Docfoc com Artikel Budaya Organisasi dan

SYAFRIZAL HELMI
Alternatif Reading

Selasa, 26 Mei 2009
BUDAYA ORGANISASI DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Berbicara tentang budaya organisasi, biasanya yang dimaksud adalah adanya
persepsi yang sama di kalangan seluruh anggota oeganisasi tentang makna
hakiki kehidupan bersama. Pengertian sederhana tersebut sesungguhnya berarti,
bahwa dalam lingkungan suatu organisasi mutlak diperlukan pemahaman yang
tepat tentang ‘cara-cara bertindak dan berperilaku yang akseptabel bagi
organisasi’ (the way things are done in this organization). Implikasinya yang
sangat mendasar adalah, bahwa kehadiran dan keberadaan seseorang sebagai
anggota organisasi hanya akan diterima oleh berbagai pihak lain, seperti atasan
langsung, manajemen –termasuk manajemen puncak--, dan rekan-rekan
setingkat apabila yang bersangkutan mau, mampu, dan bersedia melakukan
berbagai jenis penyesuaian dalam tindakan dan perilakunya sehingga
mencerminkan penerimaannya tentang budaya organisasi.

1. Budaya Nasional sebagai Salah Satu Sumber Budaya Organisasi
Dapat dinyatakan secara aksiomatik, Bahwa organisasi tidak bergerak dalam
suasana ‘hampa udara’ atau vakum; juga tidak dalam arti budaya organisasi.

Dengan kata lain, budaya nasioanal merupakan salah satu sumber utama dalam
penciptaan dan pemeliharaan budaya organisasi.
Hanya dengan demikianlah keberadaan suatu organisasi dapat dipertahankan.
Berarti, setiap organisasi harus melakukan penyesuaian sehingga budaya
Internal organisasi ‘seirama’ dengan budaya yang berlaku secara umum di
masyarakat luas; bahkan, juga budaya yang berskala nasional..

Berbagai Elemen Budaya Nasional
Dalam literatur tentang budaya organisasi yang dikaitkan dengan sumbernya,
yaitu budaya nasional, sering diberikan berbagai contoh sebagai pembuktian
bahwa karena pengaruh budaya nasional, berbagai segi kehidupan dan
penghidupan organisasional dan orang-orang di dalamnya menunjukkan
perbedaan satu sama lain. Perbedaaan-perbedaan itulah yang menyebabkan
pakar pakar mengatakan bahwa, manajemen di berbagai negara pada umumnya

sama, kecuali dalam hal-hal yang sifatnya mendasar.Yang menimbulkan
perbedaan mendasar itu adalah budaya nasional.

1. Kerangka Berpikir Menurut Kluckhon dan Strodtbeck
Kerangka berpikir yang dikemukakan oleh dua pakar tersebut merupakan acuan

yang paling populer untuk memahami perbedaan-perbedaan budaya secara
nasional yang pada gilirannya mengejawantah dalam budaya organisasi. Kedua
pakar tersebut mengidentifikasikan enam dimensi budaya, ynag menurut
mereka perlu dipahami dalam menciptakan, memelihara, dan melestarikan
budaya organisasi, yaitu:

a. Hubungan dengan lingkungan
Hubungan dengan lingkungan. Menurut teori ini, terdapat tiga jenis hubungan
dengan lingkungan. Ada masayarakat yang pandanganya tentang hubungan
manusia dengan lingkungan bersifat ‘takluk’ kepada lingkungan.

Dalam masyarakat sepert itu, kehidupan dan penghidupan manusia didasarkan
pada pandangan ‘predeterminisme’ yang berarti bahwa apa pun yang terjadi
dalam kehidupan seseorang, suatu kekuatan ‘supranatural’lah yang
menentukannya. Yang dimaksud dengan kekuatan ‘supranatural’ adalah
kekuatan yang diluar akal manusia untuk menjangkaunya. Dalam lingkungan
masyarakat demikian, ‘lokus pegendalian’ nasib manusia berada di luar diri
orang yang bersangkutan. Dnegan kata lain, ‘external locus of control’.
Apapun pandangan masyarakat tentang hubungan dengan lingkungan, yang
jelas ialah bahwa pandangan tersebut menampakkan diri pada budaya nasional

yang pada gilirannya mengemuka dalam penciptaan dan pemeliharaan budaya
organisasi.

b. Organisasi waktu
Menurut teori ini, orientasi waktu adalah masa depan, masa kini, dan masa lalu,
masing-masing orientasi mempunyai implikasi pada budaya yang diberlakukan
dalam organisasi. Misalnya, jika orientasi waktu yang dianut secara luas di
masyarakat dan diterapkan dalam organisasi adalah orientasi masa depan,
berbagai manifestasinya antara lain adalah kesediaan mengambil reisko,
kebiasaan menyusun dan menetapkan rencana jangka panjang, serta melihat
perubahan sebagai suatu hal ynag alamiah dan pasti terjadi. Jika orientasi waktu

yang dianut adlaah masa kini, maka perilaku yang mengemuka dalam organisasi
antara lain :
a. Kebiasaan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, karena waktu
dipandang sebagai komoditas yang sangat berharga dan tidak mungkin
diperbarui-terungkap misalnya dalam pemeo ‘waktu adalah uang’.
b. Pentingnya merencanakan kegiatan sehari-hari dan dicatat dengan teliti dalam
‘buku kerja’
c. Memenuhi janji dnegan orang atau pihak lain sesuai dengan waktu ynag telah

disepakati bersama.
d. Melakukan penilaian kinerja dengan kurun waktu yang relatif singkat.
e. Hidup dengan pendekatan ‘dari ke haari’

c. Sifat dasar manusia
Selalu menarik untuk dipertanyakan, apakanh manusia pada dasarnya baik,
buruk atau‘campuran’dari keduanya yang mempunyai ratifikasi dalam kehidupan
berorganisasi, terutama pemilihan dan penggunaan gaya kepemimpinan yang
dianggap manusia sebagai makhluk yang pada dasarnya ‘baik’Artinya manusia
pada dasarnya jujur dan karena itu dapat dipercaya.
Merupakan kenyataan pula bahwa ada masyarakat yang pandangannya tentang
sifat dasar manusia merupakan ‘galungan antara sifat baik dan sifat buruk’. Jika
pandangan demikian dominan dan diterapkan dalam organisasi, gaya manajerial
yang dianggap tepat ialah, seorang manajer akan menggunakan gaya yang
demokratik atau partisipatif, atau mungkin juga gaya maternalistik; tetapi
dengan menekankan pentingnya pengawasan dan pengendalian .

d. Orientasi kegiatan manusia
Bahan acuan tentang hal ini menunjukkan bahwa sebagai budaya nasional,
orientasi kegiatan manusia dibagi menjadi tiga jenis, yaitu orientasi berbuat,

orientasi mempertahankan eksistensi, dan orientasi mengendalikan. Jika
orientasi ‘berbuat’ yang dianut, penekanan pada keberhasilan akan menonjol.
Bekerja keras dan mendambakan promosi dalam jabatan adalah manifestasi
penting. Jika orientasi’mempertahankan eksistansi’ yang dianut, mencari
kenikmatan hari inilah yang tampak di permukaan.

e. Fokus tanggung jawab

Yang dimaksud di sini adalah letak tanggung jawab dalam meningkatkan
kesejahteraan orang lain dengan tiga kategori yaitu individualisme kelompok,
dan hierarkial. Ada masyarakat yang mengagumkan ‘individualisme’ (kategori
pertama), dalam arti, bahwa tanggung jawab seseorang, terlebih dahulu dan
terutama, adalah untuk diri sendiri dan kemudian bagi seorang suami, misalnya
berupa tanggung jawab meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga; dalam
arti, hanya terbatas pada istri dan anak-anaknya. Situasi demikian terdapat
dalam masyarakat dengan ‘sistem keluarga nukleus’(nucleus family system).

f. Konsepsi tentang ruang
Mengenai ‘pemilikan ruang’ terdapat dua pasangan, yaitu bahwa seseorang
berhak atas ruang tertentu di mana ‘kesendiriannya’ (privacy) terjamin,

sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa ruang itu milik bersama dan
karenanya sebaiknya terbuka. Perwujudan pandangan pertama dalam organisasi,
misalnya terlihat pada kecenderungan orang bekerja di suatu kamar sendirian
atau bekerja bersama-sama orang lain di ruang yang besar dan luas. Maka, jika
seseorang berkunjung ke suatu kantor dan menemukan banyak ruang kerja
berukuran kecil yang hanya ‘dihuni’ oleh seorang saja, kiranya tidak salah
apabila ditarik kesimpulan, bahwa konsepsi ruang di kantor tersebut
adalah’kepemilikan pribadi.

2. Kerangka Berpikir Hofstede
Individualisme Versus Kolektivisme. Dimensi ini mirip dengan pandangan
Kluckhon dan Strodtbeck yang telah disinggung di muka, yaitu bahwa letak
tanggung jawab seseorang dalam meningkatkan kesejahteraan bisa pada
individu; tetapi bisa juga pada kelompok. Pandangan individualisme ini
mengatakan, bahwa dalam masyarakat yang ikatan keluarganya ketat, letak
tanggung jawab berada pada orang perorang dan para anggota keluarga
nukleusnya, yaitu diri sendiri dan istri/suami serta anak-anakya.
Jarak Kekuasaan (Power Distance), Inti pandangan ini adalah, bahwa sebagai
elemen budaya nasional, jarak kekuasaan berarti masyarakat menerima
kenyataan dan mengakui bahwa dalam masyarakat, kekuasaan antara manusia,

anatara lembaga, dan antara organisasi tidak ‘dibagi rata’. Dengan kata lain,
dalam masyarakat dimana jarak kekuasaan besar, warga masyarakat menerima
keberadaan orang, atau lembaga, atau organisasi, dengan kekuasaan yang
besar.
Pengelakan Pengambilan Risiko. Seperti yang telah disinggung sebelumnya di
depan, bahwa sesungguhnya satu-satunya kepastian di dunia adalah
ketidakpastian, dan satu-satunya hal yang konstan di dunia adalah perubahan.
Kuantitas Versus Kualitas Hidup. Seperti halnya dengan individualisme versus
kolektivisme,pandangan ini pun merupakan suatau dikotomi. Artinya, ada

masyarakat yang mementingkan kuantitas hidup. Berbagai perwujudan kuantitas
hidup sebagai budaya antara lain ialah, menggunakan keberhasilan seseorang
mengumpulkan harta dan hal-hal yang bersifat materi sebagai tolok ukur utama.

Para pakar mengidentifikasikan tujuh esensi dimaksud adalah :
a. Sampai sejauh mana manajemen akan mendorong para karyawannya untuk
bekerja secara inovatif dan berani mengambil risiko. Dengan kata lain, apakah
budaya organisasi mendorong atau meredam kreatifitas para anggotanya, atau
tidak.
b. Budaya organisasi juga harus memberi petunjuk, apakah para karyawan

diharapkan bekerja dengan tingkat ketelitian yang tinggi, melakukan analisis,
serta memperhatikan hal-hal yang detail, ataukah dibenarkan bekerja dengan
hasil yang sekadar memenuhi persyaratan minimal.
c. Dalam budaya organisasi harus mencerminkan pandangan manajemen
tentang apakah para karyawan diharapkan lebih mementingkan orientasi hasil,
atau mendahulukan ketaatan kepada proses dan prosedur kerja.
d. Budaya organisasi harus mencerminkan padangan manajemen tentang
pentingnya sumber daya manusia sebagai elemen yang paling strategik.
e. Budaya organisasi seyogianya memberikan penekanan yang kuat tentang
pentinya kerja sama dan kemampuan bekerja dalam tim dan tidak
menonjolkan’kehebatan’ individual, meskipun tentunya kemampuan individual
tetap harus diperhitungkan.
f. Perilaku yang bagaimana harus ditampilkan oleh para anggota organisasi, yang
agresif dan kompetetif atau santai, perlu penekanan yang tepat..
g. Orientasi yang dominan dalam organisasi, apakah orientasi mempertahankan
status quo atau organisasi pertumbuhan, harus dinyatakan secara jelas dalam
rumusan budaya organisasi.

Lima fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan
adalah sebagai berikut :

a. Penentu batas-batas berperilaku. Budaya organisasi berperan dalam
menentukan perilaku yang seyogianya ditampilkan, dan perilaku yang harus
diletakkan.

b. Menumbuhkan kesadaran tentang identitas sebagai anggota organisasi.
Budaya organisasi menuntut agar para anggotanya merasa bangga
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi.
c. Penumbuhan komitmen. Sebagai konsekuensi logis dari rasa memiliki
organisasi, para anggota organisasi akan bersedia membuat komitmen termasuk
memberikan pengorbanan sedemikian rupa, sehingga mereka mereka ikhlas
bekerja demi keberhasilan organisasi.
d. Pemeliharaan stabilitas organisasional. Kiranya mudah untuk memahami,
bahwa keberhasilan akan lebih mudah diraih; masalah lebih mudah terpecahkan,
dan iklim kerja sama dapat dipeliahara apabila terdapat suasana stabil dalam
organisasi.
e. Mekanisme pengawsan. Pengawasan merupakan salah satu fungsi organik
manajemen. Berarti ketat atau longgar, pengawasan harus dilaksanakan. Asumsi
mendasar dalam hal ini adalah, bahwa jika budaya organisasi dihayati dan
dilaksanakan oleh para anggota organisasi, budaya tersebut juga berfungsi
sebagai instrumen pengawasan sehingga pengawasan sebagai fungsi

manajemen tidak memainkan peranan yang dominan.

Tipe yang pertama adalah ‘tipe akademi’. Istilah akademi digunakan di sini untuk
menggambarkan tuntutan kehidupan dalam lembaga pendidkan tinggi. Tipe
akademi berarti bahwa dalam organisasi, para anggotanya diharapkan atau
bahkan dituntut untuk menampilkan prestasi yang semaksimal mungkin; yang
berarti antara lain pengerahan segala jenis kemampuan, pengetahuan,
keterampilan, dan bakat yang dimiliki.

Tipe yang kedua adalah ’klub’. Seperti dimaklumi, suatu klub terdiri dari orangorang yang mempunyai kepentingan, minat, dan hobi yang sama

Tipe yang ketiga adalah ‘tim olah raga’. Para penggemar olahraga beregu,
seperti sepak bola, pasti mengetahui bahwa suatu tim olahraga biasanya lebih
besar kemungkinan menang atas lawan-lawannya bila para anggota tim mampu
bekerja sebagai anggota dan tidak menonjolkan kemampuan pribadinya.

Tipe keempat adalah ‘benteng’. Ciri penghuni suatu benteng adalah
mempertahankan diri terhadap kemungkinan serangan dari luar.

Penciptaan budaya organisasi merupakan suatu proses. Artinya tidak serta merta

terbentu meskipun sejak semula pendirinya telah meletakkan fondasi budaya

yang mungkin didasarkan pada filsafat hidupnya, pengalamannya, dan hasilhasil yang pernah diraih dengan menggunakan budaya serupa.orang-orang yang
kemudian bergabung dengan organisasi.

Empat instrument yang lumrah digunakan dalam pelestarian budaya organisasi
adalah penyebarluasan cerita tentang organiasasi, ritus yang biasanya terjadi,
simbol-simbol materi yang digunakan. Dan bahasa. Cerita-cerita tentang
organisasi, terutama tentang keberhasilannya di masa lalu, diharapkan
menggugah perasaan bangga dalam diri. Para karyawan sehingga mereka akan
mengatakan bahwa jika dengan budaya seperti itu perusahaan berhasil meraih
kemajuan.

Pemenuhan kebutuhan karyawan akan berbagai simbol adalah instrumen ketiga.
Seorang manajer mendapat kendaraan dinas pribadi dengan pengemudinya,
ruang kerja yang luas dengan perabot dan perlengkapan yang mewah, tempat
parkir khusus di pelataran parkir, menggunakan lift khusus, makan siang atas
biaya perusahaan, dan semacamnya, tidak hanya bermanfaat dalam pelestarian
budaya organisasi, akan tetapi seksligus sebagai faktor motivasional yang
mendorong para anggota organisasi menampilkan kinerja yang makin
memuaskan.
Diposkan oleh syafrizal Helmi di 21.39