Karakteristik Odha Yang Berkunjung Ke Klinik VCT Di Rsup H. Adam Malik Medan Tahun 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dewasa ini Indonesia mengalami masalah kesehatan yang sangat

kompleks dan menjadi beban dalam pembiayaan pembangunan bidang kesehatan.
Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit
infeksi menular seperti tuberkulosis paru, Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), malaria, diare dan penyakit kulit. Pada waktu yang bersamaan terjadi
peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,
serta diabetes melitus dan kanker. Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging
diseases seperti demam berdarah dengue, Human Immunodeficiency Virus (HIV),
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), chikungunya dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Dengan demikian telah terjadi beban ganda pada
waktu yang bersamaan (double burdens)(Kurniasih, 2007).
Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang
mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukannyaobat
dan vaksin untuk penyembuhan, penyakit ini juga memiliki “window period” dan

fase asimptomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan
penyakitnya. Hal tersebut di atas menyebabkan pola perkembangannya seperti
fenomena gunung es (iceberg phenomena).Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke
tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat meskipun berbagai upaya preventif
terus dilaksanakan. Tidak ada negara yang tidak terkena dampak penyakit ini
(Kurniasih, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Menurut World Health Organization (WHO), hampir 75 juta orang telah
terinfeksi virus HIV dan sekitar 36 juta orang telah meninggal akibat HIV. Secara
global, 35,3 juta (32.2-38.8 juta) orang hidup dengan HIV sampai akhir tahun
2012. Serta 0.8% orang dewasa berumur 15 - 49 tahun secara luas hidup dengan
HIV/AIDS (WHO, 2014).Pada tahun 2012, UNAIDS dan WHO melaporkan
terdapat 2,2 juta oranghidup dengan HIV di kawasan Eropa, termasuk 1,3 juta
orangdi Eropa timur danAsia tengah,denganprevalensi penderita orang dewasa
sekitar 0.7% dan 0.2% di Eropa barat dan tengah (WHO, 2013).
Sejak tahun 2000 hingga 2014 jumlah kematian terkait AIDS di Asia dan
Pasifik meningkat sebanyak 11% dengan cakupan pengobatan hanya sebesar 36%.
Pada tahun 2014 terdapat 3,2 juta orang dewasa tidak mendapatkan akses untuk

pengobatan Anti Retroviral. Di Asia dan Pasifik hanya terdapat dua negara yakni,
Thailand dan Kamboja, yang memiliki lebih dari 50% orang dengan HIV/AIDS
yang mendapat akses pengobatan.
Pada tahun 2014, terdapat 5 juta(4.5 juta-5.6 juta)orang hidup dengan
HIV/AIDS di kawasan Asia dan Pasifik, serta Sebanyak 240.000 (140.000570.000)orang meninggal akibat AIDS. Selain itu, terdapat penambahan 340.000
(240.000–480.000) infeksi baru, dimana 78% diantaranya terdapat di Cina,
Indonesia dan India. Serta Terdapat 21.000 (16.000-27.000)infeksi terbaru pada
anak-anak di Asia dan Pasifik (UNAIDS, 2015).
Di Jepang, terdapat 67.5% penemuan kasus baru HIV antara umur 20-39
tahun pada tahun 2010. Lebih dari 95% kasus HIV/AIDS yang dilaporkan adalah
penderita berjenis kelamin pria. Dimana, lebih dari dua per tiga (69.2%) dari

Universitas Sumatera Utara

kasus HIV yang dilapokan pada tahun 2010 dipengaruhi oleh tingginya angka
homoseksual, sementara penularan secara heteroseksual hanya satu per lima
(18.1%) serta,Pengguna jarum suntik dan penularan ibu ke anakkurangdari 1%
kasus (HIV And AIDS Data Hub For Asia Pasific, 2011).
Di Thailand, jumlah penderita HIV/AIDS mengalami penurunan dari
640.000 penderita di tahun 2001 menjadi 530.000 penderita di tahun 2009,

dimana prevalensi pada orang dewasa usia 15-49 tahun, menurun dari 1,7%
menjadi 1,3%. Dengan tambahan, 210.000 wanita (umur 15 tahun ke atas)
terinfeksi (turun dari 220.000 pada tahun 2001). Selain itu, 10.000 anak-anak
(umur 0-14 tahun) hidup dengan HIV/AIDS di tahun 2009 (turun dari 30.000 pada
2001) dan terdapat 28.000 kematian akibat AIDS, turun dari 52,000 pada 2001
(HIV And AIDS Data Hub For Asia Pasific, 2012).
Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan menurut provinsi
sejak tahun 1987-2014 menurut Ditjen PP & PL Kemenkes RI paling banyak
terdapat di Provinsi Papua, dengan penderita AIDS sebanyak 10.184 penderita.
Peringkat kedua ditempati Provinsi Jawa Timur dengan penderita AIDS sebanyak
8.976 penderita. Sedangkan, Provinsi Sumatera Utara berada di peringkat 10
dengan penderita AIDS sebanyak 1,573 penderita. Dimana, jumlah kumulatif
berdasarkan jenis kelamin yakni, Laki-laki sebanyak 29.882 dan Perempuan
sebanyak 16.092 penderita. Untuk jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor
risiko

terbanyak

berdasarkan


perilaku

Heteroseksual

yakni

34,

187

penderita(Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 2014, jumlah kasus HIV/AIDS yang telah dilaporkan sejak 1
Januari s.d. 30 Juni 2014, yakni HIV sebanyak 15.534 dan AIDS sebanyak 1.700
penderita.Sedangkan, pada triwulan April s.d. Juni 2014, dilaporkan tambahan
HIV sebanyak 6.626 dan AIDS sebanyak 308 penderita(Ditjen PP & PL
Kemenkes RI, 2014).
Prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk berdasarkan propinsi di

Indonesia pada tahun 2014, menunjukan bahwa Provinsi Papua berada di
peringkat pertama dengan total kasus AIDS sebanyak 359,43. Disusul Papua
Barat sebanyak 228,03 kasus.Sedangkan, Sumatera Utara berada di peringkat 17
dengan 12,12 (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).
Pada prinsipnya semua rumah sakit harus mau dan mampu merawat
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), namun kenyataannya karena berbagai hal
belum semua rumah sakit dapat melaksanakannya, seperti ketidaksiapan rumah
sakit dalam merawat pasien AIDS, permasalahan dokter yang bersedia merawat
dan aspek-aspek lain selain kesehatan, dimana aspek kesehatan AIDS diduga
mempunyai dampak negatif terhadap faktor ekonomi rumah sakit (Djoerban,
2001).
Kementerian Kesehatan terus berupaya meningkatkan jumlah layanan
Konseling dan Tes HIV (KTHIV) untuk meningkatkan cakupan tes HIV, sehingga
semakin banyak orang yang mengetahui status HIV nya dan dapat segera
mendapatkan akses layanan lebih lanjut yang dibutuhkan. Tes HIV sebagai satusatunya “pintu masuk” untuk akses layanan pencegahan, pengobatan, perawatan
dan dukungan harus terus ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya.

Universitas Sumatera Utara

Perluasan jangkauan layanan KTHIV akan menimbulkan normalisasi HIV di

masyarakat. Tes HIV akan menjadi seperti tes untuk penyakit lainnya.
Peningkatan cakupan tes HIV dilakukan dengan menawarkan tes HIV kepada ibu
hamil, pasien IMS, pasien TB danHepatitis B atau C dan pasangan ODHA, serta
melakukan tes ulang HIV 6 bulan sekali pada populasi kunci (pengguna napza
suntik, pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki serta
pasangan seksualnya dan waria)(KEMENKES RI, 2014).
Peningkatan cakupan tes dilanjutkan dengan penyediaan akses pada
layanan selanjutnya yang dibutuhkan, dimana salah satunya adalah terapi ARV.
Terapi ARV selain berfungsi sebagai pengobatan, juga berfungsi sebagai
pencegahan (treatment as prevention). Setiap Rumah SakitRujukan ARV di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus dapat menjamin akses layanan bagi
ODHA yang membutuhkan termasuk pengobatan ARV, sementara fasilitas
pelayanan kesehatan primer dapat melakukan deteksi dini HIV dan secara
bertahap juga bisa memulai inisiasi terapi ARV (KEMENKES RI, 2014).
Konseling dan Tes HIV telah mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
2004, yaitu dengan pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiatif klien atau
yang dikenal dengan konseling dan tes HIV sukarela (KTS). Hingga saat ini
pendekatan tersebut masih dilakukan bagi klien yang ingin mengetahui status HIV
nya. Sejak tahun 2010 mulai dikembangkan Konseling dan Tes HIV dengan
pendekatan Konseling dan Tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan

(KTIP). Kedua pendekatan Konseling dan Tes HIV ini bertujuan untuk mencapai
universal akses, dengan menghilangkan stigma dan diskriminasi, serta

Universitas Sumatera Utara

mengurangi

missed

opportunities

pencegahan

penularan

infeksi

HIV

(KEMENKES RI, 2014).

1.2

Perumusan Masalah
Belum diketahui Karakteristik ODHA yang Berkunjung ke Klinik VCT di

RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui Karakteristik ODHA yang Berkunjung ke Klinik VCT

di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014.
1.3.2

Tujuan Khusus


a. Mengetahui distribusi proporsi ODHA berdasarkan sosiodemografi, yaitu
umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan
tempat tinggal.
b. Mengetahui distribusi proporsi ODHA berdasarkan faktor risiko,
yaituhubungan Heteroseksual, faktor risiko IDUs, faktor risiko hubungan
homoseksual, dan tatto.
c. Mengetahui distribusi proporsi ODHA berdasarkan lama teridentifikasi
sebagai ODHA,
d. Mengetahui distribusi proporsi ODHA berdasarkan lama mengonsumsi
ARV,
e. Mengetahui proporsi ODHA berdasarkan jenis kelamindengan faktor
risiko,
f.

Mengetahui proporsi ODHA berdasarkan pekerjaandengan faktor risiko.

Universitas Sumatera Utara

1.4


Manfaat Penelitian

1.4.1

Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi pihak RSUP H. Adam
Malik Medan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi ODHA.

1.4.2 Sebagai referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan data ini untuk
melakukan penelitian mengenai ODHA.

Universitas Sumatera Utara