Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter)

(1)

Konspirasi Politik Dalam Film “Shooter”)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Gelar Sarjana (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Humas

Oleh :

Ghietsa Nesma Sal Noviawan NIM. 41809135

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

(4)

ix

SURAT PERNYATAAN ………... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ………. iii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ……… v

KATA PENGANTAR ………..………. vi

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 11

1.2.1 Pertanyaan Makro... 11

1.2.2 Pertanyaan Mikro... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 11

1.3.1 Maksud Penelitian... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian... 12


(5)

x

2.1 Tinjauan Pustaka... 14

2.1.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu... 14

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi... 18

2.1.2.1 Definisi Komunikasi... 18

2.1.2.2 Proses Komunikasi... 19

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa... 20

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Massa... 20

2.1.4 Tinjauan Tentang Film... 22

2.1.4.1 Definisi Film... 22

2.1.4.2 Film Sebagai Proses Komunikasi Massa... 23

2.1.5 Tinjauan Tentang Konspirasi... 25

2.1.7.1 Teori konspirasi... 25

2.1.7.2 Konspirasi Politik... 28

2.1.6 Representasi………...……… 30

2.2 Kerangka Pemikiran... 33


(6)

xi

3.1.1 Sequence-sequence yang Merepresentasikan Pesan

Konspirasi Politik... 41

3.1.2 Komponen Produksi film Shooter... 46

3.1.3 Sinopsis Film... 57

3.2 Metode Penelitian... 61

3.2.1 Desain Penelitian... 62

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data... 68

3.2.2.1 Studi Pustaka... 68

3.2.3 Teknik Analisa Data... 70

3.2.4 Uji Keabsahan Data... 72

3.2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian... 73

3.2.5.1 Lokasi Penelitian... 73

3.2.5.2 Waktu Penelitian... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian……….. 76

4.2 Pembahasan………... 100 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(7)

xii

DAFTAR PUSTAKA... 117 LAMPIRAN-LAMPIRAN... 120 DAFTAR RIWAYAT HIDUP... 127


(8)

xiii

Tabel 3.1 Sequence-sequence dalam Film Shooter... 41

Table 3.2 Crew Film Shooter... 51

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian………... 74

Tabel 4.1 Deskripsi Sequence-1………. 76

Tabel 4.2 Deskripsi Sequence-2………. 80

Tabel 4.3 Deskripsi Sequence-3………. 85

Tabel 4.4 Deskripsi Sequence-4………. 88

Tabel 4.5 Deskripsi Sequence-5………. 92

Tabel 4.6 Deskripsi Sequence-6………. 95

Tabel 4.7 Konstruksi Makna Konsprasi Politik dalam Film Shoote………. 112


(9)

xiv

Gambar 2.3 Model Kerangka Pemikiran Konseptual... 40

Gambar 3.1 Konglomerat Media Viacom... 46

Gambar 3.2 Logo Paramount Picture... 47

Gambar 3.3 Poster Film Shooter... 57

Gambar 3.4 Dua Sudut Artikulasi Barthes... 66

Gambar 3.5 Analisis Data Kualitatif menurut Miles dan Huberman... 71

DAFTAR LAMPIRAN


(10)

xv

Berita Acara Bimbingan... 124 Surat Rekomendasi Pembimbing... 125 Poster Film Shooter... 126


(11)

vi Asalamu’allaikum Wr Wb,

Alhamdu lillaahi rabbil’ aalamin, tiada kata yang terbayang saat ini selain ucapan rasa syukur yang begitu mendalam dan sepenuh hati kepada Allah SWT, limpahan karunia, rizqi, rahmat serta hidayah-Nya lah, peneliti dapat menyelesaikan penelitiannya tentang Representasi Pesan Konspirasi dalam Film Shooter sebagaimana diharapkan . Tak lupa penulis juga mengucapkan shalawat serta salam pada Nabi serta Rasul kita Muhammad SAW.

Untuk Mama (Elis Dahlianingsih, S.Pd) tercinta terima kasih untuk segala doa, nasihat, dan kasih sayangnya yang sungguh luar biasa. Papa (Deden Daenuri, S.Ag) tercinta dengan segala hormat atas doa, dukungan moral, dan materil. Terutama untuk kasih sayang yang mengalir tiada habisnya.

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menemukan kesulitan dan hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuan peneliti namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, disertai keinginan kuat dan kesungguhan dalam berusaha, maka akhirnya penenlitian ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung yang telah mengeluarkan surat pengantar untuk penelitian skripsi.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung.


(12)

vii saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Yth. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si selaku Dosen Wali IK 4 2009 yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan serta mendukung penulis untuk segera menyelesaikan Penelitian ini.

5. Yth. Ibu Dr.Ani Yuningsih, Dra., M.Si yang membimbing peneliti selama penyusunan skripsi dan tidak henti-hentinya memberikan arahan, serta saran dan kritik yang membangun kepada peneliti selama bimbingan skripsi.

6. Yth. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Ilmu Komunikasi UNIKOM yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menjalani perkuliahan.

7. Yth. Ibu Ratna Widiastuti., Amd dan Ibu Asri Ikawati., Amd.kom yang telah membantu peneliti dalam administrasi selama berkuliah di UNIKOM dan selama proses penyusunan skripsi.

8. Untuk kakaku Fithriyani Noer Puspa Sari, S.H., dan adiku Hatsitsa Ridlo Robby yang selalu memberikan doa, dukungan, nasihat, dan motivasi selama proses penulisan skripsi.

9. Untuk teman-teman yang telah membantu dan memudahkan penulis pada saat melakukan penelitian yaitu Citra Abadi, Rolland S, Alexandra P, Lisbeth Marischa, Cynthia Apriliani, Irsan SY, Teja Darmawan, Dannu Prakoso, Aulia Rahman, serta rekan-rekan di IK-Humas 3.

10.Untuk Vyanda N P, lina Afrianti, Ading, Fx Sandy, Adit yang sama-sama sedang berjuang, dan Gun-gun, Abdulhadi, M Lutfi, Rommy Rizky, Riggo Berto, Ahmad Sidik, serta rekan-rekan di IK-4 lainnya.

11.Untuk teman-teman yang satu bimbingan Ading Wijaya, Rio Rahadian, Anggi Rahman yang saling memberikan semangat, dan saling mengingatkan dalam mengerjakan revisi bimbingan.

12.Untuk para teman yang sama-sama sedang berjuang lina Afrianti, Yandi, Devina Ariesta, Dewi Imar dan yang lainnya.


(13)

viii

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan usulan penelitian ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Serta menerima saran dan kritik tersebut dengan hati terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi Ilmu Komunikasi.

Bandung, Juli 2013 Penulis,

Ghietsa Nesma Sal N NIM.41809135


(14)

119 Buku :

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala dan Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar : Edisi Revisi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Bungin, Burhan. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Radja Grafindo

Persada.

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Radja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi : Edisi Ketiga. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Keempat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif : Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


(15)

Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wibowo, Indiwan Setyo Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi : Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media. Skripsi :

Skripsi. Yaser Dwi Yassa. Representasi Kebebasan Pers Mahasiswa Dalam Film Lentera Merah (Analisis semiotika Roland Barthes dalam film Lentera Merah mengenai kebebasan pers mahasiswa).

Skripsi. Fitri Budi Astuti. Pluralisme dalam Film My Name is Khan (Analisis semiotika John Fiske mengenai pluralism dalam film My Name is Khan).

Sumber Lain :

Novel :

Husaini, Adian. 2012. Kemi 2 : Menyelusuri Jejak Konspirasi. Jakarta : Gema Insani Press.


(16)

Searching Internet :

http://cahndeso86.blogspot.com/2009/12/latar-belakang-suatu-teori-konspirasi.html 15/03/2013 23:13

http://darta-anekateori.blogspot.com/2011/04/teori-semiotika-roland-barthes.html 18/03/2013 20:09

http://movieclips.com/s2VCX-shooter-movie-videos/ 21/03/2013 10:13

http://rajabjabont.wordpress.com/2012/05/22/teori-yang-membingungkan-konspirasi/ 30/03/2013 21:21

http://oomayah-kaboom.blogspot.com/2012/11/shooter-2007-review-film-bukan-baru.html 20/04/2013 20:47

http://www.publiceye.org/tooclose/conspiracism-01.html 08/06/2013 21:55


(17)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Film dihadirkan ditengah masyarakat dalam merepresentasikan realitas yang terjadi dipusaran kehidupan masyarakat secara global. Selain sebagai representasi dari suatu realita, film juga terkadang digunakan dalam menyampaikan inspirasi atau ideologi para sineas melalui cerita fiksinya. Film merupakan bagian dari media massa yang bersifat persuasif, di mana mampu mempengaruhi khalayaknya serta menjangkau banyak segmen, sehingga kekuatan dan peranan film kerapkali digunakan sebagai alat penyampaian pesan yang tidak bisa secara gamlang disuarakan dengan lantang.

Tak hanya film, radio, surat kabar, puisi, sajak, lagu, dan masih banyak lagi media yang bisa digunakan untuk menyampaikan suatu pesan tersendiri, tetapi film memiliki komponen yang mumpuni dibandingkan dengan media massa yang lainnya, karena film tergolong kedalam kategori media yang bersifat audio visual, dimana terdapat gambar yang bergerak didalamnya, sehingga pesan yang disampaikan bisa dimaknai serupa tanpa terlalu rumit atau bahkan bisa juga dimaknai lebih mendalam lagi ke setiap adegan, gambar, simbol, atau alur cerita yang terdapat dalam sebuah film. Selain sebagai sarana hiburan, tak sedikit film yang dikategorikan memiliki


(18)

pesan tersendiri, pesan yang mengangkat cerita tentang Sosial, Sejarah, dan Politik disuatu Negara atau Dunia Internsaional, yang bertujuan untuk memperkenalkan atau mempublikasikan suatu isu yang masih misteri atau yang belum terjamah oleh sebagian orang.

Film action pabrikan asal Amerika “Shooter” yang dirilis pada tahun 2007 ini disutradarai oleh Antoine Fuqua, menceritakan suatu rangkaian konspirasi politik Amerika yang popular, dimana adanya komplotan atau persekongkolan para politisi pemegang kekuasaan yang menggerakan suatu peristiwa atau kejadian dibelakang layar layaknya seorang dalang pada pagelaran wayang. “Teori Konspirasi” menjelaskan sebuah rencana yang bersifat rahasia, yang dijalankan oleh sekelompok orang, yang disebut persekongkolan atau persekutuan, dengan tujuan yang buruk. Dalam melancarkan rencananya ini para konspirator (sebutan komplotan yang bersekongkol) membungkus atau membalut suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain, dengan tujuan untuk memelintir fakta yang sebenarnya, seperti memputihkan sang hitam atau menghitamkan si putih, sehingga mengkaburkan perhatian masyarakat terhadap rencana mereka yang sebenarnya, maka dari itu banyak yang tadinya illegal dibuat sedemikian rumitnya menjadi seolah-olah legal. Media massa sering terlibat dalam praktek konspirasi, bagaimana tidak, media bisa mempengaruhi kognisi sosial terhadap persepsi masyarakat apabila salah satu isu secara terus menerus digembar-gemborkan dalam kurun waktu yang berkesinambungan, maka masyarakat akan terdoktrin dengan meyakini bahwa berita atau issu yang dipublish


(19)

oleh media itu adalah benar adanya, sehingga media massa ini sering menjadi alat propaganda atau dipergunakan untuk kepentingan segelintir orang untuk meraih kekuasaan.

Konspirasi pada dasarnya adalah sebuah persekongkolan yang dilakukan lebih dari dua orang. Persekongkolan dilakukan dalam sebuah agenda besar yang menyangkut orang-orang penting, baik dari pihak konspirator maupun pihak yang dikambinghitamkan. Namun Konspirasi sering dianggap mengada-ada ketika landasan teori ini bukanlah berdasarkan analisis ilmiah, yang biasanya suatu teori diakui kebenarannya apabila sudah dipatenkan dalam pembukuan atau dibukukan (text book). “Teori konspirasi” ini berjalan berdasarkan spekulasi, argumentasi, dan dugaan-dugaan sementara yang masih bersifat abstrak. Hal ini yang membuat sebagian orang meragukan kebenaran “teori konspirasi”, karena bukti-buktinya tersebut sering dianggap kurang matang, mengada-ada, atau halusinasi belaka, meski demikian “teori konspirasi” ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, bisa dilihat dari data-data yang akurat, fakta-fakta informasi yang bersumber, serta argumentasi-argumentasi yang kuat.

Film yang dirilis pada tanggal 23 Maret ini, mengisahkan sosok mantan U.S Marine Scout Sniper (pasukan khusus penembak jarak jauh) Bob Lee Swagger, yang pensiun paska misi terakhirnya sebagai pasukan khusus, yang menewaskan teman terbaik sekaligus partner pengintainya Donnie, yang terjebak dalam sebuah pusaran konspirasi yang telah dirancang oleh mantan militer Colonel Isaac Johnson beserta


(20)

kolega. Di mana dalam cerita ini, Swagger diminta berdedikasi untuk kali terakhir kepada Negara dalam mengungkap isu perencanaan pembunuhan yang akan mengincar sang Presiden, yang sebenarnya pencegahan pembunuhan itu hanyalah sebuah jebakan yang dibuat oleh Johnson cs untuk mengkambinghitamkan sang sniper Bob Lee Swagger, guna menutupi tujuan terselubung mereka yang masih misteri. Alhasil yang terbunuh bukanlah Presiden, melainkan Uskup Agung Ethiopia yang sedang berada dalam sebuah parade, dan terbunuh pada saat berdampingan dengan Presiden. Rangkaian konspirasi sedang dimulai, dengan skenario yang apik berhasil mengkambinghitamkan Swagger atas kematian Uskup. Sontak peristiwa pembunuhan Uskup ini menjadi berita yang paling hangat, sehingga dalam hitungan menit berita menyebar diberbagai media massa.

Pemberitaan mengenai peristiwa pembunuhan Uskup ini membuat suatu spekulasi awal kehadapan masyarakat bahwa Bob Lee Swagger adalah sang “eksekutor”, adanya rangkaian-rangkaian konspirasi yang telah membingkainya kedalam ranah hukum membuat mantan marinir ini shock dan menghilang untuk beberapa saat. Dalam pengusutan kasus yang menewaskan Uskup ini, seorang agen khusus FBI Nick Memphis merasa ada kejanggalan apabila yang melakukan pembunuhan ini adalah Bob Lee Swagger, karena menurut Memphis, seorang penambak jitu yang tak diragukan lagi kemampuan dalam keakuratan menembaknya ini bisa melenceng beberapa inci dari target sasarannya, di mana Memphis membuktikan sendiri mengenai track record bidikan Swagger yang tak pernah


(21)

meleset sejauh itu. Ternyata ada rangkaian konspirasi yang sedang dijalankan oleh suatu komplotan yang mensetting peristiwa itu dari belakang layar, sehingga pengusutan kasus ini mengarah kepada Senator Amerika dan sang Kolonel. Adanya indikasi bahwa para elite politikus itu terlibat dalam pembingkaian peristiwa tersebut, menandakan intisari dari sebuah konspirasi.

Realitanya, konspirasi selalu berdampingan dengan unsur politik, seperti definisi politik pada umumnya bahwa politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan, kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata, ketiga, dari karisma. Dengan begitu konspirasi selalu digandeng untuk tujuan segelintir orang atau kelompok tertentu yang melegalkan segala cara dalam perebutan kekuasaan dikancah perpolitikan.

Sekilas ranah politik diperuntukan membangun, dan mengelola Negara menjadi terstruktur melalui birokrasi, namun politik dipost modern ini telah merambah ke segala aspek mulai dari ekonomi, sosial, budaya, pertanian, sejarah, logistik, hingga ranah olahraga yang menjadi ladang produktif bagi para politikus. Konspirasi selalu disangkut-pautkan dengan politik, politik yang notabenenya


(22)

kekuasaan meracik konspirasi menjadi produk politik dalam mendapatkan porsi kekuasaan, begitulah andil politik dalam mencuatnya ”teori konspirasi”, padahal tidak selalu konspirasi ini berurusan dengan politik, terkadang sebuah konspirasi terjadi dilingkungan masyarakat yang adanya ketidak rukunan antar warga akibat kesenjangan sosial atau persaingan ekonomi, sehingga sekelompok orang bersekongkol untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap menggangu siklus kehidupan segelintir orang tersebut.

Film Shooter merepresentasikan “teori konspirasi” dalam ruang lingkup politik Amerika. Banyak film-film Internasional yang terdapat muatan-muatan pesan tersendiri seperti halnya konspirasi dalam film Shooter ini. Dalam konteks komunikasi, film sejatinya secara alamiah akan selalu memiliki muatan pesan yang hendak disampaikan, baik itu tertuang dalam sebuah scene (adegan), Background (latar gambar) maupun dalam Backsound (musik pengiring). Pesan dalam praktek komunikasi memegang peranan penting, seperti halnya adegan dalam sebuah film. Komponen ini merupakan variabel yang paling substansial dari terbentuknya proses komunikasi, karena tanpa keberadaan pesan, proses komunikasi pun tidak bisa terjadi.

Film merupakan media komunikasi massa yang di dalamnya mengandung banyak pesan bagi khalayak, namun banyak juga yang beranggapan cerita–cerita dalam film hanya masih sekedar hiburan bagi khalayak karena ceritanya yang menarik untuk media hiburan khalayak. Peneliti medapatkan FOR (Frame of Reference) dari sumber -sumber yang ada bahwa sebenarnya film merupakan alat


(23)

transaksional sebagai penyampaian sebuah pesan dan makna yang terdapat didalamnya, dan coba menelaah sesuai FOE (Field of Experience) terhadap objek yang sama namun dengan bahasan yang berbeda karena adanya pemberian pesan terhadap sebuah karya seni berdasarkan sumber–sumber mengenai semiotika terhadap karya seni ataupun media–media komunikasi yang di buat oleh pengarangnya.

Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik). Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.

Melalui film kita bisa membaca situasi disuatu wilayah yang belum kita jamah, melalui film kita bisa menerka pesan apa yang tersirat disetiap adegan, scene, dalam alur ceritanya. Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis semiotika. Ini disebabkan, pada film terdapat banyak tanda baik verbal maupun nonverbal. Van Zoest menyatakan :

“Film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek


(24)

yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dengan tanda-tanda ikonis, yakni tanda yang menggambarkan sesuatu.” (Sobur, 2006:128).

Tanda-tanda yang terdapat pada film dapat merepresentasikan berbagai makna yang bisa digali lebih dalam sehingga terdapat makna lain yang sebenarnya berbeda dengan makna yang terlihat atau makna dibalik makna. Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai berikut:

“Proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik.” (Wibowo, 2011:122).

Bahasa merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi (Sobur, 2006:13).

Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi, menyatakan bahwa kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen, lantas membuat para ahli menyimpulkan bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Sejak itu, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Ini, misalnya, dapat dilihat dari sejumlah penelitian film yang mengambil berbagai topik seperti: pengaruh film terhadap anak, film dan agresivitas, film dan politik dan seterusnya (Sobur, 2006:127).


(25)

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda. Kemudian diturunkan dalam bahasa Inggris menjadi Semiotics. Dalam bahasa Indonesia, semiotika atau semiologi diartikan sebagai ilmu tentang tanda. Dalam berperilaku dan berkomunikasi tanda merupakan unsur yang terpenting karena bisa memunculkan berbagai makna sehingga pesan dapat dimengerti.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53).

“Semiotika bertujuan untuk menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (konotatif) dan arti penunjukan (denotatif) atau kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda.” (Sobur, 2002:126-127)

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan


(26)

kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Berthes (2001:208 dalam Sobur, 2003:63)

Peta Barthes menunjukan tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51 dalam Sobur, 2003:69).

Film Shooter memunculkan rangkaian pesan konspirasi politik yang bisa digali dari sequence, tanda-tanda, juga alur cerita dalam film keseluruhannya, maka dari itu penulis bermaksud meneliti pesan yang tekandung di dalam film Shooter melalui analisis semiotika Roland Barthes. Terkait dengan tanda tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti film Shooter dari segi semiotika. Untuk mengetahui makna dari tanda-tanda yang terdapat dalam film ini. Menurut Barthes, peran pembaca (the reader) sangatlah penting dalam memaknai suatu tanda. Barthes memberikan konsep mengenai tanda dengan sistem pemaknaan tataran pertama yang disebut makna denotasi dan pemaknaan tataran kedua atau yang disebut konotasi. Pada tataran kedua tersebut, konotasi identik dengan apa yang disebut Barthes sebagai mitos. Sehingga film Shooter menjadi wilayah yang sangat menarik untuk diteliti melalui pendekatan semiotika karena di dalamnya terdapat tanda, tentu saja membahas pesan konspirasi dipenuhi dengan mitos yang selama ini sering dianggap sebagai halusinasi mengenai keberadaan teori konspirasi ini bagi sebagian orang.


(27)

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh peneliti sebelumnya, dalam penelitian ini peneliti merumuskan sebuah permasalahan yang akan diangkat yaitu :

“Bagaimana Representasi Pesan Konspirasi Politik Dalam Film Shooter?”.

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Untuk menjelaskan pertanyaan makro di atas, maka peneliti menjabarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik, yaitu:

1. Bagaimana makna denotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter?. 2. Bagaimana makna konotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter?. 3. Bagaimana makna mitos pesan konspirasi politik dalam film shooter?.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana representasi pesan konspirasi politik dalam film shooter melalui analisis semiotika, sedangkan


(28)

teori semiotika yang dipakai adalah teori dari Roland Barthes digunakan untuk menganalisis pesan konspirasi politik dalam film shooter.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Seperti apa yang telah dipaparkan peneliti pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian dapat peneliti paparkan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna denotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter.

2. Untuk mengetahui makna konotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter.

3. Untuk mengetahui makna mitos pesan konspirasi politik dalam film shooter.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kemajemukan referensi bagi para peneliti selanjutnya, khususnya dalam bidang ilmu komunikasi yang memfokuskan kajian penelitiannya pada studi media massa yang bersinggungan dengan analisis semiotika sebuah film. Pengembangan teori-teori yang berkaitan dengan makna pesan terselubung melalui simbol komunikasi dari sebuah media, terutama media film, sebagai salah satu bentuk komunikasi massa.


(29)

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai bahan pengalaman dan pengetahuan, khususnya mengenai analisis semiotika Roland Barthes mengenai pesan konspirasi politik dalam film shooter, bahwa suatu pesan dapat dimaknai beragam yang kita temui dimana-mana.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini dapat berguna bagi bidang kajian ilmu komunikasi, dan juga sebagai tambahan koleksi penelitian ilmiah di universitas. Diharapkan pula dapat menjadi bahan penerapan dan pengembangan dalam kajian ilmu komunikasi, dan juga sebagai bahan perbandingan dan pengembangan referensi tambahan bagi penelitian dengan tema sejenis tentang analisis semiotika. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmu untuk pengembangan disiplin ilmu bersangkutan dan dapat dijadikan sebagai literatur untuk penelitian di bidang yang sama. 3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang kajian semiotika secara menyeluruh bagi mesyarakat luas mengenai sebuah pemaknaan yang ada di dalam sebuah film.


(30)

14

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Peneletian Terdahulu

Peneliti mengawali penelitian dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai sehingga penulisan skripsi ini lebih memadai.

Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu, karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek tertentu, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.

1. Skripsi Fitri Budi Astuti, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2010

Penelitian Fitri Budi Astuti yang berjudul “Pluralisme dalam Film My Name is Khan” bertujuan untuk mengetahui bagaimana kode-kode sosial dalam konteks hubungan dunia kerja, hubungan dengan pasangan dan keluarga, serta hubungan dengan situasi sosial yang merepresentasikan pluralisme dalam film “My Name is Khan”.


(31)

Objek penelitian ini yaitu pluralisme dalam film “My Name is Khan” yang meliputi kode-kode sosial dalam ketiga konteks hubungan manusia, yakni hubungan dalam dunia kerja, hubungan dengan pasangan dan keluarga, serta hubungan dengan situasi sosial. Metode yang digunakan adalah metode interpretasi dengan analisis semiotika The Codes of Televisión dari John Fiske.

Hasil penelitian melalui kode-kode sosial memperlihatkan bahwa pluralisme di Amerika dalam film ini ditekankan pada pluralisme dalam hal perbedaan agama, yang bukan merupakan suatu perbedaan yang tidak harus dipermasalahkan, namun harus memegang perbedaan tersebut dengan baik secara bersama-sama terikat dalam hubungan baik di antara satu dengan yang lainnya. Pluralisme bertujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan kerukunan antar manusia dengan cara ikut serta secara aktif dengan usaha yang nyata untuk mewujudkan hal tersebut diberbagai konteks, baik dalam hubungan dunia kerja, hubungan dengan pasangan dan keluarga, serta dalam hubungan dengan situasi sosial dengan saling menghormati hak masing-masing individu, memegang perbedaan dalam ikatan hubungan yang baik antar sesama, dan memanfaatkan dialog yang bersifat demokratis guna memahami satu sama lain.

Persamaan dari penelitian ini terletak pada objek penelitian, yaitu film. Pendekatan yang digunakan juga sama, yaitu pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika. Perbedaannya terletak pada film yang dianalisis. Astuti menganalisis film Bollywood, My Name Is Khan. Sedangkan peneliti menganalisis film Hollywood, Shooter. Metode analisis yang digunakan juga berbeda. Astuti menggunakan analisis semiotika dari John Fiske dengan level Realita, Ideologi,


(32)

dan Representasi, sedangkan peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes yang menggunakan 3 makna, yaitu denotasi, konotasi, dan mitos.

2. Skripsi Yaser Dwi Yasa, Universitas Komputer Indonesia, Bandung, 2012

Penelitian yang berjudul “Representasi Kebebasan Pers Mahasiswa Dalam Film Lentera Merah” ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui makna semiotik tentang kebebasan pers yang terdapat dalam film Lentera Merah, menganalisis apa saja makna yang terdapat dalam film Lentera Merah yang berkaitan dengan kebebasan pers mahasiswa. yaitu makna denotasi, makna konotasi, mitos/ideologi menurut Roland Barthes.

Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, studi pustaka, dan penelusuran data online. Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat dalam film Lentera Merah dengan mengambil tujuh sequence.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga makna sesuai dengan semiotik Barthes. Makna Denotasi yang terdapat dalam sequence Lentera Merah menggambarkan penyeleksian terhadap jurnalis serta tindakan pengurungan hingga pengorbanan nyawa dalam kehidupannya. Sedangkan makna Konotasi didapat yaitu masih adanya pengekangan kepada pers, apalagi terhadap presma, di mana posisi mereka berada dalam satu lingkung akademis. Sedangkan makna Mitos/Ideologi yang dapat diambil pers akan tetap hidup, namun dalam


(33)

kehidupanya pers harus bersifat Independen, serta tidak berpihak, dan tetap menjungjung kejujuran dengan kekebasan pers yang mereka miliki disertai dengan tanggung jawab moral.

Kesimpulan penelitian memperlihatkan kehidupan pers harus tetap idealis, kritis, serta harus tetap tidak terikat pada suatu sistem yang dapat mempengaruhi hasil kerja kaum pers juga menjunjung tinggi pada kebenaran. Peneliti memberikan saran bagi para sineas dapat lebih mengangkat apa yang masyarakat belum ketahui dengan representasi ke dalam sebuah film dengan tampilan yang menarik. Terdapat beberapa genre film, jenis film horor merupakan salah satu magnet bagi khalayak untuk menontonnya, walau demikian baiknya para sineas dapat lebih pandai menyusupi makna kehidupan nyata.

Persamaan yang terdapat pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika Roland Barthes. Objek penelitian ini juga sama-sama mengenai film. Perbedaannya terletak pada objek film yang diteliti. Yasa meneliti film Lentera Merah, sedangkan pada penelitian ini adalah film Shooter. Pesan yang diteliti oleh Yaser adalah mengenai kebebasan pers mahasiswa. Sedangkan pada penelitian ini, pesan yang diteliti adalah pesan konspirasi.


(34)

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa latin communication, dan perkataan ini bersumber pada kata communis, yang artinya adalah sama, yaitu sama makna menganai satu hal. Jadi komunikasi akan berlangsung apabila orang-orang yang terlibat di dalamnya mempunyai kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, maka dengan demikian pernyataan yang dilontarkan akan mudah dimengerti dan bersifat komunikatif.

Adapun pendapat para ahli mengenai definisi komunikasi, yaitu:

a. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner

Komunikasi merupakan transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol– kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya.

b. Carl I. Hovland

Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

c. Gerald R. Miller

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

d. Everett M. Rogers

Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

e. Harold Lasswell

Menjelaskan bahwa “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Mulyana, 2007:67).

Dari beberapa pengertian di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa komunikasi merupakan suatu kegiatan interaksi antara dua orang atau lebih, antara


(35)

komunikator dengan komunikan atau audiennya dimana ada proses pertukaran makna/pesan media dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain komunikasi mengandung arti usaha menyamapikan gagasan, yang mana gagasan tersebut diusahakan untuk memiliki arti yang sama atau kesamaan makna. Apabila dalam suatu percakapan terjadi perbedaan pengertian atau perbedaan makna antara yang berbicara dengan yang diajak bicara, maka dalam hal ini komunikasi tidak akan berjalan lancar. Komunikasi baru dapat berlangsung efektif, apabila antara yang berbicara dengan yang diajak berbicara memiliki makna yang sama tentang sesuatu objek tertentu.

2.1.2.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi adalah bagaimana sang komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya).

Dengan demikian komunikasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan gagasan atau tidak kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang berupa bahasa, gambar-gambar atau tanda-tanda yang berarti bersikap umum. Sedangkan menurut Bernard Berelsan dan Barry A Strainer dalam karyanya “Human Behavior” mendefinisikan komunikasi sebagai berikut :


(36)

“Komunikasi adalah penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan gambar-gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain, kegiatan atau proses penyampaianlah yang biasanya dinamakan komunikasi”. (Effendy, 1992 : 48)

Dari definisi diatas, mengandung kesamaan yaitu adanya proses atau usaha individu untuk merubah individu lain, yang dimengerti oleh kedua belah pihak yang melakukan komunikasi. Sehingga dari proses komunikasi tersebut terciptalah sebuah pesan yang dimaknai serupa, sebuah pesan yang penyampaiannya melalui media.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Massa

Untuk memberikan batasan tentang komunikasi massa dan setiap bentuk komunikasi massa memiliki ciri tersendiri. Begitu mendengar istilah komunikasi massa, biasanya yang muncul dibenak seseorang adalah bayangan tentang surat kabar, radio, televisi atau film. Banyak pakar komunikasi yang mengartikan komunikasi massa dari berbagai sudut pandang, seperti halnya Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi, menjabarkan bahwa komunikasi massa merupakan jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara dan sesaat. (Rahkmat, 1993:77)

Menurut Werner I. Severin dan James W. Tankard, Jr. dalam bukunya, Communication Theories, Origins, Methods, Uses, mengatakan sebagai berikut:


(37)

Komunikasi massa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik. (Effendy, 2001:21)

Dikarenakan komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dan dengan menggunakan media massa, maka komunikasi massa ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antar pengirim dan penerima. Kalau toh terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda. 3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,

karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.

4. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa (Cangara, 2000:131-135).

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada


(38)

khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan yang luas yang dihadiri oleh ribuan orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media yang termasuk media massa adalah radio, televisi, surat kabar, majalah, dan film.

2.1.4 Tinjauan Tentang Film

2.1.4.1 Definisi Film

Film dalam arti sempit adalah gambar bergerak (Audio Visual) yang disajikan lewat layar lebar, atau televisi. Dalam harafiah yang lebih luas film adalah sebuah rangkaian gambar statis yang direpresentasikan di hadapan mata secara berturut-turut dalam kecapatan yang tinggi (Gamble, 1986 : 255). Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.

Masyarakat sering menyempitkan arti film atau bahkan salah mengartikan film hanya pada sebuah hasil produksi yang menghasilkan sebuah tontonan saja. Bukan pada apa arti film itu sendiri. Sebenarnya berbicara tentang film adalah berbicara tentang segulung pita selluloid yang secara keseluruhan dipindahkan ke atas kertas khusus atau ke atas layar khusus sebagai gambar positif (Sunarjo & Junaengsih. 1995 : 83).

Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan, bahwa film adalah seutas pita yang bisa merekam sekaligus menampilkan gambar yang bergerak (Audio


(39)

Visual), dimana dalam perekaman sebuah film bertujuan untuk merekam realita sosial, sejarah, atau dongeng (mitos) yang dikonversi menjadi sebuah produk komersil maupun yang memiliki unsur mendidik.

2.1.4.2Film Sebagai Proses Komunikasi Massa

Sejak keberadaannya, film diakui memiliki fungsi yang utama, yaitu : fungsi artistik, fungsi ekonomi, dan fungsi komunikasi. (DeFleur & Dennis. 1985 : 258). Namun beberapa ahli dilihat dari sudut pandang, menyebutkan ada beberapa fungsi lain dari film, seperti : Fungsi informatif, fungsi edukatif, bahkan fungsi persuasif. Hal ini sejalan dengan misi perfilman nasional sejak 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy dalam Elvinaro dan Lukiati. 2004 : 136).

Telah disebutkan diatas beberapa fungsi utama dari film, dari semuanya, fungsi komunikasi adalah yang paling kuat. Secara sifat, film dapat dikatakan media yang dapat dinikmati berbeda dengan sarana media massa lainnya, karena film memberikan tanggapan terhadap yang menjadi pelaku itu beserta faktor-faktor pendukungnya. Apa yang terlihat di layar seolah-olah kejadian yang nyata, yang terjadi di hadapan matanya.

Monaco memberikan tambahan untuk kasus ini yaitu film adalah sesuatu yang unik, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap. Berkat unsur ini, film dapat melangkahi keterbatasan statis lukisan dan hasil seni pahat pada segi keruwetan pikatan daya tariknya dan sekaligus berkomunikasi serentak


(40)

mempergunakan suara dan gambar (Monaco dalam How to Read a Film. 2000 : 64).

Film memiliki semua karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi media massa, gabungan dari faktor audio dan visual yang dengan segala isinya adalah sarana yang tepat untuk menyampaikan pesannya kepada para penontonnya. Sebagai salah satu bentuk dari komunikasi massa, film ada dengan tujuan untuk memberikan pesan-pesan yang ingin disampaikan dari pihak kreator film. Pesan-pesan itu terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut serta terangkum dalam bentuk drama, action, comedy, dan horror. Jenis-jenis film inilah yang dikemas oleh seorang sutradara sesuai dengan tendensi masing-masing.

Maka dari itu film bisa disebut sebagai bagian dari sebuah proses komunikasi massa, dimana dalam sebuah film terdapat unsur-unsur yang tujuannya sekedar menghibur, memberi penerangan, atau mungkin kedua-duanya yang bisa mempengaruhi penikmat film (audience) dengan jangkauan yang lebih luas, karena terdapat pesan-pesan yang beragam, bahkan ada juga yang memasukan dogma-dogma tertentu yang bersifat propaganda sekaligus mengajarkan sesuatu kepada khalayak.


(41)

2.1.5 Tinjauan Tentang Konspirasi Politik

2.1.5.1 Teori Konspirasi

1

Konspirasi dalam kamus besar bahasa inggris memiliki arti persekongkolan, persekongkolan yang dilakukan lebih dari dua orang. Dunia memandang bahwa pusat penempatan “teori konspirasi” dalam bentangan sejarah diistilahkan sebagai konspirasisme. Menurut Chip Berlet dan Matthew N. Lyons, "Konspirasisme adalah bentuk naratif khusus dari pengkambinghitaman yang membingkai musuh sebagai bagian alur yang membahayakan melawan kebaikan, sementara itu keberanian sang korban kambing hitam seperti seorang pahlawan yang memberitahukan peringatan”. Hal tersebut dapat di artikan bahwa konspirasi merupakan sebuah persekongkolan yang bertujuan untuk memutar balikan kebenaran, di mana ada alibi yang masih misteri dalam rancana mengkrimiinalisasikan musuh dalam upaya membiaskan fakta yang sebenarnya.

“Teori Konspirasi” menunjukan penyebab akhir dari suatu rangkaian atau deretan rantai peristiwa yang misterius. Dimana konspirasi menjelaskan sebuah rencana yang bersifat rahasia yang dijalankan oleh sekelompok orang yang disebut persekongkolan atau persekutuan dengan tujuan yang buruk, dalam melancarkan rencananya ini para konspirator (sebutan komplotan yang bersekongkol) membungkus atau membalut suatu peristiwa dengan peristiwa lain dengan tujuan memelintir fakta yang sebenarnya, seperti halnya memputihkan sang hitam atau menghitamkan si putih, sehingga mengkaburkan perhatian

1

http://cahndeso86.blogspot.com/2009/12/latar-belakang-suatu-teori-konspirasi.html diakses pada tanggal 23 April 2013


(42)

masyarakat terhadap rencana mereka yang sebenarnya, maka dari itu banyak yang tadinya illegal dibuat sedemikian rumitnya menjadi seolah-olah legal.

Semenjak berkembangnya pemikiran konspirasis selama periode transformasi politik, ekonomi, dan budaya, Davis mengamati bahwa "keyakinan kolektif dalam konspirasi biasanya diwujudkan atau diberikan ekspresi konflik sosial yang sejati." Davis mengidentifikasi empat kategori utama dari orang-orang yang bergabung dalam pergerakan konspirasis bawah tanah:

 Orang-orang yang membela diri dari “ancaman perusahaan”

 Orang yang mengungsi, "dimasukkan ke dalam posisi baru ketergantungan," atau menghadapi penindasan;

 Orang dengan "kekhawatiran atas perubahan sosial atau budaya," dan,  Orang-orang yang melihat "revolusi asing atau reaksi tirani," dan yang

mencari "mitra dalam negeri pada asumsi bahwa kebakaran dapat dihindari jika kita melihat percikan api untuk terbang."2

Istilah konspirasisme kemudian dipopulerkan oleh akademisi Frank P. Mintz pada tahun 1980. Para akademisi menguraikan teori konspirasi dan konspirasisme saat ini sebagai sebuah susunan hipotesis yang memiliki dasar gaya pemikiran.

Media massa pun memiliki pengaruh dalam praktek konspirasi, bagaimana tidak, media akan mempengaruhi kognisi sosial terhadap persepsi masyarakat

2

http://www.publiceye.org/tooclose/conspiracism-04.html Diakses pada tanggal 01 July 2013


(43)

apabila salah satu issu secara terus menerus digembar-gemborkan dalam kurun waktu yang berkesinambungan, maka masyarakat akan terdoktrin dengan meyakini bahwa berita atau issu yang dipublish oleh media itu adalah benar adanya, sehingga banyak kerugian yang sebenarnya terjadi akibat rancangan konspirasi.

Tokoh pencetus teori konspirasi antara lain Richard Hofstadter, Robert Anton Wilson, Karl Popper, Frank P. Mintz, dan lain-lain. Dalam bukunya, The Paranoid Style in American Politics, yang diterbitkan pada tahun 1964. Richard Hofstadter menguraikan tentang sikap paranoid Amerika terhadap fenomena-fenomena konspirasi yang terjadi di Amerika.

Karl Popper menggunakan istilah “teori konspirasi” dalam mengkritisi ideology fasisme, nazisme, dan komunisme, dalam bukunya The Open Society & Its Enemies, 1938-1943, Popper membantah bahwa totalitarianisme telah ditemukan dalam "teori konspirasi" yang tergambar dalam alur imajinasi yang dikendalikan oleh skenario paranoid yang didasarkan pada sukuisme, rasisme atau kelas-kelas. Popper bahkan menggunakan istilah "konspirasi" untuk menguraikan kegiatan politik biasa di dalam Atena Klasik Plato (yang telah menjadi target pokoknya dalam The Open Society & Its Enemies).

Konspirasi menjadi polemik ketika landasan teori ini bukanlah berdasarkan analisis ilmiah, yang biasanya, suatu teori diakui kebenarannya apabila sudah dipatenkan dalam pembukuan atau dibukukan (text book). Teori konspirasi ini berjalan berdasarkan spekulasi, argumentasi, dan dugaan-dugaan


(44)

sementara yang masih bersifat abstrak. Hal ini yang membuat sebagian orang meragukan kebenaran teori konspirasi ini karena tidak didukung dengan bukti-bukti yang matang, meski demikian teori ini bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya dengan data-data yang akurat, fakta-fakta informasi yang bisa dipertanggung jawabkan, serta argumentasi-argumentasi yang kuat yang mengarah pada penyebab akhir (klimaks) dari sebuah rangkaian peristiwa yang misterius.

2.1.5.2 Konspirasi Politik

Realitanya, konspirasi selalu berdampingan dengan unsur politik, seperti definisi politik pada umumnya bahwa politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan :

1. Berdasarkan perundang-undangan yakni kewenangan. 2. Berdasarkan kekerasan seperti penguasaan senjata. 3. Berdasarkan karisma.

Seperti yang dijelaskan oleh Frank P. Mintz : "konspirasisme melayani kebutuhan kelompok politik dan sosial yang beragam di Amerika dan di tempat lain. Ini mengidentifikasi elit, menyalahkan mereka atas bencana ekonomi dan


(45)

sosial, dan mengasumsikan bahwa hal-hal akan lebih baik setelah tindakan populer dapat menghapus mereka dari posisi kekuasaan."3

Pengkambinghitaman conspiracist bukanlah proses hanya ditemukan di pinggiran masyarakat kalangan disebut ekstremis. Richard O. Curry dan Thomas M. Brown, dalam antologi mereka, Konspirasi, menekankan bahwa "Hal ini sangat penting untuk dicatat bahwa kekhawatiran konspirasi tidak terbatas pada penipu, eksentrik, dan puas retorika Anticonspiratorial. Telah menjadi faktor dalam utama- partai politik di sebagian besar sejarah kami.

Ketika pengkambinghitaman muncul dalam bentuk “teori conspirasi”, itu mengikuti lintasan yang sama seperti bentuk-bentuk pengkambinghitaman. Seperti khas kambing hitam, pilihan dugaan komplotan sering mencerminkan sentimen dan prasangka yang sudah tertanam dalam masyarakat yang lebih besar yang sudah ada. Ketika orang-orang dengan pandangan dunia conspiracist berprasangka, dugaan konspirasi subversif sering dikaitkan dengan kelompok dilihat sebagai inferior atau mengancam, sehingga tuduhan konspirasi perbankan Yahudi, konspirasi besar teroris Arab, atau plot oleh Blacks militan untuk menjarah dan membakar masyarakat pinggiran kota. Orang menuduh konspirasi subversif dapat span spektrum politik, tetapi di negara ini jumlah terbesar orang-orang tersebut tampaknya telah berpotongan di beberapa titik dengan ultrakonservatif militan dan kelompok-kelompok ekstrem kanan. Hal ini benar apakah conspiracist adalah di sektor swasta atau dipekerjakan oleh pemerintah.

3

http://www.publiceye.org/tooclose/conspiracism-01.html Diakses pada tanggal 01 July 2013


(46)

Konspirasi selalu digandeng untuk tujuan segelintir orang atau kelompok tertentu yang melegalkan segala cara dalam perebutan kekuasaan dikancah perpolitikan. Sekilas ranah politik diperuntukan membangun, dan mengelola Negara menjadi terstruktur melalui birokrasi, namun politik di era modern ini telah merambah ke segala aspek mulai dari ekonomi, sosial, budaya, pertanian, sejarah, logistik, hingga ranah olahraga. Konspirasi selalu disangkut-pautkan dengan politik, politik yang notabenenya kekuasaan meracik konspirasi menjadi produk politik dalam mendapatkan porsi kekuasaan, begitulah andil politik dalam mencuatnya teori konspirasi, padahal tidak selalu konspirasi ini berurusan dengan politik, terkadang sebuah konspirasi terjadi dilingkungan masyarakat yang adanya ketidak rukunan antar warga akibat kesenjangan sosial atau persaingan ekonomi, sehingga sekelompok orang bersekongkol untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap menggangu siklus kehidupan segelintir orang tersebut.

2.1.6 Tinjauan Tentang Representasi

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danensi mendefinisikanya sebagai berikut : ”proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik…..Dapat dikarakterisikan sebagai proses konstruksi bentuk X untuk


(47)

menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau konseptual, yaitu Y, atau dalam bentuk spesifik Y, X = Y.”

Danensi mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi X yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materil atau konsep tentang Y. sebagai contoh misalnya konsep sex diwakili atau ditandai melalui gambar sepasang sejoli yang sedang berciuman secara romantik.

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan pemberitaan.

Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan hal lain diabaikan. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan representasi tentang sesuatu mengalami proses seleksi. Mana yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain diabaikan.


(48)

Makna selama realitas dalam representasi media tersebut harus memasukan atau mengeluarkan komponennya dan juga melakukan pembatasan pada isu-isu tertentu sehingga mendapatkan realitas yang bermuka banyak bisa dikatakan tidak ada representasi realita terutama di media yang benar-benar “benar” atau “nyata”.

Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna, konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru. Menurut nuraini julianti representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah ubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam pemaknaan.

Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu bentuk usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pertumbuhan manusia. Juliastuti mengatakan bahwa melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini terjadi melalui proses penandaan, praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu.


(49)

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka teoritis

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili suatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota. Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Wibowo, 2011 : 5).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53). (Sobur, 2003:15).

Semiotika berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit,


(50)

tersembunyi dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (denotative) kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda. Pelaksaan hal itu dilakukan dengan mengakui adanya mitos, yang telah ada dan sekumpulan gagasan yang bernilai yang berasal dari kebudayaan dan disampaikan melalui komunikasi (Sobur, 2001:126).

Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti kata Lechte (2001:191 dalam Sobur, 2003:16), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system (code) ‘sistem tanda’ (Seger, 2000:4 dalam Sobur, 2003:16).

Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representament) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang matanya merah dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu (Sobur, 2009:42).


(51)

Semiotika berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak ke luar kaidah tata bahasa dan sintaksis yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi dan bergantung pada kebudayaan di mana makna itu berkembang. Hal ini pulalah yang terjadi manakala sebuah film diproduksi dan kemudian disebarluaskan untuk konsumsi khalayak.

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir yang hidup di dua era yaitu strukturalis dan post-strukturalis yang sangat giat mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Perancis yang ternama. Barthes berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.

Bagi Barthes, tanda bersifat polisemis. Makna yang dimiliki oleh tanda bersifat potensial. Oleh karena itu makna tanda memerlukan keterlibatan aktif para pembaca dan kompetensi budaya yang mereka hadirkan di dalam citra teks agar secara temporer ’menetapkan’ makna suatu tanda untuk jadi tujuan tertentu. Jadi interpretasi tanda/teks tergantung kepada kapasitas dan budaya pembaca dan pengetahuan mereka tentang kode-kode sosial. Oleh karena itu tanda dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Tanda tidak pernah memiliki makna yang tetap dan stabil.

Di sisi lain ketika makna dinaturalisasikan dan diterima umum sebagai sesuatu yangsudah final dan dianggap sebagai sesuatu yang normal dan alami,


(52)

maka ia berubah menjadi mitos, menjadi bersifat hegemonik. Ia berubah menjadi peta makna konseptual yang mengarahkan untuk memahami dunianya.

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut dengan sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam buku Mitologi-nya secara tegas ia bedakandari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes

Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz (1999:51 dalam Sobur, 2004:69). Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif

1. Signifier (penanda)

3. denotative sign (tanda denotatif)

6. CONOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) 2. signified

(petanda)

4. CONOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)

5. CONOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)


(53)

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material; hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51 dalam Sobur, 2004:69).

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memilki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif (Sobur, 2004:69).

Model inilah yang menjadi dasar pemikiran Bartes dalam menggali makna sebuah tanda.

Gambar 2.2 Signifikansi dua tahap Barthes first order second order

reality signs culture

Sumber: John Fiske (1990:88 dalam Sobur, 2001:127)

Barthes menjelaskan, signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.

denotation Signifier

connotation

myth form


(54)

Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pemerhati serta nilai-nilai kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya (Fiske, 1990:88 dalam Sobur, 2001:128).


(55)

2.2.2 Kerangka konseptual

Dalam penelitian ini, peneliti ingin menunjukan bahwa konspirasi tidak pernah berada pada klimaks, hal ini yang menjadi landasan pemikiran bagi sebagian pihak yang menganggap konspirasi ini sebagai takhayul. Maka dari itu peneliti menggunakan analisis semiotika dari Roland Barthes sebagai landasan teori untuk menganalisis pesan konspirasi dalam film Shooter.

Dalam film Shooter ini, peneliti mengambil beberapa sequence, dalam sequence tersebut terdapat pola konspirasi yang akan di analisis menggunakan konsep pemikiran dari Roland Barthes. Dalam semiotika yang dikaji oleh Roland Barthes terdapat model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda untuk menganalisis tentang film, yaitu berdasarkan pada signifikansi dua tahap (two order of signification) Denotatif - Konotatif.

Tabel 2.1 Perbandingan antara Denotasi dan Konotasi

DENOTASI KONOTASI

Literatur Penanda Jelas

Menjabarkan

Dunia keberadaan/eksistensi

Pemakaian figure Petanda

Kesimpulan

Memberi kesan tentang makna Dunia mitos

Sumber: Arthur Asa Berger. 2000a. Media Analysis Techniques. Edisi Kedua. Penerjemeh Setio Budi HH. Yogyakarta: Penerbitan Univ. Atma Jaya, hal: 15 dalam (Sobur, 2001: 264 dalam Wahyuningsih, 2009:52).

Dengan mengupas pesan konspirasi yang terdapat pada film Shooter melalui ranah semiotika dalam pisau bedah Roland Barthes, bahwa konspirasi


(56)

adalah suatu teori yang patut dipandang serius keberadaannya, dengan demikian sudut pandang yang tadinya polos bisa lebih kritis dalam menanggapi suatu rangkaian peristiwa serta issu-issu yang sedang berkembang.

Dari kerangka konseptual ini, maka peneliti mendapatkan model dari alur pemikiran penelitian dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Model Kerangka Pemikiran Konseptual

Dari kerangka konseptual ini, maka peneliti mendapatkan model dari alur pemikiran penelitian dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Sumber : Peneliti 2013

Pesan Konspirasi

Film Shooter

Analisis Semiotika Roland Barthes

Representasi Pesan Konspirasi Politik


(57)

41

3.1 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah sequence yang terdapat dalam film Shooter dengan fokus penelitian yaitu adegan yang menggambarkan tentang konspirasi dalam realita politik di Amerika, sequence yang dianalisis akan dibedah menggunakan semiotika Roland Barthes.

3.1.1 Sequence-sequence yang Merepresentasikan Pesan Konspirasi Politik

Tabel 3.1 Sequence-sequence dalam film Shooter

No. Waktu Gambar Keterangan

1

00:09:43 – 00:10:20

Kolonel Issac Johnson, bersama ketiga bawahannya yang sedang berunding diruang kerjanya, dimana bawahannya ini menyodorkan sebuah nama kepada sang kolonel yang nantinya akan menjadikannya “kambing hitam”.


(58)

2

00:27:06 – 00:28:13

Prosedur awal dalam penjeratan konspirasi, penjebakan dimulai dengan skenario melakukan pengintaian untuk keselamatan presiden dari ancaman sniper, dengan sigap Swagger mengintai sekeliling parade, dan merasa sudah saatnya bagi sang sniper mengeksekusi presiden, tetapi tak disangka malah dirinya yang mendapatkan tembakan dari proyektil peluru opsir simmons, beriringan


(59)

dengan penembakan kearah parade melalui senapan otomatis yang dikendalikan dari jarak jauh, tetapi tidak mengenai sang presiden, melainkan sang uskup ethiophia. Swagger pun terjun melalui jendela dan berhasil melarikan diri, setelah itu segera membersihkan tempat kejadian perkara (TKP), serta menaruh salah satu senapan milik Swagger, sehingga swagger berhasil ditaruh kedalam posisi rangkaian konspirasi.

3

00:39:21 – 00:39:39

Media massa memiliki andil dalam pembentukan opini mengenai issu-issu yang sedang berkembang meskipun belum jelas kejadian sebenarnya seperti apa, sehingga kemungkinan besar khalayak memiliki spekulasi bahwa berita yang dipublis adalah benar


(60)

adanya, karena intensitas berita yang dipublis sangat tinggi dan berkesinambungan.

4

00:51:13 – 00:51:20

Dalam rangkaian konspirasi untuk menutupi atau menyamarkan jejak, biasanya para konspirator menyingkirkan orang-orang yang bisa membahayakan kerahasiaan suatu peristiwa agar tidak terbongkar. Maka dari itu suatu peristiwa dibalut dengan beberapa peristiwa yang lainnya.

5

01:08:38 – 01:09:25

Terciumnya jejak Nick Memphis dalam menelusuri kasus Swagger oleh komplotan Kolonel Issac, membuat dirinya menjadi target selanjutnya, dan sang kolonel pun mengirim beberapa orang untuk menculiknya. Tak hanya


(61)

diculik, Memphis pun hampir dibuat mati dengan skenario bunuh diri. Konspirasi, menjegal dan menghapus jejak orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

6

01:50:28 – 01:58:56

Swagger dalam sidangnya melakukan pembelaan yang mampu membuka kebenaran mengenai rangkaian peristiwa yang sangat panjang. Dalang utama peristiwa penembakan uskup agung itu adalah sang kolonel, alibinya karena sang kolonel melakukan tindak kriminal di wilayah ethiophia untuk mengekploitasi SDA disana, uskup agung itu dilenyapkan karena ancaman bagi komplotan kolonel yang bisa membongkar boroknya diruang publik.


(62)

3.1.2 Komponen Produksi Film Shooter

1. Paramount Picture

Paramount Pictures Corporation adalah produsen sekaligus distributor film asal Amerika Serikat yang bermarkas di Hollywood, California. Yang dimiliki oleh konglomerat media Viacom.

Gambar 3.1 Konglomerat Media Viacom

Sumber : blogspot.com

Paramount Picture didirikan pada tahun 1912 oleh Adolph Zukor dengan mitranya Daniel Frohman dan Charles Frohman. Pada mulanya Zukor menggabungkan (merger) ketiga perusahaan produksi film yang dimiliki oleh Jesse L. Lasky, W. W. Hodkinson serta perusahaan miliknya sehingga Paramount Picture menjadi perusahaan besar yang pada pertengahan tahun ia membuat lima buah film yang sukses dipasaran.


(63)

Gambar 3.2 Logo Paramount Picture

Sumber : paramount.com

Logo Paramount Pictures berupa gunung dengan lingkaran dari puluhan bintang. Gunung yang dipakai dalam logo tersebut berasal dari Ben Lomond dan Artesonrajudi Peru.

Logo pertama bermula dari pegunungan tinggi pada bagian puncak, dan dilingkari dua puluh empat bintang. Pada tahun 1952, logo tadi didesain ulang dan tampilanan gunung masa kini mulai dipakai pada tahun 1954. Pada tahun 1974 logo telah disederhanakan, mengadopsi desain yang kemudian dipakai oleh versi televisi, dan jumlah bintang berubah menjadi dua puluh dua; versi logo masih digunakan sebagai versi dua dimensi, atau versi cetak. Visual logo diganti pada tahun 1987, dangan tampilan CGI dengan pemandangan di danau. Untuk ulang tahun ke-90, Logo masa kini mulai dipakai.

Zukor membuat slogan pertama dari perusahaan "Famous Players in Famous Plays" yang berarti pemain terkenal didalam permainan yang terkenal. Dia adalah orang yang berada di belakang kesuksesan para aktor seperti Douglas Fairbanks, Rudolph Valentino, Mary Pickford, Wallace dan Gloria Swanson Reid.


(64)

Silsilah kepemilikan Paramount Pictures :

GulfWestern (1966-1989)

ParamountCommunications (1989-1994)

"Old" Viacom (kini CBS Corporation, 1994-2006)  "New" Viacom (2006-kini)

Para pesaing Paramount Picture :

20th Century Fox

MGM

Columbia Pictures Warner bros, dll

Kerjasama dengan perusahaan lain :

Universal Studios DreamWorks

Walt Disney Pictures

Paramount Picture telah menelurkan ratusan hingga ribuan film sedari awal berdirinya hingga sekarang, seperti film Mission Impossible 1, 2, 3, dan 4, Transformer 1-3, Iron Man 1-3, serta masih banyak lagi film berkualitas yang telah diproduksi oleh Paramount Picture, dan salah satu filmnya yang menjadi sorotan peneliti dalam melakukan penelitian ini yaitu Shooter. Film yang dirilis pada tahun 2007 dibulan Maret pada tanggal 23 ini mengusung tema patriotik seorang mantan marinir pasukan penembak jitu yang khusus dalam pengintaian (U.S. Marine Scout Sniper), dalam film Shooter ini terdapat pesan-pesan intlektual


(65)

yang bisa memberikan pengetahuan bagi para audiencenya mengenai perkembangan issu politik yang diwarnai oleh serangkaian konspirasi.

2. Produser (Lorenzo Di Bonaventura)

Lorenzo Di Bonaventura adalah seorang produser film kawaka nasal Amerika, lahir pada tahun 1957, ia menghabiskan waktu hingga tahun 1990 sebagai eksekutif di Warner Bros Pictures yang akhirnya menjadi President Produksi diseluruh dunia. Lorenzo disekolahkan oleh Ayahnya, Mario Di Bonaventura adalah seorang komposer simfoni ke Universitas Harvar, kemudian ia menerima gelar MBA dari University of Pennsylvania Wharton School.

Beberapa film yang berhasil Lorenzo garap seperti :

 2005 : Derailed, Doom, Four Brothers, dan Constantine  2007 : Stardust, Transformers, 1408, dan Shooter  2009 : Imagine That, Transformers 2, dan G.I. Joe  2010 : Salt, dan Red

 20011 - 2013 : Transformers 3, Man on a Ledge, The Devil Inside, G.I. Joe 2, The Last Stand, Jack Ryan, Side Effects, dan Red 2

3. Sutradara (Antoine Fuqua)

Antoine Fuqua lahir 19 Januari 1966, ia adalah sutradara film Amerika. Dia menyutradarai Film Training


(66)

Day, serta The Replacement Killers, Tears of the Sun, King Arthur, Shooter, Brooklyn Finest dan Olympus Has Fallen.

Setelah pergi ke sekolah teknik elektro, dengan harapan terbang dengan jet militer, Fuqua memulai karirnya dengan menggarap video clip untuk artis populer seperti Toni Braxton dan Prince, dan kemudian melanjutkan untuk menjadi sutradara film yang sukses . Dia terkenal dengan salah satu filmnya Training Day yang mendapatkan penghargaan.

Fuqua lahir dan dibesarkan di Pittsburgh, Pennsylvania, lulus dari Taylor Allderdice SMA pada tahun 1983. Fuqua berhasil masuk ke West Virginia University dan West Virginia State University, tapi tidak lulus. Pamannya Charlie Fuqua adalah penyanyi, penulis lagu, produser rekaman, dan pemilik label rekaman eksekutif Harvey Fuqua.

Setelah sukses dengan film Training Day, Fuqua selanjutnya menggarap film Shooter Pada tahun 2007, film yang ia adopsi dari sebuah novel karya Stephen Hunter Point of Impact sebuah karya fiksi tentang konspirasi. Fuqua menyajikan tontonan yang sangat menarik dengan alur cerita yang konsisten, dimana film yang mengisahkan seorang mantan marinir pasukan khusus yang dijadikan tumbal dalam perpolitikan.


(1)

116

the agency uses”. Mereka akan merekayasa kematian Memphis, dibuat seola-olah kejadian bunuh diri.

3. Makna Mitos/Ideologi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter

Warna hitam menunjukan suatu karakter yang berkuasa, kuat, sangar/gahar, mencekam, yang bersifat buruk, atau jahat yang sering didentikan dengan Elit Politik yang memiliki pengaruh dalam pemerintahan. Uskup diibaratkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, dimana secara harafiah pembawa pencerahan yang menuntun umatnya ke arah yang lurus, menuju kebenaran. Media massa mampu membuat seseorang yang agung menjadi jelata (from hero to zero) atau sebaliknya (from hero to nothing). Konspirasi selalu derdampingan dengan politik, dimana politik tidak mengenal istilah rekan abadi, yang ada hanyalah obsesi pribadi. Suatu saat seorang musuh bisa menjadi teman. Orang-orang yang berada dalam lingkaran konspirasi sejatinya tidak akan pernah selamat, tidak akan memiliki ketenangan dalam hidupnya, kecuali diam dan melupakannya. Sebuah konspirasi menunjukan rangkaian sebab-akibat, dimana ada asap pasti ada api, tak ada asap jika tak ada api. Konspirasi tidak mungkin berdiri sendiri, konspirasi merupakan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lainnya, dan akan terjadinya efek domino. Meskipun tabir kebenaran terbuka lebar-lebar, tetap saja tidak sampai kepermukaan, sehingga konspirasi sering dianggap sebagai mitos, padahal teori konspirasi berjalan berdasarkan fakta-fakta konkrit dalam pengusutannya. Itulah yang disebut sebuah teori


(2)

117

konspirasi utuh, apabila sebuah peristiwa dapat terbongkar habis hingga ke akarnya, maka itu bukan lagi suatu rangkaian konspirasi.

4. Representasi Pesan Konspirasi dalam Film Shooter

Kesimpulan penelitian memperlihatkan adanya pola konspirasi yang digerakan para elit politik dalam menyamarkan atau mengkaburkan sebuah fakta sesungguhnya dengan memunculkan peristiwa yang baru. Peristiwa yang saling berhubungan dengan peristiwa sebelumnya, setiap peristiwa selalu menjadi anti klimaks, dan penuh misteri, itulah yang disebut konspirasi utuh.

5.2 SARAN

5.2.1 Saran Bagi Universitas

1. Harapan besar peneliti, kepada pihak program studi untuk dapat mengadakan mata perkuliahan yang lebih dapat mewakili dalam bidang kajian videografi khususnya pendalaman dalam sebuah film yang merupakan salah satu media komunikasi dan mewakili kebutuhan masing-masing konsentrasi ilmu.

2. Harapan Peneliti dengan adanya tambahan mata kuliah seperti semiotika, perkuliahan diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam menganalisis dan mengungkap gejala atau fenomena yang terkait dengan dunia Ilmu Komunikasi, sehingga dapat merangsang dan menimbulkan keragaman serta daya tarik dalam melakukan penelitian untuk penulisan skripsi ataupun tugas akhirnya.


(3)

118

5.2.2 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian mengenai semiotika dalam suatu film dirasa menarik untuk diteliti dan kita dapat mengetahui makna-makna yang ada dalam film tersebut. Selain dalam film semiotik juga dapat dilakukan dalam penelitian sebuah videoclip, design, logo, juga objek lain.

Semiotik dalam film merupakan subjek yang menarik apalagi sedang menggeliatnya kembali industri film nasional, selain itu kita juga dapat mengetahui makna apa yang terdapat dalam film baik film yang baru ataupun film yang sudah lama diputar namun kita hanya makna terluar dari film tersebut.

5.2.3 Saran Bagi Praktisi

Kini film bisa dirasakan dan dibuat oleh siapa saja, bahkan oleh pembuat film amatir sekalipun. Oleh karena itu melalui penelitian ini, semoga dapat memberikan inspirasi kepada sineas-sineas di Indonesia untuk menciptakan film-film yang berkarakter dan berkualitas baik, salah satunya dengan menciptakan karakter yang memiliki cara pandang modern namun tidak melupakan warisan budaya tradisional yang menjadi identitas bangsa.


(4)

Daftar Riwayat Hidup

Nama Lengkap

: Ghietsa Nesma Sal Noviawan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Belum menikah

Tempat, Tanggal lahir

: Bandung, 13 November 1990

Agama

: Islam

Alamat KTP

: Komp. Griya Jagabaya Blok A3 No

10A RT 01 RW 13, Desa Jagabaya,

Kecamatan Cimaung,

Kabupaten Bandung 40377

Telepon

: 085724647234 / 022-85934856

Alamat email

: ghietsanesma@gmail.com

Tinggi / berat badan

: 182 cm / 60 kg


(5)

EDUCATION

A.

Formal

Years

School/ University

.

2009-2013 Strata Satu (S1) Ilmu komunikasi konsentrasi Humas Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM)

.

2006-2009 SMA Pasundan 1

.

2003-2006 SMPN 2 Banjaran Kab. Bandung

.

1997-2003 SDN Palasari 3 Kab. Bandung

1996-1997 TK Patal Banjaran Kab. Bandung

B. Non formal

Year

Description

Information

.

2009 Kuliah umum Dekan FISIP Unikom Prof. Dr. J.M. Papasi “ Peningkatan kualitas keilmuan, keterampilan ICT dan kewirausahaan sebagai fakultas ilmu sosial dan ilmu pilitik unggulan”

Bersertifikat

.

2009 Kuliah umum dari Drs. Nunus Supardi ( wakil ketua LSF Indonesia) “ Kebudayaan Film & Sensor Film”

Bersertifikat

.

2008 Kursus Bahasa Inggris di Millenium Course Kota Solok SUMBAR

Bersertifikat

SEMINAR and WORKSHOP

Year

Description

Information

.

2009 Workshop “ The Power of Dreams” di kampus STIE Ekuitas Bandung

Bersertifikat 2009 Workshop dan pelatihan Public Speaking oleh

Helmy yahya Broadcasting dan Program Studi Ilmu komunikasi dan Public Relation UNIKOM

Bersertifikat

2010 Table Manner Course di BANANA-INN HOTEL & SPA Bandung

Bersertifikat 2010 Seminar Fotografi, Lomba Foto Essay dan

Apresiasi Seni oleh HIMA IK & PR UNIKOM

Bersertifikat 2010 Mentoring Agama Islam dari Program Studi Bersertifikat


(6)

. Ilmu Komunikasi dan Public Relalation bekerjasama dengan LDK UMMI UNIKOM .

2011 Peserta Study Tour Media Massa dan Coorporate 2011 RCTI, Aneka Yes dan Kementrian Komunikasi dan Informatika RI

Bersertifikat

.

2011 Pelatihan Keprotokoloan Tim Protokoler UNIKOM

Bersertifikat

ORGANIZATIONAL EXPERIENCE

Yaer

Description

.

2003 Anggota Paskibra SMPN 2 Banjaran

.

2009-2010 Anggita Himpunan Mahasiswa (HIMA) Universitas Komputer Indonesia

KETERAMPILAN

Year

Description

.

Menguasai Komputer Ms Exel, Word, Power Point

Page maker, Corel Video Studio 12, Movie Maker, dan Aplikasi Internet

.

Musik Bermain Gitar

.

Olahraga Sepak Bola dan Futsal

Bandung, Agustus 2013

Hormat Saya,

Ghietsa Nesma Sal Noviawan

Nim. 41809135