ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP DAMPAK AKIBAT DISPENSASI K (Studi Kasus

  

ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP DAMPAK PERKAWINAN ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP DAMPAK PERKAWINAN

AKIBAT DISPENSASI KAWIN KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH AKIBAT DISPENSASI K AWIN KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH

(Studi Kasus di Kabupaten Madiun) (Studi Kasus

  

S K R I P S I

  O l e h :

  

P PUTRI ALVIANI ADE UMAMI

NIM 210114071

  Pembimbing:

FARIDA SEKTI PAHLEVI, S.Pd.,S.H.,M.Hum. FARIDA SEKTI PAHLEVI, S.Pd.,S.H.,M.Hum.

  

NIP. 198710012015032006

JURUSAN AHWAL SYA AHWAL SYAKHSYIYAH FAKULTAS SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

2018

  

ABSTRAK

Putri Alviani Ade Umami, 2018. Analisis Sosiologis terhadap Dampak Perkawinan

akibat Dispensasi Kawin karena Hamil di Luar Kawin (Studi Kasus di Kabupaten Madiun). Skripsi, Jurusan Ahwal Syakhsyiyah Fakultas Syari’ah

  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Farida Sekti Pahlevi, S.Pd.,S.H.,M.Hum.

  

Kata Kunci: Analisis Sosiologis, Dampak Perkawinan, Dispensasi Kawin, Hamil

  diluar Nikah Dalam sebuah pernikahan, batas usia untuk menikah sudah ada ketentuannya, baik diatur dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan pernikahan yang baik adalah pernikahan yang keduanya dalam posisi umur yang cukup, namun ketika salah satu pasangan atau keduanya yang ingin menikah dalam posisi dibawah umur maka langkah selanjutnya yaitu mengajukan dispensasi kawin atau penetapan kawin. Banyak faktor yang mengakibatkan pasangan muda-mudi menikah dibawah umur, salah satu faktornya yaitu karena hamil diluar nikah. Hal ini terjadi karena pergaulan bebas dan kurangnya pengawasan orangtua terhadap anaknya. Melihat dari sisi sosiologis, pernikahan di bawah umur dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal tersebut disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolakdarah muda dan cara pikir yang belum matang.

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pemahaman keluarga pemohon dispensasi kawin dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga dan Bagaimana konsekuensi atau dampak dalam keluarga ketika perkawinan tersebut akibat dari dispensasi kawin.

  Jenis penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian lapangan (field

  

research) dengan menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data

  yang dilakukan adalah menggunakan dokumen, wawancara, observasi, populasi dan yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing.

  Dari penelitian ini dapat disimpulkan: Pertama, pemahaman keluarga dispensasi kawin dalam mempersiapkan kehidupan berumahtangga belum sama sekali ada persiapan, mereka menikah secara mendadak, perkawinan mereka yang tidak direncanakan sebelumnya apalagi sudah hamil di luar nikah dan mereka belum memiliki kesiapan untuk membangun keluarga dengan baik. Keluarga pasangan suami istri harus mengalami banyak tantangan yang harus dihadapi baik dari sisi ekonomi, psikologi maupun sosial. Kedua, dampak atau konsekuensi ketika perkawinan tersebut akibat dispensasi kawin yaitu perkawinan karena hamil diluar nikah seperti ini biasanya terpaksa, keluarga menjadi malu, merugikan orangtua, secara psikis belum siap atau egonya tinggi, masih kekanak-kanakan dan secara ekonomi belum mapan sehingga rentan terhadap percekcokan dan bisa berlanjut ke perceraian. Akan tetapi, rumah tangga yang dibangun oleh pasangan yang mendapatkan dispensasi kawin yang terjadi di wilayah Kabupaten Madiun rata-rata tampak harmonis dan rukun-rukun saja walaupun masih ada banyak kekurangan dalam menjalankan kehidupan berumahtangga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu siklus kehidupan manusia yang melahirkan status

  sosial baru dan menimbulkan peran-peran baru baik dari pasangan maupun kerabat pasangan.

1 Dan juga melalui pintu pernikahanlah seorang laki-laki dan perempuan bisa

  memenuhi kebutuhan biologisnya. Secara syar’i melalui perintah menikah ini pula Allah SWT menunujukkan betapa besar kasih sayangnya kepada manusia dan betapa maha luas pengetahuan Allah SWT akan kebutuhan manusia.

  Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.

  2

 

  

              

       1 Kementerian Agama RI, Kehidupan Keagamaan (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Puslitbang 2011), 61. 2

         

  Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”

  3 (An Nisa ayat 1).

  Membentuk sebuah rumah tangga yang bahagia dan kekal adalah impian dan dambaan bagi setiap orang. Untuk membentuk keluarga yang sejahtera dan bahagia tersebut, maka diperlukan adanya perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan. Tidak ada sebuah keluarga tanpa adanya perkawinan yang sah sesuai dengan norma agama dan tata aturan yang berlaku. Perkawinan tersebut akan menghalalkan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan. Suatu perkawinan yang sah mengakibatkan terjadinya pergaulan laki-laki dan perempuan secara terhormat sesuai dengan

  4 kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan.

  didasari oleh kemampuan dari laki-laki dan perempuan untuk membina rumah tangga agar tujuan dari pernikahan tidak hanya menyatukan dua keluarga tetapi benar-benar menciptakan suatu ikatan yang kuat untuk mewujudkan keluarga rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Seperti yang tercantum dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi :

  3 4 Depag RI, al-Quran dan Terjemah (Jakarta: Daus Sukses Mandiri, 2012), 61.

  Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,

  5 mawaddah dan rahmah.

  Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan dorongan pernikahan yang semata-mata karena Allah. Karena itulah, dalam proses pernikahan kedudukan yang sederajat (ku>fu>) sangat dianjurkan. Sederajat artinya sama-sama bebas, seagama, cukup dewasa dan dari keluarga baik-baik, serta sama-sama saleh, agar memiliki niat yang sama karena Allah

  6 saat membentuk sebuah keluarga.

  Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka salah satu prinsip yang digariskan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah bahwa calon suami isteri harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.

  Untuk mewujudkan pernikahan yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang sesuai dengan tujuan pernikahan maka pemerintah telah menetapkan undang-undang yang mengatur tentang batasan usia perkawinan. Batasan usia perkawinan yang telah ditetapkan pemerintah yaitu terdapat dalam pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) undang- undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi

  (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam 5 belas) tahun;

  Tim Citra Umbara, Undang-undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 & Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Citra Umbara, 2011), 228. 6

  (2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi pada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua

  7 belah pihak baik pria atau pihak wanita.

  Pada zaman sekarang yang semakin maju dan berkembang terutama di bidang teknologi, sehingga hal ini dapat memudahkan siapa saja termasuk anak-anak untuk mengakses segala sesuatu dengan mudah dan cepat. Dari hal tersebut, apabila tidak ada pengawasan dari orang tua, pengetahuan agama yang kurang, pergaulan kurang sehat, serta pihak keluarga dan lingkungan yang tidak mendukung, maka akan berdampak buruk kepada anak-anak di bawah umur, sehingga mereka dapat masuk ke dalam pergaulan bebas yang nantinya akan mengakibatkan sering terjadinya kehamilan sebelum adanya pernikahan atau dengan kata lain married by accident.

  Hamil di luar nikah (married by accident) ini yang sekarang banyak terjadi di kalangan remaja, tentunya akibat pergaulan bebas. Orang tua akan sangat malu jika anaknya hamil sebelum adanya perkawinan. Oleh karena itu, orang tua mengajukan dispensasi kawin agar si anak dapat melangsungkan perkawinan meskipun belum cukup permasalahan yang sangat besar tidak hanya bagi keluarga pihak perempuan tetapi juga negara. Jika hal tersebut terus dibiarkan, maka moral bangsa akan menjadi semakin rusak. Anak remaja zaman sekarang sangat sulit dikontrol. Pengaruh kemajuan teknologi yang ikut serta membuat remaja saat ini semakin tidak mengenal peraturan.

  8 Budaya luar yang tidak baik, banyak yang dicontoh, seperti pergaulan bebas. 7 8 Tim Citra Umbara, Undang-undang Replubik Indonesia…, 551.

  Muhammad Kunardi, HM Mawardi Muzamil,”Implikasi Dispensasi Perkawinan Terhadap

Eksistensi Rumah Tangga di Pengadilan Agama Semarang,”Jurnal Pembaharuan Hukum, vol. 2 No. 2 Kehamilan pada remaja disebabkan juga karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Keluarga yang disfungsi sosial ditandai dengan kesibukan orang tua, hubungan interpersonal yang kurang baik, dan parental modelling yang kurang baik juga merupakan faktor yang turut berkontribusi pada penyimpangan perilaku pada remaja, salah satunya adalah seks bebas (free sex).

  Secara umum, perkawinan di bawah umur mengandung beberapa kelemahan dan

  9

  membahayakan kelestarian rumah tangga, diantara kelemahannya adalah:

  a. Belum memiliki kematangan dalam mengurus keluarga, sehingga berpengaruh terhadap melemahnya struktur keluarga.

  b. Kemungkinan menghasilkan keturunan yang lemah, baik fisik maupun kecerdasan.

  c. Ibu-ibu muda yang belum siap memasuki rumah tangga akan banyak menderita, berkeluh kesah dan belum mampu melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai seorang ibu yang baik. menyebabkan terjadinya perceraian. Dalam sebuah pernikahan, batas usia untuk menikah sudah ada ketentuannya, baik diatur dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan maupun dalam

  Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan pernikahan yang baik adalah pernikahan yang keduanya dalam posisi umur yang cukup, namun ketika salah satu pasangan atau keduanya yang ingin menikah dalam posisi di bawah umur maka langkah selanjutnya 9 yaitu mengajukan dispensasi kawin atau penetapan kawin, sehingga pernikahannya bisa disahkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA), karena apabila salah satu pasangan atau keduanya diketahui di bawah umur untuk menikah maka pihak Kantor Urusan Agama (KUA) berhak menolak pernikahan tersebut dan meminta kedua pasangan mengajukan dispensasi kawin di Pengadilan Agama setempat.

  Pengertian dispensasi kawin adalah suatu upaya kelonggaran yang diberikan oleh Pengadilan kepada calon suami isteri yang belum mencapai batas umur terendah agar dapat melangsungkan perkawinan. Permohonan dispensasi kawin bersifat voluntair produknya berbentuk penetapan. Yang disebut dengan penetapan adalah putusan pengadilan atas perkara permohonan. Dan tujuannya hanya untuk menetapkan suatu

  10 keadaan atau status tertentu bagi diri pemohon.

  Dalam hal ini salah satunya adalah Pengadilan Agama yang berada di Kabupaten Madiun. Di Kabupaten Madiun masih sering terjadi perkawinan di bawah umur, hal ini dapat kita lihat dari banyaknya permohonan dispensasi kawin yang masuk ke

  Data yang tercatat di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa pasangan yang menikah akibat dispensasi kawin dari tahun 2015 berjumlah 46 perkara,

  11 tahun 2016 berjumlah 37 perkara, dan tahun 2017 berjumlah 38 perkara.

  Dapat dilihat beberapa contoh dari perkara permohonan dispensasi kawin yang masuk ke Pengadilan Agama Kabupaten Madiun antara lain yaitu: 10 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 305. 11

  1. Penetapan Perkara Nomor 0044/Pdt.P/2017/PA.Kab.Mn, antara Y bin S, dengan H binti K, yang beralamat di Kabupaten Madiun.

  2. Penetapan Perkara Nomor 0140/Pdt.P/2017/PA.Kab.Mn, antara C bin M, dengan V binti D, yang beralamat di Kabupaten Madiun.

  3. Penetapan Perkara Nomor 0116/Pdt.P/2017/PA.Kab.Mn, antara N bin K, dengan D binti S, yang beralamat di Kabupaten Madiun.

  4. Penetapan Perkara Nomor 0030/Pdt.P/2017/PA.Kab.Mn, antara W bin M, dengan P binti H, yang beralamat di Kabupaten Madiun.

  5. Penetapan Perkara Nomor 0001/Pdt.P/2016/PA.Kab.Mn, antara N bin S, dengan D binti K, yang beralamat di Kabupaten Madiun.

  6. Penetapan Perkara Nomor 0006/Pdt.P/2015/PA.Kab.Mn, antara G bin S, dengan M binti E, yang beralamat di Kabupaten Madiun.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kasus pemberian dispensasi kawin di bawah umur, peneliti mendapati salah satu kasus yang diajukan bernama G dan calon pengantin perempuan bernama M.

  Dalam wawancara awal yang dilakukan peneliti, faktor penyebab sehingga pemohon mengajukan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun yaitu sebagai berikut : karena pada waktu itu calon pengantin laki-laki belum cukup umur yaitu berumur 18 tahun 2 bulan sedangkan calon pengantin perempuan berumur 18 tahun. Dan juga dikarenakan anak pemohon dan kekasihnya telah melakukan hal-hal yang melewati batas pergaulan hingga sang kekasih telah mengandung selama 2 minggu.

  Pada dasarnya, tujuan perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan yang sah dan untuk menciptakan suatu rumah tangga yang bahagia yang diliputi oleh suasana damai dan tentram. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan perkawinan di bawah umur bukannya melahirkan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, pernikahan di bawah umur justru banyak berujung pada perceraian. Banyak pasangan pengantin yang pada usia-usia tahun pertama pernikahan sudah mulai goyah dalam mengarungi bahtera rumah tangga, karena pasangan tersebut belum siap dalam memahami arti dan hikmah suatu pernikahan, sehingga tidak mampu mencapai mahligai perkawinan yang diidam- idamkan. Serta muncul berbagai masalah, karena pasangan tersebut secara psikologis belum siap untuk mengahadapi kehidupan baru dalam sebuah keluarga dan kehidupan bermasyarakat.

  Dalam pernikahan kesiapan dan kematangan calon suami istri untuk menjalin yang harmonis, lalu bagaimana keberlangsungan pernikahan pasangan yang mendapat dispensasi kawin dan bagaimana kehidupan keluarga mereka?

  Dengan adanya tulisan ini, serta pemahaman dan terlibatnya langsung peneliti ke tempat lokasi penelitian, maka peneliti dapat memberikan keterangan yang lebih luas dan lebih jelas agar dapat dibaca dan dipahami secara baik dan sempurna, sehingga peneliti memilih judul ini dan menjadikannya bahan penelitian yang baik untuk menambah pengetahuan bagi peneliti secara khusus dan pembaca secara umumnya, yakni judul yang dimaksud ialah : “ Analisis Sosiologis terhadap Dampak Perkawinan

  

akibat Dispensasi Kawin karena Hamil di Luar Nikah (Studi Kasus di Kabupaten

Madiun)” B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penyusunan penelitian ini sebagai berikut:

  1. Bagaimana pemahaman keluarga pemohon dispensasi kawin dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga?

  2. Bagaimana konsekuensi atau dampak dalam keluarga ketika perkawinan tersebut akibat dari dispensasi kawin?

  C. Tujuan Penelitian

  Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu:

  1. Untuk menjelaskan pemahaman keluarga pemohon dispensasi kawin dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga.

  2. Untuk menganalisis konsekuensi atau dampak dalam keluarga ketika perkawinan tersebut akibat dari dispensasi kawin.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Secara Teorites Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pemikiran bagi masyarakat islam dalam menyelesaikan permasalahan hidup bagi para keluarga akibat perkawinan dispenasasi kawin yang hidup dalam bermasyarakat.

  2. Secara Praktis

  a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi yang jelas tentang pemahaman keluarga pemohon dispensasi kawin dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga serta konsekuansinya dalam keluarga. Sehingga penelitian ini bisa menjadi bahan evaluasi terhadap keluarga akibat perkawinan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

  b. Sebagai bahan wacana, diskusi dan informasi bagi mahasiswa Fakultas Syari'ah jurusan Ahwal Syakhsiyyah. remaja dalam berperilaku sehari-hari agar tidak terjerumus kedalam kemaksiatan.

E. Telaah Pustaka

  Telaah pustaka yaitu deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan seputar permasalahan yang akan diteliti. Telaah pustaka dilakukan untuk menegaskan bahwa kajian penelitian yang peneliti tulis tersebut sama sekali bukan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian sebelumnya.

  Penelitian yang pertama yaitu Intan Rif’atul Hakim dengan judul “Pertimbangan

  

Hakim terhadap Penetapan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Pacitan pada

tahun 2016”, skripsi tahun 2017 IAIN Ponorogo. Disini peneliti menganalisis tentang

  bagaimana hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi kawin, apakah sesuai dengan peraturan yang ada dan juga mempertimbangkan dampak negatif dari pengabulan permohonan dispensasi kawin, sehingga nantinya penetapan hakim benar- benar mengandung tiga unsur yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.

  Peneliti membahas mengenai apa landasan hukum yang digunakan para hakim Pengadilan Agama kabupaten Pacitan dalam pengajuan permohonan dispensasi kawin. Mengenai pembahasannya juga berbeda peneliti lebih menekankan pada bagaimana pertimbangan hakim terhadap penetapan dispensasi kawin dan faktor

  12 Penelitian yang kedua yaitu Fauzan Muslim, dengan judul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Dispensasi Nikah Akibat Hamil di Luar Nikah

No.0010/Pdt.P/2014/Pa.Amb. Tentang Dispensasi Nikah di Bawah Umur Akibat

Hamil di Luar Nikah”. Skripsi tahun 2014 UIN Sunan Ampel Surabaya, peneliti

  membahas tentang pertimbangan Hakim mengenai dikabulkannya dispensasi kawin

12 Intan Rif’atul Hakim, “Pertimbangan Hakim terhadap Penetapan Dispensasi Kawin di

  terhadap putusan No.0010/Pdt.P/2014/PA.Amb dan ditinjau menggunakan hukum Islam yaitu pendapat ulama’ madzhab.

  Hasil dari kesimpulan penelitian ini adalah kesesuaian antara pertimbangan hakim mengenai dispensasi kawin bagi wanita hamil di luar nikah dengan hukum Islam dan

  13 hukum positif.

  Penelitian yang ketiga yaitu Aulia Ismail, dengan judul “Pandangan Hakim

  

Pengadilan Agama Kabupaten Trenggalek tentang Penetapan Dispensasi Kawin dalam

Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi (Buku II)” skripsi tahun 2014

  STAIN Ponorogo. Dalam skripsi ini, ada beberapa permasalahan yaitu adanya perbedaan antara peraturan pengajuan dispensasi kawin yang dilakukan oleh calon mempelai dalam buku II berlawanan dengan Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, sehingga dalam penerapannya hakim harus benar-benar bisa melaksanakannya dengan baik agar tidak ada penyimpangan.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia Ismail dapat disimpulkan, yang pertama yang dilakukan oleh calon mempelai dalam buku II berlawanan dengan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dan yang kedua bahwa hakim Pengadilan Agama Kabupaten Trenggalek menentukan untuk dapat menjadi pemohon dalam perkara dispensasi kawin adalah orang tua calon mempelai karena telah cakap hukum, akan tetapi calon mempelai dapat menjadi pemohon dalam perkara dispensasi apabila 13 Fauzan Muslim, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Dispensasi Nikah Akibat Hamil Di

  

Luar Nikah No.0010/Pdt.P/2014/PA.Amb Tentang Dispensasi Nikah di Bawah Umur Akibat Hamil di dalam keadaan terpaksa yaitu tidak adanya orang tua dan wali atau tidak menyatakan

  14 kehendaknya untuk menjadi pemohon perkara dispensasi kawin.

  Dari ketiga penelitian yang telah dikemukakan diatas yang menjadi perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah bahwa peneliti ini menitikberatkan tentang analisis sosiologis terhadap dampak perkawinan akibat dispensasi kawin karena hamil di luar nikah.

F. Metode Penelitian

  Metode penelitian adalah suatu cara atau sistem untuk mengerjakan sesuatu secara sistematik dan metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari proses berfikir,

  15

  analisis berfikir serta mengambil kesimpulan yang tepat dalam suatu penelitian. Jadi metode ini merupakan langkah-langkah dan cara yang sistematis, yang akan ditempuh oleh seseorang dalam suatu penelitian dari awal hingga pengambilan kesimpulan.

  1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitiannya adalah penelitian lapangan (field research), penelitian ini analisa dan pengujian kembali pada semua data atau informasi yang telah dikumpulkan. Dilihat dari sisi pelaksaannya, penelitian secara langsung berinteraksi dengan para pasangan suami istri yang mengajukan permohonan dispensasi kawin karena hamil di luar nikah di Pengadilan Agama Kabupaten 14 Madiun.

  Aulia Ismail, “Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Trenggalek Tentang

Penerapan Dispensasi Kawin Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi (Buku II),”

Skripsi (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2014), viii. 15 Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja

  Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

  2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta. Sebab, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen

  16

  kunci, sedangkan yang lain hanya sebagai penunjang. Kehadiran peneliti merupakan salah satu kewajban yang harus dipenuhi peneliti. Karena dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan partisipator yang harus berperan serta atau ikut andil dalam penelitian tersebut. Dengan kehadiran peneliti, peneliti dapat memahami kasus lebih rinci dengan cara pengumpulan data melalui berhadapan langsung pada obyek yang sedang diteliti. Dengan demikian, hasil penelitian pun dapat dipertanggungjawabkan.

  Lokasi yang akan diteliti oleh peneliti adalah di rumah para pemohon dispensasi kawin yang mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

  4. Sumber Data Dalam penelitian ini, sumber data primer dan sumber data sekunder sebagai 16 berikut: a. Data Primer Sumber data primer adalah informasi secara langsung yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab terhadap pengumpulan dan penyimpanan

  17

  data. Data primer dari penelitian ini adalah informan pertama dan utama yaitu data yang berasal dari sumber asli. Data primer dalam penelitian ini di peroleh dari hasil wawancara dengan 6 pasangan suami istri yang menikah akibat dispensasi kawin yang terdiri dari 4 permohonan dari tahun 2017, 1 permohonan dari tahun 2016, dan 1 permohonan dari tahun 2015.

  b. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data pendukung atau pelengkap dari data primer, data sekunder dari penelitian ini adalah informan tambahan seperti keluarga dari pasangan suami istri maupun dokumen berupa penetapan Pangadilan Agama Kabupaten Madiun tentang perkara dispensasi kawin tersebut.

  Untuk mendapatkan data yang akurat, peneliti akan menempuh atau menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu: a. Metode Wawancara

  Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mewawancarai atau memberikan pertanyaan kepada responden yang berkaitan dengan

  17

  18

  penelitian peneliti. Dalam penelitian ini, interview dilakukan dengan para pasangan suami istri atau keluarga yang mendapatkan dispensasi kawin dari Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

  Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam (in depth

  interview), wawancara mendalam adalah wawancara yang dipergunakan

  untuk memperoleh informasi dari informasi kunci. Peneliti juga menggunakan wawancara semi terstruktur, yang juga sudah termasuk kategori in depth interview yaitu untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dengan langsung dan terbuka yang berhubungan dengan penelitian.

  b. Metode Observasi Yaitu suatu pengamatan, pencatatan yang sistematis dengan fenomena

  19

  penyidikan dengan alat indra. Pengamatan yang dilakukan peneliti secara langsung mengenai fenomena yang berkaitan obyek penelitian diikuti dengan penelitian ini observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap keberlangsungan pasangan keluarga yang mendapatkan dispensasi kawin.

  c. Metode Dokumen Yaitu metode yang dilakukan dengan cara mencari dan mempelajari 18 data-data dari buku-buku, catatan-catatan, transkip, berkas, surat, majalah, 19 Ibid.,148.

  Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi

  20

  surat kabar dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti mencari data permohonan dispensasi kawin dari tahun 2015 sampai tahun 2017 di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun.

  6. Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan data dalam periode tertentu. Menurut

  Miles dan Hubermaan analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu data

  21 reduction, data display dan conclusion drawing.

  a. Data Reduction adalah merangkum, memilih data-data yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya. Artinya data-data umum yang diperoleh selama penelitian di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun. Data-data penelitian dirangkum dan diambil bagian yang pokok supaya dapat memberi gambaran yang jelas, sehingga mempermudah

  22

  b. Data display adalah menyajikan data dalam bentuk uraian singkat atau sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan dan pengambilan tindakan.

  20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 202. 21 Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif dengan Nvivo (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010). 11 22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif dan R&D) (Bandung: c. Conclusion Drawing (penarikan kesimpulan) adalah analisis data untuk terus menerus baik selama maupun sesudah pengumpulan data untuk menarik

  23 kesimpulan yang dapat menggambarkan hal yang terjadi.

  7. Pengecekan Keabsahan Data Adapun Pengecekan keabsahan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan metode triangulasi. Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas

  24 data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sebagai sumber data.

  Dalam penelitian kualitatif, teknik triangulasi dimanfaatkan sebagai pengecekan keabsahan data yang peneliti temukan dari hasil wawancara peneliti dengan informan kunci lainnya, kemudian peneliti mengkonfirmasikan dengan

  25 peneliti di lapangan sehingga kemurnian dan keabsahan data terjamin.

  Triangulasi pada penelitian ini, peneliti gunakan sebagai pemeriksaan melalui sumber lainnya. Dalam pelaksanaannya peneliti melakukan pengecekan data yang berasal dari wawancara dengan beberapa keluarga akibat dispensasi 23 kawin karena hamil di luar nikah. 24 Ibid., 345. 25 Ibid., 330.

  Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif) (Jakarta:

  Setelah metode tersebut terlaksana, maka data-data yang dibutuhkan akan terkumpul. Peneliti diharapkan untuk mengorganisasi dan mensistematisasi data agar siap dijadikan bahan analisis. Teknik triangulasi untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner. Nilai dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin

  26 semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.

G. Sistematika Pembahasan

  Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, penelitian skripsi ini berdasarkan sistematika sebagai berikut: Pada bab pertama ini berisi gambaran umum menurut pola dasar kajian masalah ini. Yang menjelaskan mengenai latar belakang masalah, kemudian merumuskan masalah, Tujuan dan manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penelitian.

  26 BAB II :TINJAUAN TEORETIS TENTANG PERKAWINAN DAN SOSIOLOGIS KELUARGA Pada bab II ini merupakan tinjauan kepustakaan yang menjadi sudut pandang bagi objek penelitian. Yakni: perkawinan yang meliputi tentang pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, syarat dan rukun perkawinan, pengertian dispensasi kawin, dan konsep sosiologis keluarga.

  BAB III : PEMAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini berisi tentang pemaparan data dan hasil penelitian lapangan tentang analisis sosiologis terhadap dampak perkawinan akibat dispensasi kawin karena hamil di luar nikah di wilayah Kabupaten Madiun yang meliputi: gambaran umum wilayah kawin dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga serta konsekuensi atau dampak keluarga ketika perkawinan tersebut akibat dari dispensasi kawin.

  BAB IV : ANALISIS DARI HASIL PENELITIAN Bab ini merupakan inti dari penelitian, yaitu analisis terhadap pemahaman keluarga pemohon dispensasi kawin dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga dan analisis tentang konsekuensi atau dampak keluarga ketika perkawinan tersebut akibat dari dispensasi kawin.

  BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab yang paling akhir dari pembahasan skripsi yang memaparkan kesimpulan dan saran-saran yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan disertakan lampiran-lampiran terhadap penelitian penelitian ini.

BAB II TINJAUAN TEORETIS TENTANG PERKAWINAN DAN SOSIOLOGIS KELUARGA A. Pengertian Perkawinan Dalam literatur fikih yang berbahasa arab, perkawinan atau pernikahan disebut

  dengan dua kata, yaitu nika<h dan zawa>j. Secara arti kata, nikah berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad. Kata-kata tersebut sangat erat sekali dengan kegiatan sehari-hari dari orang arab dan juga banyak terdapat dalam Al-qur’an dan Hadist nabi. Sedangkan kata na-ka-ha banyak terdapat dalam al-qur’an dengan memiliki arti kawin.

27 Seperti surat an-Nisa’ ayat 3:

       27 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan

                           

  Artinya : “Dan jika kamu takut tidak mampu berlaku adil terhadap anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga, empat orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu orang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar

  28 kamu tidak berbuat dzalim. (Q.S. An-Nisa’:3).

  Makna perkawinan itu sendiri di Indonesia dicantumkan dalam pasal 1 Undang- undang perkawinan No.1 tahun 1974 yang berbunyi “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”.

  Ada beberapa hal dari rumusan di atas yang perlu diperhatikan :

  Pertama, digunakannya kata: “seorang pria dengan seorang wanita” mengandung

  arti bahwa perkawinan itu hanyalah antara jenis kelamin yang berbeda. Hal ini menolak perkawinan sesama jenis yang waktu ini telah dilegalkan oleh beberapa Negara Barat.

  Kedua, digunakannya ungkapan “sebagai suami istri” mengandung arti bahwa

  perkawinan itu adalah bertemunya dua jenis kelamin yang berbeda dalam suatu rumah tangga, bukan hanya dalam istilah “hidup bersama”.

  Ketiga, dalam definisi tersebut disebutkan pula tujuan perkawinan, yaitu

  membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, yang menafikan sekaligus 28 perkawinan temporal sebagaimana yang berlaku dalam perkawinan mut’ah dan

  29 perkawinan tahli>l.

  Keempat, pencantuman berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa adalah karena

  Negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama dan kerohanian. Perkawinan juga bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga unsur batin/rohani.

  Adapun pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam

  pasal 2 menyebutkan bahwa “Pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau mi>thaq>an ghali>z}an untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Ungkapan: “akad yang sangat kuat atau mi>thaq>an ghali>z}an” merupakan penjelasan dari ungkapan “ikatan lahir batin” yang terdapat dalam rumusan UU yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan.

  Serta ungkapan “untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” merupakan penjelasan dari ungkapan “berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”

  30

  dalam UU. Hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah.

  Dalam pandangan islam di samping perkawinan itu sebagai ibadah, ia juga merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan 29 30 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia…, 40.

  Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-undangan No. iradat Allah dalam penciptaan ala mini, sedangkan sunnah Rasul berarti suatu tradisi

  31 yang telah ditetapkan oleh rasul untuk dirinya sendiri dan umatnya.

B. Tujuan Perkawinan

  Allah mensyariatkan perkawinan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah. Tujuan perkawinan dalam islam tidak hanya sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yaitu untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Hal ini adalah harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sedangkan sejahtera yaitu terciptanya ketenangan lahir dan batin yang menimbulkan kebahagian.

  Sehingga jika diringkas tujuan melangsungkan perkawinan ada dua yaitu memenuhi naluri dan memenuhi petunjuk agama.

  a. Memelihara Gen Manusia Perkawinan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan regenerasi dari masa ke masa. Dengan perkawinan inilah manusia akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari Allah. Agama memberi jalan hidup manusia agar hidup bahagia di dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat dicapai dengan hidup menjalankan perintah 31

  Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kehidupan keluarga bahagia umumnya ditentukan oleh kehadiran anak-anak yang merupakan buah hati dan belahan jiwa.

  b. Sebagai Tiang Keluarga yang Teguh dan Kokoh Di dalam sebuah perkawinan terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religious. Seseorang akan merasa adanya tali ikatan yang suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia.

  c. Perkawinan sebagai Perisai Diri Sendiri Perkawinan dapat menjaga diri manusia dan menjauhkan dari pelanggaran- pelanggaran yang diharamkan dalam agama. Karena perkawinan memperbolehkan masing-masing pasangan melakukan hajat biologisnya secara halal dan mubah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 24:

             

  Artinya : “Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk

  

32

berzina”. (Q.S. An-Nisa’:24).

  d. Melawan Hawa Nafsu Sebuah perkawinan juga mampu menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka. Perkawinan juga melatih kesabaran terhadap

  32 akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama.

  e. Membangun Rumah Tangga dalam Rangka Membentuk Masyarakat yang Sejahtera berdasarkan Cinta dan Kasih Sayang.

  Suatu kenyataan bahwa manusia di dunia tidaklah berdiri sendiri melainkan bermasyarakat yang terdiri dari unit-unit yang terkecil yaitu keluarga yang terbentuk melalui perkawinan. Dalam hidupnya, manusia memerlukan ketenangan dan ketentraman hidup. Ketenangan dan ketentraman untuk mencapai kebahagian, kebahagiaan masyarakat dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan ketentramaan anggota keluarganya.

  Ketenangan dan ketentramaan keluarga tergantung dari keberhasilan pembinaan yang harmonis antara suami istri dalam satu rumah tangga. Keharmonisan diciptakan oleh adanya kesadaran anggota keluarga dalam menggunakan hak dan pemenuhan kewajiban. Allah SWT menjadikan unit keluarga yang dibina dengan perkawinan mengembangkan cinta dan kasih sayang sesama anggotanya.

  f. Latihan Memikul Tanggungjawab Apabila perkawinan dilakukan untuk mengatur fitrah manusia, dan mewujudkan bagi manusia itu kekekalan hidup yang diinginkan nalurinya (tabiatnya), maka faktor yang tidak kalah pentingnya dalam perkawinan itu telah menumbuhkan rasa tanggungjawab. Hal ini berarti, bahwa perkawinan adalah merupakan pelajaran dan latihan praktis bagi pemikulan tanggungjawab itu dan pelaksana segala kewajiban

  33 yang timbul dari pertanggungjawaban tersebut.

C. Syarat dan Rukun Perkawinan

  Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk menghasilkan keturunan, berkembang-biak, dan kelestarian hidupnya.

  Sebagaimana Firman Allah SWT surat An-Nisa ayat 1:

                                

  Artinya : “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah SWT memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”.

  34

  (Q.S. An-Nisa:1) Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina dengan anarki dan tidak ada suatu aturan. Karena itulah perkawinan yang mempunyai nilai yang luhur dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan

  33 34 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam (Jakarta: Siraja, 2003), 19.

  rahmah perlu adanya syarat dan rukun perkawinan dan syarat perkawinan ini melekat pada rukun dari perkawinan.

  Para ulama sepakat bahwa yang harus ada dalam rukun perkawinan itu adalah akad perkawinan, calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, wali dari mempelai perempuan, saksi yang menyaksikan akad perkawinan, dan mahar atau maskawin dan

  35 itu merupakan rukun dari perkawinan.