PENINGKATAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI PENGUKURAN SATUAN WAKTU PANJANG DAN BERAT MELALUI METODE PROBLEM SOLVING DI KELAS IV SD N 03 SIKASUR - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Pendidikan Karakter

  a. Pengertian Pendidikan Karakter Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa latin

  

character , yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,

  kepribadian dan akhlak. Karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seorang guru atau sekelompok orang (Fitri, 2012: 20).

  Menurut Aunillah (2011: 18), pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menamakan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.

  Menurut Sasminanto (2012: 2), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk meaksanakan nilai-nilai tersebut.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan konsep dasar penanaman nilai-nilai sikap, watak, maupun sifat seseorang baik budi pekerti, akhlak, kejiwaan yang menjadi ciri khas seseorang. Pendidikan karakter juga mengandung komponen pengetahuan, kesadaran seseorang untuk menjalankan nilai-nilai, baik kepada Tuhan, diri sendiri maupun kepada sesama manusia.

  b. Langkah-Langkah Pendidikan Karakter Menurut Fitri (2012: 52), terdapat lima langkah yang bisa ditempuh untuk pendidikan karakter, yaitu:

  1) Merancang dan merumuskan karakter yang ingin dibelajarkan pada siswa.

  2) Menyiapkan sumber daya dan lingkungan yang dapat mendukung program pendidikan karakter melalui integrasi mata pelajaran dengan indikator karakter yang dibelajarkan, pengelolaan suasana kelas berkarakter, dan menyiapkan lingkungan sekolah yang sesuai dengan karakter yang ingin dibelajarkan di sekolah. 3) Meminta komitmen bersama (kepala sekolah, guru, karyawan, dan wali murid) untuk bersama-sama ikut melaksanakan program pendidikan karakter serta mengawasinya. 4) Melaksanakan pendidikan karakter secara kontinu dan konsisten. 5) Melakukan evaluasi terhadap program yang sudah dan sedang berjalan. c. Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Kemendiknas dalam Fitri (2012: 24), tujuan pendidikan karakter antara lain:

  1) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius

  3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa 4) Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan 5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kretivitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

  d. Prinsip Pengembangan Pendidikan Karakter Untuk mengembangkan pendidikan karakter, menurut Sasminanto

  (2012: 6), perlu dipahami prinsip-prinsip dasarnya sebagai berikut: 1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter 2) Mengidentifikasi karakter secara komperhensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku

  3) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter 4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian 5) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku yang baik 6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang dan menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses

  7) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik 8) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama

  9) Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter 10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter 11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

2. Kreativitas

  a. Pengertian Kreativitas Salah satu dari 18 nilai pendidikan karakter adalah kreativitas.

  Menurut Suryosubroto (2009: 191) kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, berupa gagasan maupun karya nyata, dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada.

  Kreativitas merupakan bidang kajian yang kompleks, yang menimbulkan berbagai perbedaan. Menurut istilah kreativitas diartikan imajinasi, keaslian dan beda pendapat, pendapat baru, ilham, petualangan, penjelajahan, dan penganugerahan. Secara proses pengembangan potensial, kreativitas dimaksud sebagai proses menjadi peka terhadap masalah-masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam unsur pengetahuan yang hilang, keharmonisan dan selanjutnya membuat pemecahan masalah atau merumuskan hipotesis-hipotesis tentang kekurangan-kekurangan itu akhirnya mengkomunikasikan hasilnya.

  Menurut Moreno dalam Slameto (2010: 146) yang penting dalam kreativitas itu bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah diketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru bagi sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau dunia pada umumnya, misalnya seorang siswa menciptakan untuk dirinya sendiri sesuatu hubungan baru dengan siswa/orang lain.

  Menurut Slameto (2010:138) kreativitas adalah hasil belajar dalam kecakapan kognitif, sehingga untuk menjadi kreatif dapat dipelajari melalui proses belajar mengajar. Menurut Munandar (2009: 25) kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberi gagasan–gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan–hubungan baru antara unsur–unsur yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas seseorang dapat dilihat dari tingkah laku atau kegiatannya yang kreatif.

  b. Karakteristik Kreativitas Belajar Munandar (2009: 192) mengemukakan bahwa karakteristik berpikir kreatif dapat dilihat melalui:

  1) Berpikir lancar (fluency), yang menyebabkan seseorang mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. Dalam menghadapi masalah, orang kreatif mampu memberikan banyak cara atau saran untuk pemecahan masalah.

  2) Berpikir luwes (flexibility), dimana orang kreatif menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi karena dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. 3) Berpikir orisinal, yang menyebabkan orang kreatif melahirkan ungkapan-ungkapan yang baru dan unik, karena mereka sanggup memikirkan yang tidak lazim untuk mengungkapkan dirinya, atau mampu menemukan kombinasi-kombinasi yang tidak biasa dari unsur- unsur yang biasa.

  4) Berpikir terperinci (elaborasi), Ketrampilan mengelaborasi, yang meliputi kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.

  c. Ciri-Ciri Kreativitas Belajar Menurut Munandar (2009: 71) ciri-ciri kepribadian yang kreatif yaitu:

  1) Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam, 2) Sering mengajukan pertanyaan yang baik, 3) Memberikan banyak gagasan atau usulan terhadap suatu masalah, 4) Bebas dalam menyampaikan pendapat, 5) Mempunyai rasa keindahan yang dalam, 6) Menonjol dalam salah satu bidang seni, 7) Mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi/sudut pandang, 8) Mempunyai rasa humor yang luas, 9) Mempunyai daya imajinasi, 10) Orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.

  Pada hakekatnya, pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan suatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang ada.

  Fungsi pendidikan adalah membentuk manusia agar memiliki karakter kreatif. Apabila pendidikan bertujuan membentuk karakter kreatif, tentunya setiap peserta didik dengan segala potensinya dapat dilatih untuk menggagas ide-ide kreatif berdasarkan pengalaman hidupnya.

  Kreativitas atau perbuatan kreatif banyak berhubungan dengan inteligensi. Seorang yang kreatif pada umumnya memiliki inteligensi yang cukup tinggi.

  Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Berfikir kreatif selalu dimulai sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berfikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru.

  Kemampuan menyelesaikan berbagai masalah dapat diartikan sebagai berkembangnya wawasan peserta didik yang akhirnya dapat berimplikasi terhadap kreativitasnya. Suryosubroto (2009:124) mengatakan pembelajaran kreatif dan produktif merupakan model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Pendekatan tersebut antara lain belajar kreatif, konstruktif, serta kolaboratif dan kooperatif.

  Menurut Suryosubroto (2009: 125) karakteristik penting dari setiap pendekatan tersebut diintegrasikan sehingga menghasilkan satu model yang memungkinkan siswa mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan produk yang bersumber dari pemahaman mereka terhadap konsep yang sedang dikaji. Beberapa karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

  a) Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. Keterlibatan ini difasilitasi melalui pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dari konsep bidang ilmu yang sedang dikaji serta menafsirkan hasil eksplorasi tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk menjelajahi berbagai sumber yang relevan dengan topik/ konsep/ masalah yang sedang dikaji.

  Eksplorasi ini akan meningkatkan siswa melakukan interaksi dengan lingkungan dan pengalamannya sendiri, sebagai multi media untuk mengontruksi pengetahuan.

  b) Siswa didorong untuk menemukan/ mengontruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara, seperti observasi, diskusi, atau percobaan. Dengan cara ini, konsep tidak ditransfer oleh guru kepada siswa, tetapi dibentuk oleh siswa berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang terjadi ketika melakukan eksplorasi dan interpretasi. Dengan kata lain siswa siswa didorong untuk memberikan makna fenomena yang sedang dikaji menjadi meningkat. Disamping itu siswa didorong untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap topik/ konsep/ masalah yang sama untuk mempertahankan sudut pandangnya dengan menggunakan argumentasi yang relevan.

  c) Siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama. Kesempatan ini diberikan melalui kegiatan eksplorasi, dan rekreasi. Di samping itu, siswa juga mendapat kesempatan untuk membantu temannya dalam menyelesaikan satu tugas. Kebersamaan, baik dalam eksplorasi, interpretas, serta rekrasi dan pemanjangan hasil merupakan arena interaksi yang memperkaya pengalaman.

  Pada dasarnya untuk mempelajari kreatif, seseorang harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusisas, serta percaya diri. Dalam konteks menciptakan susasana kelas yang memungkinkan siswa dan guru merasa bebas mengkaji dan mengeksplorasi topik-topik kurikulum.

3. Prestasi

  a. Pengertian Prestasi Menurut Arifin (2012:12), kata “prestasi” berasal dari bahasa

  Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar”

(achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome).

  Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

  Prestasi belajar memiliki beberapa fungsi utama, antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) Prestasi belajar sebegai indikator intern dan ekstern dari institusi pendidikan.

  5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.

  Sutarno (1985:14) mendefinisikan prestasi sebagai kemampuan nyata yang dapat dicapai individu setelah mengikuti kegiatan belajar yang prosesnya diukur dengan menggunakan tes.

  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari usaha yang telah dicapai dalam kegiatan belajar yang berupa perubahan tingkah laku (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) yang dapat diukur dengan menggunakan alat ukur atau penilaian. Atau dapat berarti Prestasi Belajar adalah hasil yang dicapai dalam mempelajari mata pelajaran yang dapat diukur dengan alat penilaian dan hasilnya dapat diwujudkan dalam bentuk angka.

  b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi 1) Slameto (2010: 54), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor ada di luar individu.

  2) Faktor intern dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu: 1). faktor jasmaniah yang terdiri dari faktor kesehatan dan cacat tubuh; 2). faktor psikologis yang terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; 3). faktor kelelahan

  3) Sedangkan faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu: 1). faktor keluarga yang terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; 2). faktor sekolah yang terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah; 3). faktor masyarakat yang terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. 4) Dari faktor-faktor belajar yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, yaitu: faktor intern (ada di dalam diri siswa) dan faktor ekstern (ada di luar diri siswa).

  5) Prinsip-Prinsip Pengukuran Prestasi Belajar

4. Belajar

  a. Pengertian Belajar Menurut Djamarah (2010: 1), belajar dalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikerenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, dirahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengtajaran dilakukan.

  Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2).

  Menurut Marquis dalam Sagala (2010: 13), belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi pada diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri. Perubahan yang menyebabkan adanya perbedaan tingkah laku dalam pendidikan karena telah memiliki pengalaman dan berlatih dari pengalamanan tersebut. Sehingga akibat dari belajar adalah perubahan dari diri manusia untuk makin bertambah baik. Sejalan dengan pendapat dari Benjamin Bloom dalam Sagala (2010: 34), bahwa belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat, maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

  Pada hakekatnya belajar merupakan proses perubahan seseorang dari yang belum bisa menjadi bisa, dari yang belum mengrti menjadi mengerti.

  Perubahan dalam belajar itu meliputi adanya perbedaan tingkah laku dalam pendidikan yang diperoleh dari pengalaman dan berlatih menerapkan apa yang diajarkan untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. b. Tujuan Belajar Dalam Taksonomi Bloom yang menjelaskan tentang kualitas hasil pendidikan. Jadi tujuan pendidikan adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Peningkatan ini tidak hanya sekedar meningkatkan belaka, tetapi peningkatan yang hasilnya dapat dipergunakan meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, pekerja, professional, warga masyarakat, warga negara, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Sagala, 2010: 34).

  Menurut Hardini (2012:5) tujuan belajar adalah sebagai berikut: 1) Untuk mendapatkan pengetahuan 2) Penanaman konsep dan keterampilan 3) Pembentukkan sikap.

5. Matematika

  a. Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan Matematika dibidang teori bilangan , aljabar, analisis, teori peluang dan Matematika diskrip. Untuk menguasai dan mencipta teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan Matematika yang kuat sejak dini. (BSNP: 2006)

  Menurut Ruseffendi di dalam Suwangsih-Tiurlina (2006:3), mengemukakan Matematika berasal dari perkataan Latin Mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani Mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal kata Mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata Mathematike berhubungan dengan kata lainnya yang sama, yaitu Mathein atau

  Mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal kata,

  maka perkataan Matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.

  Ruseffendi (1996: 81), menjelaskan Matematika adalah suatu cara manusia berfikir. Pencarian kebenaran dalam Matematika disajikan sebagai suatu cara manusia berfikir, sehingga keabsahan (validitas) dari pemikiran kebenaran tidak diragukan lagi.

  Maka dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Matematika adalah ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif yang tujuannnya untuk melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi. b. Tujuan Matematika Tujuan Matematika sekolah, khusus di SD/MI berdasarkan KTSP menurut BSNP (2006) dirumuskan bahwa mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manifulasi

  Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan dalam Matematika.

  3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

  5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

  Menurut Heruman (2007:2-3), bahwa pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep Matematika adalah sebagai berikut: 1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru Matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang kongkret dengan konsep baru Matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. 2) Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep

  Matematika. Pemahaman konsep terdiri atats dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya. 3) Pembinaan Ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan ketrampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep Matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan ketrampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan lanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan ketrampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemua tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya.

  c. Materi Pelajaran Matematika Dalam penelitian ini peneliti mengambil materi pokok tentang pengukuran yang terdiri dari pengukuran satuan waktu, pengukuran satuan panjang dan pengukuran satuan berat. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Matematika kelas IV SD/ MI Semester 1 Tentang Geometri dan Pengukuran

Tabel 2.1 SK dan KD Matematika Kelas IV SD/MI Semester 1 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  Geometri dan Pengukuran

  3. Menggunakan pengukuran sudut, panjang,dan berat dalam pemecahan masalah

  3.2 Menentukan hubungan antar satuan waktu, antar satuan panjang, dan antar satuan berat.

  3.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan satuan waktu, panjang, dan berat.

  Sumber : Panduan KTSP

  Pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara mandiri menyelesaikan masalah-masalah Matematika ataupun masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan Matematika. Untuk itu guru perlu menggunakan metode yang tepat dalam kegiatan belajar di kelas guna meningkatkan kreativitas dan prestasi beajar siswa. Salah satunya dengan metode problem solving.

6. Metode Problem Solving

  a. Pengertian Metode Menurut Hardini-Puspitasari (2012: 13) metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Menurut Djamarah (2010: 72) kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

  b. Problem Solving

  Problem solving Menurut Asyirint (2010:69) adalah metode yang

  menekankan pada pemahaman, solusi, identifikasi kekeliruan, minimalisasi tulisan-hitungan, mencari alternatif dan menyusun soal pertanyaan. Penggunaan metode pemecahan masalah merupakan kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.

  Menurut Hardini-Puspitasari (2012: 9) problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini, anak didik belajar merumuskan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik yang menggunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Orientasi pembelajaran dari problem solving adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

  c. Langkah-Langkah Memecahkan Masalah Menurut Polya (2004:5) langkah-langkah penyelesaian permasalahan atau soal-soal problem solving terdiri atas 4 langkah, yaitu

  Understanding the problem, Devising a plan, Carrying out the plan, dan Looking back. Berikut adalah penjelasannya: 1) Understanding the problem (Mengerti permasalahan)

  Penyelesaian terhadap suatu masalah tentu tidak akan terjadi jika kita tidak memahami, apa permasalahan yang sedang kita hadapi sebenarnya. karena itu, menurut Polya pada tahap ini siswa diharuskan untuk memahami terlebih dahulu masalah yang sedang dihadapinya, tentu hubungannya berlanjut pada apa sebenarnya yang diminta oleh soal.

  2) Devising a plan (Merancang rencana) Rencana yang dimaksud dalam tahap ini adalah rencana yang akan dijalankan dalam proses penyelesaian terhadap suatu soal/masalah. Pada proses atau tahapan ini, siswa akan mulai menyusun langkah-langkah apa yang akan digunakannya dalam menyelesaikan soal. Hal ini tentu membutuhkan kemampuan- kemampuan/pengetahuan-pengetahuan awal yang mereka miliki.

  3) Carrying out the plan (Melaksanakan rencana) Menurut Polya Dengan bertumpu pada langkah-langkah yang telah mereka buat sebelumnya, maka pada tahap ini siswa mulai menyelesaikan masalah/soal yang dihadapinya dengan bantuan langkah-langkah atau cara yang telah mereka persiapkan sebelumnya.

  4) Looking back (Melihat kembali) Dari seluruh proses yang telah dikerjakan siswa, proses paling penting adalah pada tahap melihat kembali (looking back). Mengapa?

  Karena pada tahap ini, langkah terakhir siswa adalah setelah semua rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan baik dan cermat, siswa me-review ulang tahap-tahap yang telah mereka kerjakan. Gunanya adalah untuk mengetahui apakah langkah-langkah yang telah disusun sudah dilaksanakan semua, atau apakah langkah-langkahnya sudah tepat atau belum. Pada tahap inilah memungkinkan siswa memperbaiki proses yang telah ia kerjakan jika terjadi suatu kesalahan.

  Menurut Djamarah (2010:92) penggunaan metode ini dengan mengikuti langkah-langkah metode problem solving adalah sebagai berikut:

  1) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan kemampuannya.

  2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Caranya bisa dengan membaca buku, meneliti bertanya, berdiskusi, dan lain-lain. 3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Jawaban sementara ini didasarkan pada data yang telah diperoleh pada langkah kedua. 4) Menguji kebenaran jawaban sementara dari masalah tersebut.

  Dalam langkah ini, siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul cocok. Untuk menguji kebenaran jawaban tersebut diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.

  5) Menarik kesimpulan. Artinya, siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

  Menurut Asyirint (2010: 70) Metode problem solving mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut: 1) Kelebihan Metode Problem Solving a) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

  b) Berpikir dan bertindak kreatif.

  c) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

  d) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

  e) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

  f) Merangsang perkembangan kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. g) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

  2) Kelemahan Metode Problem Solving

  a) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Seperti terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.

  b) Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain. Untuk mengurangi dampak dari kekurangan ini perlu adanya strategi dalam menerapkan metode problem solving. Pemecahan masalah merupakan pengembangan kemampuan berpikir analisis-kritis melalui latihan memecahkan masalah dan didasarkan pada dunia nyata anak.

  Adapun ciri-ciri dari teknik pemecahan masalah adalah sebagai berikut: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah 2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin 3) Penyelidikan otentik 4) Menghasilkan produk/ karya dan memamerkannya

  Strategi pemecahan masalah menurut Solso dalam Hardini- Puspitasari (2012:88) mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah. Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut.

  1) Tahap pembelajaran: Identifikasi permasalahan

  a) Kegiatan Guru : Memberi permasalahan pada siswa

  b) Kegiatan siswa : Memahami permasalahan

  c) Kegiatan guru : Membimbing siswa dalam melakukan identifikasi permasalahan d) Kegiatan siswa : Melakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi.

  2) Tahap pembelajaran: Resepsentasi/ penyajian

  a) Kegiatan Guru : Membantu siswa untuk merumuskan dan memahami masalah secara benar b) Kegiatan siswa : merumuskan dan pengenaan permasalahan. 3) Tahap pembelajaran: Perencanaan Pemecahan

  a) Kegiatan Guru : Membimbing siswa melakukan perencanaan pemecahan masalah.

  b) Kegiatan siswa : Melakukan perencanaan pemecahan masalah 4) Tahap Pembelajaran: Menerapkan/ mengimplementasikan perencanaan a) Kegiatan Guru : Membimbing siswa menerapkan perencanaan yang dibuat b) Kegiatan Siswa : Menerapkan rencana pemecahan masalah

  5) Tahap pembelajaran: Menilai Perencanaan

  a) Kegiatan Guru : Membimbing siswa dalam melakukan penilaian terhadap rencana pelaksanaan pemecahan masalah.

  b) Kegiatan Siswa : Melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah.

  6) Tahap Pembelajaran: Menilai Hasil Pemecahan

  a) Kegiatan Guru : Membimbing siswa melakukan penilaian terhadap pemecahan masalah.

  b) Kegiatan Siswa : Melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah.

  Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang handal dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran masalah.

B. Penelitian yang Relevan

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wihartati dengan judul skipsi, “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika, dengan Metode Problem Solving Di Kelas II SMA Muhammadiyyah Tonjong” dalam kesimpulannya menyatakan bahwa penggunaan metode problem solving telah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika.

C. Kerangka Berpikir

  Belajar pada dasarnya berbicara tentang tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman yang berasal dari lingkungan. Dari pengertian tersebut tersirat bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas, seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada peserta didik dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

  Penerapan metode problem solving dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memecahkan masalah bisa dengan menggunakan media dan alat peraga maupun fasilitas sarana dan prasarana yang ada kemungkinan siswa akan melakukan penemuan dalam proses pembelajaran Matematika yang memungkinkan siswa bertambah pengetahuan serta membangun kerjasama, saling menghormati, dan timbul kreativitas. Tindakan guru dengan mencoba menggunakan metode problem solving melalui media alat peraga maka bertambah pengetahuannya, sikap serta ketrampilan dalam bidang akademik, sehingga akan meningkatkan profesional dan kualitas guru.

  Perlu adanya inovasi dalam penerapan metode pembelajaran. Penggunaan metode problem solving diharapkan akan memungkinkan siswa lebih mudah memahami materi ajar yang disampaikan, dikarenakan pembelajaran yang disampaikan akan lebih bermakna. Salah satunya dengan streategi pemecahan masalah kreatif dalam menyelesaikan problematik, maksudnya segala cara yang dikerahkan oleh seseorang dalam berfikir kreatif, dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan secara kreatif. Menurut Noller dalam Suryosubroto (2009: 199) solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berfikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah.

  Metode problem solving merupakan salah satu metode yang dianggap cocok untuk diterapkan pada siswa sekolah dasar terutama pada siswa kelas IV.

  Metode problem solving lebih menekankan pada aspek kreativitas, keterampilan, konsep, dan sikap, selalu berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Jadi dapat diduga bahwa penerapan metode problem solving dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Alur kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:

  Pembelajaran Kondisi

  Kreativitas dan konvensional awal prestasi belajar

  Pembelajaran Siklus 1

  Tindakan dengan metode

  Problem Solving

  Siklus 2 Kreativitas dan

  Kondisi Prestasi belajar akhir siswa meningkat

Gambar 2.1 Alur kerangka berpikir

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan analisis teoritik dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: melalui metode problem solving dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar pada mata pelajaran Matematika materi pengukuran satuan . waktu, panjang dan berat di kelas IV SD N 03 Sikasur

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS IV SD NEGERI 2 PELITA BANDAR LAMPUNG

0 8 114

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS IV SD NEGERI 2 PELITA BANDAR LAMPUNG

0 7 30

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE PROBLEM SOLVING PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SDN 3 PANJANG UTARA BANDAR LAMPUNG 2013/2014

2 39 74

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI JARING-JARING BALOK DAN KUBUS MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION PESERTA DIDIK KELAS IV SD N 1 KARANGBENER

0 0 21

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING PADA SISWA KELAS III SD N SALATIGA 01 SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 20162017

0 0 14

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PROBLEM SOLVING SISWA KELAS VII SMP N 1 BOTODAYAAN RONGKOP GUNUNGKIDUL

0 0 8

PENERAPAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP N 1 BANGUNTAPAN

0 2 8

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

0 0 6

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI JARING-JARING KUBUS DAN BALOK MELALUI MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER PADA SISWA KELAS IV SD N 5 PUYOH

0 0 24

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PENGUKURAN (SATUAN PANJANG) MELALUI METODE PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS IV MI KEPUTON KECAMATAN BLADO KABUPATEN BATANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - Test Repository

0 3 162