Pengaruh Penambahan Bentonit Termodifikasi Sebagai Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Penyerapan Air Pada Komposit Epoksi

(1)

45

LAMPIRAN A

DATA PENELITIAN

A.1 DATA HASIL KEKUATAN TARIK KOMPOSIT (MPa)

Tabel A.1 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit Dengan Konsentrasi Surfaktan 0,05 M

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

Murni 35,158 35,082 34,733 34,991

5% 30,354 30,225 29,862 30,147

10% 27,312 27,105 27,288 27,235

15% 25,325 25,401 26,017 25,581

20% 19,895 20,221 20,229 20,115

Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit Dengan Konsentrasi Surfaktan 0,1 M

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

Murni 35,158 35,082 34,733 34,991

5% 33,256 33,538 33,667 33,487

10% 28,235 28,485 28,519 28,413

15% 26,288 26,335 26,211 26,278

20% 24,215 24,085 24,255 24,185

Tabel A.3 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit Dengan Konsentrasi Surfaktan 0,15 M

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

Murni 35,158 35,082 34,733 34,991

5% 29,752 29,855 29,919 29,842

10% 28,108 28,212 28.454 28,258

15% 25,685 25,808 25,952 25,815

20% 23,715 23,905 24,02 23,88


(2)

A.2 DATA HASIL KEKUATAN IMPAK KOMPOSIT (J/mm2)

Tabel A.4 Data Hasil Kekuatan Impak Komposit Dengan Konsentrasi Surfaktan 0,05 M

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

Murni 7125,5 7028,7 7004,5 7052,9

5% 9611 9625,8 9710,2 9649

10% 9489,2 9505,6 9510,3 9501,7

15% 9210,6 9232,5 9242,4 9228,5

20% 8629,2 8588,2 8617,1 8611,5

Tabel A.5 Data Hasil Kekuatan Impak Komposit Dengan Konsentrasi Surfaktan 0,1 M

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

Murni 7125,5 7028,7 7004,5 7052,9

5% 12531,6 12550,2 12564,9 12548,9

10% 11888,2 11876,5 11890 11884,9

15% 11176,4 11345,2 11230,2 11250,6

20% 9965,8 10025,5 9971,5 9987,6

Tabel A.6 Data Hasil Kekuatan Impak Komposit Dengan Konsentrasi Surfaktan 0,15 M

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

Murni 7125,5 7028,7 7004,5 7052,9

5% 10923,8 10948,5 10984,6 10952,3

10% 10385,6 10420,2 10428.6 10411,6

15% 9870,1 9880,4 9908,4 9886,3


(3)

47

A.3 DATA HASIL PENYERAPAN AIR KOMPOSIT

Tabel A.7 Data Hasil Penyerapan Air Pada Konsentrasi Surfaktan 0,05 M (Data nilai rata-rata)

Waktu (jam)

Komposisi Pengisi

Murni 5% 10% 15% 20%

0 0 0 0 0 0

24 0,591716 0,862069 0,694444 0,75188 0,773196 48 1,176471 1,293103 1,041667 1,879699 1,28866 72 1,754386 1,293103 1,388889 2,255639 2,57732 96 1,754386 1,293103 1,388889 2,255639 2,57732 120 1,754386 1,293103 1,388889 2,255639 2,57732

Tabel A.8 Data Hasil Penyerapan Air Pada Konsentrasi Surfaktan 0,1 M (Data nilai rata-rata)

Waktu (jam)

Komposisi Pengisi

Murni 5% 10% 15% 20%

0 0 0 0 0 0

24 0,591716 0,821918 1,26183 0,493827 0,707547 48 1,176471 0,821918 1,577287 0,740741 2,358491 72 1,754386 1,09589 1,577287 1,975309 2,358491 96 1,754386 1,09589 1,577287 1,975309 2,358491 120 1,754386 1,09589 1,577287 1,975309 2,358491

Tabel A.9 Data Hasil Penyerapan Air Pada Konsentrasi Surfaktan 0,15 M (Data nilai rata-rata)

Waktu (jam)

Komposisi Pengisi

Murni 5% 10% 15% 20%

0 0 0 0 0 0

24 0,591716 0,56338 1,036269 0,547945 0,735294 48 1,176471 1,408451 1,295337 1,369863 1,470588 72 1,754386 1,408451 1,554404 1,917808 2,205882 96 1,754386 1,408451 1,554404 1,917808 2,205882 120 1,754386 1,408451 1,554404 1,917808 2,205882


(4)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

Untuk pengujian kekuatan tarik dan kekuatan bentur telah dihitung oleh Universal Testing Machine AL-GOTECH 7000 M.

B.1 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR KOMPOSIT

Perhitungan Penyerapan Air Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi Massa Awal : 2,32 gram

Massa Setelah 24 jam : 2,34

Maka persen penyerapan air : , ����− , ����

, ���� � % = , 6 6 %

Perhitungan untuk penyerapan air resin epoksi murni sama seperti perhitungan penyerapan air komposit di atas dan perhitungan dilakukan untuk pengulangan sampel sebanyak 3 kali. Perhitungan diulang setiap 24 jam hingga penyerapan air konstan


(5)

49

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 Proses Modifikasi Bentonit Dengan Surfaktan

Gambar C.1 Proses Modifikasi Bentonit Dengan Surfaktan C.2 Proses Modifikasi Bentonit Dengan TiO2

Gambar C.2 Proses Modifikasi Bentonit Dengan TiO2


(6)

C.3 Hasil Modifikasi Pengisi

Gambar C.3 Hasil Modifikasi Pengisi

C.4 Proses Pencampuran Komposit Epoksi – Bentonit Termodifikasi


(7)

51

C.5 Proses Penyediaan Komposit Epoksi – Bentonit Termodifikasi

C.6 Alat Universal Testing Machine (UTM) GOTECH Al-7000M Grid Tensile

Gambar C.6 Alat UTM Gotech Al-7000 M Grid Tensile


(8)

C.7 Alat Impact Tester GOTECH


(9)

53

LAMPIRAN D

HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN

D.1 Hasil FTIR Resin Epoksi Murni

Gambar D.1 Hasil FTIR Resin Epoksi Murni

D.2 Hasil FTIR Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi

Gambar D.2 Hasil FTIR Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi


(10)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Othman, Nadras. “Characterisation and Properties of Bentonite/Polyprophylene Composite”. Universiti Sains Malaysia. 2007 [2] Rosyadi, Iim Imron, Ahmad Mudzakir dan Budiman Anwar. “Preparasi dan

Karakterisasi Bentonit Termodifikasi Surfaktan Kationik Fatty Imidazolinium”. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, ISSN 2087-7412, Vol. 1, No. 2, Hal. 112-120. 2010.

[3] Chitraningrum, Nidya. “Sifat Mekanik dan Termal Pada Bahan Nanokomposit Epoxy-Clay Tapanuli”. Tugas Akhir, Program Sarjana Universitas Indonesia, Depok. 2008.

[4] Anandhan, S., dan S. Bandyopadhyay. “Polymer Nanocomposites : From Synthesis to Applications”. 2011.

[5] Boyle, Maureen A., Cary J. Martin, John D. Neuner. “Epoxy Resins”. 2006. [6] Syuhada, Rachmat Wijaya, Jayatin, dan Saeful Rohman. “Modifikasi Bentonit (Clay) Menjadi Organoclay Dengan Penambahan Surfaktan”. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi, ISSN 1979-0880, Vol. 2, No. 1, Hal. 48-51. 2009.

[7] Ataiwi, Ali H. dan Alaa A. Abdul-Hamead. “Preparing Polyester-Bentonite Clay Nano Composite and Study Some of Its Mechanical Properties”.

Emirates Journal for Engineering Research. Vol. 17 (1), Hal. 57-61. 2012. [8] Bukit, Nurdin, Erna Frida dan Mukti Hamjah Harahap. “Preparation

Natural Bentonite in Nano Particle Material as Filler Nanocomposite High Density Poliethylene (Hdpe)”. Chemistry and Materials Research. ISSN 2224-3224, Vol. 3, No. 13, Hal. 10-20. 2013.

[9] Oroh, Jonathan, Frans. P. Sappu dan Romels Lumintang. “Analisis Sifat Mekanik Material Komposit Dari Serat Sabut Kelapa. Universitas Sam Ratulangi Manado. 2013.

[10] Turnip, Rimbun. “Penggunaan Komposit Epoksi Berpenguat Serat Kevlar Sebagai Bahan Alternatif Mengatasi Kebocoran Pipa”. Tesis. Teknologi Metalurgi dan Material Universitas Indonesia. Depok. 2010.


(11)

40

[11] Jones,R. M. “Mechanics of Composite Materials”. Second Edition. Taylor & Francis : USA. 1999.

[12] Schwartz, M. M,. “Composite Materials Handbook”. McGraw Hill Book Company : New York. 1984

[13] Barleany, Dhena Ria, Rudi Hartono dan Santoso. “Pengaruh Komposisi Montmorillonite pada Pembuatan Polipropilen – Nanokomposit Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasannya”. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. ISSN 1693 – 4393. Hal. D03-1 – D03-6. 2011.

[14] Juliani, Evi. “Aktivasi Bentonit Alam Sebagai Bahan Pengisi Pada Komposit Polietilen/High Density Polyethyline (HDPE) Untuk Bahan Teknik. Tesis. Program Pascasarjana FMIPA USU. 2013.

[15] Motawie, M.A., N.M. Ahmed., S.M.ElMessallamy., E.M. Sadek., N.G.Kandile. 2014. “Unsaturated Polyesters / Layered Silicate Nanocomposites : Synthesis and Characterization”. IOSR Journal of Applied Chemistry. Volume 7, Issue 10. PP 34-43. 2014.

[16] Ramimoghadam, Donya, Mohd Zobir Bin Hussein and Yun Hin Taufiq-Yap. “ The Effect of Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) and Cetyltrimethylammonium Bromide (CTAB) on the Properties of ZnO Synthesized by Hydrothermal Method”. International Journal of Molecular Sciences. ISSN 1422-0067. 13. Hal. 13275-13293. 2012

[17] Nakahara, Hiromichi, Osamu Shibata dan Yoshikiyo Moroi. “Examination of Surface Adsorption of Cetyltrimethylammonium Bromide and Sodium Dodecyl Sulfate”. The Journal of Physical Chemistry B. 115. Hal. 9077-9086. 2011

[18] Seema, Mohammadi H., Apporva M A, R. Ravishankar. “Effect of Surfactants On The Electrodeposited Nickel Composite Coatings. International Journal of Technical Research and Applications. e-ISSN 2320-8163. Vol. 3, Issue 4. PP. 398-406. 2015

[19] Tan, Shun, Qiuxia Wu, Jia Wang, Yanli Wang, Xiaolei Liu, Keke Sui, Xiaoyong Deng, Haifang Wu, dan Minghong Wu. “Dynamic Self-Assembly Synthesis and Controlled Release as Drug Vehicles of Porous


(12)

Hollow Silica Nanoparticles”. Microporous and Mesoporous Materials. 142. Hal 601-608. 2011.

[20] Indahwahyuni, Fithri. “Pembuatan dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilammonium Bromida, Polietilen Glikol dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan”. Tesis. FMIPA USU. 2013.

[21] Balebat, Tandang. “Pengaruh Penggunaan Bentonit Termodifikasi Fatty Imidazolinium Pada Struktur Mikro dan Karakter Mekanis Nanokomposit Polietilena-Organobentonit”. Skripsi. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. 2011.

[22] Selvin, Thomas P., Joseph Kuruvilla, Thomas Sabu. “Mechanical Properties of Titanium Dioxide-Filled Polystyrene Microcomposites”. Materials Letters 58. Hal 281-289. 2004.

[23] Faisal, Tengku, Z. H,. “Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Sifat-sifat Komposit Polietilena Densitas Rendah (LDPE) Terisi Tempurung Kelapa”. Tesis Magister, Sekolah Pascasarjana USU. Medan. 2008.

[24] Callister, W.D,. “Material Science and Engineering”. Seventh Edition. John Wiley & Sons, Inc: Singapore. 2007

[25] Lokantara, P., Suardana, N.P.G,. “Studi Perlakuan Serat Serta Penyerapan Air Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Tapis Kelapa/Polyester”. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakra. Vol. 3. No. 1. Hal. 49-56. 2009.

[26] Hirmawan, Buyung, Lizda J.M, Doty D.R. “Sifat Mekanik Komposit Serat Bambu Akibat Pengaruh Musim Hujan Dengan/Tanpa Pelapisan”. FTI ITS. 2011.

[27] Sitorus, A., “Penyediaan Film Mikrokomposit PVC Menggunakan Pemlastis Stearin dengan Pengisi Pati dan Penguat Serat Alam”. Tesis Magister, Program Pascasarjana USU, Medan. 2009.

[28] Sunariyo, “Karakteristik Komposit Termoplastik Polipropilena Dengan Serat Sabut Kelapa Sebagai Pengganti Bahan Palet Kayu”. Tesis Magister, Sekolah Pascasarjana. USU. Medan. 2008.


(13)

42

[29] Azeez, Asif Abdul, Kyong Yop Rhee, Soo Jin Park, dan David Hui. “Epoxy Clay Nanocomposites – processing, properties and applications : A review”.Composites : Part B. 2012.

[31] Aková E.I., "Development of Natural Fiber Reinforced Polymer Composites". Trenčianska univerzita A.Dubčeka v Trenčíne, Pri Parku 19, 911 06 Trenčín, Slovakia.

[32] MSDS, 2013. Material Safety Data Sheet. West System. [33] MSDS, 2013. Material Safety Data Sheet Bentonite MSDS.

[34] MSDS, 2013. Material Safety Data Sheet Titanium Dioxide MSDS.

[35] MSDS, 2002. Material Safety Data Sheet General Purpose Epoxy Hardener.

[36] MSDS, 2013. Material Safety Data Sheet Cetyltrimethylammonium Bromide MSDS.

[37] Rittirong, Kajonpop, Suvit Uasopon, Paveena Prachayawasin, Nukul Euaphantasate, Kamon Aiempanakit, dan Sarute Ummartyotin. “CTAB as a Soft Template for Modified Clay as Filler in Active Packaging”. Data in Brief 3. Hal. 47-50. 2015

[38] Agil, Safarudin, Yeremias M. Pell, Wenseslaus Bunganaen. “Pengaruh Fraksi Volume Terhadap Sifat Mekanik Komposit Widuri-Polyester”. Fakultas Teknik Universitas Nusa Cendana. 2013

[39] Suwanto, Bodja. “Pengaruh Temperatur Post-Curing Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Epoksi Resin yang Diperkuat Woven Serat Pisang”. e -Jurnal Wahana. 2009.

[40] Jalal, R., “Pembuatan Komposit Polipropilena Dengan Penguat Serat Polipropilena Terorientasi dan Bahan Pengikat Anhidrida Maleat”. Tesis Magister, Sekolah Pascasarjana USU. Medan. 2005

[41] Hartanto, L., “Study Perlakuan Alkali dan Fraksi Volume Serat Terhadap Kekuatan Bending, Tarik, dan Impak Komposit Berpenguat Serat Rami Bermatrik Polyester BQTN 157”. Tugas Akhir. Teknik Mesin FT UMS. 2009


(14)

[42] Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kriz . “Introduction to Spectroscopy”. Western Washington University. Bellingham, Washington. 2001

[43] Wang, Ke, Ling Chen, Jingshen Wu, Mei Ling Toh, Chaobin He, Albert F. Yee., “Epoxy Nanocomposites with Highly Exfoliated Clay : Mechanical Properties and Fracture Mechanisms”. Macromolecules. Vol. 38. No. 3. Hal 788-800. 2005.

[44] Zhang, Aying, Dongxing Zhang. “Effects of Void on Physical Properties of Hygrothermal Conditioned CFRP”. Advanced Materials Research. Vols. 652-654. 2013.

[45] Masyithah, Zuhrina. “Optimasi Sintesis Surfaktan Alkanolamida Dari Asam Laurat Dengan Metode Dietanolamida dan N-Metil Glukamina Secara Enzimatik”. Disertasi. FMIPA USU. 2010.

[46] Ahmadi, Seyed Javad., Huang Yodong, dan Wei Li. “Synthesis of EPDM/Organoclay Nanocomposites : Effect of The Clay Exfoliation on Structure and Physical Properties.” Iranian Polymer Journal Vol. 13. No. 5. Hal 415-422. 2004

[47] Burlatsky, Sergei F., Vadim V. Atrazhev, Dmitry V. Dmitriev, Vadim. I. Sultanov, Elena N. Timokhina, Elena A. Ugolkova, Sonia Tulyani, Antonio Vincitore. “ Surface Tension Model for Surfactant Solutions at The Critical Micelle Concentration”. Moscow, Russia. 2013.

[48] Ray, Suprakas Sinha, Masami Okamoto. “Polymer / Layered Silicate Nanocomposites : A Review From Preparation to Processing”. Prog. Polym. Sci. Vol. 28. Hal 1539-1641. 2003.

[49] Kishore, A., D. B. Venkatesh, M. Ashok Kumar, A. Ramesh, K. Nikil Murthy, N. Karthikeyan. “Hydrophilic Modified Clay Nanocomposites : Effect of Clay on Thermal and Vibrational Properties”. International Letters of Chemistry, Physics and Astronomy. ISSN :2299-3843. Vol. 27. Hal 73-86

[50] Paz, Rene Anisio, Edcleide Maria Araujo, Luiz Antonio Pessan, Tomas Jeferson Alves Melo. “Evaluation of Impact Strength of Polyamide 6 /


(15)

44

Bentonite Clay Nanocomposites”. Materials Research. Vol. 15(4). Hal 506 -509. 2012.

[51] Jdayil, Basim-Abu, Kaml Al-Malah, and Ranya Sawalha. “Study on Bentonie- Unsaturated Polyester Composite Materials”. Journal of Reinforced Plastics and Composites. Vol. 21. No. 17. 2002.

[52] Rull, N., RP Ollier, G Francucci, ES Rodriguez and VA Alvarez. “Effect of the addition of nanoclays on the water absorption and mechanical properties of glass fiber/up resin composites”. Journal of Composite Materials 0(0). 2014.

[53] Liu, X., Wu, Q., Berglund, L.A., Fan, J., and Qi, Z. “Polyamide 6-Clay Nanocomposites/Polypropylene-Grafted-Maleic Anhydride Alloys”. Polymer Vol. 42, Hal. 8235–8239. 2001.

[54] Ward, W.J., Gaines, G.L., Alger, M.M., and Stanley, T.J. “Gas Barrier Improvement Using Vermiculite And Mica In Polymer Films”. Journal of Membrane Science. Vol. 55, Hal. 173–80. 1991.


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, dan Laboratorium Polimer, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3.2Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Resin Epoksi sebagai matriks, dengan sifat [32]:

a. Bentuk : Cairan Kental

b. Warna : Bening

c. Titik didih : >400 oF d. Spesifik graviti : 1,15 e. Sedikit larut dalam air

2. Bentonit sebagai pengisi, dengan sifat [33]:

a. Wujud : Padat

b. Warna : krem (muda) c. Ukuran partikel : 300 mesh

d. Sangat sedikit larut dalam air dingin maupun air panas

3. Titanium dioksida (TiO2) sebagai pengisi, dengan sifat [34]

a. Wujud : Serbuk padat b. Titik leleh : 1855 oC

c. Ukuran partikel : 325 mesh


(17)

19

3. Epoksi Pengeras(Hardener), dengan sifat [35]:

a. Wujud : Cairan

b. Bentuk : Kuning Pucat c. Kelarutan air berkisar antara 1-10%

4. Cetyltrimethylammonium bromide sebagai surfaktan, dengan sifat [36]:

a. Wujud : Padatan

b. Warna : Putih

c. Titik leleh : 250 oC d. Larut sebagian dalam air

3.2.2 Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik

2. Gelas Ukur 3. Beaker Glass 4. Kuas atau roller 5. Alat Uji Tarik 6. Alat Uji Bentur 7. Dumble Cutter 8. Kaca

9. Malam atau lilin mainan

3.3Prosedur Penelitian

3.3.1 Prosedur Modifikasi Bentonit [37]

Modifikasi bentonit dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Bentonit ditambahkan ke 0,05, 0,1, 0,15 M larutan CTAB pada suhu 50 oC

dan diaduk secara terus menerus selama 5 jam dengan perbandingan sebanyak 200 ml CTAB untuk setiap 10 gram bentonit.


(18)

2. Produk dicuci dan difiltrasi dengan 500 ml larutan aquadest dan metanol dengan perbandingan 50:50 untuk menghilangkan zat impuritis.

3. Setelah reaksi, bentonit dimasukkan ke oven dengan suhu 80 oC selama 6 jam untuk dikeringkan.

3.3.2 Penyediaan Pengisi [38]

Adapun penyediaan pengisi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Lima gram bentonit yang telah dimodifikasi dimasukkan ke dalam

erlenmeyer dan ditambahkan 4 gram TiO2 dan 15 ml etanol kemudian diaduk

selama 5 jam

2. Padatan disaring dengan kertas saring dan dikeringkan dalam oven 120 oC

selama 5 jam.

3. Selanjutnya, TiO2 – bentonit dikalsinasi pada suhu 400 oC – 500 oC selama 5

jam

3.3.3 Penyediaan Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi [39] Komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut

1. Resin epoksi dan epoxy hardener dicampurkan dengan rasio 1:1 [40] 2. Campuran diaduk perlahan-lahan hingga merata.

3. Ditambahkan pengisi yaitu bentonit yang telah dimodifikasi dan titanium dioksida (TiO2) dengan perbandingan 5:4 dari 5, 10, 15, dan 20% dari berat

total komposit

4. Campuran diaduk hingga merata

5. Alas cetakan kaca terlebih dahulu diberikan bahan pelicin seperti gliserin ataupun kit mobil agar resin tidak melekat pada cetakan.

6. Dituangkan campuran bahan ke dalam cetakan yang sudah disiapkan dari malam (lilin mainan) dan kaca yang telah dibentuk sesuai dengan jenis pengujian masing-masing yaitu tarik dan impak.

7. Permukaan campuran pada cetakan diratakan. 8. Dibiarkan di udara terbuka sampai kering.

9. Komposit yang sudah kering dilepas dari cetakan kemudian dihaluskan bagian-bagian permukaannya dengan alat kikir dan amplas


(19)

21

10. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu uji kekuatan tarik (tensile strength), uji kekuatan bentur (impact strength), dan penyerapan air (water absorption) masing-masing tiga sampel.

Alas Kaca

Release Agent Malam

Gambar 3.1 Sketsa Penyediaan Komposit

Gambar 3.2 Sketsa Visualisasi Cetakan Malam Alas Kaca

Release Agent Malam

Gambar 3.3 Sketsa Visualisasi Cetakan Malam Beserta Alas Kaca


(20)

3.4 Pengujian Komposit

a. Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) dengan ASTM D 638-10

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik (t) menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan

sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk

memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan [41]

Gambar 3.4 Sketsa Spesimen Uji Tarik

Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 20 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

Persamaan untuk tegangan tarik adalah :

Permukaan Luas

(gaya) Tegangan

tarik

Tegangan 

...(1)

Tegangan tarik (kekuatan tarik) tergantung pada gaya yang diberikan, waktu, suhu, struktur dan morfologi bahan polimer (non kristal, semi kristal atau kristal). Jika pada suatu bahan dikenakan beban tarik, maka bahan

(Pa) A F τ

13 mm

165 mm 115 mm 57 mm

4 mm

19 mm


(21)

23

tersebut akan mengalami perubahan panjang yang disebut dengan pemanjangan (elongation). Persamaan untuk pemanjangan :

Awal Panjang panjang Perubahan an Perpanjang  (100%) l l l ε o o  

Sementara sifat elastisitas suatu bahan polimer (modulus young) merupakan perbandingan antara tegangan tarik dengan pemanjangan, atau :

 

E

b. Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) dengan ASTM D 5942-96 Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Charpy. Adapun persamaan untuk mendapatkan kekuatan impak dari komposit yaitu:

) (J/m Bahan Penampang Luas patah untuk dibutuhkan yang Energi

Kekuatan  2

Adapun penelitian yang dilakukan Hartanto (2009) membuat dimensi spesimen untuk uji impak Charpy seperti Gambar 3.5 berikut:

Gambar 3.5 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Charpy ASTM D 5942-96 [41] ...(2) 10,16 mm 32 mm 64 mm 12,7 mm 12,7 mm o o 2 1 2 1 22 


(22)

c. Penyerapan Air (Water Absorption) dengan ASTM D 2842-01

Spesimen tes yang dibuat memiliki ukuran 15 cm lebar, panjang 15 cm dan ketebalan 7,5 cm. Spesimen kemudian dicelupkan ke dalam air dengan ketinggian 5,1 cm dari permukaan air pada suhu ruangan dengan periode waktu 24, 48, dan 96 jam dan seterusnya sampai berat spesimen telah konstan. Berat spesimen akan bertambah karena air masuk ke dalam jaringan polimer. Pada penelitian ini, komposit yang diuji adalah komposit yang berpengisi bentonit. Perhitungan berat komposit setelah perendaman yang dapat dihitung dengan rumus:

100% x Wo

Wo We

Wg 

Dimana :

Wg = Persentase pertambahan berat komposit We = Berat komposit setelah perendaman Wo = Berat komposit sebelum perendaman

d. KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA-RED (FTIR) Sampel yang dianalisa yaitu berupa resin epoksi, bentonit termodifikasi dan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi untuk melihat apakah ada terbentuk sambung silang (cross-linking) atau tidak terbentuknya gugus baru. Analisa FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi di Universitas Sumatera Utara, Medan.

e. ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

Sampel yang dianalisa yaitu hasil uji bentur komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi dengan salah satu komposisi yang memiliki sifat paling baik diantara keempat variabel untuk melihat perubahan morfologi yang terjadi pada patahan komposit. Analisa SEM dilakukan di Laboratorium Scanning Electron Microscope, Fakulats Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.


(23)

25

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) RESIN EPOKSI DAN KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI BENTONIT TERMODIFIKASI

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) resin epoksi dan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa resin epoksi dan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi. Karakteristik FTIR dari resin epoksi dan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Keterangan analisa gugus fungsi [42] : - 2921,75 cm-1 : regang alkana (C-H)

- 2310,05 cm-1 : regang asam karboksil (O-H)

- 1725,83 cm-1 : regang aldehid (C=O)

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Resin Epoksi dan Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi 60 70 80 90 100 110 120 397.336096 1168.862496 1940.388896 2711.915296 3483.441696 % T ran sm it as i

Panjang Gelombang (cm-1)

Komposit Murni

2921,75 2310,051

1725,83

Komposit Epoksi Resin Epoksi Murni

4165 3240 2315 1390 465


(24)

Dari hasil FTIR di atas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa hal yang berbeda antara hasil FTIR resin epoksi dengan hasil FTIR dari komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi. Hal pertama yang dapat dilihat perbedaannya adalah pada regang alkana (C-H) dengan panjang gelombang 2921,75 cm-1 dimana pada komposit terdapat peningkatan intensitas jika dibandingkan dengan resin epoksi murni. Hal ini dapat disebabkan telah terikatnya pengisi dengan matriks epoksi yang menyebabkan peningkatan regang alkana pada komposit. Kedua, munculnya regang asam karboksil (O-H) pada komposit yang sebelumnya tidak terdapat pada resin epoksi murni. Hal ini mungkin disebabkan oleh terikatnya gugus –OH pada bentonit yang sebelumnya berikatan pada ion kation Na+ menjadi terikat pada ion kation yang terdapat pada CTAB oleh reaksi pertukaran kation. Akibat dari reaksi pertukaran kation ini adalah penurunan sifat kepolaran dari bentonit sehingga memungkinkan untuk terjadinya ikatan antara gugus –OH dari bentonit dengan matriks sehingga terbentuknya gugus – OH pada komposit yang dapat dlihat pada hasil FT-IR komposit. Adapun reaksi yang terjadi pada modifikasi bentonit dengan surfaktan CTAB adalah sebagai berikut:

C19H42N+ Br+ + Na+-bentonit C19H42N+-bentonit + Na+ Br- [18]

Ketiga, munculnya gugus aldehid pada komposit yang tidak terdapat sebelumnya pada resin epoksi murni. Hal ini dapat disebabkan oleh gugus –O- yang terdapat pada bentonit yang sebelumnya berikaan pada ion kation Na+ menjadi terikat

pada ion kation yang terdapat pada CTAB oleh reaksi pertukaran kation. Akibat dari reaksi pertukaran kation ini adalah penurunan sifat kepolaran dari bentonit sehingga memungkinkan untuk terjadinya ikatan antara gugus –O- dari bentonit dengan matriks sehingga terbentuknya gugus –O- pada komposit yang dapat dilihat pada hasil FT-IR komposit. Adapun reaksi yang terjadi pada modifikasi bentonit dengan menggunakan surfaktan adalah sebagai berikut:


(25)

27

4.2 PENGARUH KOMPOSISI PENGISI TERHADAP KEKUATAN TARIK ( TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI.

Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh komposisi pengisi bentonit termodifikasi pada matriks epoksi terhadap kekuatan tarik komposit.

Gambar 4.2 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi

Dari hasil uji tarik komposit berpengisi bentonit termodifikasi di atas diperoleh kekuatan tarik bahan komposit yaitu 30,147MPa (5%, 0,05M), 27,235MPa (10%, 0,05M), 25,581MPa (15%, 0,05M), dan 20,115MPa (20%, 0,05M). Sedangkan untuk variasi konsentrasi surfaktan sebesar 0,1M diperoleh nilai kekuatan tarik komposit sebesar 33,487MPa (5%), 28,413MPa (10%), 26,278MPa (15%), dan 24,185MPa (20%), dan untuk variasi konsentrasi surfaktan sebesar 0,15M diperoleh nilai kekuatan tarik komposit sebesar 29,842MPa (5%), 28,258MPa (10%), 25,815MPa (15%), dan 23,88 MPa (20%).

Dari data pengujian kekuatan tarik komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi di atas dapat dilihat bahwa kekuatan tarik komposit menurun seiring dengan betambahnya komposisi pengisi sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa untuk uji tarik komposit dengan komposisi pengisi 5% dan konsentrasi surfaktan 0,1M

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Murni 5% 10% 15% 20%

K ek u at an T ar ik (M P a)

Komposisi Pengisi (%)

Murni CTAB 0,05M CTAB 0,1M CTAB 0,15M


(26)

diperoleh kekuatan tarik maksimum untuk pengisi bentonit termodifikasi, yaitu sebesar 33,487MPa. Nilai kekuatan tarik maksimum tersebut berada di bawah nilai kekuatan tarik untuk epoksi murni yaitu sebesar 34,991 MPa.

Penurunan tensile strength pada sistem epoksi-bentonit dapat dijelaskan dengan dua alasan. Pertama, dengan lebih banyak kandungan bentonit di dalam epoksi, maka distribusi bentonit di dalam epoksi akan semakin tidak homogen, sehingga memungkinkan terjadinya penggumpalan bentonit atau yang biasa disebut dengan aglomerasi. Alasan kedua adalah, terjadi gelembung udara selama proses pencampuran akibat dari viskositas epoksi yang semakin tinggi. Peningkatan viskositas yang dialami oleh campuran epoksi dan bentonit disebabkan oleh meningkatnya secara drastis daerah interfasa dan interaksi interfasa antara bentonit yang telah termodifikasi dengan resin epoksi [43]. Hal ini juga didukung oleh hasil analisa SEM yang menunjukkan bahwa pada komposit terdapat aglomerasi dan void.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wang dkk [43] yang menggunakan nanobentonit sebagai pengisi pada komposit. Hasil yang didapatkan oleh Wang dkk adalah penurunan nilai kekuatan tarik dengan komposisi pengisi di atas 5%.

Dari hasil uji kekuatan tarik di atas juga dapat dilihat bahwa kekuatan tarik komposit meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi CTAB pada kandungan pengisi yang sama. Namun, penambahan konsentrasi surfaktan CTAB lebih dari 0,1 M akan mengakibatkan penurunan kekuatan tarik. Hal ini disebabkan oleh konstannya tegangan permukaan yang dapat diturunkan oleh surfaktan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan akan mengagresi terbentuknya misel. Konsentrasi dimana surfaktan akan membentuk suatu fasa terdispersi yang terdiri dari misel bersama dengan molekul surfaktan individu dalam campuran disebut dengan Critical Micelle Concentration (CMC) [44-45]. Fasa terdispersi inilah yang memungkinkan terjadinya penurunan sifat dari kekuatan tarik komposit pada konsentrasi CTAB 0,15M dimana semakin banyak fasa padatan yang terdapat pada pengisi sebagai akibat terdapatnya fasa terdispersi dari CTAB yang mengakibatkan semakin banyak terjadinya aglomerasi pada komposit. Hal ini juga didukung oleh hasil pemanjangan saat putus komposit di mana komposit


(27)

29

dengan surfaktan 0,1M memiliki nilai yang lebih tinggi dari komposit dengan surfaktan 0,15M.

4.3 PEMANJANGAN SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI BENTONIT TERMODIFIKASI.

Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh komposisi pengisi bentonit termodifikasi pada matriks epoksi terhadap pemanjangan saat putus komposit.

Gambar 4.3 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Pemanjangan Saat Putus Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi

Dari grafik pemanjangan saat putus di atas diperoleh nilai pemanjangan saat putus komposit epoksi yaitu 4,5838 (5%, 0,05M), 4,2216% (10%, 0,05M), 4,08352% (15%, 0,05M), dan 3,66741% (20%, 0,05M). Sedangkan pada variasi konsentrasi surfaktan 0,1M diperoleh nilai pemanjangan saat putus sebesar 4,806053% (5%), 4,59232% (10%), 4,2852% (15%), dan 3,81205% (20%), dan untuk variasi konsentrasi surfaktan 0,15M diperoleh nilai pemanjangan putus sebesar 4,62081% (5%), 4,35146% (10%), 3,98765% (15%), dan 3,71256% (20%).

Dari data elongation at break tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemanjangan saat putus komposit akan menurun dengan bertambahnya komposisi

0 1 2 3 4 5 6 7

Murni 5% 10% 15% 20%

E lo n ga ti o n a t B re ak (% )

Komposisi Pengisi (%)

Murni CTAB 0,05M CTAB 0,1 M CTAB 0,15 M


(28)

pengisi bentonit termodifikasi. Penurunan nilai elongation at break disebabkan oleh adanya penumpukan atau aglomerasi pada pengisi yang menyebabkan komposit menjadi lebih brittle. Selain penumpukan atau aglomerasi, penurunan nilai elongation at break yang seiring dengan penambahan komposisi pengisi merupakan suatu hal yang umum dijumpai pada material polimer dengan pengisi organik, pengisi non-organik cenderung lebih kaku yang secara keseluruhan akan mengakibatkan penurunan strain pada matriks sehingga menurunkan nilai elongation at break pada komposit [3,46].

Hasil penelitian yang didapat juga didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan Seyed, dkk [46] yang menggunakan EPDM-MA sebagai compatibilizer. Hasil yang didapatkan pada elongation at break adalah penurunan seiring dengan bertambahnya komposisi pengisi.

4.4 PENGARUH KOMPOSISI PENGISI TERHADAP KEKUATAN BENTUR ( IMPACT STRENGTH ) KOMPOSIT EPOKSI.

Gambar 4.4 menunjukkan pengaruh komposisi pengisi bentonit termodifikasi pada matriks epoksi terhadap kekuatan bentur komposit.

Gambar 4.4 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Kekuatan Bentur Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

0 5% 10% 15% 20%

K ek u at an B en tu r (J/m 2)

Komposisi Komposisi (%) Murni

CTAB 0,05M CTAB 0,1M CTAB 0,15M


(29)

31

Dari hasil uji bentur komposit berpengisi bentonit termodifikasi di atas diperoleh kekuatan bentur komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi yaitu 9649 J/m2 (5%, 0,05M), 9501,7 J/m2 (10%, 0,05M), 9228,5 J/m2 (15%, 0,05M), dan

8611,5 J/m2 (20%, 0,05M). Sedangkan untuk variasi konsentrasi surfaktan sebesar 0,1M diperoleh nilai kekuatan bentur komposit sebesar 12548,9 J/m2 (5%), 1884,9 J/m2 (10%), 11250,6 J/m2 (15%), dan 9987,6 J/m2 (20%), dan untuk variasi konsentrasi surfaktan sebesar 0,15M diperoleh nilai kekuatan bentur komposit sebesar 10952,3 J/m2 (5%), 10411,6 J/m2 (10%), 9886,3 J/m2 (15%), dan 9772,8 J/m2 (20%).

Dari data di atas dapat diambil kesimpulan untuk uji bentur komposit dengan komposisi pengisi 5% dan konsentrasi surfaktan 0,1M diperoleh kekuatan bentur maksimum untuk pengisi bentonit termodifikasi, yaitu sebesar 12548,9 J/m2. Nilai kekuatan bentur maksimum tersebut berada di atas nilai kekuatan tarik untuk epoksi murni yaitu sebesar 7052,9 J/m2.

Peningkatan sifat pada komposit umumnya didapatkan pada komposisi yang rendah (≤5%) [47]. Peningkatan kekuatan bentur dapat disebabkan karena adanya peran pengisi dalam meningkatkan ketahanan bentur dari komposit, dalam hal ini pengisi berperan sebagai pembentuk titik dimana mulainya pematahan (crack formation) dan media pemindahan tegangan (stress transferring medium) [48]. Namun penurunan dari kekuatan bentur pada komposit dengan komposisi pengisi yang lebih tinggi disebabkan oleh adanya aglomerasi, penumpukan, void, dsb [49].

Selain bentonit, juga ditambahkan TiO2. Fungsi dari TiO2 adalah untuk

meningkatkan kekuatan bentur pada komposit [4]. Kishore dkk [49] melakukan penelitian kekuatan bentur dengan menggunakan bentonit yang telah dimodifikasi dengan surfaktan sebagai pengisi pada komposit. Hasil yang didapatkan adalah penurunan sifat kekuatan bentur dibawah dari sifat kekuatan bentur matriks dengan komposisi pengisi di atas 4%. Dari hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat disimpulkan kekuatan bentur pada setiap komposisi pengisi tetap melebihi kekuatan bentur matriks epoksi murni meskipun terjadi penurunan pada penambahan komposisi pengisi yang lebih besar dari 5% yang disebabkan oleh aglomerasi dan void tetapi nilai kekuatan bentur tetap berada di atas nilai kekuatan bentur matriks epoksi murni sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa TiO2 mampu meningkatkan sifat kekuatan

bentur dari komposit yang dihasilkan.


(30)

Penurunan sifat kekuatan bentur ini juga didukung oleh hasil analisa SEM dimana pada hasil analisa SEM dapat dilihat bahwa pada komposit yang dihasilkan terdapat penggumpalan pengisi atau aglomerasi dan juga void.

Dari hasil uji kekuatan bentur di atas juga dapat dilihat bahwa kekuatan bentur komposit meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi CTAB pada kandungan pengisi yang sama. Namun, penambahan konsentrasi surfaktan CTAB lebih dari 0,1 M akan mengakibatkan penurunan kekuatan bentur. Hal ini disebabkan oleh konstannya tegangan permukaan yang dapat diturunkan oleh surfaktan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan akan mengagresi terbentuknya misel. Konsentrasi tersebut dinamakan CMC (Critical Micelle Concentration) seperti telah dijelaskan pada sub bab 4.3. CMC ini lah yang menyebabkan penurunan kekuatan bentur komposit pada konsentrasi CTAB 0,15 M.

Hasil yang didapatkan didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Paz dkk [50] yang menyatakan bahwa sistem polimer-bentonit dengan komposisi bentonit yang rendah (<10%) memiliki sifat mekanik yang lebih baik, sedangkan komposisi bentonit di atas 10% mengalami penurunan sifat mekanik.

4.5 KARAKTERISTIK SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

PATAHAN KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI BENTONIT

TERMODIFIKASI.

Berikut ini merupakan karakteristik SEM (Scanning Electron Microscope) patahan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi.

Gambar tersebut menunjukkan hasil analisa SEM komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi dan tanpa modifikasi. Pada Gambar 4.5 (a) dapat dilihat bahwa pada patahan komposit epoksi berpengisi bentonit tanpa modifikasi penyebaran pengisi sangat tidak merata atau hanya tertumpuk pada satu sisi saja sedangkan pada sisi lain sama sekali tidak terdapat pengisi. Hal ini membuktikan bahwa modifikasi dengan menggunakan surfaktan dapat meningkatkan dispersi bentonit pada matriks.


(31)

33 (a)

(b) (c)

Gambar 4.5 Analisa SEM Patahan Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit (a) Tanpa Modifikasi Dengan Komposisi Pengisi 5% dan

Perbesaran 300x

(b) Termodifikasi Dengan Komposisi Pengisi 5%, Konsentrasi CTAB 0,1 M, dan Perbesaran 500x

(c) Termodifikasi Dengan Komposisi Pengisi 5%, Konsentrasi CTAB 0,1 M, dan Perbesaran 1000x

Gambar 4.5 (b) dan Gambar 4.5 (c) memperlihatkan bahwa distribusi pengisi pada patahan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi telah tersebar dengan merata pada matriks epoksi. Jika dibandingkan dengan hasil SEM patahan komposit epoksi berpengisi bentonit tanpa modifikasi, pengisi pada komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi tersebar dengan merata sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa modifikasi pada bentonit meningkatkan pendispersian antara pengisi dan matriks sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik komposit.

Aglomerasi


(32)

4.6 PENGARUH KOMPOSISI PENGISI TERHADAP PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI.

Gambar di bawah menunjukkan pengaruh komposisi pengisi bentonit termodifikasi pada matriks epoksi terhadap penyerapan air komposit.

Gambar 4.6 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Penyerapan Air Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi Pada Konsentrasi Surfaktan 0,05 M

Gambar 4.7 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Penyerapan Air Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi Pada Konsentrasi Surfaktan 0,1 M 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 24 48 72 96 120 144

P en yer ap an Ai r (% ) Waktu (jam) Murni 5% Pengisi 10% Pengisi 15% Pengisi 20% Pengisi 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 24 48 72 96 120 144

P en ye rap an Air ( % ) Waktu (jam) Murni 5% Pengisi 10% Pengisi 15% Pengisi 20% Pengisi


(33)

35

Gambar 4.8 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Penyerapan Air Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi Pada Konsentrasi Surfaktan 0,15 M

Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa penyerapan air bahan komposit akan semakin meningkat dengan penambahan kandungan bahan pengisi. Dari grafik di atas juga dapat dilihat bahwa penyerapan air terbesar umumnya terjadi pada 24 jam pertama, kemudian diikuti oleh 48 dan 72 jam. Setelah itu penyerapan air pada bahan komposit sudah tidak terjadi lagi. Hal ini berarti bahwa penyerapan air maksimum terjadi pada 24 jam pertama. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kemampuan komposit dalam menyerap air meningkat seiring dengan bertambahnya komposisi pengisi dalam komposit.

Kemampuan penyerapan air suatu komposit meningkat dengan bertambahnya kandungan atau komposisi bentonit dalam komposit. Ada beberapa faktor yang dapat terjadi untuk menjelaskan besar kecilnya nilai dari penyerapan air pada komposit dengan pengisi bentonit termodifikasi [51].

Faktor yang pertama adalah sifat hidrofilik dari bentonit dan sifatnya yang dapat menahan molekul air. Faktor ini mempengaruhi meningkatnya penyerapan air pada komposit dengan peningkatan kandungan bentonit [51]. Faktor yang kedua adalah void, void yang terbentuk pada proses penyediaan komposit dapat menyebabkan meningkatnya penyerapan air pada komposit disebabkan void dapat

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 24 48 72 96 120 144

P en ye rap an Air ( % ) Waktu (jam) Murni 5% Pengisi 10% Pengisi 15% Pengisi 20% Pengisi


(34)

menyebabkan terbentuknya jalur untuk air agar dapat terserap ke dalam komposit [52]. Faktor yang ketiga adalah sifat hidrofobik yang didapatkan setelah dilakukan modifikasi kimia pada bentonit dapat menurunkan penyerapan air pada komposit berpengsi clay [53,54].

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Abu-Jdayil dkk yang menyatakan bahwa kemampuan penyerapan air akan meningkat seiring dengan bertambahnya komposisi pengisi yang diakibatkan oleh kemampuan bentonit untuk mempertahankan molekul air [51].


(35)

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil analisis spektrum Fourier Transform Infra Red (FTIR), analisa Scanning Electron Microscopy (SEM), uji kekuatan tarik, uji kekuatan bentur dan uji penyerapan air pada komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Dari hasil analisis FT-IR terhadap resin epoksi dan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi diketahui bahwa terjadi peningkatan intensitas beberapa gugus yang menandai ikatan antara pengisi dan matriks.

2. Dari hasil pengujian mekanik komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi surfaktan terbaik untuk modifikasi bentonit adalah 0,1M.

3. Pengisi bentonit termodifikasi belum mampu meningkatkan kekuatan tarik komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi. Hasil terbaik kekuatan tarik komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi sebesar 33,487 MPa sementara kekuatan tarik resin epoksi murni sebesar 34,991 MPa.

4. Dari hasil analisis sifat kekuatan bentur komposit epoksi dengan pengisi bentonit termodifikasi menunjukkan bahwa nilai kekuatan bentur meningkat dimana hasil terbaik kekuatan bentur pada komposit sebesar 12548,9 J/m2 sementara kekuatan bentur pada resin epoksi murni sebesar 7052,9 J/m2.

5. Berdasarkan uji penyerapan air pada komposit diketahui bahwa daya penyerapan air pada komposit meningkat seiring meningkatnya komposisi bentonit termodifikasi pada komposit.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah : 1. Diperlukannya penggilingan dan pengayakan pada pengisi yang berupa

bentonit termodifikasi agar didapatkan pengisi berukuran nano untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit yang akan dihasilkan.


(36)

2. Diperlukannya penambahan penggunaan metode twin-screw extrusion pada proses pencetakan untuk mengurangi jumlah aglomerasi dari pengisi.

3. Perlunya dilakukan analisa Thermal Gravimetry Analysis (TGA) untuk mengetahui sifat termal dari komposit yang dihasilkan.


(37)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Bahan Komposit

Komposit berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan yang tersusun dengan fasa matrik dan penguat yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat mekanik dan fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum dicampur dan terjadi ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun [9-10].

Adapun kelebihan-kelebihan material komposit dibandingkan material yang lain adalah [11]:

- Mempunyai ketahan terhadap degradasi lingkungan dan korosi yang baik. - Mempunyai nilai kekuatan dan kekakuan yang cukup tinggi.

- Mudah diproses sesuai dengan kebutuhan produk, misalnya diproses membuat profil aerodinamis.

- Komposit lebih stabil dengan konduktivitas termal yang rendah

Pembuatan atau perakitannya termasuk sederhana, sehingga dapat mengurangi biaya pembuatan.

2.2ANTARMUKA DAN ANTARFASA

Adanya pencampuran bahan yang berbeda dalam bahan komposit, maka dalam komposit tersebut akan selalu terdapat daerah berdampingan (contiguous region). Definisi sederhananya yaitu sebuah antarmuka (interfaces) atau dengan kata lain permukaan membentuk batasan dalam konstituen. Pada beberapa kasus, daerah berdampingan sering juga dianggap sebagai fasa tambahan yang dinamakan dengan antarfasa (interphases). Sebagai contoh, pada lapisan serat gelas dalam plastik berpengisi dan bahan adesif yang mengikat lapisan bersamaan. Ketika terdapat suatu antarfasa maka akan terdapat dua antarmuka, yaitu pada permukaan antarfasa dan konstituen di tengahnya [12].


(38)

2.3RESIN EPOKSI

Resin epoksi didefinisikan sebagai molekul yang terdiri atas lebih dari satu gugus epoxide. Gugus epoxide juga disebut sebagai oxirane atau gugus ethoxyline yang memiliki struktur seperti pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur gugus epoxide

Resin epoksi termasuk dalam jenis polimer termoset. Terdapat dua tipe utama dari resin epoksi, yaitu epoksi glycidyl dan epoksi non-glycidyl. Glycidyl merupakan epoksi yang dibuat melalui reaksi kondensasi campuran antara dihydroxy, dibasic acid atau diamine dengan epichlorohydrin. Epoksi glycidyl diklasifikasikan menjadi glycidyl-ether, glycidyl ester, dan glycidyl-amine. Sedangkan epoksi non-glycidyl dibuat dari peroksidasi ikatan ganda olifinic. Epoksi non-glycidyl dapat berupa resin epoksi aliphatic atau cycloaliphatic.

Epoksi yang biasa digunakan adalah jenis epoksi glycidyl-ether seperti diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA) dan resin epoksi novolac.

1. Diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA) Resin epoksi komersial pertama dan paling umum digunakan adalah resin epoksi Diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA) yang disentesis dari reaksi antara bishphenol-A dengan ephichlorohydrin. Struktur resin epoksi DGEBA ditunjukkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Struktur DGEBA

Sifat resin DGEBA bergantung kepada nilai n yang merupakan jumlah pengulangan unit yang biasa dikenal sebagai derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi bergantung pada stokiometri reaksi sintesis. Pada beberapa produk komersial, nilai n biasanya berkisar antara 0 sampai dengan 25.


(39)

8 2. Resin Epoksi Novolac

Resin epoksi novolac berasal dari resin phenolic novolac dari glycidyl ether. Fenol direaksikan dalam jumlah berlebih dengan formaldehid dan dengan batuan katalis asam untuk menghasilkan resin phenolic novolac. Resin epoksi novolac disintesis dengan mereaksikan resin phenolic novolac dengan epichlorohydrin dengan batuan natrium hidroksida sebagai katalis. Struktur resin epoksi novolac ditunjukkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur resin epoksi novolac

Resin epoksi novolac secara umum terdiri atas banyak gugus epoxide. Jumlah gugus epoxide per molekul bergantung pada jumlah gugus phenolic hydroxide di dalam resin phenolic novolac. Gugus epoxide yang banyak memungkinkan resin ini mencapai tingkat cross-link yang besar sehingga menghasilkan ketahanan terhadap temperatur, kimia, dan pelarut yang sangat baik. Resin epoksi novolac biasa digunakan untuk memformulakan pencetakan campuran dalam pengemasan mikroelektronik karena menunjukkan performance yang sangat baik pada temperatur tinggi, sifat mekanik, sifat kelistrikan, resistan terhadap panas dan kelembaban [3].

2.4Bentonit

Bentonit merupakan mineral clay yang dihasilkan dari hasil pelapukan dan reaksi hidrotermal batuan lava (vulkanik). Sebagian besar bentonit merupakan mineral smektit, biasanya montmorillonite. Selain montmorillonite, bentonit juga mengandung mineral pengotor lain, seperti kuarsa, illite, kristobalit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit dan plagioklas.

Terdapat beberapa tipe bentonit yang penamaannya berdasarkan pada unsur-unsur dominan penyusunnya, seperti K, Na, Ca, dan Al. Yang pertama adalah tipe swelling atau sodium bentonite (Na-bentonit) yang lebih banyak kandungan Na+ pada

interlayernya. Na-bentonit disebut swelling bentonite karena jika didispersikan ke


(40)

dalam air, maka bentonit akan mengembang hingga delapan kali volume awal dan akan terdispersikan cukup lama sehingga sulit untuk disedimentasi. Karena kemampuan mengembangnya, maka sodium bentonite dapat digunakan sebagai sealant, khususnya untuk menutup sistem pembuangan subsurface untuk bahan bakar nuklir dan untuk mengkarantina logam pengotor pada air bawah tanah. Selain itu, karena sifat koloidnya yang sangat baik, Na-bentonit juga terkadang digunakan dalam lumpur bor pada sumur minyak dan gas.

Tipe bentonit lainnya adalah non-swelling atau calcium bentonite yang lebih banyak kandungan Ca2+ pada interlayernya. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai bahan pemucat warna, penjernih minyak goreng, serta bahan perekat pasir cetak. Dengan penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat dimanfaatkan sebagi bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion, sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit dan diharapkan terjadi peningkatan sifat reologi dari suspensi mineral tersebut agar mencapai persyaratan sebagai bahan lumpur sesuai dengan spesifikasi standar.

Bentonit mengandung montmorilonit, dan sisanya sebagai mineral pengotor yang terdiri dari campuran mineral kuarsa, feldspar, kalsit, gipsum, dan lain-lain. Bentonit dapat digunakan sebagai material paduan karena merupakan nanoreinforcement yang memiliki lapisan-lapisan berukuran nano [13].

Penelitian tentang penggunaan bentonit sebagai pengisi pada bahan-bahan polimer telah banyak dilakukan diantaranya :

1. Juliani (2013) melakukan penelitian tentang penggunaan bentonit sebagai pengisi pada matriks high density polyethylene (HDPE) [14].

2. Othman (2007) membuat komposit polipropilen berpengisi bentonit [1].

3. Motawie dkk (2014) menggunakan bentonit yang telah dimodifikasi dengan surfaktan sebagai pengisi pada poliester tidak jenuh [15].

2.5Surfaktan

Surfaktan atau zat aktif permukaan merupakan molekul organik yang terdiri dari gugus liofilik (suka pelarut) dan gugus liofobik (tidak suka pelarut). Jika pelarutnya adalah air maka kedua gugus tersebut disebut sebagai hidrofilik dan hidrofobik. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dan ekor yang


(41)

10

menunjukkan sifat yang berbeda. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air) dan bagian ekor bersifat hidrofobik (tidak suka air). Bagian hidrofilik surfaktan merupakan ion logam atau senyawaan logam, sedangkan bagian hidrofobik surfaktan merupakan rantai hidrokarbon alkil atau alkilaril. Karena surfaktan terbentuk daru dua bagian yang memiliki kecenderungan yang berbeda itulah maka surfaktan dapat dikatakan memiliki kepribadian ganda. Surfaktan dapat dikelompokkan berdasarkan muatan pada gugus hidrofiliknya, antara lain:

1. Surfaktan non-ionik

Surfaktan non-ionik memiliki gugus hidrofilik yang tidak bermuatan di dalam larutan. Umumnya surfaktan non-ionik merupakan senyawa alkohol. Contoh surfaktan non-ionik adalah eter alkohol

2. Surfaktan kationik

Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif di dalam larutan. Umumnya surfaktan kationik merupakan senyawa amonium kuartener. Contoh surfaktan kationik adalah heksadesiltrimetil amonium bromida (HDTMA+Br-) C

16H33N+(CH3)3Br- dan oktadesiltrometil amonium bromida

(OTMABr) C18H37N+(CH3)3Br-.

3. Surfaktan anionik

Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan negatif di dalam larutan. Surfaktan anionik mengandung gugus sulfat, sulfonat, atau karboksilat. Contoh surfaktan anionik diantaranya adalah alkyl sulphates, alkyl ethoxylate sulphate dan sabun.

4. Surfaktan zwitter ionik (amfoter)

Surfaktan zwitter ionik memiliki gugus hidrofilik yang dapat bermuatan positif (kationik), negatif (anionik) maupun tidak bermuatan (non-ionik) di dalam larutan, bergantung pada pH larutan. Umumnya surfaktan zwitter ionik merupakan senyawa betain dan asam amino. Contoh surfaktan zwitter ionik adalah alkyl betaine.

Kapasitas pertukaran kation (KTK) atau cation exchange capacity (CEC) didefinisikan sebagai kapasitas mineral untuk dapat menyerap dan melakukan pertukaran kation. Nilai KTK dinyatakan dalam jumlah miliekuivalen ion (mek) per 100 gram mineral liat.. Penambahan surfaktan pada bentonit akan mengubah sifat


(42)

bentonit yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi organofilik. Perubahan sifat bentonit merupakan hasil dari penggantian kation anorganik pada bentonit dengan kation organik surfaktan. Dengan masuknya surfaktan ke dalam bentonit, d-spacing pada bentonitpun bertambah besar (terinterkalasi) [6].

2.6 Cetyltrimethylammonium Bromida

Cetyltrimethylammonium Bromida (CTAB) merupakan surfaktan yang sedang dikembangkan dalam pengaruhnya terhadap ukuran dan bentuk dari nanopartikel. Dari hasil penelitian Nakahara., dkk (2011) diketahui juga bahwa CTAB dapat menurunkan tegangan permukaan pada suatu bahan . Selain itu, CTAB juga merupakan surfaktan kationik yang digunakan secara luas sebagai antiseptik, dan dapat ditemukan dalam banyak produk rumah tangga seperti shampo, kondisioner rambut dan kosmetik [16-18]. Sedangkan pada komposit, CTAB merupakan surfaktan ionik yang digunakan dalam mensintesis zat silika yang digunakan sebagai nanopartikel dan juga CTAB digunakan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay

Gambar 2.4 Rumus Molekul CTAB

Permukaan clay yang bermuatan negatif dapat dimodifikasi dengan surfaktan melalui reaksi pertukaran ion. Modifikasi ini menyebabkan clay yang semula hidrofilik menjadi organofilik. Banyak penelitian memodifikasi bentonit dengan menggunakan alkil amoniun kuarterner sebagai surfaktan kation salah satunya menggunakan CTAB. Reaksi pertukaran ion memudahkan surfktan kationik terinterkalasi ke dalam lapisan clay, sehingga menambah jarak basal spacing antarlapis clay. Reaksi antara CTAB dengan bentonit ditunjukkan sebagai berikut:

C19H42N+Br++ Na+-bentonit C19H42N+-bentonit + Na+Br- [19-20]


(43)

12

Proses pertukaran kation terjadi bersamaan dengan proses swelling dari bentonit. Pada saat bentonit berada pada lingkungan air, maka ion-ion positif akan meninggalkan matrik bentonit. Karena molekul air bermuatan polar maka molekul air akan tertarik pada matrik bentonit dan kation akan terlepas dari bentonit. Apabila terjadi proses balik yaitu penarikan kation oleh bentonit, molekul air yang bermuatan positif akan tertarik menuju bentonit. Sehingga terjadi proses mengembang dari bentonit yang lebih dikenal dengan sebutan swelling.

Ada beberapa penyebab yang mengakibatkan bentonit memiliki kapasitas pertukaran kation yaitu :

1. Karena adanya ikatan yang terputus disekeliling sisi silika-alumina sehingga menimbulkan muatan yang tidak seimbang, dan untuk menyeimbangkannya kembali diperlukan penyerapan kation.

2. Terjadinya substitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal bentonit. [21]

2.7 Titanium Dioksida

Titanium dioksida (TiO2) juga bisa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida

merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2. Senyawa

ini dimanfaatkan secara luas dalam bidang anatas sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda dalam sel surya. Titanium dioksida (TiO2) dapat

dihasilkan dari reaksi antara senyawa titanium tetraklorida (TiCl4) dan O2 yang

dilewatkan melalui lorong silika pada suhu 700oC. Senyawa TiO2 bersifat amfoter, terlarut secara lambat dalam H2SO4(aq) pekat, membentuk kristal sulfat dan

menghasilkan produk titanat dengan alkali cair. Sifat senyawa TiO2 adalah tidak

tembus cahaya, mempunyai warna putih, lembam, tidak beracun, dan harganya relatif murah. Titanium dioksida dapat dihasilkan dari proses sulfat ataupun klorin.

Titanium dioksida (TiO2) memiliki tiga fase struktur kristal, yaitu anatas, rutil,

brookit. Akan tetapi hanya anatas dan rutil saja yang keberadaanya di alam cukup stabil. Kemampuan fotoaktivitas semikonduktor TiO2 dipengaruhi oleh morfologi,

luas permukaan, kristanilitas dan ukuran partikel. Anatas diketahui sebagai kristal titania yang lebih fotoaktif daripada rutil. Hal ini disebabkan harga Eg TiO2 jenis

anatas yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,2 eV sedangkan rutil sebesar 3,0 eV. Harga Eg


(44)

yang lebih tinggi akan menghasilkan luas permukaan aktif yang lebih besar sehingga menghasilkan fotoaktivitas yang lebih efektif.

Serbuk TiO2 dengan struktur rutil paling luas penggunaanya karena indeks

biasanya yang tinggi, warna yang kuat, dan sifat kimianya yang inert. Struktur anatas lebih baik untuk aplikasi sel surya berbasis sensitiser zat warna pada lapis tipis TiO2

[22].

2.8 Metoda Penyediaan Komposit

Salah satu metoda penyediaan komposit yaitu metoda hand lay-up merupakan metoda yang digunakan untuk mencetak bahan polimer termoset yang mengalami pengeringan (curing) pada suhu ruangan. Reaksi kimia pada resin polimer diawali dengan adanya penambahan katalis yang mengakibatkan resin mengeras. Dalam pencetakan, sebuah cetakan terbuka (open mold) digunakan. Untuk mendapatkan permukaan yang baik, maka terlebih dahulu disemprotkan sebuah pigmen gel coat pada permukaan cetakan. Resin dan pengisi kemudian ditempatkan di cetakan. Udara yang masih ada dihilangkan dengan menggunakan kuas, roller, ataupun brush dabbing. Lapisan pengisi dan resin ditambahkan dengan tujuan untuk penebalan kemudian ke dalamnya ditambahkan katalis atau akselerator yang akan mengeringkan resin tanpa perlu adanya penambahan panas. Oleh karena itu, proses curing pada metoda hand lay-up dikatakan berlangsung pada suhu ruangan. Metoda hand lay up sangat cocok digunakan untuk keperluan produksi yang rendah karena menggunakan peralatan dan biaya yang tidak begitu besar [12].


(45)

14 2.9 Pengujian/Karakterisasi Bahan Komposit 2.9.1 Analisa Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan.

Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya, [23].

2.9.2 Analisa Kekuatan Bentur (Impact Strength)

Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan. Pengujian ini biasanya mengikuti dua metoda yaitu metoda Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metoda Charpy dan Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [24]


(46)

Peralatan untuk melakukan kekuatan impak spesimen V-notch ditunjukkan pada Gambar 2.6. Beban didapat dari tumbukan pendulum yang dilepas dari ketinggian h. Spesimen diletakkan di dasar seperti pada Gambar 2.6. Ketika dilepas ujung pisau pada pendulum akan menghantam dan mematahkan spesimen pada titik ketoknya (notch) yang bekerja sebagai titik tegangan untuk benturan kecepatan tinggi. Pendulum terus berayun, naik sampai ketinggian maksimum h' yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap, yang diukur dari perbedaan ketinggian h dan h' merupakan pengukuran kekuatan impak. Perbedaan antara metoda Charpy dan Izod yaitu bergantung pada peletakan support spesimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6 [24]

Gambar 2.7 Skema Pengujian Impak 2.9.3 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit

Menurut Lokantara dan Suardana (2009), penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Salah satu sifat bentonit adalah dapat mengembang atau swelling, ketika struktur dari montmorillonit yang merupakan penyusun utama

Specimen

Anvil End of Swing

Pointer

Scale

Hammer Starting Position


(47)

16

bentonit mengalami kontak dengan air, akan terjadi pertukaran ion dan air akan masuk ke antara lapisan. Hal ini dapat mengakibatkan pengembangan pada lapisan struktur montmorillonit. Hal ini membuktikan bahwa struktur dari clay dapat mempercepat laju penyerapan air [25]. Penurunan dari ikatan interface yang diakibatkan oleh penyerapan air dapat menurunkan sifat mekanis komposit [26]. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa penyerapan air pada komposit karena pengaruh penyerapan air yang sangat penting.

2.9.4 KARAKTERISASI FOURIER-TRANSFORM INFRA-RED (FT – IR). Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [27].

2.9.5 ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas


(48)

menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan pallladium [28].

2.10 Aplikasi Produk

Komposit epoksi-clay menunjukkan peningkatan sifat termo mekanik bahkan dengan jumlah lapisan silikat yang sedikit (≤5%). Peningkatan meliputi nilai modulus yang lebih tinggi, peningkatan kekuatan, ketahanan panas, pengurangan permeabilitas gas, pengurangan koefisien ekspansi termal. Alasan utama dalam peningkatan sifat-sifat komposit adalah besarnya interaksi interfasa antara matriks dan lapisan silikat dan juga aspek rasio yang tinggi dari partikel clay yang terdispersi.

Karena besarnya peningkatan yang teramati dalam sifat mekanik, termal, dan pelindung, komposit epoksi-clay dapat digunakan pada berbagai aplikasi yang spesifik di industri aerospace, industri pertahanan dan mobil. Komposit ini juga digunakan di struktural kinerja tinggi dan juga aplikasi fungsional seperti laminasi dan komposit, perekat, perkakas, cetakan, pengecoran, elektronik dan konstruksi [29].

Dalam penelitian ini, produk berupa komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam aplikasi industri. Untuk pemakaian di bidang otomotif, komposit Epoksi- Bentonit termodifikasi belum begitu cocok untuk diterapkan karena penggunaan matriks epoksi yang merupakan jenis resin termoset tidak begitu unggul bila dibandingkan dengan jenis resin termoplastik dalam biaya pemrosesan. Selain itu, matriks dari kelas termoplastik memiliki kefleksibilitas rancangan dan kemudahan pencetakan bagian kompleks [31]. Sifat inilah yang membuat mayoritas pabrikan mobil menggunakan matriks termoplastik bila dibandingkan dengan matriks termoset.


(49)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan dengan bahan logam ataupun bahan keramik seperti tahan korosi dan temperatur pemrosesan yang relatif lebih rendah. Pada umumnya, bahan polimer dicampurkan dengan bahan lain untuk memperoleh sifat yang lebih baik, yang dikenal sebagai bahan komposit

Mineral sebagai pengisi digunakan untuk mengurangi biaya material dengan menggantikan sebahagian dari polimer dengan material yang tidak mahal. Saat ini banyak mineral termodifikasi yang digunakan untuk memodifikasi karakteristik pengolahan atau sebagian sifat produk komposit. Mineral digunakan sebagai salah satu bahan pengisi yang belakangan ini banyak digunakan untuk mengurangi aditif yang lebih mahal seperti pigmen, bahan tahan panas dan peningkat kekuatan bentur [1]. Salah satu contoh mineral yang digunakan adalah bentonit, hal ini dikarenakan harga dari bentonit yang cukup murah dan juga mudah didapat dengan kandungan utama dari bentonit yaitu silikat.

Jika suatu polimer dikompositkan dengan silikat, maka material ini akan menunjukkan peningkatan yang dramatis pada sifat-sifat seperti mekanik dan termal melebihi sifat polimer murninya. Selain itu, karena rentang skala pengisi yang dimiliki oleh komposit ini dapat menjadi sangat kecil yaitu berada pada skala nanometer (1-100 nm) yang dapat meminimalkan terjadinya penghamburan cahaya, maka material tersebut juga bersifat transparan [2].

Silikat yang paling umum digunakan untuk tujuan ini adalah montmorillonit (bentonit). Silikat ini menunjukkan kemampuannya mengalami ekspansi (swelling). Kemampuan montmorillonit dalam meningkatkan sifat-sifat polimer sangat ditentukan oleh derajat pendispersian silikat ini dalam matriks polimer, tetapi sifat hidrofil dari permukaan montmorillonit menghalangi proses ini. Untuk mengatasi kendala ini maka diperlukan porses yang dapat menjadikan permukaan montmorillonit bersifat organofil melalui penggantian kation [2].


(50)

Pemodifikasi organik yang dapat digunakan untuk keperluan pemrosesan ini adalah cairan ionik (Ionic Liquid). Cairan ionik adalah material yang hanya terdiri atas spesies ionik (kation dan anion), tidak mengandung molekul netral tertentu, dan mempunyai titik leleh relatif rendah. Terletak pada suhu <100 oC, walaupun umumnya pada suhu kamar [2]. Salah satu pemodifikasi organik yang digunakan adalah cetyltrimethylammonium bromide (CTAB). Hal ini dikarenakan sifat dari CTAB yang mampu menurunkan kepolaran dari clay yang akan dijadikan sebagai pengisi pada komposit ini.

Clay dalam keadaan alaminya bersifat hidrofilik dan immicible di dalam larutan organik. Sedangkan bahan polimer bersifat hidrofobik. Untuk membuat keduanya compatible, polaritas atau sifat hidrofilik dari clay harus dimodifikasi agar lebih bersifat organik sehingga dapat berinteraksi dengan baik dengan polimer. Salah satu cara untuk memodifikasi clay adalah dengan pertukaran kation organik [3]. Salah satu cara pertukaran kation organik adalah dengan mereaksikan clay dengan garam ammonium.

Selain mineral alam, titanium dioksida (TiO2) dalam bentuk carbon nano

tube juga dapat digunakan sebagai bahan pengisi untuk meningkatkan sifat dari komposit. TiO2 dapat meningkatkan sifat mekanik dan termal pada suatu komposit

secara signifikan [4]. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh TiO2 sebagai pengisi terhadap sifat mekanik dari komposit.

Resin epoksi merupakan jenis material termoset yang digunakan secara luas dalam aplikasi struktural karena mereka menawarkan kombinasi unik yang tak terjangkau dengan resin termoset lainnya. Tersedia dalam bentuk fisis yang sangat luas dari cairan dengan viskositas rendah hingga padatan dengan tingkat leleh yang tinggi, epoksi juga dapat digunakan untuk bermacam-macam jenis proses dan aplikasi. Epoksi menawarkan kekuatan yang tinggi, tingkat penyusutan yang rendah, tingkat adhesi yang sangat baik untuk berbagai substrat, bahan isolator listrik yang baik, ketahanan terhadap zat kimia dan pelarut, rendah biaya, dan tingkat toksisitas yang rendah [5].

Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi yaitu:


(51)

3

1. Nidya Chitraningrum (2008) membuat komposit epoksi-bentonit dengan menggunakan surfaktan heksadesiltrimetilamonium bromida dengan metode ultrasonik didapatkan hasil tensile modulus yang meningkat. Peningkatan maksimum diperoleh ketika dilakukan penambahan 2% wt kandungan clay, yaitu sebesar 8,24% [3] .

2. Syuhada dkk (2008) melakukan modifikasi bentonit (clay) menjadi organoclay dengan penambahan surfaktan dan didapatkan hasil bahwa pada rantai alkil yang lebih panjang didapatkan hasil yang lebih baik [6].

3. Ali H. Ataiwi dan Alaa A. Abdul-Hamaed (2010) membuat komposit poliester tidak jenuh berpengisi bentonit dengan aktivatior HCl dan Na2CO3 didapatkan

hasil kekerasan komposit poliester meningkat maksimum pada penambahan 5% wt bentonit [7].

4. Nadras Binti Othman (2007) membuat komposit dengan menggunakan polipropena sebagai matriks dan bentonit sebagai pengisi dengan variasi pengisi dari 10% hingga 50%. Hasil yang didapat adalah pengisian bentonit ke dalam matriks PP telah menunjukkan peningkatan pada modulus Young dan kestabilan termal [1].

5. Nurdin Bukit dkk (2013) melakukan modifikasi bentonit alam sebagai material nano partikel sebagai pengisi nano pada High Density Poliethylene (HDPE) dengan hasil yang didapatkan adalah peningkatan tensile strength pada penambahan 2 sampai 6%, dan penurunan dengan penambahan di atas 6%, dan juga penurunan pada pemanjangan saat putus. Pada hasil analisis SEM, HDPE telah menyatu dengan nano bentonit [8].

Berdasarkan uraian di atas, maka bentonit termodifikasi sesuai digunakan sebagai salah satu pengisi pada matriks epoksi karena dapat meningkatkan sifat mekanik dari matriks epoksi. Selain itu, cadangan bentonit di Indonesia yang sangat besar dan tersebar hampir di seluruh Indonesia namun pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan pemanfaatan bentonit.


(52)

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penambahan bentonit termodifikasi sebagai pengisi dalam memperbaiki kekurangan sifat resin epoksi yaitu dalam hal kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan bentur (impact strength) dan penyerapan air (water absorption).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah menentukan komposisi terbaik antara bentonit termodifikasi terhadap kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan bentur (impact strength) dan penyerapan air (water absorption), pada komposit epoksi yang dihasilkan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan bentonit termodifikasi sebagai pengisi pada komposit

2. Memberikan informasi terutama dalam bidang penelitian komposit tentang pengaruh bentonit termodifikasi sebagai bahan pengisi komposit epoksi sehingga dapat diketahui komposisi pengisi yang terbaik diantara kedua jenis pengisi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, dan Laboratorium Polimer, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu epoksi sebagai matriks dan bentonit sebagai pengisi. Variabel yang digunakan adalah :


(53)

5

Variabel Tetap Variabel Bebas

Perbandingan resin epoksi dengan hardener sebesar 1:1

Kandungan berat pengisi sebesar 5, 10, 15, dan 20% dari berat komposit

Perbandingan antara bentonit termodifikasi dengan TiO2 (Titanium

Dioksida) sebagai filler sebesar 96 : 4

Variasi konsentrasi CTAB pada modifikasi bentonit yaitu sebesar 0,05, 0,1, dan 0,15 M

Uji yang dilakukan adalah uji tarik (tensile strength) ASTM D 638 - 10, uji bentur (impact strength) ASTM D 5942 - 96, penyerapan air (water absorption) ASTM D 2482 - 01, Fourier-Transform Infra-Red (FT IR), dan Scanning Electron Microscopy (SEM) pada komposit epoksi yang dihasilkan.


(54)

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan komposit epoksi berpengisi bentonit termodifikasi. Kajian tentang pemanfaatan bentonit termodifikasi sebagai pengisi di dalam matriks epoksi telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan komposisi pengisi bentonit termodifikasi di dalam komposit epoksi dalam menghasilkan sifat mekanik seperti kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan bentur (impact strength), serta penyerapan air (water absorption) yang terbaik. Dalam penelitian ini, resin epoksi dicampurkan dengan bentonit yang telah dimodifikasi dengan menggunakan surfaktan Cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) dengan variasi konsentrasi CTAB sebesar 0,05M, 0,1M, dan 0,15M serta ditambahkan TiO2 dalam modifikasi

bentonit sebagai pengisi. Dalam penelitian ini resin epoksi dicampurkan dengan bentonit termodifikasi dengan komposisi pengisi sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat komposit dengan menggunakan metoda hand lay-up. Dari hasil karakterisasi FTIR diperoleh bahwa ikatan antara matriks dan pengisi yang dihasilkan hanya ikatan antar muka antara pengisi dengan matriks. Hasil pengujian sifat-sifat mekanik menunjukkan bahwa, pada komposisi pengisi sebesar 5% dengan konsentrasi surfaktan sebesar 0,1 M; diperoleh kekuatan tarik dan impak maksimum sebesar 33,667 MPa untuk kekuatan tarik dan 12564,9 J/m2 untuk kekuatan bentur.

Hasil uji mekanik selanjutnya didukung oleh analisa scanning electron microscopy (SEM). Pada uji daya serap air, kekuatan penyerapan air meningkat seiring bertambahnya komposisi pengisi.


(55)

viii

ABSTRACT

This research has carried out the manufacture of epoxy-modified bentonite composite. Research about the usage of modified bentonite as filler in epoxy has been done for the purpose of getting the best composition of modified bentonite as filler at epoxy composite in getting the best of the mechanical properties such as tensile strength, impact strength and the water absorption. In this research, epoxy resin mixed with bentonite which have been modified using Cetyltrimethylammonium Bromide (CTAB) surfactant with various concentrations by 0,05, 0,1, and 0,15M and added Titanium Dioxide (TiO2) at the modification of

bentonite as filler. In this research, epoxy resin was mixed with modified bentonite with the filler composition by 5%, 10%, 15%, and 20% of the weight of the composite with hand lay-up method. From the FTIR characterization result obtained that the bond between matrix and the filler produced only interfacial bonding between the matrix and the filler. Result of testing the mechanical properties indicate that, on the composition of the filler 5% with 0,1M of surfactant concentration obtained the maximum value of tensile strength with 33,667 MPa and maximum value of impact strength with 12564,9 J/m2. The results of mechanical properties tests was further supported by analysis of Scaning Electron Microscopy (SEM). On the test of water absorption, the water absorption capacity increased along with the increased of filler composition.

Keywords : epoxy resin, bentonite, mechanical properties, water absorption, hand lay-up


(56)

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT TERMODIFIKASI

SEBAGAI PENGISI TERHADAP SIFAT MEKANIK

DAN PENYERAPAN AIR PADA KOMPOSIT

EPOKSI

SKRIPSI

Oleh

ALVIAN

120405031

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SEPTEMBER 2016


(57)

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT TERMODIFIKASI

SEBAGAI PENGISI TERHADAP SIFAT MEKANIK

DAN PENYERAPAN AIR PADA KOMPOSIT

EPOKSI

SKRIPSI

Oleh

ALVIAN

120405031

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SEPTEMBER 2016


(1)

5.1 KESIMPULAN 37

5.2 SARAN 37


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur gugus epoxide 7

Gambar 2.2 Struktur DGEBA 7

Gambar 2.3 Struktur resin epoksi novolac 8

Gambar 2.4 Rumus Molekul CTAB 11

Gambar 2.5 Metode hand-layup 13

Gambar 2.6 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod 14

Gambar 2.7 Skema Pengujian Impak 15

Gambar 3.1 Sketsa Penyediaan Komposit 21

Gambar 3.2 Sketsa Visualisasi Cetakan Malam 21

Gambar 3.3 Sketsa Visualisasi Cetakan Malam Beserta Alas Kaca 21

Gambar 3.4 Sketsa Spesimen Uji Tarik 22

Gambar 3.5 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Charpy ASTM D 5942-96 23 Gambar 4.1 Karaktersitik FTIR Resin Epoksi dan Komposit Epoksi

Berpengisi Bentonit Termodifikasi 25

Gambar 4.2 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Kekuatan Tarik

Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi 27 Gambar 4.3 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Pemanjangan Saat

Putus Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi 29 Gambar 4.4 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Kekuatan Bentur

Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi 30 Gambar 4.5 Analisa SEM Patahan Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit

(a) Tanpa Modifikasi Dengan Komposisi Pengisi 5% dan

Perbesaran 300x 33

(b) Termodifikasi Dengan Komposisi Pengisi 5%, Konsentrasi

CTAB 0,1M, dan Perbesaran 500x 33

(c) Termodifikasi Dengan Komposisi Pengisi 5%, Konsentrasi

CTAB 0,1M, dan Perbesaran 1000x 33

Gambar 4.6 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Penyerapan Air


(3)

Gambar 4.7 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Penyerapan Air Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi Pada

Konsentrasi Surfaktan 0,1 M 34

Gambar 4.8 Pengaruh Komposisi Pengisi Terhadap Penyerapan Air Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit Termodifikasi Pada

Konsentrasi Surfaktan 0,15 M 35

Gambar C.1 Proses Modifikasi Bentonit Dengan Surfaktan 49 Gambar C.2 Proses Modifikasi Bentonit Dengan TiO2 49

Gambar C.3 Hasil Modifikasi Pengisi 50

Gambar C.4 Proses Pencampuran Komposit Epoksi – Bentonit Termodifikasi 50 Gambar C.5 Proses Penyediaan Komposit Epoksi – Bentonit Termodifikasi 51 Gambar C.6 Alat UTM Gotech Al-7000 M Grid Tensile 51

Gambar C.7 Alat Impact Tester GOTECH 52

Gambar D.1 Hasil FTIR Resin Epoksi Murni 53


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel A.1 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,05M 46

Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,1M 46

Tabel A.3 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,15M 46

Tabel A.4 Data Hasil Kekuatan Impak Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,05M 47

Tabel A.5 Data Hasil Kekuatan Impak Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,1M 47

Tabel A.6 Data Hasil Kekuatan Impak Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,15M 47

Tabel A.7 Data Hasil Penyerapan Air Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,05M 48

Tabel A.8 Data Hasil Penyerapan Air Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,1M 48

Tabel A.9 Data Hasil Penyerapan Air Komposit Dengan Konsentrasi

Surfaktan 0,15M 48


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN 45

A.1 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit 45 A.2 Data Hasil Kekuatan Impak Komposit 46 A.3 Data Hasil Penyerapan Air Komposit 47

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 48

B.1 Perhitungan Penyerapan Air Komposit 48

LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 49

C.1 Proses Modifikasi Bentonit Dengan Surfaktan 49 C.2 Proses Modifikasi Bentonit Dengan TiO2 49

C.3 Hasil Modifikasi Pengisi 50

C.4 Proses Pencampuran Epoksi – Bentonit Termodifikasi 50 C.5 Proses Penyediaan Komposit Epoksi – Bentonit

Termodifikasi 51

C.6 Alat Universal Testing Machine (UTM) GOTECH

Al-7000M Grid Tensile 51

C.7 Alat Impact Tester GOTECH 52

LAMPIRAN D HASIL PENGUJIAN LAB DAN ANALISIS 53

D.1 Hasil FTIR Resin Epoksi Murni 53

C.2 Hasil FTIR Komposit Epoksi Berpengisi Bentonit

Termodifikasi 53


(6)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Ʈ F A

tegangan Tarik tegangan (Gaya) luas penampang

MPa kg mm2

Ɛ perpanjangan %

lo panjang awal mm

l panjang akhir mm

E modulus young N/m2

Wg persentase pertambahan berat komposit %

We berat komposit setelah perendaman %