Sitotoksisitas fraksi protein daun mimba [Azadirachta indica A. Juss] FP30, FP40, FP50, dan FP60 jenuh terhadap kultur sel HeLa - USD Repository

  

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA

(Azadirachta indica A. Juss) FP

30 , FP

40 , FP 50 , DAN FP

  60 TERHADAP

KULTUR SEL HeLa

  SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh: Lucia Endar Puspitaningrum

  NIM: 038114092 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA

(Azadirachta indica A. Juss) FP

30 , FP

40 , FP 50 , DAN FP

  60 TERHADAP

KULTUR SEL HeLa

  SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh: Lucia Endar Puspitaningrum

  NIM: 038114092 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

15 Februari 2007

  Dunia mengatakan bahwa aku hanyalah percikan api kecil Tetapi Yesus mengajariku yakin bahwa aku adalah api Dunia mengatakan bahwa aku hanyalah seutas senar harpa

  Tetapi Yesus mengajariku yakin bahwa aku adalah sebuah Dunia mengatakan bahwa aku hanyalah sebuah bukit kecil Tetapi Yesus mengajariku yakin bahwa aku adalah sebuah gunung

  Dunia mengatakan bahwa aku hanyalah setetes air sumber air Tetapi Yesus mengajariku yakin bahwa aku adalah Dunia mengatakan bahwa aku hanyalah sehelai bulu sayap Tetapi Yesus mengajariku yakin bahwa aku adalah sebuah

  Dunia mengatakan bahwa aku hanyalah seorang pengemis Tetapi Yesus mengajariku yakin bahwa aku adalah seorang raja

  Anonim

  Kupersembahkan karyaku ini kepada: Yesus Kristus, Tuhan dan Gembalaku Yang Maha Kasih Papi Mami, Adikku yang kusayangi,

  Sahabat dan almamaterku yang kubanggakan

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkahNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP

  30 ,

  FP

  40 , FP 50 , dan FP 60 terhadap Kultur Sel HeLa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Drs. A. Yuswanto, Ph.D., S.U., Apt. yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

  2. Drs. Mulyono, Apt. yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran sebagai dosen penguji skripsi.

  3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran sebagai dosen penguji skripsi.

  4. Mr. J, yang telah mengajari bermacam-macam hal dalam hidup dan membentuk penulis menjadi seperti sekarang ini.

  5. Papi, Mami dan Simbrot atas doa, semangat, dan perhatian kepada penulis.

  6. Saudara-saudaraku yang tersebar di seluruh penjuru dunia, yang telah memberi pelajaran berharga tentang kehidupan kepada penulis.

  8. Anak-anak Che-Mistry yang senantiasa menebar kegilaan dan kebahagiaan di sekitar penulis.

  9. Dosen dan karyawan Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan sumbangan ilmu dan tenaga.

  10. Pak Rajiman, Mbak Yuli, Mbak Istini, Heni dan seluruh staf, atas bimbingan dan masukannya selama penelitian di Laboratorium Ilmu Hayati UGM.

  11. Lucy, Jenny, Melon, Vita, Sari, Ana (kelompok Mimba) dan Agnes, Mila, Wati, Ratih (kelompok Teki) sebagai teman seperjuangan suka maupun duka dalam menyelesaikan skripsi.

  12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dalam isi, bahasa maupun penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis membuka diri terhadap saran dan kritik dari seluruh pembaca untuk lebih menyempurnakan tulisan ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan. Semoga skripsi ini dapat mendorong mahasiswa angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik lagi demi majunya dunia kefarmasian di Indonesia, khususnya dalam perkembangan obat antikanker, agar di masa depan obat antikanker yang murah bukan lagi impian.

  Yogyakarta, Maret 2007 Penulis

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………… iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… v KATA PENGANTAR……………………………………………………... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………… viii DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ix DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xiii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xvi ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING …………………………….. xvii

  INTISARI……………………………………………………..…………… xviii …………………………………………………..………...…. xix

  ABSTRACT

  BAB I PENGANTAR………………………………………………………

  1 A. LATAR BELAKANG ………………………………………………… 1 1.

  Permasalahan………………………………………………………. 3

  2. Keaslian penelitian…………………………………………………. 4 3.

  Manfaat penelitian…………………………………………………. 4

  B. TUJUAN PENELITIAN………………………………………………. 4

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………….

  6 A. Azadirachta indica A. Juss…………………………………...................

  6 1. Keterangan Botani…..……………………………………………….

  6 2. Sinonim……………..……………………………………………….

  6

  3. Morfologi tanaman…..………………………………………………

  6 4. Kandungan Kimia…….…………...………………………………...

  7 5. Penelitian Mengenai Tanaman Mimba……………………………..

  7 B. Kanker………………………………………………………………….. 8 1. Tinjauan umum ..................................................................................

  8 2. Proses terjadinya kanker.....................................................................

  10

  3. Siklus sel .............................................................................................. 11

  4. Terapi Kanker...................................................................................... 12 5.

  Kanker leher rahim .............................................................................. 15

  C. Protein…………………………………………………………………... 17 D.

  Kultur sel .........……………………………………………………......... 20 1. Sel HeLa....... ......................................................................................

  21 2. Sel Vero.. ............................................................................................

  21 E. Uji sitotoksisitas…………………………………………………………. 21

  F. Landasan teori............................................................................................. 24 G.

  Keterangan empiris...…………………………………………………….. 26

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. 27

  1. Variabel penelitian ……………………………………………………. 27

  6. Propagasi dan Panen sel HeLa dan sel Vero....................................... 36

  58 B. Saran ……………………………………………………………………

  58 A. Kesimpulan ……………………………………………………………..

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………

  Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein daun Mimba…………………………... 45

  40 C. Penetapan Konsentrasi Fraksi Protein Daun Mimba …………………… 44 D.

  39 A. Sterilisasi Alat ………………………………………………………….. 39 B. Preparasi Fraksi Protein Daun Mimba…………………………………..

  7. Uji Sitotoksitas terhadap Sel HeLa dan sel Vero ................................ 37 F. Analisis Hasil …………………………………………………………... 38 BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………….

  5. Pengukuran Konsentrasi Fraksi Protein ............................................ 35

  2. Definisi Operasional …………………………………………………

  4. Pembuatan Fraksi Protein.................................................................. 31

  31

  2. Pengumpulan Daun Mimba………………………………………… 30 3. Sterilisasi Alat dan Bahan..................................................................

  30

  30 1. Determinasi Tanaman………………………………………..……..

  30 E. Tatacara Penelitian……………………………………………………...

  28 D. Alat-alat Penelitian……………………………………………………...

  28 C. Bahan atau Materi Penelitian……………………………………………

  58

  BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………… 111

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Beberapa jenis protein globuler dan kelarutannya…...….... 18 Tabel II. Hasil uji sitotoksik fraksi protein terhadap sel Hela dengan metode MTT……………………………... 50 Tabel III. Hasil uji sitotoksik fraksi protein terhadap sel Vero dengan metode MTT.............................................. 52 Tabel IV. Nilai LC

  50 pada sel Hela dan sel Vero.................................. 54

  Tabel V. Volume larutan ektrak gubal protein daun mimba.................................................................................... 64 Tabel VI. Absorbansi fraksi protein pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm............................................................... 67 Tabel VII. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  30

  terhadap kultur sel HeLa........................................................ 68 Tabel VIII. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  40

  terhadap kultur sel Hela......................................................... 68 Tabel IX. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  50

  terhadap kultur sel Hela......................................................... 69 Tabel X. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  60

  terhadap kultur sel HeLa........................................................ 69 Tabel XI. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  30

  terhadap kultur sel Vero........................................................ 70

  Tabel XIII. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  50

  terhadap kultur sel Vero........................................................ 71 Tabel XIV. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  60

  terhadap kultur sel Vero........................................................ 71

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Fase kehidupan sel ............................................................... 11 Gambar 2. Protein yang terlarut dalam air.............................................. 42 Gambar 3. Protein dalam air dengan penambahan ammonium sulfat ..... 42 Gambar 4. Reaksi MTT menjadi formazan oleh enzim dehidrogenase.... 46 Gambar 5. Kristal formazan ..................................................................... 47 Gambar 6. Sel HeLa................... ……………...………………………… 49 Gambar 7. Sel Vero …………...……………………….....................…... 49 Gambar 8. Grafik persen kematian sel HeLa vs kadar fraksi protein daun mimba..................................................……….… 51 Gambar 9. Grafik persen kematian sel Vero vs kadar fraksi protein daun mimba..............................................................… 53

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat pada derajat kejenuhan tertentu ................................................................. 64 Lampiran 2. Cara perhitungan kadar protein ..... ...................................... 67 Lampiran 3. Absorbansi sel dengan metode MTT .................................... 68 Lampiran 4. Uji Kolmogorov-Smirnov ……….……………….……....... 72 Lampiran 5. Analisis probit.............................................. .......................... 76 Lampiran 6 Uji t-independent..................................................................... 103 Lampiran 7. Perhitungan nilai korelasi kadar fraksi protein dengan persen kematian sel Hela dan sel Vero pada taraf kepercayaan 80% ................................................................... 105

  Lampiran 8. Tanaman Azadirachta indica A. Juss ………….……………107 Lampiran 9. Daun Azadirachta indica A. Juss …………….……………..107 Lampiran 10. Hi-Mac Sentrifuge HITACHI SCP85H …………………….108 Lampiran 11. Laminar Air Flow Labconco Seri 226356 …………….…….108 Lampiran 12. Spektrofotometer UV CECIL Series 2………………….…...109 Lampiran 13. ELISA reader SLT 340ATC ……………………………….109 Lampiran 14. Surat Determinasi ..................................................................110

ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING

  FP

  30 (PF 30 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 10% jenuh FP

  40 (PF 40 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 20% jenuh FP

  50 (PF 50 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 30% jenuh FP

  60 (PF 60 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 40% jenuh

  

continous cell lines : sel yang berasal dari sel primer yang ditumbuhkan terus

  menerus FBS : Foetal Bovine Serum MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide) reagen stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01N RPMI : Rosswell Park Memorial Institute SDS : Sodium Dodesil Sulfat

  tissue culture flask

  : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan leher bengkok 96 well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat menanam sel pada uji sitotoksisitas

  

INTISARI

Kanker merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia.

  Ada banyak penelitian mengenai antikanker. Beberapa diantaranya menyebutkan bahwa tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki aktivitas biologis yang potensial sebagai senyawa antikanker. Dalam penelitian kali ini, fraksi protein daun mimba 30%, 40%, 50%, dan 60% dujicobakan terhadap sel HeLa dan sel Vero untuk mengetahui fraksi protein mana yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi senyawa antikanker.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Uji sitotoksisitas dilakukan secara in vitro terhadap sel HeLa dan sel Vero menggunakan metode MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol- 2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid). Fraksi protein diperoleh dengan pengendapan menggunakan ammonium sulfat dengan konsentrasi 30%, 40%, 50%, dan 60% jenuh. Hasil uji dinyatakan dalam persentase kematian sel HeLa dan sel Vero, yang selanjutnya diolah dengan analisis statistika analisis probit dan analisis t-test.

  Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa harga LC

  50 untuk fraksi

  protein 30%, 40%, 50%, dan 60% jenuh terhadap sel HeLa berturut-turut adalah

  • 13 -2

  

23

  3,72.10 µg/ml; 1,8.10 µg/ml; 1,5.10 µg/ml; dan 173,49 µg/ml. Walaupun nilai LC

  50 untuk FP 30 dan FP

  40

  ≤ 20 µg/mL, hasil uji t-test menunjukkan bahwa perbedaan antara sitotoksisitasnya dengan sel Vero tidak bermakna, sehingga tidak ada yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. Kata kunci : daun mimba, sel HeLa, sitotoksisitas, sel Vero, selektif

  

ABSTRACT

  Cancer is one of the most deadly disease in the world. There are so many researchs on anticancer. Some of them stated that neem tree (Azadirachta indica A. Juss) has a potential biological activity as anticancer. In this research, protein fraction of neem leaves with concentration of 30%, 40%, 50%, and 60% were applied to Hela Cell and Vero Cell Lines to identify which protein fractions to have potency to be developed as anticancer.

  This study was pure experimental research with complete random design. The cytotoxicity test was carried out in vitro using HeLa Cell and Vero Cell Lines by MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid) method. In this research, protein of neem leaves were fractionated using ammonium sulfate of 30%, 40%, 50%, and 60% saturated. The data shown as a percentage of cell death, statistically analyzed with probit analyse and t-test.

  The result indicated that LC values of protein fraction of 30%, 40%,

  50

  • 13 -2

  23

  50%, and 60% for HeLa Cell Line were 3,72.10 µg/ml; 1,8.10 µg/ml; 1,5.10 µg/ml; dan 173,49 µg/ml, respectively. Although LC

  50 value of FP 30 dan FP

  40

  ≤ 20 µg/mL, none of them were supposed to be potential to be developed as an anticancer due to poor selectivity. Keywords: neem leaves, Hela Cell Line, cytotoxicity, Vero Cell Line, selective

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti karena banyak

  menimbulkan kematian di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler (Balmer, Valley, dan Ianucci, 2005). Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 100 orang penderita kanker baru setiap 100.000 orang penduduk tiap tahunnya (Anonim, 2001a). Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI, jumlah penderita kanker di Indonesia pada tahun 1981 adalah sekitar 3,4% dan meningkat menjadi 6% pada tahun 2001. Ada 5 besar kanker di Indonesia, yaitu kanker leher rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker nasofaring, dan kanker kulit (Anonim, 2001a).

  Ada 3 standar utama terapi kanker, yaitu pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. Pemilihannya tergantung pada jenis tumor dan tingkat keparahannya (Rang, Dale, Ritter, Moore, 2003). Selain itu, dikenal juga terapi imun dan terapi hormon (Anonim, 2004b). Namun selain mahal, terapi kanker juga dikenal memiliki efek samping merugikan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Karena itu, banyak orang mulai beralih ke pengobatan tradisional, salah satunya penggunaan tanaman obat, yang relatif lebih murah dan dipercaya memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat-obatan konvensional. Selama berabad-abad, bahan-bahan herbal telah menjadi bagian dari pengobatan tradisional dan diwariskan secara turun temurun. Peranannya dalam pengobatan modern tidak dapat diremehkan. Lebih dari 92% obat-obatan antikanker yang tersedia secara komersial di Amerika Serikat antara tahun 1983-1994 dan sudah terbukti khasiat penggunaannya, sekitar 62%nya berasal dari bahan alam. Obat antikanker paling dikenal yang berasal dari tanaman sejauh ini adalah vinkristin dan vinblastin, yang diisolasi dari tanaman asal Madagaskar, Catharanthus roseus (Newman dan Cragg, 2002). Sampai saat ini, pencarian obat antikanker masih terus dilakukan.

  Mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang digunakan dalam penelitian ini telah lama dikenal dalam dunia pengobatan sebagai tanaman yang berkhasiat sehingga sangat berpotensi untuk diteliti lebih lanjut. Semua bagian dalam tanaman mimba memiliki efek farmakologis, antara lain sebagai antiinflamasi, antipiretik, antibakteri, spermicidal, antifungal, dan antikanker (Biswas, Chattopadhyay, Banerjee, Bandyopadhyay, 2002).

  Telah banyak dilakukan penelitian tehadap tanaman mimba terkait dengan aktivitasnya sebagai antikanker. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suwanto pada tahun 2006. dalam penelitiannya, Suwanto menggunakan fraksi protein daun mimba 30%, 60%, dan 100% jenuh hasil pengendapan dengan menggunakan ammonium sulfat terhadap kultur sel HeLa. Penelitian tersebut menyatakan bahwa yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker adalah fraksi protein 30% dan 60% jenuh. Menurut National Cancer Institute (NCI), suatu senyawa dikatakan bersifat antikanker jika memiliki harga LC

  50

  ≤ 20 µg/ml (Suffness & Pezzuto, 1991). Namun, penelitian tersebut belum memberikan informasi mengenai selektivitas fraksi protein daun mimba terhadap sel normal.

  Suatu antikanker diharapkan memiliki toksisitas selektif, artinya dapat menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal. Terapi hanya dapat dikatakan berhasil dengan baik apabila pada dosis terapi yang digunakan dapat mematikan sel kanker tanpa terlalu mengganggu sel jaringan normal yang berproliferasi (Nafrialdi dan Gan, 1995). Terkait dengan hal tersebut, maka dalam penelitian kali ini digunakan sel Vero (sel normal) sebagai pembanding. Agar dapat diketahui dengan lebih jelas fraksi protein mana yang paling optimal efek sitotoksisitasnya, range fraksinasi dipersempit menjadi 30%, 40%, 50%, dan 60% jenuh.

1. Permasalahan

  a. Diantara daun mimba FP

  30 , FP

40 , FP

50 , dan FP 60 , manakah yang memiliki

  daya sitotoksisitas yang paling besar terhadap sel Hela?

  b. Berapa nilai LC

  50 yang didapatkan dari perlakuan daun mimba FP 30 , FP 40 ,

  FP

  50 , dan FP 60 terhadap kultur sel Hela?

  c. , FP , FP , dan FP memiliki daya sitotoksisitas Apakah daun mimba FP

  30

  40

  50

  60

  terhadap sel Vero? d. , FP , FP , dan FP jenuh berpotensi untuk Apakah daun mimba FP

  30

  40

  50

  60

  dikembangkan sebagai suatu senyawa antikanker jika dilihat dari daya sitotoksisitasnya terhadap sel Vero?

  2. Keaslian penelitian

  Banyak penelitian mengenai daun mimba terkait dengan aktivitasnya sebagai antikanker, namun sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian mengenai sitotoksisitas daun mimba FP

  

30 , FP

40 , FP 50 , dan FP 60 terhadap sel HeLa yang dibandingkan dengan sel Vero.

  3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai khasiat, penggunaan, dan sitotoksisitas fraksi protein daun terhadap sel Hela dibanding sel Vero yang berguna dalam penemuan obat antikanker.

  b.

  Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan khasiat dan selektivitas daun mimba sebagai antikanker.

B. Tujuan Penelitian Tujuan umum:

  mengetahui apakah daun mimba FP

  30 , FP 40 , FP 50 , dan FP 60 memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker.

  Tujuan khusus:

  a. mengetahui manakah daun mimba FP

  30 , FP 40 , FP 50 , dan FP 60 yang memiliki sitotoksisitas paling besar terhadap kultur sel Hela.

  b. mengetahui seberapa besar nilai LC

  50 daun mimba FP 30 , FP 40 , FP 50 , dan FP

  60 terhadap kultur sel HeLa.

  c.

  30 , FP 40 , FP 50 , dan FP 60 juga memiliki

  mengetahui apakah daun mimba FP daya sitotoksisitas terhadap sel Vero.

  d. , FP , FP , dan FP berpotensi untuk mengetahui apakah daun mimba FP

  30

  40

  50

  60

  dikembangkan sebagai suatu senyawa antikanker jika dilihat dari daya sitotoksisitasnya terhadap sel Vero.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman mimba (Azadirachta indica A.Juss) 1. Keterangan botani Tanaman mimba ( Azadirachta indica A.Juss) termasuk dalam suku Meliaceae. Penyebaran mimba di Indonesia yang cukup luas menyebabkan mimba

  dikenal dengan berbagai nama daerah. Di wilayah Pasundan (Sunda) mimba lebih dikenal dengan nama nimba. Sementara di Bali dan Nusa Tenggara, mimba dikenal dengan nama intaran. Di Madura, nama lain tanaman ini adalah mimba, membha, atau mempheuh. Nama yang kemudian berkembang di masyarakat adalah mimba.

  Namun ada juga yang menyebutnya nimba (Sukrasno dan Tim Lentera, 2003).

  2. Sinonim tanaman Melia azadirachta L. (Hutapea, 1993).

  3. Morfologi tanaman

  Tanaman mimba berupa pohon dengan tinggi 10-15 meter. Batang tegak, berkayu, bulat, permukaan kasar, percabangan simpodial, coklat. Daun majemuk, berhadapan, lonjong, melengkung, tepi bergerigi, ujung lancip, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai panjang 8-20 cm, hijau.

  Bunga majemuk, berkelamin 2, di ujung cabang, tangkai silindris, panjang 8-15 cm, kelopak hijau, benang sari silindris, putih kekuningan, putik lonjong, coklat muda, mahkota halus, putih. Buah buni, bulat telur, hijau. Biji bulat, diameter kurang lebih 1 cm, putih. Akar tunggang, coklat (Hutapea, 1993).

  1. Kandungan kimia

  Daun mimba mengandung beberapa zat aktif, antara lain : 3-asetil-7-tigloil- lakton-vilasinin, 3 desasetil-3-cinnamoil-azadirachtin, 3-desasetil-salanin, 6- desasetilnimbinen, azadirachtin, azadirachtin-A, beta-sitosterol, hiperoksid, isoazadirolid, isonimbosinolid, nimbaflavon, nimbandiol, nimbinen, nimbolid, kuesertin, kuersitrin, rutin, dan vilasanin (Anonim, 2004a).

  2. Penelitian terhadap tanaman mimba

  Tanaman mimba telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional. Konon, mimba juga dapat digunakan sebagai antikanker, sehingga banyak dilakukan penelitian untuk membuktikannya. Fraksi total protein daun mimba pernah diujikan efek sitotoksisitasnya terhadap 4 jenis sel kanker, yakni sel HeLa (Febriani, 2004), SiHa (Lusia, 2004), Myeloma (Rahmawati, 2004), dan Raji (Ariyani, 2004). Semuanya menyimpulkan bahwa fraksi total protein daun mimba memiliki efek sitotoksik terhadap ketiga sel kanker tersebut meskipun belum memenuhi syarat untuk dikembangkan menjadi senyawa antikanker karena harga LC

  50 yang didapatkan

  pada masing-masing penelitian tersebut > 20 μg/ml. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Robbyono (2006), Suwanto (2006), Hariadi (2006), dan Candra (2006) berturut- turut terhadap sel Raji, HeLa, Myeloma, dan Siha dengan menggunakan fraksi protein daun mimba 30%, 60%, dan 100% jenuh. Dari penelitian-penelitian tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker adalah fraksi protein 30% jenuh untuk sel Raji, fraksi protein 30% dan 60% jenuh untuk sel HeLa, fraksi protein 30% dan 60% jenuh untuk sel Myeloma, dan fraksi protein 30% dan 60% jenuh untuk sel Siha. Sebagai penelitian lanjutan, dilakukan juga penelitian dengan menggunakan fraksi protein daun mimba dengan konsentrasi yang dipersempit, yakni FP

  10 , FP 20 , FP 30 , FP 40 , FP 50 , dan FP 60 ,

  terhadap 4 jenis sel kanker dibandingkan dengan sel normal (sel Vero). Penelitian tersebut dilakukan oleh Lahrita (2006) dan Jenny (2006) terhadap kultur sel Raji, Purnamasari (2007) dan Ekasaptawati (2007) terhadap kultur sel Myeloma, serta Harsono (2006) dan Mellina (2007) terhadap kultur sel SiHa. Masing-masing dibagi menjadi 2 kelompok, yakni fraksi kecil (FP

  10 , FP 20 , FP 30 , dan FP 40 ) dan fraksi besar

  (FP

  30 , FP 40 , FP 50 , dan FP 60 ). Hasil yang didapatkan dari penelitian-penelitian tersebut

  menunjukkan bahwa yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker adalah FP

  20 dan FP 60 untuk sel Raji, FP 20 dan FP 40 untuk sel SiHa, dan tidak ada FP yang berpotensi untuk sel Myeloma.

B. Kanker

1. Tinjauan umum

  Kanker merupakan nama umum untuk lebih dari 100 jenis penyakit yang bervariasi, ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel yang tidak terkontrol, invasi jaringan lokal, dan kemampuan untuk menyebar luas (distant metastases) (Balmer et sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting (cancer) dengan kaki- kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena (Anonim, 2006a).

  Sel-sel normal dapat menjadi sel kanker karena adanya satu atau lebih mutasi yang terjadi pada DNA sel. Perkembangan penyakit kanker merupakan suatu proses rumit yang melibatkan tidak hanya satu perubahan genetik namun juga faktor-faktor epigenetik (misalnya aksi hormonal tubuh, paparan bahan-bahan karsinogen, dan lain-lain) yang tidak berkembang menjadi kanker itu sendiri namun dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi pada DNA sel yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kanker (Rang et al, 2003).

  Ada 2 macam tumor, yakni benigna dan malignant. Tumor benigna terlokalisasi dan lambat pertumbuhannya. Tumor ini menyerupai sel-sel dimana mereka berkembang dan jarang bermetastasis. Tumor benigna juga jarang tumbuh kembali bila sudah dihilangkan (Balmer et al, 2005).

  Tumor malignant bersifat sebaliknya. Jenis tumor ini tidak stabil secara genetis, bentuknya sudah tidak menyerupai sel atau jaringan tempat mereka berasal.

  Sel malignant tidak memiliki kemampuan sel normal, mengalami metastasis, dan sering tumbuh kembali setelah dihilangkan/ dihancurkan. (Balmer et al, 2005).

  Penyebarannya sangat cepat, bersifat merusak, dan penghilangan tumor tidak dapat memulihkan fungsi sel, jaringan, atau organ yang sudah dirusaknya. Pada umumnya, yang dimaksud dengan kanker adalah tumor malignant.

2. Proses Terjadinya Kanker

  Proses terjadinya kanker (karsinogenesis) terdiri dari beberapa tahapan, yakni inisiasi, promosi, konversi, dan progresi. Inisiasi merupakan tahapan pertama terjadinya kanker, prosesnya membutuhkan paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogenik terhadap sel normal. Bahan-bahan karsinogenik ini akan menyebabkan kerusakan genetik pada sel, yang berujung pada mutasi sel yang sifatnya ireversibel. Tahapan selanjutnya, yang disebut promosi, bersifat reversibel. Karena sifatnya ini, tahap promosi biasanya menjadi target strategi kemoterapi, disamping perubahan gaya hidup dan diet. Dalam banyak kasus, sel-sel yang bermutasi berubah menjadi sel kanker. Proses ini disebut dengan konversi/ transformasi. Pada tahapan terakhir, progresi, terjadi peningkatan proliferasi sel. Pada fase ini, tumor menyebar ke jaringan lokal dan terjadi metastasis (Balmer et al, 2005).

  Ada 2 gen utama yang terlibat dalam karsinogenesis, yakni onkogen dan gen penghambat pertumbuhan tumor (tumor-supressor genes). Onkogen merupakan perkembangan dari sel normal yang disebut protoonkogen. Protoonkogen merupakan pengatur fungsi seluler normal yang penting, termasuk diantaranya siklus sel.

  Beberapa kejadian seperti mutasi sel atau perubahan susunan pada kromosom akibat paparan bahan-bahan karsinogenik akan mengaktivasi protoonkogen menjadi onkogen. Akibatnya, terjadi kekacauan pada pengaturan proliferasi dan pertumbuhan pada sel normal. Proses ini dapat dihambat oleh gen penghambat pertumbuhan tumor (tumor-supressor genes) yang terdapat pada setiap sel normal. Pada penyakit kanker, karsinogenesis adalah gen yang dapat memperbaiki DNA. Gen ini juga termasuk dalam kategori gen penghambat pertumbuhan tumor (tumor-supressor genes) (Balmer et al, 2005).

3. Siklus Kehidupan Sel

  S G 2 G 1 G o M

Gambar 1. Fase kehidupan sel

  Sel tumor dapat berada dalam 3 keadaan yakni yang sedang membelah (siklus proliferatif), yang dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G ), dan yang secara permanen tidak membelah. Sel kanker yang sedang membelah terdapat dalam beberapa fase yaitu fase mitosis (M), pascamitosis (G

  1 ), fase sintesis DNA (S), dan

  fase pramitosis (G 2 ) (Nafriadi dan Gan, 1995).

  Pada akhir fase G

  1 terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang

  merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir, sel masuk dalam fase pramitosis (G

  2 ) dengan ciri : sel berbentuk tetraploid, mengandung DNA dua

  kali lebih banyak daripada sel lain dan masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein. Sewaktu mitosis berlangsung (fase M), sintesis protein dan RNA berkurang secara tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel dapat memasuki interfase untuk kembali memasuki fase G

  1 , saat sel berproliferasi, atau memasuki fase

  istirahat (G ). Sel dalam fase G yang masih potensial untuk berproliferasi disebut sel klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang menambah jumlah sel kanker ialah sel yang dalam siklus proliferasi dan dalam fase G (Nafriadi dan Gan, 1995).

4. Terapi kanker

  Ada 3 standar terapi kanker, yaitu pembedahan, radiasi, dan kemoterapi (Rang

  

et al , 2003). Selain itu, dikenal juga terapi imun dan terapi hormon. Keberhasilan

  pengobatan kanker sangat dipengaruhi oleh jenis kanker, stadium kanker, keadaan umum penderita, serta kepekaan terhadap pengobatan (Sumarny, 2004).

  a. Pembedahan Pembedahan dapat menjadi terapi pilihan jika sel kanker yang terdiagnosa masih berada dalam tahap awal dan belum bermetastasis. Contoh pembedahan untuk penanganan kanker misalnya mastectomy untuk kanker payudara dan prostatectomy untuk kanker prostat (Anonim, 2006b).

  b.

  Radiasi Radiasi adalah penggunaan radiasi ionisasi untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor. Terapi dengan radiasi dapat melukai atau menghancurkan sel di area yang ditangani (jaringan target) dengan membuat kerusakan pada materi genetik pada sel-sel tersebut. Tujuan terapi ini adalah untuk menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dengan membatasi kerusakan pada jaringan di sekitarnya (Anonim, 2006b).

  Pembedahan dan radiasi merupakan terapi yang bersifat lokal. Keduanya dapat menyembuhkan pasien yang kankernya masih terlokalisasi, namun seringkali pasien pengidap kanker sudah sampai pada tahap metastasis saat diagnosa. Karena itu dibutuhkan suatu terapi yang bersifat sistemik. Kemoterapi dapat menjangkau sirkulasi sistemik dan secara teori mampu mengatasi kanker yang sudah bermetastasis (Balmer et al, 2005).

  d. Terapi imun Dalam terapi imun, sistem kekebalan tubuh sendiri digunakan untuk melawan sel kanker atau melindungi tubuh dari efek samping kemoterapi

  (Anonim, 2004b). Jenis terapi ini dikembangkan karena penderita kanker biasanya memiliki masalah-masalah seperti gangguan daya tahan tubuh, nyeri, penurunan fungsi utama tubuh, serta stress kejiwaan. Tujuannya adalah untuk memperkuat tubuh penderita kanker dalam melawan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup (Sumarny, 2004).

  e.

  Terapi hormon Beberapa jenis kanker, seperti kanker prostat dan kanker payudara, pertumbuhannya sangat tergantung hormon. Dengan demikian, jenis-jenis kanker ini dapat dihambat dengan menggunakan antagonis hormon atau dengan menggunakan suatu zat yang menghambat sintesis hormon yang bersangkutan (Rang et al, 2003). Pada umumnya, kerja antikanker berdasarkan atas gangguan pada salah satu proses sel yang esensial. Karena tidak ada perbedaan kualitatif antara sel kanker dengan sel normal, maka semua antikanker bersifat mengganggu sel normal, bersifat sitotoksik, dan bukan kankerosid atau kankerotoksik yang selektif (Nafrialdi dan Gan, 1995).

  Ditinjau dari siklus sel, obat kanker dapat dibedakan menjadi 2 golongan. Yang pertama adalah yang memperlihatkan toksisitas selektif terhadap fase-fase tertentu dari siklus sel dan disebut zat cell cycle-specific (CCS), misalnya vinkristin dan vinblastin. Zat CCS ini terbukti untuk kanker yang berproliferasi tinggi, misalnya kanker sel darah. Golongan kedua adalah zat cell cycle non-specific (CCNS), misalnya zat alkilator atau antibiotik kanker (Nafrialdi dan Gan, 1995).

  Pada penyakit kanker, terjadi inaktivasi pada gen penghambat pertumbuhan tumor (tumor-supressor genes). Yang paling dikenal adalah p53 dan pRb. Protein retinoblastoma (pRb) berfungsi untuk membantu mengatur siklus sel. Bentuk aktif pRb dapat bertindak sebagai penghambat replikasi DNA. Pada 40% kanker yang terjadi pada manusia, mutasi pada gen pRb akan menyebabkan sel membelah tanpa henti. Anggota gen penghambat pertumbuhan tumor yang lain, p53, bertugas melindungi genome, sehingga seringkali disebut juga sebagai guardian. Gen ini mampu mencegah replikasi DNA yang rusak pada sel normal dan mendorong sel yang mengandung DNA yang tidak normal untuk menghancurkan dirinya sendiri. Kebanyakan kanker yang terjadi pada manusia disebabkan karena adanya cacat pada

  Salah satu strategi terapi kanker yang saat ini sedang giat dikembangkan adalah terapi yang dapat memperbaiki kesalahan fungsi dari gen p53 dan pRb ini.

  Secara konseptual, hal yang paling penting adalah mengganti gen yang rusak dengan yang normal (normal counterpart) (Sofyan, 2000).

  Ada dugaan bahwa virus yang lemah dapat membawa gen yang normal dan meneruskannya hanya pada sel tumor. Namun, sampai saat ini belum ada vektor virus yang mampu mendahului sistem imun. Artinya, sistem imun tubuh telah lebih dahulu membunuh virus sebelum virus yang membawa gen p53 tersebut mendapat kesempatan untuk mencapai sel tumor. Karena adanya rintangan ini, maka para onkolog juga melakukan pendekatan lain, yakni dengan mengkaji peristiwa pengaturan produk gen, yakni peristiwa yang menjadi awal kerusakannya secara genetik, kemudian mengembangkan obat yang menghambat peristiwa tersebut.

  Misalnya, pada jaringan normal pRb memblok aktivitas protein lain yang bernama E2F, yang pada keadaan bebas akan memacu sintesis DNA. Jika tidak ada pRb, aktivitas E2F menjadi tidak terkontrol dan pada akhirnya menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkendali. Untuk kanker yang disebabkan oleh ianktivasi p53, harapan utama adalah menemukan terapi yang dapat memulihkan atau mengaktivasi p53 kembali pada fungsi normalnya (Sofyan, 2000).

5. Kanker Leher Rahim

  Kanker leher rahim merupakan salah satu tumor malignan pada saluran genital penyebab kematian terbesar akibat kanker terutama pada wanita-wanita di ginekologik dan umumnya paling banyak ditemukan pada wanita berusia 31-60 tahun (Lee dan Seo, 2002). Di Indonesia, kanker leher rahim menempati urutan pertama dalam 5 besar kanker (Anonim, 2001a).

  Human Papiloma Virus (HPV) yang ditemukan pada tahun 1990, khususnya

  tipe 16 dan 18 diduga sebagai etiologi kanker leher rahim. Wanita yang terinfeksi HPV beresiko mengalami kanker leher rahim 50-100 kali lebih besar dibandingkan yang tidak terinfeksi (Anonim, 2006d).

  Virus HPV merupakan virus DNA yang sangat kecil, namun bersifat sangat infektif dan dapat menimbulkan lesi pada kulit maupun pada epitel sel pipih. Infeksi HPV merupakan jenis penyakit yang menular secara seksual. Faktor seluler dalam HPV yang bertanggungjawab atas munculnya kanker leher rahim adalah bagian onkoprotein dari HPV, yakni viral E6 dan E7 yang mampu menyebabkan kekacauan pada siklus dan proliferasi sel akibat inaktivasi pada gen penekan pertumbuhan tumor (tumor-supressor genes) p53 dan pRb pada sel normal. Pada kanker leher rahim, DNA E6 akan mengikat kuat p53 sedangkan pRb akan diikat kuat oleh DNA E7 (King, 2000).

  Kanker leher rahim selalu diawali dengan keadaan yang disebut Cervical

  

Intra-epithelial Neoplasia (CIN), namun tidak semua wanita yang mengalaminya

akan berakhir dengan kanker leher rahim (Cervical Intra epithelial Carcinoma).

Dokumen yang terkait

Efektivitas insektisida nabati daun tanjung dan daun pepaya terhadap martalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.)

0 16 36

Uji efektivitas losion repelan minyak mimba (azadirachta indica A. Juss) terhadap nyamuk Aedes aegypti

1 31 91

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih (piper batle Linn.) dan daun uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif

1 5 33

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih piper bettle Linn) dan uji aktivitas antibakeri terhadap beberapa jenis bakteri gram positif

1 23 78

Efek kurkumin dan pentagamavunon-0 terhadap viabilitas kultur sel luteal Effect of curcumin and pentagamavunon-0 on the viability of cultured luteal cells

0 0 9

PEMISAHAN FRAKSI DAN SENYAWA-SENYAWA YANG BERSIFAT ANTIPLASMODIUM DARI EKSTRAK METANOL KULIT KAYU MIMBA (Azadirachta indica Juss) Chemical compound separation in mimba bark (Azadirachta indica Juss) methanolic extract with antiplasmodium activity

0 0 10

Pengaruh pemberian sari nanas (ananas comusus) terhadap kadar lemak, protein dan nilai organoleptik dadih - Universitas Negeri Padang Repository

1 1 7

Induction effect of Actinobacillus actinomycetemcomitans protein adhesin on chronic inflammatory cells consisting of macrophages and plasma cells = Pengaruh induksi protein adhesin Actinobacillus actinomycetemcomitans terhadap sel radang kronis makrofag d

0 0 6

Laporan Penelitian Ekspresi protein P53 dan HSP70 pada sel punca karsinoma nasofaring yang resisten terhadap radioterapi

0 0 9

Aplikasi Pupuk Majemuk dan Trichoderma terhadap peningkatan produktivitas dan kadar protein kedelai varietas Grobogan - UNS Institutional Repository

0 0 13