Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu Dalam Film Silenced (Analisis Semiotika Roland Barthes) - FISIP Untirta Repository

  

Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu

Dalam Film Silenced

(Analisis Semiotika Roland Barthes)

  SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

  Komunikasi Pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi Oleh :

  Fitriani Nur Magfiroh NIM 6662131384

  

Konsentrasi Jurnalistik

Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  

Banten

2017

  

MOTTO

لصو بردلا ىلعراس نم

  

Siapa Yang Berjalan Di Jalannya Akan Sampai Ke Tujuan

PERSEMBAHAN

UNTUK KEDUA ORANG TUA YANG TELAH MEMBERIKAN DUKUNGAN SETIAP SAAT

  

ABSTRAK

Fitriani Nur Maghfiroh, 6662131384/2017. SKRIPSI. Representasi

Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu Dalam Film Silenced (Analisis

Semiotika Roland Barthes). Pembimbing I: Dr. Rahmi Winangsih, M.Si.;

Pembimbing II: Teguh Iman Prasetya, SE., M.Si.

  Pada saat ini fenomena kekerasan yang kerap kali terjadi adalah kekerasan seksual pada anak Difabel. Hal ini disebabkan karena pelaku melihat bahwa anak-anak Difabel adalah korban yang polos dan lemah, sehingga mudah bagi pelaku untuk membuat perbuatan yang tidak senonoh kepada korbannya. Kekuatan yang dimiliki pelaku tidaklah sebanding dengan kekuatan korbannya yang merupakan anak-anak. Kisah memilukan ini menggugah Gong Ji Young untuk mengangkat kisah kekerasan seksual pada anak tuna rungu ini menjadi sebuah novel yang kemudian memfilmkannya. Film merepresentasikan realitas dari kehidupan masyarakat. Film dapat menggambarkan sebagai dimensi kehidupan dimasyarakat termasuk representasi kekerasan seksual dalam film Silenced. Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana suatu film menampilkan tindak kekerasan seksual serta memahami makna denotasi, konotasi, dan mitos. Penelitian ini berdasarkan pada teori Semiotika Roland Barthes. Roland Barthes menganalisis menggunakan 3 tahapan yaitu Denotasi,Konotasi dan Mitos. Makna denotasi dimengerti sebagai makna harfiah atau makna yang sesungguhnya. Sedangkan makna konotasi adalah makna yang tersembunyi atau implisit yang terdapat pada film tersebut. Dan makna mitos adalah makna pembenaran bagi suatu nilai dominan yang berlaku pada satu periode. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis semiotika. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu film Silenced sebagai objek penelitian yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukan kekerasan seksual pada anak tuna rungu ini diperlihatkan dalam film Silenced yang kemudian menghasilkan tiga tahapan yaitu Denotasi, Konotasi, dan Mitos.

  Kekerasan Seksual, Pedofilia, Film, Semiotika Roland Barthes

  

ABSTRACT

Fitriani Nur Maghfiroh, 6662131384/2017. THESIS. Representation of Sexual

Violence in Children with Deaf on Silenced (Analysis Semiotic of Roland

Barthes). University-level Instructor I: Dr. Rahmi Winangsih, M.Si .;

University-level Instructor II: Teguh Iman Prasetya, SE., M.Si.

  

At this time the phenomenon of violence that often happens is sexual violence in

children with Disable. This is because the offender sees that children with

disabilities are innocent and weak victims, making it easy for the offender to make

indecent acts to the victim. The power of the offender is not proportional to the

strength of the victim who is a child. This heartbreaking story urges Gong Ji

Young to raise the story of sexual violence in this deaf child into a novel that later

filmed it. Film represents the reality of people's lives. The film can describe as a

dimension of life in the community including the representation of sexual violence

in Silenced films. Therefore the purpose of this study is to understand how a film

displays sexual violence and to understand the meaning of denotation,

connotation, and myth. This research is based on Roland Barthes Semiotics

theory. Roland Barthes analyzed using 3 stages of Denotation, Connotation and

Myth. The meaning of denotation is understood as a literal meaning or a real

meaning. While the meaning of connotation is the hidden or implicit meaning

contained in the film. And the meaning of myth is the meaning of justification for a

dominant value that prevails in one period. The research method used is

qualitative with semiotic analysis. The unit of analysis used in this research is

Silenced film as research object studied. The results of this study show that sexual

violence in deaf children is shown in the film Silenced which then produce three

stages of Denotasi, Konotasi, and Myth Keywords: Sexual Violence, Pedophilia, Film, Semiotics Roland Barthes

KATA PENGANTAR

  Alhamdulilah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayanya, serta nikmat sehat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu ( S1 ) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sulan Ageng Tirtayasa. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak

  Tuna Rungu Dalam Film Silenced (Analisis Semiotika Roland Barthes)

  Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini memiliki banyak tantangan dalam proses penyelesaianya. Namun, berhak bantuan, motivasi serta mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide maupun pemikiran. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Bapak Dr. Agus Sjafari M.Si, selaku dekan fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  2. Dr. Rahmi Winangsih.,M.Si Selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  3. Bapak Darwis Sagita.,M.I.Kom selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  4. Dr. Rahmi Winangsih.,M.Si selaku Dosen Pembimbing I Skripsi terima kasih telah memberikan bimbingan dengan baik serta memberikan arahan dalam penyusunan skripsi

  5. Bapak Teguh Iman P, M.Si selaku Dosen Pembimbing II dan dosen pembimbing akademik Skripsi terima kasih telah memberikan bimbingan dengan baik serta memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.

  6. Ibu Uliviana Restu H, M,I.Kom sebagai ketua penguji siding, Bapak Ari Pandu Witantra, S.Sos, M.I.Kom selaku dosen penguji satu sidang akhir dan bapak Teguh Iman Prasetya M.Si selaku dosen penguji kedua. Terimakasih atas bimbingan yang diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini.

  7. Seluruh staff dan pegawai yang ramah di program studi ilmu komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  8. Kedua orang tua yang tidak pernah luput memberikan doa, motivasi dan semangat, sehingga penulis selalu semangat dan berusaha yang sebaik mungkin dalam kuliah dan menimba ilmu di kampus.

  9. Sumanto yang sudah membantu menyempurnakan skripsi ini. Serta senantiasa memberikan pertolongan dikala genting.

  10. Sahabat terbaik dan seperjuangan, Tri, Gadis Neka, Nila Nurmala, Novi Puteri dan Tedi Wiranata, teman seperjuangan yang selalu menyadarkan untuk mengerjakan skripsi.

  11. Squad kosan tercinta, Eva Kemala dan Restu, Terima kasih sudah selalu meminjamkan laptop kalian, direpotkan dalam segala kondisi, kalian selalu ada. Terimakasih.

  12. Keluarga PSM Gita Tirtayasa. Seperjuangan yang menemani sampai skripsi ini terselesaikan, Annisa muslimah, Aan Burhanudin, kakak tersayang, Larusi, Alan, Banda Niji, yang sangat cerewet mengingatkan untuk mengerjakan skripsi. Adik tercinta yang sangat saya cintai kehadirannya, Alenta Humaira, Tuti Alawiyah, Azizah, Mutiara Gandasari, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

  13. Andini Ludviana dan Eci puspita, sahabat yang selalu memberi hiburan.

  14. Seluruh teman seperjuanganku angkatan 2013 Program Studi Ilmu Komunikasi Untirta yang selalu memberikan semangat.

  Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin allahummaamin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnan, oleh karena itu kritik saran sangat penulis harapkan demi perbaikan- perbaikan kedepan. Amin YaaRabbal’Alamiin.

  Serang, 20 Desember 2017 Penulis

  DAFTAR ISI PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACK KATA PENGANTAR .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

  

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

  1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

  1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 10

  1.3 IdentifikasiMasalah ...................................................................... 10

  1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................... 11

  1.5 Manfaat Penelitian........................................................................ 11

  1.5.1 Manfaat Praktis ...................................................................... 11

  2.5.2 Pengaruh Pendengaran Pada Perkembangan Bicara dan Bahasa ................................................................................................ 26

  2.8 Film ............................................................................................... 37

  2.7 Sanksi Pedofil ................................................................................ 35

  2.6 Pedofil ........................................................................................... 32

  2.5.6 Perkembangan Perilaku Anak Tunarungu ............................. 30

  2.5.5 Perkembangan Sosial Anak Tunarungu ................................. 29

  2.5.4 Perkembangan Emosi Anak Tunarungu................................. 28

  2.5.3 Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu ............................. 27

  2.5.1 Klasifikasi Tuna Rungu.......................................................... 24

  1.5.2 Manfaat Akademis ................................................................. 12

  2.5 Tuna Rungu ................................................................................... 23

  2.4 Kekerasan Seksual Pada Anak ...................................................... 18

  2.3 Representasi .................................................................................. 16

  2.2.1 Komunikasi Massa ................................................................. 15

  2.2 Komunikasi ................................................................................... 13

  2.1 KerangkaTeori ............................................................................... 13

  

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13

  1.5.3 Manfaat Teoritis ..................................................................... 12

  2.9 Silenced ......................................................................................... 42

  2.10 Tinjauan Semiotika ....................................................................... 46

  2.11 Model semiotika Roland Barthes .................................................. 48

  2.12 Kerangka Berfikir .......................................................................... 55

  2.13 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 59

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 68

  3.1 Paradigma Penelitian ..................................................................... 68

  3.2 Pendekatan Penelitian ................................................................... 73

  3.3 Teknik Analisis Semiotika Roland Barthes .................................. 74

  3.4 Objek Penelitian ............................................................................ 76

  3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 77

  3.5.1 Observasi ................................................................................ 78

  3.5.2 Studi Pustaka .......................................................................... 78

  3.6 Unit Analisis .................................................................................. 78

  3.7 Instrumen penelitian ...................................................................... 81

  3.8 Jadual Penelitian ............................................................................ 82

  

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 83

  4.1 Deskripsi Subjek Penelitian .......................................................... 83

  4.1.1 Prodi Film ............................................................................ 83

  4.1.2 Penokohan Dalam Film ....................................................... 84

  4.1.3 Sinopsis ................................................................................ 86

  4.2 Analisis Tanda Makna Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu Dalam Film Silenced ..................................................................... 90

  4.3 Analisis Semiotika......................................................................... 107

  4.3.1 Denotasi ............................................................................... 107

  4.3.2 Konotasi .............................................................................. 109

  4.3.3 Mitos .................................................................................... 112

  4.4 Silenced Sarana Merepresentasikan Makna Kekerasan Seksual pada Anak .............................................................................................. 115

  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 130

  5.1 Kesimpulan.................................................................................... 130

  5.2 Saran .............................................................................................. 131 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 133 LAMPIRAN ..................................................................................................... 137 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 139

  DAFTAR TABEL

Table 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 59Tabel 3.1 Unit Analisis ......................................................................................... 73Tabel 3.2 Jadual Penelitian ................................................................................... 76Tabel 4.1 Scene 1 Ruang Kepala Sekolah ............................................................ 84Tabel 4.2 Scene 2 Toilet Sekolah .......................................................................... 87Tabel 4.3 Scene 3 Ruang Kepala Sekolah ............................................................ 89Tabel 4.4 Scene 4 Ruang Kepala Sekolah ............................................................ 91Tabel 4.5 Scene 5 Rumah Pak Bo Hyeon ............................................................. 94Table 4.6 Scene 6 Sekolah .................................................................................... 96Tabel 4.7 Scene 7 Rumah Pak Bo Hyeon ............................................................. 99

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Signifikansi Dua Tahap Roland Barthes ........................................... 45Gambar 2.2 Peta tanda Roland Barthes ................................................................ 50Gambar 2.3 Kerangka Berfikir .............................................................................. 53Gambar 3.1 Poster film Silenced .......................................................................... 71

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sebuah data terbaru yang dikeluarkan Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa- bangsa (UNICEF) mengenai kondisi anak-anak sedunia yang berlangsung saat ini, sangatlah mengejutkan. Anak mulai dari usia 12 bulan mengalami kekerasan, bahkan oleh orang yang dipercaya untuk menjaga mereka.

  “Bahaya terhadap anak-anak di dunia benar-benar mengkhawatirkan, bayi ditampar di wajah; anak perempuan dan lelaki dipaksa melakukan tindakan seksual; remaja dibunuh di lingkungan tempat tinggal mereka

  • – kekerasan terhadap anak tidak memandang siapa pun dan tidak mengenal batas,” sebut Kepala Perlindungan Anak UNICEF Cornelius Williams, dalam rilis UNICEF, 1 November 2017.

  Laporan berjudul “A Familiar Face: Violence in the lives of children and

  

adolescents” menggunakan data terkini untuk menunjukkan bahwa anak-anak

  mengalami kekerasan di berbagai tahapan masa kanak-kanak dan di semua situasi, seperti:  Kekerasan terhadap anak-anak di rumah: Tiga perempat dari anak-anak berusia 2-4 tahun di dunia, atau sekitar 300 juta anak- mengalami kekerasan psikologis dan/atau hukuman fisik oleh pengasuh mereka di rumah. Sekitar 6 mengalami disiplin dengan kekerasan. Hampir seperempat anak berusia satu tahun diguncang secara fisik sebagai hukuman dan hampir 1 dari 10 anak dipukul atau ditampar di wajah, kepala atau telinga. Di seluruh dunia, 1 dari 4 anak berumur dibawah lima tahun

  • – atau 176 juta anak – tinggal dengan ibu yang menjadi korban kekerasan oleh pasangan intim mereka.

   Kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan lelaki: Di seluruh dunia, sekitar 15 juta perempuan remaja berusia 15 hingga 19 tahun mengalami pemaksaan hubungan seksual atau pemaksaan tindakan seksual lainnya di rentang hidup mereka. Hanya 1 persen remaja perempuan yang mengalami kekerasan seksual mengatakan mereka mencari bantuan profesional. Dari data 28 negara, 90 persen remaja perempuan yang pernah mengalami pemaksaan seksual, mengatakan pelaku insiden pertama adalah orang yang mereka kenal. Data dari enam negara mengungkapkan kawan, teman sekelas dan pasangan adalah orang yang paling sering disebut sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap remaja lelaki.

  Kematian akibat kekerasan di kalangan remaja: Secara global, setiap 7 menit seorang remaja perempuan meninggal karena aksi kekerasan.Di Amerika Serikat, anak lelaki kulit hitam non-Hispanik berusia 10 hingga 19 tahun, 19 kali lebih cenderung dibunuh dibandingkan anak lelaki berkulit putih non-Hispanik di usia yang sama. Jika tingkat pembunuhan di kalangan remaja lelaki kulit hitam non-Hispanik diterapkan secara nasional, Amerika Serikat akan menjadi satu dari 10 negara paling remaja lelaki kulit hitam di Amerika Serikat sama dengan risiko meninggal dunia akibat kekerasan kolektif pada remaja lelaki di Sudan Selatan yang porak poranda akibat perang. Amerika Latin dan Karibia adalah satu-satunya wilayah dimana tingkat pembunuhan remaja naik; hampir separuh dari total pembunuhan di kalangan remaja terjadi di wilayah ini pada 2015.

  Kekerasan di sekolah: Separuh anak usia sekolah

  • – atau 732 juta – tinggal di negara dimana hukuman fisik di sekolah tidak dilarang.Tiga perempat penembakan di sekolah dalam 25 tahun terakhir terjadi di Amerika Serikat. UNICEF memprioritaskan upaya untuk mengakhiri kekerasan di semua program, termasuk mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan layanan untuk anak-anak yang terdampak kekerasan, membuat kebijakan dan legislasi yang melindungi anak-anak, dan membantu masyarakat, orang tua dan anak untuk mencegah kekerasan melalui program praktis seperti kursus pengasuhan anak dan tindakan-tindakan untuk melawan kekerasan domestik.

  Kekerasan seksual bukan hanya kekerasan yang dilakukan saat berhubungan seksual saja. Akan tetapi banyak sekali bentuk-bentuk tindakan yang dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual. Beberapa diantaranya adalah perkosaan dan juga pelecehan seksual. Hal tersebut digolongkan ke dalam kekerasan seksual karena adanya paksaan untuk melakukan kegiatan seksual yang tidak dikehendaki oleh korban. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun

  Fenomena kekerasan yang kerap kali terjadi adalah kekerasan seksual pada anak Difabel. Hal ini disebabkan karena pelaku melihat bahwa anak-anak Difabel adalah korban yang polos dan lemah, sehingga mudah bagi pelaku untuk membuat perbuatan yang tidak senonoh kepada korbannya. Kekuatan yang dimiliki pelaku tidaklah sebanding dengan kekuatan korbannya yang merupakan anak-anak. Kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang terdekat, yang dipercayai sepenuhnya oleh anak. Oleh karena itu, banyak sekali kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah mereka.

  Sebenarnya istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Namun cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanent). Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Sementara anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan, dsb.

  Pemberitaan mengenai kekerasan seksual pada anak anak di media cetak maupun elektronik akhir-akhir ini makin sering terlihat, baik yang terjadi dikalangan berbagai bentuk tindak kekerasan diberbagai tempat semakin terbuka. Permasalahan social seperti kekerasan ini seringkali menyita perhatian para sineas dalam maupun luar negeri untuk mengangkatnya menjadi karya seperti novel atau film.

  Film juga berkembang menjadi media komunikasi yang ampuh. Berbagai macam pesan dapat tersaji dengan baik di dalam sebuah film. Film dapat membawa dampak bagi penikmatnya, dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif, tergantung bagaimana cara penonton menyerap dan menonton sebuah film. Selain dianggap sebagai refleksi dari kehidupan, film juga dianggap sebagai media yang baik untuk merepresentasikan realitas kehidupan masyarakat. Realitas kehidupan masyarakat sangatlah banyak dan beragam.

  Film bisa membuat orang tertahan, setidaknya mereka menontonnya lebih intens ketimbang media massa lainnya seperti televisi, radio, koran, dsb (John Vivian, 2008: 159). Film terdiri dari berbagai genre yang berfungsi untuk memudahkan orang untuk memilih film yang ingin mereka tonton. Beberapa genre film diantaranya sebagai berikut; drama, komedi, aksi, horor, fantasi, fiksi ilmiah, dan masih banyak lagi genre-genre film yang merupakan turunan dari genre yang telah disebutkan diatas. Para pebisnis film berlomba-lomba untuk membuat film yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan penonton, mulai dari cerita fiksi sampai dengan mengangkat kisah nyata.

  Kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi pada anak berkebutuhan khusus sekolah tuna rungu di Gwangju

  • –Korea Selatan pada tahun 2005. Kasus ini sangat tragis karena korban dari kekerasan seksual itu adalah anak-anak berkebutuhan khusus dan pelakunya adalah kepala sekolah dan juga guru -guru di sekolah tersebut. Anak-anak berkebutuhan khusus yang menjadi korban kekerasan seksual ini tidak bisa membela diri mereka sendiri karena mereka mempunyai kekurangan, dan yang lebih tragisnya lagi adalah penduduk dan kepolisian setempat seolah menutup mata mengenai tindakan yang tidak berkeprimanusiaan yang terjadi di dalam sekolah tersebut. Bahkan ana k-anak yang mencoba melaporkan hal tersebut ke kepolisian setempat akan dipulangkan kembali ke sekolah tanpa kasus mereka di proses oleh polisi. Ketika dikembalikan ke sekolah, anak-anak itu akan menerima pukulan dan hukuman dari para guru.

  Anak-anak berkebutuhan khusus yang menjadi korban kekerasan seksual dilakukan dengan tidak manusiawi karena para pelaku melihat dari beberapa faktor sehingga memberikan mereka kesempatan untuk “melukai‟ anak -anak itu. Beberapa faktor di antaranya yang pertama sudah pasti karena anak-anak ini memiliki kesulitan untuk berinteraksi dan berkomunikasi, faktor selanjutnya adalah para korban sudah tidak memiliki orang tua ataupun dengan sengaja di terlantarkan oleh orang tuanya, dan faktor yang terakhir adalah anak-anak ini hidup dibawah garis kemiskinan. Kasus mengenai Sekolah Inhwa ini terungkap pada tahun 2005 ketika seorang guru memberitahukan hal tersebut pada kelompok hak asasi manusia. Atas tindakannya itu, guru tersebut dipecat. Polisi memulai penyelidikan empat bulan kemudian, nasional. Pemerintah Gwangju dan pihak sekolah melemparkan kasus tersebut bolak - balik. Lalu para siswa dan orang tua melancarkan aksi mereka selama delapan bulan dengan duduk di depan kantor pemerintah Gwangju untuk menyerukan keadilan.

  Novel bestseller yang ditulis oleh penulis ternama Korea Selatan, yaitu Gong Ji Young pada tahun 2009 yang diberi judul Dogani atau dalam bahasa Inggris disebut The Crucible ataupun Silenced. Pada tahun 2011, novel tersebut dijadikan film dengan judul yang sama. Selain novel dan Film Silenced, novel lainnya yang juga mengangkat tema kekerasan seksual adalah Novel Sheila. Novel ini bercerita tentang kekerasan dan kekerasan seksual yang juga terjadi pada anak berkebutuhan khusus. Lalu muncul juga film yang berjudul Cairo 678 yang bercerita tentang tiga perempuan Mesir yang masing-masing mempunyai kepribadian yang berbeda, namun mereka sama-sama mengalami pelecehan seksual di jalan. Film ini mengangkat realitas yang sering dialami oleh perempuan -perempuan Mesir.

  Pada minggu awal pemutarannya, film ini sukses ditonton oleh satu juta penduduk Korea Selatan. Sampai dengan akhir penayangannya, film ini telah ditonton oleh 4.4 juta orang, yang berarti hampir 10% populasi di Korea melihat film ini (www.nytimes.com). “On Monday, President Lee Myung-bak and many of his staff had a special screening of the movie at the presidential office, Cheong Wa Dae (Senin, Presiden Lee Myung-bak dan para stafnya mengadakan pemutaran khusus film tersebut di kantor kepresidenan, Cheong Wa Dae).” Hal tersebut dilakukan untuk Tapi apa yang lebih penting adalah mengubah kesadaran sosial masyarakat (Dikutip dari Wall Street Journal Blogs www.blogs.wsj.com/korearealtime/2011/10/05) Kasus kekerasan seksual terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut memang benar-benar membuat Korea Selatan seperti dihantam badai besar. Bahkan setelah dua bulan Film Silenced selesai diputar, portal berita online Korea Times memberitakan bahwa sekolah tuna rungu tersebut resmi ditutup pada November 2011. Sebanyak 57 siswa dari sekolah tersebut dipindahkan ke sekolah lain di daerah sekitarnya. Tidak hanya itu saja, pada salah satu portal internet Korea Selatan, Daum, lebih dari 44 .000 orang menandatangani petisi web menyerukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kasus tersebut.

  Film Silenced ini berhasil menarik perhatian masyarakat Korea Selatan dan juga portal berita online Internasional seperti, Reuters dengan headline

  “South Korea Writer Hopes Hit Fi lm Brings Legal Changes”, The Economist dengan

headline “Silent for too long”, The Wall Street Journal menulis dua berita dengan

judul “Unsettling, Dogani “Revisits School Horror” dan “Dogani Shockwaves

Reach Parliament, President”, Jezebel dengan judul “South Korean Sex Crime

Movie Highlights Nations Anger” dan terakhir The New York Times dengan

  headline “Film Underscores Koreans‟ Growing Anger Over Sex Crimes”. Bahkan dalam pemberitaannya, The New York Times juga menulis bahwa jumlah kejahatan seksual terhadap anak berkebutuhan khusus yang dilaporkan ke polisi adalah melaporkan kejahatan seksual kepada pihak kepolisian karena takut dipermalukan oleh lingkungan sekitarnya.

  Alasan dipilihnya film Silenced untuk diteliti dengan merepresentasikan kekerasan seksual yang terkandung didalamnya adalah sebagai berikut. Pertama, film ini berdasarkan pada kisah nyata yang terjadi di Gwangju, Korea Selatan. Sehingga memiliki akurasi data faktual dan merupakan cermin realitas sosial di Korea Selatan.

  Kedua, scene dalam film ini menunjukkan secara gamblang perlakuan kekerasan seksual yang terjadi pada anak tuna rungu di sekolah tersebut.

  Untuk mengakhiri kekerasan pada anak, UNICEF menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengambil tindakan dan mendukung panduan INSPIRE yang telah disepakati dan dipromosikan oleh WHO, UNICEF dan Kemitraan Global untuk Mengakhiri Kekerasan Terhadap Anak, seperti, Mengadopsi rencana aksi nasional terkoordinir untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak, memasukkan pendidikan, kesejahteraan social, sistem peradilan dan kesehatan, serta masyarakat dan anak-anak itu sendiri.

  Mengubah perilaku orang dewasa dan merespon faktor-faktor yang berkontribusi pada kekerasan terhadap anak, termasuk ketidaksetaraan ekonomi dan sosial, norma-norma sosial dan budaya yang mendukung kekerasan, kebijakan dan legislasi yang tidak memadai, layanan yang tidak mencukupi untuk korban, dan investasi terbatas dalam sistem yang efektif untuk mencegah dan merespon kekerasan, mengurangi ketidaksetaraan, dan membatasi akses terhadap senjata api dan senjata lainnya. Membangun sistem pelayanan sosial dan melatih pekerja sosial untuk memberikan rujukan, konseling dan layanan terapeutik untuk anak-anak yang telah mengalami kekerasan

  Mendidik anak-anak, orang tua, guru, dan anggota masyarakat untuk mengenali kekerasan dalam segala bentuknya dan memberdayakan mereka untuk berbicara dan melaporkan kekerasan dengan aman.Mengumpulkan data terpilah yang lebih baik mengenai kekerasan terhadap anak-anak dan melacak kemajuan melalui pemantauan dan evaluasi yang kuat.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin meneliti “Bagaimanakah Representasi kekerasan seksual terhadap anak tuna rungu dalam film Silenced.

  1.3 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana makna denotasi mengenai bentuk kekerasan seksual

  terhadap anak tuna rungu yang terdapat dalam film Silenced? 2. Bagaimana makna konotasi mengenai bentuk kekerasan seksual

3. Bagaimana makna mitos kekerasan seksual terhadap anak tuna

  rungu yang terdapat dalam film Silenced?

1.4 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam skripsi ini adalah untuk:

  1. Mengetahui makna denotasi mengenai bentuk kekerasan seksual

  terhadap anak tuna rungu yang terdapat dalam film Silenced 2. Mengetahui makna konotasi mengenai bentuk kekerasan seksual terhadap anak tuna rungu yang terdapat dalam film Silenced

  3. Mengetahui makna mitos kekerasan seksual terhadap anak tuna

  rungu yang terdapat dalam film Silenced?

1.5 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang ingin dicapai peneliti dalam skripsi ini adalah:

1.5.1 Manfaat Praktis

  Manfaat Praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi terutama mengenai representasi adegan seksual yang disajikan dalam Film Silenced. Melalui penelitian ini, peneliti berharap masyarakat terhadap anak yang sedang mewabah. Terutama terhadap anak anak yang memiliki keterbelakngan mental.

  1.5.2 Manfaat Akademis

  Penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah di bidang kajian ilmu komunikasi mengenai representasi film Silenced menggunakan analisis semiotika Roland Barthes dalam kajian komunikasi massa.

  1.5.3 Manfaat Teoritis

  Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui representasi kekerasan seksual pada film. Hasil penelitian diharapkan berguna bagi pengembangan kajian penelitian komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi. Kemudian, Hasil penelitian diharapkan mampu memperkaya pustaka referensi didunia komunikasi khususnya dalam film.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

  2.1 Kerangka Teori

  Kerlinger menjabarkan, pengertian teori sebagai suatu himpunan Constuct (konsep) defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Adapun teori-teori yang relevan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  2.2 Komunikasi

  Menurut Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi, Komunikasi M assa dapat diartikan “sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima serentak dan sesaat.

  Sementara menurut Harold Lasswell, cara yang baik menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut:

  “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”

  Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari pertanyaan diajukan itu, yakni:

  1. Komunikator, Nama lain dari sumber adalah sender, communicator, speaker, encoder atau. Merupakan pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber bisa saja berupa individu, kelompok, organisasi, perusahan bahkan negara.

  2. Pesan, Merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber.

  Menurut Rudolph F. Verderber, pesan terdiri dari 3 komponen yaitu makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna dan bentuk atau organisasi pesan.

  3. Media, Merupakan alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran pun merujuk pada bentuk pesan dan cara penyajian pesan.

  4. Komunikan, Nama lain dari penerima adalah destination,

  communicate, decoder, audience, listener dan interpreter dimana penerima merupakan orang yang menerima pesan dari sumber.

  5. Efek, Merupakan apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut. Jika kita berbicara mengenai definisi komunikasi, diantara banyaknya definisi komunikasi tidak ada yang benar ataupun yang salah. Dari masing-masing definisi mempunyai prespektif masing-masing yang tujuannya sama yaitu bagaimana konteks yang dibicarakan mengenai apa yang dikomunikasikan, dan adanya si pengirim dan si penerima untuk

2.2.1 Komunikasi Massa

  Menurut Effendy, Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai Sirkulasi yang luas, radio, dan televisi yang siarannya ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung- gedung bioskop. Menurut Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winangsih dalam buku Komunikasi antar Manusia, Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, meliputi surat kabar mempunyai sirkulasi luas, siaran radio dan televisi ditujukan kepada umum dan film dipertunjukan di gedung-gedung bioskop.

  Menurut Gerbner dalam (Rakhmat, 2009: 188) menyatakan bahwa komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Sedangkan menurut Rakhmat (Rakhmat, 2009: 189) komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

  Komunikasi Massa menurut para ahli adalah komunikasi melalui media Massa. Sedangkan komunikasi Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology: An Introduction to the study of communication. Menyatakan bahwa komunikasi Massa:

  First, mass communication is communication addressed to the masses, to an large audience. This does not mean that the audience includes all people or that is large and generally rather poorly difined. Second, mass communication is communication is perhaps most easily and most logically defined by it form: Televison, radio, news, paper, magazine, film, books and tapes.

  Pertama, Komunikasi Massa adalah komunikasi yang ditujukan pada Massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti khalayak meliput seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar pada umumnya agar sukar di definisikan.

  Kedua, komunikasi Massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual komunikasi.

  Barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila di definisikan menurut bentuknya: televisi, radio, majalah, film, buku dan pita.

2.3 Representasi

  Representasi adalah bagaimana dunia ini dikonstruksikan dan direpresentasikan secara social kepada dan oleh kita (Baker, 2000:8).

  Representasi secara defnisi lain adalah proses merekam ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik. Representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia itu sendiri yang juga terus bergerak dan berubah (Wibowo, 2011:122- 123).

  Istilah representasi merupakan penggambaran kelompok kelompok dan institusional social. Penggambaran itu tidak hanyaberkenaan dengan tampilan fisik dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (atau nilai) dibalik tampilan fisik. Tampilan fisik representasi adalah suatu jubah yang menyembunyikan bentuk makna sesungguhnya dibalik yang ada dibaliknya (Burton, 2007:41-42).

  Representasi merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Dalam kajian semiotika istilah representasi menjadi suatu hal yang sangat penting. Semiotika bekerja dengan menggunakan tanda (gambar, bunyi, dll) untuk menggabungkan, menggambarkan, memotret dan mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2010:24).

  Representasi merupakan bentuk konkret (petanda) yang berasal dari konsep abstrak. Beberapa diantaranya dangkal atau tidak kontroversional. Akan tetapi, beberapa representasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan budaya dan politik. Karena representasi tidak terhindar untuk terlibat dalam proses seleksi sehingga beberapa tanda tertentu lebih istimewa dari pada dalam media berita, film atau bahkan, dalam percakapan sehari hari (Hartley, 2009: 256-257).

2.4 Kekerasan Seksual Pada Anak Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.

  Menurut WHO: “Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.”

  Pengertian kekerasan seksual sebenarnya belum ada atau belum di dibakukan dalam kamus bahasa Indonesia, menurut Achie Sudiarti Luhulima pengertian kekerasan seksual adalah kejahatan yang berkaitan dengan perkelaminan atau eksualitas dan lebih khusus lagi yang berkaitan dengan seksualitas laki-laki dan perempuan (Luhulima, 2000:57)

  Berapa literatur asing dapat ditemukan “Sexsual Violence” yang terjemahannya adalah kejahatan atau kekerasan seksual pada umumnya diartikan sebagai perbuatan pidana yang berkaitan dengan seksualitas atau perkawinan yang dapat di lakukan terhadap laki-laki atau perempuan. Kejahatan seksual dapat berupa pelecehan seksual, kekerasan seksual dan pelanggaran seksual (Susilawati, 2001:22).

  Anak yang pernah mengalami pelecehan seksual dalam bentuk apapun pada umumnya merasa ketakutan untuk menceritakan pengalamannya. Oleh karena itu, setiap orangtua harus bisa peka dan mengenali dengan baik setiap gerak-gerik anak yang tidak tampak seperti biasanya. Berikut adalah tanda-tanda kekerasan seksual pada anak yang harus Anda perhatikan dan waspadai.

  Kekerasan seksual dapat berupa kekerasan fisik maupun non fisik. Berikut contoh kekerasan seksual secara fisik maupun non fisik.

  Pelecehan seksual tidak hanya hadir dalam bentuk perkosaan. Itu mungkin sebabnya banyak orangtua yang tidak menyadari tanda-tanda yang ditunjukkan anak.

   Kekerasan Fisik Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban Kasus physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%). Kekerasan biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbuBlkan luka dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal.

  Kekerasan seksual pada anak secara fisik:

Dokumen yang terkait

Representasi Feminisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Feminisme Dalam Film “Sex And The City 2 (2010)”)

36 244 145

Representasi Makna Wanita Korban Kekerasan Seksual Suami Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Makna Wanita Korban Kekerasan Seksual Suami Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita)

2 12 1

Representasi Makna Persahabatan Dalam Film 3 Idiots (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Makna Persahabatan Dalam Film 3 Idiots)

9 68 1

Representasi Singularitas Teknologi Dalam Film Transcendence (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Singularitas Teknologi Dalam Film Transcendence)

1 12 17

Representasi Solidaritas Pecinta Alam Dalam Film Pencarian Terakhir (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Solidaritas Pencinta Alam Dalam Film Pencarian Terakhir Karya Affandi Abdul Rachman)

0 3 13

Representasi Kekerasan dalam Film Crows Zero (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Kekerasan dalam Film Crows Zero)

2 24 1

Representasi Hedonisme Dalam Film Confessions Of A Shopaholic (Analisis Semiotika Roland Mengenai representasi Hedonisme Dalam Film Confenssions Of A Shopaholic Karya P.J Hogan)

10 75 96

Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter)

4 32 98

Pesan Moral dalam Film Dokumenter Nasional SM 3T “Pengabdian Tiada Batas” (Analisis Semiotika Roland Barthes) - Repositori UIN Alauddin Makassar

2 2 117

Pesan Moral dalam Film “Melawan Takdir” (Analisis Semiotika Roland Barthes) - Repositori UIN Alauddin Makassar

1 1 88