kerentanan infeksi pada pasien DM, baik infeksi bakteri maupun
infeksi jamur meningkat karena kontrol glikemik yang rendah. 13 Berbeda dengan
seluruh hasil diatas penelitian oleh Suheyla dkk (2006) menunjukkan tidak ada
hubungan antara kadar HbA1c dengan frekuensi infeksi jamur superfisial pada pasien
DM dibandingkan dengan kontrol.11

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Kerangka Teori
Genetik
Imunologik
Lingkungan
Usia
Obesitas
Perilaku

DM tipe 2
Kriteria:
 Poliuri
 Polidipsi
 Polifagi
 Kenaikan kadar gula
Kadar HbA1c yang
tinggi

Insufisiensi vaskular

Kemotaksis
Fagositosis
Imunitas seluler

Kelainan Kulit
Non infeksi

Infeksi bakteri
dan virus

Faktor endogen
- Kehamilan
- Obesitas
- Endokrinopati
- Imunosupresif

Infeksi jamur

Kandidiasis kutis

Faktor Eksogen
- Kebersihan
- Pekerjaan yang
berhubungan
dengan
kelembaban

Universitas Sumatera Utara

1.6

Kerangka Konsep

Kadar HbA1c pada pasien
DM tipe 2

Kandidiasis kutis

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Proporsi Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hemoglobin Glikosilat (Hba1c) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 18

Proporsi Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hemoglobin Glikosilat (Hba1c) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Proporsi Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hemoglobin Glikosilat (Hba1c) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 1 6

Proporsi Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hemoglobin Glikosilat (Hba1c) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 15

Proporsi Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hemoglobin Glikosilat (Hba1c) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 3

Hubungan Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) Dengan Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 18

Hubungan Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) Dengan Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Hubungan Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) Dengan Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 6

Hubungan Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) Dengan Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 2 3

Hubungan Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) Dengan Kandidiasis Kutis Pada Pasien Diabetes tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 17