Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan
SKRIPSI
Oleh
Beby Veri Andani 111101012
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
i
F
UNI
i
SKRIPSI
Oleh
Beby Veri Andani 111101012
FAKULTAS KEPERAWATAN
NIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
i
(3)
(4)
(5)
iv
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat ada bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan I
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan II
4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan III 5. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini
6. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I
7. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji II
(6)
v
dan adik-adik yang senantiasa memberi doa, nasehat dan dukungan 10. Teman-teman mahasiswa S1 2011 Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya.
Medan, Agustus 2015
(7)
vi
Halaman Halaman judul...
Halaman pernyataan orisinalitas... i ii
Lembar pengesahan... iii
Kata pengantar... iv
Daftar isi... Daftar tabel... Daftar skema... Abstrak... vi ix x xi Bab 1. Pendahuluan 1. Latar belakang... 1
2. Perumusan masalah... 4
3. Pertanyaan penelitian... 4
4. Tujuan penelitian... 5
5. Manfaat penelitian... 5
Bab 2. Tinjauan Pustaka 1. Konsep stres ... 7
1.1 Definisi stres ... 1.2 Jenis stres... 1.3 Sumber stresor... 1.4 Tahapan stres... 1.5 Tingkatan stres... 1.6 Tanda dan gejala stres... 7 8 9 11 13 13 2. Stres kerja... 15
2.1 Definisi stres kerja... 15
2.2 Penyebab stres kerja ... 16 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja ... 2.4 Dampak stres kerja ...
18 19
(8)
vii
Bab 3. Kerangka Penelitian
1. Kerangka penelitian ... 23 2. Definisi operasional ... 3. Hipotesa penelitian...
24 25
Bab 4. Metode Penelitian
1. Desain penelitian ... 26 2. Populasi, sampel dan tehnik sampling... 26 2.1 Populasi penelitian ... 26 2.2 Sampel penelitian ... 2.3 Tehnik sampling...
26 28 3. Lokasi dan waktu penelitian ...
3.1 Lokasi penelitian... 3.2 Waktu penelitian...
28 28 28 4. Pertimbangan etik ... 28 5. Instrumen Penelitian ... 29 6. Validitas dan Realibilitas...
6.1 Validitas... 6.2 Reliabilitas... 7. Pengumpulan data... 8. Analisa data... 8.1 Analisis univariat... 8.2 Analisis bivariat...
Bab 5. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil penelitian... 1.1 Karakteristik demografi responden... 1.2 Stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat
intensif ... 1.3 Perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan
ruang rawat intensif... 31 31 31 32 33 34 34 36 36 37 42
(9)
viii
2.2 Stres kerja perawat di ruang rawat intensif... 2.3 Perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang
rawat intensif...
Bab 6. Kesimpulan dan saran
1. Kesimpulan... 2. Saran... 45 47 50 51
Daftar Pustaka... 52
Lampiran 1. Informed consent... Lampiran 2. Instrumen penelitian... Lampiran 3. Lembar bukti bimbingan... Lampiran 4. Taksasi dana... Lampiran 5. Daftar riwayat hidup ... Lampiran 6. Surat survey awal... Lampiran 7. Lembar persetujuan validitas... Lampiran 8. Surat komisi etik... Lampiran 9. Surat izin pengambilan data... Lampiran 10. Uji reliabilitas... Lampiran 11. Master data... Lampiran 12. Uji normalitas data... Lampiran 13. Hasil pengolahan data demografi... Lampiran 14. Hasil pengolahan data stres kerja... Lampiran 15. Uji Mann-Whitney U... Lampiran 16. Abstrak...
55 56 60 62 63 64 66 69 70 72 78 81 83 85 102 103
(10)
ix Halaman Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6
Kerangka operasional stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif... Jumlah sampel penelitian dari masing-masing ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan... Kuesioner stres kerja... Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden responden... Distribusi frekuensi dan persentase stres kerja perawat ruang rawat inap... Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan indikator variabel stres kerja pada perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan... Distribusi frekuensi dan persentase stres kerja perawat di ruang rawat intensif... Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan indikator variabel stres kerja pada perawat di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan... Uji perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif...
24 27 30 37 38 38 40 41 43
(11)
x
Halaman Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian stres kerja peraawat di ruang rawat
(12)
xi Nama Mahasiswa : Beby Veri Andani
NIM : 111101012
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Ajaran : 2014/2015
ABSTRAK
Stres kerja merupakan salah satu masalah yang serius di dunia.Stres kerja adalah ketegangan pada manusia yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan sosial pekerjaan. Stres kerja biasa dialami oleh orang-orang yang terjun dalam profesi kesehatan. Salah satu dari profesi tersebut adalah perawat. Perawat yang kesulitan mengatasi stres di tempat kerja akan berdampak pada kualitas kerja perawat yang buruk dan produktivitas yang rendah. Selain itu stres kerja juga mengakibatkan motivasi kerja, kepuasan kerja, moral, dan komitmen memburuk karena stres yang berlebihan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif. Sampel yang diambil sebanyak 76 orang dengan tehnik purposive sampling, yang terdiri dari 38 perawat pelaksana di ruang rawat inap dan 38 perawat pelaksana di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner stres kerja. Hasil uji Mann-Whitney U didapatkan bahwa terdapat perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif (p=0,000), yakni perawat di ruang rawat inap mengalami stres kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawat di ruang rawat intensif. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar pihak manajemen dapat mengevaluasi program yang ada sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya tingkat stres kerja di ruangan rawat inap.
(13)
xii Medan
Name of Student : Beby Veri Andani eStd. ID Number : 111101012
Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep) Academic Year : 2014-2015
ABSTRACT
Work stress is a serious problem throughout the world. It constitutes tension in human beings which is caused by job or social working environment. It is usually undergone by people who get involved in health profession. One of the professions is nurses. Nurses who are difficult to cope with their stress in the workplace will bring about their bad work quality and low productivity. It can also cause bad work motivation, work satisfaction, moral, and commitment because of excessive stress. The research used descriptive comparative method which was aimed to identify the difference between the work stress of nurses who were on duty in the Inpatient wards and the work stress of nurses who were on duty in the Intensive Care Unit. The samples were 76 respondents that consisted of 38 nurse practitioners in the Inpatient wards and 38 nurse practitioners in the Intensive care Unit of RSUD dr. Pirngadi, Medan, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires on work stress. The result of Mann-Whitney U test showed that there was the difference between work stress of nurses in the Inpatient Wards and work stress of nurses in the Intensive Care Unit (p = 0.000). Work stress of nurses in the Inpatient Wards was higher than that of nurses in the Intensive Care Unit. It is recommended that the hospital management should evaluate the existing program so that the factors which cause work stress to be higher in the Inpatient wards can be found.
(14)
1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Stres kerja merupakan salah satu masalah yang serius di dunia. Sebuah survei nasional oleh Northwestern National Life Insurance Company (1991) menunjukkan bahwa hampir 46% daripekerja Amerika merasa bahwa pekerjaan mereka penuh dengan stres, sedangkan hampir 27% mengatakan bahwa pekerjaan mereka adalah sumber terbesar tunggal dari stres dalam kehidupan mereka (Muchinsky, 2003).
Selye (1950, dalam Hidayat, 2009) mengatakan bahwa stres dapat terjadi apabila seseorang mendapat tugas atau beban yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu. Apabila seseorang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang itu tidak mengalami stres.
Ada banyak faktor dalam kehidupan manusia yang dapat mengakibatkan stres. Dalam dunia kerja segala hal dapat menjadi sumber stres bagi individu. Sumber stres tersebut tidak hanya datang dari satu macam pembangkit stres tetapi dari beberapa pembangkit stres yang dapat menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal bahkan membuat seseorang jatuh sakit. Sebagian besar dari sumber stres tersebut diperoleh dari lingkungan pekerjaan, karena hal itulah lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan
(15)
seseorang yang bekerja dan keberhasilan seorang tenaga kerja dalam bekerja (Munandar, 2001). Stres kerja juga dapat muncul dari dalam diri, misalnya menetapkan tujuan yang tidak realistis, berusaha untuk berubah terlampau banyak dan terlampau cepat (Looker & Gregson, 2005).
Ellis, dkk (2000) menyatakan bahwa fenomena stres kerja biasa dialami oleh orang-orang yang terjun dalam profesi kesehatan. Stres yang dialami oleh petugas kesehatan sering diakibatkan oleh ketegangan emosional yang berkaitan dengan sifat pekerjaan mereka. Salah satu dari profesi tersebut adalah perawat.
Perawat dalam melaksanakan tugasnya, tidak jarang harus berhadapan dengan berbagai macam tekanan, baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari luar pekerjaannya. Lambert & Lambert (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perawatberhadapandengan berbagai macam pembangkit stres di tempat kerja. Kekurangan jumlah perawat di seluruh dunia, jumlah penduduk lansia menjadi lebih besar, peningkatan kejadian penyakit kronik dan teknologi yang semakin canggih juga berkontribusi padasumber streskerja. Perawat yang kesulitan mengatasi stres di tempat kerja akan berdampak pada kualitas kerja perawat yang buruk dan produktivitas yang rendah. Selain itu stres kerja juga mengakibatkan motivasi kerja, kepuasan kerja, moral, dan komitmen memburuk karena stres yang berlebihan (Griffin, 2004).
Haryanti, Aini dan Purwaningsih (2013) mendapatkan bahwa tingkat stres kerja perawat di instalasi gawat darurat RSUD Kabupaten Semarang
(16)
sebanyak 82,2% perawat mengalami stres sedang dan 17,2% perawat mengalami stres ringan. Penelitian oleh Jumaini (2013) mendapatkan bahwa stres kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Kota Dumai adalah 42,2% perawat mengalami stres kerja sedang, 37,8% mengalami stres kerja ringan, dan 20% perawat mengalami stres kerja berat. Dari dua hasil penelitian tersebut dapat kita lihat bahwa perawat yang bekerja di ruangan rawat inap ataupun rawat intensif mengalami stres kerja.
Penelitian oleh Simanjorang (2008) mendapatkan bahwa 59,6% perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan menunjukkan tingkat stres sedang, hanya 9,9% termasuk kategori tinggi dan 4,6% termasuk kategori sangat tinggi. Indikasi stres kerja kategori sedang tersebut tercermin dari lebih dominannya perawat yang mengalami gejala-gejala stres seperti, perawat sulit mengalami konsentrasi dalam melakukan pekerjaannya, merasa bosan dan tidak puas dalam bekerja serta merasa cepat lelah.
Pada suatu penelitian tentang stres kerja perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat yang dilakukan oleh Rihulay (2012) mendapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat stres kerja perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat. Perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres kerja yang lebih besar dibandingkan dengan perawat unit gawat darurat. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu perawat unit rawat inap melakukan rutinitas yang relatif sama setiap hari, perawat yang bertugas sedikit, kondisi kerja tidak kondusif, dan rekan kerja yang tidak dapat bekerja sama dengan baik.
(17)
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan merupakan sarana pelayanan kesehatan rujukan milik pemerintah kota Medan. Berdasarkan wawancara dengan 5 orang perawat di ruangan rawat inap dan ruangan rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 15 Desember 2014 didapatkan bahwa perawat pelaksana di kedua ruangan tersebut sering mengalami tanda dan gejala stres yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan, kondisi tempat kerja yang rentan terhadap penyakit, konflik dengan sejawat, kesulitan mengelola tindakan medis yang baru karena kurangnya pelatihan dan lain-lain.
Melihat begitu banyaknya sumber stres yang dimiliki oleh perawat ruangan rawat inap dan intensif, peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan stres kerja perawat ruang rawat inap dan ruang rawat intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.
2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan ?
3. Pertanyaan penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:
3.1 Bagaimana gambaran stres kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan ?
(18)
3.2 Bagaimana gambaran stres kerja perawat di ruang rawat intensif Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan ?
3.3 Apakah ada perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan ?
4. Tujuan penelitian 4.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
4.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
4.2.1 Untuk mengidentifikasi gambaran stres kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
4.2.2 Untuk mengidentifikasi gambaran stres kerja perawat di ruang rawat intensif Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
(19)
5. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 5.1 Untuk pendidikan keperawatan
Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan di bidang manajemen keperawatan khususnya tentang stres kerja perawat.
5.2 Untuk pelayanan keperawatan
Sebagai bahan tambahan yang dapat meningkatkan pengetahuan manager keperawatan mengenai stres kerja perawat, sehingga dapat meminimalisir terjadinya stres pada perawat.
5.3 Untuk penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan stres kerja perawat.
(20)
7
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep stres 1.1 Definisi stres
Stres dapat didefinisikan sebagai keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres, merasakan distres atau eustres (Looker & Gregson, 2005).
Nasir & Muhith (2011) menyatakan bahwa stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang membuat kita tetap hidup. Stres merupakan kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Stres adalah suatu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres (stressor). Yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stres (Munandar, 2001). Secara sederhana stres sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap
(21)
suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2009).
1.2 Jenis stres
Ada dua jenis stres, yaitu stres baik (eustres) dan stres buruk (distres). Stres yang baik atau eustres adalah sesuatu yang positif. Stres dikatakan berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi sebuah tuntutan untuk menjadikan dirinya sendiri maupun orang lain mendapatkan sesuatu yang baik (Nasir & Muhith, 2011).
Stres yang baik terjadi apabila individu menganggap setiap stimulus yang datang adalah sebagai hal yang memberikan pelajaran bagi dirinya (Nasir & Muhith, 2011). National Safety Council (2003) mengatakan bahwa stres yang baik merupakan sebuah motivasi yang positif dan dapat memberikan inspirasi pada individu. Promosi jabatan dan cuti yang dibayar adalah contoh dari stres baik. Situasi eustress dapat membangkitkan rasa percaya diri, menjadi terkontrol dan mampu mengatasi dan menangani tugas-tugas, tantangan dan tuntutan (Looker & Gregson, 2005).
Setiap stres yang datang dapat dijadikan sebagai suatu yang positif dengan cara mencari penyelesaian dari masalah yang dianggap sebagai stresor tersebut. Salah satunya dengan mencari dukungan dari orang lain untuk membantu menyelesaikan masalah. Apabila masalah tersebut tetap tidak dapat diselesaikan maka cukup dengan diambil hikmahnya saja (Nasir & Muhith, 2011).
(22)
Stres yang buruk atau distres adalah stres yang bersifat negatif. Distres muncul apabila individu menganggap sebuah tuntutan adalah merupakan ancaman bagi dirinya sehingga respon yang digunakan selalu negatif. Distres akan menempatkan pikiran dan perasaan kita pada tempat dan suasana yang serba sulit (Nasir & Muhith, 2011).
Distres dipicu oleh sebuah tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan, atau apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi (Nasir & Muhith, 2011). Bukan hanya itu, Looker & Gregson (2005) mengatakan bahwa distres juga dapat muncul karena terlalu sedikitnya tuntutan yang merangsang individu yang dapat menyebabkan kebosanan dan frustasi. Situasi tersebut umumnya muncul ketika seseorang memasuki masa pensiun atau pekerjaan mereka tidak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
1.3 Sumber stresor
Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respons stres seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti air minum, makanan atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya (Hidayat, 2009).
(23)
Stres yang dialami manusia juga dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu pertama, sumber stres dalam diri sendiri, pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres (Hidayat, 2009).
Pendorong dan penarik konflik menghasilkan dua kecenderungan yang berkebalikan, yaitu approach dan avoidance. Kecenderungan ini menghasilkan tipe dasar konflik yaitu, (1) Approach-approach conflict, muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama baik. (2) Avoidance-avoidance conflict, muncul ketika kita dihadapkan pada satu pilihan antara dua situasi yang tidak menyenangkan. (3) Approach-avoidance conflict, muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam satu tujuan atau situasi (Weiten, 1992 dalam Nasir & Muhith, 2011)
Kedua, sumber stres di dalam keluarga, bersumber dari masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga (Hidayat , 2009). Selain itu hadirnya anggota baru, sakit, dan kematian dalam keluarga juga memungkinkan munculnya stres (Nasir & Muhith, 2011)
Ketiga, sumber stres di dalam masyarakat dan lingkungan, dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut sebagai stres pekerja karena lingkungan
(24)
fisik, dikarenakan kurangnya hubungan interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang (Hidayat, 2009).
1.4 Tahapan stres
Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut Van Amberg (1979 dalam Hidayat, 2009) tahapan stres dapat terbagi menjadi enam tahap. Tahap pertama merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti biasanya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaannya dan semakin bersemangat, tapi tanpa disadari cadangan energinya semakin menipis (Hawari, 2004).
Tahap kedua, pada stres tahap ini seseorang akan merasa letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai (Hidayat, 2009). Hal tersebut disebabkan oleh cadangan energi yang tidak cukup karena kurangnya waktu untuk istirahat (Hawari, 2004).
Tahap ketiga, tahap ini terjadi apabila seseorang terus memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan yang terjadi pada stres tahap 2 (Hawari, 2004). Keluhan yang biasanya muncul pada tahap ini adalah pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang
(25)
air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga (Hidayat, 2009).
Tahap keempat, pada tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya (Hawari, 2004 & Hidayat, 2009).
Tahap kelima, stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat (Hidayat, 2009). Serta Hawari (2004) mengatakan bahwa seseorang yang mengalami stres pada tahap 5 akan merasa mudah bingung dan panik.
Tahap keenam, tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati. Gejala yang dialami oleh seseorang pada tahap ini adalah detak jantung semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan (Hidayat, 2009).
(26)
1.5 Tingkatan stres
Potter & Perry (2005) membagi stres menjadi tiga tingkatan, yaitu stres ringan, stres sedang dan stres berat. Stres ringan disebabkan oleh stresor yang dihadapi oleh setiap orang secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalulintas, kritikan dari atasan. Stres ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.
Stres sedang berlangsung lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari dan disebabkan oleh perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga. Stres berat merupakan situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, contohnya disebabkan oleh perselisihan perkawinan terus menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan dan penyakit fisik jangka panjang (Potter & Perry, 2005).
1.6 Tanda dan gejala stres
Anoraga (2009) membagi gejala stres dari ringan sampai berat yang meliputi:
a. Gejala badan seperti sakit kepala (cekot-cekot, vertigo), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada terasa panas/nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan, gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual, muntah, bermacam-macam gangguan menstruasi, keputihan, pingsan dan lain-lain.
(27)
b. Gejala emosional seperti mudah lupa, sulit konsentrasi, sulit mengambil keputusan, cemas, was-was, mimpi buruk, murung, mudah marah, mudah menangis, gelisah, dan putus asa dan sebagainya. c. Gejala sosial seperti banyak merokok / minum / makan, sering
memeriksa pintu dan jendela, menarik diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar, membunuh dan lainnya.
Looker & Gregson (2005) membagi tanda-tanda stres menjadi dua, yaitu tanda stres yang baik (eustres) dan stres yang buruk (distres). Tanda-tanda distres dibagi menjadi Tanda-tanda fisik dan mental.
a. Tanda fisik yang biasa dirasakan seperti merasakan detak jantung berdebar-debar, sesak napas, mulut kering, nausea, diare, sembelit, perut gembung, ketegangan otot, kegelisahan, hiperaktif, menggigit kuku, mengetok jari, meremas-remas tangan, lelah, capek, lesu, sulit tidur, merasa sedih, sakit kepala, sering sakit seperti flu, berkeringat khususnya di telapak tangan dan bibir atas, merasa gerah, tangan dan kaki dingin, sering ingin kencing, makan berlebihan, kehilangan selera makan, lebih banyak merokok.
b. Tanda mental yang muncul seperti cemas, kecewa, menangis, rendah diri, merasa putus asa dan tanpa daya, histeris, menarik diri, gelisah, depresi, tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, frustasi, bosan, merasa salah, tertolak, terabaikan, kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah, polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa, sulit
(28)
berpikir jenih, berkonsentrasi dan membuat keputusan, rentan berbuat kesalahan dan melakukan kecelakaan, punya banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu di mana memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil dan beralih dari satu tugas ke tugas lainnya, marah, melawan, agresif, pelupa, kurang kreatif, irasional, menunda-nunda pekerjaan, dll.
Tanda-tanda eustres atau stres yang baik seperti euforik, terangsang, tertantang, bersemangat, membantu, memahami, ramah, akrab, mencintai, bahagia, tenang, terkontrol, yakin, kreatif, efektif, efisien, jelas dan rasional dalam pikiran dan keputusan, bekerja keras, senang, produktif, riang, dan sering tersenyum (Looker & Gregson, 2005).
2. Stres kerja
2.1 Definisi stres kerja
The National Institute for Occupational Safety and Health (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi fisik dan emosional yang berbahaya yang terjadi ketika pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan, sumber daya dan kebutuhan pekerja. Muchinsky (2003) berpendapat bahwa stres kerja merupakan respon terhadap rangsangan yang hadir pada pekerjaan yang mengakibatkan hal negatif pada fisik ataupun psikologis seorang pekerja.
Anoraga (2009) mengatakan stres kerja adalah ketegangan pada manusia yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan sosial pekerjaan. Stres kerja timbul karena ada ketidakseimbangan antara manusia dan
(29)
lingkungan. Suara gaduh, suhu udara yang tinggi atau terlalu rendah adalah salah satu contoh ketidakseimbangan pada lingkungan yang menimbulkan stres pada karyawan.
2.2 Penyebab stres kerja
Griffin (2004) membagi penyebab stres kerja menjadi 4 kategori antara lain tuntutan tugas, tuntutan fisik, tuntutan peran dan tuntutan interpersonal.
a. Tuntutan tugas merupakan penyebab stres yang terkait dengan tugas itu sendiri. Pekerjaan yang menuntut seseorang untuk membuat keputusan secara cepat, membuat keputusan tanpa informasi yang lengkap dan keharusan membuat keputusan yang relatif serius adalah sejumlah situasi yang dapat menyebabkan terjadinya stres kerja. b. Tuntutan fisik merupakan penyebab stres yang terkait dengan
lingkungan kerja. Bekerja di luar kantor dengan suhu yang sangat panas atau dingin, atau bahkan di dalam kantor yang tidak ber-AC dapat menyebabkan terjadinya stres. Desain kantor yang buruk yang membuat karyawan kurang memiliki privasi atau menghambat interaksi sosial, ruangan kerja yang berisik, pencahayaan yang buruk, dan ruang kerja yang sempit juga bisa menimbulkan stres. Yang lebih berbahaya adalah ancaman aktual terhadap kesehatan.
c. Tuntutan peran merupakan penyebab stres yang terkait dengan ketidakjelasan peran atau konflik peran yang dialami oleh individu dalam kelompok. Contohnya seorang karyawan baru yang merasa
(30)
perannya tidak jelas karena bimbingan dan pelatihan yang buruk dari organisasi akan mengalami stres.
d. Tuntutan interpersonal merupakan stresor yang terkait dengan hubungan antar individu di dalam organisasi. Hubungan yang baik dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan tidak akan menimbulkan tekanan. Tetapi ketika kelompok menekan individu atau terjadi konflik maka akan menimbulkan stres. Gaya kepemimpinan juga dapat menyebabkan stres. Seorang karyawan yang merasa sangat ingin berpartisipasi dalam pembuatan keputusan akan merasa stres jika atasannya menolak untuk menyediakan ruang partisipasi.
Dewe (1989, dalam Abraham & Shanley, 1997) melakukan survei pada 1801 perawat dan mengkaji stres mereka, dan mendapatkan bahwa ada 5 sumber stres kerja antara lain:
a. Beban kerja berlebihan, misalnya merawat terlalu banyak pasien mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman dalam bekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga.
b. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan dan gagal membentuk tim kerja dengan staf.
c. Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis, misalnya menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru
(31)
dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.
d. Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misalnya terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan dan sulit bekerjasama dengan pasien.
e. Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misalnya pasien lansia, pasien nyeri kronis atau mereka yang meninggal selama dirawat. 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi stres berdasarkan penelitian Martina (2012) yaitu: pertama, jenis kelamin; stres kerja sedang lebih banyak dialami oleh perempuan (95,5%). Hal ini disebabkan karena respon fisiologis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada saat perempuan mengalami stres, tubuh akan memberikan respon fisiologis berupa aktivitas dari beberapa hormon dan neurotransmitter di dalam otak. Lebih lanjut lagi perempuan lebih menderita stres dari pada laki-laki disebabkan karena prolaktin perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Hormon ini memberikan umpan balik negatif pada otak sehingga dapat meningkatkan trauma emosional dan stres fisik.
Kedua, status perkawinan; stres kerja sedang banyak dialami oleh perawat yang sudah menikah (90%). Hal ini disebabkan karena permasalahan yang sering terjadi di keluarga. Kondisi yang membutuhkan perhatian khusus seperti pada saat anak atau pasangan sakit sementara
(32)
harus tetap bekerja sehingga dapat menjadi stres tersendiri bagi perawat yang sudah berkeluarga.
Ketiga, tingkat pendidikan; tingkat stres kerja berdasarkan tingkat pendidikan yang berbeda menunjukkan hasil yang sama. Keempat, lama masa kerja; tingkat stres kerja berdasarkan lama kerja menunjukkan bahwa perawat dengan masa kerja 6 bulan – 3 tahun mempunyai tingkat stres yang paling tinggi.
2.4 Dampak stres kerja
Dampak dari stres bisa positif ataupun negatif. Apabila stres yang muncul dalam batas normal dan tidak dianggap sebagai tuntutan oleh seorang individu maka dapat menjadi keuntungan bagi sebuah perusahaan karena dapat memicu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Dampak negatif yang muncul bisa bersifat psikologis, perilaku dan medis (Griffin, 2004).
Dampak negatif yang bersifat psikologis dari stres berhubungan dengan kesehatan mental seseorang. Dampak ini meliputi gangguan tidur, depresi, masalah keluarga, gangguan seksual (Griffin, 2004). Selain itu Lubis (2006, dalam Prihatini, 2007) mengatakan bahwa dampak stres kerja yang bersifat psikologis meliputi gangguan psikis yang ringan hingga berat. Gangguan psikis yang ringan seperti mudah gugup, tegang, marah-marah, apatis dan kurang konsentrasi.Gangguan psikis berat yaitu seperti depresi dan ansietas.
(33)
Dampak negatif dilihat dari segi perilaku yaitu terjadi perubahan pada individu yang menimbulkan tindakan yang merusak atau berbahaya seperti merokok, minum alkohol, terlibat narkoba. Perilaku lain yang dipicu oleh stres adalah kecelakaan, kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain serta gangguan makan (Griffin, 2004).
Dampak negatif dilihat dari segi medis yaitu seperti serangan jantung dan stroke. Begitu juga sakit kepala, sakit punggung, bisul, serta gangguan kulit seperti jerawat dan gatal-gatal. Stres kerja juga mengakibatkan hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan menstruasi dan lain-lain (Lubis, 2006 dalam Prihatini, 2007).
Stres individu juga memiliki dampak langsung kepada perusahaan. Bagi seorang karyawan, stres bisa berdampak pada kualitas kerja yang buruk dan produktivitas yang rendah. Bagi seorang manajer, stres bisa berdampak pada keputusan yang buruk dan gangguan hubungan kerja. Individu yang kesulitan mengatasi stres di lingkungan kerja mungkin akan pura-pura sakit dan tidak masuk kerja atau bahkan meninggalkan perusahaan. Kepuasan kerja, moral, dan komitmen bisa memburuk akibat level stres yang berlebihan. Begitu juga dengan motivasi untuk bekerja (Griffin, 2004).
3. Stres kerja di ruang intensif
Pasien dalam keadaan sakit yang kritis (critically ill) bisa mengarah ke kegagalan sistem organ sehingga membutuhkan bantuan untuk sistem respirasinya, kardiovaskuler, renal, nutrisi, dan organ vital lainnya. Untuk
(34)
pasien yang demikian diperlukan perawatan intensif di unit pelayanan intensif (Djojodibroto, 1997).
Pelayanan intensif harus dilakukan oleh perawat yang terlatih secara formal dan mempunyai pengetahuan cukup mengenai intensive care serta bekerja selama 24 jam (Djojodibroto, 1997). Hal ini dimungkinkan karena perawat di ruangan intensif dihadapkan pada pasien dengan kondisi jiwa yang terancam, sehingga membutuhkan perhatian, pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat memberikan tindakan dengan cepat dan tepat (Putrono, 2002 dalam Saribu, 2012).
Sumber stres yang dialami oleh perawat di ruangan intensif adalah kondisi pasien yang kritis dan ditambah lagi ruangan tersebut dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memerlukan keahlian khusus seperti monitor jantung, respirator dan suasana kerja yang tenang memberikan kesan yang serius. Selain itu, kritikan sepihak dari keluarga pasien tanpa mempertimbangkan beban dan situasi kerja perawat juga dapat menyebabkan stres pada perawat (Putrono, 2002 dalam Saribu, 2012).
4. Stres kerja di ruang rawat inap
Unit rawat inap merupakan sebuah unit pelayanan yang digunakan sebagai tempat untuk perawatan umum pasien setelah pasien masuk ke rumah sakit. Pada sebuah rumah sakit, terdapat berbagai macam spesifikasi unit rawat inap tergantung management rumah sakit, ada yang terbagi berdasarkan kelas-kelas tertentu, misalnya kelas-kelas 1, 2, 3 ataupun juga VIP. Beberapa rumah sakit juga membedakan antara unit penyakit dalam, anak dan perawatan medis
(35)
secara umum. Perawat yang bekerja di unit rawat inap juga harus memiliki kompetensi, apalagi jika perawat tersebut bekerja di sebuah unit rawat inap dengan beraneka ragam sikap dan perilaku yang berbeda dari setiap pasien, maka perawat di tempat ini dituntut untuk mampu memenuhi segala kebutuhan pasien di unit tersebut sesuai dengan kebutuhan, bekerja cepat, mandiri dan juga secara profesional atau dengan teamwork dalam melakukan asuhan keperawatan yang akan mereka berikan kepada pasien (Rihulay, 2012).
Pada unit ini, seorang perawat bekerja berdasarkan program-program kegiatan yang terjadwal setiap harinya, namun kecendrungan untuk mengalami stres kerja juga dapat dialami oleh seorang perawat yang bertugas di unit rawat inap. Misalnya, perawat yang bertugas sedikit, kondisi kerja tidak kondusif dan rekan kerja yang tidak dapat bekerja sama dengan baik. Selain itu pula, di bagian rawat inap seorang perawat seharusnya ada di samping pasien setiap saat, apalagi jika pasien yang membutuhkan observasi terus menerus. Hal inilah yang dapat memicu terjadinya stres kerja pada perawat di unit rawat inap (Rihulay, 2012).
(36)
23
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka penelitian
Stres kerja merupakan ketegangan pada manusia yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan sosial pekerjaan (Anoraga, 2009). Adapun kerangka konsep dari stres kerja yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah penyebab stres kerja menurut Griffin (2004) & Dewe (1989 dalam Abraham & Shanley, 1997) antara lain adalah tuntutan tugas, tuntutan fisik, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, beban kerja yang berlebihan, kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, dan merawat pasien yang gagal membaik.
Stres Kerja - Tuntutan tugas - Tuntutan fisik - Tuntutan peran
- Tuntutan interpersonal (Griffin, 2004). - Beban kerja yang berlebih
- Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain - Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis - Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, - Merawat pasien yang gagal membaik.
(Dewe, 1989 dikutip dalam Abraham & Shanley, 1997).
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif
Perawat di ruang rawat inap
Perawat di ruang rawat intensif
(37)
2. Definisi operasional
Tabel 3.1 Kerangka Operasional Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif
No Variabel Defenisi
Operasional
Alat ukur Skala ukur
Hasil ukur
1. Stres kerja Ketegangan akibat stresor yang datang dari lingkungan kerja yang dialami oleh perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD dr. Pirngadi. Stimulus yang muncul meliputi tuntutan tugas, tuntutan fisik, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, beban kerja yang berlebih, kesulitan menjalin
hubungan dengan staf lain, kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan /perawatan pasien, dan merawat pasien yang gagal membaik. Kuesioner sebanyak 30 pernyataan dengan pilihan jawaban: 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering 4. Selalu Interval Ringan: 30-60 Sedang: 61-90 Berat: 91-120
(38)
3. Hipotesa penelitian
Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Hipotesa Alternatif (Ha) yaitu terdapat perbedaan antara stres kerja perawat di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan.
(39)
26
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain penelitian ini adalah bersifat deskriptif komparatif. Rancangan dalam penelitian ini untuk mengetahui perbedaan stres kerja yang dirasakan oleh perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Populasi, sampel dan tehnik sampling 2.1 Populasi penelitian
Populasi penelitian merupakan seluruh subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 302 perawat, yaitu 175 perawat di ruang rawat inap dan 127 perawat di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2.2 Sampel penelitian
Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi (Erlina, 2011). Penentuan jumlah sampel ini sesuai dengan ketentuan dari Arikunto (2006), yang menjelaskan jumlah populasi >100 orang dapat diambil untuk sampel 10-25%, dan pada penelitian ini ditetapkan sebanyak 10-25%, sehingga sampel
(40)
yang diperoleh yaitu 25% x 302 orang yaitu 76 responden. Jumlah sampel kemudian dibagi menjadi 2 bagian, yaitu 38 responden di ruang rawat inap dan 38 responden di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Proporsi jumlah sampel dari masing-masing ruangan dihitung menggunakan rumus Isgiyanto (2009):
ni =
Keterangan:
ni = Besar sampel yang harus diambil dari unit 1 Ni =Besar populasi dari unit 1
N =Besar Populasi n = Besar sampel
Tabel 4.1 Jumlah sampel penelitian dari masing-masing ruangan di RSUD Dr. Pirngadi Medan
No Ruangan Sampel
1. Tanjung 0
2. Tanjung 1 0
3. Tanjung 2 0
4. Melati 1 4
5. Melati 2 3
6. Melati 3 4
7. Kenanga 1 5
8. Asoka 1 7
9. Asoka 2 5
10. Flamboyan 5
11. Matahari 5
12. ICU 15
13. ICCU 8
14. HDU 8
15. Unit Stroke 7
Total 76
Ni x n N
(41)
2.3 Tehnik sampling
Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, dimana penetapan sampel dilakukan dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2009). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah (1) perawat pelaksana yang bekerja di ruangan rawat inap Kelas III (2) perawat pelaksana yang bekerja di ruangan ICU, ICCU, HDU, Unit Stroke (3) bersedia menjadi responden.
3. Lokasi dan waktu penelitian 3.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan. Adapun pertimbangan pemilihan rumah sakit tersebut karena merupakan rumah sakit tipe B, rumah sakit pendidikan, dan sampel penelitian jumlahnya tersedia.
3.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015. 4. Pertimbangan etik
Pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (program studi Ilmu Keperawatan, Universitas Sumatera Utara) dan kemudian permohonan izin penelitian yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat
(42)
penelitian (RSUD. Dr. Pirngadi Medan). Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Hidayat (2007), mengatakan bahwa ada pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada saat penelitian yaitu: a. Informed consent, bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dan dampaknya. Jika responden bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak mereka. b. Anonimity, penelitian tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. c. Confidentiality, penelitian menjamin kerahasiaan informasi responden dan hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
5. Instrumen penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner stres kerja disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka dari penyebab stres kerja menurut Griffin (2004) & Dewe (1989 dalam Abraham & Shanley,1997) dan tanda gejala stres yang muncul. Kuesioner ini dibagi dalam dua bagian yaitu bagian pertama tentang data demografi meliputi, kode responden, ruangan, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan lama masa bekerja.
(43)
Bagian kedua tentang stres kerja terdiri dari 30 pernyataan. Pilihan jawaban yang diberikan adalah tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang diberi skor 2, sering diberi skor 3, selalu diberi skor 4.
Berdasar kan rumus statistik menurut Hidayat (2007), i =
Di mana i merupakan panjang kelas, dan rentang merupakan pengurangan nilai tertinggi dengan nilai terendah, nilai terendah yang mungkin diperoleh oleh setiap responden adalah 30 dan nilai tertinggi adalah 120. Rentang kelas sebesar 90 (120 - 30) dan banyak kelas yang diinginkan adalah 3 yaitu stres kerja ringan, stres kerja sedang, stres kerja berat, maka diperoleh panjang kelas sebesar 30. Dengan i = 30 dan nilai terendah 30 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka stres kerja dapat dikategorikan sebagai stres kerja ringan (30-60), stres kerja sedang (61-90), stres kerja berat (91-120).
Berdasarkan uraian diatas kuesioner stres kerja dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.2 Kuesioner Stres Kerja
Variabel Sub variabel No Soal Jumlah
Soal Stres Kerja - Tuntutan tugas
- Tuntutan fisik - Tuntutan peran
- Tuntutan interpersonal - Beban kerja yang berlebih
- Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain
- Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis
- Berurusan dengan
pengobatan/perawatan pasien - Merawat pasien yang gagal
membaik. 1,2,3,4 5,6,7,8,9 10,11,12 13,14,15 16,17,18 19,20,21 22,23,24 25,26,27 28,29,30 4 5 3 3 3 3 3 3 3 Total 30 Rentang Banyak Kelas
(44)
6. Validitas dan reliabilitas 6.1 Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mengukur apa yang ingin di ukur. Semakin tinggi tingkat validitas suatu instrumen, maka instrumen tersebut semakin mengenai sasarannya atau semakin menunjukkan apa yang sebenarnya diukur. Validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya dalam mencapai sasarannya (Erlina, 2011). Uji validitas berdasarkan tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan cara di konsultasikan kepada yang berkompeten di bidang tersebut atau disebut juga validitas isi (Setiadi, 2007). Pada instrumen penelitian ini, uji validitas dilakukan sebelum pengumpulan data dengan melakukan konsultasi kepada beberapa ahli yakni kepada ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep, kepada ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep dan kepada Ns. Roslina, SKM. S.Kep, M.Kep selaku Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) RSUD Dr. Pirngadi Medan. Hasil uji validitas dari instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,88 dan dinyatakan valid.
6.2 Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Reliabilitas biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, yang disebut koefisien. Koefisien yang tinggi menunjukkan reliabilitas yang tinggi pula (Dempsey & Dempsey, 2002).
(45)
Pada penelitian ini peneliti melakukan uji reliabilitas di Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan yang dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 30 perawat yang bukan merupakan sampel tetapi memiliki kriteria yang sesuai dengan kriteria penelitian. Penentuan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan program komputer untuk analisa statistik Cronbach’s alpha. Suatu
instrumen akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas α > 0,7 (Polit &
Hungler, 1999). Hasil uji reliabilitas dari 30 pernyataan yang diberikan kepada 30 perawat pelaksana di ruang rawat inap adalah 0,937 dan hasil uji reliabilitas dari 30 pernyataan yang diberikan kepada 30 perawat pelaksana di ruang rawat intensif adalah 0,891.
7. Pengumpulan data
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat izin pelaksanaan penelitian dari Institusi Pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian mengirim surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan ke tempat penelitian yaitu RSUD Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapat izin penelitian dari rumah sakit maka peneliti mengantar surat izin tersebut ke Ruang Rawat Inap dan Ruang Rawat Intensif tempat peneliti melakukan penelitian.
Setelah mendapatkan izin dari masing-masing kepala ruangan maka peneliti akan menetapkan sampel yang akan diteliti yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Setelah sampel terpilih, peneliti mengadakan pendekatan kepada calon responden dan menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur
(46)
pelaksanaan penelitian serta meminta persetujuan sebagai sampel penelitian dan responden diberi kesempatan membaca lembar persetujuan. Jika bersedia maka responden di minta untuk menandatangani informed consent dan diberi lembar kuesioner. Responden diminta untuk menjawab pernyataan yang terdapat pada lembaran kuesioner sesuai dengan petunjuk masing-masing bagian. Peneliti memberitahu responden untuk mengisi kuesioner sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilakukan oleh responden dan harus diisi sendiri oleh responden.
8. Analisa data
Peneliti melakukan analisa data melalui enam tahap yaitu, tahap pertamaeditingyaitu memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan bahwa semua pertanyaantelah terisi sesuai petunjuk. Tahap kedua,codingyaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Peneliti membuat kode pada kuesioner sebagai pengganti identitas responden dan selanjutnya peneliti memberikan kode pada masing-masing pernyataan dalam kuesioner. Tahap ketiga, sortingyaitu peneliti mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data). Misalnya menurut tanggal dan sebagainya. Tahap keempat,entry datayaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Tahap kelima, cleaningyaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui adakesalahan atau tidak. Tahap keenam, analisis data yaitu data yang telah terkumpul dianalisis kembali untuk menghindari terjadinya kesalahan data.
(47)
8.1 Analisis univariat
Analisis univariat merupakan suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian. Pada analisis ini akan diketahui distribusi frekuensi mengenai karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan lama masa kerja perawat. Peneliti juga menganalisa variabel stres kerja perawat dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.
8.2 Analisis bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk melihat interaksi dua variabel. Analisis dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan. Data yang diperoleh diuji normalitasnya menggunakan Kolmogorof-Smirnov karena jumlah sampel lebih besar dari 50 responden. Setelah diuji normalitas, data yang diperoleh tidak berdistribusi normal sehingga untuk menguji hipotesis penelitian ini digunakan uji Mann-Whitney U. Hasil analisa akan diperoleh nilai p, jika nilai p < 0,05 itu berarti ada perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif sedangkan jika nilai p > 0,05 itu berarti tidak ada perbedaan (Arikunto, 2005).
(48)
35
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif melalui proses pengumpulan data yang dilakukan sejak 25 Mei 2015 hingga 25 Juni 2015 di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan jumlah responden sebanyak 76 orang responden dengan distribusi 38 responden perawat ruangan rawat inap dan 38 responden perawat ruangan rawat intensif.
1. Hasil penelitian
Hasil penelitan ini dibagi atas 3 bagian yaitu karakteristik responden, stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan serta perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.1 Karakteristik demografi responden
1.1.1 Karakteristik demografi responden perawat ruang rawat inap dan ruang rawat intensif
Berdasarkan jenis kelamin, responden terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 33 orang (86,6 %) di ruang rawat inap dan sebanyak 31 orang (81,6%) di ruang rawat intensif. Hampir seluruh responden di kedua ruangan berstatus menikah yaitu sebanyak 37 orang (97,4 %) di ruangan rawat inap dan sebanyak 35 orang (92,1 %) di ruangan rawat intensif. Lebih dari setengah total responden di ruang rawat inap memiliki tingkat pendidikan pada jenjang D-3 keperawatan yaitu
(49)
sebanyak 25 orang (65,8%) sedangkan lebih dari setengah total responden di ruang rawat intensif memiliki tingkat pendidikan pada jenjang S-1 keperawatan yaitu sebanyak 21 orang (55,3%). Responden terbanyak berdasarkan lama masa kerja di ruang rawat inap yaitu telah bekerja selama 4-6 tahun sebanyak 14 orang (36,8 %) dan hampir setengah dari total responden di ruang rawat intensif telah bekerja selama lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 17 orang (44,7 %).
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden perawat ruang rawat inap (n=38) dan perawat ruang rawat intensif (n=38)
Karakteristik Rawat Inap Rawat Intensif
f % f %
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Pendidikan Terakhir D-3 Keperawatan S-1 Keperawatan
Lama Masa Kerja
6 bulan–3 tahun 4 - 6 tahun 7–10 tahun > 10 tahun
5 33 1 37 25 13 6 14 8 10 13,2 86,8 2,6 97,4 65,8 34,2 15,8 36,8 21,1 26,3 7 31 3 35 17 21 3 4 14 17 18,4 81,6 7,9 92,1 44,7 55,3 8 10,5 36,8 44,7
1.2 Stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan
1.2.1 Stres kerja perawat di ruang rawat inap
Berdasarkan hasil yang di dapat, hampir setengah perawat pelaksana yang menjadi responden di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan megalami stres
(50)
kerja ringan yaitu 16 orang (42,1 %), perawat pelaksana yang mengalami stres kerja sedang yaitu sebanyak 19 orang (50 %) dan perawat pelaksana yang mengalami stres kerja berat yaitu 3 orang (7,9 %).
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase stres kerja perawat di ruang rawat inap (n=38)
No Stres Kerja Frekuensi Presentase (%)
1 Stres ringan 16 42,1
2 Stres sedang 19 50
3 Stres berat 3 7,9
Jumlah 38 100,0
Stres kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan diindikasikan dari 30 pernyataan. Hasil penelitian diperoleh data mayoritas responden yang menjawab tidak pernah pada item pernyataan no. 15 yaitu sebanyak 32 orang (84,2 %), mayoritas menjawab kadang-kadang pada pernyataan no. 19 yaitu sebanyak 33 orang (86,8 %), mayoritas menjawab sering pada pernyataan no. 18 yaitu sebanyak 18 orang (47,4 %) dan mayoritas menjawab selalu pada pernyataan no. 8 yaitu sebanyak 21 orang (55,3 %).
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan presentase responden berdasarkan indikator variabel stres kerja pada perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan
Pernyataan Jawaban Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
f % F % f % f %
1. Membuat keputusan dengan cepat
11 28,9 21 55,3 5 13,2 1 2,6 2. Membuat keputusan
tanpa informasi
5 13,2 12 31,6 16 42,1 5 13,2 3. Tidak dapat
menyelesaikan tugas dengan baik
- - 19 50 13 34,2 6 15,8
4. Membuat keputusan yang serius
(51)
Jawaban Pernyataan Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
f % F % f % f %
5. Tempat kerja kurang pencahayaan
9 23,7 10 26,3 11 28,9 8 21,1 6. Tempat kerja terlalu
panas/dingin
5 13,2 10 26,3 16 42,1 7 18,4 7. Banyak orang keluar
masuk ners statin
- - 28 73,7 7 18,4 3 7,9
8. Tempat kerja rentan infeksi nosokomial
4 10,5 6 15,8 7 18,4 21 55,3 9. Ruang kerja berisik 8 21,1 21 55,3 7 18,4 2 5,3 10. Pembagian tugas tidak
jelas
9 23,7 19 50 6 15,8 4 10,5
11. Menutupi keadaan pasien
22 57,9 9 23,7 6 15,8 1 2,6
12. Tidak dapat
menyelesaikan tugas tepat waktu
14 36,8 6 15,8 11 28,9 7 18,4
13. Atasan tidak memberi kesempatan
18 47,4 10 26,3 5 13,2 5 13,2 14. Rekan kerja kurang
mendukung
20 52,6 14 36,8 1 2,6 3 7,9
15. Rekan kerja tidak menyukai
32 84,2 2 5,3 1 2,6 3 7,9
16. Merawat banyak pasien 6 15,8 14 36,8 9 23,7 9 23,7 17. Sulit mempertahankan
standar kerja
3 7,9 22 57,9 11 28,9 2 5,3 18. Kelelahan saat bekerja 4 10,5 7 18,4 18 47,4 9 23,7 19. Konflik dengan sejawat - - 33 86,8 3 7,9 2 5,3 20. Tidak dihargai 8 21,1 23 60,5 3 7,9 4 10,5 21. Sakit kepala saat
bekerja secara tim
18 47,4 12 31,6 3 7,9 5 13,2 22. Kesulitan menjalankan
peralatan medis
13 34,2 22 57,9 3 7,9 -
-23. Kesulitan mengelola tindakan medis yang baru
11 28,9 20 52,6 5 13,2 2 5,3
24. Bekerja dengan dokter yang menuntut
tindakan cepat
13 34,2 18 47,4 5 13,2 2 5,3
25. Pasien kurang kooperaif
6 15,8 15 39,5 13 34,2 4 10,5 26. Pasien melanggar
larangan
(52)
Jawaban
Pernyataan Tidak
pernah
Kadang-kadang
Sering Selalu
f % F % f % f %
27. Pasien menolak terapi 1 2,6 18 47,4 17 44,7 2 5,3 28. Pasien cacat/cedera 17 44,7 16 42,1 3 7,9 2 5,3 29. Pasien meninggal dunia 20 52,6 17 44,7 - - 1 2,6 30. Pasien tidak kunjung
sembuh
14 36,8 17 44,7 7 18,4 -
-1.2.2 Stres kerja perawat di ruang rawat intensif
Berdasarkan hasil yang di dapat, mayoritas perawat pelaksana di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan mengalami stres kerja ringan yaitu sebanyak 35 orang (92,1 %), perawat pelaksana yang mengalami stres kerja sedang yaitu 3 orang (7,9 %), dan tidak ada perawat pelaksana yang mengalami stres kerja berat.
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase stres kerja perawat di ruang rawat intensif (n=38)
No Stres Kerja Frekuensi Presentase (%)
1 Stres ringan 35 92,1
2 Stres sedang 3 7,9
3 Stres berat 0 0
Jumlah 38 100,0
Stres kerja perawat di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan di indikasikan dari 30 pernyataan. Hasil penelitian diperoleh data paling banyak responden yang menjawab tidak pernah pada item pernyataan no. 26 yaitu sebanyak 33 orang (86,8%), paling banyak responden yang menjawab kadang-kadang pada item pernyataan no. 23 yaitu sebanyak 20 orang (52,6%), paling banyak responden yang menjawab sering pada item pernyataan no. 16 yaitu sebanyak 4 orang (10,5%), paling banyak responden yang menjawab selalu pada item pernyataan no. 1,5,8,12,18 yaitu masing-masing sebanyak 3 orang (7,9%).
(53)
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan indikator variabel stres kerja pada perawat di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan Pernyataan Jawaban Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
f % F % f % f %
1. Membuat keputusan dengan cepat
26 68,4 7 18,4 2 5,3 3 7,9
2. Membuat keputusan tanpa informasi
24 63,2 13 34,2 1 2,6 -
-3. Tidak dapat
menyelesaikan tugas dengan baik
24 63,2 10 26,3 2 5,3 2 5,3
4. Membuat keputusan yang serius
30 78,9 5 13,2 3 7,9 -
-5. Tempat kerja kurang pencahayaan
24 63,2 11 28,9 - - 3 7,9
6. Tempat kerja terlalu panas/dingin
23 60,5 15 39,5 - - -
-7. Banyak orang keluar masuk ners statin
25 65,8 13 34,2 - - -
-8. Tempat kerja rentan infeksi nosokomial
16 42,1 19 50 - - 3 7,9
9. Ruang kerja berisik 25 65,8 12 31,6 1 2,6 - -10. Pembagian tugas
tidak jelas
24 63,2 11 28,9 3 7,9 -
-11. Menutupi keadaan pasien
23 60,5 12 31,6 3 7,9 -
-12. Tidak dapat
menyelesaikan tugas tepat waktu
27 71,1 8 21,1 - - 3 7,9
13. Atasan tidak memberi kesempatan
21 55,3 17 44,7 - - -
-14. Rekan kerja kurang mendukung
25 65,8 13 34,2 - - -
-15. Rekan kerja tidak menyukai
31 81,6 7 18,4 - - -
-16. Merawat banyak pasien
20 52,6 14 36,8 4 10,5 -
-17. Sulit
mempertahankan standar kerja
21 55,3 17 44,7 - - -
-18. Kelelahan saat bekerja
(54)
Jawaban Pernyataan Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
f % F % f % f %
19. Konflik dengan sejawat
20 52,6 18 47,4 - - -
-20. Tidak dihargai 22 57,9 13 34,2 3 7,9 - -21. Sakit kepala saat
bekerja secara tim
31 81,6 7 18,4 - - -
-22. Kesulitan menjalankan peralatan medis
22 57,9 16 42,1 - - -
-23. Kesulitan mengelola tindakan medis yang baru
18 47,4 20 52,6 - - -
-24. Bekerja dengan dokter yang menuntut tindakan cepat
30 78,9 8 21,1 - - -
-25. Pasien kurang kooperaif
24 63,2 13 34,2 1 2,6 -
-26. Pasien melanggar larangan
33 86,8 5 13,2 - - -
-27. Pasien menolak terapi 20 52,6 15 39,5 3 7,9 - -28. Pasien cacat/cedera 21 55,3 17 44,7 - - - -29. Pasien meninggal
dunia
26 68,4 12 31,6 - - -
-30. Pasien tidak kunjung sembuh
30 78,9 5 13,2 - - 3 7,9
1.3 Perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan
Data yang diperoleh diuji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampelnya 76 (n>50). Hasil uji normalitas yang dilakukan diketahui bahwa data-data berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, peneliti menggunakan uji non-parametrik (Mann-Whitney U) untuk mengidentifikasi perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif.
(55)
Tabel 5.6 menunjukkan hasil analisis perbedaan stres kerja antara perawat di ruang rawat inap dan perawat di ruang rawat intensif. Nilai Z hitung tabel berdasarkan ketentuan yang merupakan standar baku untuk tingkat kepercayaan 95% adalah sebesar ± 1,96. Oleh karena nilai Z -4,626 lebih kecil dari (-1,96) maka Ho ditolak. Berdasarkan nilai signifikan yang diperoleh yaitu 0,000 maka
dapat diambil kesimpulan untuk menolak Ho (p=0,000 < α =0,05). Kesimpulannya
adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan. Mean rank yang terdapat dalam tabel menunjukkan bahwa nilai mean stres kerja perawat di ruang rawat inap lebih besar dari pada nilai mean stres kerja perawat di ruang rawat intensif.
Tabel 5.6 Uji perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif
Ruangan n Mean rank Z P
Rawat inap Rawat intensif
38 38
48,12 28,88
-4,626 0,000
2. Pembahasan
2.1 Stres kerja perawat di ruang rawat inap
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setengah dari total responden di ruang rawat inap mengalami stres kerja sedang yaitu sebanyak 19 orang (50 %), 16 orang (42,1 %) mengalami stres kerja ringan, dan sebanyak 3 orang (7,9 %) mengalami stres kerja berat. Rata-rata perawat di ruangan rawat inap mengalami stres kerja sedang, hal tersebut tercermin dari lebih dominannya perawat yang
(56)
mengalami gejala-gejala stres. Seperti diketahui 86,8 % perawat mengalami konflik dengan teman sejawat, pasien atau keluarga, selain itu 47,4 % perawat sering kelelahan saat bekerja dan 55,3 % perawat selalu merasa cemas karena kondisi tempat kerja yang rentan terhadap infeksi nosokomial.
Peneliti mendapatkan bahwa konflik dengan teman sejawat merupakan salah satu penyebab stres kerja. Hal ini sejalan dengan pendapat Bayley, Steffen dan Grout (1980) yang menyatakan bahwa konflik dengan dokter, kurangnya dukungan dan konflik dengan perawat lain, kesulitan berhubungan dengan perawat lain, dan staf medis merupakan sumber stres bagi perawat dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu beban kerja yang berlebihan juga menjadi penyebab stres kerja perawat di ruang rawat inap.
Peneliti juga mendapatkan bahwa 47,7 % perawat sering kelelahan saat bekerja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widyasari (2010) yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat. Semakin berat perawat mengalami kelelahan dalam bekerja maka semakin berat pula tingkat stres kerja yang dialami oleh perawat. Hal ini juga didukung oleh Munandar (2001), yang menyatakan jika beban kerja perawat tinggi, seharusnya tinggi pula tingkat stres kerja yang dialami oleh perawat, dimana beban kerja sedang yang tidak segera diatasi akan menambah tingkat stres dalam bekerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cooper (1983, dalam Prihatini, 2007), dimana stres kerja pada
(57)
hakekatnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan kerja, beban kerja berlebih, dan pekerjaan beresiko tinggi.
Hasil penelitian ini juga mendapatkan bahwa 55,3 % perawat selalu merasa cemas karena kondisi tempat kerja yang rentan terhadap infeksi nosokomial. Hasil ini sejalan dengan penelitian Simanjorang (2008) yang mendapatkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja perawat. Apabila stresor lingkungan kerja meningkat maka stres kerja yang dialami perawat juga meningkat. Hal ini juga didukung oleh pendapat Bambang (2000) yaitu dalam melaksanakan tugas perawat selalu berhadapan dengan lingkungan kerja di rumah sakit yang menimbulkan bahaya potensial yaitu kecelakaan kerja yang disebabkan oleh pekerjaan mengangkat pasien , menyuntik, kuman yang berasal dari pasien dan sebagainya. Berdasarkan pengamatan peneliti didapatkan bahwa alat perlindungan diri seperti, sarung tangan dan masker yang tersedia untuk melindungi diri perawat sangat terbatas. Ini adalah salah satu penyebab stres yang dialami oleh perawat. Hasil ini selaras dengan penelitan Simanjorang (2008) yang mendapatkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari perawat selalu berhadapan dengan pasien yang menderita penyakit-penyakit yang mengandung kuman tertentu, hal ini dirasakan perawat sebagai sumber stres kerja. 2.2 Stres kerja perawat di ruang rawat intensif
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi medan mengalami stres kerja ringan yaitu sebanyak 35 orang (92,1 %), 3 orang (7,9 %) mengalami stres kerja sedang, dan
(58)
tidak ada perawat yang mengalami stres kerja berat. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penyebab stres kerja perawat di ruangan rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah kesulitan dalam merawat pasien kritis yang tercermin dari jawaban responden yang mengatakan kadang-kadang kesulitan dalam mengelola tindakan medis yang baru sebanyak 20 orang (52,6 %). Hal ini sejalan dengan penelitian Jusnimar (2012) yang mendapatkan bahwa penyebab stres kerja pada perawat ICU adalah selalu menghadapi pasien dengan kondisi kritis dan tidak stabil. Ini juga didukung oleh Widyasari (2002) yang menyatakan bahwa salah satu faktor stres kerja pada perawat adalah kondisi pasien yang kritis.
Peneliti juga mendapatkan bahwa beberapa perawat di ruang rawat intensif merasakan beban kerja yang berlebihan. Hal ini dapat dilihat dari sebanyak 4 orang (10,5 %) yang mengatakan bahwa sering merawat banyak pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Haryanti, Aini, dan Purwaningsih (2013) yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja dengan stres kerja perawat. Dimana arah hubungannya adalah positif, semakin meningkat beban kerja akan semakin menyebabkan stres. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Kusbiantoro (2008) yang mendapatkan bahwa tugas dan tanggung jawab perawat yang dianggap menjadi beban kerja di ruangan ICU sangat banyak diantaranya adalah kurangnya tenaga medis di ICU, tanggung jawab dalam melaksanakan perawatan pasien di ICU, kondisi pasien, harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas, tuntutan kelurga untuk keselamatan pasien, pengambilan keputusan yang tepat dan keterampilan yang tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di ICU.
(59)
2.3 Perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif. Tingkat stres kerja perawat di ruang rawat inap lebih tinggi dibandingkan dengan perawat di ruangan rawat intensif. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Rihulay (2012) yang mendapatkan bahwa perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres yang lebih besar dibandingkan dengan perawat unit gawat darurat karena perawat unit rawat inap melakukan rutinitas yang cenderung sama setiap hari, perawat yang bertugas sedikit, kondisi kerja tidak kondusif dan rekan kerja yang tidak dapat bekerjasama dengan baik.
Apabila keadaan ini dikaitkan dengan data demografi perawat, 25 orang (65,8%) perawat di ruang rawat inap memiliki pendidikan terakhir D-3 keperawatan dan perawat di ruang rawat intensif sebagian memiliki pendidikan terakhir S-1 keperawatan yaitu sebanyak 21 orang (55,3%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Jusnimar (2012) yang menunjukkan bahwa mayoritas stres kerja tingkat sedang dialami oleh responden dengan tingkat pendidikan D-3 keperawatan yaitu 73,10%. Stres yang dialami oleh perawat dengan pendidikan S-1 keperawatan lebih kecil persentasenya dibandingkan dengan perawat yang berpendidikan D-3 keperawatan karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan berpengaruh terhadap daya kritik dan daya nalar, sehingga individu semakin mampu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan mampu mengontrol stres yang dialaminya (Jusnimar, 2012).
(60)
Siagian (2001) mengatakan bahwa pendidikan merupakan pengalaman seseorang dalam mengembangkan kemampuan dan meningkatkan intelektualitas, yang artinya semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan keahliannya. Hal ini didukung oleh penelitian Cohen (2006, dalam Martina, 2012) yang menyatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi tingkat ketiga hormon stres yaitu epinephrine, norepinephrin, dan kortisol.
Stres kerja yang dialami oleh perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan juga dipengaruhi oleh lama masa kerja perawat pelaksana itu sendiri. Dari hasil analisa karekteristik responden, perawat di ruang rawat inap memiliki dominan masa kerja 4-6 tahun yaitu sebanyak 14 orang (36,8%) dan perawat di ruang rawat intensif memiliki dominan masa kerja lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 17 rang (44,7 %). Rihulay (2012) menyatakan bahwa lamanya seorang perawat bekerja pada sebuah institusi rumah sakit memberikan banyak pengalaman yang membuat perawat lebih tenang dalam menghadapi persoalan yang terjadi, salah satunya stres kerja, semakin kecil pengalaman yang dimiliki seseorang semakin pula orang tersebut merasakan ketakutan atas pekerjaannya.
Russeng, Usman dan Saleh (2007), menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja, akan semakin terampil dalam pekerjaannya. Selain itu, pekerja yang memiliki masa kerja yang lebih lama merupakan kelompok pekerja yang cenderung mudah melakukan tuntutan terhadap pihak manajemen. Seseorang yang sudah lama mengabdi kepada organisasi memiliki tingkat
(61)
kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaannya sehingga stres yang dialami semakin menurun.
(62)
50
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian mengenai perbedaan stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1. Kesimpulan
a. Hasil penelitian mendapatkan bahwa hampir setengah dari total sampel di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan mengalami stres kerja ringan. Salah satu penyebab dari stres tersebut adalah adanya konflik dengan teman sejawat, kelelahan saat bekerja dan tempat kerja yang rentan infeksi nosokomial.
b. Hasil penelitian mendapatkan bahwa hampir seluruh sampel di ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan mengalami stres kerja ringan. Penyebab dari stres tersebut adalah kesulitan mengelola tindakan medis yang baru dan merawat banyak pasien.
c. Dari hasil uji hipotesis terdapat perbedaan yang signifikan antara stres kerja perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif RSUD Dr. Pirngadi Medan (p=0,000).
(63)
2. Saran
2.1 Bagi pendidikan keperawatan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi perawat pendidik tentang stres kerja perawat. Sehingga perawat pendidik dapat mengajarkan kepada mahasiswa mereka mengenai gambaran stres kerja di ruangan rawat inap dan ruangan rawat intensif. 2.2 Bagi pelayanan keperawatan
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa stres kerja di ruangan rawat inap lebih tinggi dari pada stres kerja di ruangan rawat intensif. Peneliti menyarankan agar setiap tenaga medis yang bertugas dapat menjaga kebersihan lingkungan sehingga resiko penularan infeksi nosokomial dapat di minimalisir. Selain itu pihak rumah sakit juga harus memberikan pelatihan khusus kepada perawat yang bertugas di ruang intensif karena dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa hampir setengah dari total sampel di ruang rawat intensif kesulitan dalam mengelola tindakan medis yang baru.
2.3 Bagi penelitian keperawatan
Peneliti menyarankan agar pada penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan mengambil sampel penelitian tanpa menggunakan kriteria sehingga didapatkan hasil secara umum. Selain itu peneliti selanjutnya juga dapat mengembangkan penelitian ini dengan menggali lebih dalam lagi tentang faktor-faktor yang menyebabkan tingkat stres kerja di ruangan rawat inap lebih tinggi dibandingkan perawat di ruangan rawat intensif.
(64)
Daftar Pustaka
Abraham, C., & Shanley, E. (1997). Psikologi sosial untuk perawat. Jakarta: EGC Anoraga, P. (2009). Psikologi kerja. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Bambang. (2000). Stres dan keselamatan kerja. Jakarta: Penerbit UI
Dempsey, P. A. & Dempsey, A. D. (2002). Buku ajar & latihan: Riset
keperawatan. Jakarta: EGC
Diningrum, N. (2010). Gambaran sumber stres kerja pada perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal Provinsi Jawa Tengah tahun 2010. Tesis. http://digilib.ump.ac.id di unduh 30 September 2014 Djojodibroto, R. D. (1997). Kiat mengelola rumah sakit. Jakarta: Hipokrates
Ellis, R. B., Gates, R. J., & Kenworthy, N. (1999). Komunikasi interpersonal dalam keperawatan. Jakarta: EGC
Erlina. (2011). Metodologi penelitian. Medan: USU Press
Griffin, R. W. (2004). Manajemen. Jakarta: Erlangga
Haryanti., Aini, F., & Purwaningsih, P. (2013). Hubungan antara beban kerja dengan stres kerja perawat di instalasi gawat darurat RSUD Kabupaten Semarang.http://download.portalgaruda.com di unduh 30 Oktober 2014
Hawari, D. (2004). Manajemen stres, cemas, dan depresi. Jakarta: FKUI
Hidayat, A. A. A. (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. A. A.(2009). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Isgiyanto. A. (2009). Teknik pengambilan sampel pada penelitian non eksperimental. Jogjakarta: Mitra Cendikia.
Jumaini, H. (2013). Hubungan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap RSUD Kota Dumai. Skripsi. http://repository.usu.ac.id di unduh 20 November 2014
(65)
Jusnimar. (2012). Gambaran tingkat stres kerja perawat Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Skripsi. http://lib.ui.ac.id di unduh 2 Juli 2015 Kusbiantoro, D. (2008). Gambaran tingkat beban kerja dan stres kerja perawat di
ruang intensive care unit (ICU) Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. http://stikesmuhla.ac.id/v2/wp-content/uploads/jurnalsurya/noI/3.pdf di unduh 25 September 2014
Lambert, V. A., Lambert, C. E. (2008). Nurses’ workplace stressors and coping strategies. http://search.proquest.com/ di unduh 6 November 2014
Looker, T., & Gregson, O. (2005). Managing stress. Yogyakarta: BACA
Martina, A. (2012). Gambaran tingkat stres kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Paru Dr. Moehammad Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor
(RSPG). Skripsi.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad =rja&uact=8&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3
Ffile%3Ddigital%2F20315388-S43883-Gambaran%2520tingkat.pdf&ei=gF4VNzJOYy1uATVkYGgAg&usg=AFQjC NFOzxeBC2BKmb7jo3HLCFbb1YgoNg&bvm=bv.80642063,d.c2E di unduh 26 Oktober 2014
Mucinsky, P. M. (2003). Psychology applied to work. United States of America: Thomson
Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press
Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Pengantar dan teori: Dasar-dasar keperawatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika
National Safety council. (2003). Manajemen stres. Jakarta: EGC
Nursalam. (2009). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. (2005). Fundamental keperawatan: Konsep, proses & praktek. Jakarta: EGC
Prihatini, L. D. (2007). Analisis hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat di tiap ruang rawat inap RSUD Sidikalang. Tesis. http://repository.usu.ac.id di unduh 17 Oktober 2014
Rihulay, S. B. (2012). Perbedaan tingkat stres kerja perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Dan Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang. Skripsi. http://repository.uksw.edu/handle/123456789/2962 di unduh 26 November 2014
(66)
Russeng, S. S., Usman, M., & Saleh, L. M. (2007). Stres kerja pada perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar. http://download.portalgaruda.com di unduh 1 Juli 2015
Saribu, S. D. (2012). Hubungan beban kerja dengan stres kerja perawat pelaksana di ruang IGD dan ICU RSUD Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran. Skripsi. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33834 di unduh 25 November 2014
Setiadi. (2007). Konsep & penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Siagian, S. P. (2001). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi
Aksara
Simanjorang, A. (2008). Pengaruh karakteristik organisasi terhadap stres
kerja
perawat
di
RSU
Dr.
Pirngadi
Medan.
Tesis.
http://repository.usu.ac.id di unduh 2 Juli 2015
The National Institute for Occupational Safety and Health. (2008). Stress at work.http://www.cdc.gov/niosh/docs/99-101/pdfs/99-101.pdf di unduh 1 Oktober 2014
Widyasari, J. K. (2010). Hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta.Skripsi. http://eprints.uns.ac.iddi unduh 5 November 2014
(1)
No17
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 21 55.3 55.3 55.3
KD 17 44.7 44.7 100.0
Total 38 100.0 100.0
No18
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 22 57.9 57.9 57.9
KD 13 34.2 34.2 92.1
SL 3 7.9 7.9 100.0
Total 38 100.0 100.0
No19
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 20 52.6 52.6 52.6
KD 18 47.4 47.4 100.0
Total 38 100.0 100.0
No20
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 22 57.9 57.9 57.9
KD 13 34.2 34.2 92.1
SR 3 7.9 7.9 100.0
Total 38 100.0 100.0
No21
(2)
Valid TP 31 81.6 81.6 81.6
KD 7 18.4 18.4 100.0
Total 38 100.0 100.0
No22
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 22 57.9 57.9 57.9
KD 16 42.1 42.1 100.0
Total 38 100.0 100.0
No23
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 18 47.4 47.4 47.4
KD 20 52.6 52.6 100.0
Total 38 100.0 100.0
No24
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 30 78.9 78.9 78.9
KD 8 21.1 21.1 100.0
Total 38 100.0 100.0
No25
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 24 63.2 63.2 63.2
KD 13 34.2 34.2 97.4
SR 1 2.6 2.6 100.0
(3)
No26
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 33 86.8 86.8 86.8
KD 5 13.2 13.2 100.0
Total 38 100.0 100.0
No27
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 20 52.6 52.6 52.6
KD 15 39.5 39.5 92.1
SR 3 7.9 7.9 100.0
Total 38 100.0 100.0
No28
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 21 55.3 55.3 55.3
KD 17 44.7 44.7 100.0
Total 38 100.0 100.0
No29
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 26 68.4 68.4 68.4
(4)
No30
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TP 30 78.9 78.9 78.9
KD 5 13.2 13.2 92.1
SL 3 7.9 7.9 100.0
(5)
Lampiran 15
Uji Mann-Whitney U
Ranks
Ruangan N Mean Rank Sum of Ranks StresKerja Rawat Inap 38 48.12 1828.50
Rawat Intensif 38 28.88 1097.50
Total 76
Test Statisticsa
StresKerja Mann-Whitney U 356.500 Wilcoxon W 1097.500
Z -4.626
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Grouping Variable: Ruangan
(6)