BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KOTA TANJUNGPINANG (STUDI TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK) - repo unpas

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

  Kajian pustaka pada intinya mengandung makna aktivitas peneliti untuk berdialog secara kritis dengan pendapat pihak lain atau dengan teori-teori mengenai variabel yang dipergunakan dalam penelitian. Adapun teori tersebut ditelusuri sehingga dapat menjelaskan semua variabel yang dipergunakan dalam penelitian dan dapat menjelaskan serta mengukur permasalahan yang timbul atau yang didapat. Selanjutnya untuk memperkuat penelitian ini diperlukan penelitian yang sebelumnya yang dapat berkaitan atau yang dapat dilanjutkan seterusnya.

2.1.1. Penelitian Yang Relevan

  a. Penelitian Firmansyah (2006) dengan judul disertasi “Pengaruh Implementasi Kebijakan Tata Ruang Terhadap Pemanfaatan Ruang Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat”. Masalah yang terjadi tidak sesuainya pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kuantitatif, metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa implementasi kebijakan tata ruang secara signifikan berpengaruh terhadap efektifitas pemanfaatan ruang dan juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi (residu). Dengan demikian hasil penelitian diatas ada keterkaitan b. Penelitian Haryoso Sumo Prawiro (2003) dengan judul disertasi “Pengaruh Kemampuan Sumber Daya Aparat Birokrasi dan Formulasi Kebijakan terhadap keberhasilan implementasinya”. Lokasi penelitian di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Masalah yang diteliti adalah hubungan antara kemampuan sumber daya aparat birokrasi dan formulasi kebijakan terhadap keberhasilan implementasinya.

  Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kuantitatif dan metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan sumber daya aparatur berpengaruh terhadap keberhasilan implementasinya dan formulasi kebijakan berpengaruh terhadap keberhasilan implementasinya, juga ada pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti. Dengan demikian penelitian ini ada kaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu kemampuan sumber daya dapat identik dengan pengembangan sumber daya.

  c. Penelitian Dirk J. Van Wasbeek (2004), dalam program doktor Robert Kennedy

  

College Delemont Switzerland, dengan judul “Human Resource Management

Practices in Selected Ethiopian Private Companies (A Study to Increase Employee

Productivity in Ethiopia).” Yang menyatakan : This dissertation examines how human resources are managed at selected Ethiopian private companies, how Ethiopian human resource management practice is evolving and how it can be improved. The examination is qualitative and exploratory, since no comparative research on human resource management has yet been conducted at Ethiopian profit or non-profit organizations. An understanding of Ethiopian human resource management practice

  Ethiopian human resource management practices differ from human resource management practices in the West, due to differences in cultural factors, economic systems, political systems, and legal and industrial relations. For this reason, Ethiopia’s culture, politics, economy and legal and industrial relations have been analyzed. The main finding of this study is that the importance of human resource management is not uniformly understood at all the case- study companies. Although the multinational companies based in Ethiopia see their human resources as the companies’ most important asset, as human capital, the local companies generally do not. The fact that respondents claim that Ethiopia has limited experience in industrialization might explain why human resource management in Ethiopia is rudimentary and still has a long way to go. With this dissertation the researcher wants to contribute to improving Ethiopian human resource management practice. Moreover, this dissertation may be used as a framework for similar research in other sectors or for more specific in-depth research. This dissertation may also serve as a knowledge basefor company managers, business consultants, academics and government officials of countries with a national culture similar to Ethiopia’s (for example Kenya, Tanzania and Zambia), countries undergoing (or which have undergone) a recent transition to a free market economy, and countries facing similar macro-economic developments.

  Disertasi di atas menguji bagaimana Manajemen Sumber daya Manusia diimplementasikan di beberapa perusahaan swasta Ethiopia, dalam disertasi ini juga diperbandingkan antara organisasi baik profit maupun tidak, dalam penelitian ini Manajemen Sumber Daya Manusia dapat dipakai sebagai variabel dan dapat mempengaruhi atau sebagai penyebab.

  d. Penelitian Rebecca Nthogo Lekoko (2002) dalam program doktor The

  Pennsylvania State University The Graduate School College of Education, yaitu:

  partners in community development. CBEWs’ responses foreshadowed challenges and problems of coordination that could have otherwise been addressed had they been considered integral elements of previous training curricula. The findings further throw light on how government policies, though explicitly formulated to enhance conditions of service coordination, can be in variance with realities of coordination at the village level. Awareness of the fissure of policies and actual coordination does not refute the importance of government intervention in community development, given CBEWs’ status as government employees. Rather, it is only with understanding of and familiarity with CBEWs’ circumstances that such policies would truly address the challenges, problems, and possibilities of effective coordination. CBEWs’ comments reflected both awareness and learned understanding of social and political complexities surrounding their work as partners in community development. Authority and interventions such as political interference, illiterate communities, enlightened communities, passive, and negative attitudes complicate their working together, resulting into problems of resistance, rejection, and other tensions that defeat the spirit of working together. Meaningful acceptance of community development as a collective undertaking needs to be backed by a deliberate unification of CBEWs through a centrally organized training. Such training programs must not only illuminate the lived experiences of CBEWs as they work among themselves and with other community-based groups in the villages, but also provide opportunities for CBEWs to take active roles by engaging in activities such as placements in authentic work settings, mini-interdisciplinary groupings of CBEWs with local communities, and other team activities. There will be no end to the reservoir of learning if intentional efforts are made to incorporate local knowledge and needs, that is, immediate challenges, problems, and needs of CBEWs as they work with the local communities. Beside, effective coordination requires basic skills of communication, leadership and management, personal and human relations, technical skills and relevant attitudinal orientations. The features describes here are not exhaustive, but have in common the intent of making training programs truly sensitive to CBEWs’ needs as partners in community development.

  Disertasi ini mencari lebih lanjut penjelasan tentang bagaimana kebijakan- hingga pada tingkat daerah. Pelaksanaan kebijakan publik dalam penelitian ini terbukti dapat dipergunakan sebagai variabel dan dapat mempengaruhi atau dapat menyebabkan, serta berdampak bagi pelayanan.

  Tabel dibawah ini menampilkan persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian penulis sebagai berikut : Tabel 2.I

  Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis

NO PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN

  1 Firmansyah

  • Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kuantitatif.
  • Sama-sama implementasi kebij
  • metode analisis yang digunakan penilitian terdahulu adalah analisis jalur, sedangkan penelitian saya menggunakan Analisis SEM.
  • Bedanya kebijakan tata ruang sedangkan penelitian penulis kebijakan pelayanan publik.

  (2006) “Pengaruh Implementasi Kebijakan Tata Ruang Terhadap Pemanfaatan Ruang Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat”

  2 Haryoso

  • Kemampuan sumber daya aparat birokrasi= Pengembangan SDM
  • Formulasi kebijakan terhadap keberha- silan implementa- sinya= Implemen- tasi kebijakan.
  • Sama->Metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur ≠ Penelitian saya SEM.
  • Metode yang digunakan adalah metode survey ≠ Penelitian saya Survey ekspalanatory.

  Sumo Prawiro (2003)

  “Pengaruh Kemampuan Sumber Daya Aparat Birokrasi dan Formulasi Kebijakan terhadap keberhasilan implementasinya DI Kab. Pati Prov.

  JawaTengah.

  3 Dirk J. Van “Human Resource -MSDM = -Organisasi baik profit

  Wasbeek Management Pengembangan maupun tidak ≠ (2004) Practices in SDM Penelitian penulis Selected Ethiopian organisasi publik.

  Private Companies (A Study to Increase Employee Productivity in Ethiopia).”

  4 Pelayanan yang dilakukan

  Rebecca An Appraisal of -Pelaksanaan

  dari pusat ke daerah ≠

  Nthogo Batswana extension kebijakan public= sedangkan penelitian Lekoko Agents’ Work an Penelitian penulis penulis hanya (2002) training Implementasi ditingkat daerah saja.

  experience: kebijakan. Towards enhanced -Koordinasi service coordina- pelayanan= tion penelitian penulis pelayanan publik.

  Sumber: Olahan disertasi, tahun 2011

2.1.2. Administrasi Publik

  Menurut Handayaningrat (1990 : 2) “administrasi dalam arti sempit yaitu dari kata administratie (bahasa Belanda) yang meliputi kegiatan : catat mencatat, surat menyurat, pembukuan ringan, ketik mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan (clerical work)”.

  Tata usaha adalah bagian kecil kegiatan daripada administrasi yang akan dipelajari. Administrasi dapat juga diartikan pekerjaan-pekerjaan mempunyai tujuan seperti memindahkan suatu barang dari satu tempat ke tempat lain, tujuannya ke lokasi yang diinginkan.

  Administrasi dalam arti luas dari kata “administration” (bahasa Inggris). a. Menurut White, Leonard D. (1958 : 1) “Administration is a process

  common to all group effort, public or private, covol or military, large scale or small scale….etc” (Administrasi adalah suatu proses yang pada

  umumnya terdapat pada semua usaha kelompok, Negara atau swasta, sipil atau militer, usaha besar atau kecil…. dan sebagainya).

  b. Simon, H.A. Dkk (1958 : 1) “administration as the activities of groups

  cooperating to accomplish common goals”. (Administrasi sebagai

  kegiatan daripada kelompok yang mengadakan kerjasama untuk menyelesaikan pekerjaan bersama).

  c. Newman, William H (1963 : 4) “Administration has been defined as the

  guidance, leadership and control of the effort of a group of individuals toward some goal” (administrasi didefinisikan sebagai bimbingan,

  kepemimpinan dan pengawasan daripada usaha-usaha kelompok individu-individu terhadap tujuan bersama). Setelah mengetahui beberapa definisi administrasi, maka Handayaningrat

  (1990 : 3) ciri-ciri administrasi dapat digolongkan atas : a. Adanya kelompok manusia yaitu kelompok yang terdiri atas 2 orang atau lebih.

  b. Adanya kerjasama dari kelompok tersebut.

  c. Adanya kegiatan/proses/usaha.

  d. Adanya bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan.

  e. Adanya tujuan.

  Administrasi Negara menurut Pfiffner, J.M. and Robert Presthus (1960 : 6) : “Public administration is a process concerned with carrying out public policies” artinya administrasi Negara adalah suatu proses yang berhubungan dengan pelaksan kebijakan Negara. Selanjutnya Dimock (1960 : 11) mengatakan : “public

  

administration is the activity of the state in the exercise of its political power

  (administrasi Negara adalah kegiatan Negara dalam melaksanakan kekuasaan/ merupakan kegiatan eksekutif dan legislatif didalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan sehingga bisa mencapai keadaan yang diinginkan sesuai kewenangan yang didapatnya melaksanakan kekuasaaan dalam kegiatan Negara.

2.1.3. Kebijakan Publik

  Latar belakang yang mendasari kata “kebijakan publik”, ada beberapa pemahaman pakar yang telah menyumbangkan keilmuanya. Agar tidak terjadi kesalahan tafsir ( mis-interpretation) atas konsep tersebut maka dibawah ini beberapa pendapat yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

  Kebijakan negara menurut Jenkins (1978:15) adalah sebagai berikut:

  A set of interelated decisions taken by a political aktor or group of aktors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these aktors to achieve.

  Rumusan tersebut mempunyai pemahaman serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut. Kebijakan publik dalam proses penyelenggaraan pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting terutama untuk menentukan hal-hal prinsip yang menyatakan kebijakan (policy) sebagai berikut : Disatu pihak dapat dibentuk suatu usaha yang kompleks dari masyarakat untuk kepentingan masyarakat, dilain pihak policy merupakan suatu teknik atau cara untuk mengatasi konflik dan insentif.

  Pernyataan Thoha tentang kebijakan bahwa kebijakan dipergunakan untuk mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Agar masyarakat dapat hidup sejahtera dibuatlah regulasi sehingga persoalan yang dihadapi terselesaikan dengan adanya kebijakan.

  Lasswel dan Kaplan dalam Thoha (1997:58) menyatakan bahwa : “ policy as

  

projected program of goods, value, and practices”. pernyataan diatas mengandung

  arti bahwa kebijakan adalah suatu pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Menurut Thoha (1997:54) adalah : Sebagai orang pertama yang menggambarkan “public policy”, memberikan perhatian terhadap sifat eksperimen dari cara mengukur kebijakan (policy), yang menggambarkan pula bagaimana rencana- rencana tindakan harus dipilih dari alternatif-alternatif dan bagaimana mengamati akibat-akibat yang dapat dipergunakan sebagai uji coba yang tepat.

  Lebih lanjut dikatakan Thoha (1997:55), banyak orang memberikan penafsiran bahwa :

  Publik policy adalah hasil dari suatu pemerintahan, sedangkan

  administrasi publik adalah sarana untuk mempengaruhi terjadinya hasil-hasil tersebut, sehingga publik policy lebih diartikan sebagai apa yang dikerjakan oleh pemerintah dibandingkan daripada Pendapat Thoha dapat diartikan bahwa kebijakan dibuat oleh pemerintahan dalam hal ini legislatif, sedangkan yang menjalankannya adalah pemerintah, dalam hal ini eksekutif. Waktu kebijakan digulirkan pemerintah harus siap mengimplementasikan aturan-aturan yang telah ditetapkan.

  Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (1997:4), mendefinisikan kebijakan negara sebagai : “an sanctioned course of action addressed to a particular problem

  

or group of related that affect society at large”. Rumusan tersebut mempunyai

  pengertian, suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat. Kebijakan negara diartikan sebagai kebijakan yang dikembangkan atau dirumuskan oleh instansi-instansi serta pejabat-pejabat pemerintah. Dalam kaitan ini aktor-aktor swasta tertentu saja dapat mempengaruhi perkembangan atau perumusan kebijakan negara. Hakikat kebijakan negara menurut Wahab (1997 : 7) adalah :

  Sebagai jenis tindakan yang mengarah pada tujuan akan dapat dipahami lebih baik lagi apabila itu diperinci lebih lanjut ke dalam beberapa kategori , yakni ”policy demands” (tuntutan kebijakan), policy decisions

  (keputusan kebijakan), policy statement (pernyataan kebijakan), policy outputs (keluaran kebijakan), policy outcomes (hasil akhir kebijakan).

  Kebijakan publik dalam proses penyelenggaran pemerintah mempunyai peranan yang sangat dominan terutama untuk menentukan hal-hal prinsip yang melalui berbagai alternatif terbaik yang dipilih. Selanjutnya keluaran kebijakan akan berdampak positif atau sebaliknya. Kemudian sebagai tahapan proses kebijakan negara menurut Suradinata (1992 : 2) meliputi :

  1. Identifikasi Identifikasi masalah tentang kebijakan melalui pemerintah publik terhadap aksi-aksi pemerintah.

  2. Formulasi Formulasi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, itu kemudian diformulasikan dalam bentuk proposal dan dalam hal ini ditangani oleh organisasi perencanaan kebijaksanaan, birokrasi pemerintahaan, presiden, beserta kongres (dewan).

  3. Legitimasi Setelah proposal itu diolah diformulasikan, kemudian dilegitimasikan (disyahkan) oleh partai-partai, kelompok kepentingan, presiden dan kongres.

  4. Implementasi Setelah proposal itu disyahkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian oleh birokrasi yang berkepentingan, kemudian dilaksanakan oleh birokrasi yang terorganisasi, pengeluaran publik, dan aktivitas agen-agen eksekutif.

  5. Evaluasi Evaluasi dari kebijakan yang dilakukan oleh agen-agen pemerintah sendiri pengawas atau konsultan dari luar, wartawan dan masyarakat.

  Pernyataan Suradinata dapat diartikan bahwa proses kebijakan dimulai dari identifikasi masalah, dirumuskan secara komprehensif lalu disyahkan oleh kongres atau Dewan Perwakilan Pusat atau daerah, dilaksanakan oleh pemerintah lalu dicarikan feedback guna perbaikan. Apakah kebijakan tersebut akan dilaksanakan oleh lagi dengan penyempurnaan atau malah dicarikan kebijakan lain yang sama sekali tidak sama dengan kebijakan terdahulu.

  

allows the goals of publik policies to be realized as outcomes of governmental

activity.” Implementasi dapat dikatakan sebagai “general process” atau proses yang

  dilaksanakan atau diterapkan untuk mencapai suatu tujuan, dengan kata lain bahwa implementasi kebijakan berada diantara perumusan kebijakan dengan evaluasi kebijakan dalam proses kebijakan. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut Van Horn dan Van Meter (1975: 61) mengemukakan “Those action by public or

  

private, individuals (or groups) that are directed at the achievement of objective set

path in pior policy decisions.” Maksudnya pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang

  diperbuat oleh pribadi-pribadi atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Sebagai tindak lanjut kegiatan termaksud di atas, Mustopadidjaja (1998: 10) mengemukakan bahwa : Proses implementasi program kebijakan ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut (setelah sebuah program atau kebijakan ditetapkan), yang terdiri dari pengambilan keputusan, langkah-langkah yang strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran dan program (kebijakan) yang ditetapkan semula.

  Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuat kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya merupakan impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. dengan apa yang senyatanya dicapai, sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijakan.

  Besar kecilnya perbedaan tersebut tergantung pada implementation capacity dari organisasi/aktor atau kelompok organisasi/aktor yang dipercaya untuk mengemban tugas mengimplementasikan kebijakan tersebut. Implementation

  

capacity tidak lain ialah kemampuan suatu organisasi atau aktor untuk melaksanakan

  kebijakan (policy decision) sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen formal kebijakan dapat dicapai.

  Kebijakan dalam arti luas, tidak hanya meliputi keinginan nyata tetapi juga tidak nyata. Walaupun Thomas R. Dye mengemukakan bahwa sesuatu tidak dilakukan oleh pemerintah, namun kenyataannya sangat sulit untuk menentukan kebijakan pemerintah yang nyata dan tidak nyata. Penggunaan istilah antara kebijakan dengan keputusan pemerintah, telah mendapatkan penerimaan dari banyak guru besar tata negara, karena keputusan atau kebijakan pemerintah memiliki kesamaan yaitu mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, serta bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Singadilaga (2000: 7) mengemukakan bahwa :

  Keputusan yang diambil didalam proses administrasi publik adalah kebijakan publik, akan tetapi keputusan yang menjadi kebijakan publik hanyalah keputusan-keputusan yang mengandung nilai-nilai demi kepentingan masyarakat (publik interest) dan merupakan keputusan yang baik. Kebijakan publik sebagai suatu keputusan harus mengandung dua Kebijakan negara apapun sebenarnya mengandung resiko untuk gagal. Hogwood dan Gunn dalam Wahab (1997: 61) telah membagi pengertian kegagalan kebijakan (policy failure) ini dalam 2 (dua) kategori, yaitu non implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccessfull implementation (implementasi yang tidak berhasil). Tidak terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, hal ini disebabkan karena pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, cara bekerja tidak efisien atau kemungkinan permasalahan yang digarap di luar jangkauan kekuasaannya. Sehingga betapapun gigihnya usaha mereka hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup untuk ditanggulangi, akibatnya implementasi yang efektif sukar untuk dipenuhi. Oleh karena itu, maka implementasi akan terfokus pada tindakan atau perilaku para pejabat dan instansi-instansi di lapangan dalam upaya untuk menanggulangi gangguan-gangguan yang terjadi di wilayah kerjanya yang disebabkan oleh usaha-usaha dari pejabat-pejabat lain di luar instansinya demi berhasilnya suatu kebijakan baru.

  Kebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintah mempunyai peran yang sangat besar terutama untuk menentukan hal yang prinsip yang menyangkut kepentingan umum, menurut Dunn (1999: 109) menyatakan :

  Kebijakan publik (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan-badan dan pejabat pemerintah, konflik diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat. Isu kebijakan yang ada biasanya merupakan hasil konflik definisi mengenai masalah kebijakan.

  Pendapat Dunn menyatakan bahwa kebijakan yang dikeluarkan untuk pelayanan publik saling berhubungan diantara segmen-segmen yang ada dimasyarakat dan mempunyai dampak antara pelayanan yang dikeluarkan dengan pelayanan lain. Kebijakan pelayanan kesehatan berkaitan dengan kebijakan pendidikan, kebijakan di bidang pendidikan berkaitan dengan kebijakan dibidang kesejahteraan.

  Edwards dan Sharkansy dalam Islamy (1998 : 24) mengemukakan bahwa : “public policy is what government say to do or to. It is the goals of purpose of

  

government program”. Dari kedua hal pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa

  kebijakan merupakan segala perbuatan yang dikehendaki pemerintah yang sejalan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai melalui program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa kebijakan publik juga meliputi perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan yang selanjutnya dirumuskan kembali. Oleh karena itu, maka pendekatan yang pada umumnya dipergunakan adalah pendekatan sistem, yang berupaya menjelaskan saling keterpaduan antar lingkungan, sistem politik dan kebijakan publik.

  Jones dalam An Introduction to the Study of Publik Policy (1984: 26), “Policy Lebih lanjut Jones memberikan beberapa komponen-komponen kebijakan sebagai berikut :

  1. Goals, atau tujuan, yang diinginkan untuk dicapai.

2. Plans atau proposal, pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan.

  3. Programs, upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan.

  4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi progam.

  5. Effects, atau akibat-akibat dari progam, baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder.

  Kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok dan juga pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi maupun kecenderungan yang mengarah pada suatu kondisi tidak tercapainya tujuan atau juga kebijakan adalah suatu progam kegiatan yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat dilaksanakan serta berpengaruh terdapat sejumlah besar orang dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.

  Variabel kebijakan yang dikemukakan Nugroho (2003 : 198) berupa standar dan tujuan serta sumber daya. Standard dan tujuan akan tercapai bila aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi berjalan seiring dan sejalan. Dilihat juga dari aktifitas para pelaksana (implementor) tergantung pada sumber daya sehingga akibat akhirnya adalah kinerja kebijakan akan cendrung baik. Faktor yang mempengaruhi karakteristik implementor antara lain kondisi ekonomi, sosial dan

  Aktivitas implementasi Standar dan komunikasi dan antar organisasi tujuan

  Karakteristik kecenderunga KINERJ KEBIJAK dari agen n pelaksana/ (disposition) A

  AN implementor dari KEBIJA

  PUBLIK KAN kondisi ekonomi,

  Sumber sosial PUBLIK daya dan politik

  Sumber: Nugroho (2003: 168)

Gambar 2.1 Variabel Kebijakan

  Pengertian-pengertian yang dikemukakan beberapa pakar dan ahli di atas, maka dapat disimak bahwa kebijakan berisi suatu program kegiatan yang mengandung nilai-nilai tertentu dan kegiatannya diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, atau singkatnya kebijakan identik dengan suatu program yang berorientasi pada tujuan tertentu, dari mana usulan kebijakan itu berasal, kebijakan sebagai kemantapan program dan pengaruh kebijakan terhadap sejumlah besar orang, atau kebijakan itu punya kekuatan yang besar untuk mempengaruhi banyak orang.

2.1.4. Konsep Implementasi Kebijakan Publik

  Implementasi kebijakan merupakan suatu fenomena yang komplek serta dipahami sebagai suatu proses, keluaran maupun sebagai hasilnya, seperti yang ditegaskan Winarno (2002: 103) menyatakan bahwa :

  Implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya.

  Pernyataan di atas mengandung arti melaksanakan kebijakan dilakukan individu pimpinan termasuk kelompok kerja dalam organisasi dengan maksud untuk seluruh program kerja organisasi diselenggarakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Melaksanakan kebijakan dalam organisasi itu suatu cara atau metode bahkan strategi, artinya bagaimana caranya melaksanakan suatu kebijakan itu yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya organisasi tidak dirugikan dengan program yang telah ditetapkan. Organisasi berkeinginan mencapai hasil yang baik, seluruh program yang dilaksanakan dapat diselesaikan oleh para individu pegawai maupun kelompok dalam organisasi, maka digunakan cara melaksanakannya dari semua komponen kebijakan organisasi, mulai dari mensosialisasikan program kerja organisasi, mengatur sistem operasional prosedurnya, serta berusaha menyiapkan sumber daya manusia maupun dukungan biaya, serta memelihara nilai-nilai yang diperankan oleh masing-masing individu maupun kelompok dalam melaksanakan

  Nugroho (2003: 158) menegaskan bahwa “Implementasi kebijakan itu adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.” Ini berarti untuk mengimplementasikan kebijakan publik, dapat diterapkan pilihannya yakni langsung mengimplementasi dalam bentuk-bentuk progam-program atau pilihan melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan program, tujuan dan sasaran yang harus dicapainya sehingga membutuhkan kemampuan dari pelaksana kebijakan atau aktor atau kelompok orang antara lain; kemampuan menyampaikan seluruh isi kebijaksanaan secara cermat dan tepat, kemampuan sumber daya manusianya yang harus diperhitungkan secara sistematis, kemampuan membangun dan memelihara nilai-nilai dari tindakan yang dilakukan para pelaku pelaksana kebijakan secara terpadu dan terarah sesuai dengan tujuannya, kemampuan menerapkan sistem operasional prosedur yang akan digunakan dalam melaksanakan berbagai kebijakannya.

  Kebijakan publik memiliki jenis-jenis kebijakan publik yang memerlukan penjelas dengan peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang langsung operasional terdiri dari : Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain. Implementasi kebijakan yang digambarkan diatas menjabarkan pula program, proyek dan kegiatan secara terus menerus. Rangkaian implementasi kebijakan publik pada berbagai bentuk pada prinsipnya adalah melakukan intervensi, hal ini sejalan dengan penegasan Mazmanian dan Sabatier dalam Nugroho (2004: 161) bahwa :

  Implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri, dimana dalam melakukan intervensi atau implementasi kebijakan memfokuskan pada langkah berurutan berikut ini : identifikasi masalah yang harus diintervensi, menegaskan tujuan yang hendak dicapai, dan merancang struktur proses implementasi.

  Pernyataan Mazmania dan Sabatier diatas bisa diartikan bahwa implementasi merupakan kegiatan campur tangan pemerintah baik pra implementasi sampai dengan pasca implementasi dalam proses mendesign struktur yang efisien yang membutuhkan tindakan nyata dari pemerintah.

  Mustopadidjaja (2003: 32) menyatakan : Sebagian besar dari fungsi pimpinan aparatur dalam proses kebijakan pada umumnya terletak pada perannya dalam pengelolaan pelaksanaan kebijakan, hal ini mengandung makna bahwa terdapat kompetensi- kompetensi tertentu dalam pelaksanaan kebijakan yang harus diperhatikan pimpinan aparatur dan masyarakat. Kompetensi pelaksanaan kebijakan tersebut adalah pemahaman mengenai desain kebijakan secara utuh, pengetahuan aspek sistem dan proses pelaksanaan secara menyeluruh, dan mengenai kondisi lingkungan actual dimana yang bersangkutan berperan, informasi dini perkembangan pelaksanaan, serta pengetahuan, keahlian dan keterampilan untuk mengembangkan berbagai kemungkinan langkah tindak lanjut. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa seorang pimpinan aparatur harus membayangkan kemungkinan berkembangnya suatu momentum dan pelaksanaan kebijakan yang mendorongnya untuk memikirkan berbagai alternatif langkah pelaksanaan suatu kebijakan, agar kebijakan tersebut terselenggara secara baik dan aktualisasi berbagai ketentuan pelaksanaan yang mungkin telah dikembangkan. Dalam berbagai keadaan sikap pimpinan aparatur dituntut untuk memahami apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukannya dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikannya di tengah dinamika kehidupan masyarakat secara baik dan efektif. Untuk itu diperlukan paling tidak pengetahuan, keahlian, dan keterampilan untuk mengelola proses pelaksaan kebijakan secara baik dan efektif. Pemahaman mengenai desain kebijakan secara utuh, pengetahuan mengenai keseluruhan aspek sistem dan proses pelaksanaan kebijakan, peta dan kondisi lingkungan eksternal dimana yang bersangkutan berperan sebagai pelaksana kebijakan, informasi mengenai perkembangan pelaksanaan kebijakan, kemampuan untuk melakukan penilaian atas perkembangan pelaksanaan dan langkah tindak lanjutnya. Keseluruhan aspek kemampuan para pelaksana kebijakan tersebut harus menjadi bagian dari penentuan berhasil tidaknya implementasi kebijakan, hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Adiwisastra dalam Tachyan (2006: xiv) bahwa, “Keberhasilan implementasi kebijakan publik kadangkala tidak hanya memerlukan rasionalitas, tapi juga kemampuan pelaksana untuk memahami dan merespon harapan-harapan yang berkembang di masyarakat, dimana kebijakan publik tersebut akan dilaksanakan.”

  Pelaksanaan kebijakan pada hakekatnya membutuhkan kemampuan para pelaksananya terutama memahami tugas dan tanggungjawabnya serta mengetahui

  Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Pernyataan Mazmanian tersebut mengungkapkan bahwa undang-undang dan keputusan lainya bisa terimplementasi apabila metode yang dipakai jelas tujuannya sehingga sasaran yang ingin dicapai dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

  Bahkan dalam melaksanakan kebijakan harus menilai kemampuan kinerja para pelaksananya, hal ini sejalan dengan pemikiran Van Metter dan Van Horn dalam Wahab (1994 : 19) menyatakan :

  Implementasi kebijakan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan untuk meraih kinerja. Mereka merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja kebijakan. Kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat standard dan sasaran. Menurutnya, sebagai suatu kebijakan tentulah mempunyai standard dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan.

  Implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok pemerintah maupun swasta diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan sebelumnya. Tindakan ini mencakup usaha mengubah keputusan menjadi tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun melanjutkan usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang telah ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Penekanannya adalah tahap terjadi setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut. Oleh karena itu sebagai pertimbangan awal dalam pra kondisi implementasi kebijakan dapat mencermati pendapatnya Wahab dalam Rusli (2000: 50-51) bahwa :

  Kebijakan harus dibedakan dengan keputusan, kebijakan tidak serta-merta dapat dibedakan dari administrasi, kebijakan mencakup perilaku dan harapan, kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan, kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai yang mungkin dapat diantisipasi sebelumnya atau mungkin belum diantisipasi, kebijakan kebanyakan didefinisikan dengan memasukan perlunya setiap kebijakan melalui tujuan atau sasaran tertentu baik secara eksplisit maupun implisit, kebijakan mncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu, kebijakan meliputi baik hubungan yang bersifat antar organisasi ataupun yang bersifat intra-organisasi, kebijakan negara menyangkut peran kunci dari lembaga-lembaga pemerintah walaupun tidak secara eksklusif, dan kebijakan itu dirumuskan atau diidentifikasikan secara subyektif. Dari uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik yang diimplementasikan merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus- menerus oleh pemerintah demi kepentingan publik, sehingga ada upaya untuk memahami implementasi kebijakan antara lain apa yang patut dan layak dilakukan serta apa yang tidak perlu dilakukan oleh pemerintah dan implementator dalam tahapan implementasi kebijakan serta apa penyebab atau yang mempengaruhinya dan apa dampak dari kebijakan publik tersebut jika dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Oleh karena itu Dunn (2003 : 115) menyatakan bahwa :

  Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan dan pengendalian arah dilakukan dengan bentuk kegiatan formal. Kebijakan yang telah diambil, dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya financial dan manusia. Pelaksanaan kebijakan berlangsung melalui suatu sistem yang terdiri atas institusi-institusi publik maupun privat dengan peran tertentu dalam pelaksanaan kebijakan, yang pada umumnya berkisar dalam posisinya apakah sebagai perumus, pelaksana atau pengawas. Mustopadidjaja (2003: 39) menjelaskannya bahwa :

  Institusi publik yang berperan dalam pelaksanaan adalah parlemen, pejabat politik, birokrasi, dan peradilan. Sedangkan institusi privat antara lain partai politik, organisasi kemasyarakatan, asosiasi profesi, media masa, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok sasaran. Masing- masing mempunyai peran yang berbeda, yang intensitas keterlibatannya dipengaruhi pula oleh stratifikasi, jenis dan sifat kebijakan yang dilaksanakan. Peran dan keterlibatan masing-masing dapat dituangkan dalam suatu sistem pelaksanaan, yang pada dasarnya memberikan acuan mengenai apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan, persyaratan dan tata cara pelaksanaan yang harus diikuti, dan penalty apabila tidak dipenuhi. Dalam mengembangkan sistem pelaksanaan dapat dipergunakan beberapa model seperti : model pengembangan implementasi menurut tingkat efisiensi pelayanan dan kepuasan individu yang dilayani, mempelajari aturan institusional dalam memenuhi kebutuhan kolektif masyarakat berdasarkan preferensi individual, model kesesuaian tugas dan fungsi yang harus diemban suatu organisasi dengan tantangan lingkungan strategiknya, model analisis rasional dalam penetapan tujuan dan pengembangan pedoman pelaksanaan yang jelas, model individu dan organisasi cenderung untuk berlanjut dengan aturan yang ada atau penyesuaian yang tidak terlalu besar secara terencana, dan model upaya menumbuhkan kemampuan seluruh warga masyarakat untuk melakukan pilihan mengenai masa depannya untuk merubah nasibnya dan memperbaiki tingkat hidupnya serta kebutuhan hidupnya.

  Sistem implementasi kebijakan tersebut merupakan perangkat kelembagaan oleh berbagai stakeholder baik yang berada dalam tataran institusi publik dan privat ataupun kelompok sasaran, sesuai dengan posisi dan perannya masing-masing dalam tahapan pelaksanaan kebijakan. Yang juga perlu didalami lebih jauh adalah apa peran pimpinan aparatur dalam pelaksanaan kebijakan, dan bagaimana membawakannya apakah suatu instansi sudah memiliki sistem implementasi mengenai kebijakan yang merupakan tugas dan tanggung jawab institusinya. Bahkan lebih ditegaskan lagi oleh Saefullah (2006: 143) bahwa :

  Pemahaman tentang pelaksanaan kebijakan bukan hanya dimiliki oleh aparat lembaga dan aparat pelaksana, tetapi juga oleh masyarakat atau pihak-pihak yang menjadi sasaran kebijakan. Oleh karena itu langkah awal dalam pelaksanaan kebijakan adalah melakukan sosialisasi agar kebijakan yang bersangkutan diketahui, dimengerti, dan diterima oleh semua pihak yang bersangkutan. Kegiatan ini harus dilakukan melalui komunikasi yang sifatnya persuasif dengan pemilihan media yang terjangkau dan mudah dipahami komunikan. Fasilitas sumber daya sendiri, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Sedangkan struktur birokrasi berperan dalam mempercepat proses pelaksanaan suatu kebijakan. Aspek lain yang harus dihadapi dalam pelaksanaan adalah masalah di lapangan dan prospek yang bisa diperhitungkan. Pernyataan Saefullah bahwa sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga yang syah harus dipatuhi oleh setiap warga Negara, sebelum dilaksanakan harus disosialisasikan kepada masyarakat lalu biasanya dimintai masukan, kritikan yang bersifat membangun selanjutnya sebagai masukan kepada lembaga pembuat kebijakan dan lembaga yang mengesyahkan kebijakan.

  Naihasy (2006: 128) menjelaskan konsep implementasi kebijakan publik

  Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah berikut ini; (1) langsung mengimplementasikan ke dalam bentuk program-program, atau (2) melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik alam bentuk undang-undang atau peraturan daerah adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan penjelasan atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaannya. Sedangkan kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain adalah dalam bentuk Kepres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.

  Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi, karena itu implementasi kebijakan sebenarnya adalah pada action intervention itu sendiri. Kebijakan ada yang langsung bisa dilaksanakan atau diimplementasikan tetapi ada kebijakan yang harus dibuat dulu petunjuk teknis dan atau petunjuk pelaksana berupa aturan yang lebih rendah tingkatan misalnya kebijakan berupa undang-undang maka aturan dibawahnya bisa peraturan pemerintah, Keputusan presiden, Keputusan menteri, keputusan kepala daerah dan seterusnya.

  Sebuah kebijakan publik diuraikan menjadikan kebijakan publik penjelas dengan adanya program intervensi, proyek intervensi, kegiatan intervensi yang ditujukan langsung kepada masyarakat. Rangkaian implementasi kebijakan ini dilaksanakan melalui tahapan-tahapan seperti gambar berikut :

  Kebijakan Publik Kebijakan Publik Penjelas Program Intervensi

  Proyek Intervensi Kegiatan Intervensi

  Publik / Masyarakat / Sumber: Nugroho (2003: 159)

  Beneficiaries

Gambar 2.2 Rangkai Implementasi Kebijakan

  Dalam melakukan intervensi atau implementasi kebijakan pada langkah yang berurutan yakni identifikasi masalah yang harus diintervensi, menegaskan tujuan yang hendak dicapai, dan merancang struktur proses implementasi. Inti pemahaman pemerintahan yang baik, khususnya pada elemen penyesuaian prosedur implementasi dengan sumber daya yang digunakan.

Dokumen yang terkait

PENGARUH KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENERAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH

0 3 10

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN E-GOVERNMENT, KOMITMEN, PENGEMBANGAN APARATUR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK

0 0 7

PENGARUH BUDAYA KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (STUDI TENTANG PELAYANAN SURAT KETERANGAN KELAHIRAN DAN KEMATIAN DI KANTOR KECAMATAN BINJAI KOTA KOTA BINJAI) SKRIPSI

0 3 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - BAB II Disertasi NOVA MARDIANA

0 0 137

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS - PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA PANGKALPINANG - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 21

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS - PENGARUH KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS - ANALISIS PENGARUH PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN MOTIVASI PEGAWAI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CITARUM DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMU

0 2 95

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN - PENGARUH LINGKUNGAN EKSTERNAL, INTERNAL DAN ETIKA BISNIS TERHADAP KEMITRAAN USAHA DAN IMPLIKASINYA PADA KINERJA USAHA KECIL DI JAWA BARAT (STUDI PADA USAHA KECIL BATIK CAP) - repo unpas

0 1 142

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - BAB II 15 September 2015

0 1 152

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI DINAS DAERAH DI KOTA BEKASI - repo unpas

0 0 104