SKRIPSI PENGARUH PROGRAM RUTIN EXERCISE AEROBIK DAN PEMBERIAN LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP LATENSI DAN DURASI TIDUR PADA LANSIA DI UPT PSLU MAGETAN
SKRIPSI PENGARUH PROGRAM RUTIN EXERCISE AEROBIK DAN PEMBERIAN LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP LATENSI DAN DURASI TIDUR PADA LANSIA DI UPT PSLU MAGETAN
PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL Oleh:
Komsiatiningsih NIM. 131311123033 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2015 ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PROGRAM RUTIN EXERCISE AEROBIK DAN PEMBERIAN LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP LATENSI DAN DURASI TIDUR PADA LANSIA DI UPT PSLU MAGETAN
PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep.) dalam Program Studi Pendidikan Ners pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan UNAIR
Oleh: Komsiatiningsih
NIM. 131311123033 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015 ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1 ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2 MOTTO
“Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat sulit karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba, maka jangan katakan pada Allah aku punya masalah tapi katakan pada masalah aku punya Allah yang maha segalanya”
(Ali bin Abu Thalib)
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah- Nya yang telah diberikan sehingga proposal penelitian yang berjudul “PROGRAM
RUTIN EXERCISE AEROBIK DAN PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP LATENSI DAN DURASI TIDUR LANSIA DI UPT PSLU MAGETAN” dapat penulis selesaikan dengan baik. Penyusunan
karya tulis ilmiah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberi dukungan, bimbingan, serta arahan baik moral maupun material.
Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Purwaningsih, S.Kp.,M.Kes., selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah banyak memberikan ilmu serta dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.
2. Dr. Joni Haryanto, S.Kp., M.Si., selaku pembimbing I yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan solusi, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Eka Mishbahatul MHas, S.Kep,Ns., M.Kep., selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk memberikan pengarahan dan bimbingan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Retno indarwati S.Kep.,Ns, M.Kep., selaku dewan penguji yang telah bersedia menguji, memberikan saran dan bimbingan dan waktu pada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
5. Drs Setyo Budi, MM., selaku kepala Unit Pelaksana Teknis Pelayanan sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Magetan yang telah memberikan izin, bantuan, fasilitas dan keleluasaan dalam pelaksanaan penelitian.
6. Seluruh pegawai kepala Unit Pelaksana Teknis Pelayanan sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Magetan yang sudah menemani, memberikan bimbingan dan bantuan pelaksanaan penelitian.
7. Seluruh lansia dan responden di UPT PSLU Magetan yang telah bersedia berpartisipasi dalam proses pelaksanaan penelitian ini.
8. Segenap dosen Fakultas Keperawatan yang telah membimbing saya selama kuliah di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
9. Seluruh staf Fakultas Keperawatan yang telah membantu menyelesaikan skripsi.
10. Orang tua dan keluarga yang selalu memberi semangat, motivasi dan doa pada peneliti untuk menyelesaikan skripsi.
11. Anakku tersayang Affan Jazir Akhmal yang selalu memberi motivasi dan semangat untuk melewati semua ini.
12. Kedua sahabat saya yang selalu memberi inspirasi, motivasi dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.
13. Teman-teman seperjuangan angkatan B16 pendidikan NERS Fakultas Keperawatan UNAIR, yang selalu berbagi ceria dan saling mendukung dalam suka dan duka, “ terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini”
Semoga Allah SWT memberikan rahmatNya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik. ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi atau cara penulisannya.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Surabaya, 14 Januari 2015 Penulis
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT The Influence of Routine Aerobic Exercise Program and Progressive Muscle Relaxation Training to The Latency and Sleep Duration on elderly at UPT PSLU Magetan Quasy Experiment Research
By: Komsiatiningsih
Sleep is human basic need which has to be fulfilled by each person. One of non-pharmacological intervention to enhance sleep was aerobic exercise and progressive muscle relaxation training, it can stimulate optimal melatonin secretion and beta-endhorphin to help sleep improvement in elderly and mechanism of progressive muscle relaxation with using principle of sympathetic and parasympathetic nervous system theory. The purpose of this study was to analyze the influence of routine aerobic exercise program and progressive muscle relaxation training to the latency and sleep duration on elderly.
This study was used quasy-experiment design. Total sample was 20 elderly at UPT PSLU Magetan, devided into experiment and control group. Variable independent were routine aerobic exercise program and progressive muscle relaxation training, while variable dependent were latency and sleep duration on elderly. Data were collected by using structured interview. Data were then examine by using paired t-test and independent t-test with level of significance α <0.05.
The result had showed that sleep latency and duration on elderly after intervention. The improvement of sleep latency based on paired t-test showed p=0.000 for intervention group and p=0.726 for control group and independen t-test p=0.000 for post intervention and post control. Duration of sleep based on paired t- test had p=0.000 for intervention group and p=0.591 for control group and independen t-test p=0.000 for post intervention and post control.
It can be concluded that routine aerobic exercise program and progressive muscle relaxation training can be used as one of alternative intervention to enhance latency and sleep duration on elderly. Routine aerobic exercise program and progressive muscle relaxation training affect fulfillment of sleep need for elderly. Further research should involued bigger number of elderly as samples.
Keyword: routine aerobic exercise program, progressive muscle relaxation, sleep latency, sleep duration, elderly.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISIHALAMAN SAMPUL DALAM………..………………………………...…… ii SURAT PERNYATAAN ……………………………………………………… iii HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................ …... iv HALAMAN PENETAPAN SKRIPSI ……………………………………….…. v
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBARHalaman
Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Pengaruh Program Rutin Exercise Aerobik DanPemberian Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Latensi Dan Durasi Tidur Pada Lansia Di UPT PSLU Magetan ………………... 7
Gambar 2.1 Model Healthy Aging dengan faktor-faktornya……………….…… 13Gambar 2.3 Hubungan antara faktor resiko dengan penyakit degeneratif para lanjut usia…………………………………………………..………… 14Gambar 2.3 Pemanasan 1..……………………………………………………... 40Gambar 2.4 .... Pemanasan 2………........................................................................ 41Gambar 2.5 Pemanasan 3 ......................................................................................... 41Gambar 2.6 Pemanasan 4 ......................................................................................... 42Gambar 2.7 Pemanasan 5......................................................................................... 42Gambar 2.8 Pemanasan 6 ......................................................................................... 43Gambar 2.9 Pemanasan 7 ......................................................................................... 43Gambar 2.10 Peralihan ............................................................................................... 44Gambar 2.11 Inti 1...………..……………………………………………………..…45Gambar 2.12 Inti 2……………..………………………………………………….....45Gambar 2.13 .Inti 3 .................................................................................................... 46Gambar 2.14 Inti 4 ..................................................................................................... 46Gambar 2.15 Inti 5 ..................................................................................................... 47Gambar 21.6 Inti 6 ..................................................................................................... 47Gambar 2.17 Inti 7 ..................................................................................................... 48Gambar 2.18 Inti 8 ..................................................................................................... 48Gambar 2.19 Inti 9 ..................................................................................................... 49Gambar 2.20 Pendinginan 1 ...................................................................................... 49Gambar 2.21 Pendinginan 2……….……………………………………….…….… 50Gambar 2.22 Pendinginan 3...………….……………………………………….…. 50
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.23 Pendinginan 4 ...................................................................................... 53Gambar 2.24 Pendinginan 5……………….……………………………..................53Gambar 2.25 Pendinginan 6 ...................................................................................... 54Gambar 2.26 Pendinginan 7 ...................................................................................... 54Gambar 2.27 Pendinginan 8 ...................................................................................... 55Gambar 2.27 Pendinginan 9 ...................................................................................... 55Gambar 2.28 Gerakan melatih otot tangan…………………………......……...…. 59Gambar 2.29 Gerakan melatih otot tangan bagian belakang……………........… 60Gambar 2.30 Gerakan melatih otot-otot bisep………………………….......…… 61Gerakan 2.31 Gerakan melatih otot bahu…………………………..……….….. 62
Gambar 2.32 Gerakan mengerutkan otot dahi……………………………….….. 63Gambar 2.33 Gerakan mengerutkan otot mata…………………………………… 63Gambar 2.34 Gerakan menegangkan otot rahang……………………….…..…… 64Gambar 2.35 Menegangkan otot di sekitar mulut………………………..…….….. 65Gambar 2.36 Menegangkan otot leher…………………………………...…….… 66Gambar 2.37 Gerakan melatih otot leher bagian depan…………………..……….. 67Gerakan 2.38 Melatih otot punggung……………………………………..…….…. 67
Gambar 2.39 Gerakan melatih otot dada……………………………………..….. 68Gambar 2.40 Gerakan melatih otot perut………………………………..………. 69Gambar 2.41 Gerakan melatih otot kaki………………………………..…….……. 71Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasilansia di UPT PSLU Magetan……………………….……..… 90
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABELHalaman
Tabel 2.1 Keaslian penulisan ................................................................ 73 Tabel 4.1 Tabel Desain Penelitian.........................................................79 Tabel 4.2 Definisi operasional ..............................................................
81 Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ...................
97 Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan umur ................................
98 Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan lama tinggal dipantai ......
89 Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan riwayat pekerjaan dahulu
98 Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan riwayat perkawinan......... 100
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan agama .............................. 100Tabel 5.7 Latensi tidur pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah melakukan program rutin exercise aerobik dan pemberianlatihan relaksasi otot progresif.................................................................................. 101
Tabel 5.8 Durasi tidur pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah melakukan program rutin exercise aerobik dan pemberianlatihan relaksasi otot progresif.................................................................................. 103
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRANHalaman
Lampiran 1 Keterangan lolos etik............................................................. 124 Lampiran 2 Permohonan fasilitas pengambilan data awal ....................... 125 Lampiran 3 Permohonan fasilitas pengambilan data penelitian ............... 126 Lampiran 4 Izin pengambilan data awal dari DEPSOS............................ 127 Lampiran 5 Izin penelitian dari DEPSOS ................................................. 128 Lampiran 6 Izin pengambilan data dari UPT PSLU Magetan .................. 129 Lampiran 7 Surat keterangan penelitian dari UPT PSLU di Magetan ..... 130 Lampiran 8 Lembar penjelasan penelitian ................................................ 131 Lampiran 9 Lembar penjelasan menjadi responden kelompok perlakuan 133 Lampiran 10 Lembar penjelasan menjadi responden kelompok kontrol.... 135 Lampiran 11 Informed Consent................................................................. 137 Lampiran 12 Lembar kuesioner pengumpulan data ................................... 138 Lampiran 13 SAK senam lansia ................................................................. 141 Lampiran 14 Lembar SPO senam lansia .................................................... 145 Lampiran 15 SAK relaksasi otot progresif ................................................. 147 Lampiran 16 Lembar SPO relaksasi otot progresif .................................... 153 Lampiran 16 Lembar Kuesioner ................................................................. 156 Lampiran 17 Booklet latihan otot progresif ................................................ 158 Lampiran 18 Tabel data demografi............................................................. 168 Lampiran 19 Tabulasi pre dan post latensi tidur kelompok perlakuan ...... 169 Lampiran 20 Tabulasi pre dan post latensi tidur kelompok kontrol ........... 170 Lampiran 21 Tabulasi pre dan post durasi tidur kelompok perlakuan ....... 171 Lampiran 22 Tabulasi pre dan post durasi tidur kelompok kontrol ........... 172 Lampiran 23 Tabulasi skor senam lansia dan relaksasi otot progresif ....... 173 Lampiran 24 Hasil uji statistik .................................................................... 174 Lampiran 24 Hasil uji Instrumen ................................................................ 180
DAFTAR SINGKATAN
NREM : Non Rapid Eye Movement NSC : Nucleus Supra Chiasmatic PSQI : Pitssburgh Sleep Quality Index REM : Rapid Eye Movement BPS : Badan Pusat Statistik ACTH : Adrenocorticotropoc hormon ARAS : Ascending Reticulary Sistem HPA Axis : Hypotalamic Pytuitari Adrenal Axis GH : Growth hormon GAS : General Adaptasi Syndrome TSH : Thyroid Stimulating Hormon LH : Lutenizing Hormone PVN : Paraventricularis Hypotalamic Hormon WHO : World Health organization ATP : Adenosine tripospate DNM : Denyut Nadi Maksimum ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3 BAB I PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang
Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi pertambahan jumlah lanjut usia. Abad 21 merupakan abad lanjut usia (era of population aging). Dari data BPS diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan presentasi penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77% dari total jumlah penduduk sekitar 23,9 juta dan tahun 2010 dan menjadi 11,34% pada tahun 2020 atau tercatat 28,8 juta orang (Efendi, 2009). Seiring perubahan usia, tanpa disadari lanjut usia akan mengalami perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan kualitas tidur baik latensi atau durasi tidur pada lansia.
Menurut National Sleep Foundation sekitar 67 % dari 1508 lansia di Amerika usia 65 tahun ke atas melaporkan mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti pensiun, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan atau penyakit yang dialami. Di Indonesia, gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia adalah gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20% sampai dengan 50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Pravelensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 % (Budi, 2011).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan pada bulan Oktober 2014 didapatkan jumlah lansia di UPT PSLU Magetan sebanyak 87 lansia, maka diperoleh data 44 orang mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur yang dialami bervariasi mulai dari kesulitan untuk memulai tidur yaitu membutuhkan waktu lebih dari 30 menit untuk tertidur, sering terbangun di malam hari hingga jumlah waktu tidur yang kurang dari 4 jam. Dari 44 Lansia yang mengalami gangguan tidur, 45% dari Lansia tersebut melaporkan membutuhkan waktu lebih dari 30 menit untuk tidur (latensi tidur) dan 55% lainnya mengalami durasi tidur yang kurang dari 6 jam.
Tidur merupakan suatu kebutuhan dasar yang penting bagi kehidupan manusia, kurang lebih dari sepertiga kehidupan dijalankan dengan aktifitas tidur.
Pada kondisi tidur, individu berada dalam kondisi yang tidak sadar yakni persepsi terhadap lingkungan yang hilang atau menurun. Semakin bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan dari periode tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang dari usia bayi sampai usia lanjut. Perubahan kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun karena kemampuan organ dalam tubuh yang menurun, seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Penurunan kemampuan organ mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh turut terpengaruh (Prasadja, 2009). Kemampuan tidur seseorang dipengaruhi oleh suatu sistem mekanisme khusus yang disebut sebagai irama sirkadian (circadian
rhythm ).
Irama sirkadian merupakan pola bioritme yang selama rentang waktu 24 jam terjadi secara berulang. Pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam mempengaruhi fluktuasi dan prakiraan suhu tubuh denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon,
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kemampuan sensorik dan suasana hati (Potter & Perry, 2005). Irama sirkadian diatur oleh hipotalamus dan berfungsi untuk mengkoordinasikan siklus tidur-bangun, sekresi hormon, pengaturan suhu tubuh, suasana hati dan kemampuan performa (Kunert & Kolkhorst, 2007). Siklus tidur secara fisik dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti noradrenalin/adrenaline, asetilkolin, hipokretin, histamin, GABA (Gamma Amino Butyric Acid), galanin, adenosin, serotonin, dan hormon melatonin. Hormon ini masing – masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui hipotalamus pathway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter yang mempengaruhi proses tidur dan bangun seseorang dengan kadar hormon dalam tubuh berbeda – beda pada setiap orang (Prasadja, 2009).
Sleep latency adalah lama waktu yang dibutuhkan lansia untuk jatuh tidur.
Lansia secara normal membutuhkan waktu untuk jatuh tidur sekitar 10-15 menit. Kelatenan ini berhubungan dengan proses awal penurunan aktivitas RAS (Reticular
Activating System
) hingga pelepasan serotonin. Kelatenan tidur dipengaruhi oleh pengaturan suhu tubuh, sistem peredaran darah dan perubahan hormon, namun yang pada lansia, mengalami perubahan pada hormon dan kemampuan pengaturan suhu tubuh sehingga mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan untuk kelatenan tidur tersebut (Chayatin, 2007).
Masalah lain yang sering dialami lansia adalah pemendekan durasi tidur. Durasi tidur berhubungan dengan lamanya seseorang tertidur atau masuk dalam tahapan-tahapan tidur yang dikenal dengan NREM (Non Rapid Eye Movement) dan REM (Rapid Eye Movement). Normalnya, NREM berlangsung selama 60-90 menit dalam satu siklus tidur sedangkan REM berkisar 20-25% selama tidur malam.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir tidak memiliki tahap 4. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono &Widianti, 2010).
Selama ini terdapat beberapa penanganan yang bisa diberikan pada pasien lansia dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, yaitu farmakologis golongan benzodiazepine dan non farmakologis (Ganong, 2002). Salah satu terapi non farmakologis yang dapat diberikan adalah olahraga secara rutin. Salah satu olahraga yang meningkatkan pemenuhan tidur adalah olah raga kardiovaskular atau olahraga aerobik yang melibatkan otot-otot besar seperti paha, yang dilakukan selama 15 menit (Saputra, 2009). Pada penelitian Rahmawati (2013) di Posyandu Lansia Harapan I dan II Kelurahan Pabuaran menyebutkan bahawa lansia yang diberi perlakuan terapi aktifitas senam ergonomis dapat memperbaiki kualitas tidur.
Exercise aerobik adalah merupakan serangkaian aktivitas yang terstruktur dan berirama dengan intensitas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani yang dilakukan dengan cara aerobik. Olahraga aerobik merupakan olahraga yang menggunakan oksigen dalam penyediaan energi dan yang bertujuan untuk melatih efisiensi sistem jantung, pembuluh darah dan pernapasan (Kelly & Tracey, 2005). Untuk lansia disarankan tidak melakukan aktifitas fisik yang terlalu membebani tulang. Latihan aerobik dilakukan minimal 3 hari dalam satu minggu (Gunters, 2002). Relaksasi otot progresif ditujukan untuk melawan rasa tegang, cemas dan stres. Seseorang dapat menghilangkan kontraksi otot
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dan mengalami rasa rileks dengan membedakan sensasi tegang dan rileks dengan cara menegangkan atau melemaskan beberapa kelompok otot (Resti, 2014).
Salah satu bentuk olahraga aerobik yang sesuai dengan lansia adalah senam secara rutin. Senam memiliki gerakan yang dinamis, mudah dilakukan, menimbulkan rasa gembira dan semangat serta beban yang rendah. Salah satu senam yang cocok untuk lansia adalah senam lansia. Frekuensi latihan yang berguna untuk mempertahankan kesegaran jasmani dilakukan sedikitnya satu minggu sekali dan sebanyak-banyaknya lima kali dalam seminggu (Maryam dkk, 2008). Senam ini merupakan olahraga yang ringan dan mudah dilakukan, dan tidak memberatkan. Aktifitas olahraga ini membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena dapat melatih tulang menjadi kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran didalam tubuh.
Relaksasi mengakibatkan renggangan pada arteri akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteora & vena divasilitasi oleh pusat vasomotor, ada beberapa macam vasomotor yaitu reflek baroreseptor, reflek femoreseptor, reflek brain, reflek pernafasan. Dalam hal ini yang paling kuat yaitu reflek baroreseptor yang mana relaksasi akan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan epinefrin serta peningkatan saraf parasimpatis sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup (CO) menurun, serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula.
Berdasarkan masalah gangguan tidur berupa latensi dan durasi pada lansia, optimalisasi kebutuhan tidur diperlukan untuk meningkatkan kebugaran tubuh lansia, salah satunya yakni dengan pemberian aktifitas latihan lansia secara rutin. Pemberian aktifitas latihan diharapkan mampu percepatan tidur, jarang terbangun serta
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tercapainya tidur yang dalam. Beberapa latihan sudah diterapkan untuk meningkatkan kualitas tidur lansia, namun efektifitas latihan terhadap latensi dan durasi masih belum jelas. Berdasar fenomena di atas penulis akan melakukan penelitian tentang pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian latihan relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur pada lansia di UPT PSLU Magetan.
3.2 Identifikasi Masalah
Dari data responden yang dilakukan pengkajian awal di UPT PSLU Magetan, pada Oktober
Faktor-faktor yang 2014 didapatkan 44 dari mempengaruhi 87 lansia mengalami gangguan tidur, 45% dari kualitas tidur pada lansia Lansia tersebut antara lain : melaporkan membutuhkan waktu lebih dari 30 menit
- Penyakit untuk tidur (latensi tidur)
- stress psikologis dan 55% lainnya
- obat mengalami durasi tidur
- nutrisi yang kurang dari 6 jam.
- lingkungan
- Motivasi upaya yang sudah
- gaya hidup dan dilakukan untuk latihan mengatasi masalah tidur (Saryono & Widianti, 2010) yaitu dengan mengikuti senam 2 kali dalam seminggu
Program rutin exercise aerobik dan pemberian latihan relaksasi Pemenuhan latensi dan otot progresif durasi tidur
Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Pengaruh Program Rutin Exercise AerobikDan Pemberian Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Latensi Dan Durasi Tidur Pada Lansia Di UPT PSLU Magetan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Adanya proses aging maka akan terjadi gangguan pemenuhan tidur baik latensi atau durasi. Masalah yang menjadi faktor penyebab gangguan pemenuhan tidur yakni proses
degeneratif tubuh, gangguan mental dan psikologi. Faktor penyebab gangguan tidur
antara lain antara lain penyakit, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan latihan. Dan apabila tidak diatasi faktor-faktor tersebut akan
.
mengakaibatkan tergangguanya kualitas dari tidur lansia
3.3 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia di UPT PSLU Magetan?
3.4 Tujuan Penelitian
3.4.1 Tujuan umum Menjelaskan pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia di UPT PSLU
Magetan.
3.4.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi latensi tidur lansia sebelum dan sesudah dilakukan program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia tidur lansia di UPT PSLU Magetan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2. Mengidentifikasi durasi tidur lansia sebelum dan sesudah dilakukan program rutin
exercise
aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia tidur lansia di UPT PSLU Magetan.
3. Menganalisis pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia tidur lansia di UPT PSLU Magetan.
3.5 Manfaat Penelitian
3.5.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini menjelaskan program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia tidur lansia di UPT PSLU Magetan, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam pengembangan ilmu keperawatan gerontik yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia.
3.5.2 Manfaat praktis
1. Lansia Program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif dapat menjadi pilihan bagi lansia untuk mengatasi gangguan latensi dan durasi tidur pada lansia di di UPT PSLU Magetan.
2. Bagi perawat geriontik
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif diharapkan menjadi intervensi pilihan bagi perawat dalam menangani gangguan tidur berupa latensi dan durasi tidur pada lansia di UPT PSLU Magetan.
3. Panti Program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu metode alternatif dalam menangani gangguan pemenuhan kebutuhan tidur berupa latensi dan durasi tidur pada lansia di UPT PSLU Magetan.
4. Bagi peneliti Dapat menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman tentang program rutin exercise aerobik dan pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur pada lansia di UPT PSLU Magetan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Lansia
4.1.1 Definisi lansia Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Di Indonesia istilah untuk kelompok lansia masih memiliki sebutan yang berbeda. Ada yang menyebutkan istilah usia lanjut ada pula yang menyebutkan lanjut usia (Tamber & Noorkasiani, 2009). Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara berlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak bisa bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2008).
4.1.2 Batasan-batasan Lansia Menurut WHO dalam Nugroho (2008) membagi batas-batas rentang lanjut usia :
1) Usia pertengahan (middle/young elderly) usia antara 45-59 tahun 2) Lanjut usia (elderly) usia antara 60-74 tahun 3) Lanjut usia tua (old) usia antara 75-90 tahun 4) Usia sangat tua (very old) berusia di atas 90 tahun.
4.1.3 Teori terjadinya proses penuaan
1. Teori biologis Darmojo dan Martono (2010) menjelaskan teori-teori proses menua antara lain:
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1). Teori Genetic clock Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetic untuk spesies spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti selnya mempunyai suatu jam genetik di yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar. Jadi menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti kita akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit. Secara teoritis dapat memungkinkan memutar teori genetic clock meski hanya dengan beberapa waktu menggunakan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obatan atau tindakan tertentu. 2). Mutasi somatik (Error Catastrope)
Dalam teori ini disebutkan bahwa dikatakan ada faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik, proses menua disebabkan radiasi dan zat kimia dan menghindari zat kimia yang bersifat kardiogenik dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi maupun proses translasi, kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan menyebabkan reaksi metabolisme yang salah sehingga akan mengurangi fungsional sel, maka akan terjadi kesalahan yang makin banyak sehingga terjadilah catastrop (Suhana, 1994 dalam Darmojo & Martono, 2010).
3). Rusaknya sistem imun tubuh
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Teori rusaknya autoimun mutasi adalah suatu mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989 dalam Darmojo & Martono, 2010). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Peristiwa inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. 4). Teori menua akibat metabolisme
Dalam teori ini dikatakan bahwa pengurangan asupan kalori disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang dikemukakan pula oleh Ballin dan Allen (1989) dikutip oleh Suhana (1994) dalam Darmojo & Martono (2010).
Menurut mereka ada hubungan antara tingkat metabolism dengan panjang umur. Hewan-hewan di alam bebas dikatakan lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium.
5). Kerusakan akibat radikal bebas Dalam teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai rantai pernafasan di mitokondria. Makin lanjut usia makin banyak radikal
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bebas terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati (Oen, 1993 dalam Darmojo & Martono, 2010). Walaupun ada sistem penangkal namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas yang terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organela sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati.
Healthy aging
akan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu endogenic dan exogenic
factor
(Darmojo & Martono, 2010). Endogenic factor yang dimulai dengan cellular
aging , lewat tissue dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh.
Proses ini seperti jam yang terus berputar. Sedangkan Exogenic factor, yang dapat dibagi dalam sebab lingkungan (environment) dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang paling tepat disebut gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging tadi sekarang lebih dikenal dengan sebutan faktor resiko.
Gambar.2.1. Model Healthy Aging dengan Faktor-Faktornya (Darmojo & Martono, 2010)
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menuju healthy aging (menua sehat) dapat dengan jalan peningkatan mutu (promotion), pencegahan penyakt (prevention), pengobatan penyakit (curative), dan pemulihan (rehabilitation), sehingga keadaan patologikpun dicoba untuk disembuhkan karena proses patologik akan mempercepat jalan jam waktu tadi,
endogenic
dan exogenic factors ini seringkali sulit untuk dipisah-pisahkan karena saling mempengaruhi dengan erat maka bila faktor tersebut tidak dapat dicegah terjadinya, maka orang tersebut akan lebih cepat meninggal. Faktor endogenic dan
exogenic
ini lebih dikenal dengan sebutan faktor resiko, hubungan antara faktor resiko dengan penyakit degeneratif pada para lanjut usia dapat lebih jelas dilihat pada gambar menyerupai laba-laba di bawah ini (Darmojo & Martono, 2010)
Gambar 2.2. Hubungan Antara Faktor Resiko Dengan Penyakit Degeneratif padaPara Lanjut Usia (Darmojo & Martono, 2010)
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Faktor resiko dan penyakit degeneratif seringkali bersamaan sehingga memungkinkan terjadi banyak penyakit pada satu penderita (multi patologi) maka faktor resiko tadi haruslah dicegah dan dikendalikan.
2. Teori psikososial Teori Psikososial, yang terdiri dari menurut Stanley& Barre 2007, sebagai berikut :
1). Teori kepribadian Kepribadian ada dua yaitu introvert dan ektrovert yang mana harus ada keseimbangan di antaranya. Penuaan juga berpengaruh pada kepribadian lansia tersebut. Teori ini mengatakan untuk mengembangkan diri dapat melalui aktifitas yang dapat merefleksikan dirinya sendiri. Lansia yang sehat tidak tergantung pada jumlah aktivitas sosial seseorang tetapi tergantung dari kepuasan dari aktivitas kesehatan yang dilakukan (Stanley dan Barre, 2007).
2).Teori tugas perkembangan Tugas utama lansia harus mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Jika tidak ada pencapaian menjalani hidup dengan baik lansia akan beresiko untuk menghadapi penyesalan. Aktifitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang sebagai tahapan spesifik dalam kehidupan.
a. Teori disengagement Proses penarikan diri dapat diprediksi, sistematis, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Kontak dan tanggung jawab lansia
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
akan di berikan pada generasi muda supaya lansia dapat menyediakana waktu untuk dapat merefleksikan pencapaian hidup dan harapan hidup yang belum terpenuhi.
b. Teori aktifitas Jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif, penting aktifitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang dengan dengan pentingnya perasaan dari yang dibutuhkan orang lain.
c. Teori kontinuitas Dikenal dengan teori perkembangan yang merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat menua. Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan mudah menyerahkan kendali kepada generasi muda.
4.1.4 Perubahan-Perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia
Menurut Nugroho (2008), selama proses penuaan terjadi perubahan pada lansia, baik perubahan fisik, mental maupun psikososial.
Perubahan meliputi:
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1. Perubahan Fisik 1) Sel
Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati. Jumlah sel otak menurun dan otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5– 10%, lekukan otak menjadi dangkal dan lebar dan mekanisme perbaikan sel terganggu. 2) Sistem integument
Kulit keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. Berkurang elastisitas kulit akibat penurunan vaskularisasi dan cairan, fungsi keringat menurun dan terjadi perubahan pada kuku.
3) Sistem Muskulo sekeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh. Terjadi kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku. Tendon mengerut dan mengalami skelerosis, serta terjadi atrofi serabut otot. Komposisi otot berubah, dan terjadi penurunan aliran darah keotot.
4) Sistem endokrin Pada lansia seperti penurunan reabsorbsi sodium dan air, penurunan lanjut metabolisme, penurunan respon sistem kekebalan, penurunan efisiensi dari respon stres, peningkatan jumlah gula darah 2 jam setelah makan, tidak toleransi terhadap karbohidrat dan jaringan tepi kebal terhadap insulin.
Berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH dan LH dan terjadi penurunan dari
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
aldosteron dan hormon reproduksi seperti progesterone, estrogen dan testoteron.