Hubungan Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Kesetan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Penerapan Timbang Terima Pasien

2.1.1. Pengertian Timbang Terima
Menurut Nursalam (2011) definisi timbang terima adalah suatu cara dalam
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan
klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum
pergantian dinas. Selain laporan antar dinas, dapat disampaikan juga informasi
yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau belum dilaksanakan.
Timbang terima merupakan sistem kompleks yang didasarkan pada
perkembangan sosio-teknologi dan nilai-nilai yang dimiliki perawat dalam
berkomunikasi. Timbang terima dinas berperan penting dalam menjaga
kesinambungan layanan keperawatan selama 24 jam (Kerr, 2002). Menurut
Australian Medical Association/AMA (2006), timbang terima merupakan
pengalihan tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau
semua aspek perawatan pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain atau
kelompok profesional secara sementara atau permanen.

Timbang terima merupakan komunikasi yang terjadi pada saat perawat
melakukan pergantian dinas, dan memiliki tujuan yang spesifik yaitu
mengomunikasikan informasi tentang keadaan pasien pada asuhan keperawatan
sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Tujuan timbang terima
Menurut Australian Health Care and Hospitals Association/ AHHA
(2009) tujuan timbang terima adalah untuk mengidentifikasi, mengembangkan
dan meningkatkan timbang terima klinis dalam berbagai pengaturan kesehatan.
Menurut Nursalam (2011) tujuan dilaksanakan timbang terima adalah:
1.

Menyampaikan kondisi atau keadaan pasien secara umum.

2.

Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas
berikutnya.


3.

Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya.

2.1.3. Manfaat timbang terima
Manfaat timbang terima menurut AHHA (2009) adalah:
1.

Peningkatan kualitas asuhan keperawatan yang berkelanjutan. Misalnya,
penyediaan informasi yang tidak akurat atau adanya kesalahan yang dapat
membahayakan kondisi pasien.

2.

Selain mentransfer informasi pasien, timbang terima juga merupakan
sebuah kebudayaan atau kebiasaan yang dilakukan oleh perawat. Timbang
terima mengandung unsur-unsur kebudayaan, tradisi, dan kebiasaan.
Selain itu, timbang terima juga sebagai dukungan terhadap teman sejawat
dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan selanjutnya.


3.

Timbang terima juga memberikan “manfaat katarsis” (upaya untuk
melepaskan beban emosional yang terpendam), karena perawat yang
mengalami kelelahan emosional akibat asuhan keperawatan yang
dilakukan bisa diberikan kepada perawat berikutnya pada pergantian dinas

Universitas Sumatera Utara

dan tidak dibawa pulang. Dengan kata lain, proses timbang terima dapat
mengurangi kecemasan yang terjadi pada perawat.
4.

Timbang terima memiliki dampak yang positif bagi perawat, yaitu
memberikan motivasi, menggunakan pengalaman dan informasi untuk
membantu perencanaan pada tahap asuhan keperawatan selanjutnya
(pelaksanaan

asuhan


keperawatan

terhadap

pasien

yang

berkesinambungan), meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat,
menjalin suatu hubungan kerja sama dan bertanggung jawab antar perawat,
serta perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara komprehensif.
5.

Selain itu, timbang terima memiliki manfaat bagi pasien diantaranya,
pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, dan dapat
menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap.
Bagi rumah sakit, timbang terima dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan kepada pasien secara komprehensif.
Menurut Nursalam (2011) timbang terima memberikan manfaat bagi


perawat dan bagi pasien. Bagi perawat manfaat timbang terima adalah
meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin hubungan
kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat, pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap pasien yang berkesinambungan, perawat dapat mengikuti perkembangan
pasien secara paripurna. Sedangkan bagi pasien, saat timbang terima pasien dapat
menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Prinsip timbang terima
Friesen, White dan Byers (2009) memperkenalkan enam standar prinsip
timbang terima pasien, yaitu :
1.

Kepemimpinan dalam timbang terima pasien
Semakin luas proses timbang terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan

timbang terima), peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola
timbang terima pasien di klinis. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang

komprehensif dari proses timbang terima pasien dan perannya sebagai pemimpin.
Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi pasien yang
memburuk.
2.

Pemahaman tentang timbang terima pasien
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa timbang

terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan
sehari-hari dari perawat dalam merawat pasien. Memastikan bahwa staf bersedia
untuk menghadiri timbang terima pasien yang relevan untuk mereka. Meninjau
jadwal dinas staf klinis untuk memastikan mereka hadir dan mendukung kegiatan
timbang terima pasien. Membuat solusi-solusi inovatif yang diperlukan untuk
memperkuat pentingnya kehadiran staf pada saat timbang terima pasien.
3.

Peserta yang mengikuti timbang terima pasien
Mengidentifikasi dan mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam

tinjauan berkala tentang proses timbang terima pasien. Mengidentifikasi staf yang

harus hadir, jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan
dimasukkan sebagai peserta dalam kegiatan timbang terima pasien. Dalam tim

Universitas Sumatera Utara

multidisiplin, timbang terima pasien harus terstruktur dan memungkinkan anggota
multiprofesi hadir untuk pasiennya yang relevan.
4.

Waktu timbang terima pasien
Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekuensi untuk timbang

terima

pasien.

Hal

ini


sangat

direkomendasikan,

dimana

strategi

ini

memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan waktu. Timbang terima pasien
tidak hanya pada pergantian jadwal kerja, tapi setiap kali terjadi perubahan
tanggung jawab misalnya ketika pasien diantar dari bangsal ke tempat lain untuk
suatu pemeriksaan. Ketepatan waktu timbang terima sangat penting untuk
memastikan proses perawatan yang berkelanjutan, aman dan efektif.
5.

Tempat timbang terima pasien
Sebaiknya, timbang terima pasien terjadi secara tatap muka dan di sisi


tempat tidur pasien. Jika tidak dapat dilakukan, maka pilihan lain harus
dipertimbangkan untuk memastikan timbang terima pasien berlangsung efektif
dan aman. Untuk komunikasi yang efektif, pastikan bahwa tempat timbang terima
pasien bebas dari gangguan misalnya kebisingan di bangsal secara umum atau
bunyi alat telekomunikasi.
6.

Proses timbang terima pasien

a.

Standar protocol
Standar protokol harus jelas mengidentifikasi pasien dan peran peserta,

kondisi klinis dari pasien, daftar pengamatan/pencatatan terakhir yang paling
penting, latar belakang yang relevan tentang situasi klinis pasien, penilaian dan
tindakan yang perlu dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


b.

Kondisi pasien memburuk
Pada kondisi pasien memburuk, meningkatkan pengelolaan pasien secara

cepat dan tepat pada penurunan kondisi yang terdeteksi.
c.

Informasi kritis lainnya
Prioritaskan informasi penting lainnya, misalnya: tindakan yang luar biasa,

rencana pemindahan pasien, kesehatan kerja dan risiko keselamatan kerja atau
tekanan yang dialami oleh staf.
2.1.5. Jenis timbang terima
Menurut Hughes (2008) beberapa jenis timbang terima pasien yang
berhubungan dengan perawat, antara lain:
1.

Timbang terima pasien antar dinas
Metode timbang terima pasien antar dinas dapat dilakukan dengan


menggunakan berbagai metode, antara lain secara lisan, catatan tulisan tangan,
dilakukan di samping tempat tidur pasien, melalui telepon atau rekaman,
nonverbal,

dapat menggunakan laporan elektronik, cetakan computer atau

memori.
2.

Timbang terima pasien antar unit keperawatan
Pasien mungkin akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama

mereka tinggal di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

3.

Timbang terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan
diagnostik.
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan diagnostik

selama rawat inap. Pengiriman unit keperawatan ke tempat pemeriksaan
diagnostik telah dianggap sebagai kontributor untuk terjadinya kesalahan.
4.

Timbang terima pasien antar fasilitas kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas yang lain sering

terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung antar
rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda.
5.

Timbang terima pasien dan obat-obatan
Kesalahan pengobatan dianggap peristiwa yang dapat dicegah, masalah

tentang obat-obatan sering terjadi, misalnya saat mentransfer pasien, pergantian
dinas, dan cara pemberitahuan minum obat sebagai faktor yang berkontribusi
terhadap kesalahan pengobatan dalam organisasi perawatan kesehatan.
2.1.6. Macam-macam timbang terima
Secara umum terdapat empat jenis timbang terima diantaranya:
1.

Timbang terima secara verbal
Scovell (2010) mencatat bahwa perawat lebih cenderung untuk membahas

aspek psikososial keperawatan selama laporan lisan.
2.

Rekaman timbang terima
Hopkinson (2002) mengungkapan bahwa rekaman timbang terima dapat

merusak pentingnya dukungan emosional. Hal ini diungkapkan pula oleh Kerr

Universitas Sumatera Utara

(2002) bahwa rekaman timbang terima membuat rendahnya tingkat fungsi
pendukung.
3.

Bedside timbang terima
Menurut Rush (2012) tahapan bedside timbang terima diantaranya adalah:

a.

Persiapan (pasien dan informasi).

b.

Timbang terima berupa pelaporan, pengenalan staf masuk, pengamatan,
dan penjelasan kepada pasien.

c.

Setelah timbang terima selesai maka tulis di buku catatan pasien.

4.

Menurut Caldwell (2012) yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
bedside timbang terima adalah:

a.

Menghindari informasi yang hilang dan memungkinkan staf yang tidak
hadir pada timbang terima untuk mengakses informasi.

b.

Perawat mengetahui tentang situasi pasien dan apa saja yang perlu
disampaikan, bagaimana melibatkan pasien, peran penjaga dan anggota
keluarga, bagaimana untuk berbagi informasi sensitif, apa yang tidak
dibahas di depan pasien, dan bagaimana melindungi privasi pasien.

5.

Timbang terima secara tertulis
Scovell (2010) timbang terima tertulis diperkirakan dapat mendorong

pendekatan yang lebih formal. Namun, seperti rekaman timbang terima, ada
potensi akan kurangnya kesempatan untuk mengklarifikasi pertanyaan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

2.1.7. Langkah-langkah pelaksanaan timbang terima
Menurut Nursalam (2011) langkah-langkah dalam pelaksanaan timbang
terima adalah:
1.

Kedua kelompok dinas dalam keadaan sudah siap.

2.

Dinas yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan
hal-hal apa yang akan disampaikan.

3.

Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab dinas yang
selanjutnya meliputi:

a.

Kondisi atau keadaan pasien secara umum.

b.

Tindak lanjut untuk dinas yang menerima timbang terima.

c.

Rencana kerja untuk dinas yang menerima timbang terima.

d.

Penyampaian timbang terima harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu-buru.

e.

Perawat primer dan anggota kedua dinas bersama-sama secara langsung
melihat keadaan pasien.

2.1.8. Pelaksanaan Ttmbang terima yang baik dan benar
Menurut AMA (2006) pelaksanaan timbang terima yang baik dan benar
diantaranya:
1.

Timbang terima dilakukan pada setiap pergantian dinas dengan waktu
yang cukup panjang agar tidak terburu-buru.

2.

Pelaksanaan timbang terima harus dihadiri semua perawat, kecuali dalam
keadaan darurat yang mengancam kehidupan pasien.

Universitas Sumatera Utara

3.

Perawat yang terlibat dalam pergantian dinas harus diberitahukan untuk
mengetahui informasi dari dinas selanjutnya.

4.

Timbang terima umumnya dilakukan di pagi hari, namun timbang terima
juga perlu dilakukan pada setiap pergantian dinas.

5.

Timbang terima pada dinas pagi memungkinkan tim untuk membahas
penerimaan pasien rawat inap dan merencanakan apa yang akan
dikerjakan.

6.

Timbang terima antar dinas, harus dilakukan secara menyeluruh, agar
peralihan ini menjamin perawatan pasien sehingga dapat dipertahankan
jika perawat absen untuk waktu yang lama, misalnya selama akhir pekan
atau saat mereka pergi berlibur.

2.1.9. Pemilihan tempat untuk pelaksanaan timbang terima
AMA (2006) menyatakan bahwa tempat yang tepat pada saat akan
dilakukan pelaksanaan timbang terima adalah:
1.

Idealnya dilakukan di ruang perawat atau nurse station.

2.

Tempatnya luas dan besar sehingga memberikan kenyamanan dan
memungkinkan semua staf menghadiri dalam pelaksanaan timbang terima.

3.

Bebas dari gangguan sehingga berkontribusi dalam meningkatkan
kesulitan untuk mendengar laporan dan dapat mengakibatkan penerimaan
informasi yang tidak tepat.

4.

Terdapat hasil lab, X-ray, informasi klinis lainnya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.10. Prosedur timbang terima
Nursalam (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam prosedur timbang terima pasien, yaitu:
1.

Persiapan

a.

Kedua kelompok yang akan melakukan timbang terima sudah dalam
keadaan siap.

b.

Kelompok yang akan bertugas atau yang akan melanjutkan dinas
sebaiknya menyiapkan buku catatan.

2.

Pelaksanaan

a.

Timbang terima dilaksanakan pada setiap pergantian dinas.

b.

Di nurse station (ruang perawat) hendaknya perawat berdiskusi untuk
melaksanakan timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif halhal yang berkaitan tentang masalah keperawatan pasien, rencana tindakan
yang sudah ada namun belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya
yang perlu dibicarakan.

c.

Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap
sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diberikan kepada perawat
jaga berikutnya.

d.

Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah:

1)

Identitas pasien dan diagnosis medis.

2)

Masalah keperawatan yang mungkin masih muncul.

3)

Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan.

4)

Intervensi kolaboratif dan dependensi.

Universitas Sumatera Utara

5)

Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan
selanjutnya,

diantaranya

operasi,

pemeriksaan

laboratorium,

atau

pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur
lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin.
6)

Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi,
tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang dilakukan pada
saat timbang terima dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang
kurang jelas.

7)

Penyampaian pada saat timbang terima secara singkat dan jelas.

8)

Lamanya waktu timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5
menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang
lengkap dan terperinci.

9)

Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada buku
laporan ruangan oleh perawat primer.
Menurut Yasir (2009) saat pelaksanaan timbang terima juga dapat:

a.

Menggunakan tape recorder. Melakukan perekaman data tentang pasien
kemudian diperdengarkan kembali saat perawat jaga selanjutnya telah
datang. Metode itu berupa one way communication atau komunikasi satu
arah.

b.

Menggunakan komunikasi oral atau spoken atau melakukan pertukaran
informasi dengan berdiskusi.

Universitas Sumatera Utara

c.

Menggunakan komunikasi tertulis atau written. Yaitu melakukan
pertukaran informasi dengan melihat pada medical record saja atau media
tertulis lain.

2.1.11. Tahapan dan bentuk pelaksanaan timbang terima
Lardner (1996) proses timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
1.

Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggung
jawab meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga
sebelumnya.

2.

Pertukaran dinas jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang
melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya timbang terima itu
sendiri yang berupa pertukaran informasi yang memungkinkan adanya
komunikasi dua arah antara perawat yang dinas sebelumnya kepada
perawat yang datang.

3.

Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung
jawab dan tugas yang dilimpahkan merupakan aktivitas dari perawat yang
menerima timbang terima untuk melakukan pengecekan dan informasi
pada medical record dan pada pasien langsung.

Universitas Sumatera Utara

2.1.12. Hambatan dalam pelaksanaan timbang terima
Engesmo dan Tjora (2006); Scovell (2010) dan Sexton, et al., (2004)
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat dalam
pelaksanaan timbang terima, diantaranya adalah:
1.

Perawat tidak hadir pada saat timbang terima

2.

Perawat tidak peduli dengan timbang terima, misalnya perawat yang
keluar masuk pada saat pelaksanaan timbang terima

3.

Perawat yang tidak mengikuti timbang terima maka mereka tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien mereka saat ini

2.1.13. Efek timbang terima
Timbang terima memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi diri
seorang perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien. Efek-efek dari timbang
terima menurut Yasir (2009) adalah sebagai berikut:
1.

Efek Fisiologis
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak

gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur
selama kerja malam. Menurutnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan
mengantuk dan lelah menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2.

Efek Psikososial
Efek ini berpengaruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek fisiologis

hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan
mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

3.

Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja dinas malam yang diakibatkan oleh efek

fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan
kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan
pekerjaan seperti kualitas rendah dan pemantauan.
4.

Efek Terhadap Kesehatan
Dinas kerja menyebabkan gangguan gastro intestinal, masalah ini

cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun, dinas kerja juga dapat menjadi masalah
terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.
5.

Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh dinas kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja

yang dilakukan Smith et al dalam Wardana (1989), melaporkan bahwa frekuensi
kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi dinas kerja (malam) dengan ratarata jumlah kecelakaan 0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian
menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi pada dinas
malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi
selama dinas pagi dan lebih banyak terjadi pada dinas malam.

2.2.

Konsep Penerapan
Badudu dan Zain (1996) mendefinisikan penerapan adalah hal, cara atau

hasil. Sedangkan Ali (1995) menyatakan bahwa penerapan adalah proses
mempraktekkan atau

memasangkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik

Universitas Sumatera Utara

secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi:
1.

Adanya program yang dilaksanakan

2.

Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan
diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.

3.

Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses
penerapan tersebut.

2.3.

Konsep Pasien
Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan medis.

Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa
Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki
kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya "menderita“. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasien adalah sakit (yang dirawat
dokter), penderita (sakit).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
dokter. Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien
yaitu setiap orang yang menerima/memperoleh pelayanan kesehatan secara
langsung maupun tidak langsung dari tenaga kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Keselamatan Pasien

2.4.1. Pengertian
Keselamatan pasien atau patient safety

adalah suatu variabel untuk

mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan (Nursalam. 2011). Keselamatan pasien merupakan
prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien
merupakan penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak
diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan.
Menurut Nursalam (2011) program keselamatan pasien adalah suatu usaha
untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi
pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien
itu sendiri maupun pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat,
penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya.
2.4.2. Tujuan keselamatan pasien
Tujuan penanganan keselamatan pasien menurut JCI dalam Standar
Akreditasi Rumah Sakit tahun 2011 (Buku Saku Pedoman Keselamatan Pasien
RSUP Haji Adam Malik, 2013) adalah:
1.

Melakukan identifikasi pasien secara tepat
Adalah sasaran untuk mendapatkan identifikasi yang setepatnya dari

individu yang menerima keperawatan tersebut (Peraturan Menteri Kesehatan No.
1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan identifikasi dapat dilakukan pada waktu:
a.

Memberikan obat

b.

Memberikan darah dan produk darah

c.

Mengambil sampel

d.

Mengambil sampel lainnya untuk pemeriksaan

e.

Melakukan tindakan dan prosedur.
Selain hal tersebut diatas, identifikasi pasien dapat dilakukan dengan

penggunaan gelang identitas pasien. Penggunaan gelang diberlakukan pada pasien
di instalasi rawat jalan maupun rawat inap, dimana pada gelang identitas tertulis
nama dan tanggal lahir. Warna gelang yang digunakan berbeda untuk masingmasing jenis kelamin, dimana warna biru untuk pasien berjenis kelamin laki-laki
dan warna merah muda untuk pasien berjenis kelamin perempuan. Namun, selain
kedua warna diatas, masih terdapat dua warna gelang lainnya yang dapat
digunakan oleh pasien sebagai penambah identitas pasien yaitu warna merah
untuk pasien-pasien dengan riwayat alergi dan warna kuning untuk pasien-pasien
dengan resiko jatuh.
2.

Meningkatkan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang tidak efektif adalah hal yang paling sering disebutkan

sebagai penyebab dari kasus-kasus sentinel. Komunikasi harus tepat pada
waktunya, akurat, komplit, tidak rancu dan dimengerti sang penerima (Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

Universitas Sumatera Utara

Meningkatkan komunikasi yang efektif dapat dilakukan melalui beberapa cara
dibawah ini, yaitu:
a.

Lakukan read back atau membaca kembali pada saat menerima pesan lisan
atau menerima instruksi lewat telepon dan pasang stempel.

b.

Read Back (membaca kembali) sebagai pengingat harus tanda tangan.

c.

Gunakan

metode

komunikasi

Situation

Background

Assesment

Recommendation (SBAR) saat melaporkan pasien kritis melaksanakan
timbang terima pasien antara ruangan.
d.

Gunakan singkatan yang telah ditentukan

3.

Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian
Manajemen obat-obatan yang tepat merupakan faktor penting dalam

menjamin keselamatan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit).
Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian
antara lain:
a.

Sosialisasikan dan tingkatkan kewaspadaan obat Look Alike and Sound
Alike (LASA) atau Nama Obat Rupa Mirip (NORUM).

b.

Terapkan DOUBLE CHECK (pengecekan ulang) dan COUNTER SIGN
(bukti jaga) setiap distribusi dan pemberian obat.

c.

Perhatian agar obat HIGH ALERT (diwaspadai) berada di tempat yang
aman (tidak boleh disimpan di ruang perawatan).

Universitas Sumatera Utara

Selain hal tersebut diatas, meningkatkan keamanan penggunaan obat juga
dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip 6 benar saat penggunaan obat yaitu:
a.

Benar Pasien

b.

Benar Obat

c.

Benar Dosis

d.

Benar Waktu

e.

Benar Cara

f.

Benar Dokumentasi

4.

Mengurangi risiko salah lokasi, salah pasien dan tindakan operasi
Tujuan dari target ini adalah untuk selalu mengenali tepat lokasi, tepat

pasien dan tepat tindakan (Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit).
a.

Beri tanda pada sisi operasi (surgical site marking) yang tepat dengan cara
yang jelas dimengerti dan libatkan pasien dalam hal ini (informed
consent).

b.

Laksanakan di kamar operasi, radiologi, endoskopi, dan chat lab (ruang
konsultasi), safety surgical checklist atau daftar keselamatan pembedahan
(Sign In atau masuk, Time Out atau selesai dan Sign Out atau keluar).

Universitas Sumatera Utara

5.

Mengurangi risiko infeksi
Melakukan petunjuk cuci tangan akan mengurangi transmisi infeksi dari

staf ke pasien. Hal ini akan mengurangi insiden kesehatan yang berhubungan
dengan infeksi (Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit).
a.

Rumah sakit menjalankan program HAND HYGIENE 5 MOMENT (cuci
tangan 5 langkah) yang efektif dengan pedoman nasional/internasional

b.

Tersedia hand rub di ruang perawatan

c.

Latihan/training cuci tangan efektif pada seluruh staf

d.

Berikan tanggal setiap melakukan prosedur invasif (infus, dower chateter,
card verification code atau CVC, woter sealed drainage atau WSD dan
lain-lain)
Segala upaya dilakukan agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan

dan terbebas dari kesalahan sehingga tidak berdampak bagi pasien. Rekomendasi
dari Institute of Medicine (IOM) berupa empat rangkaian pendekatan dalam
mencapai keselamatan pasien, diantaranya yaitu:
1.

Meningkatkan
protokol

kemampuan

untuk

leadership

meningkatkan

(kepemimpinan),

pengetahuan

dasar

penelitian,

tentang

safety

(keselamatan).
2.

Identifikasi

dan

belajar

dari

kesalahan

yang

terjadi

dengan

mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan pada setiap kejadian
yang ada.

Universitas Sumatera Utara

3.

Meningkatkan standar kerja dan standar harapan untuk meningkatkan
keselamatan melalui pembelajaran dari kesalahan.

4.

Mengimplementasikan

sistem

keselamatan

pada

organisasi

untuk

menjamin praktik yang aman pada setiap tingkatan pelayanan.
2.4.3. Standar keselamatan pasien
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau KKP-RS (2008)
standar keselamatan pasien rumah sakit meliputi:
1.

Hak pasien, dengan memperhatikan pemberian informasi terkait rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya cedera.

2.

Mendidik pasien dan keluarga, tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan keperawatan.

3.

Jaminan keselamatan dan kesinambungan pelayanan, rumah sakit
menjamin kesinambungan pelayanan dan koordinasai antar tenaga dan unit
pelayanan.

4.

Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.

5.

Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.

6.

Mendidik staf tentang keselamatan pasien.

7.

Peningkatan komunikasi bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau KKP-RS (2007)
langkah menuju keselamatan pasien bagi staf rumah sakit dilakukan dengan tujuh
cara meliputi:
1.

Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dengan membuat
kebijakan rumah sakit terkait peran dan tanggung jawab individu bila
terjadi insiden.

2.

Membangun komitmen yang kuat tentang keselamatan pasien dengan
memasukkan keselamatan pasien sebagai agenda kerja dan program
pelatihan staf.

3.

Mengembangkan

sistem

dan

proses

pengelolaan

resiko

dengan

menetapkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan resiko dan penilaian
resiko.
4.

Mengembangkan sistem pelaporan insiden.

5.

Mengembangkan cara berkomunikasi dengan pasien bila terjadi insiden.

6.

Mengembangkan sistem analisis terhadap akar penyebab masalah.

7.

Mengimplementasikan sistem keselamatan pasien yang sudah dibuat.

2.4.5. Sembilan solusi keselamatan pasien
Koh, Corrigan, dan Donaldson (1999) menyatakan bahwa berdasarkan
laporan oleh IOM tentang kesalahan medis di rumah sakit mendapat perhatian
yang serius secara nasional. Health Grades (2005) menyebutkan bahwa kematian
sekitar 195.000 pasien yang dirawat di rumah sakit Amerika pada tahun 2000
sampai 2012 terindikasi diakibatkan oleh kesalahan medis yang dapat dicegah.

Universitas Sumatera Utara

Terdapat tiga jenis kesalahan medis pada hampir 60% kecelakaan
keselamatan klien, yaitu infeksi pasca operasi, luka tempat tidur (dekubitus), dan
kegagalan diagnosis dan terapi yang tidak tepat waktu. Kesalahan pengobatan
dapat terjadi kapan saja pada proses administrasi pengobatan, baik selama
instruksi, peresepan, pengambilan dan pemberian obat. Sebagian besar kesalahan
medis terjadi saat instruksi dan pemberian pengobatan (Agency for Health Care
Research and Quality [AHRQ], 2006). WHO dan JCI bekerja sama merumuskan
sembilan solusi keselamatan untuk menyelamatkan jiwa pasien yaitu:
1.

Memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, soundalike, and medication names).

2.

Memastikan identifikasi pasien.

3.

Berkomunikasi secara benar saat timbang terima atau penimbang terima
pasien.

4.

Memastikan tindakan yang benar dan letak anggota tubuh yang benar saat
dilakukan terapi.

5.

Mengendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).

6.

Memastikan kebenaran pemberian obat pada pengalihan pelayanan.

7.

Menghindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).

8.

Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

9.

Meningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Cahyono (2008), tercapainya keselamatan pasien juga didukung
oleh beberapa komponen yang dapat menentukan keberhasilan keselamatan
pasien, komponen ini meliputi:
1.

Lingkungan eksternal : Dalam konteks organisasi kesehatan tekanan
eksternal dapat bersumber dari tuntutan penerapan mutu keselamatan
pasien (akreditasi), kompetisi dalam pelayanan, meningkatnya kesadaran
masyarakat.

2.

Kepemimpinan : Pimpinan adalah pemegang kunci perubahan karena
pimpinan memiliki tanggung jawab untuk memimpin perubahan, tanpa
dukungan pimpinan yang kuat maka tidak akan pernah terjadi perubahan
dalam organisasi.

3.

Budaya organisasi : Budaya keselamatan pasien merupakan pondasi
keselamatan pasien, mengubah budaya keselamatan pasien dari blaming
culture (kesalahan budaya) menjadi safety of culture (keselamatan budaya)
merupakan kata kunci dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

4.

Praktik manajemen : Mencakup perencanaan, pendanaan, organisasi, staf,
pengendalian dan pemecahan masalah serta evaluasi.

5.

Struktur dan sistem : Dengan merancang sistem agar setiap kesalahan
dapat dilihat (making errors visible), agar kesalahan dapat dikurangi
(mitigating the effects of errors), agar tidak terjadi kesalahan (error
preventation).

Universitas Sumatera Utara

6.

Tugas dan keterampilan individu terkait keselamatan pasien.

7.

Lingkungan kerja, kebutuhan individu, dan motivasi : Lingkungan kerja
yang

kondusif

dapat

menumbuhkan

motivasi

kerja

dan

akan

mempermudah implementasi keselamatan pasien (Cahyono, 2008).
2.4.6. Kejadian nyaris cedera (KNC)
KKP-RS (2008) mengatakan bahwa KNC adalah suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi karena keberuntungan (misal pasien menerima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat). Pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum
obat diberikan), peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotnya). KNC lebih sering terjadi
dibandingkan dengan kejadian tidak diharapkan, frekuensi kejadian ini tujuh
sampai seratus kali lebih sering terjadi, model penyebab terjadinya insiden, KNC
berperan sebagai awal sebelum terjadinya kejadian tidak diharapkan (KTD). KNC
menyediakan dua tipe informasi terkait dengan keamanan pasien:
1.

Kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan (kesalahan dan kegagalan
termasuk tidak adekuatnya sistem pertahanan).

2.

Kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan (tidak ada perencanaan,
tindakan pemulihan secara informal).

Universitas Sumatera Utara

Penyebab dari insiden ini meliputi kegagalan teknis (technical failure),
kegagalan manusia (human operator failure) dan kegagalan organisasi
(organizational failure). Kegagalan pada awal kegiatan, sebagai pencetus adalah
kesalahan manusia, teknikal kegagalan organisasi atau kombinasi keduanya. Jika
hal ini tidak dapat dicegah proses berlanjut pada situasi yang berbahaya
(peningkatan resiko sementara akibat dari kegagalan awal tetapi tidak
menimbulkan akibat aktual) jika pertahanan adekuat kondisi kembali normal, jika
pertahanan tidak adekuat, kegagalan dalam pertahanan seperti prosedur
pengecekan ulang (double check procedures).
Penggantian otomatis dari peralatan yang siap pakai, atau tim pemecahan
masalah kurang optimal, dapat berkembang kearah insiden. Pengembangan ke
arah insiden melalui proses pemulihan atau recovery (merupakan pertahanan
informal dengan menemukan situasi yang beresiko terjadinya insiden). Pertahanan
ini untuk menghentikan insiden atau membiarkan insiden menjadi kejadian yang
tidak diharapkan.
1.

Tujuan sistem pelaporan KNC, meliputi:

a.

Pemodelan
Bertujuan melihat lebih mendalam bagaimana kegagalan atau kesalahan

berkembang menjadi KNC. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya kejadian di awal, bagaimana meningkatkan keamanan
pasien, bagaimana mencegah hal ini tidak terjadi, memberi penguatan pada model
pemecahan masalah yang diambil pada kasus sebelumnya.
b.

Arah atau kecenderungan

Universitas Sumatera Utara

Bertujuan melihat kecenderungan terjadinya masalah (masalah apa yang
sering terjadi, faktor apa saja yang berkontribusi terhadap terjadinya masalah,
menyediakan cara pemecahan masalah yang pa ling efektif dan prioritas untuk
dijalankan.
c.

Meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian.

2.

Mencegah kesalahan:

a.

Mencegah kesalahan manusia

b.

Mengindari sesuatu yang mengandalkan memori

c.

Menghindari sesuatu yang mengandalkan kewaspadaan berlebihan

d.

Merancang sistem yang sederhana/tidak kompleks

e.

Standarisasi

f.

Menjamin kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia (SDM)

g.

Memberdayakan pasien

h.

Bekerja secara teamwork

3.

Merancang lingkungan yang aman dapat dilakukan dengan beberapa cara
berikut ini, diantaranya adalah:

a.

Lingkungan kerja yang kondusif
Setiap petugas dapat melakukan kesalahan apabila kondisi tempat mereka

bekerja memberikan peluang untuk melakukan kesalahan atau pelanggaran.
Misalnya tidak ada kerjasama, tidak ada supervisi, kejenuhan, kelelahan, stress,
dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

b.

Potential safety risk
Mengantisipasi

peralatan

yang

mempunyai

risiko

menyebabkan

kecelakaan kerja dan mengancam keselamatan pasien, seperti instalasi listrik,
penampung air, air conditioning (AC), konstruksi bangunan, dan peralatan
emergency.
c.

Fire safety
Sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pemadam kebakaran

seperti alat pemadam kebakaran dan hydrant air harus selalu diinspeksi dan
dikontrol secara berkala.
d.

Hazardous material
Bahan dan alat medis seperti botol infus, jarum, linen, atau barang-barang

yang terkontaminasi dengan cairan tubuh harus dikelola sesuai protokol agar tidak
menjadi sumber penularan penyakit.
e.

Equipment maintenance
Semua peralatan rumah sakit dan alat diagnostik (ultrasonografi,

computerise axial tomografi scan, elektromedik, dan sebagainya) harus diinspeksi
dan dimonitor secara berkala agar tidak menggangu operasional pada saat
peralatan tersebut diperlukan.

Universitas Sumatera Utara

2.4.7. Kejadian tidak diharapkan (KTD)
KKP-RS (2008) mendefinisikan kejadian tidak diharapkan (KTD) sebagai
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (omission), dan
bukan karena underlying desease atau kondisi pasien. KTD yang dapat dicegah
(preventable adverse event) berasal dari kesalahan proses asuhan pasien.
2.4.8. Kondisi yang Memudahkan Terjadinya Kesalahan
1.

Tekanan mental dan fisik. Suasana dan tuntutan kerja dalam pelayanan
medis menuntut kecepatan, ketetapan, dan kehati-hatian.

2.

Keterbatasan fisik. Hasil perawatan medis (sembuh atau tidak) ditentukan
oleh pengetahuan, sikap, keterampilan (kompetensi) dan kondisi fisik
dokter atau tenaga kesehatan tersebut.

3.

Gangguan lingkungan. Lingkungan yang tidak nyaman seperti berisik,
gerah, pencahayaan yang terlalu terang atau redup, suasana kerja yang
tidak harmonis, paparan radiasi, gangguan telepon, kelebihan beban kerja,
dan lain-lain.

5.

Supervisi. Supervisi memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anak
buahnya dalam rangka meraih tujuan bersama yang telah disepakati.

6.

Teamwork. Katzenbach dan Smith mendefinisikan teamwork sebagai suatu
kelompok kecil orang dengan keterampilan-keterampilan yang saling
melengkapi yang berkomitmen pada tujuan bersama, sasaran-sasaran
kinerja dan pendekatan yang mereka jadikan tanggung jawab bersama.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Vincent (2003) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap KNC
dan KTD meliputi:
1.

Organisasi dan manajemen (struktur organisasi, budaya organisasi,
kebijakan, kepemimpinan dan komitmen, sumber daya manusia, finansial,
peralatan dan teknologi)

2.

Lingkungan kerja (fisik, lingkungan yang bising, banyak interupsi, beban
kerja, tekanan waktu dan psikologis, desain bangunan)

3.

Teamwork (komunikasi, kerjasama, supervisi, pembagian tugas)

4.

Individu (pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku, kondisi fisik dan
mental, kepribadian staf)

5.

Task atau tugas (ketersediaan standar operasional prosedur atau SOP,
ketersediaan pedoman, desain tugas)

6.

Pasien (kondisi pasien, kepribadian, kemampuan, gangguan mental)

2.4.9. Kategori nursing error
State Boards of Nurshing in USA mengidentifikasi 8 kategori nursing
error (kesalahan keperawatan) yang menggambarkan kemungkinan kesalahan dan
faktor kontributif atau penyebab. Delapan kategori tersebut yaitu:
1.

Kurangnya

perhatian

(kesalahan

memprediksi

komplikasi,

seperti

perdarahan pasca-operasi)
2.

Kurangnya rasa kekhawatiran (kegagalan mengadvokasi kepentingan
pasien/gagal mempertanyakan arahan dokter yang tidak tepat)

3.

Tidak tepat dalam memutuskan (gagal untuk mengenali implikasi tanda
dan gejala pasien)

Universitas Sumatera Utara

4.

Kesalahan medikasi (salah obat dan salah jumlah)

5.

Kurangnya intervensi terhadap pasien (gagal untuk menindaklanjuti gejala
shock hipovolemic)

6.

Kurangnya preventif (gagal untuk mencegah adanya ancaman terhadap
keamanan pasien, misalnya tidak adanya pencegahan dan pengendalian
infeksi)

7.

Kesalahan dalam melaksanankan perintah dokter/tenaga kesehatan yang
lain (tidak melaksanakan perintah yang sesuai sehingga mengakibatkan
intervensi yang salah)

8.

Kesalahan dalam pendokumentasian (mencatat prosedur atau obat sebelum
selesai dilakukan intervensi).

2.4.10. Langkah-langkah patient safety
Tujuh langkah dalam penerapan keselamatan pasien di rumah sakit yaitu:
1.

Pertama dengan membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien,
menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Menurut
National Patient Safety Agency atau NPSA (2009) dengan melakukan
audit tentang pemahaman staf tentang budaya keselamatan pasien,
membudayakan pelaporan insiden, komplain, perlindungan staf.

2.

Memimpin dan mendukung staf, membangun komitmen dan fokus yang
kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit. Membicarakan
arti penting dan usaha untuk meningkatkannya dengan pertemuan,
penyediaan pendidikan/pelatihan tentang keselamatan pasien.

Universitas Sumatera Utara

3.

Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan resiko, mengembangkan sistem
dan proses pengelolaan resiko, serta melakukan identifikasi dan
pengkajian hal yang berpotensi menjadi masalah. Mengecek status
penyakit dan mengidentifikasi terapi yang sudah diberikan.

4.

Mengembangkan sistem pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah
melaporkan kejadian atau insiden, serta pelaporan rumah sakit kepada
KKP-RS. Sosialisasikan sistem dan alat pelaporan kejadian.

5.

Melibatkan pasien dalam berkomunikasi serta mengembangkan cara-cara
berkomunikasi serta mengembangkan cara-cara berkomunikasi yang
terbuka dengan pasien.

6.

Melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan
pasien, mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.

7.

Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien,
menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

2.4.11. Indikator patient safety
Nursalam (2011) menyatakan bahwa indikator keselamatan pasien (IPS)
bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan
pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, misalnya untuk menunjukan:
1.

Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.

2.

Bahwa suatu pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan.

4.

Ketidaksepadanan antar unit pelayanan kesehatan (misalnya pemerintah
dengan swasta).

2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Adapun kerangka konsep penelitian yang berjudul penerapan timbang
terima pasien dan keselamatan pasien di ruang rawat bedah dan ruang penyakit
dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014 menurut Nursalam (2011) dan JCI
dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit (2011) Kerangka konsep dapat dilihat
pada bagan di bawah ini:
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Penerapan timbang terima pasien:
1. Prinsip timbang terima
2. Jenis timbang terima
3. Macam-macam timbang terima
4. Langkah-langkah pelaksanaan
timbang terima
5. Pelaksanaan timbang terima
yang baik dan benar
tempat
untuk
6. Pemilihan
pelaksanaan timbang terima
7. Prosedur timbang terima
8. Tahapan dan bentuk pelaksanaan
timbang terima
9. Hambatan dalam pelaksanaan
timbang terima

Variabel Dependen
Keselamatan pasien:
1. Melakukan identifikasi
pasien secara tepat
2. Meningkatkan
komunikasi yang efektif
3. Meningkatkan
keamanan penggunaan
obat
yang
membutuhkan perhatian
4. Mengurangi risiko salah
lokasi, salah pasien dan
tindakan operasi
risiko
5. Mengurangi
infeksi

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

hubungan spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah RSUD Dr. Pirngadi Medan

2 64 107

Persepsi Pasien Umum Tentang Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Gayo Lues Tahun 2014

0 35 80

Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan

3 27 115

Persepsi Pasien Umum Tentang Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Gayo Lues Tahun 2014

3 38 80

Hubungan Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Kesetan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 1 18

Hubungan Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Kesetan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

1 1 4

Hubungan Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Kesetan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

2 11 8

Hubungan Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Kesetan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

2 16 4

Pengetahuan dan Sikap Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Discharge Planning di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 5 11

Hubungan Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 4 36