Infeksi Jamur Pada Saluran Napas Bagian Bawah
SARI KEPUSTAKAAN
PEMBAHASAN
Fungi merupakan mikroorganisme eukaryotic yang bersifat heterotropik dan
aerobik dengan kemampuan anaerobik yang terbatas. Fungi mensintesa lysine melalui L-αadipic acid biosynthetic pathway. Fungi dapat tumbuh sebagai yeasts atau molds. Yeasts
adalah bentuk sel tunggal yang berkembang biak melalui budding, sedangkan molds
membentuk hyphae multicellular. Dimorphic fungi tumbuh menjadi yeasts atau spherule
pada suhu 370 C in vivo ataupun in vitro, menjadi molds suhu 250 C. Dimorphism diatur oleh
factor-faktor seperti temperature, konsentrasi, CO2, pH, tergantung kepada jenis fungi.
Infeksi fungi dapat terlihat secara klinis sebagai infeksi cutaneous, subcutaneous, dan
systemic.1,2,3,4
KLASIFIKASI MIKOSIS
Nomenklatur klinis yang digunakan untuk mikosis dapat berdasarkan (1) lokasi
infeksi, (2) rute masuknya patogen, dan (3) tipe virulensi yang ditunjukkan oleh jamur.1,2
Klasifikasi berdasarkan lokasi infeksi :
Berdasarkan lokasi infeksi mikosis diklasifikasikan atas infeksi superficial, cutaneous,
subcutaneous, atau systemic (deep) tergantung dari tipe dan derajat keterlibatan jaringan
dan respon host terhadap patogen (Gambar 1). Mikosis superficial terbatas pada stratum
corneum dan pada dasarnya tidak menunjukkan adanya inflamasi.
Gambar 1. Principal tissue sites
of deep mycoses in
comparison to those of the
superficial, cutaneous, and
subcutaneous mycoses1.
Universitas Sumatera Utara
5
SARI KEPUSTAKAAN
Infeksi cutaneous melibatkan kulit dan bagian-bagiannya, termasuk rambut dan kuku.
Infeksi yang timbul dapat melibatkan stratum corneum atau lapisan yang lebih dalam pada
epidermis. Inflamasi pada kulit ditimbulkan oleh organisme itu sendiri ataupun produkproduk yang dihasilkan. Mikosis subcutaneous meliputi area infeksi yang berbeda
dikarakteristikkan dengan infeksi yang terjadi pada jaringan subcutaneous biasanya pada
keadaan traumatic inokulasi. Respon inflamasi yang terjadi di jaringan subcutaneous sering
meluas melibatkan epidermis. Deep mikosis melibatkan paru-paru, viscera abdomen, tulang
dan central nervous system. Portal of entry yang paling umum adalah saluran pernapasan,
saluran pencernaan dan pembuluh darah (Gambar 2).
Gambar 2. Portals of entry of pathogenic and
opportunistic fungi causing deep mycoses1.
Klasifikasi berdasarkan rute masuknya patogen :
Fungi yang menginfeksi dapat berupa exogenous atau endogenous. Rute masuknya
fungi exogenous adalah airborne, cutaneous atau percutaneous. Infeksi endogenous
melibatkan kolonisasi sejumlah flora normal atau reaktivasi dari infeksi sebelumnya.
Klasifikasi berdasarkan virulensi :
Fungi dapat diklasifikasikan menurut virulensinya atas patogen primer dan patogen
opportunistic. Patogen primer dapat menginfeksi host normal, sedangkan patogen
opportunistic dapat menyebabkan penyakit pada individu dengan mekanisme pertahanan
tubuh yang menurun.
Beberapa gambaran penting dari penyakit akibat fungi dijelaskan pada tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
6
SARI KEPUSTAKAAN
Tabel 1. Gambaran Penting dari Penyakit Fungi2
TYPE
ANATOMIC
LOCATION
REPRESENTATIVE
DISEASE
Superficial
Hair shaft and dead
layer of skin
Tinea versicolor
Cutaneous
Epidermis, hair, nails Dermatophytosis
Subcutaneous
Subcutis
Systemic
Internal organs
Opportunistic
Internal organs
Sporotrichosis
Mycetoma
Coccidiodomycosis
Histoplasmosis
Blastomycosis
Paracoccidioido
mycosis
Cryptococcosis
Candidiasis
Aspergillosis
GENUS OF
CAUSATIVE
ORGANISM
Malassezia
SERIOUS
NESS OF
ILLNESS
1+
Microsporum,
Trichophyton,
Epidermophyton
Sporothrix
Several genera
Coccidioides
Histoplasma
Blastomyces
Paracoccidioides
2+
Cryptococcus
Candida
Aspergillus
2+
2+
4+
4+
4+
4+
4+
2+ to 4+
4+
MORFOLOGI1,2,3,4
Ada dua bentuk morfologis dari fungi yang dapat kita lihat (Gambar 3) :
Hyphae : merupakan elemen dasar dari filamentous fungi dengan struktur yang
bercabang dan tubular, dengan lebar 2-10µm.
Mycelium : merupakan struktur hyphae yang menyerupai tikar atau jaring laba-laba.
Substrat mycelia (khusus untuk nutrisi) menembus substrat nutrient, sedangkan
aerial mycelia (untuk pengembangbiakan asexual) berkembang di atas medium
nutrient.
Fungal thallus : merupakan keseluruhan mycelia dan disebut juga fungal body atau
koloni.
Yeast : merupakan elemen dasar dari uniselular fungi. Berbentuk bulat atau oval
dengan diameter 3-10µm. Beberapa sel yeast yang memanjang membentuk rantai
sehingga terlihat menyerupai hyphae disebut dengan pseudohyphae.
Dimorfisme : beberapa spesies fungi dapat berkembang dalam bentuk yeast
ataupun mycelium tergantung pada kondisi lingkungan. Fungi dimorfik yang patogen
berbentuk yeast sebagai parasit dan berbentuk mycelia sebagai sapropit.
Universitas Sumatera Utara
7
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 33
DIMORFISME PADA FUNGI PATOGEN
Dimorfisme fungi merupakan perubahan morfologi dan fisiologi pada fungi tertentu dari
satu fenotipe ke fenotipe lain ketika fungi itu berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan
lainnya. Yang termasuk
fungi dimorphic antara
lain
C.
immitis,
H.
capsulatum,
B.
dermatitidis,
P.
brasiliensis, P. marneffei
dan S. schenkii, dan
fungi
tertentu
opportunistic
seperti
Candida albicans dan
Gambar 4. Gambaran diagram bentuk saprophytic dan invasive di
jaringan dari fungi patogen.1
Penicillium
marneffei.
Universitas Sumatera Utara
8
SARI KEPUSTAKAAN
Berbagai faktor lingkungan host yang mengatur dimorfisme fungi, antara lain asam amino,
temperature, karbohidrat, dan trace elements (zinc, dll).1,3
Diantara patogen-patogen primer dan S. schenckii, transformasi morfologi di jaringan terjadi
Gambar 5. Bentuk
dimorphisme
Candida albicans1
dari bentuk hypha ke bentuk yeast-like (atau
spherule pada C. immitis). Namun, dimorphisme
dari Candida albicans sedikit berbeda, C. albicans
berubah dari struktur yeast-like (blastoconidia)
menjadi struktur filamentous yang disebut germ
tubes.
Struktur
filamentous
lainnya
dapat
berkembang menjadi pseudohyphae dan hyphae.
Penicillium
marneffei
merupakan
satu-satunya
spesies Penicillium yang patogen terhadap manusia.
P. marneffei mengalami konversi dimorphisme in vivo menjadi sel-sel sausage-shaped.1,3
PATOGENESIS
Fungi memiliki banyak mekanisme untuk berkoloni dalam tubuh manusia.
Kemampuannya untuk tumbuh pada suhu 370C merupakan salah satu yang terpenting.
Produksi keratinase memungkinkan dermatophyta untuk mencerna keratin pada kulit,
rambut dan kuku. Dimorfisme memungkinkan fungi yang ada di alam dalam bentuk molds
untuk berubah menjadi bentuk yeast dalam tubuh host dan menjadi patogen. Sebaliknya,
Candida albicans hidup dalam bentuk yeast sebagai flora normal dan menjadi invasif dalam
bentuk filamen. Fungi dapat menyebar setempat seperti dermatophytes pada kulit atau
eumycotic mycetoma pada jaringan subkutaneus. Sporothix schenckii, patogen subkutaneus
lainnya, menyebar melalui limpatik. Fungi yang menyebabkan mikosis sistemik pertama kali
menimbulkan infeksi pulmonar. Fungi ini dipagositosis oleh alveolar makrofag namun tidak
dihancurkan. Fungi kemudian menyebar secara hematologis ke tempat lain dalam tubuh.1,3,4
EPIDEMIOLOGI
Fungi seperti Sporothrix schenckii ditemukan hampir di seluruh dunia, sering
dijumpai pada orang-orang yang berkaitan dengan profesi atau hobi dimana organisme
tersebut mungkin dapat masuk ke jaringan melalui trauma (tukang kebun). Fungi lainnya
Universitas Sumatera Utara
9
SARI KEPUSTAKAAN
akan lebih sering ditemukan pada orang-orang yang tinggal atau mengunjungi daerahdaerah tertentu (coccidiodes immitis di daerah gurun barat daya Amerika Serikat). Contoh
yang lebih spesifik dari peranan lingkungan dalam infeksi fungi adalah meningkatnya jumlah
candidal vaginitis pada wanita yang mengkonsumsi obat-obat antibiotik dan meningkatnya
prevalensi mycotic mycetoma pada orang-orang yang tidak memakai alas kaki di negaranegara tropis. Sedangkan keadaan immunocompromised menyebabkan terjadinya
peningkatan infeksi fungi oportunistik. Contohnya, rhinocerebral syndrome (bentuk yang
sangat invasif dan mengancam jiwa dari zygomycosis, dikenal juga dengan mucormycosis)
yang dapat dilihat pada orang yang menderita diabetic ketoacidosis sementara
histoplasmosis lebih sering terlihat pada pasien-pasien dengan AIDS.1,3
DIAGNOSIS1,2,3,4
Beberapa cara untuk mengidentifikasi fungi patogen :
Mikroskopis
Persiapan : menggunakan KOH 10%. Pengecatan : menggunakan methylene blue,
lactophenol blue, periodic acid-Schiff (PAS), ink, dll.
Kultur
Dapat digunakan pada medium universal ataupun selektif. Struktur utama untuk
identifikasi adalah morfologi, terutama reproduksi aseksual dan, jika ada, struktur
reproduksi seksual. Test biokimia digunakan terutama untuk mengidentifikasi yeast
dan secara umum tidak sepenting pada pemeriksaan bakteriologi.
Serologi
Dengan mengidentifikasi antibodi terhadap antigen fungi tertentu yang ada di dalam
serum pasien. Interpretasi dari hasil pemeriksaan serologi pada infeksi fungi cukup
sulit.
Deteksi Antigen
Dengan menemukan antigen spesifik pada bahan pemeriksaan secara langsung
menggunakan antibodi yang telah diketahui, mungkin dilakukan pada beberapa
infeksi fungi (mis. cryptococcosis).
Tes Cutaneous
Tes cutaneous atau tes alergi menggunakan antigen fungi spesifik dapat digunakan
untuk mendeteksi beberapa infeksi fungi.
Universitas Sumatera Utara
10
SARI KEPUSTAKAAN
Deteksi Asam Nukleat
Dikombinasikan dengan amplifikasi, tes ini bermanfaat untuk deteksi cepat dari
penyakit mikotik pada pasien-pasien immunocompromised.
Gambaran dari fungi yang penting secara klinis.1
Group (Criteria
Based on
Morphology
and Disease)
Disease
Etiologic
Agents
Diagnostic in
Vivo Form
Diagnostic in
Vitro Form
Natural
Habitat
Chromoblasto
mycosis
Cladosporium
carrionii
Chestnut brown, thickwalled, muriform cells
10µm in diameter
Branching chains of
single-celled conidia
Woody plant
material
Series of singlecelled conidia giving
rise to series of
secondary conidia
Same
Single-celled conidia
in balls at the apices
of annelides
Woody plant
material
1. Molds
Black fungi
Phaechypho
mycosis
Dermatophytes
Tinea capitis
Fonsecaea
pedrosol
Same
Exophiala
jeanseimei
Hyaline to brown
yeastlike cells,
filaments, septate
hypahae, in various
combinations
Wangiella
dermatitidis
Same
Xylohypha
bantiana
Brown septate hyphae
Microsporum
canis
Trichophyton
tonsurans
Tinea corporis
Tinea cruris
Tinea pedis
Dimorphic
Microsporum
gypseum
Trichophyton
mentagrophytes
Trychophyton
rubrum
Epidermophyton floccosum
Trichophyton
mentagrophytes
Trichophyton
rubrum
Blastomycosis
Blastomyces
dermatitidis
Coccidioido
mycosis
Coccidioides
immitis
Single-celled conidia
in balls of phialides
and annelides
Spasely branched,
long chains of
single-celled conidia
Soil and
similar
environments
Macro and
microconidia
Animals
(zoophilic)
Conidia of various
sizes and shapes
Humans
(anthropo
philic)
Macro and
microconidia
Soil
(geophilic)
Same
Same
Humans &
other animals
Same
Same
Humans
Hyphae in stratum
corneum
Club-shaped conidia
Hyphae in stratum
corneum
Macro and
microconidia
Humans &
other animals
Same
Same
Humans
Small, round,
smooth single celled
conidia
Unknown,
probably
woody plant
material
Hyphae in scaly
erythematous lesions,
arthroconidia within
and around hair
(ectothrix)
Hyphae in scaly
erythematous lesions,
arthroconidia within
hair (endothrix)
Hyphae in stratum
corneum
Round to oval yeasts 815µm in diameter
having broad-based
budded daughter cells
Spherules 30-60µm
containing single-celled
endospores 2-5µm in
diameter
Alternating barrelshaped
arthroconidia 2,5-4
by 3-6 µm
Woody plant
material
Humans
Soil
Universitas Sumatera Utara
11
SARI KEPUSTAKAAN
Histoplasma
capsulatum
Oval, intracellular
yeasts 2,5-3,5µm in
diameter microconidia
Paracoccidioido
-mycosis
Paracoccidioi
des brasiliensis
Multiple budding
yeasts, round budded
cells 2-10µm attached
to mature cells 3060µm in diameter
Sporotrichosis
Sporothrix
schenckii
Round to oval yeasts 35µm in diameter
Aspergillosis
Aspergillus
flavus
Septate, dichotomously branching
hyphae 2,5-3,5µm in
diameter
Histoplasmosis
Opportunistic
infections
Aspergillus
fumigatus
Same
Tuberculate macroconidia and smoothwalled
Soil enriched
by bat starling
or chicken
droppings
Typically sterile
Unknowm,
probably
woody plant
material
Conidia developing
from sympodial
conidiophores and
from the hyphae
Woody plant
material
Chains of conidia
from phialides
Decaying
plant material
and soil
Same
Same
Usually sterile,
some isolates form
phialides
Branched
sporangio-phores,
random rhizoids,
sporangia
Branched
sporangiophores,
primitive rhizoids,
sporangia,
thermotolerant
Unbranched
sporangiophores
opposite rhizoids,
sporangia
Soil and
woody plant
material
Mycetoma
Madurella
mycetomatis
Granules in tissue and
draining sinuse
Zygomycosis
Absidia
corymbifera
Sparsely septate,
irregularly branching
hyphae varying from 650µm in diameter
Rhizomucor
pusillus
Same
Rhizopus
arrhizus
Same
Candida
albicans
Oval yeasts 3-4µm in
diameter,
pseudohyphae, septate
hyphae, in various
combination
Oval budding
yeasts, pseudohyphae, septate
hyphae, in various
combinations
Human gut
and oral
cavity
Same
Same
Human skin
Round yeasts,
typically with a
capsule
Fruit, pigeon
manure and
plants
Oval to bottleshaped yeasts with
unipolar budding
Stratum
corneum of
humans
2. Yeasts
Candidiasis
Candida
tropicalis
Cyptococcosis
Cryptococcus
neoformans
Pityriasis
versicolor
Malassezia
furfur
Round yeasts 5-15µm
in diameter,
blastoconidia attached
by narrow necks to
parent cells, with or
without a capsule
Lipophilic, oval to
bottle-shaped yeasts 25µm in diameter,
truncate short hyphae
2-3µm in diameter, in
combinations of various
amounts
Decaying
plant material
and soil
Same
Same
Universitas Sumatera Utara
12
SARI KEPUSTAKAAN
DEEP MYCOSES
Deep mycoses disebabkan oleh patogen primer dan oportunistik. Patogen primer
dapat menginfeksi individu normal; sebaliknya, patogen oportunistik hanya dapat
menginfeksi individu dengan sistem imun yang terganggu (kanker, tranplantasi organ,
operasi dan AIDS).1,2
Habitat alami dari patogen-patogen ini adalah tanah. Spora-sporanya terhirup
bersama dengan debu, masuk ke paru-paru, dan dapat menyebabkan mikosis pulmonari
primer. Dimulai dari fokus infeksi di paru-paru, organisme ini dapat disebarkan secara
hematogen atau limfogen, ke organ tubuh lainnya termasuk kulit, menimbulkan granuloma,
fokus infeksi purulen.1,2,3
Kebanyakan kasus deep mikosis primer memiliki gejala asimptomatik atau ringan
pada pasien normal atau yang sedang melakukan perjalanan pada daerah endemik. Namun,
pasien yang terpapar oleh organisme dalam jumlah banyak atau pasien dengan sitem imun
yang terganggu dapat menderita infeksi yang mengancam nyawa ataupun reaktifasi
infeksi.1,3,5
Patogen primer antara lain Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum,
Blastomyces dermatitidis dan Paracoccidioides brasiliensis. Patogen opportunistic antara lain
Cryptococcus neoformans, Candida spp., Penicillium marneffei, Zygomycetes, Trichosporon
beigelii dan Fusarium spp.3,5
Histoplasma capsulatum (Histoplasmosis)
Histoplasma capsulatum merupakan patogen yang menyebabkan histoplasmosis,
suatu mikosis intraselular pada sistem retikuloendotelial. Bentuk seksual dari fungi ini
disebut Emmonsiella capsulata.5
Morfologi dan kultur. H. capsulatum merupakan fungi dimorphic. Berbentuk sel
yeast sebagai patogen infeksius di jaringan tubuh manusia (Gambar 6). Sel kecil yang
bersifat individual sering terlokalisasi di dalam makrofag dan berdiameter 2-3µm.
Pengecatan giemsa dan gram tidak diserap oleh dinding sel dari H. capsulatum, karena itu
sel-sel ini sering terlihat dikelilingi oleh area yang kosong, yang disalahartikan sebagai
kapsul, dianggap sebagai penanda H. capsulatum. Spesies ini dapat tumbuh pada media
Universitas Sumatera Utara
13
SARI KEPUSTAKAAN
nutrient yang biasa digunakan untuk kultur fungi. H. capsulatum tumbuh sebagai mycelium
pada minggu kedua hingga ketiga pada Sabaroud agar di suhu 20-30 0C.5
Gambar 65
Patogenesa dan gambaran klinis. Habitat alami H. capsulatum adalah tanah. Spora
(conidia) yang terhirup ke dalam saluran pernapasan, ditangkap oleh makrofag alveolar, dan
menjadi yeast yang berkembang biak dengan budding. Focus inflamasi granulomatous kecil
berkembang. Patogen-patogen ini dapat menyebar secara hematogen dari fokus inflamasi
primer ini. Sistem retikuloendotelial yang terkena paling parah. Terjadi limpadenopati yang
mempengaruhi limpa dan hati. Lebih dari 90% infeksi yang terjadi tidak menunjukkan gejala
klinis. Gambaran klinis yang mungkin timbul sangat bergantung pada faktor-faktor
predisposisi pada host dan jumlah patogen yang mengifeksi. Histoplasmosis juga dapat
timbul sebagai infeksi pernapasan saja. Histoplasmosis diseminasi dapat terlihat pada
penderita AIDS.5,6
Histoplasmosis pada pasien-pasien AIDS. Pada mayoritas kasus, infeksi primer
histoplasmosis bersifat asimptomatik atau ringan dan segera reda secara spontan. Infeksi
primer yang lebih serius berkaitan dengan inhalasi conidia yang masif ataupun
imunodefisiensi. Progressive disseminated histoplasmosis merupakan infeksi berat yang
timbul pada orang-orang dengan imunitas cell-mediated yang rusak. Sekitar 4-5% dari
pasien-pasien AIDS di Buenos Aires menderita disseminated histoplasmosis. Histoplasmosis
merupakan komplikasi lanjut dari infeksi HIV, dengan jumlah CD4 bervariasi antara 0 – 290
sel/µL.6,7
Universitas Sumatera Utara
14
SARI KEPUSTAKAAN
Diagnosis. Bahan yang sesuai untuk analisa diagnosis adalah sekret bronkus, urin
ataupun serpihan dari fokus infeksi. Untuk pemeriksaan menggunakan mikroskop, dilakukan
pengecatan Giemsa atau Wright dan sel yeast dicari di dalam makrofag dan leukosit
polimorfonuklear. Kultur darah pada Sabaroud agar memerlukan waktu inkubasi beberapa
minggu. Antibodi dideteksi menggunakan complement fixation test dan agar gel
precipitation. Nilai diagnostik dari hasil positif atau negatif pada histoplasmin scratch test
diragukan.5
Gambar 7.
Yeast dengan pengecatan hematoxylin-eosin.6
Terapi. Pengobatan dengan amphotericin diindikasikan untuk infeksi berat terutama
bentuk diseminasi.5
Epidemiologi dan pencegahan. Histoplasmosis merupakan endemik di daerah
pertengahan barat USA, Amerika Tengah dan Selatan dan Afrika. Eropa Barat bebas dari
penyakit ini. Patogen ini tidak ditularkan melalui manusia.5,6
Coccidioides immitis (Coccidioidomycosis)
Morfologi dan kultur. C. immitis adalah fungi dimorfik atipikal. Pada kultur, fungi ini
selalu tumbuh dalam bentuk mycelia; namun di jaringan tidak berbentuk mycelia ataupun
hyphae melainkan spherule (struktur berbentuk speris dengan dinding tebal dan diameter
15-60µm, yang berisi hingga 100 endospore di dalamnya). Pada media kultur setelah 5 hari
inkubasi muncul koloni mycelia berwarna putih dan berbulu seperti benang wool. Salah satu
karakteristik morfologis dari mycelium adalah adanya arthrospores asexual yang terlihat
sebagai satu kesatuan yang terpisah diantara hyphae.3,4,5
Patogenesa dan gambaran klinis. Infeksi terjadi karena inhalasi debu yang
mengandung arthrospores. Coccidioidomycosis primer selalu terlokalisasi di dalam paru,
manifestasi yang muncul bervariasi mulai silent infections (60% dari orang yang terinfeksi)
hingga pneumonia berat. Lima persen dari penderita infeksi menderita kavernosum paru
kronik. Kurang dari 1%, menderita diseminasi hematogen yang menyebabkan timbul lesi
granulomatous di kulit, tulang, sendi dan meningen.5,6
Universitas Sumatera Utara
15
SARI KEPUSTAKAAN
Coccidioidomycosis pada pasien-pasien AIDS. Pada individu yang sehat C. immitis
hanya menimbulkan gejala yang asimptomatik atau gangguan pernapasan ringan, sedang
gejala yang lebih berat bahkan fatal terlihat pada pasien-pasien AIDS. Pada kebanyakan
pasien jumlah CD4 < 150 sel/µL. Mayoritas pasien (80%) menderita penyakit paru-paru difus
ataupun fokal dan 15% menderita penyakit extrapulmonari.6,7
Gambar 8. Pengecatan fungi menunjukkan spherule C. immitis di jaringan (a). Lepasnya endospora (b).6
Diagnosis. Patogen dapat dideteksi dalam sputum, pus, cairan cerebrospinal atau
biopsi dan identifikasi antibodi. Spherule dapat terlihat dibawah mikroskop pada bahan yang
segar. Fungi ini dapat dikultur pada Sabaroud agar dengan suhu 28 0C. Arthrospores yang
tumbuh sangat infeksius dan harus diperlakukan dengan sangat hati-hati. Antibodi dapat
dideteksi dengan menggunakan complement fixation test, gel precipitation atau agglutinasi
latex. Coccidioidin skin test untuk mengetahui adanya alergi terhadap komponen-komponen
fungi digunakan sebagai tes awal bila dicurigai terjadi infeksi.5,6,7
Terapi. Amphotericin B dapat digunakan untuk mengobati bentuk diseminasi.
Turunan azole sebagai pengobatan alternative pada infeksi yang tidak terlalu parah.4,5,6
Epidemiologi dan pencegahan. Coccidioidomycosis merupakan endemic didaerah
gurun California, Arizona, Texas, New Mexico dan Utah, dan jarang terlihat di daerah lain.
Sumber infeksinya adalah tanah yang mengandung fungi. Hewan juga bisa terinfeksi.
Penyakit ini tidak ditularkan antar manusia ataupun dari hewan ke manusia.5,6,7
Blastomyces dermatitidis (North American Blastomycosis)
Blastomyces dermatitidis merupakan fungi dimorfik yang menyebabkan infeksi
granulomatous kronik. Habitat alami patogen adalah tanah dan ditransmisikan ke manusia
Universitas Sumatera Utara
16
SARI KEPUSTAKAAN
melalui inhalasi. Pertumbuhan B. dermatitidis didukung oleh tanah yang mengandung
bahan-bahan organik, pH asam, dan kelembapan.5
Gambar 9.
Pengecatan fungi menunjukkan gambaran sel yeast khas B. dermatitidis
dengan dinding sel tebal.6
Infeksi primer blastomycosis terjadi di paru-paru. Penyebaran secara hematogen
dapat melibatkan organ lain termasuk kulit. Metode pemeriksaan laboratorium termasuk
mikroskopis dan kultur untuk mengidentifikasi fungi yang ada didalam sputum, pus dari lesi
kulit atau biopsi. Pendeteksian antibody menggunakan complement fixation test atau agar
gel precipitation memiliki nilai diagnostic yang terbatas. Amphotericin B merupakan terapi
pilihan. Blastomycosis yang tidak diobati hampir selalu mengakibatkan kematian.5,6,7
Blastomycosis pada pasien-pasien AIDS. Studi terbaru menunjukkan terjadi
peningkatan insiden blastomycosis pada pasien-pasien dengan imunitas seluler yang
terganggu dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Kebanyakan kasus blastomycosis pada
pasien-pasien AIDS terjadi pada pasien dengan jumlah CD4 dibawah 200 sel/µL.6,7
Blastomycosis terutama terdapat di lembah Mississippi juga di timur dan barat USA.
Infeksi juga sering terjadi pada hewan terutama anjing. Orang-orang yang rentan tidak
dapat terinfeksi melalui hewan ataupun manusia lain.5
Paracoccidioides brasiliensis (South American Blastomycosis)
Paracoccidioides brasiliensis (syn. Blastomyces brasiliensis) merupakan fungi dimorfik
yang hidup di jaringan hidup, menghasilkan sel yeast
yang memiliki dinding tebal dengan diameter 10-30µm,
yang kebanyakan telah memiliki bud. Ketika ditanam
pada suhu 25 0C, fungi akan tumbuh dengan bentuk
mycelia.5,6
Gambar 10. P. brasiliensis bentuk yeast, aspek “steering wheel” yang khas karena budding yang dimilikinya.8
Universitas Sumatera Utara
17
SARI KEPUSTAKAAN
Habitat alami dari P. brasiliensis mungkin adalah tanah. Infeksi pada manusia terjadi
akibat menginhalasi debu yang mengandung spora. Fokus infeksi primer yang purulen dan
atau granulomatous ditemukan di paru-paru. Dimulai dari fokus ini, fungi dapat
berdisseminasi secara hematogen ataupun limfogen kedalam kulit, mukosa atau organ
limfoid. Paracoccidioidomycosis disseminasi mengalami kemajuan secara bertahap dan
dapat berakhir dengan kematian jika tidak mendapat pengobatan. Terapi pilihannya adalah
turunan azole (mis. itraconazole), amphotericin B dan sulfonamides. Terapi dapat mencegah
kemajuan penyakit, walaupun tidak ada kasus yang diketahui dimana penyakit dieliminasi
melebihi waktu yang cukup lama. Pemeriksaan laboratorium didasarkan pada deteksi
patogen secara mikroskopis dan kultur sama halnya dengan deteksi antibody dengan
complement fixation test atau gel precipitation.5,6,7
Paracoccidioidomycosis terutama terlihat diantara petani di pedesaan Amerika
Selatan. Pada pasien dengan AIDS, infeksi P. brasiliensis timbul pada penderita dengan
jumlah CD4 < 100 sel/µL. Hal ini memberi kesan bahwa paracoccidioidomycosis merupakan
peristiwa akhir yang berkaitan dengan infeksi HIV tahap lanjut.6,7
Candida
Hampir 70% dari seluruh infeksi Candida pada manusia disebabkan oleh C. albicans,
selebihnya oleh C. parapsilosis, C. tropicalis, C. guillermondii, C. kruzei dan beberapa spesies
Candida lainnya.4,5,
Gambar 11. Candida albicans5
Universitas Sumatera Utara
18
SARI KEPUSTAKAAN
Morfologi dan kultur. Pengecatan gram menunjukkan C. albican merupakan Grampositif dengan budding dan sel yeast berbentuk oval berdiameter 5µm (Gambar 11).
Gambar 12. Morfologi Candida albicans
C. albicans dapat tumbuh pada media kultur biasa. Setelah
48 jam inkubasi akan tumbuh koloni berbentuk bulat,
keputihan dengan permukaan kasar (Gambar 12). Dapat
dibedakan dari yeast lainnya melalui karakteristik morfologis
dan biokimia.4,5
Patogenesis dan gambaran klinis. Candida merupakan flora normal pada manusia
dan mukosa binatang. Karenanya infeksi Candida perlu dipertimbangkan sebagai infeksi
endogen. Candidosis biasanya berkembang pada orang dengan imunitas yang terganggu.
Mukosa yang paling sering terkena, kemudian kulit dan organ dalam (deep candidiasis).
Pada infeksi rongga mulut, terlihat bercak putih yang melekat dengan kuat pada mukosa
pipi dan lidah. Patomorfologikal yang mirip dengan yang ada di rongga mulut adalah
vulvovaginitis. Diabetes, kehamilan, terapi progesterone, dan perawatan intensive dengan
antibiotic yang dapat menghilangkan flora normal merupakan beberapa factor predisposisi.
Kulit yang paling mudah terinfeksi berada di bagian tubuh yang paling lembab dan hangat.
Candida dapat menyebabkan infeksi sekunder pada paru-paru, ginjal, dan organ lainnya.
Endokarditis dan endophthalmitis candida dapat terlihat pada pecandu obat-obatan.
Candidiasis mucocutaneous kronik dapat dilihat sebagai akibat kerusakan system imunitas
seluler (gambar 13).4,5,6,7
Diagnosis. Melibatkan pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan pengecatan
gram. Candida dapat tumbuh pada medium nutrien standar, terutama pada Sabaroud agar.
Koloni yeast yang khas dapat terlihat di bawah mikroskop dan berdasarkan bukti metabolik
yang khas. Karena candida merupakan flora normal di mulut dan saluran cerna, maka
penilaian pertumbuhan kuantitatif harus dilakukan (cth. Di feces ditemukan 106 CFU/g).
Deteksi antigen spesifik Candida dalam serum dapat dilakukan dengan reaksi aglutinasi
menggunakan partikel latex yang telah dilekati oleh antobodi monoklonal. Deteksi antigen
dari Candida bermakna bila ada perbandingan hasil antara sebelum infeksi dengan saat
infeksi. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi deep candidiasis
(agglutinasi, presipitasi gel, immunoassay enzimatik, imunoelectrophoresis).5,7
Universitas Sumatera Utara
19
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 13. Candidiasis pada
depresi sistem imun5
Terapi. Pada terapi topical dapat dipakai nystatin dan azoles. Pada kasus deep
candidiasis, terapi pilihannya adalah amphotericin B, biasa diberikan dengan 5fluorocytosine.5,7
Epidemiologi dan pencegahan. Infeksi candida merupakan infeksi yang bersifat
endogen, kecuali candidiasis pada bayi baru lahir.5,6,7
Aspergillus (aspergillosis)
Aspergillosis paling sering disebabkan oleh Aspergillus fumigates dan A. flavus. A.
niger, A. nidulans, dan A. terreus jarang dijumpai. Aspergilli dapat dijumpai dimana-mana
pada alam bebas. Mereka dijumpai dalam jumlah yang besar pada tanaman yang
membusuk.4,5,6,8
Morfologi dan kultur. Aspergillus dapat dijumpai pada sediaan jaringan, eksudat dan
sputum dalam bentuk filamentous, hyphae yang berseptum, berukuran lebar kira-kira 34µm dengan cabang berbentuk Y (gambar 14). Aspergillus tumbuh dengan sangat cepat
dengan bentuk mycelia dalam media yang biasa digunakan pada mikrobiologi klinis. Untuk
kultur yang lebih selektif dapat digunakan media Sabaroud agar.4,5
Universitas Sumatera Utara
20
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 145
Patogenesa dan gambaran klinis. Pintu masuk utama patogen ini adalah system
bronchial, namun organisme ini dapat langsung menginvasi tubuh melalui luka pada kulit
dan mukosa. Berikut ini merupakan lokasi yang dapat terkena aspergilosis :4,5,7,8
Aspergillosis pada saluran pernapasan. Aspergilloma merupakan lingkaran dengan
batas tegas “fungus ball” yang biasa tumbuh di tempat tertentu (caverne).
Pulmonary
aspergillosis
adalah
kronis,
necrotizing
pneumonia.
Pulmonary
aspergillosis akut dan invasive terjadi pada pasien-pasien yang menderita
neutropenia atau AIDS atau mengikuti transplantasi organ dan memiliki prognosis
yang buruk. Aspergillosis lain dari saluran pernapasan adalah tracheobronchitis. Dari
semua fungi, aspergilla merupakan penyebab tersering terjadinya sinusitis. Pada
penderita atopic alergi, asma dapat disebabkan oleh aspergilli alveolitis alergik.
Aspergillosis lain. Endophthalmitis dapat berkembang 2 -3 minggu setelah menjalani
operasi mata atau cidera pada mata dan mengakibatkan kehilangan mata.
Aspergillosis cerebral berkembang setelah adanya hematogenous dissemination.
Jarang terjadi, namun aspergillus dapat mengakibatkan endocarditis, myocarditis
dan osteomyelitis.
Diagnosis. Karena aspergillus merupakan kontaminan pada alat-alat diagnostic,
maka diagnosis berdasarkan penemuan patogen langsung dianggap sulit. Menemukan
hyphae dengan percabangan yang khas pada sediaan dan kultur yang menumbuhkan
aspergillus membuat diagnosis menjadi mungkin. Jika hyphae yang bercabang dijumpai
pada jaringan dari biopsy dan dicat dengan methenamine silver, diagnosis biasa dianggap
pasti.5,7
Universitas Sumatera Utara
21
SARI KEPUSTAKAAN
Menggunakan partikel latex yang dilapisi dengan monoclonal antibody, aspergillusspesifik antigen dapat dideteksi pada serum darah menggunakan reaksi aglutinasi. Untuk
mendeteksi antibodi pada aspergillosis sistemik baiknya digunakan metode ELISA dan
immunodifussi. Metode PCR digunakan untuk mendeteksi DNA dari aspergillus.5,7
Aspergillosis pada pasien-pasien AIDS telah dilaporkan di seluruh dunia. Insidensi
yang sebenarnya sulit diperkirakan karena sulitnya mendiagnosis penyakit, namun sekitar
4% dari pasien-pasien AIDS menderita asoergillosis. Kebanyakan kasus terjadi pada pasienpasien pada AIDS tahap lanjut, dengan jumlah CD4 kurang dari 50 sel/µL. Pada negaranegara berkembang lebih jarang dijumpai kasus aspergillosis karena tidak terdiagnosis atau
rendahnya angka keselamatan.5,6,7
Terapi. Amphotericin B dosis tinggi, merupakan terapi pilihan. Azoles juga dapat
digunakan. Pengangkatan fokus infeksi lokal secara operasi dapat dilakukan.5,6,7,8
Cryptococcus neoformans (Cryptococcosis)
Morfologi dan kultur. C. neoformans merupakan yeast berkapsul. Sel individual
berukuran 3-5 µm dan dikelilingi kapsul polisakarida dengan lebar beberapa mikrometer
(gambar 15a). C. neoformans dapat dikultur pada Sabaroud agar dengan suhu 30-35 0C
dengan periode inkubasi 3-4 hari (gambar 15b).5
Patogenesis dan gambaran klinis. Habitat normal dari patogen ini adalah tanah
kaya substansi organik. Patogen ini sangat sering dijumpai pada kotoran burung. Jalur
masuk patogen ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Organisme terhirup dan masuk
ke dalam paru-paru, mengakibatkan cryptococcosis pulmonary yang menunjukkan gejala
klinis yang khas. Dari fokus infeksi primer di paru-paru, patogen menyebar secara
hematogen ke organ-organ lain, terutama ke sistem saraf pusat (SSP), dimana kompartemen
dari C. neoformans menunjukkan afinitas yang jelas, menghasilkan meningoencephalitis.
Kondisi yang paling mendukung untuk terjadinya disseminasi dari focus infeksi di paru
adalah melemahnya sistem pertahanan tubuh. Keganasan dan terapi steroid merupakan
faktor predisposisi lainnya. Pasien AIDS juga sering menderita cryptococcosis.5,7
Universitas Sumatera Utara
22
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 155
Diagnosis. Sangat penting pada kasus meningitis. Patogen dapat terdeteksi pada
sedimen cairan serebrospinal menggunakan mikroskop phase contrast. Persiapan dengan
tinta menghasilkan gambaran seperti negative film dari kapsul (gambar 15a). Kultur sangat
berhasil apabila dilakukan pada media Sabaroud Agar. C. neoformans dapat dibedakan dari
yeast lainnya dan diidentifikasi berdasarkan proses metabolismenya (penguraian urea).
Latex agglutination test dapat digunakan untuk mendeteksi polisakarida kapsul pada cairan
serebrospinal dan serum (anticapsular antibody dilekatkan pada partikel latex). Identifikasi
antibody terhadap polisakarida kapsul dapat dilakukan dengan tes agglutinasi dan enzymatic
immunosorben test.5,7
Gambar 16. C. neoformans di CSF (kiri), C. neoformans dgn kapsul tebal (kanan)8
Terapi. Amphotericin B merupakan terapi pilihan untuk cryptococcosis CNS, biasanya
dikombinasikan dengan 5-fluorocytosine.5,7,8
Epidemiologi dan pencegahan. Tidak ada data yang tepat untuk frekuensi dari
pulmonary cryptococcosis. Insidensi meningoencephalitis adalah satu kasus per tahun.5,7
Universitas Sumatera Utara
23
SARI KEPUSTAKAAN
Mucor, Absidia, Rhizopus (mucormycosis)
Mucormycosis terutama disebabkan oleh berbagai spesies pada genus Mucor,
Absidia dan Rhizopus. Seluruh genus fungi ini berada dalam ordo Mucorales dan terdapat
dimana saja, terutama pada patahan atau bagian tumbuhan organic.5,8
Morfologi dan kultur. Mucorales merupakan fungi yang menghasilkan hyphae yang
kasar dan tidak berseptum dengan dinding tebal yang bercabang (gambar 17).
Mucorales dapat dikultur menggunakan media standar, membentuk mycelium yang tinggi,
“fuzzy”, berwarna putih-keabuan hingga coklat. Media paling baik untuk kultur adalah
Sabaroud Agar.5
Pathogenesis dan gambaran klinis. Mucorales merupakan jamur opportunistic yang
hanya akan menginfeksi pasien dengan penurunan daya tahan tubuh atau metabolic
disorders (diabetes). Patogen masuk ke dalam sistem organ bersama dengan debu. Patogenpatogen ini menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap struktur pembuluh darah, dimana
mereka berkembang biak, dan berpotensi menyebabkan thrombosis dan infark. Infeksi yang
terjadi diklasifikasikan berdasarkan manifestasi yang ditimbulkan :5,8
Rhinocerebral
mucormycosis,
menyebar
dari
hidung
atau
sinus
dan
dapat
mempengaruhi otak. Paling sering terlihat sebagai sekuel dari diabetic asidosis.
Universitas Sumatera Utara
24
SARI KEPUSTAKAAN
Pulmonary mucormycosis, dengan septic pulmonary infarctions. Paling sering ditemukan
pada pasien keganasan neutropeni yang menjalani terapi remisi.
Gastrointestinal mucormycosis (sangat jarang), terlihat pada anak-anak yang kurang gizi
dan dibarengi dengan infark pada saluran pencernaan.
Cutaneous mucormycosis, merupakan manifestasi akibat luka pada kulit terutama luka
bakar.
Disseminated mucormycosis, merupakan sekuel dari semua bentuk diatas, terutama
pulmonary mucormycosis.
Diagnosis. Konfirmasi diagnosis didasarkan pada penemuan hyphae fungi pada
infiltrasi jaringan. Kultur dapat dilakukan pada media Sabaroud agar. Identifikasi sematamata berdasarkan karakteristik morfologi fungi. Tidak ada metode diagnosis berdasarkan
pemeriksaan antibodi.5,8
Terapi. Amphotericin B merupakan terapi pilihan. Tindakan bedah dilakukan sesuai
kebutuhan. Penyakit primer harus dikontrol.5,8
Phaeohyphomycetes, Hyalohyphomycetes, Opportunistic Yeasts, Penicullium marneffei
Daftar fungi yang penting secara klinis yang sebelumnya tidak dikategorikan sebagai
opportunistic telah memanjang dengan nyata dalam beberapa tahun ini. Organismorganisme ini kini ditemukan sebagai patogen pada pasien-pasien keganasan, AIDS, dan
pasien yang menjalani terapi sitostatika dan imunosupresi, terapi kortikosteroid dalam
jumlah besar atau terapi jangka panjang menggunakan antibiotic broadspectrum.5
Phaeohyphomycoses. Merupakan infeksi subkutaneus dan sinus paranasal yang
disebabkan oleh “black fungi”. Sekarang berbagai genus dan spesiesnya telah digambarkan
sebagai patogen. Kesamaan dari semuanya adalah terbentuknya hyphae, yang berwarna
coklat kehitaman akibat adanya integrasi melanin pada dinding hyphae. Contoh dari genus
termasuk Curvularia, Bipolaris, Exserohilum, Wangiella, Dactylaria, Ramichloridium,
Chaetomium, dan Alternaria. Habitat alami dari fungi ini adalah tanah. Mereka tersebar
diseluruh dunia. Phaeohyphomycoses memasuki tubuh melalui luka di kulit atau
menginhalasi spora. Bermula dari fokus primer, patogen kemudian dapat berdisseminasi
secara hematogen, mempengaruhi organ lain termasuk CNS. Gambaran klinis dari infeksiinfeksi seperti ini sangat menggambarkan mucormycoses dan aspergillosis. Jika
Universitas Sumatera Utara
25
d darah tepi
SARI KEPUSTAKAAN
memungkinkan, dapat dilakukan tindakan operasi untuk mengangkat jaringan yang terkena
dan pemberian antimikotik. Prognosisnya buruk.5
Hyalohyphomycoses. Istilah ini digunakan untuk mikosis yang disebabkan oleh
cendawan hyaline (melanine-free). Genusnya antara lain Fusarium, Scopulariopsis,
Paecilomyces, Trichoderma, Acremonium dan Scedosporium. Fungi ini dapat ditemukan
diseluruh dunia. Pathogenesis, gambaran klinis, terapi dan prognosis sama dengan
phaeohyphomycoses.5
Mikosis opportunistic. Yeasts lain yang dapat menyebabkan mikosis pada pasien
immunosupresif selain candida antara lain Torulopsis glabrata, Trichosporon beigeii, dan
spesies-spesies dari genera Rhodotorula, Malassezia, Saccharomyces, Hansenula dan lainlain. Mikosis ini bersifat eksogenous. Secara klinis dan terapi perlakuannya sama dengan
candidiasis. Malassezia furfur terkadang dapat menyebabkan sepsis kateter pada neonatus
prematur dan pemberian lipid parenteral. Lipid dapat mendorong terjadinya pertumbuhan
yeasts.5
Penicilliosis. Infeksi fungi ini disebabkan oleh fungi dimorphic Penicillium marneffei,
yang kemungkinan berdiam dalam tanah. Infeksi P. marneffei merupakan salah satu infeksi
opportunistic yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien AIDS baik yang tinggal di
daerah Asia Tenggara ataupun yang telah menetap beberapa lama di daerah tersebut. Focus
Gambar 18. P. marneffei pd pasien AIDS.8
infeksi primer terdapat di paru-paru, yang
kemudian disseminasi ke organ-organ lain dapat
terjadi. Terapi pilihan pada fase akut adalah
amphotericin B, terapi ini harus diikuti dengan
prophylactic azoles (itraconazole) jangka panjang
untuk mencegah remisi.5,8
Gambar 19. P. marneffei mikroskopis.8
Gambar 20. P. marneffei pd biopsy hati
Universitas Sumatera Utara
26
PEMBAHASAN
Fungi merupakan mikroorganisme eukaryotic yang bersifat heterotropik dan
aerobik dengan kemampuan anaerobik yang terbatas. Fungi mensintesa lysine melalui L-αadipic acid biosynthetic pathway. Fungi dapat tumbuh sebagai yeasts atau molds. Yeasts
adalah bentuk sel tunggal yang berkembang biak melalui budding, sedangkan molds
membentuk hyphae multicellular. Dimorphic fungi tumbuh menjadi yeasts atau spherule
pada suhu 370 C in vivo ataupun in vitro, menjadi molds suhu 250 C. Dimorphism diatur oleh
factor-faktor seperti temperature, konsentrasi, CO2, pH, tergantung kepada jenis fungi.
Infeksi fungi dapat terlihat secara klinis sebagai infeksi cutaneous, subcutaneous, dan
systemic.1,2,3,4
KLASIFIKASI MIKOSIS
Nomenklatur klinis yang digunakan untuk mikosis dapat berdasarkan (1) lokasi
infeksi, (2) rute masuknya patogen, dan (3) tipe virulensi yang ditunjukkan oleh jamur.1,2
Klasifikasi berdasarkan lokasi infeksi :
Berdasarkan lokasi infeksi mikosis diklasifikasikan atas infeksi superficial, cutaneous,
subcutaneous, atau systemic (deep) tergantung dari tipe dan derajat keterlibatan jaringan
dan respon host terhadap patogen (Gambar 1). Mikosis superficial terbatas pada stratum
corneum dan pada dasarnya tidak menunjukkan adanya inflamasi.
Gambar 1. Principal tissue sites
of deep mycoses in
comparison to those of the
superficial, cutaneous, and
subcutaneous mycoses1.
Universitas Sumatera Utara
5
SARI KEPUSTAKAAN
Infeksi cutaneous melibatkan kulit dan bagian-bagiannya, termasuk rambut dan kuku.
Infeksi yang timbul dapat melibatkan stratum corneum atau lapisan yang lebih dalam pada
epidermis. Inflamasi pada kulit ditimbulkan oleh organisme itu sendiri ataupun produkproduk yang dihasilkan. Mikosis subcutaneous meliputi area infeksi yang berbeda
dikarakteristikkan dengan infeksi yang terjadi pada jaringan subcutaneous biasanya pada
keadaan traumatic inokulasi. Respon inflamasi yang terjadi di jaringan subcutaneous sering
meluas melibatkan epidermis. Deep mikosis melibatkan paru-paru, viscera abdomen, tulang
dan central nervous system. Portal of entry yang paling umum adalah saluran pernapasan,
saluran pencernaan dan pembuluh darah (Gambar 2).
Gambar 2. Portals of entry of pathogenic and
opportunistic fungi causing deep mycoses1.
Klasifikasi berdasarkan rute masuknya patogen :
Fungi yang menginfeksi dapat berupa exogenous atau endogenous. Rute masuknya
fungi exogenous adalah airborne, cutaneous atau percutaneous. Infeksi endogenous
melibatkan kolonisasi sejumlah flora normal atau reaktivasi dari infeksi sebelumnya.
Klasifikasi berdasarkan virulensi :
Fungi dapat diklasifikasikan menurut virulensinya atas patogen primer dan patogen
opportunistic. Patogen primer dapat menginfeksi host normal, sedangkan patogen
opportunistic dapat menyebabkan penyakit pada individu dengan mekanisme pertahanan
tubuh yang menurun.
Beberapa gambaran penting dari penyakit akibat fungi dijelaskan pada tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
6
SARI KEPUSTAKAAN
Tabel 1. Gambaran Penting dari Penyakit Fungi2
TYPE
ANATOMIC
LOCATION
REPRESENTATIVE
DISEASE
Superficial
Hair shaft and dead
layer of skin
Tinea versicolor
Cutaneous
Epidermis, hair, nails Dermatophytosis
Subcutaneous
Subcutis
Systemic
Internal organs
Opportunistic
Internal organs
Sporotrichosis
Mycetoma
Coccidiodomycosis
Histoplasmosis
Blastomycosis
Paracoccidioido
mycosis
Cryptococcosis
Candidiasis
Aspergillosis
GENUS OF
CAUSATIVE
ORGANISM
Malassezia
SERIOUS
NESS OF
ILLNESS
1+
Microsporum,
Trichophyton,
Epidermophyton
Sporothrix
Several genera
Coccidioides
Histoplasma
Blastomyces
Paracoccidioides
2+
Cryptococcus
Candida
Aspergillus
2+
2+
4+
4+
4+
4+
4+
2+ to 4+
4+
MORFOLOGI1,2,3,4
Ada dua bentuk morfologis dari fungi yang dapat kita lihat (Gambar 3) :
Hyphae : merupakan elemen dasar dari filamentous fungi dengan struktur yang
bercabang dan tubular, dengan lebar 2-10µm.
Mycelium : merupakan struktur hyphae yang menyerupai tikar atau jaring laba-laba.
Substrat mycelia (khusus untuk nutrisi) menembus substrat nutrient, sedangkan
aerial mycelia (untuk pengembangbiakan asexual) berkembang di atas medium
nutrient.
Fungal thallus : merupakan keseluruhan mycelia dan disebut juga fungal body atau
koloni.
Yeast : merupakan elemen dasar dari uniselular fungi. Berbentuk bulat atau oval
dengan diameter 3-10µm. Beberapa sel yeast yang memanjang membentuk rantai
sehingga terlihat menyerupai hyphae disebut dengan pseudohyphae.
Dimorfisme : beberapa spesies fungi dapat berkembang dalam bentuk yeast
ataupun mycelium tergantung pada kondisi lingkungan. Fungi dimorfik yang patogen
berbentuk yeast sebagai parasit dan berbentuk mycelia sebagai sapropit.
Universitas Sumatera Utara
7
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 33
DIMORFISME PADA FUNGI PATOGEN
Dimorfisme fungi merupakan perubahan morfologi dan fisiologi pada fungi tertentu dari
satu fenotipe ke fenotipe lain ketika fungi itu berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan
lainnya. Yang termasuk
fungi dimorphic antara
lain
C.
immitis,
H.
capsulatum,
B.
dermatitidis,
P.
brasiliensis, P. marneffei
dan S. schenkii, dan
fungi
tertentu
opportunistic
seperti
Candida albicans dan
Gambar 4. Gambaran diagram bentuk saprophytic dan invasive di
jaringan dari fungi patogen.1
Penicillium
marneffei.
Universitas Sumatera Utara
8
SARI KEPUSTAKAAN
Berbagai faktor lingkungan host yang mengatur dimorfisme fungi, antara lain asam amino,
temperature, karbohidrat, dan trace elements (zinc, dll).1,3
Diantara patogen-patogen primer dan S. schenckii, transformasi morfologi di jaringan terjadi
Gambar 5. Bentuk
dimorphisme
Candida albicans1
dari bentuk hypha ke bentuk yeast-like (atau
spherule pada C. immitis). Namun, dimorphisme
dari Candida albicans sedikit berbeda, C. albicans
berubah dari struktur yeast-like (blastoconidia)
menjadi struktur filamentous yang disebut germ
tubes.
Struktur
filamentous
lainnya
dapat
berkembang menjadi pseudohyphae dan hyphae.
Penicillium
marneffei
merupakan
satu-satunya
spesies Penicillium yang patogen terhadap manusia.
P. marneffei mengalami konversi dimorphisme in vivo menjadi sel-sel sausage-shaped.1,3
PATOGENESIS
Fungi memiliki banyak mekanisme untuk berkoloni dalam tubuh manusia.
Kemampuannya untuk tumbuh pada suhu 370C merupakan salah satu yang terpenting.
Produksi keratinase memungkinkan dermatophyta untuk mencerna keratin pada kulit,
rambut dan kuku. Dimorfisme memungkinkan fungi yang ada di alam dalam bentuk molds
untuk berubah menjadi bentuk yeast dalam tubuh host dan menjadi patogen. Sebaliknya,
Candida albicans hidup dalam bentuk yeast sebagai flora normal dan menjadi invasif dalam
bentuk filamen. Fungi dapat menyebar setempat seperti dermatophytes pada kulit atau
eumycotic mycetoma pada jaringan subkutaneus. Sporothix schenckii, patogen subkutaneus
lainnya, menyebar melalui limpatik. Fungi yang menyebabkan mikosis sistemik pertama kali
menimbulkan infeksi pulmonar. Fungi ini dipagositosis oleh alveolar makrofag namun tidak
dihancurkan. Fungi kemudian menyebar secara hematologis ke tempat lain dalam tubuh.1,3,4
EPIDEMIOLOGI
Fungi seperti Sporothrix schenckii ditemukan hampir di seluruh dunia, sering
dijumpai pada orang-orang yang berkaitan dengan profesi atau hobi dimana organisme
tersebut mungkin dapat masuk ke jaringan melalui trauma (tukang kebun). Fungi lainnya
Universitas Sumatera Utara
9
SARI KEPUSTAKAAN
akan lebih sering ditemukan pada orang-orang yang tinggal atau mengunjungi daerahdaerah tertentu (coccidiodes immitis di daerah gurun barat daya Amerika Serikat). Contoh
yang lebih spesifik dari peranan lingkungan dalam infeksi fungi adalah meningkatnya jumlah
candidal vaginitis pada wanita yang mengkonsumsi obat-obat antibiotik dan meningkatnya
prevalensi mycotic mycetoma pada orang-orang yang tidak memakai alas kaki di negaranegara tropis. Sedangkan keadaan immunocompromised menyebabkan terjadinya
peningkatan infeksi fungi oportunistik. Contohnya, rhinocerebral syndrome (bentuk yang
sangat invasif dan mengancam jiwa dari zygomycosis, dikenal juga dengan mucormycosis)
yang dapat dilihat pada orang yang menderita diabetic ketoacidosis sementara
histoplasmosis lebih sering terlihat pada pasien-pasien dengan AIDS.1,3
DIAGNOSIS1,2,3,4
Beberapa cara untuk mengidentifikasi fungi patogen :
Mikroskopis
Persiapan : menggunakan KOH 10%. Pengecatan : menggunakan methylene blue,
lactophenol blue, periodic acid-Schiff (PAS), ink, dll.
Kultur
Dapat digunakan pada medium universal ataupun selektif. Struktur utama untuk
identifikasi adalah morfologi, terutama reproduksi aseksual dan, jika ada, struktur
reproduksi seksual. Test biokimia digunakan terutama untuk mengidentifikasi yeast
dan secara umum tidak sepenting pada pemeriksaan bakteriologi.
Serologi
Dengan mengidentifikasi antibodi terhadap antigen fungi tertentu yang ada di dalam
serum pasien. Interpretasi dari hasil pemeriksaan serologi pada infeksi fungi cukup
sulit.
Deteksi Antigen
Dengan menemukan antigen spesifik pada bahan pemeriksaan secara langsung
menggunakan antibodi yang telah diketahui, mungkin dilakukan pada beberapa
infeksi fungi (mis. cryptococcosis).
Tes Cutaneous
Tes cutaneous atau tes alergi menggunakan antigen fungi spesifik dapat digunakan
untuk mendeteksi beberapa infeksi fungi.
Universitas Sumatera Utara
10
SARI KEPUSTAKAAN
Deteksi Asam Nukleat
Dikombinasikan dengan amplifikasi, tes ini bermanfaat untuk deteksi cepat dari
penyakit mikotik pada pasien-pasien immunocompromised.
Gambaran dari fungi yang penting secara klinis.1
Group (Criteria
Based on
Morphology
and Disease)
Disease
Etiologic
Agents
Diagnostic in
Vivo Form
Diagnostic in
Vitro Form
Natural
Habitat
Chromoblasto
mycosis
Cladosporium
carrionii
Chestnut brown, thickwalled, muriform cells
10µm in diameter
Branching chains of
single-celled conidia
Woody plant
material
Series of singlecelled conidia giving
rise to series of
secondary conidia
Same
Single-celled conidia
in balls at the apices
of annelides
Woody plant
material
1. Molds
Black fungi
Phaechypho
mycosis
Dermatophytes
Tinea capitis
Fonsecaea
pedrosol
Same
Exophiala
jeanseimei
Hyaline to brown
yeastlike cells,
filaments, septate
hypahae, in various
combinations
Wangiella
dermatitidis
Same
Xylohypha
bantiana
Brown septate hyphae
Microsporum
canis
Trichophyton
tonsurans
Tinea corporis
Tinea cruris
Tinea pedis
Dimorphic
Microsporum
gypseum
Trichophyton
mentagrophytes
Trychophyton
rubrum
Epidermophyton floccosum
Trichophyton
mentagrophytes
Trichophyton
rubrum
Blastomycosis
Blastomyces
dermatitidis
Coccidioido
mycosis
Coccidioides
immitis
Single-celled conidia
in balls of phialides
and annelides
Spasely branched,
long chains of
single-celled conidia
Soil and
similar
environments
Macro and
microconidia
Animals
(zoophilic)
Conidia of various
sizes and shapes
Humans
(anthropo
philic)
Macro and
microconidia
Soil
(geophilic)
Same
Same
Humans &
other animals
Same
Same
Humans
Hyphae in stratum
corneum
Club-shaped conidia
Hyphae in stratum
corneum
Macro and
microconidia
Humans &
other animals
Same
Same
Humans
Small, round,
smooth single celled
conidia
Unknown,
probably
woody plant
material
Hyphae in scaly
erythematous lesions,
arthroconidia within
and around hair
(ectothrix)
Hyphae in scaly
erythematous lesions,
arthroconidia within
hair (endothrix)
Hyphae in stratum
corneum
Round to oval yeasts 815µm in diameter
having broad-based
budded daughter cells
Spherules 30-60µm
containing single-celled
endospores 2-5µm in
diameter
Alternating barrelshaped
arthroconidia 2,5-4
by 3-6 µm
Woody plant
material
Humans
Soil
Universitas Sumatera Utara
11
SARI KEPUSTAKAAN
Histoplasma
capsulatum
Oval, intracellular
yeasts 2,5-3,5µm in
diameter microconidia
Paracoccidioido
-mycosis
Paracoccidioi
des brasiliensis
Multiple budding
yeasts, round budded
cells 2-10µm attached
to mature cells 3060µm in diameter
Sporotrichosis
Sporothrix
schenckii
Round to oval yeasts 35µm in diameter
Aspergillosis
Aspergillus
flavus
Septate, dichotomously branching
hyphae 2,5-3,5µm in
diameter
Histoplasmosis
Opportunistic
infections
Aspergillus
fumigatus
Same
Tuberculate macroconidia and smoothwalled
Soil enriched
by bat starling
or chicken
droppings
Typically sterile
Unknowm,
probably
woody plant
material
Conidia developing
from sympodial
conidiophores and
from the hyphae
Woody plant
material
Chains of conidia
from phialides
Decaying
plant material
and soil
Same
Same
Usually sterile,
some isolates form
phialides
Branched
sporangio-phores,
random rhizoids,
sporangia
Branched
sporangiophores,
primitive rhizoids,
sporangia,
thermotolerant
Unbranched
sporangiophores
opposite rhizoids,
sporangia
Soil and
woody plant
material
Mycetoma
Madurella
mycetomatis
Granules in tissue and
draining sinuse
Zygomycosis
Absidia
corymbifera
Sparsely septate,
irregularly branching
hyphae varying from 650µm in diameter
Rhizomucor
pusillus
Same
Rhizopus
arrhizus
Same
Candida
albicans
Oval yeasts 3-4µm in
diameter,
pseudohyphae, septate
hyphae, in various
combination
Oval budding
yeasts, pseudohyphae, septate
hyphae, in various
combinations
Human gut
and oral
cavity
Same
Same
Human skin
Round yeasts,
typically with a
capsule
Fruit, pigeon
manure and
plants
Oval to bottleshaped yeasts with
unipolar budding
Stratum
corneum of
humans
2. Yeasts
Candidiasis
Candida
tropicalis
Cyptococcosis
Cryptococcus
neoformans
Pityriasis
versicolor
Malassezia
furfur
Round yeasts 5-15µm
in diameter,
blastoconidia attached
by narrow necks to
parent cells, with or
without a capsule
Lipophilic, oval to
bottle-shaped yeasts 25µm in diameter,
truncate short hyphae
2-3µm in diameter, in
combinations of various
amounts
Decaying
plant material
and soil
Same
Same
Universitas Sumatera Utara
12
SARI KEPUSTAKAAN
DEEP MYCOSES
Deep mycoses disebabkan oleh patogen primer dan oportunistik. Patogen primer
dapat menginfeksi individu normal; sebaliknya, patogen oportunistik hanya dapat
menginfeksi individu dengan sistem imun yang terganggu (kanker, tranplantasi organ,
operasi dan AIDS).1,2
Habitat alami dari patogen-patogen ini adalah tanah. Spora-sporanya terhirup
bersama dengan debu, masuk ke paru-paru, dan dapat menyebabkan mikosis pulmonari
primer. Dimulai dari fokus infeksi di paru-paru, organisme ini dapat disebarkan secara
hematogen atau limfogen, ke organ tubuh lainnya termasuk kulit, menimbulkan granuloma,
fokus infeksi purulen.1,2,3
Kebanyakan kasus deep mikosis primer memiliki gejala asimptomatik atau ringan
pada pasien normal atau yang sedang melakukan perjalanan pada daerah endemik. Namun,
pasien yang terpapar oleh organisme dalam jumlah banyak atau pasien dengan sitem imun
yang terganggu dapat menderita infeksi yang mengancam nyawa ataupun reaktifasi
infeksi.1,3,5
Patogen primer antara lain Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum,
Blastomyces dermatitidis dan Paracoccidioides brasiliensis. Patogen opportunistic antara lain
Cryptococcus neoformans, Candida spp., Penicillium marneffei, Zygomycetes, Trichosporon
beigelii dan Fusarium spp.3,5
Histoplasma capsulatum (Histoplasmosis)
Histoplasma capsulatum merupakan patogen yang menyebabkan histoplasmosis,
suatu mikosis intraselular pada sistem retikuloendotelial. Bentuk seksual dari fungi ini
disebut Emmonsiella capsulata.5
Morfologi dan kultur. H. capsulatum merupakan fungi dimorphic. Berbentuk sel
yeast sebagai patogen infeksius di jaringan tubuh manusia (Gambar 6). Sel kecil yang
bersifat individual sering terlokalisasi di dalam makrofag dan berdiameter 2-3µm.
Pengecatan giemsa dan gram tidak diserap oleh dinding sel dari H. capsulatum, karena itu
sel-sel ini sering terlihat dikelilingi oleh area yang kosong, yang disalahartikan sebagai
kapsul, dianggap sebagai penanda H. capsulatum. Spesies ini dapat tumbuh pada media
Universitas Sumatera Utara
13
SARI KEPUSTAKAAN
nutrient yang biasa digunakan untuk kultur fungi. H. capsulatum tumbuh sebagai mycelium
pada minggu kedua hingga ketiga pada Sabaroud agar di suhu 20-30 0C.5
Gambar 65
Patogenesa dan gambaran klinis. Habitat alami H. capsulatum adalah tanah. Spora
(conidia) yang terhirup ke dalam saluran pernapasan, ditangkap oleh makrofag alveolar, dan
menjadi yeast yang berkembang biak dengan budding. Focus inflamasi granulomatous kecil
berkembang. Patogen-patogen ini dapat menyebar secara hematogen dari fokus inflamasi
primer ini. Sistem retikuloendotelial yang terkena paling parah. Terjadi limpadenopati yang
mempengaruhi limpa dan hati. Lebih dari 90% infeksi yang terjadi tidak menunjukkan gejala
klinis. Gambaran klinis yang mungkin timbul sangat bergantung pada faktor-faktor
predisposisi pada host dan jumlah patogen yang mengifeksi. Histoplasmosis juga dapat
timbul sebagai infeksi pernapasan saja. Histoplasmosis diseminasi dapat terlihat pada
penderita AIDS.5,6
Histoplasmosis pada pasien-pasien AIDS. Pada mayoritas kasus, infeksi primer
histoplasmosis bersifat asimptomatik atau ringan dan segera reda secara spontan. Infeksi
primer yang lebih serius berkaitan dengan inhalasi conidia yang masif ataupun
imunodefisiensi. Progressive disseminated histoplasmosis merupakan infeksi berat yang
timbul pada orang-orang dengan imunitas cell-mediated yang rusak. Sekitar 4-5% dari
pasien-pasien AIDS di Buenos Aires menderita disseminated histoplasmosis. Histoplasmosis
merupakan komplikasi lanjut dari infeksi HIV, dengan jumlah CD4 bervariasi antara 0 – 290
sel/µL.6,7
Universitas Sumatera Utara
14
SARI KEPUSTAKAAN
Diagnosis. Bahan yang sesuai untuk analisa diagnosis adalah sekret bronkus, urin
ataupun serpihan dari fokus infeksi. Untuk pemeriksaan menggunakan mikroskop, dilakukan
pengecatan Giemsa atau Wright dan sel yeast dicari di dalam makrofag dan leukosit
polimorfonuklear. Kultur darah pada Sabaroud agar memerlukan waktu inkubasi beberapa
minggu. Antibodi dideteksi menggunakan complement fixation test dan agar gel
precipitation. Nilai diagnostik dari hasil positif atau negatif pada histoplasmin scratch test
diragukan.5
Gambar 7.
Yeast dengan pengecatan hematoxylin-eosin.6
Terapi. Pengobatan dengan amphotericin diindikasikan untuk infeksi berat terutama
bentuk diseminasi.5
Epidemiologi dan pencegahan. Histoplasmosis merupakan endemik di daerah
pertengahan barat USA, Amerika Tengah dan Selatan dan Afrika. Eropa Barat bebas dari
penyakit ini. Patogen ini tidak ditularkan melalui manusia.5,6
Coccidioides immitis (Coccidioidomycosis)
Morfologi dan kultur. C. immitis adalah fungi dimorfik atipikal. Pada kultur, fungi ini
selalu tumbuh dalam bentuk mycelia; namun di jaringan tidak berbentuk mycelia ataupun
hyphae melainkan spherule (struktur berbentuk speris dengan dinding tebal dan diameter
15-60µm, yang berisi hingga 100 endospore di dalamnya). Pada media kultur setelah 5 hari
inkubasi muncul koloni mycelia berwarna putih dan berbulu seperti benang wool. Salah satu
karakteristik morfologis dari mycelium adalah adanya arthrospores asexual yang terlihat
sebagai satu kesatuan yang terpisah diantara hyphae.3,4,5
Patogenesa dan gambaran klinis. Infeksi terjadi karena inhalasi debu yang
mengandung arthrospores. Coccidioidomycosis primer selalu terlokalisasi di dalam paru,
manifestasi yang muncul bervariasi mulai silent infections (60% dari orang yang terinfeksi)
hingga pneumonia berat. Lima persen dari penderita infeksi menderita kavernosum paru
kronik. Kurang dari 1%, menderita diseminasi hematogen yang menyebabkan timbul lesi
granulomatous di kulit, tulang, sendi dan meningen.5,6
Universitas Sumatera Utara
15
SARI KEPUSTAKAAN
Coccidioidomycosis pada pasien-pasien AIDS. Pada individu yang sehat C. immitis
hanya menimbulkan gejala yang asimptomatik atau gangguan pernapasan ringan, sedang
gejala yang lebih berat bahkan fatal terlihat pada pasien-pasien AIDS. Pada kebanyakan
pasien jumlah CD4 < 150 sel/µL. Mayoritas pasien (80%) menderita penyakit paru-paru difus
ataupun fokal dan 15% menderita penyakit extrapulmonari.6,7
Gambar 8. Pengecatan fungi menunjukkan spherule C. immitis di jaringan (a). Lepasnya endospora (b).6
Diagnosis. Patogen dapat dideteksi dalam sputum, pus, cairan cerebrospinal atau
biopsi dan identifikasi antibodi. Spherule dapat terlihat dibawah mikroskop pada bahan yang
segar. Fungi ini dapat dikultur pada Sabaroud agar dengan suhu 28 0C. Arthrospores yang
tumbuh sangat infeksius dan harus diperlakukan dengan sangat hati-hati. Antibodi dapat
dideteksi dengan menggunakan complement fixation test, gel precipitation atau agglutinasi
latex. Coccidioidin skin test untuk mengetahui adanya alergi terhadap komponen-komponen
fungi digunakan sebagai tes awal bila dicurigai terjadi infeksi.5,6,7
Terapi. Amphotericin B dapat digunakan untuk mengobati bentuk diseminasi.
Turunan azole sebagai pengobatan alternative pada infeksi yang tidak terlalu parah.4,5,6
Epidemiologi dan pencegahan. Coccidioidomycosis merupakan endemic didaerah
gurun California, Arizona, Texas, New Mexico dan Utah, dan jarang terlihat di daerah lain.
Sumber infeksinya adalah tanah yang mengandung fungi. Hewan juga bisa terinfeksi.
Penyakit ini tidak ditularkan antar manusia ataupun dari hewan ke manusia.5,6,7
Blastomyces dermatitidis (North American Blastomycosis)
Blastomyces dermatitidis merupakan fungi dimorfik yang menyebabkan infeksi
granulomatous kronik. Habitat alami patogen adalah tanah dan ditransmisikan ke manusia
Universitas Sumatera Utara
16
SARI KEPUSTAKAAN
melalui inhalasi. Pertumbuhan B. dermatitidis didukung oleh tanah yang mengandung
bahan-bahan organik, pH asam, dan kelembapan.5
Gambar 9.
Pengecatan fungi menunjukkan gambaran sel yeast khas B. dermatitidis
dengan dinding sel tebal.6
Infeksi primer blastomycosis terjadi di paru-paru. Penyebaran secara hematogen
dapat melibatkan organ lain termasuk kulit. Metode pemeriksaan laboratorium termasuk
mikroskopis dan kultur untuk mengidentifikasi fungi yang ada didalam sputum, pus dari lesi
kulit atau biopsi. Pendeteksian antibody menggunakan complement fixation test atau agar
gel precipitation memiliki nilai diagnostic yang terbatas. Amphotericin B merupakan terapi
pilihan. Blastomycosis yang tidak diobati hampir selalu mengakibatkan kematian.5,6,7
Blastomycosis pada pasien-pasien AIDS. Studi terbaru menunjukkan terjadi
peningkatan insiden blastomycosis pada pasien-pasien dengan imunitas seluler yang
terganggu dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Kebanyakan kasus blastomycosis pada
pasien-pasien AIDS terjadi pada pasien dengan jumlah CD4 dibawah 200 sel/µL.6,7
Blastomycosis terutama terdapat di lembah Mississippi juga di timur dan barat USA.
Infeksi juga sering terjadi pada hewan terutama anjing. Orang-orang yang rentan tidak
dapat terinfeksi melalui hewan ataupun manusia lain.5
Paracoccidioides brasiliensis (South American Blastomycosis)
Paracoccidioides brasiliensis (syn. Blastomyces brasiliensis) merupakan fungi dimorfik
yang hidup di jaringan hidup, menghasilkan sel yeast
yang memiliki dinding tebal dengan diameter 10-30µm,
yang kebanyakan telah memiliki bud. Ketika ditanam
pada suhu 25 0C, fungi akan tumbuh dengan bentuk
mycelia.5,6
Gambar 10. P. brasiliensis bentuk yeast, aspek “steering wheel” yang khas karena budding yang dimilikinya.8
Universitas Sumatera Utara
17
SARI KEPUSTAKAAN
Habitat alami dari P. brasiliensis mungkin adalah tanah. Infeksi pada manusia terjadi
akibat menginhalasi debu yang mengandung spora. Fokus infeksi primer yang purulen dan
atau granulomatous ditemukan di paru-paru. Dimulai dari fokus ini, fungi dapat
berdisseminasi secara hematogen ataupun limfogen kedalam kulit, mukosa atau organ
limfoid. Paracoccidioidomycosis disseminasi mengalami kemajuan secara bertahap dan
dapat berakhir dengan kematian jika tidak mendapat pengobatan. Terapi pilihannya adalah
turunan azole (mis. itraconazole), amphotericin B dan sulfonamides. Terapi dapat mencegah
kemajuan penyakit, walaupun tidak ada kasus yang diketahui dimana penyakit dieliminasi
melebihi waktu yang cukup lama. Pemeriksaan laboratorium didasarkan pada deteksi
patogen secara mikroskopis dan kultur sama halnya dengan deteksi antibody dengan
complement fixation test atau gel precipitation.5,6,7
Paracoccidioidomycosis terutama terlihat diantara petani di pedesaan Amerika
Selatan. Pada pasien dengan AIDS, infeksi P. brasiliensis timbul pada penderita dengan
jumlah CD4 < 100 sel/µL. Hal ini memberi kesan bahwa paracoccidioidomycosis merupakan
peristiwa akhir yang berkaitan dengan infeksi HIV tahap lanjut.6,7
Candida
Hampir 70% dari seluruh infeksi Candida pada manusia disebabkan oleh C. albicans,
selebihnya oleh C. parapsilosis, C. tropicalis, C. guillermondii, C. kruzei dan beberapa spesies
Candida lainnya.4,5,
Gambar 11. Candida albicans5
Universitas Sumatera Utara
18
SARI KEPUSTAKAAN
Morfologi dan kultur. Pengecatan gram menunjukkan C. albican merupakan Grampositif dengan budding dan sel yeast berbentuk oval berdiameter 5µm (Gambar 11).
Gambar 12. Morfologi Candida albicans
C. albicans dapat tumbuh pada media kultur biasa. Setelah
48 jam inkubasi akan tumbuh koloni berbentuk bulat,
keputihan dengan permukaan kasar (Gambar 12). Dapat
dibedakan dari yeast lainnya melalui karakteristik morfologis
dan biokimia.4,5
Patogenesis dan gambaran klinis. Candida merupakan flora normal pada manusia
dan mukosa binatang. Karenanya infeksi Candida perlu dipertimbangkan sebagai infeksi
endogen. Candidosis biasanya berkembang pada orang dengan imunitas yang terganggu.
Mukosa yang paling sering terkena, kemudian kulit dan organ dalam (deep candidiasis).
Pada infeksi rongga mulut, terlihat bercak putih yang melekat dengan kuat pada mukosa
pipi dan lidah. Patomorfologikal yang mirip dengan yang ada di rongga mulut adalah
vulvovaginitis. Diabetes, kehamilan, terapi progesterone, dan perawatan intensive dengan
antibiotic yang dapat menghilangkan flora normal merupakan beberapa factor predisposisi.
Kulit yang paling mudah terinfeksi berada di bagian tubuh yang paling lembab dan hangat.
Candida dapat menyebabkan infeksi sekunder pada paru-paru, ginjal, dan organ lainnya.
Endokarditis dan endophthalmitis candida dapat terlihat pada pecandu obat-obatan.
Candidiasis mucocutaneous kronik dapat dilihat sebagai akibat kerusakan system imunitas
seluler (gambar 13).4,5,6,7
Diagnosis. Melibatkan pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan pengecatan
gram. Candida dapat tumbuh pada medium nutrien standar, terutama pada Sabaroud agar.
Koloni yeast yang khas dapat terlihat di bawah mikroskop dan berdasarkan bukti metabolik
yang khas. Karena candida merupakan flora normal di mulut dan saluran cerna, maka
penilaian pertumbuhan kuantitatif harus dilakukan (cth. Di feces ditemukan 106 CFU/g).
Deteksi antigen spesifik Candida dalam serum dapat dilakukan dengan reaksi aglutinasi
menggunakan partikel latex yang telah dilekati oleh antobodi monoklonal. Deteksi antigen
dari Candida bermakna bila ada perbandingan hasil antara sebelum infeksi dengan saat
infeksi. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi deep candidiasis
(agglutinasi, presipitasi gel, immunoassay enzimatik, imunoelectrophoresis).5,7
Universitas Sumatera Utara
19
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 13. Candidiasis pada
depresi sistem imun5
Terapi. Pada terapi topical dapat dipakai nystatin dan azoles. Pada kasus deep
candidiasis, terapi pilihannya adalah amphotericin B, biasa diberikan dengan 5fluorocytosine.5,7
Epidemiologi dan pencegahan. Infeksi candida merupakan infeksi yang bersifat
endogen, kecuali candidiasis pada bayi baru lahir.5,6,7
Aspergillus (aspergillosis)
Aspergillosis paling sering disebabkan oleh Aspergillus fumigates dan A. flavus. A.
niger, A. nidulans, dan A. terreus jarang dijumpai. Aspergilli dapat dijumpai dimana-mana
pada alam bebas. Mereka dijumpai dalam jumlah yang besar pada tanaman yang
membusuk.4,5,6,8
Morfologi dan kultur. Aspergillus dapat dijumpai pada sediaan jaringan, eksudat dan
sputum dalam bentuk filamentous, hyphae yang berseptum, berukuran lebar kira-kira 34µm dengan cabang berbentuk Y (gambar 14). Aspergillus tumbuh dengan sangat cepat
dengan bentuk mycelia dalam media yang biasa digunakan pada mikrobiologi klinis. Untuk
kultur yang lebih selektif dapat digunakan media Sabaroud agar.4,5
Universitas Sumatera Utara
20
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 145
Patogenesa dan gambaran klinis. Pintu masuk utama patogen ini adalah system
bronchial, namun organisme ini dapat langsung menginvasi tubuh melalui luka pada kulit
dan mukosa. Berikut ini merupakan lokasi yang dapat terkena aspergilosis :4,5,7,8
Aspergillosis pada saluran pernapasan. Aspergilloma merupakan lingkaran dengan
batas tegas “fungus ball” yang biasa tumbuh di tempat tertentu (caverne).
Pulmonary
aspergillosis
adalah
kronis,
necrotizing
pneumonia.
Pulmonary
aspergillosis akut dan invasive terjadi pada pasien-pasien yang menderita
neutropenia atau AIDS atau mengikuti transplantasi organ dan memiliki prognosis
yang buruk. Aspergillosis lain dari saluran pernapasan adalah tracheobronchitis. Dari
semua fungi, aspergilla merupakan penyebab tersering terjadinya sinusitis. Pada
penderita atopic alergi, asma dapat disebabkan oleh aspergilli alveolitis alergik.
Aspergillosis lain. Endophthalmitis dapat berkembang 2 -3 minggu setelah menjalani
operasi mata atau cidera pada mata dan mengakibatkan kehilangan mata.
Aspergillosis cerebral berkembang setelah adanya hematogenous dissemination.
Jarang terjadi, namun aspergillus dapat mengakibatkan endocarditis, myocarditis
dan osteomyelitis.
Diagnosis. Karena aspergillus merupakan kontaminan pada alat-alat diagnostic,
maka diagnosis berdasarkan penemuan patogen langsung dianggap sulit. Menemukan
hyphae dengan percabangan yang khas pada sediaan dan kultur yang menumbuhkan
aspergillus membuat diagnosis menjadi mungkin. Jika hyphae yang bercabang dijumpai
pada jaringan dari biopsy dan dicat dengan methenamine silver, diagnosis biasa dianggap
pasti.5,7
Universitas Sumatera Utara
21
SARI KEPUSTAKAAN
Menggunakan partikel latex yang dilapisi dengan monoclonal antibody, aspergillusspesifik antigen dapat dideteksi pada serum darah menggunakan reaksi aglutinasi. Untuk
mendeteksi antibodi pada aspergillosis sistemik baiknya digunakan metode ELISA dan
immunodifussi. Metode PCR digunakan untuk mendeteksi DNA dari aspergillus.5,7
Aspergillosis pada pasien-pasien AIDS telah dilaporkan di seluruh dunia. Insidensi
yang sebenarnya sulit diperkirakan karena sulitnya mendiagnosis penyakit, namun sekitar
4% dari pasien-pasien AIDS menderita asoergillosis. Kebanyakan kasus terjadi pada pasienpasien pada AIDS tahap lanjut, dengan jumlah CD4 kurang dari 50 sel/µL. Pada negaranegara berkembang lebih jarang dijumpai kasus aspergillosis karena tidak terdiagnosis atau
rendahnya angka keselamatan.5,6,7
Terapi. Amphotericin B dosis tinggi, merupakan terapi pilihan. Azoles juga dapat
digunakan. Pengangkatan fokus infeksi lokal secara operasi dapat dilakukan.5,6,7,8
Cryptococcus neoformans (Cryptococcosis)
Morfologi dan kultur. C. neoformans merupakan yeast berkapsul. Sel individual
berukuran 3-5 µm dan dikelilingi kapsul polisakarida dengan lebar beberapa mikrometer
(gambar 15a). C. neoformans dapat dikultur pada Sabaroud agar dengan suhu 30-35 0C
dengan periode inkubasi 3-4 hari (gambar 15b).5
Patogenesis dan gambaran klinis. Habitat normal dari patogen ini adalah tanah
kaya substansi organik. Patogen ini sangat sering dijumpai pada kotoran burung. Jalur
masuk patogen ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Organisme terhirup dan masuk
ke dalam paru-paru, mengakibatkan cryptococcosis pulmonary yang menunjukkan gejala
klinis yang khas. Dari fokus infeksi primer di paru-paru, patogen menyebar secara
hematogen ke organ-organ lain, terutama ke sistem saraf pusat (SSP), dimana kompartemen
dari C. neoformans menunjukkan afinitas yang jelas, menghasilkan meningoencephalitis.
Kondisi yang paling mendukung untuk terjadinya disseminasi dari focus infeksi di paru
adalah melemahnya sistem pertahanan tubuh. Keganasan dan terapi steroid merupakan
faktor predisposisi lainnya. Pasien AIDS juga sering menderita cryptococcosis.5,7
Universitas Sumatera Utara
22
SARI KEPUSTAKAAN
Gambar 155
Diagnosis. Sangat penting pada kasus meningitis. Patogen dapat terdeteksi pada
sedimen cairan serebrospinal menggunakan mikroskop phase contrast. Persiapan dengan
tinta menghasilkan gambaran seperti negative film dari kapsul (gambar 15a). Kultur sangat
berhasil apabila dilakukan pada media Sabaroud Agar. C. neoformans dapat dibedakan dari
yeast lainnya dan diidentifikasi berdasarkan proses metabolismenya (penguraian urea).
Latex agglutination test dapat digunakan untuk mendeteksi polisakarida kapsul pada cairan
serebrospinal dan serum (anticapsular antibody dilekatkan pada partikel latex). Identifikasi
antibody terhadap polisakarida kapsul dapat dilakukan dengan tes agglutinasi dan enzymatic
immunosorben test.5,7
Gambar 16. C. neoformans di CSF (kiri), C. neoformans dgn kapsul tebal (kanan)8
Terapi. Amphotericin B merupakan terapi pilihan untuk cryptococcosis CNS, biasanya
dikombinasikan dengan 5-fluorocytosine.5,7,8
Epidemiologi dan pencegahan. Tidak ada data yang tepat untuk frekuensi dari
pulmonary cryptococcosis. Insidensi meningoencephalitis adalah satu kasus per tahun.5,7
Universitas Sumatera Utara
23
SARI KEPUSTAKAAN
Mucor, Absidia, Rhizopus (mucormycosis)
Mucormycosis terutama disebabkan oleh berbagai spesies pada genus Mucor,
Absidia dan Rhizopus. Seluruh genus fungi ini berada dalam ordo Mucorales dan terdapat
dimana saja, terutama pada patahan atau bagian tumbuhan organic.5,8
Morfologi dan kultur. Mucorales merupakan fungi yang menghasilkan hyphae yang
kasar dan tidak berseptum dengan dinding tebal yang bercabang (gambar 17).
Mucorales dapat dikultur menggunakan media standar, membentuk mycelium yang tinggi,
“fuzzy”, berwarna putih-keabuan hingga coklat. Media paling baik untuk kultur adalah
Sabaroud Agar.5
Pathogenesis dan gambaran klinis. Mucorales merupakan jamur opportunistic yang
hanya akan menginfeksi pasien dengan penurunan daya tahan tubuh atau metabolic
disorders (diabetes). Patogen masuk ke dalam sistem organ bersama dengan debu. Patogenpatogen ini menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap struktur pembuluh darah, dimana
mereka berkembang biak, dan berpotensi menyebabkan thrombosis dan infark. Infeksi yang
terjadi diklasifikasikan berdasarkan manifestasi yang ditimbulkan :5,8
Rhinocerebral
mucormycosis,
menyebar
dari
hidung
atau
sinus
dan
dapat
mempengaruhi otak. Paling sering terlihat sebagai sekuel dari diabetic asidosis.
Universitas Sumatera Utara
24
SARI KEPUSTAKAAN
Pulmonary mucormycosis, dengan septic pulmonary infarctions. Paling sering ditemukan
pada pasien keganasan neutropeni yang menjalani terapi remisi.
Gastrointestinal mucormycosis (sangat jarang), terlihat pada anak-anak yang kurang gizi
dan dibarengi dengan infark pada saluran pencernaan.
Cutaneous mucormycosis, merupakan manifestasi akibat luka pada kulit terutama luka
bakar.
Disseminated mucormycosis, merupakan sekuel dari semua bentuk diatas, terutama
pulmonary mucormycosis.
Diagnosis. Konfirmasi diagnosis didasarkan pada penemuan hyphae fungi pada
infiltrasi jaringan. Kultur dapat dilakukan pada media Sabaroud agar. Identifikasi sematamata berdasarkan karakteristik morfologi fungi. Tidak ada metode diagnosis berdasarkan
pemeriksaan antibodi.5,8
Terapi. Amphotericin B merupakan terapi pilihan. Tindakan bedah dilakukan sesuai
kebutuhan. Penyakit primer harus dikontrol.5,8
Phaeohyphomycetes, Hyalohyphomycetes, Opportunistic Yeasts, Penicullium marneffei
Daftar fungi yang penting secara klinis yang sebelumnya tidak dikategorikan sebagai
opportunistic telah memanjang dengan nyata dalam beberapa tahun ini. Organismorganisme ini kini ditemukan sebagai patogen pada pasien-pasien keganasan, AIDS, dan
pasien yang menjalani terapi sitostatika dan imunosupresi, terapi kortikosteroid dalam
jumlah besar atau terapi jangka panjang menggunakan antibiotic broadspectrum.5
Phaeohyphomycoses. Merupakan infeksi subkutaneus dan sinus paranasal yang
disebabkan oleh “black fungi”. Sekarang berbagai genus dan spesiesnya telah digambarkan
sebagai patogen. Kesamaan dari semuanya adalah terbentuknya hyphae, yang berwarna
coklat kehitaman akibat adanya integrasi melanin pada dinding hyphae. Contoh dari genus
termasuk Curvularia, Bipolaris, Exserohilum, Wangiella, Dactylaria, Ramichloridium,
Chaetomium, dan Alternaria. Habitat alami dari fungi ini adalah tanah. Mereka tersebar
diseluruh dunia. Phaeohyphomycoses memasuki tubuh melalui luka di kulit atau
menginhalasi spora. Bermula dari fokus primer, patogen kemudian dapat berdisseminasi
secara hematogen, mempengaruhi organ lain termasuk CNS. Gambaran klinis dari infeksiinfeksi seperti ini sangat menggambarkan mucormycoses dan aspergillosis. Jika
Universitas Sumatera Utara
25
d darah tepi
SARI KEPUSTAKAAN
memungkinkan, dapat dilakukan tindakan operasi untuk mengangkat jaringan yang terkena
dan pemberian antimikotik. Prognosisnya buruk.5
Hyalohyphomycoses. Istilah ini digunakan untuk mikosis yang disebabkan oleh
cendawan hyaline (melanine-free). Genusnya antara lain Fusarium, Scopulariopsis,
Paecilomyces, Trichoderma, Acremonium dan Scedosporium. Fungi ini dapat ditemukan
diseluruh dunia. Pathogenesis, gambaran klinis, terapi dan prognosis sama dengan
phaeohyphomycoses.5
Mikosis opportunistic. Yeasts lain yang dapat menyebabkan mikosis pada pasien
immunosupresif selain candida antara lain Torulopsis glabrata, Trichosporon beigeii, dan
spesies-spesies dari genera Rhodotorula, Malassezia, Saccharomyces, Hansenula dan lainlain. Mikosis ini bersifat eksogenous. Secara klinis dan terapi perlakuannya sama dengan
candidiasis. Malassezia furfur terkadang dapat menyebabkan sepsis kateter pada neonatus
prematur dan pemberian lipid parenteral. Lipid dapat mendorong terjadinya pertumbuhan
yeasts.5
Penicilliosis. Infeksi fungi ini disebabkan oleh fungi dimorphic Penicillium marneffei,
yang kemungkinan berdiam dalam tanah. Infeksi P. marneffei merupakan salah satu infeksi
opportunistic yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien AIDS baik yang tinggal di
daerah Asia Tenggara ataupun yang telah menetap beberapa lama di daerah tersebut. Focus
Gambar 18. P. marneffei pd pasien AIDS.8
infeksi primer terdapat di paru-paru, yang
kemudian disseminasi ke organ-organ lain dapat
terjadi. Terapi pilihan pada fase akut adalah
amphotericin B, terapi ini harus diikuti dengan
prophylactic azoles (itraconazole) jangka panjang
untuk mencegah remisi.5,8
Gambar 19. P. marneffei mikroskopis.8
Gambar 20. P. marneffei pd biopsy hati
Universitas Sumatera Utara
26