Pengaruh Penambahan Bentonit Termodifikasi Sebagai Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Penyerapan Air Pada Komposit Epoksi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Komposit
Komposit berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau
menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua
atau lebih bahan yang berlainan yang tersusun dengan fasa matrik dan penguat yang
dipilih berdasarkan kombinasi sifat mekanik dan fisik masing-masing material
penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat
material dasar sebelum dicampur dan terjadi ikatan permukaan antara masing-masing
material penyusun [9-10].
Adapun kelebihan-kelebihan material komposit dibandingkan material yang
lain adalah [11]:
-

Mempunyai ketahan terhadap degradasi lingkungan dan korosi yang baik.

-

Mempunyai nilai kekuatan dan kekakuan yang cukup tinggi.


-

Mudah diproses sesuai dengan kebutuhan produk, misalnya diproses membuat
profil aerodinamis.

-

Komposit lebih stabil dengan konduktivitas termal yang rendah
Pembuatan atau perakitannya termasuk sederhana, sehingga dapat mengurangi
biaya pembuatan.

2.2 ANTARMUKA DAN ANTARFASA
Adanya pencampuran bahan yang berbeda dalam bahan komposit, maka dalam
komposit tersebut akan selalu terdapat daerah berdampingan (contiguous region).
Definisi sederhananya yaitu sebuah antarmuka (interfaces) atau dengan kata lain
permukaan membentuk batasan dalam konstituen. Pada beberapa kasus, daerah
berdampingan sering juga dianggap sebagai fasa tambahan yang dinamakan dengan
antarfasa (interphases). Sebagai contoh, pada lapisan serat gelas dalam plastik
berpengisi dan bahan adesif yang mengikat lapisan bersamaan. Ketika terdapat suatu
antarfasa maka akan terdapat dua antarmuka, yaitu pada permukaan antarfasa dan

konstituen di tengahnya [12].

6
Universitas Sumatera Utara

2.3 RESIN EPOKSI
Resin epoksi didefinisikan sebagai molekul yang terdiri atas lebih dari satu
gugus epoxide. Gugus epoxide juga disebut sebagai oxirane atau gugus ethoxyline
yang memiliki struktur seperti pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur gugus epoxide

Resin epoksi termasuk dalam jenis polimer termoset. Terdapat dua tipe utama
dari resin epoksi, yaitu epoksi glycidyl dan epoksi non-glycidyl. Glycidyl merupakan
epoksi yang dibuat melalui reaksi kondensasi campuran antara dihydroxy, dibasic acid
atau diamine dengan epichlorohydrin. Epoksi glycidyl diklasifikasikan menjadi
glycidyl-ether, glycidyl ester, dan glycidyl-amine. Sedangkan epoksi non-glycidyl
dibuat dari peroksidasi ikatan ganda olifinic. Epoksi non-glycidyl dapat berupa resin
epoksi aliphatic atau cycloaliphatic.
Epoksi yang biasa digunakan adalah jenis epoksi glycidyl-ether seperti

diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA) dan resin epoksi novolac.
1. Diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA) Resin epoksi komersial pertama dan
paling umum digunakan adalah resin epoksi Diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA)
yang disentesis dari reaksi antara bishphenol-A dengan ephichlorohydrin. Struktur
resin epoksi DGEBA ditunjukkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Struktur DGEBA

Sifat resin DGEBA bergantung kepada nilai n yang merupakan jumlah
pengulangan unit yang biasa dikenal sebagai derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi
bergantung pada stokiometri reaksi sintesis. Pada beberapa produk komersial, nilai n
biasanya berkisar antara 0 sampai dengan 25.

7
Universitas Sumatera Utara

2. Resin Epoksi Novolac
Resin epoksi novolac berasal dari resin phenolic novolac dari glycidyl ether.
Fenol direaksikan dalam jumlah berlebih dengan formaldehid dan dengan batuan
katalis asam untuk menghasilkan resin phenolic novolac. Resin epoksi novolac

disintesis dengan mereaksikan resin phenolic novolac dengan epichlorohydrin dengan
batuan natrium hidroksida sebagai katalis. Struktur resin epoksi novolac ditunjukkan
pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur resin epoksi novolac

Resin epoksi novolac secara umum terdiri atas banyak gugus epoxide. Jumlah
gugus epoxide per molekul bergantung pada jumlah gugus phenolic hydroxide di
dalam resin phenolic novolac. Gugus epoxide yang banyak memungkinkan resin ini
mencapai tingkat cross-link yang besar sehingga menghasilkan ketahanan terhadap
temperatur, kimia, dan pelarut yang sangat baik. Resin epoksi novolac biasa digunakan
untuk memformulakan pencetakan campuran dalam pengemasan mikroelektronik
karena menunjukkan performance yang sangat baik pada temperatur tinggi, sifat
mekanik, sifat kelistrikan, resistan terhadap panas dan kelembaban [3].

2.4 Bentonit
Bentonit merupakan mineral clay yang dihasilkan dari hasil pelapukan dan
reaksi hidrotermal batuan lava (vulkanik). Sebagian besar bentonit merupakan mineral
smektit, biasanya montmorillonite. Selain montmorillonite, bentonit juga mengandung
mineral pengotor lain, seperti kuarsa, illite, kristobalit, feldspar, kalsit, gipsum,

kaolinit dan plagioklas.
Terdapat beberapa tipe bentonit yang penamaannya berdasarkan pada unsurunsur dominan penyusunnya, seperti K, Na, Ca, dan Al. Yang pertama adalah tipe
swelling atau sodium bentonite (Na-bentonit) yang lebih banyak kandungan Na+ pada
interlayernya. Na-bentonit disebut swelling bentonite karena jika didispersikan ke
8
Universitas Sumatera Utara

dalam air, maka bentonit akan mengembang hingga delapan kali volume awal dan
akan terdispersikan cukup lama sehingga sulit untuk disedimentasi. Karena
kemampuan mengembangnya, maka sodium bentonite dapat digunakan sebagai
sealant, khususnya untuk menutup sistem pembuangan subsurface untuk bahan bakar
nuklir dan untuk mengkarantina logam pengotor pada air bawah tanah. Selain itu,
karena sifat koloidnya yang sangat baik, Na-bentonit juga terkadang digunakan dalam
lumpur bor pada sumur minyak dan gas.
Tipe bentonit lainnya adalah non-swelling atau calcium bentonite yang lebih
banyak kandungan Ca2+ pada interlayernya. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai
bahan pemucat warna, penjernih minyak goreng, serta bahan perekat pasir cetak.
Dengan penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat dimanfaatkan
sebagi bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion, sehingga terjadi perubahan
menjadi Na-bentonit dan diharapkan terjadi peningkatan sifat reologi dari suspensi

mineral tersebut agar mencapai persyaratan sebagai bahan lumpur sesuai dengan
spesifikasi standar.
Bentonit mengandung montmorilonit, dan sisanya sebagai mineral pengotor
yang terdiri dari campuran mineral kuarsa, feldspar, kalsit, gipsum, dan lain-lain.
Bentonit

dapat

digunakan

sebagai

material

paduan

karena

merupakan


nanoreinforcement yang memiliki lapisan-lapisan berukuran nano [13].
Penelitian tentang penggunaan bentonit sebagai pengisi pada bahan-bahan
polimer telah banyak dilakukan diantaranya :
1. Juliani (2013) melakukan penelitian tentang penggunaan bentonit sebagai pengisi
pada matriks high density polyethylene (HDPE) [14].
2. Othman (2007) membuat komposit polipropilen berpengisi bentonit [1].
3. Motawie dkk (2014) menggunakan bentonit yang telah dimodifikasi dengan
surfaktan sebagai pengisi pada poliester tidak jenuh [15].

2.5 Surfaktan
Surfaktan atau zat aktif permukaan merupakan molekul organik yang terdiri
dari gugus liofilik (suka pelarut) dan gugus liofobik (tidak suka pelarut). Jika
pelarutnya adalah air maka kedua gugus tersebut disebut sebagai hidrofilik dan
hidrofobik. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dan ekor yang

9
Universitas Sumatera Utara

menunjukkan sifat yang berbeda. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air) dan
bagian ekor bersifat hidrofobik (tidak suka air). Bagian hidrofilik surfaktan merupakan

ion logam atau senyawaan logam, sedangkan bagian hidrofobik surfaktan merupakan
rantai hidrokarbon alkil atau alkilaril. Karena surfaktan terbentuk daru dua bagian yang
memiliki kecenderungan yang berbeda itulah maka surfaktan dapat dikatakan
memiliki kepribadian ganda. Surfaktan dapat dikelompokkan berdasarkan muatan
pada gugus hidrofiliknya, antara lain:
1. Surfaktan non-ionik
Surfaktan non-ionik memiliki gugus hidrofilik yang tidak bermuatan di dalam
larutan. Umumnya surfaktan non-ionik merupakan senyawa alkohol. Contoh
surfaktan non-ionik adalah eter alkohol
2. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif di dalam
larutan. Umumnya surfaktan kationik merupakan senyawa amonium kuartener.
Contoh surfaktan kationik adalah heksadesiltrimetil amonium bromida
(HDTMA+Br-) C16H33N+(CH3)3Br- dan oktadesiltrometil amonium bromida
(OTMABr) C18H37N+(CH3)3Br-.
3. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan negatif di dalam
larutan. Surfaktan anionik mengandung gugus sulfat, sulfonat, atau
karboksilat. Contoh surfaktan anionik diantaranya adalah alkyl sulphates, alkyl
ethoxylate sulphate dan sabun.

4. Surfaktan zwitter ionik (amfoter)
Surfaktan zwitter ionik memiliki gugus hidrofilik yang dapat bermuatan positif
(kationik), negatif (anionik) maupun tidak bermuatan (non-ionik) di dalam
larutan, bergantung pada pH larutan. Umumnya surfaktan zwitter ionik
merupakan senyawa betain dan asam amino. Contoh surfaktan zwitter ionik
adalah alkyl betaine.
Kapasitas pertukaran kation (KTK) atau cation exchange capacity (CEC)
didefinisikan sebagai kapasitas mineral untuk dapat menyerap dan melakukan
pertukaran kation. Nilai KTK dinyatakan dalam jumlah miliekuivalen ion (mek) per
100 gram mineral liat.. Penambahan surfaktan pada bentonit akan mengubah sifat
10
Universitas Sumatera Utara

bentonit yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi organofilik. Perubahan sifat
bentonit merupakan hasil dari penggantian kation anorganik pada bentonit dengan
kation organik surfaktan. Dengan masuknya surfaktan ke dalam bentonit, d-spacing
pada bentonitpun bertambah besar (terinterkalasi) [6].

2.6 Cetyltrimethylammonium Bromida
Cetyltrimethylammonium Bromida (CTAB) merupakan surfaktan yang

sedang dikembangkan dalam pengaruhnya terhadap ukuran

dan bentuk dari

nanopartikel. Dari hasil penelitian Nakahara., dkk (2011) diketahui juga bahwa CTAB
dapat menurunkan tegangan permukaan pada suatu bahan . Selain itu, CTAB juga
merupakan surfaktan kationik yang digunakan secara luas sebagai antiseptik, dan
dapat ditemukan dalam banyak produk rumah tangga seperti shampo, kondisioner
rambut dan kosmetik [16-18]. Sedangkan pada komposit, CTAB merupakan surfaktan
ionik yang digunakan dalam mensintesis zat silika yang digunakan sebagai
nanopartikel dan juga CTAB digunakan sebagai pemodifikasi permukaan dalam
pembuatan komposit clay

Gambar 2.4 Rumus Molekul CTAB

Permukaan clay yang bermuatan negatif dapat dimodifikasi dengan surfaktan
melalui reaksi pertukaran ion. Modifikasi ini menyebabkan clay yang semula
hidrofilik menjadi organofilik. Banyak penelitian memodifikasi bentonit dengan
menggunakan alkil amoniun kuarterner sebagai surfaktan kation salah satunya
menggunakan CTAB. Reaksi pertukaran ion memudahkan surfktan kationik

terinterkalasi ke dalam lapisan clay, sehingga menambah jarak basal spacing
antarlapis clay. Reaksi antara CTAB dengan bentonit ditunjukkan sebagai berikut:
C19H42N+ Br+ + Na+ -bentonit

C19H42N+ -bentonit + Na+ Br-

[19-20]

11
Universitas Sumatera Utara

Proses pertukaran kation terjadi bersamaan dengan proses swelling dari
bentonit. Pada saat bentonit berada pada lingkungan air, maka ion-ion positif akan
meninggalkan matrik bentonit. Karena molekul air bermuatan polar maka molekul air
akan tertarik pada matrik bentonit dan kation akan terlepas dari bentonit. Apabila
terjadi proses balik yaitu penarikan kation oleh bentonit, molekul air yang bermuatan
positif akan tertarik menuju bentonit. Sehingga terjadi proses mengembang dari
bentonit yang lebih dikenal dengan sebutan swelling.
Ada beberapa penyebab yang mengakibatkan bentonit memiliki kapasitas
pertukaran kation yaitu :
1. Karena adanya ikatan yang terputus disekeliling sisi silika-alumina sehingga
menimbulkan muatan yang tidak seimbang, dan untuk menyeimbangkannya
kembali diperlukan penyerapan kation.
2. Terjadinya substitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal bentonit.
[21]
2.7 Titanium Dioksida
Titanium dioksida (TiO2) juga bisa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida
merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2. Senyawa
ini dimanfaatkan secara luas dalam bidang anatas sebagai pigmen, bakterisida, pasta
gigi, fotokatalis dan elektroda dalam sel surya. Titanium dioksida (TiO2) dapat
dihasilkan dari reaksi antara senyawa titanium tetraklorida (TiCl4) dan O2 yang
dilewatkan melalui lorong silika pada suhu 700oC. Senyawa TiO2 bersifat amfoter,
terlarut secara lambat dalam H2SO4(aq) pekat, membentuk kristal sulfat dan
menghasilkan produk titanat dengan alkali cair. Sifat senyawa TiO 2 adalah tidak
tembus cahaya, mempunyai warna putih, lembam, tidak beracun, dan harganya relatif
murah. Titanium dioksida dapat dihasilkan dari proses sulfat ataupun klorin.
Titanium dioksida (TiO2) memiliki tiga fase struktur kristal, yaitu anatas, rutil,
brookit. Akan tetapi hanya anatas dan rutil saja yang keberadaanya di alam cukup
stabil. Kemampuan fotoaktivitas semikonduktor TiO2 dipengaruhi oleh morfologi,
luas permukaan, kristanilitas dan ukuran partikel. Anatas diketahui sebagai kristal
titania yang lebih fotoaktif daripada rutil. Hal ini disebabkan harga Eg TiO2 jenis
anatas yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,2 eV sedangkan rutil sebesar 3,0 eV. Harga Eg

12
Universitas Sumatera Utara

yang lebih tinggi akan menghasilkan luas permukaan aktif yang lebih besar sehingga
menghasilkan fotoaktivitas yang lebih efektif.
Serbuk TiO2 dengan struktur rutil paling luas penggunaanya karena indeks
biasanya yang tinggi, warna yang kuat, dan sifat kimianya yang inert. Struktur anatas
lebih baik untuk aplikasi sel surya berbasis sensitiser zat warna pada lapis tipis TiO2
[22].

2.8 Metoda Penyediaan Komposit
Salah satu metoda penyediaan komposit yaitu metoda hand lay-up merupakan
metoda yang digunakan untuk mencetak bahan polimer termoset yang mengalami
pengeringan (curing) pada suhu ruangan. Reaksi kimia pada resin polimer diawali
dengan adanya penambahan katalis yang mengakibatkan resin mengeras. Dalam
pencetakan, sebuah cetakan terbuka (open mold) digunakan. Untuk mendapatkan
permukaan yang baik, maka terlebih dahulu disemprotkan sebuah pigmen gel coat
pada permukaan cetakan. Resin dan pengisi kemudian ditempatkan di cetakan. Udara
yang masih ada dihilangkan dengan menggunakan kuas, roller, ataupun brush
dabbing. Lapisan pengisi dan resin ditambahkan dengan tujuan untuk penebalan
kemudian ke dalamnya ditambahkan katalis atau akselerator yang akan mengeringkan
resin tanpa perlu adanya penambahan panas. Oleh karena itu, proses curing pada
metoda hand lay-up dikatakan berlangsung pada suhu ruangan. Metoda hand lay up
sangat cocok digunakan untuk keperluan produksi yang rendah karena menggunakan
peralatan dan biaya yang tidak begitu besar [12].

Gambar 2.5 Metode hand-layup

13
Universitas Sumatera Utara

2.9 Pengujian/Karakterisasi Bahan Komposit
2.9.1

Analisa Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan

sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan biasanya
menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan
pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan
membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama
dengan tegangan.
Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding
lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian
regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis
tetapi ada sifat viskositasnya, [23].

2.9.2

Analisa Kekuatan Bentur (Impact Strength)
Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan.

Pengujian ini biasanya mengikuti dua metoda yaitu metoda Charpy dan Izod yang
dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai
ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metoda Charpy dan Izod, spesimen
berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod
[24]

14
Universitas Sumatera Utara

Peralatan untuk melakukan kekuatan impak spesimen V-notch ditunjukkan
pada Gambar 2.6. Beban didapat dari tumbukan pendulum yang dilepas dari
ketinggian h. Spesimen diletakkan di dasar seperti pada Gambar 2.6. Ketika dilepas
ujung pisau pada pendulum akan menghantam dan mematahkan spesimen pada titik
ketoknya (notch) yang bekerja sebagai titik tegangan untuk benturan kecepatan tinggi.
Pendulum terus berayun, naik sampai ketinggian maksimum h' yang lebih rendah dari
h. Energi yang diserap, yang diukur dari perbedaan ketinggian h dan h' merupakan
pengukuran kekuatan impak. Perbedaan antara metoda Charpy dan Izod yaitu
bergantung pada peletakan support spesimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6
[24]

Scale

Starting Position
Pointer
Hammer

End of Swing
Specimen

Anvil

Gambar 2.7 Skema Pengujian Impak
2.9.3

Analisa Penyerapan Air oleh Komposit
Menurut Lokantara dan Suardana (2009), penyerapan air (water-absorption)

dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam
waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah
terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer
akan menyerap air

jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut

dicelupkan di dalam air. Salah satu sifat bentonit adalah dapat mengembang atau
swelling, ketika struktur dari montmorillonit yang merupakan penyusun utama

15
Universitas Sumatera Utara

bentonit mengalami kontak dengan air, akan terjadi pertukaran ion dan air akan masuk
ke antara lapisan. Hal ini dapat mengakibatkan pengembangan pada lapisan struktur
montmorillonit. Hal ini membuktikan bahwa struktur dari clay dapat mempercepat laju
penyerapan air [25]. Penurunan dari ikatan interface yang diakibatkan oleh penyerapan
air dapat menurunkan sifat mekanis komposit [26]. Oleh karena itu perlu dilakukan
analisa penyerapan air pada komposit karena pengaruh penyerapan air yang sangat
penting.
2.9.4 KARAKTERISASI FOURIER-TRANSFORM INFRA-RED (FT – IR).
Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu
menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah
sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan
untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan
dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu
yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa
ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan
yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan
jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [27].

2.9.5 ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel.
SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara
mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen.
Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu
hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan.
Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang
tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh
merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.
Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan
oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang
diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas
16
Universitas Sumatera Utara

menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat
dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu
disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang
tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi
dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan
adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas
atau campuran emas dan pallladium [28].

2.10 Aplikasi Produk
Komposit epoksi-clay menunjukkan peningkatan sifat termo mekanik bahkan
dengan jumlah lapisan silikat yang sedikit (≤5%). Peningkatan meliputi nilai modulus
yang lebih tinggi, peningkatan kekuatan, ketahanan panas, pengurangan permeabilitas
gas, pengurangan koefisien ekspansi termal. Alasan utama dalam peningkatan sifatsifat komposit adalah besarnya interaksi interfasa antara matriks dan lapisan silikat dan
juga aspek rasio yang tinggi dari partikel clay yang terdispersi.
Karena besarnya peningkatan yang teramati dalam sifat mekanik, termal, dan
pelindung, komposit epoksi-clay dapat digunakan pada berbagai aplikasi yang spesifik
di industri aerospace, industri pertahanan dan mobil. Komposit ini juga digunakan di
struktural kinerja tinggi dan juga aplikasi fungsional seperti laminasi dan komposit,
perekat, perkakas, cetakan, pengecoran, elektronik dan konstruksi [29].
Dalam penelitian ini, produk berupa komposit epoksi berpengisi bentonit
termodifikasi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam aplikasi
industri. Untuk pemakaian di bidang otomotif, komposit Epoksi- Bentonit
termodifikasi belum begitu cocok untuk diterapkan karena penggunaan matriks epoksi
yang merupakan jenis resin termoset tidak begitu unggul bila dibandingkan dengan
jenis resin termoplastik dalam biaya pemrosesan. Selain itu, matriks dari kelas
termoplastik memiliki kefleksibilitas rancangan dan kemudahan pencetakan bagian
kompleks [31]. Sifat inilah yang membuat mayoritas pabrikan mobil menggunakan
matriks termoplastik bila dibandingkan dengan matriks termoset.

17
Universitas Sumatera Utara