Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Indikasi Geografis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini globalisasi yang melanda hampir di setiap aspek kehidupan manusia
adalah suatu fenomena yang sangat sulit dihindari oleh anggota masyarakat
internasional. Perkembangan transaksi komersial barang dan jasapun telah mengubah
sistem perdagangan dan meningkatkan taraf hidup manusia secara global. Seiring
dengan globalisasi perdagangan yang semakin kompleks, masyarakat internasional
sepakat untuk membentuk suatu sumber hukum internasional1 yang berfungsi sebagai
pedoman untuk melegalisasi, melegitimasi dan menjustifikasikan transaksi komersial
masyarakat global.
Sejalan dengan ketatnya persaingan dalam dunia usaha dan banyaknya
konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek
menjadi sangat penting, karena disebabkan beberapa hal, antara lain: 1) Merek
merupakan alat pembeda antara produk yang satu dengan yang lainnya; 2) merek
berfungsi sebagai penunjuk kualitas suatu produk; dan 3) merek berfungsi sebagai
tanda pengenal atau identitas yang akan memudahkan konsumen untuk menentukan
pilihannya.2

1


2

Mochtar Kusuma Atmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi ke-2, Cet.1,
Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan dan PT Alumni, 2003, hal. 114-115.
Yopi Mariadi, Antisipasi Terhadap Pelanggaran Hak Merek, Kolom Opini Harian Analisa, 23
September 2013, hal.14.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Dalam beberapa kasus telah terbukti bahwa nama produk Indonesia seperti
kopi Manu Mandailing atau Mandhaeling Coffee dan Kopi Gayo atau Gayo Coffee
yang telah diklaim oleh Belanda seperti saat ini, bahkan digunakan untuk produk lain
atau diisi dengan kopi yang berasal dari daerah lain bahkan negara lain, demikian
juga di pasaran dunia telah dikenal nama batik Malaysia bahkan batik Thailand, suatu
hal yang tentunya tidak dikehendaki mengingat batik adalah suatu ciri khas
Indonesia.

Kopi Gayo adalah produk kopi Arabica yang memiliki cita rasa khas yang
tidak dimiliki oleh kopi-kopi sejenis dari daerah lain di Indonesia, sehingga dengan
hadirnya Lembaga Perlindungan Konsumen Kopi Gayo (LPK2G) di tengah-tengah
percaturan perdagangan kopi Gayo, dapat menjadi wasit bagi para pihak di dalam
menyelenggarakan perdagangan yang sehat dan saling menghormati hak dan
kewajibannya masing-masing. Jika melihat secara lebih mendalam, isu indikasi
geografis akhir-akhir ini mengemuka ke permukaaan dan menjadi isu sentral
diakibatkan karena adanya pendaftaran merek dagang ‘Kopi Gayo’ yang dilakukan
oleh perusahaan kopi Belanda yang bernama Holland Coffee di negeri Belanda.
Merek dagang adalah suatu hal yang wajar dan lumrah untuk dimiliki oleh masingmasing perusahaan atau pengusaha untuk menjual produknya agar lebih dikenal dan
laku di pasaran.3

3

Perlindungan Indikasi Geografis”, http://www.alabaspos.com/view.1114.638. PerlindunganIndikasi-Geografis-Bagi-Kopi-Gayo.html, diakses tanggal 16 April 2010

Universitas Sumatera Utara

3


Untuk kasus Kopi Gayo, harus memilah dan memilih apakah Holland Coffee
melakukan proses pengkaburan asal geografis kopi yang dipasarkannya atau tidak?,
kalau yang dilakukan adalah pengkaburan asal geografis dimana di dalam mereknya
disebut Kopi Gayo tetapi kopinya tidak berasal dari Gayo tetapi berasal dari daerah
lain maka itu baru dapat disebut sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad) dan rakyat Gayo dapat melakukan tuntutan secara hukum di muka pengadilan
sesuai dengan asas Actori Incumbit Probatio (Pasal 163 HIR) yang menyatakan
“Barang siapa yang mengemukakan adanya suatu hak/peristiwa maka wajib
membuktikan adanya hak/peristiwa tersebut”. Dalam hal ini harus mampu
menjernihkan dan membedakan antara persoalan persaingan bisnis diantara para
eksportir Kopi Gayo dengan hak alam rakyat Gayo dalam melindungi kualitas, rasa
dan ciri khas Kopi Gayo agar tetap terjaga sehingga dapat memberikan nilai tambah
dalam mendorong kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Gayo.4
Sebagaimana halnya dengan merek dagang,5 maka perlindungan hukum
terhadap Indikasi Geografis sangat diperlukan, mengingat hak atas Indikasi Geografis
ini dapat memberikan perbedaan yang jelas dari segi mutu dan karakteristik antara
satu produk dengan produk lain yang sejenis yang menggunakan merek dagang biasa.

4
5


Ibid.
Pasal 3 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek: “Hak atas merek adalah hak eksklusif yang
diberitakan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk
jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya.

Universitas Sumatera Utara

4

Kebutuhan akan suatu perangkat hukum yang dapat melindungi Indikasi
Geografis sangat dirasakan saat ini. Indikasi Geografis adalah merupakan salah satu
karya intelektual yang erat hubungannya dengan investasi, perdagangan dan industri.
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan investasi, perdagangan dan industri
tersebut, merek telah menjadi simbol kualitas suatu barang atau jasa. Demikian pula
dengan tanda yang dilindungi sebagai Indikasi Geografis sangat erat kaitannya
dengan produk barang yang dihasilkan oleh suatu daerah tertentu dengan ciri dan
kualitas tertentu pula yang berbeda dengan produk sejenis dari daerah atau wilayah
lainnya.

Oleh karena itu perlindungan terhadap Indikasi Geografis berarti pula
memberikan perlindungan terhadap faktor kepentingan ekonomi suatu daerah atau
wilayah tertentu yang menghasilkan suatu produk barang yang karena ciri dan
kualitasnya telah dikenal secara luas, sehingga apabila Indikasi Geografis tersebut
dipergunakan oleh pihak lain yang tidak berhak, maka secara ekonomis dapat
merugikan para produsen yang berhak memakai Indikasi Geografis tersebut.
Untuk memperoleh perlindungan dan mendapatkan kepastian hukum terhadap
penggunaan IndikasI Geografis, ada prosedur yang harus dipenuhi terlebih dahulu,
yaitu melalui pendaftaran Indikasi Geografis. Pendaftaran adalah merupakan
ketentuan mutlak yang harus dipenuhi untuk terjadinya hak atas Indikasi Geografis
dan untuk memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat
(2) UU Merek 2001. Sistem pendaftaran yang dianut oleh UU Merek 2001 adalah

Universitas Sumatera Utara

5

sistem konstitutif.6 Pada sistem konstitutif, ketentuan tentang pendaftaran adalah
merupakan suatu keharusan, karena hak atas merek tercipta melalui pendaftaran,
tanpa pendaftaran maka tidak ada hak atas merek dan tidak ada perlindungan.

Ketentuan tentang sistem konstitutif yang dianut UU Merek 2001, berbeda dengan
sistem deklaratif yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 21 tahun 1961 tentang
Merek Perusahaan dan Perniagaan.7 Sistem deklaratif menentukan bahwa siapa yang
memakai pertama kali sesuatu merek maka menurut hukum dialah yang dianggap
berhak atas merek tersebut.
Indikasi geografis8 adalah salah satu hal di bidang Hak Kekayaan Intelektual
yang harus mendapatkan perhatian semua pihak. Indikasi geografis dilindungi
sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor
lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari
kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang
dihasilkan9.
Indikasi geografis dalam rezim Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bukanlah
suatu hal yang baru, istilah/pengertian indikasi geografis awal dapat ditemukan dalam

6

7
8

9


O.K. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Edisi 5, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,
hal.362
O.K. Saidin, ibid, hal.367
Indikasi-geografis yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor
lingkungan geografis, termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Lihat Pasal 1 butir ke-1 Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.
Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan HKI, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2006), hal 80.

Universitas Sumatera Utara

6

Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883),
dan juga telah terdapat dalam perkembangan hukum internasional khususnya
konvensi mengenai merek10.
Perkembangan terbaru dalam dunia HKI dalam hal indikasi geografis diatur

dalam Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yang mana
dalam TRIPs mengatur tentang standar-standar bagi perlindungan indikasi geografis
yang harus ditaati oleh negara-negara peserta WTO11. Republik Indonesia dalam hal
ini mengakomodir/mencoba untuk memasukkan perlindungan mengenai indikasi
geografis dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang
tercantum dalam Pasal 56 sampai dengan 60. Namun Republik Indonesia pasca
pengaturan indikasi geografis di Undang-Undang Merek baru pada tahun 2007 dapat
mengundangkan peraturan pemerintah tentang indikasi geografis12. Sehingga dalam
kurun waktu lebih dari 5 (lima) tahun Republik Indonesia hanya melindungi indikasi
geografisnya dengan suatu perlindungan semu saja. Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2007 tersebutlah yang mengatur tentang tata cara pendaftaran indikasi
10
11

12

Ibid.
Section 3 : Article 22 mengatur tentang kewajiban bagi peserta negara anggota WTO setidaknya
dua hal yaitu :
(1) Pemerintah dari negara anggota WTO harus menyediakan kesempatan hukum di setiap

hukum nasionalnya bagi setiap pemilik Indikasi Geografis yang telah mendaftarkan Indikasi
Geografis di negaranya. Hal ini untuk mencegah penggunaan tanda-tanda yang sama dengan
Indikasi Geografis asli dari suatu produk atau barang, dan
(2) Setiap pemerintah dari negara anggota WTO harus memberikan hak bagi pemilik Indikasi
Geografis, berdasarkan hukum nasional untuk mencegah penggunaan Indikasi Geografis
sebagai pengindentifikasi wines berasal dari tempat yang diindikasikan dengan Indikasi
Geografis.
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, diundangkan pada
tanggal 4 September 2007.

Universitas Sumatera Utara

7

geografis di Indonesia dan berdasarkan informasi yang didapat dari Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sampai dengan saat ini permohonan indikasi
geografis yang telah diajukan adalah sebanyak 6 (enam) permohonan13.
Pelaksanaan kewajiban bahwa Indonesia sebagai anggota WTO dan ketentuan
TRIPs adalah pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan penyempurnaan dan
penyelarasan peraturan nasional di bidang HKI. Penyempurnaan undang-undang di

bidang kekayaan intelektual tersebut bukan hanya menyempurnakan undang-undang
yang telah ada tetapi juga melahirkan beberapa cabang baru HKI di Indonesia,
undang-undang tersebut adalah:14
1.
2.
3.
4.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman.
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
Di tengah gencarnya penerapan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) mengenai pengakuan atas hak kekayaan intelektual (TRIPS) dalam beberapa
tahun terakhir, upaya-upaya meningkatkan perlindungan atas produk-produk yang

menunjukkan kekhasan daerah tertentu makin meningkat. Itulah yang dinamakan
sebagai indikasi geografis, yang menunjukkan bahwa barang yang dibuat memang

13

14

Informasi dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Subdit Indikasi Geografis Direktorat
Merek.
Anne Ahera,”Perlindungan Indikasi Geografis”, http://www.alabaspos.com/view.1114.638.
Perlindungan-Indikasi-Geografis-Bagi-Kopi-Gayo.html, diakses tanggal 16 April 2010

Universitas Sumatera Utara

8

berasal dan dijual dari wilayah aslinya dengan menunjukkan cita rasa yang unik dan
kualitas yang khas15.
Pada intinya konsep dasar indikasi geografis sangatlah sederhana, tetapi
ketika dikaitkan dengan perlindungan hukum di masing-masing negara, menjadi
sangat kompleks perlindungannya karena implementasi perlindungan indikasi
geografis tergantung pada pendekatan masing-masing negara karena akan selalu
berkaitan dengan satu atau lebih terhadap suatu peraturan atau kebijakan, yaitu
meliputi kebijakan yang berkaitan dengan persaingan curang (passing off),
perlindungan konsumen, dalam bidang pertanian, perlindungan merek dagang, merek
jasa, merek kolektif, dan sertifikat merek. Oleh karenanya indikasi geografis perlu
diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan khusus (sui generis). Tidak ada
satupun dalam suatu perjanjian internasional, baik dalam TRIPs Agreement, Paris
Convention, Lisbon Agreement dan Madrid Agreement yang mengatur mengenai satu
peraturan yang sama yang harus dibuat oleh setiap negara untuk melindungi indikasi
geografisnya karena WIPO memberikan kebebasan kepada masing-masing negara
untuk memberikan perlindungan hukum indikasi geografis sesuai dengan sistem
hukum yang dianut oleh masing-masing negara.16 Hal ini terjadi karena banyak
negara berpendapat bahwa pengaturan HKI yang ada tidak cukup dapat melindungi
traditional knowledge khususnya indikasi geografis secara kuat.17
15

16

17

Alwi, Pengembangan Indikasi Geografis (Online)
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0512/10/lua03.html, diakses pada tanggal 8 Maret 2010.
WIPO Magazine, Geographical Indications: From Darjeeling to Doha, July 2009, hal.1.
(http://wipo.int/wipo_magazine/en/2009/04/article_0003.html. Diakses Senin, 8 Maret 2010,
pukul 12.10 WIB)
Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual,
Cet.1, Citra Aditya, Bandung, 2006, hal.5.

Universitas Sumatera Utara

9

Indikasi geografis khususnya bagi Indonesia sudah tentu memiliki nilai
ekonomi yang tinggi yang seharusnya dilindungi oleh negara sejak dahulu. Indikasi
geografis sangat erat kaitannya dengan komoditas Indonesia khususnya hasil-hasil
alam Indonesia yang mana berdasarkan komoditas dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian
yaitu komoditas dengan reputasi internasional dan nasional18.
Indikasi geografis dimengerti oleh konsumen sebagai citra tentang asal dan
kualitas produk. Banyak diantaranya yang telah mendapatkan reputasi yang berharga
yang apabila tidak dilindungi secara baik, akan dapat disalahgunakan oleh pelaku
komersial yang tidak jujur. Penyalahgunaan indikasi geografis akan merugikan baik
konsumen maupun produsen. Konsumen ditipu dan dirugikan karena ciri khas dan
kualitas produk yang dibeli tidak sesuai dengan seharusnya, sedang produsen
dirugikan karena menurunnya mutu dan tidak sesuainya ciri khas produk akan
mengakibatkan kekecewaan konsumen yang berakibat merusak reputasi produk
tersebut19.
Sebagai negara yang memiliki komoditi yang telah dikenal dunia, Indonesia
tentu memiliki potensi yang sangat tinggi. Berbagai macam komoditi Indonesia telah
dikenal secara baik oleh masyarakat dunia, sering berjalannya transformasi teknologi
dan informasi serta seiring dengan praktek perdagangan bebas internasional

18

19

KOPI GAYO : Pengembangan Indikasi Geografis Bagian 2,
http://kopigayo.blogspot.com/2010/02/pengembangan-indikasi-geografis-bagian_14.html, diakses
pada hari Selasa, 9 Maret 2010.
http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/files/content/2, diakses pada tanggal 9 Maret 2010.

Universitas Sumatera Utara

10

permasalahan indikasi geografis sering muncul dan menimbulkan kerugian bagi
negara lain, khususnya bagi negara-negara berkembang20.
Di Indonesia khususnya permasalahan mengenai indikasi geografis sering
menimbulkan permasalahan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi semua orang
bahkan sampai menimbulkan konflik antar negara. Salah satu permasalahan yang ada
terkait masalah indikasi geografis adalah permasalahan Kopi Gayo yang mana
permasalahan timbul akibat dari didaftarkannya Kopi Gayo sebagai suatu merek di
Belanda yang menyebabkan adanya larangan ekspor ke Eropa21.
Hal tersebut tentu menyebabkan konflik dan kerugian bagi Indonesia, sebagai
negara penghasil komoditas Kopi Gayo. Selain itu adanya pendaftaran merek atas
indikasi geografis milik negara lain berdasarkan aturan internasional adalah
merupakan suatu pelanggaran dan untuk itu sudah sepatutnya hak masyarakat
Indonesia atas indikasi geografis tersebut dipertahankan sebab memiliki nilai
ekonomis yang sangat berharga bagi masyarakat.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
mengambil judul penelitian ini adalah : Analisa Yuridis Penyelesaian Sengketa
Indikasi Geografis (Tinjauan Yuridis Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang
Merek).

20
21

Muhamad Djumhana, op.cit., hal 81.
Kopi Gayo didaftarkan oleh Belanda, http://dvshr.multiply.com/journal/item/70, diakses pada
tanggal 9 Maret 2010.

Universitas Sumatera Utara

11

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang menjadi latar belakang diaturnya perlindungan hukum terhadap
Indikasi Geografis?
2. Bagaimanakah prosedur untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap
Indikasi Geografis tentang merek menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun
2001?
3. Bagaimana penyelesaian hukum dan sengketa indikasi geografis tersebut?

C. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah
dilakukan di Perpustakaan Ilmu Magister Hukum maupun pada Perpustakaan
Magister Kenotariatan di lingkungan Universitas Sumatera Utara atau USU Medan,
sejauh yang diketahui peneliti tidak ditemukan judul yang sama dengan judul
penelitian ini.
Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan masalah indikasi
geografis adalah berdasarkan penelitian Aflah (027005002/Hk) dengan judul
Perlindungan Hukum Terhadap Indikasi Geografis.
Substansi permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut di atas adalah
berbeda pembahasannya dengan pembahasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu
penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik, penelitian ini dapat

Universitas Sumatera Utara

12

dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis, karena belum ada yang belum
melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui latar belakang diaturnya perlindungan hukum terhadap
Indikasi Geografis.
2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur untuk memperoleh perlindungan hukum
terhadap Indikasi Geografis tentang merek menurut Undang-undang Nomor 15
Tahun 2001.
3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian hukum dan sengketa indikasi
geografis tersebut.

E. Manfaat Penelitian
Dari sudut penerapannya dalam ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan
dapat memberi manfaat dan masukan dalam bidang hukum merek di Indonesia pada
umumnya dan khususnya tentang Indikasi Geografis. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan hukum dalam
memberikan perlindungan bidang hukum hak kekayaan intelektual, khususnya dalam
bidang hukum merek, sehingga dapat meningkatkan investasi dan industri
perdagangan.

Universitas Sumatera Utara

13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka penelitian atas butir-butir pendapat
teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar
perbandingan pegangan teoritis.22 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah
untuk memberikan pedoman atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan
gejala yang diamati.23
Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif diluar KUH
Perdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat pada
lapangan hukum, kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka
teori yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan aliran hukum positif yang
dianalisis dari John Austin, yang mengartikan:
“Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari
pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah
mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang
kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap,
dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas
dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian
baik buruk”24
Perlindungan terhadap HKI pada umumnya berhubungan dengan
perlindungan terhadap penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai
komersil. Pemikiran perlunya perlindungan terhadap sesuatu hal yang berasal

22
23
24

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80
Lexi Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hal.35
Lili Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung,
1991, hal.56

Universitas Sumatera Utara

14

dari kreativitas manusia yang berupa ide-ide tersebut sebenarnya telah mulai
ada sejak lahirnya revolusi industri dari Perancis. Untuk itulah suatu ketentuan
hukum yang dapat melindungi hak-hak kekayaan intelektual tersebut.
Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam
manifestasinya bias berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat
dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah
kebaikan,

kebahagiaan

yang

sebesar-besarnya

dari

berkurangnya

penderitaan.25
Menurut teori Konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan
keadilan (rechtsgerechtigheid). Kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian
hukum (rechtszekerheid).26
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith27 telah melahirkan
ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa, “tujuan
keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian (the end of justice is to
secure from injury)”.
Nenurut pendapat Satjipto Rahardjo :
“melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan
suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan
secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.
25

26

27

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung,
1993, hal. 79
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung
Tbk, Jakarta, 2002, hal. 85
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, pidato pada
Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU-Medan, 17 April 2004, hal. 4-5. Sebagaimana dikutip dari
Neil MacCormick, “Adam Smith on Law”, Valparaiso University Law Review, Vol. 15, 2001, hal.
244

Universitas Sumatera Utara

15

Kekuasaan yang demikian itulah yang disebutkan sebagai hak. Tetapi
tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat biasa disebut sebagai hak,
melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu kekuasaan yang
diberikan oleh hukum kepada seseorang”. 28
Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum itu ternyata
tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga
kehendak. 29
Salah satu ciri yang melekat pada hak yang dilindungi hukum,
menurut Fritzgerald, bahwa hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut
sebagai pemilik atau subjek dari hak itu, ia juga disebut sebagai orang yang
memiliki title atas barang yang menjadi sasaran dari hak dan setiap hak itu
mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan
melekatnya hak itu pada pemiliknya.30
HaKI adalah hak kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan diperlukan
sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya dan Indikasi Geografis
merupakan salah satu bentuk kekayaan yang dilindungi sebagai hak kekayaan
intelektual. Hak kekayaan intelektual adalah salah satu hak yang diberikan
oleh hukum. Hal ini dapat dilihat dalam konsep harta kekayaan, bahwa setiap
barang selalu ada pemiliknya yang disebut sebagai pemilik barang dan setiap
pemilik barang mempunyai hak atas barang miliknya yang lazim disebut hak
milik.31

28
29
30
31

Satjipto Rahadjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke- V, Bandung, 2000, hal. 53
G.W. Paton, A Text-book of Jurisprudence, London : Oxford University Press, 1964, hal. 250.
P.J. Fritzgerald, Salmond on Jurisprudence, London : Sweet & Mazwell, 1966, hal. 221.
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya
di Indonesia), Cetakan ke-1, Alumni, Bandung, 2003, hal. 2. Hak milik merupakan hak yang

Universitas Sumatera Utara

16

Hak milik (eigendomsrecht) adalah hak yang paling kuat dan
sempurna dan diatur dalam Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya disingkat KUH Perdata). Oleh karena itu HaKI dapat
dikualifikasikan sebagai hak milik yang mengandung unsur kepentingan dan
harus dilindungi oleh hukum dari perbuatan-perbuatan yang merugikan.
Dalam hak milik terdapat hubungan hukum antara seseorang dengan
barang atau objek yang menjadi sasaran kemilikan. Oleh karena itu jika ada
seseorang yang mengatakan bahwa ia mempunyai hak atas kebendaan milik
orang lain, maka ia harus membuktikan hak itu terlebih dahulu, sebagaimana
diatur dalam pasal 572 KUH Perdata.32
Hak adalah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang yang dimilki oleh
seseorang yang diberikan oleh hukum untuk mendapatkan, untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu objek hukum tertentu. Benda immaterial atau atau benda
tidak berwujud yang berupa hak itu dapat dicontohkan seperti hak tagih, hak
atas benda berupa jaminan, hak atas kekayaan intelektual dan sebagainya.33
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa hak
merek adalah termasuk salah satu jenis HaKI. Merek adalah sesuatu yang
ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk. Setelah konsumen membeli

32

33

paling utama jika dibandingkan dengan hak-hak kebendaan lainnya, yang memberikan hak kepada
pemiliknya untuk menikmati dan menguasai sepenuhnya dengan sebebas-bebasnya.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1999, hal. 171. Pasal 572 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Tiap-tiap hak milik harus
dianggap bebas adanya. Barangsiapa membeberkan mempunyai hak atas kebendaan milik orang
lain, harus membuktikan hak itu,”
O.K. Saidin, Op.cit., hal. 12, sebagaimana dikutip dari pendapat Mahadi dalam bukunya “Hak
Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional”, Jakarta, BPHN, 1981, hal. 65

Universitas Sumatera Utara

17

suatu barang dengan merek tertentu, konsumen hanya bisa mengkonsumsi
barang atau benda berwujud (materil) yang dibelinya sedangkan mereknya
hanya bisa memberikan kepuasan saja pada konsumen. Hal ini menunjukkan
bahwa merek ternyata adalah benda tidak berwujud (immateril) yang tidak
dapat memberikan apapun secara fisik, jadi pada hak merek ada suatu benda
yang tidak terlihat dan tidak berwujud, yang merupakan hak kekayaan
immaterial, yang terlihat atau terjelma sebenarnya adalah perwujudan dari hak
merek tersebut yang ditempelkan pada produk barang yang bersangkutan.
Untuk menganalisis mengenai perlindungan hukum terhadap indikasi
geografis khususnya mengenai kasus gayo coffee (Kopi Gayo), peneliti
menggunakan beberapa teori hukum yaitu teori hukum alam, teori sistem
hukum dan teori critical legal studies. Indikasi geografis sebagai salah satu
sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual tentu memiliki nilai yang tinggi
secara historis dan ekonomis. Berdasarkan teori hukum alam, sekelompok
atau seorang pencipta/penemu memiliki hak moral untuk menikmati hasil
karyanya,

termasuk

didalamnya

keuntungan

yang

dihasilkan

oleh

keintelektualannya34.
Thomas Aquinas selaku salah satu pelopor hukum alam mengatakan
bahwa hukum alam merupakan hukum akal budi, karena itu hanya
diperuntukan bagi makhluk yang rasional. Hukum alam lebih merupakan
34

HD Effendy Hasibuan, Perlindungan Merek : Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan
Amerika Serikat, (Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003),
hal 3.

Universitas Sumatera Utara

18

hukum yang rasional, artinya hukum alam dalam partisipasi makhluk rasional
itu sendiri dalam hukum abadi. Selanjutnya Aquinas mengatakan bahwa hak
untuk memperoleh kepemilikan adalah salah satu dari persoalan-persoalan
yang diserahkan hukum alam kepada negara sebagai badan yang tepat untuk
mengatur kehidupan sosial, artinya hak milik pribadi mempunyai fungsi
sosial35.
Pendapat Thomas Aquinas yang juga sebagai pendukung aliran hukum
alam dalam perkembangannya sangat berkaitan. Beliau menyatakan bahwa
hukum alam merupakan bagian dari hakekat kehidupan manusia yang berakal
(rasional). Hukum alam adalah hukum Tuhan, dalam hal manusia sebagai
makhluk berakal, manusia menerapkan bagian dari hukum Tuhan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat membedakan yang baik dan
buruk36 untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu kebaikan.
Selain dari pendekatan hukum moral dan keadilan, dapat juga
dikaitkan dengan teori utilitarian dari Jeremy Bentham yang pada hakekatnya
hukum dibentuk untuk mencapai kebahagiaan dari sebagian terbesar warga
masyarakat yaitu dengan teorinya “The Greatest Happiness of the Greatest
Number”. Atas dasar inilah baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah
perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak37. Sehingga dapat

35

36
37

W.Friedman, Teori dan Filsafat Hukum-Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum (Terjemahan Edisi
Indonesia), (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1993), hal.64.
Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, CV. Armico, Bandung, 1987, hal.7.
Ekky Al-Malaky, Filsafat untuk Semua, Lentera, 2001, hal.84.

Universitas Sumatera Utara

19

diartikan bahwa undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada
bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik38.
Jadi peraturan perundang-undangan nasional suatu negara dan konvensi atau
perjanjian internasional dalam bidang HKI harus diciptakan untuk
kebahagiaan masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini perlindungan indikasi
geografis dilakukan melalui perangkat hukum apabila perlindungan hukum
tersebut memberikan kemanfaatan terbesar bagi bagian terbesar warga
masyarakat lokal. Hukum harus diciptakan berdasarkan rasa keadilan
masyarakat demi kebahagiaan warga masyarakat yang bersangkutan.
TRIPs Agreement memberikan perlindungan indikasi geografis yang
dituangkan

dalam

Pasal

22-24.

Perlindungan

tersebut

memberikan

keuntungan bagi negara-negara anggota peserta sebagai berikut39:
a. Membantu produsen untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi bagi
produknya;
b. Sebagai jaminan kepada konsumen untuk mendapatkan produk yang
berkualitas;
c. Dalam rangka membangun ekonomi pedesaan;
d. Melindungi pengetahuan lokal dan memperkuat tradisi lokal.
Indikasi geografis yang merupakan nama dagang yang dikaitkan,
dipakai atau dilekatkan pada kemasan suatu produk dan berfungsi

38
39

Lili Rasjidi, Op.Cit., hal. 64.
WIPO Magazine, Op.Cit., hal.3.

Universitas Sumatera Utara

20

menunjukkan tempat asal suatu produk karena kualitas produk sangat
dipengaruhi tempat asalnya, sehingga produk itu bernilai unik di mata
konsumen. Oleh karena itu indikasi geografis merupakan salah satu rezim
HKI yang dipengaruhi oleh nilai-nilai masyarakat setempat atau budaya
kelompok masyarakat atau bangsa dalam suatu negara40.
Alasan

peneliti

menggunakan

teori

sistem

hukum

adalah

perkembangan perlindungan merek khususnya berkaitan dengan indikasi
geografis tidak dapat terlepas dari sistem hukum yang ada, serta perlindungan
hukum adalah substansi dari sistem hukum itu sendiri. Perkembangan hukum
berdasarkan teori hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Friedman tentang
sistem hukum (legal system) bahwa hukum terdiri atas 3 (tiga) elemen yaitu
elemen struktur (structure), substantif (substance) dan budaya hukum (legal
culture)41.
Elemen substantif yang dimaksud adalah peraturan-peraturan yang
ada, norma-norma dan aturan tentang perilaku manusia atau biasanya dikenal
sebagai hukum yang berlaku. Sedang mengenai budaya hukum yang
dimaksudkan Friedman dalam teori sistem hukum (legal system) adalah sikap
dari masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum tentang nilai, gagasan
serta harapan masyarakat tentang hukum. Dalam penelitian ini peneliti hanya
membatasi hanya pada aspek struktur dan substansi dari teori sistem hukum.
40

41

Miranda Risang Ayu, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual, Indikasi Geografis,
PT.Alumni, Bandung, 2005, hal.2.
Lawrence M Friedman, American Law An Introduction (Terjemahan Edisi Indonesia), (Jakarta :
PT.Tatanusa, 2001), hal 6-8.

Universitas Sumatera Utara

21

Rezim Hak Kekayaan Intelektual dalam perkembangannya dikancah
perkembangan hukum internasional di dunia tidaklah terlepas dari
kepentingan negara-negara maju dan negara-negara berkembang untuk
masing-masing mencoba memberikan perlindungan yang menguntungkan
masing-masing pihak42. Oleh karena itu dalam menganalisis permasalahan
peneliti mencoba melihat melalui kerangka teori critical legal studies yang
melihat hukum adalah politik.
Ide dasar dari teori critical legal studies ini bertumpu pada pemikiran
bahwa hukum tidak dapat dilepaskan dari politik43 dan hukum tidaklah netral,
atau dengan kata lain hukum dari proses pembuatan sampai kepada
pemberlakuannya selalu mengandung pemihakan44.

2. Konsepsi
Konsepsi adalah merupakan defenisi dari operasional berbagai istilah
yang dipergunakan dalam penelitian ini. Sebagaimana dikemukakan M.Solly
Lubis (1994) bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep
secara internal pada pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan
konseptual dari bacaan dan tinjauan pustaka.45
42

43

44

45

Ranggalawe.S, Masalah Perlindungan HAKI bagi Tradisional Knowledge,diakses tanggal 4 Mei
2010, http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=47.
Politics and law are virtually conterminous, say CLS writers. “Conceptual formalism”,which
rejects this assertion, makes impossible a correct analysis of the form and content of law. Law is
non-neutral and concepts such as “the sovereignity of communal needs” are masks for highlypartisan views. L.B.Curzon, Jurisprudence, (Great Britain : Cavendish Publishing, 1993), hal 207.
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum : Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka
Kembali, Bandung : PT.Refika Aditama, 2004, hal 126.
M. Solly Lubis, Op.cit, hal. 22

Universitas Sumatera Utara

22

Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan
penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka dirasa
perlu untuk memberikan batasan judul penelitian yaitu sebagai berikut :
a. Hukum adalah keseluruhan dari peraturan perundang-undangan yang
wajib ditaati oleh setiap orang dan bagi yang melanggarnya dikenakan
sanksi.46
b. Perlindungan

adalah

serangkaian

kegiatan

untuk

menjamin

dan

melindungi seseorang.47
c. Merk adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa.48
d. Hak atas merk adalah hak khusus yang diberikan oleh negara kepada
pemilik merk yang didaftar dalam daftar merk untuk jangka waktu tertentu
menggunakan izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk menggunakannya.49
e. Merk dagang adalah merk yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.50
46

47
48

49
50

Edi Warman, Perlindungan Hukum bagi Korban Kasus-Kasus Pertanahan, Penerbit Pustaka
Bangsa Press, Medan, 2003, hal.59
Ibid, hal.59
Perpustakaan Nasional, Undang-undang Hak Atas Kekayaan Intelektual, Penerbit Indonesia Legal
Centre Publishing CV., Karya Gemilang, Jakarta, 2010, hal.77
Pasal 3 Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek
Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek

Universitas Sumatera Utara

23

f. Merk jasa adalah merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.51
g. Merk terkenal adalah merk dagang yang secara umum telah dikenal dan
dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan,
yang digunakan di Indonesia maupun diluar negeri.52
h. Perlindungan merk adalah kekuatan hukum yang melindungi pemilik
merk untuk kepentingan suatu merk yang terdiri dari tiga standar
perlindungan yang berlaku umum terhadap suatu kemungkinan yang
membingungkan di antara merk, suatu persamaan/penambahan dari merkmerk dan persaingan curang merk.53

G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Metodologi penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang
mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan peneliti dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,
jangka waktu yang diperlukan untuk proses penelitian, cara-cara yang dapat
ditempuh apabila menemui kesulitan pada proses penelitian54.

51
52

53
54

Pasal 1 ayat (3) Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek
Sudago Gautama dan Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1997, hal.57
Subekti, Hukum Merk, Intermasa, Jakarta, 1984, hal.13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1994).

Universitas Sumatera Utara

24

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah juridis
normatif dengan mempelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis serta menganalisa
data-data berkaitan dengan indikasi geografis khususnya mengenai faktor
alam (tanaman/tumbuh-tumbuhan), dalam hal ini khususnya berkaitan dengan
permohonan pendaftaran indikasi geografis pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang telah diajukan sejak diundangkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis,
dengan dihubungkan pendaftaran indikasi geografis milik Indonesia yang
didaftarkan sebagai suatu merek atau indikasi geografis di negara lain.
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan kualitas dan
kedalaman data yang diperoleh. Pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah melalui penelian kepustakaan (library research) untuk
mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta
pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik yang berupa peraturan
perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

2. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari :55

55

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 195,
sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif suatu
Tinjauan Singkat”, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, hal.41

Universitas Sumatera Utara

25

a. Data Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
majalah dan jurnal ilmiah seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang
relevan dengan penelitian ini.
b. Data Primer terdiri dari :
1) Norma atau kaedah dasar
2) Peraturan dasar
3) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan
hukum terhadap Indikasi Geografis, yaitu Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek dan penjelasannya serta peraturanperaturan pelaksananya, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
Persetujuan TRIPs (TRIPs Agreement).
c. Data penunjang (data tersier) yang mencakup bahan yang memberi
petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap data primer dan data sekunder,
seperti kamus umum, kamus hukum, serta bahan-bahan primer, sekunder
dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan
untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan studi dokumen untuk memperoleh data sekunder
dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa

Universitas Sumatera Utara

26

data primer, sekunder maupun tersier yang berkaitan dengan penelitian ini.
Disamping itu penelitian ini juga dilakukan dengan wawancara oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) dan analisa kasus
sengketa merk kopi Gayo.

4. Analisa Data
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan
ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan
pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur
tentang perlindungan hukum terhadap merek yang berkaitan dengan Indikasi
Geografis, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga
akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara