Representasi Feminisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Feminisme Dalam Film “Sex And The City 2 (2010)”)

(1)

1

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM

(Analisis Semiotika Representasi Feminisme Dalam Film “Sex And The City 2 (2010)”)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh :

Rani Indah Komala Harahap 060904065

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Yesus Kristus, yang tak henti-hentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya, dan tetap setia mendampingi peneliti sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Banyak permasalahan dan kendala yang peneliti hadapi dalam pengerjaan skripsi ini, tetapi peneliti merasakan kebesaranNya yang terus tercurah atas peneliti sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan karya ilmiah ini dilakukan adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S-1 di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Melalui penulisan karya ilmiah ini juga peneliti dapat menuangkan dan menggunakan ilmu-ilmu yang peneliti dapatkan selama kuliah di Departemen Ilmu Komunikasi.

Peneliti menyadari ada banyak pihak yang membantu dan memiliki peran yang besar dalam pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu peneliti ingin menyampaikan banyak terima kasih, terkhusus kepada kedua orangtua peneliti, Ayahanda Aman S. Harahap S.Sos dan Ibunda Ratna Bulan Siregar S.H yang sudah banyak mendukung peneliti melalui doa, perhatian, motivasi dan materi yang sudah diberikan selama proses pengerjaan skripsi ini. Selain itu, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi.


(3)

3

3. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, membantu, dan memberikan masukan serta sumbangan pemikiran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Emilia ramadhani, S.Sos, selaku dosen wali peneliti.

5. Kepada pihak Departemen; Kak Icut, Kak Maya dan Kak Ros yang sudah banyak membantu peneliti selama masa perkuliahan dan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

6. Saudara-saudara peneliti ; Raja Arif rahman Harahap dan Syukur Ahmad Harahap.

7. Sahabat-sahabat peneliti yang telah mendampingi peneliti selama masa-masa perkuliahan dan menghadapi dinamika kampus. Kepada Lintang M. Simorangkir, Ari Juniko Siallagan, Rio, Kum-kum, Suci, Alez, Hendra, Tika, Via, Titin, Bembenk, Jhon, Bungsu, Terima kasih atas segala dukungan dan semangat yang diberikan kepada peneliti selama ini. “What I Care, I Live On My Own !!!”

8. Kepada Sahabat di Departemen Ilmu Komunikasi, khususnya stambuk 2006. Kepada Icha, Manda, Nurul. Terima kasih atas segala masukan, motivasi dan keceriaan yang telah diberikan selama ini.

9. Ananta Hidayat Purba, yang tak hentinya memberi support dan tak lelah membantu peneliti selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas kesabarannya.


(4)

4

Dalam pengerjaan skripsi ini, peneliti menyadari banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata, peneliti berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi peneliti sendiri dan juga bagi mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi dan dapat menambah referensi bagi yang membutuhkan.

Medan, 4 Juni 2011 Peneliti


(5)

5 ABSTRAK

Representasi Feminisme dalam film “Sex And The City 2” Film “The Devil Wears Prada” merupakan film yang ber-setting dalam dunia fashion. Bercerita mengenai kehidupan empat perembuat yang bersahabat; Carrie, Miranda, Samantha, dan Charlotte yang selalu mengalami tantangan dalam persahabatan, cinta, karir, dan hubungan sosial. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini bagaimana representasi feminisme dalam film “Sex And The City2”?. Metode yang digunakan adalah metode semiotika khususnya kode-kode televisi John Fiske.

Subtema yang digunakan untuk menganalisa film tersebut adalah feminisme dalam hubungan dunia kerja, feminisme dalam hubungan dengan pasangan dan keluarga, feminisme dalam hubungan dunia sosial. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa dalam proses encodingnya yang menghasilkan sebuah teks film, faktor-faktor eksternal di luar maksud pembuat film dapat berperan dalam membentuk muatan ideologisnya. Lalu, kesimpulan dalam penelitian ini adalah pada akhirnya, ditemukan bahwa film dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan berupa representasi atas realita sosial dari kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, sebagai manusia yang sederajat yang disebut feminisme.

Kata kunci :


(6)

6 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... iii

KATA PENGANTAR ...iv

ABSTRAK...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

I. PENDAHULUAN ...1

I.1. Latar Belakang Masalah ...1

I.2. Perumusan Masalah ...5

I.3. Pembatasan Masalah………5

I.4. Tujuan Penelitian ...6

I.5. Manfaat Penelitian ...6

I.6. Kerangka Teori...6

I.6.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa………7

I.6.2. Film Sebagai Media Massa………..7

I.6.3. Semiotika……….9

I.6.4. Television Codes ………..10

I.6.5. Feminisme………..11

I.6.6. Perempuan………..14


(7)

7

1.8. Defenisi Konseptual...16

II. URAIAN TEORITIS...17

II.1. Teori (Konsep)...17

II.1.1. Komunikasi dan KomunikasiMassa...17

II.1.1.1. Ciri-ciri Komunikasi Massa………18

II.1.1.2. Fungsi Komunikasi Massa………..29

II.1.2. Film Sebagai Media Massa ...40

II.1.2.1. Jenis-jenis Film………42

II.1.2.2. Genre Film………..44

II.1.3. Representasi………...45

II.1.4. Semiotika………...50

II.1.5. Television Codes………54

II.1.6. Feminisme dan Film………...65

II.1.6.1. Feminisme Liberal………69

II.1.6.2. Feminisme Radikal………...71

II.1.6.3. Feminisme Postmodern………71

II.1.6.4. Feminisme Multikultural………...72

II.1.6.5. Feminisme Global……….74

II.1.6.6. Ekofeminisme………76

II.1.7. Perempuan………..77

II.2. Nisbah Antar Konsep………78


(8)

8

III. METODE PENELITIAN ...81

III.1. Definisi Konseptual ... 81

III.2. Jenis Penelitian ...82

III.3. Metode Penelitian...82

III.4. Sasaran Penelitian...85

III.5. Unit Analisis ...85

III.6. Jenis Sumber Data ...87

III.7. Teknik Pengumpulan Data ...87

III.8. Teknik Analisis Data ...88

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...90

IV.1. Gambaran Umum Film “Sex And The City 2”...90

IV.1.1. Film “Sex And The City 2”...90

IV..1.2. Sinopsis Film “ Sex And The City 2” ...92

IV.2. Temuan Data...98

V. KESIMPULAN DAN SARAN...129

V.1. Kesimpulan...129

V.2. Saran ...133

DAFTAR PUSTAKA ...134

LAMPIRAN ...135

DAFTAR TABEL 4.1. Profil “Sex And The City 2”...90


(9)

9

1. Kerangka Pemikiran………15

2.1. Unsur Makna Pierce ...52

2.2. Unsur Makna Saussure ...53

2.3. Kerangka Pemikiran ...80

3.1. Kode-Kode Televisi John Fiske ...83

4.1. Gambar 4.1 ...90

4.2. Gambar 4.2 ...99

4.3. Gambar 4.3 ...99

4.4. Gambar 4.4 ...99

4.5. Gambar 4.5 ...99

4.6. Gambar 4.6 ...99

4.7. Gambar 4.7 ...99

4.8. Gambar 4.8 ...99

4.9. Gambar 4.9 ...99

4.10. Gambar 4.10 ...101

4.11. Gambar 4.11 ...102

4.12. Gambar 4.12 ...105

4.13. Gambar 4.13 ...105

4.14. Gambar 4.14 ...109

4.15. Gambar 4.15 ...111

4.16. Gambar 4.16 ...113

4.17. Gambar 4.17 ...113

4.18. Gambar 4.18 ...114


(10)

10

4.20. Gambar 4.20 ...116

4.21. Gambar 4.21 ...118

4.22. Gambar 4.22 ...118

4.23. Gambar 4.23 ...118

4.24. Gambar 4.24 ...121

4.25. Gambar 4.25 ...121

4.26. Gambar 4.26 ...121

4.27. Gambar 4.27 ...122

4.28. Gambar 4.28 ...124

4.29. Gambar 4.29 ...125

4.30. Gambar 4.30 ...125

4.31. Gambar 4.31 ...127

4.32. Gambar 4.32 ...127

DAFTAR LAMPIRAN 1. Riwayat hidup Nara Sumber ...133


(11)

5 ABSTRAK

Representasi Feminisme dalam film “Sex And The City 2” Film “The Devil Wears Prada” merupakan film yang ber-setting dalam dunia fashion. Bercerita mengenai kehidupan empat perembuat yang bersahabat; Carrie, Miranda, Samantha, dan Charlotte yang selalu mengalami tantangan dalam persahabatan, cinta, karir, dan hubungan sosial. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini bagaimana representasi feminisme dalam film “Sex And The City2”?. Metode yang digunakan adalah metode semiotika khususnya kode-kode televisi John Fiske.

Subtema yang digunakan untuk menganalisa film tersebut adalah feminisme dalam hubungan dunia kerja, feminisme dalam hubungan dengan pasangan dan keluarga, feminisme dalam hubungan dunia sosial. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa dalam proses encodingnya yang menghasilkan sebuah teks film, faktor-faktor eksternal di luar maksud pembuat film dapat berperan dalam membentuk muatan ideologisnya. Lalu, kesimpulan dalam penelitian ini adalah pada akhirnya, ditemukan bahwa film dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan berupa representasi atas realita sosial dari kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, sebagai manusia yang sederajat yang disebut feminisme.

Kata kunci :


(12)

11 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan media lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya pada pada masyarakat umum. Kehadiran film merupakan respon terhadap “penemuan” waktu luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga. Dengan demikian, jika ditinjau dari segi perkembangan fenomenalnya, akan terbukti bahwa peran yang dimainkan oleh film dalam memenuhi kebutuhan tersembunyi memang sangat besar.

Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar lebar. Begitu pula halnya denganmasalah mengenai perempuan yang selalu menarik untuk dibicarakan dan tidakakan pernah ada habisnya untuk dibahas. Pandangan masyarakat mengenaiperempuan sebagian besar juga terbentuk oleh apa yang selama ini digambarkanoleh media massa, terutama sinema atau film.

Berbagai penelitian banyak mengangkat bahasan seputar persoalan jender dalam film. Misalnya pada penelitian mengenai aspek jender dalam film Indonesia yang dilakukan oleh Abdul Firman Ashaf bekerjasama dengan Dinas Pendidikan menunjukkan bahwa film Indonesia menggambarkan relasi jender yang timpang. Ketimpangan tersebut diidentifikasi melalui tiga hal yaitu: domestifikasi perempuan dan politik relasi jender, segregasi perempuan dalam realitas simbolik


(13)

12

film, serta perempuan sebagai objek seks. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa bahwa film atau sinema adalah alat untuk memenuhi kesenangan kaum lelaki. Perempuan selalu menjadi kaum pinggiran dan hanya dimanfaatkan dalam melodrama yang menyentuh hati, sinema-sinema horor atau film-film yangbertema seksual.

Di era sekarang ini kajian feminisme cukup menarik perhatian. Feminisme menjadi isu seksi yang menarik para pemikir sosial untuk masuk lingkaran yang terkonsentrasi pada kajian relasi laki-laki dan perempuan secara makro. Feminisme bisa dianggap sebagai ideologi politis yang menginginkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perdebatan tentang perempuan dalam ruang domestik (rumah tangga) menjadi tidak populer ketika gerakan kesetaraan gender dan feminisme mengemuka. Perempuan berhak atas ruang publik yang sering dikuasai lakilaki. Perebutan ruang sejarah, wacana, kekuasaan, politik, ekonomi, dan budaya selama ini masih menempatkan perempuan dalam kuburan narasi sejarah patriarki. Selama ini isu-isu gender dan feminisme lebih berkutat pada hak-hak politik. Posisi dan hubungan perempuan dalam budaya dominan, kekuasaan, wacana, dan identitas adalah pertanyaaan yang terus mengemuka dalam kajian feminis.

Pemikir sosial-feminis sebelumnya menafikan bahwa kebudayaan adalah domain penting yang memengaruhi isu-isu feminisme dan posisi perempuan sebagai oposisi biner dengan laki-laki. kajian feminisme suatu kajian yang berdiri sendiri, tapi terpengaruh dengan konteks sosial. Politik, ekonomi, budaya yang terjadi saat para tokoh tersebut melahirkan teorinya. Terlebih pada era globalisasi sekarang ini, dunia belanja adalah dunia perempuan. Dunia konsumsi tak bisa


(14)

13

dilepaskan dari perempuan. Bahkan secara ironis menjadikan konsumerisme (belanja) sebagai pembentuk identitas perempuan. Inilah yang menyebabkan perempuan menjalani kontradiksi, dan mungkin alienasi dalam kehidupan mereka.

Sex And The City 2 merupakan film karya Hollywood dari studio besar Amerika Warner Bross Picture. Film ini salah satu contoh kesuksesan film Hollywood. Kesukeskan film Sex and The City 2 telah menjadi fenomena yang menginspirasikan gaya hidup perempuan dunia yang tak terlepas dari fun, friendship, dan fashion. Film Sex and The City 2 telah memberi inspirasi bagi seluruh perempuan dunia termasuk Indonesia, inspirasi itu berupa gaya busana, teknologi berbalut desain menawan sampai minuman favorit.

Dalam film Sex And The City 2, Warner Bross Picture menggandeng tiga brand dan trendsetter dari industri berbeda yaitu HP, Mercedes Benz, dan SKYY Vodka sebagai salah satu pendukung utama film tersebut. Terpilihya ketiga brand dunia tersebut dikarenakan komitmen brand tersebut dalam menghadirkan citra rasa berkelas dan mendukung gaya hidup perempuan. Hewlett Packard berkomitmen mendukung gaya hidup perempuan melalui produk notebook HP Mini 2010 dengan keindahan desain yang tidak menghilangkan kecangggiahn teknologinya. Notebook mini ini tidak hanya untuk bekerja tapi juga mendukung gaya hidup perempuan yang bisa menjawab fashion penggunanya. Mercedes Benz juga menghadirkan sebuah model terbarunya di dalam Sex and The city 2 yaitu Mercedes Benz E-Class Cabriolet yang bergaya elegan dipadu dengan kenyamanan dan fashion. Brand lain yang menguatkan modernitas gaya hidup dalam film tersebut adalah SKYY Vodka. Kehadiran SKYY Vodka disambut hangat oleh perancang kostum Sex and The City 2, Patricia Field.


(15)

14

Brand-brand yang mendukung film ditunjukkan dalam setiap momen di dalam film Sex and The City2. Salah satu momen yang paling menarik perhatian adalah ketika perempuan-perempuan para pemain film tersebut sedang berada di Manhattan dengan mengenakan kostum penuh gaya sambil bercengkerama sembari menikmati minuman-minuman favorit. Setiap momen tersebut menyuguhkan fashion yang merupakan perwakilan brand-brand tertentu sehingga menggambarkan gaya perempuan dalam film tersebut yang dekat dengan brand-brand terkenal dan menjadikan perempuan sebagai ikon untuk menjual dan mempromosikan produk tertentu.

Fun, fashion, and friendship, itulah tiga kata ajaib yang mengikat empat wanita modern berbeda latar belakang dan karakter dalam film Sex and The City. Dalam sekuel kedua, persahabatan keempatnya semakin kuat dan masing-masing mengintrospeksi kehidupan cintanya. Cerita khas tentang persahabatan, cinta, dan hubungan sosial menjadi daya tarik film Sex and The City 2, seperti yang juga ditampilkan di film seri pertama. Sebagai ikon film, kisah rumah tangga Carrie Bradshaw (Sarah Jessica Parker) dengan seorang ahli keuangan bernama Big (Chris Noth) kerap ditonjolkan. Tapi tidak hanya cinta, perjalanan karier dan persahabatan Carrie pun dikemas apik. Ketiga sahabat yang senantiasa menghidupkan hari-hari Carrie, adalah Samantha Jones (Kim Cattrall) yang bekerja sebagai Public Relation, Miranda Hobbes (Cynthia Nixon) seorang pengacara, dan Charlotte York (Kristin Davis) seorang curator.


(16)

15

Oleh karena itu berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana representasi feminisme dalam film Sex and The City 2.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana Representasi Feminisme dalam Film Sex And The City 2 ?”.

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlau luas, maka peneliti memberi batasan masalah yang lebih jelas dan spesifik, yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif.

2. Subjek yang diteliti adalah film Sex And The City 2 Tahun 2010

3. Penelitian tentang representasi perempuan feminis dalam film Sex And The City 2 ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika untuk menganalisis reperesentari feminisme dalam film. Penelitian ini mengacu “Television Codes” oleh John Fiske karena dianggap sesuai untuk penelitian sebuah film.

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010-Januari 2011

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Representasi Feminisme dalam film Sex And The City 2.


(17)

16 1.5. Manfaat Penelitian adalah:

1. Secara teoritis penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang representasi feminisme dalam film yang diteliti melalui analisis semiotika.

2. Secara praktis, hasil analisi ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dalam memaknai pesan yang disampaikan media.

3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.

1.6. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah suatu uraian yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti. Dengan demikian adanya kerangka teori maka penulis akan mempunyai landasan untuk menentukan tujuan dan arah penelitiannya (Nawawi, 1995: 40)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori-teori antara lain: 1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

2. Film Sebagai Media Massa 3. Semiotika

4. Television Codes 5. Feminisme 6. Perempuan

1.6.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communication, yang bersumber dari kata communis yang artinya “sama” dan communico,


(18)

17

communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”. Istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata Latin adalah Communis.

Komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam kaitannya dengan hubungan antarindividu. Komunikasi merupakan sarana vital untuk mengerti diri sendiri, orang lain, dan memahami apa yang dibutuhkan orang lain serta untuk mencapai pemahaman tentang dirinya dan sesama.

Komunikasi Massa dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya misal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, dan film (Cangara, 2006:36). Pengertian Saverin dan Tankard menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagian seni (art), dan sebagian ilmu (science). Maksudnya, tanpa adanya dimensi menata pesan tidak mungkin media massa memikat khalayak yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan, dan perilaku komunikan (Effendi, 2005:210)

1.6.2. Film Sebagai Media Massa

Film adalah fenomena sosial, psikologi, dan estetika yang kompleks. Film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan musik, jadi film adalah produksi yang bersifat mulitidimensional dan sangat kompleks. Melalui perkembangannya, film telah memainkan banyak peran dengan memberikan informasi, drama, music, dan lain-lain, dikombinasikan atau bukan. Sebggai media komunikasi massa, film dapat digunakan dengan berbagai


(19)

18

funsi seperti hiburan, penerangan, pendidikan, untuk mempengaruhi dan ajang sosialisasi.

Film merupakan salah satu jenis media massa yang sudah diproduksi sejak tahun 1901. Berikut ini adalah jenis-jenis film berdasarkan sifatnya (Effendy, 2005: 210):

1. Film cerita (story film)

Adalah film yang mengandung cerita, yaitu yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang filmnya yang tenar.

2. Fim berita (newsreel)

Adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value)

3. Film Dokumenter (documentary film)

Adalah film yang merupakan interpretasi puitis yang bersifat pribadi dari kenyataan-kenyataan. Tidak seperti film berita yang dibuat tergesa-gesa, film documenter memerlukan pemikiran dan perencanaan yang matang. 4. Film Kartun (cartoon film)

Adalah film yang berasal dari rangkaian lukisan yang dipotret dan diputar dalam proyektor film sehingga lukisan etrsebut menjadi hidup.

Film sebagai salah satu media massa dalam komunikasi massa, berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, menyajikan berita, peristiwa, music, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (mcQuail, 1989: 13). Film


(20)

19

sebagai sarana hiburan dapat dinikmati sebagai pengisi waktu senggang hemat bagi seluruh keluarga.

1.6.3. Semiotika

“Semiotika adalah studi mengenai pertandaan dan makna dari system tanda, ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam teks media, atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang menkonsumsi makna (Fiske, 2004:282)”

Dalam teori semiotika, pokok studinya adalah tanda atau bagaiman cara tanda-tanda itu bekerja juga dapat disebut semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain jika diterapkan jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitan dengan pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Segala sesuatu yang memiliki sistem tanda, dapat dianggap teks, contohnya di dalam film, majalah, televisi, klan, koran, brosur, novel, bahkan di surat cinta sekalipun.

Tiga bidang studi utama dalam semiotika adalah (Fiske, 2004: 60):

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara-cara tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah kontruksi manusia dan hanya bias dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2. Sistem atau kode yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu


(21)

20

masyarakat atau budaya atau mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentrasmisikannya.

3. Kebudayaan dan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

1.6.4. Television Codes

Television codes adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske atau yang biasa disebut kode-kode yang digunakan dalam dunia pertelevisian. Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam acara televisi tersebut saling berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serat referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda juga.

Dalam kode-kode televisi yang diungkapkan dalam teori John Fiske, bahwa peristiwa yang ditayangkan dalam dunia televisi telah dienkode oleh kode-kode sosial yang terbagi dalam tiga level sebagai berikut:

1. Level pertama adalah realitas (Reality)

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah appearance (penampilan), dress (kostum), make-up (riasan), environment (lingkungan), behavior (kelakuan), speech (dialog), gesture (gerakan), expression (ekspresi), sound (suara).


(22)

21

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), dan sound (suara). 3. Level ketiga adalah Ideologi (Ideology)

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah individualisme (individualism), patriarki (patriarchy), ras (race), kelas (class), materialisme (materialism), kapitalisme (capitalism).

Dalam analisi ini sesuai dengan teori yang digunakan oleh John Fiske, peneliti hanya akan menggunakan kode-kode sosial seperti dress, setting, behavior, music, class, speech, character, make-up, environment, dialogue.

1.6.5. Feminisme

Istilah feminisme berasal dari kata Latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya, feminisme tidak berasal dari teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Maka dari itu tidak ada defenisi secara spesifik atas pengaplikasian feminisme yang disepakati kalangan pemikir pada umumnya dan kaum feminis pada khususnya. Hingga saat ini istilah feminisme telah menimbulkan beragam interpretasi antara lain sebagai sebuah ideologi, gerakan dan juga sebuah aliran pemikiran, atau bahkan teori pembagian kelas dalam masyarakat. Namun berdasarkan latar belakang kemunculannya, feminisme lebih umum diartikan sebagai sebuah gerakan sosial

Feminisme berawal dari sebuah persepsi mengenai ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki di masyarakat. Akhirnya menimbulkan berbagai upaya mencari penyebab dari ketimpangan tersebut dan menemukan suatu solusi dari kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai


(23)

22

bidang, sebagai manuasia yang sederajat. Mencari solusi ini yang disebut gerakan feminisme.

Pada hakekatnya, tujuan feminisme adalah transformasi sosial untuk menciptakan suatu keadaan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Feminisme sebagai suatu gerakan memiliki dimensi sejarah yang panjang, dimulai pada abad ke-14. Secara garis besar, perkembangan gerakan feminisme dapat dibagi dalam tiga periode yaitu feminisme gelombang pertama (first wafe feminism), gelombang kedua (second wafe feminism), dan gelombang ketiga (third wafe feminism)

Feminisme gelombang pertama mengangkat isu-isu prinsip persamaan hak bagi perempuan. Titik tolak perjuangannya adalah dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khusunya bidang pendidikan, politik, dan ekonomi. Feminisme gelombang pertama ini dimulai dengan pergerakan-pergerakan feminisme yang berkaitan dengan terjadinya Revolusi Perancis, yakni suatu periode dalam sejarah dimana terdapat pemikir-pemikir seperti Mary Wollstonecraft, Sejourney Truth, dan Elizabeth Cady Stanton. Mereka semua ini bias dibilang ada di balik lahirnya Deklarasi Konvensi Ha-hak Perempuan di Senca Falls. Namun sebetulnya, sebagaimana juga tercatat dalam sejarah pergerakan-pergerakan yang lebih terdahulu, tersebut nama suster Juana Ines, seorang penyair dan pendidik yang lahir pada tahun 1651. Ia merupakan perempuan pada zamannya yang sadar memilih untuk tidak menikah dan memiliki anak agar dapat mengorbankan seluruh hidupnya untuk belajar dan menulis puisi. Puisi-puisinya yang lahir apda abad ke-17 ini telah menggambarkan ketidakadilan yang dialami perempuan atas nama cinta. Melalui puisi-puisinya ia mengkritik


(24)

23

secara tajam masyarakatnya yang tidak memberikan hak pendidikan yang sama untuk perempuan (Arivia, 2003:85). Pergerakan perempuan pada tahun 1960an dengan cepat menjadi suatu kekuatan politik yang menyebar di Eropa dan Amerika. Landasan-landasan teoritis yang dipakai dalam gelombang ini adalah feminisme liberal, femminisme radikal, dan feminisme Marxis atau Sosialis (Arivia, 2003: 85).

Seiring dengan perkembanagn zaman, kurang lebih seratus tahun setelah kelahirannya, feminisme memasuki gelombang kedua. Gerakan ini ditandai dengan lahirnya sebuah pemahaman bahwa perempuan memang berbeda dengan laki-laki, tetapi yang menjadi penyebab perlakuan tidak adil terhadap perempuan adalah konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat patriakal. Maka dari itu, isu utama yang diusung feminisme gelombang kedua perlawanan terhadapa legalitas budaya patriarki. Gelombang kedua pemikiran feminisme sangat signifikan tehadap pengorganisasian sejarah feminisme. Awal dari pemunculan gelombang kedua feminisme berhubungan dengan upaya mereka untuk menjelaskan persoalan fundamental penindasan terhadap perempuan dan sekaligus untuk menjawab tantangan teori Marxisme. Namun pada tahun 1970an, feminisme gelombang kedua mulai memfokuskan diri kepada pemikiran bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama seperti laki-laki. Singkatnya perempuan dan laki-laki adalah sama (Arivia, 2003:120)

Pada tahap gelombang ketiga, muncul perubahan yang signifikan dalam pemikiran feminisme, yakni peraihan dari teori dominasi kepada teori “deferensi” dan keberagaman. Tujuan dalam gelombang ini bukan lagi menggugat sistem patriarki, hadir sebagai sosok perempuan yang tangguh, berani dan penuh percaya


(25)

24

diri, dengan titik tolak perjuangan dekonstruksi budaya perempuan dan penanaman perempuan baru ke dalam kesadaran politik. Wacana gelombang ketiga feminisme sangat dipengaruhi oleh postmodernisme.

Dalam film Sex And The City 2, feminisme lebih ke arah gelombang ketiga, dimana feminisme yang terjadi dalam peristiwa tersebut adalah perempuan yang tangguh, memperjuangkan harga diri, dan percaya diri. Selain itu dalam film ini, akan menjabarkan mengenai feminisme yang difokuskan kepada beberapa aliran feminisme, yaitu feminisme liberal, feminisme postmodern, feminisme radikal, feminisme multikultural, feminisme global, dan ekofeminisme.

1.6.6. Perempuan

Pengertian perempuan menurut Fakih (2004) adalah manusia yang memilki alat reproduksi seperti rahim, saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memilki vagina, dan mempunyai alat menyusui. Sedangkan menurut konsep gender, perempuan adalah manusia yang memiliki sifat lemah lembut, cantik, emosinal, atau keibuan.

Pengertian perempuan menurut Gandhi (1933) adalah mitra kaum laki-laki yang diciptakan dengan kemampuan-kemampuan mental yang setara. Perempuan mempunyai hak penuh untuk berpartisipasi dalam aktifitas-aktifitas kaum laki-laki dalam detail yang sekecil-kecilnya. Kaum perempuan juga memilki hak kemerdekaan dan kebebasan seperti yang dimilki kaum laki-laki. Kaum perempuan berhak untuk memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktifitas yang dia lakukan, sebagaimana kaum laki-laki dalam ruang aktifitasnya. Istilah ini yang disebut dengan kesetaraan gender. Gender sendiri memiliki istilah yang digunakan


(26)

25

untuk menggambarkan perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan.

1.7. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

1.8. Defenisi Konseptual

Dalam penelitian yang berjudul Representasi Feminisme dalam film Sex And The City 2, maka defenisi konseptual yang dipaparkan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan melalui sitem tanda yang ada. Tanda-tanda tersebut tersaji dalam dialog, tulisan,

Film Sex And The City 2

Representasi Feminisme Semiotika

Semiotika Televisi Kode-kode televisi John Fiske

Level Representasi

Level Ideologi Level

Realitas


(27)

26

fotografi, video, film, tayangan televisi, dan sebagainya. Proses pemaknaan melibatkan konsep tentang feminisme yang dimiliki oleh peneliti dan suara serta gambar yang terdapat dalam film Sex And The City 2.

2. Feminisme

Istilah feminisme berasal dari bahasa Latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Hingga saat ini istilah feminsme telah menimbulkan beragam interpretasi antara lain sebagai sebuah ideologi, gerakan, dan juga sebuah aliran pemikiran, atau bahkan teori pembagian kelas dalam masyarakat.

Tujuan feminisme adalah transformasi sosial untuk menciptakan suatu keadaan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, sehingga perempuan mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Dalam film Sex And The City 2 hak yang diperjuangkan adalah hak perjaungan harga diri, perempuan yang tangguh dan percaya diri.


(28)

27 BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Teori (Konsep)

2.1.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communication, yang bersumber dari kata communis yang artinya “sama” dan communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”. Istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata Latin adalah Communis.

Komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam kaitannya dengan hubungan antarindividu. Komunikasi merupakan sarana vital untuk mengerti diri sendiri, orang lain, dan memahami apa yang dibutuhkan orang lain serta untuk mencapai pemahaman tentang dirinya dan sesama.

Komunikasi Massa dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya misal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, dan film (Cangara, 2006:36). Pengertian Saverin dan Tankard menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagian seni (art), dan sebagian ilmu (science). Maksudnya, tanpa adanya dimensi menata pesan tidak mungkin media massa memikat khalayak yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan, dan perilaku komunikan (Effendi, 2005:210)


(29)

28

Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication). Hal ini berbeda dengan dengan pendapat para ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu dengan menggunakan media massa. Menurut mereka pidato di sejumlah orang banyak di sebuah lapangan, misalnya, asal menunjukkan perilaku massa (mass behaviour), itu dapat dikatakan komunikasi massa. Semula mereka yang berkumpul di lapangan itu adalah kerumunan biasa (crowd) yang satu sama lain tidak mengenal. Tetapi kemudian karena sama-sama terikat oleh pidato seorang orator, mereka sama-sama terikat oleh perhatian yang sama, kemudian menjadi massa. Oleh sebab itu, komunikasi yang dilakukan oleh si orator secara tatap muka seperti itu adalah juga komunikasi massa. Demikian pendapat para ahli psikologi sosial.

Seperti dikemukakan di atas, para ahli komunikasi membatasi pengertian komunikasi massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi atau film. Karena yang dibahas disini adalah komunikasi, bukan psikologi sosial atau sosiologi, maka yang diartikan komunikasi sosial disini adalah menurut para ahli komunikasi itu.

Sehubungan dengan itu, dalam berbagai literatur sering dijumpai istilah mass communications (pakai s) sama dengan mass media atau dalam bahasa Indonesia media massa. Sedangkan yang dimaksud dengan mass comunication (tanpa s) adalah prosesnya, yakni proses komunikasi melalui media massa.

Seperti ditegaskan di atas, media massa dalam cakupan pengertian komunikasi massa itu adalah surat kabar, majalah, radio, televisi atau film. Jadi,


(30)

29

media massa modern merupakan produk teknologi modern yang selalu berkembang menuju kesempurnaan.

Hal tersebut perlu dijelaskan sebab di antara para cendekiawan – antara lain Everett M. Rogers – ada yang mengatakan bahwa selain media massa modern terdapat media massa tradisional, di antaranya teater rakyat, juru dongeng keliling, dan juru pantun. Bila Rogers menyatakan bahwa teater rakyat adalah media massa tradisional, barangkali masih dapat diterima. Akan tetapi jika ia mengatakan bahwa juru dongeng keliling dan juru pantun juga media massa tradisional, sungguh membingungkan. Bagi para ahli komunikasi umumnya, juru dongeng dan juru pantun adalah jelas komunikator, dan medianya – dalam hal ini media primer – adalah bahasa.

Bagaimana peliknya komunikasi massa, Werner I. Severin dan James W. Tankard, Jr dalam bukunya, Communication Theories, Origins, Methods, Uses, menyatakan sebagai berikut:

“Mass communication is part skill, part art, and part science. It is a skill in the sense that it involves certain fundamental learnable techniques such as focusing a television camera, operating a tape recorder or taking notes during an interview. It is art in the sense that it involves creative challenges such as writing a script for television program, developing an aesthetic layout for a magazine and or coming up with catchy lead for a news story. It is a science in the sense that there are certain principles involved in how communication works that can be verivied and used to make thimgs work better.”

(Komunikasi massa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni, dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi


(31)

teknik-30

teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televise, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televise, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik).

Dalam pada itu Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction To The Study of Communication, yang juga namanya telah disinggung di muka, menampilkan defenisinya mengenai komunikasi massa dengan lebih tegas, yakni sebagai berikut :

“First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined.

Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes.”

Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua


(32)

31

orang yang menonton televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan.

Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televise, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita).

Seperti dikatakan oleh Severin dan Tankard, Jr., komunikasi massa itu adalah keterampilan, seni dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Berbeda dengan komunikasi antarpersona (interpersonal communication) yang berlangsung dua arah (two-way traffic communication), komunikasi massa berlangsung satu arah (one-way communication). Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. Dengan lain perkataan, wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan para pembacanya terhadap pesan atau berita yang disiarkannya itu. Demikian pula penyiar radio, penyiar televisi atau sutradara film tidak mengetahui tanggapan khalayak yang dijadikan sasarannya. Yang dimaksudkan dengan “tidak mengetahui“ dalam keterangan diatas adalah tidak mengetahui pada waktu proses komunikasi itu berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahuinya juga, misalnya melalui rubrik “Surat Pembaca“ atau “Surat Pendengar“ yang biasa terdapat dalam media surat kabar,


(33)

32

majalah dan radio atau dengan jalan menelepon. Akan tetapi, itu semua terjadi setelah komunikasi dilancarkan oleh komunikator sehingga komunikator tidak dapat memperbaiki gaya komunikasi seperti yang biasa terjadi pada komunikasi tatap muka. Oleh karena itu, seperti telah disinggung di muka, arus balik seperti itu dinamakan arus balik tertunda (delayed communication). Dan kalaupun terjadi arus balik seperti itu, maka terjadinya jarang sekali.

Sebagai konsekuensi dari situasi komunikasi seperti itu, komunikator pada komunikasi massa harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikannya kepada komunikan harus komunikatif dalam arti kata dapat diterima secara inderawi (received) dan secara rohani (accepted) pada satu kali penyiaran. Dengan demikian pesan komunikasi selain harus jelas dapat dibaca – kalau salurannya media cetak – dan jelas dapat didengar – bila salurannya media elektronik – juga dapat dipahami maknanya seraya tidak bertentangan dengan kebudayaan komunikan yang menjadi sasaran komunikasi. Mungkin saja sebagai hasil teknologi mutakhir, misalnya, sebuah berita surat kabar dapat dibaca dengan jelas atau berita radio dapat diingat dengan terang. Akan tetapi, bukan tidak mungkin apa yang dibaca dan didengar itu tidak dimengerti atau menimbulkan interpretasi yang berlainan atau bertentangan dengan agama, adat kebiasaan dan sebagainya.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu komunikatornya melembaga atau dalam bahasa asing sering disebut institutionalized communicator atau organized communicator. Hal ini berbeda dengan komunikator lainnya, misalnya


(34)

33

kiai atau dalang yang munculnya dalam suatu forum bertindak secara individual, atas nama dirinya sendiri, sehingga ia mempunyai lebih banyak kebebasan.

Komunikator pada komunikasi massa, misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi – karena media yang dipergunakannya adalah suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijaksanaan (policy), surat kabar dan stasiun televisi yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual. Ungkapan seperti kebebasan mengungkapkan pendapat (freedom of expression atau freedom of opinion) merupakan kebebasan terbatasi (restricted freedom).

Sebagai konsekuensi dari sifat komunikator yang melembaga itu, peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang-orang lain. Kemunculannya dalam media komunikasi tidak sendirian, tetapi bersama orang lain. Tulisan seorang wartawan surat kabar misalnya, tidak mungkin dapat dibaca khalayak apabila tidak didukung oleh pekerjaan redaktur pelaksana (managing editor), jurutata letak (layout man), korektor, dan lain-lain. Wajah dan suara penyiar televise tak mungkin dapat dilihat dan didengar jika tidak ditunjang oleh pekerjaan pengarah acara, jurukamera, jurusuara, dan sebagainya.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, komunikator pada komunikasi massa dinamakan juga komunikator kolektif (collective communication) karena tersebarnya pesan komunikasi massa merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja. Karena sifatnya kolektif, maka komunikator yang terdiri atas sejumlah kerabat kerja itu mutlak harus mempunyai keterampilan yang tinggi dalam bidangnya masing-masing. Dengan demikian, komunikasi sekunder sebagai kelanjutan dari komunikasi primer itu akan berjalan sempurna.


(35)

34

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu.

Hal itulah yang antara lain membedakan media massa dengan media nirmassa. Surat, telepon, telegram, dan teleks misalnya, adalah media nirmassa, bukan media massa, karena ditujukan kepada orang tertentu. Demikian pula majalah organisasi, surat kabar kampus, radio telegrafi atau radio citizen band, film dokumenter dan siaran televisi sekitar (closed circuit television) bukanlah media massa, melainkan media nirmassa karena ditujukan kepada sekelompok orang tertentu.

Dari keterangan diatas jelas bahwa surat kabar seperti Kompas, majalah seperti Tempo, radio seperti RRI, film yang diputar di gedung bioskop dan televisi seperti TVRI adalah media massa yang ditujukan kepada masyarakat umum, dan pesan-pesan yang disebarkannya mengenai kepentingan umum.

Media massa tidak akan menyebarkan suatu pesan yang tidak menyangkut kepentingan umum. Media massa akan menyebarkan berita mengenai seorang menteri yang meresmikan sebuah proyek pembangunan, tetapi tidak akan menyiarkan berita seorang menteri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Media massa tidak akan memberitakan seorang gubernur yang pergi ke Tanah Suci. Andaikata memberitakannya juga, maka yang disiarkan bukan menunaikan ibadah hajinya, melainkan ketiadaannya di tempat sehingga merupakan informasi bagi masyarakat yang akan menghadap atau berhubungan dengan gubernur tersebut. Kekecualian adalah bagi seorang kepala negara. Media massa juga


(36)

35

kadang-kadang memberitakan juga perihal presiden ketika merayakan ulang tahunnya, menikahkan putrinya, hobinya berburu atau memancing, dan lain-lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kepentingan umum. Pemberitaan seperti itu di dalam dunia jurnalistik termasuk human interest yang oleh media massa dianggap menarik untuk diketahui rakyat mengenai kehidupan orang berkedudukan paling tinggi itu.

4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Cirri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Bandingkan misalnya poster atau papan pengumuman dengan radio siaran yang sama-sama merupakan media komunikasi. Poster dan papan pengumuman adalah media komunikasi, tetapi bukan media komunikasi massa sebab tidak mengandung ciri keserempakan; sedangkan radio siaran adalah media komunikasi massa disebabkan oleh ciri keserempakan yang dikandungnya. Pesan yang disampaikan melalui poster atau papan pengumuman kepada khalayak tidak diterima oleh mereka dengan melihat poster atau papan pengumuman itu secara serempak bersama-sama, tetapi secara bergantian. Lain dengan pesan yang disampaikan melalui radio siaran. Pesan yang disebarkan dalam bentuk pidato, misalnya pidato presiden, akan diterima oleh khalayak dalam jumlah jutaan – bahkan puluhan juta atau ratusan juta – serempak bersama-sama pada saat presiden berbicara. Oleh karena itulah, pada umumnya yang termasuk ke dalam media massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film yang mengandung ciri keserempakan tersebut.


(37)

36

Radio dan televisi, karena merupakan media massa elektronik, tidak diragukan lagi keserempakannya ketika khalayak mendengarkan acara radio atau menonton acara televisi. Bagaimana dengan khalayak pembaca surat kabar atau majalah dan penonton film? Apakah terjadi keserempakan? Mengenai hal ini kita jangan melihat situasi komunikasi massa di negara yang belum maju atau yang sedang berkembang, antara lain di Indonesia. Pada saat ini oplah suratkabar Ibu Kota yang jangkauannya nasional masih dalam hitungan ratusan ribu eksemplar, belum jutaan; kebanyakan masih dalam jumlah puluhan ribu, bahkan ada yang beroplah 15.000 eksemplar. Memang sukar diasumsikan adanya keserempakan khalayak ketika membaca surat kabar. Akan tetapi, apabila kita menengok ke negara-negara maju, misalnya Amerika Serikat di mana antara lain New York Times dan Washington Post beroplah 20.000.000 eksemplar, maka dapat diasumsikan bahwa paling sedikit 1.000.000 orang secara serempak bersama-sama membaca surat kabar harian tersebut.

Demikian pula majalah di negara-negara maju dianggap media massa karena cirri keserempakan tersebut, misalnya di Amerika Serikat juga yang mempunyai Times dan Reader’s Digest yang beroplah jutaan eksemplar. Bahkan di negara Uncle Sam itu buku dianggap media massa karena tidak sedikit yang sekali terbit berjumlah 20.000.000 sampai 30.000.000 buah.

Bahwa film mengandung cirri keserempakan jelas tampak ketika ia yang dibuat dalam ratusan kopi diputar di gedung-gedung bioskop dimana secara serempak ditonton oleh ribuan pengunjung.


(38)

37

Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaannya secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal: jenis kelamin, usia, agama, ideology, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan sebagainya. heterogenitas khalayak seperti itulah yang menjadi kesulitan seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa karena setiap individu dari khalayak itu menghendaki agar keinginannya dipenuhi. Bagi para pengelola media massa adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk memenuhinya. Satu-satunya cara untuk dapat mendekati keinginan seluruh khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, kesenangan (hobby), dan lain-lain berdasarkan perbedaan sebagaimana dikemukakan diatas.

Pengelompokan tersebut telah dilaksanakan oleh berbagai media massa dengan mengadakan rubric atau acara tertentu untuk kelompok pembaca-pendengar-penonton tertentu. Hampir semua surat kabar, radio dan televisi menyajikan rubric atau acara yang secara khusus diperuntukkan bagi anak-anak, remaja dan dewasa; wanita dewasa dan remaja putri; pedagang, petani, ABRI, dan lain-lain; pemeluk agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu, dan kepercayaan lainnya; murid-murid taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, dan mahasiswa-mahasiswa perguruan


(39)

38

tinggi; para penggemar sastra, teater, musik, film, dan teknologi; dan kelompok-kelompok lainnya.

Berdasarkan kelmpok tersebut di atas maka sejumlah rubric atau acara diperuntukkan bagi kelompok tertentu sebagai sasarannya, atau dapat disingkat kelompok sasaran (target group), disamping khalayak keseluruhan sebagai sasarannya atau yang disebut khalayak sasaran (target audience). Contoh rubric untuk khalayak sasaran pada surat kabar adalah berita, tajuk rencana, pojok, artikel, cerita bersambung, dan lain-lain, sedangkan untuk kelompok sasaran adalah ruangan wanita, halaman untuk anak-anak, kolom untuk mahasiswa, ruangan bagi penggemar film, dan sebagainya. Contoh acara untuk khalayak sasaran pada radio dan televise siaran adalah warta berita, sandiwara, film seri, musik nasional (keroncong, dangdut, popular, dan lain-lain), olah raga dan sebagainya. sedangkan untuk kelompok sasaran adalah acara untuk anak-anak, remaja, mahasiswa, petani, ABRI, pemeluk agama Islam dan agama-agama lainnya, serta banyak yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu.

Berdasarkan cirri heterogenitas komunikan sebagaimana dikemukakan diatas dan dikaitkan dengan cirri yang disebut pertama, yakni bahwa komunikasi massa berlangsung satu arah, maka komunikator yang menangani atau yang menggunakan media massa harus melakukan perencanaan yang matang sehingga pesan yang disebarkannya benar-benar komunikatif, yakni received dan accepted dalam satu kali penyiaran, sebagaimana dipaparkan di muka.

Demikian cirri-ciri komunikasi dengan menggunakan media massa untuk membandingkan dengan komunikasi yang memakai media nirmassa. Pada akhirnya penggunaan media massa dan nirmassa itu saling mengisi


(40)

39

pengoperasiannya, baik secara nasional maupun secara internasional. Hal ini erat sekali kaitannya dengan model komunikasi multitahap (multistep flow communication) yang telah disinggung di muka. Dalam hubungan inilah pula pentingnya strategi komunikasi.

2.1.1.2. Fungsi Komunikasi Massa

Di muka telah ditegaskan bahwa komunikasi massa di sini diartikan komunikasi massa modern dengan media massa sebagai salurannya. Mengenai jenisnya atau bentuknya di antara para pakar komunikasi tidak ada kesepakatan; ada yang menyebutnya secara luas, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi, film, buku, rekaman video, rekaman audio, poster, surat langsung, dan banyak lagi; ada yang membatasi hanya pada surat kabar, majalah, televisi, radio, dan film.

Dalam buku ini yang diartikan media massa ialah media yang mampu menimbulkan keserempakan di antara khalayak yang sedang memperhatikan pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Yang jelas memenuhi kriteria ini adalah radio, televisi, dan film. Sedangkan surat kabar dan majalah bergantung pada oplahnya. Jika oplahnya minimal 750.000 eksemplar, barangkali dapat dikatakan media massa, dengan asumsi bahwa di antara 750.000 orang pelanggan atau pembeli koran atau majalah itu paling sedikit 150.000 orang serempak bersama-sama sedang membacanya.

Perkembangan masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kemekaran media massa, tetapi di lain pihak secara timbal-balik ini menimbulkan dampak yang teramat kuat pula terhadap masyarakat. Para pakar komunikasi


(41)

40

mengkhawatirkan pengaruh media massa ini bukannya menimbulkan dampak yang positif konstruktif, melainkan yang negatif destruktif. Lalu pakar komunikasi mempertanyakan fungsi yang sebenarnya dari komunikasi massa atau media massa itu.

Sebelum kita membicarakan fungsi komunikasi massa, ada baiknya jika kita membahas dahulu fungsi komunikasi itu sendiri, dan dari situ kita bisa menyimak fungsi komunikasi massa sebab komunikasi lebih luas daripada komunikasi massa.

Harold D. Lasswell, pakar komunikasi terkenal yang namanya pernah disebut di muka, juga telah menampilkan pendapatnya mengenai fungsi komunikasi massa itu. Dikatakannya bahwa proses komunikasi di masyarakat menunjukkan tiga fungsi :

a) Pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the environment), penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di dalamnya.

b) Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan (correlation of the components of society in making a response to the environment).

c) Penyebaran warisan social (transmission of the social inheritance). Disini berperan para pendidik, baik dalam kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang meneruskan warisan social kepada keturunan berikutnya. Selanjutnya, Laswell menyatakan bahwa di dalam masyarakat, proses komunikasi mengungkapkan cirri-ciri khusus ketika unsur-unsur yang berkuasa merasa takut pada lingkungan, baik lingkungan internal maupun lingkungan


(42)

41

eksternal. Oleh karena itu, dalam menilai efisiensi pada suatu ketika, kita perlu memperhitungkan pertaruhan nilai-nilai dan identitas kelompok yang posisinya sedang dikaji.

Mengenai fungsi komunikasi itu, dalam buku Aneka Suara, Satu Dunia (Many Voices One World) dengan MacBride sebagai editornya, diterangkan dengan cukup gamblang yang patut disimak oleh para mahasiswa dan peminat komunikasi. Diuraikan disitu bahwa apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta dan ide, maka fungsinya dalam tiap system social adalah sebagai berikut:

- Informasi : Pengunpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

- Sosialisasi ( Pemasyarakatan) : Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat.

- Motivasi : Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong keinginan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.


(43)

42

- Perdebatan dan diskusi : Menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah public, menyediakan bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional, dan local.

- Pendidikan : Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

- Memajukan kebudayaan : Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetikanya.

- Hiburan : Penyebarluasan symbol, sinyal, suara, dan citra (image) dari drama, tari, kesusasteraan, musik, komedi, olahraga, permainan, dan sebagainya untuk rekreasi, dan kesenangan kelompok dan individu.

- Integrasi : Menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain.

Itulah fungsi komunikasi menurut Sean MacBride dan kawan-kawan. Karena komunikasi massa merupakan bagian atau bentuk dari komunikasi yang begitu luas itu, maka uraian di atas juga menjadi fungsi komunikasi massa dengan


(44)

43

media massanya yang dapat menjangkau khalayak yang amat luas, baik lokal, nasional maupun internasional.

Untuk memperoleh kejelasan dan ketegasan mengenai fungsi komunikasi massa, kita dapat menyimak pendapat Yoseph R. Dominick, mahaguru dari Universitas Georgia, Athens, Amerika Serikat, dalam bukunya, The Dynamic of Mass Communication. Dia berpendapat bahwa untuk menganalisis hal itu perlu paling tidak dengan dua tahap yang berbeda. Pertama, kita dapat menggunakan perspektif seseorang sosiolog dan meneropongnya melalui lensa lebar seraya mempertimbangkan fungsi-fungsi yang ditunjukkan oleh media massa bagi keseluruhan masyarakat (pendekatan seperti ini kadang-kadang disebut makroanalisis). Titik pandang ini terfokus kepada tujuan yang jelas dari komunikator dan menekankan tujuan yang tampak itu melekat pada isi media. Kedua, atau sebaliknya kita dapat melihatnya melalui lensa close-up kepada khalayak secara perseorangan, dan meminta kepadanya agar memberikan laporan mengenai bagaimana mereka menggunakan media massa (pendekatan ini dinamakan mikroanalisis).

Kadang-kadang hasilnya menunjukkan hal yang sama dalam arti bahwa khalayak menunjukkan hal yang sama dalam arti bahwa khalayak menggunakan isi media massa yang sejalan dengan yang dituju oleh komunikator. Adakalanya tidak sama, khalayak menggunakan media dengan cara yang tidak diduga oleh komunikator.

Mengenai analisis dengan lensa lebar tadi dapat dijelaskan sebagai berikut: Apabila pada mulanya manusia berkomunikasi satu sama lain secara antar persona langsung tatap muka, maka dari hari ke hari, tahun ke tahun, dekade ke dekade,


(45)

44

dan abad ke abad, terjadi perubahan-perubahan sedemikian hebatnya sehingga dewasa ini manusia di benua yang satu mampu berkomunikasi dengan manusia di benua lain. Ini terjadi berkat media massa; pada mulanya media cetak, kemudian media elektronik melalui satelit komunikasi.

Pengawasan (surveillance)

Fungsi pertama komunikasi massa menurut Joseph R. Dominick ternyata sama dengan fungsi pertama juga berdasarkan pendapat Harold Laswell. Akan tetapi, Dominick memberikan penjelasan yang agak luas. Dikatakannya bahwa surveillance mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang pekerjaannya mengadakan pengawasan. Orang-orang media itu yakni para wartawan surat kabar dan majalah, reporter radio dan televisi, koresponden kantor berita, dan lain-lain berada di mana-mana di seluruh dunia, mengumpulkan informasi buat kita yang tidak bisa kita peroleh. Informasi itu disampaikan kepada organisasi-organisasi media massa yang dengan jaringan luas dan alat-alat yang canggih disebarkannya ke seluruh Jagat.

Fungsi pengawasan dapat dibagi menjadi dua jenis: - Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance)

Pengawasan jenin ini terjadi jika media menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman taufan, letusan gunung api, kondisi ekonomi yang mengalami depresi, meningkatnya inflasi, atau serangan militer. Peringatan ini dapat diinformasikan segera dan serentak (programa televise diinterupsi untuk memberitakan peringatan bahaya tornado), dapat pula diinformasikan ancaman dalam jangka waktu lama atau ancaman


(46)

45

kronis (berita surat kabar atau majalah secara bersambung mengenai polusi udara atau pengangguran). Akan tetapi, memang banyak informasi yang tidak merupakan ancaman yang perlu diketahui oleh rakyat.

- Pengawasan instrumental (instrumental surveillance)

Jenis kedua ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Berita tentang film yang dipertunjukkan di bioskop setempat, harga barang kebutuhan di pasar, produk-produk baru, dan lain-lain adalah contoh-contoh pengawasan instrumental. Yang juga perlu dicatat ialah bahwa tidak semua contoh pengawasan instrumental seperti disebutkan diatas terjadi yang kemudian dijadikan berita. Publikasi-publikasi skala kecil dan yang lebih spesifik seperti majalah-majalah atau jurnal-jurnal pengetahuan atau keterampilan juga melakukan tugas pengawasan. Bahkan fungsi pengawasan dapat dijumpai pula pada isi media yang dimaksudkan untuk menghibur.

Interpretasi (interpretation)

Yang erat sekali kaitannya dengan fungsi pengawasan adalah fungsi interpretasi. Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu.

Contoh yang paling nyata dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi siaran. Tajuk rencana dan komentar merupakan pemikiran para redaktur media tersebut mengenai topik berita yang paling penting pada hari tajuk rencana dan komentar itu disiarkan. Fungsi interpretasi ini acap kali mendapat perhatian utama para pejabat pemerintah, tokoh politik dan pemuka masyarakat karena sering berupa kritik terhadap kebijaksanaan pemerintah.


(47)

46

Karena itu pula di negara-negara Barat yang liberal, pers sebagai salah satu media massa dengan keampuhannya dalam melaksanakan fungsi interpretasi dijuluki watchdog atau anjing penjaga yang “menggonggong“ apabila pemerintah ingkar dari kewajibannya mengurus rakyat.

Pada kenyataannya fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran. Betapa tidak lucu jika wajah seorang presiden dari suatu negara dilukis sedemikian rupa sehingga serba dilebih-lebihkan, umpamanya hidungnya dibuat panjang, bibirnya dibuat tebal, kepalanya dibentuk penjol, lebih dari kenyataannya. Dalam dunia jurnalistik, cara-cara menyindir seperti itu sudah lazim sehingga yang bersangkutan tidak pernah marah, apalagi memprotes.

Hubungan (linkage)

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perseorangan. Banyak contoh mengenai hal ini, misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan dengan produk-produk penjual. Contoh lainnya adalah hubungan para pemuka partai politik dengan pengikut-pengikutnya ketika membaca surat kabar mengenai partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya itu.

Fungsi hubungan yang dimiliki media itu sedemikian berpengaruhnya kepada masyarakat sehingga dijuluki “public making“ ability of the mass media atau kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari media massa. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku seseorang, baik yang positif konstruktif maupun yang


(48)

47

negatif destruktif, yang apabila diberitakan oleh media massa, maka segera seluruh masyarakat mengetahuinya.

Sosialisasi

Seperti halnya dengan MacBride, Joseph R. Dominic juga menganggap sosialisasi sebagai fungsi komunikasi massa. Bagi Dominic, sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu pada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nillai-nilai dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan membaca, mendengarkan dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.

Di antara jenis-jenis media massa, televisi termasuk media yang daya persuasinya paling kuat, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini wajar karena insan-insan yang belum berusia dewasa ini belu mempunyai daya kritik sehingga ada kecenderungan mereka meniru perilaku orang-orang yang dilihat mereka pada layar televisi tanpa menyadari nilai-nilai yang terkandung.

Hiburan (entertainment)

Seperti hal nya dengan MacBride pula, bagi Dominic pun hiburan merupakan fungsi media massa. Mengenai hal ini memang jelas tampak pada televisi, film, dan rekaman suara. Media massa lainnya, seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita pendek, cerita panjang atau cerita bergambar.


(49)

48

Bagi pembaca, rubrik-rubrik hiburan itu memang penting untuk melepaskan saraf-saraf setelah berjam-jam membaca berita-berita berat, yang terjadi baik di dalam negeri maupun di dalam negeri.

Demikianlah fungsi-fungsi komunikasi massa menurut beberapa pakar kenamaan. Jelas kiranya bahwa pernyataan mengenai fungsi komunikasi massa di masyarakat akan sejajar dengan pernyataan mengenai bagaimana fungsi media pada taraf individual. Apabila analisis kita alihkan dari analisis makro ke analisis mikro, maka pada taraf individual, pendekatan fungsional diberi nama umum uses-and gratifications model atau “model penggunaan dan pemuasan“. Secara sederhana model ini menyatakan bahwa khalayak memiliki dorongan dan kebutuhan yang dipuaskan dengan menggunakan media. Dewasa ini, kebanyakan media massa melancarkan kegiatannya dengan model tersebut sebagai pendekatan fungsional.

Dari paparan diatas, fungsi-fungsi komunikasi dan komunikasi massa yang begitu banyak itu dapat disederhanakan menjadi empat fungsi saja, yakni :

- Menyampaikan informasi (to inform) - Mendidik (to educate)

- Menghibur (to entertain) - Mempengaruhi (to influence) (Effendy 2003:20)

2.1.2. Film Sebagai Media Massa

Film adalah fenomena sosial, psikologi, dan estetika yang kompleks. Film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan


(50)

49

musik, jadi film adalah produksi yang bersifat mulitidimensional dan sangat kompleks. Melalui perkembangannya, film telah memainkan banyak peran dengan memberikan informasi, drama, music, dan lain-lain, dikombinasikan atau bukan. Sebggai media komunikasi massa, film dapat digunakan dengan berbagai funsi seperti hiburan, penerangan, pendidikan, untuk mempengaruhi dan ajang sosialisasi.

Film merupakan salah satu bagian dari media massa yang merupakan media elektronik dan merupakan alat penyampai berbagai jenis pesan dalam peradaban modern. “Film merupakan medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan serta pendidikan” (Effendy, 2000: 209). “Dengan kata lain, film merupakan media komunikasi massa yang mampu menimbulkan dampak pada masyarakat, karena film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya” (Sobur, 2004: 127).

Film sebagai penemuan teknologi baru yang mulai berkembang pada akhir abad 19, yang disampaikan melalui media massa audio visual yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan media komunikasi massa lainnya. Ini disebabkan karena dalam film penyampaian pesannya melalui perantara gambar-gambar yang berwarna, gambar yang bergerak, adanya music yang menyertai film, penonton dapat mendengar langsung suara para pelaku dan melihat langsung para pelaku yang terdapat dalam film tersebut.

“Pada mulanya film hanyalah berupa gambar bergerak berwarna hitam putih dan tidak disertai dengan adanya suara yang disebut film bisu. Pada akhir


(51)

50

tahun 1920-an mulai dikenal adanya film bersuara, dan pada tahun 1930-an mulai menyusul film berwarna” (Sumarno,1996:9).

Dalam hal ini film sebagai bentuk media massa memilki ide dasar mengenai tujuan media dalam masyarakat (McQuail, 1987: 13)

1. Informasi

a. Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia

b. Menunjukkan hubungan kekuasaan.

c. Memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan. 2. Korelasi

a. Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi.

b. Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan. c. Melakukan sosialisasi.

d. Mengkoordinasi beberapa kegiatan. e. Membentuk kesepakatan.

f. Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatif. 3. Kesinambungan

a. Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subcultural) serta perkembangan budaya baru. b. Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.

4. Hiburan

a. Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksasi. b. Meredakan ketegangan sosial.


(52)

51 5. Mobilisasi

a. Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala dalam bidang agama, seni dan budaya.

Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Kehadiran film sebagian merupakan respons tehdapa penemuan waktu luang diluar jam kerja dan Jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga.

2.1.2.1. Jenis-jenis Film

Menurut Himawan Pratista dalam bukunya yang berjudul “Memahami Film”, secara umum jenis film terbagi menjadi tiga jenis (Pratista, 2008):

1. Film Dokumenter

Kunci utama dari film dokumenter adalah penyajian fakta. Film jenis ini berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Struktur bertutur film documenter umumnya sederhana dengan tujuan agar memudhkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan. Untuk penyajiannya, film documenter dapat menggunakan beberapa metode antara lain merekam langsung pada saat peristiwa benar-benar terjadi atau sedang berlangsung, merekonstruksi ulang sebuah peristiwa yang terjadi, dan lain sebagainya.


(53)

52

Film jenis ini adalah film yang paling banyak diangkat dari karya-karya para sineas. Berbeda dengan film documenter, cerita dalam film fiksi merupakan rekaan di luar kejadian nyata. Untuk struktur ceritanya, film fiksi erat hubungannya dengan hukum kausalitas atau sebab-akibat. Ceritanya juga memilki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola pengembangan cerita yang jelas. Untuk proses produksinya, film fiksi cenderung memakan lebih banyak tenaga, waktu pembuatan yang lebih lama, serta jumlah peralatan produksi yang lebih banyak dan bervariasi serta mahal.

3. Film Eksperimental

Film eksperimental adalah jenis film yang sangat berbeda dengan dua jenis film sebelumnya. Film eksperimental tidak memilki plot tetapi tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi olehinsting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman-pengalaman batin mereka. Cirri dari film eksperimental yang paling terlihat adalah ideology sineasnya yang sangat menonjol yang bisa dikatakan out of the box atau di luar aturan.

Film “Sex And The City 2” yang diproduksi tahun 2010 merupakan film yang masuk dalam kategori fiksi. Cerita ini diangkat berdasarkan kehidupan masyarakat perkotaan karya Michael Patrick King.

2.1.2.2. Genre Film

Selain jenisnya, film juga dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi film. Klasifikasi film ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, misalnya berdasarkan proses produksinya, yakni film hitam-putih dan film berwarna, film


(54)

53

animasi, film bisu dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak dikenal orang adalah klasifikasi berdasarkan genre film (Pratista, 2008).

Istilah genre berasal dari bahasa Prancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Di dalam film, genre diartikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti setting, isi, dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Sedangkan fungsi utama dari genre adalah membantu kita memilah-milah atau mengklasifikan film-film yang ada sehingga lebih mudah untuk mengenalinya (Pratista, 2008).

Genre pun dibagi menjadi dua bagian yaitu induk primer dan genre induk sekunder. Genre induk primer sebagai genre-genre pokok, antara lain:

1. Aksi 2. Drama 3. Epik Sejarah 4. Fantasi 5. Fiksi Ilmiah 6. Horor 7. Komedi

8. Kriminal dan Gangster 9. Musikal

10.Petualangan 11.Perang 12. Western


(55)

54

Film “Sex And The City 2” yang berkisah tentang kehidupan Carrie Bradshaw (Sarah Jessica Parker) dan Big (Chris Noth), dan semua semua pemeran dalam film ini termasuk ke dalam genre drama komedi.

2.1.3. Representasi

Ada beberapa definisi representasi, yaitu defenisi representasi berdasarkan Nuraini Juliastuti, John Fiske, dan Stuart Hall.

1. Menurut Nuraini Juliastuti (2002).

Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Ia adalah “representing”. Ia juga produk dari proses sosial “representing”. Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideology yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret.

2. Menurut John Fiske (2004)

Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasi.

3. Menurut Stuart Hall (1997)

Menurut Stuart Hall, representasi mempunyai dua pengertian, yaitu:

a. Representasi mental yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini berbentuk sesuatu yang abstrak.

b. Representasi bahasa. Representasi bahasa ini yang berperan penting dalam konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus


(56)

55

diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Dalam hal ini, proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkostruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan system peta konseptual kita. Dalam proses kedua, kita mengkostruksi seperangkat korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara ‘sesuatu’, ‘peta konseptual’, dan ‘bahasa atau simbol’ adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses ini yang terjadi secara bersama-sama itulah yang kita sebut representasi.

Hall mengatakan bahwa ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana produksi makna hingga penggunaan konstruksi sosial (Hall, 1997):

1. Pendekatan Reflektif: bahasa berfungsi sebagai cermin, yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Dalam pendekatan reflektif, sebuah makna bergantung pada sebuah objek, orang, ide, atau peristiwa di dalam dunia nyata. Bahasa pun berfungsi seperti cermin yaitu untuk memantulkan arti sebenarnya seperti yang telah ada di dunia. Misalnya, bunga mawar adalah bunga mawar. Namun, tanda visual membawa sebuah hubungan kepada bentuk dan tekstur dari objek yang dipresentasikan. Tetapi, gambar visual dua dimensi dari bunga adalah tanda tidak semestinya dibingungkan dengan tanaman yang sebenarnya dengan duri dan bunga-bunga yang bertumbuh di taman. Harus diingat bahwa ada begitu banyak kata-kata, suara, dan gambar yang mana kita mengerti dengan jelas tetapi fiksi atau


(57)

56

fantasi dan menunjuk keapda dunia yang diimajinasikan. Tentu saja, kita dapat menggunakan kata ‘bunga mawar’ dalam arti sebenarnya, tanaman nyata yang tumbuh di taman. Tetapi ini karena kita mengetahui kode yang terhubung dengan konsep khusus dari sebuah kata atau gambar. Tetapi kita tidak bisa memikirkan atau mengucapkan atau menggambar dengan bunga mawar sesungguhnya.

2. Pendekatan Intensional: kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Pendekatan makna yang kedua dalam representasi mendebat kasus sebaliknya. Pendekatan ini mengatakan bahwa sang pembicara, penulis, siapapun yang mengungkapkan pengertiannya yang unik ke dalam dunia melalui bahasa. Sekali lagi, ada beberapa poin untuk argumentasi ini semenjak kita semua, sebagai individu, juga menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan hal-hal yang special atau unik bagi kita dengan cara pandang kita terhadap dunia. Bagaimanapun juga, sebagai teori umum dari representasi melalui bahasa, pendekatan intensional cukup rapuh. Kita tidak bisa menjadi satu-satunya sumber makna dalam bahasa, sejak kita itu dapat diartikan bahwa kita dapat mengekspresikan diri dalam seluruh bahasa privat. Namun, esensi dari bahasa adalah komunikasi, yang mana tergantungkepada pembagian kode-kode linguistik. Makna pribadi kita, sebagaimana pun pribadinya bagi kita, harus masuk ke dalam aturan-aturan, kode-kode, dan adat bahasa untuk dibagikan dan dimengerti. Ini artinya bahasa pribadi kita harus berkompromi dengan semua makna lain yang telah terkandung dalam bahasa dimana penggunaan sistem bahasa kita tidak dapat dielakkan lagi akan berubah menjadi sebuah aksi.


(58)

57

3. Pendekatan Konstruktivis: kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai. Ini adalah pendekatan ketiga untuk mengenali publik, karakter sosial dari bahasa. Hal ini membenarkan bahwa tidak ada sesuatu yang di dalam diri mereka sendiri termasuk pengguna bahasa secara individu dapat memastikan makna dalam bahasa. Sesuatu ini tidak berarti: kita mengkonstruksi makna, menggunakan system representasional – konsep dan tanda. Bertolak dari pendekatan ini, kita tidak perlu bingung dengan dunia secara materi, dimana benda-benda dan orang-orang ada, dan simbol praktis dan proses yang melalui representasi, makna dan bahas dioperasikan. Konstruktivis tidak menolak keberadaan materi dunia. Namun bagaimanapun juga, bukan materi dunia yang memberi makna tetapi system bahasa atau system apapun yang kita gunakan untuk mempresentasikan konsep kita. Tentu saja, tanda mungkin dimensi material. System representasional terdiri dari suara nyata yang kita buat dengan nada vocal kita, gambar yang kita buat pada kertas peka cahaya kamera foto, coretan-coretan yang kita buatn pada kanvas, dorongan digital yang ditransmisikan secara elektronik. Representasi adalah praktek, sebuah jenis “kerja” yang menggunakan objek material dan efek. Tetapi makna tidak hanya tergantung pada kualitas material tanda, tetapi kepada fungsi simbolik. Hal ini dikarenakan suara-suara atau kata-kata khusus mewakili atau menyimbolkan atau merepresentasikan konsep yang dapat berfungsi, sebagai tanda dan member makna.

Maksud dari ketiga pendekatan tersebut apakah bahasa secara sederhana merefleksikan makna yang telah ada di luar sana di dunia objek? (reflektif). Kemudian apakah bahasa mengekspresikan hanya apa yang ingin dikatakan oleh


(59)

58

pembicara atau penulis, dan dengan sengaja memasukkan kepribadian kita dalam sebuah makna? (intensional). Dan apakah makna terkonstruksi di dalam dan melalui bahasa? (konstruktivis).

2.1.4. Semiotika

“Semiotika adalah studi mengenai pertandaan dan makna dari system tanda; ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna” (Fiske, 2004: 282).

Dalam teori semiotika, pokok studinya adalah tanda atau bagaiman cara tanda-tanda itu bekerja juga dapat disebut semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain jika diterapkan jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitan dengan pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Segala sesuatu yang memiliki sistem tanda, dapat dianggap teks, contohnya di dalam film, majalah, televisi, klan, koran, brosur, novel, bahkan di surat cinta sekalipun.

Tiga bidang studi utama dalam semiotika adalah (Fiske, 2004: 60):

4. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara-cara tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda


(1)

139 5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian ini, peneliti berpendapat alangkah baiknya bila penelitian yang akan datang lebih menyoroti lebih dalam dari adanya paham feminisme yang direpresentasikan melalui teks media. Saran lain adalah untuk mengkaji mengenai feminisme dapat dilihat dari film-film seperti Doubt, Perempuan Berkalung Sorban, Convention of Shopaholic, The Devil Wears Prada dll.

Film “Sex And The City 2” juga dapat dilihat melalui reception analysis. Karena melalui metode yang ada, akan sangat menarik untuk mengetahui bagaimana keberadaan perempuan berdasarkan ideology feminisme. Selain itu dapat diketahui perbedaan perempuan-perempuan yang menjalankan feminisme. Film-film yang bertema feminisme juga dapat diteliti dengan menggunakan metode analisis tekstuala yang lainnya, misalnya analisis wacana untuk melihat fenomena ini bila dikaitkan dengan konteks yang lebih mendalam. Dan dapat menggunakan metode analisis isi untuk mendapatkan gambaran kuantitatif yang lebih luas tentang fenomena feminisme dalam teks media.


(2)

140

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faqih, M.Z. (2006, Maret 20). Televisi dan kapitalisme libido.Pikiran Rakyat. P. 10

Arivia, G. 2003. Filsafat berperspekktif feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan

Barnard, M. (2006). Fashion sebagai komunikasi. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Brooks, A. (1997). Postfeminisme & Cultural Studies: Sebuah pengantar paling komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Brotoharsojo, H. (2005). Psikologi ekonomi dan konsumen. Depok: Bagian Psikologi Industri dan Organisasi

Burton, G. (2007). Membincangkan televisi: Sebuah pengantar kepada studi televisi. Bandung: Jalasutra.

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Praha Trendi.

Chaney, D. (1996). Lifestyle: Sebuah pengantar komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra

Dameria, A. (2007). Panduan dasar warna untuk desain dan indutri grafika. Jakarta: Link Match Graphic.

Effendy, Onong Ucjana. 2005. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fakih, M. (2004). Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(3)

141

Fiske, J. (1997). Television culture. London: Routledge

Fiske, J. (2004). Cultural and communication studies. Yogyakarta: Jalasutra Ghandi, M. (1933). Kaum perempuan dan ketidakadilan sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Hall, S. (1997). Representation (Cultural representation and signifying practices). California: Sage Publications Ltd

Komala, Soemirat dan Karlina, Siti.1999. Komunikasi massa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Littaver, F. (1996). Personality plus. Jakarta: Bina Rupa Aksara

McQuail, D. 1989. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga Moleong, Lexy J. (2004). Meteodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Bandung

Mulyana. Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Morisan. (2005). Media penyiaran-strategi mengelola radio dan televisi. Tanggerang: Ramdina Prakasa

Naratama. (2004). Menjadi sutradara terbaik. Jakarta: PT Gramedia Widiasara Indonesia.

Nawawi, H. 1995. Merode Penelitian Komunikasi. Medan: USU Press. Nugroho, H,W. (2004). Deskrimanasi gender (Protret perempuan dalam

hegemoni laki-laki). Yogyakarta: Andi Off sel

Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi massa. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Prabasmoro, Aquarini Priyatna. (2006). Kajian budaya feminis: Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra


(4)

142

Pratista, H. (2008). Memahami film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Sobur, Alex. (2004) . Semiotika komunikasi. Bandung: Rosda

Sumarno, M. (1996). Dasar-dasar apresiasi film. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Swastika, A. (2002, Oktober 2008). Feminisme dan media massa. Kompas. p.14. Tong, Rosemarie Putnam. (1998). Feminist thought: Pengant.r paling

komprehensif kepada arus utama pemikir feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Tubbs, S,L & Moss, S. (2002). Human communication (Prinsip-prinsip dasar).

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wainwright, Gordon R. (2006). Membaca bahasa tubuh. Yogyakarta: Baca Wright, Barbara Drygulski. (1998). Kiprah wanita dalam teknologi. Jakarta:

Rosda Jayaputra. Sumber Lain:

htttp://kunci.or.id/teks/04rep2.htm


(5)

143


(6)

144

BIODATA

Nama : Rani Indah Komala Harahap

Tempat / Tanggal Lahir : Padangsidempuan / 11 Agustus 1987 Anak ke : 2 dari 3 bersaudara

Alamat : Jl. Dr. Mansyur, Medan No. Telepon : 081273073071

Agama : Islam

Nama Saudara : 1. Raja Arif Rahman, S.H 2. Syukur Ahmad

Riwayat Pendidikan :

1. TK Aisyiah Padangsidempuan : 1992-1993 2. SD Neg.20 Padangsidempuan : 1993-1999 3. SLTP Neg.4 Padangsidempuan : 1999-2002 4. SMU Negeri 2 padangsidempuan : 2002-2005 5. Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU : 2006-sekarang

Nama Orangtua :

1. Ayah : A. Sentosa Harahap, S.Sos 2. Ibu : Ratna Bulan Siregar, S.H Pekerjaan Orangtua :

1. Ayah : PNS