BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - BAB II FAJAR MUZAKI PAI'13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan

  beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca diantaranya :

  1. Judul skripsi Yunita Setyaningrum tahun 2012, dengan judul : “Keluarga Sebagai Promotor Terbentuknya Kepribadian Muslim Anak”.

  Pada penelitian tersebut dijelaskan bagaimana penerapan pembelajaran pendidikan Islam melalui keluarga agar tercipta kepribadian anak melalui peran keluarga, dengan berbagai metode pembiasaan dan teladan untuk membentuk kepribadian anak. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa keluarga dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian anak, karena keluarga merupakan lembaga pendidikan anak yang pertama dan utama. Proses pendidikan anak melalui teladan dan pembiasaan sangat efektif dalam membentuk pribadi anak.

  2. Judul skripsi Mahyudin tahun 2011, dengan judul : “Konsep Pendidikan Anak dalam Keluarga Menurut Islam”.

  Pada penelitian tersebut diterangkan bahwa bagaimana mendidik akhlak dalam keluarga dan tujuan pendidikan akhlak dalam keluarga. Menjaga diri dan keluarga dari api neraka, hidup dipertanggung jawabkan dihadapan Alloh SWT, begitu juga amanat, kita harus dapat menjaganya dengan cara memeliharanya melalui pendidikan. Agar tidak meninggalkan generasi yang lemah baik ekonomi maupun Akidah. Diharapkan pendidikan akhlak mampu mengajarkan dan membentuk sikap keberagamaan yang memiliki akidah dan tingkat keimanan yang tinggi. Membentuk Akhlak dan sopan santun anak. Penelitan mengungkap bahwa pendidikan anak dalam islam sangat dianjurkan bahkan diwajibkan, anak sebagai amanah dan juga aset orang tua di dunia. Peran orang tua dalam mengajarkan agama dan mendidik anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan fitrah yang suci.

3. Skripsi Ahmad Sobari tahun 2012 dengan judul: “Pendidikan Karakter Bagi Remaja dalam Perspektif Islam”.

  Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana mendidik karakter pada remaja yang sedang mengalami masa labil dengan berbagai kenakalan remaja. Proses dan peran berbagai lembaga untuk menerapkan dan menanamkan pendidikan karakter pada remaja. Hasil penelitian adalah remaja dalam masa peralihan dan mencari jati diri memerlukan bantuan dan bimbingan dari semua elemen masyarakat; baik orang tua, pendidik lembaga pendidikan islam dalam rangka menemukan karakter agar tidak menyimpang dan memiliki akhlak atau karakter yang mulia. Sehingga karakter remaja akan tumbuh dan berkembang dengan baik.

4. Artikel Yan Indra Pratama dan Indra Lukita 2012 dengan judul ;

  ” Realisasi Pendidikan Karakter di SMK Wiworotomo Purwokerto” Tujuan penelitian ini adalah mengetahui strategi dan hambatan dalam menanamkan nilai pancasila dan norma-norma kemasyarakatan dengan tujuan pendidikan karakter terhadap siswa SMK. Bagaimana peran pendidik dan kebijakan sekolah sangat berpengaruh terhadap proses internalisasi nilai pancasila dan etika terhadap siswa SMK yang masih remaja, hambatan lingkungan yang kurang baik dan juga arus globalisasi saat ini sangat mempengaruhi tingkah siswa yang menjadikan banyak terjadi kenakalan pada siswa SMK Wiwirotomo Purwokerto.

  Penelitian dari Yunita Setyaningrum, Mahyudin tentang pendidikan akhlaq pada anak dalam keluarga menurut Islam sangat berhubungan dengan judul skripsi yang sedang penulis teliti. Serta skripsi Ahmad Sobari tentang pendidikan karakter bagi remaja, bagaimana mendidik remaja yang mulai menunjukkan kenakalan-kenakalan. Namun yang perlu dicari benang merah bahwa penelitian sekarang bermaksud untuk mencari bagaimana pendidikan karakter bagi anak usia dini dalam perspektif pendidikan Islam, dengan menanamkan karakter sejak masa anak usia dini maka diyakini anak akan terbentuk karakter sejak dini dan saat remaja ia telah memiliki mentalitas dan budi pekerti yang baik, sehingga tidak melakukan kenakalan remaja, di samping itu pendidikan anak juga tidak hanya dilakukan oleh lembaga keluarga saja, tetapi perlu sistem yang komperhensif dan saling mendukung antar berbagai elemen masyarakat yaitu: keluarga, sekolah, lingkungan serta berbagai lembaga terkait yang menjadikan pendidikan karakter harus dilakukan mulai kecil dan dilakukan secara komperhensif oleh semua elemen masyarakat, sehingga tujuan pendidikan karakter akan tercapai.

B. Pendidikan Karakter 1.

  Pengertian Pendidikan Arti pendidikan secara etimologi dari kata paedagogike berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “PAES”, artinya anak, dan “Ago”, diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak (Ahmadi, Uhbiyati. 2001:70)

  Secara sederhana pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dangan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut pandangan hidup mereka (Ikhsan, 2005 : 2).

  Definisi pendidikan juga dikemukakan oleh para ahli sebagaimana dikutip oleh Ihsan (2005 : 4-5) antara lain; a.

  Drikaraya “ Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda.

  Pengangkatan manusia ketaraf insani” b. Ki Hajar Dewantara

  “ Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak”.

  c.

  GBHN tahun 1973 : “ Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup”. Jadi dari uraian diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai: a.

  Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan dan berlangsung terus sampai anak didik mencapai dewasa.

  b.

  Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya dan merupakan perbuatan manusia.

  c.

  Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki masyarakat.

  d.

  Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan guna mencapai tujuan tertentu.

2. Pengertian Karakter

  Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Aqib (2011 : 2) karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat, watak. Penulis paparkan tentang beberapa pengertian karakter itu dari beberapa sumber literatur yang dikemukakan oleh para ilmuwan, diantaranya sebagai berikut : a.

  Rutland dalam Hidayatullah ( 2010 : 10) mengemukakan karakter adalah gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat di dalam kehidupan seseorang.

  b.

  Karakter adalah mengacu pada serangkaian sikap ( attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan ketrampilan ( skill ). Musfiroh dalam ( Aunillah, 2011 :19) c.

  Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pengiring dan penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain (Hidayatullah, 2010 :13) d.

  Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, Charassein, yang berarti mengukir (Munir, 2010 : 2) e.

  Nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari (Samani dan Hariyanto, 2011 : 43)

  Dari beberapa pengertian karakter di atas sebenarnya dapat disimpulkan bahwa karakter ini tidak berbeda jauh dengan pengertian budi pekerti dan juga akhlak, bahkan dapat diartikan sama antara karakter, budi pekerti dan akhlak. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Sa’aduddin dalam Hidayatullah (2010 : 11), yang mengemukakan bahwa akhlak mengandung beberapa arti, antara lain; tabi’at, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan tanpa diupayakan, dapat berarti adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yakni berdasarkan keinginannya, dan dapat juga diartikan watak, cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal yang diupayakan hingga menjadi adat.

  Dengan kata lain pengertian karakter, akhlak, moral, dan budi pekerti tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga menurut munir (2010 :5), karakter itu dapat dibentuk, jika karakter bukan merupakan seratus persen turunan dari orang tuanya, namun jika gen hanyalah salah satu faktor pembentuk karakter, kita akan meyakini bahwa karakter dapat dibentuk semenjak lahir, jadi di sini peran orang tua dan pendidik sangat besar dalam pembentukan karakter.

3. Pengertian Pendidikan karakter

  Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 2 Pasal 3 menyatakan bahwa : “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan pada Pasal 17 Ayat (3) menyebutkan bahwa pendidikan dasar, bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; (b) berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; (c) sehat, mandiri, dan percaya diri; (d) toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggungjawab. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa tujuan pendidikan di setiap jenjang, sangat berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik

  Dalam INPRES Nomor 1 Tahun 2010. Bidang Pendidikan: Penguatan metodologi dan Kurikulum, menyebutkan:

  1. Penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.

  2. Terimplementasinya uji coba kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.

  Dari dasar hukum dan tujuan pendidikan tersebut maka pendidikan juga berfungsi untuk membentuk karakter bangsa karena banyak pilar karakter yang harus dikembangkan dari subyek pendidikan yaitu anak bangsa. Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk menjalankan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil (aunillah, 2011 :18).

  Pendidikan karakter juga berarti proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Sebagai pendidikan nilai budi pekerti, moral, watak yang bertujuan mengembangkan kemampuaan peserta didik dalam mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. ( Munir, 2010 : 20)

  Pendidikan karakter adalah sebuah bantuan sosial agar individu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain dalam dunia, dan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan (Aqib, 2011 : 38)

  Berdasarkan pengertian di atas, maka pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan menjadi kebutuhan mendesak. Hal ini mengingat demoralisasi dan degradasi pengetahuan sudah sedemikian akut menjangkit bangsa ini disemua lapisan masyarakat (Asmani, 2011 :47).

  Sebab lain juga karena bangsa kita telah lama memiliki kebiasaan-kebiasaan yang kurang kondusif untuk membangun bangsa yang unggul (Hidayatullah, 2010 :15)

  Pendapat lain menjelaskan faktor penyebab rendahnya pendidikan karakter adalah: pertama, sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter, tetapi lebih menekankan pengembangan intelektual. Kedua, kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik (Hidayatullah, 2010 : 15).

  C. Anak Usia Dini

  1. Pengertian Anak Usia Dini Anak usia dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi perkembangan sehingga disebut

  ( usia emas). ( Suyadi, 2010 : 8 )

  the golden age

  Anak Usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun ( UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS). Anak usia dini menurut pakar pendidikan anak adalah kelompok manusia berumun 0-8 tahun, sehingga anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan ( koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi ( daya fikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdaasan spiritual), sosial emosional ( sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak ( Mansur, 2009 : 88)

  Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.

  Augustinus dalam Suryabrata (2000 : 14), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Pengertian anak juga mencakup masa anak itu exist (ada). Hal ini untuk menghindari keracunan mengenai pengertian anak dalam hubugannya dengan orang tua dan pengertian anak itu sendiri setelah menjadi orang tua. Anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya. Filsafat tentang perkembangan dan pertumbuhan itu di samping memperhatikan individualitas anak juga harus memperhatikan masyarakat anak tempat diasuh dan didewasakan Kartono (cet keeenam, 2007 :42), hal ini memberikan pengertian bahwa sikap bawaan dan lingkungan menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi anak. http://pgribanjarsari. wordpress.com /2010/01/11/perkembangan-anak- pada-masa-sekolah/ (13 /9/ 2012)

  2. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini Pengertian lebih lengkap tentang pendidikan anak usia dini adalah sebagai berikut : a)

  Menurut mansur ( 2009 : 88-89) Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga 6 tahun secara menyeluruh, yang mencangkup aspek fisik dan non fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani ( moral dan spiritual) motorik, akal pikiran, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Upaya yang dilakukan mencangkup stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan, penberian nutrisi, dan penyediaan kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi dan belajar secara aktif.

  b) Menurut UU NO.20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab, Pasal 1, butir 1, menyatakan:

  “ Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukkan kepda anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkenbangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”

  3. Fase Perkembangan Anak Usia Dini Menurut Kohlberg yang dikutip Wibowo (2012 : 108-109), bahwa perkembangan anak dibagi tahapan-tahapan, diantaranya: a) Tingkatan 1. Pada tahap ini orientasi anak kepada hukuman dan kepatuhan, dimana kesan fisik sangat menentukan mana yang baik dan buruk.

  b) Tingkatan 2. Pada tingkatan ini orientasi anak kepada individu atau instrumen, dimana apa yang dapat memuaskan diri sendiri dan saling memuaskan antara satu dengan yang lain dianggap baik.

  c) Tingkatan 3. Pada tingkatan ini orientasi anak adalah pada apa yang baik dan yang tidak baik, anak-anak sudah memperhatikan orientasi perlakuan-perlakuan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.

  d) Tingkatan 4. Pada tingkatan ini orientasi anak adalah mempertahankan norma sosial dan otokrasi. Pada tingkatan ini perbuatan baik yang diperlihatkan oleh seseorang bukan hanya bertujuan agar ia dapat diterima oleh masyarakat, akan tetapi bertujuan untuk mempertahankan norma-norma sosialnya.

  e) Tingkatan 5. Pada tingkatan ini orientasi pada nilai-nilai yang diterima dan disetujui oleh masyarakat yang mencangkup hak-hak pribadi dan kelompok, serta segala peraturan yang menentukan mana yang benar.

  Menurut Suyadi ( 2010 : 67 ) mengemukakan beberapa aspek perkembangan anak usia dini, diantaranya : a)

  Perkembangan fisik-motorik Perkembangan fisik-motorik adalah perkembangan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Gerak tersebut berasal dari perkembangan refleks dan kegiatan yang ada sejak lahir.

  b) Perkembangan kognitif

  Perkembangan kognitif pada anak-anak bermula dari perhatian mereka terhadap lingkungan sekitarnya. Pada usia empat bulan anak sudah dapat melakukan sesuatu agar apa yang diinginkannya terpenuhi.

  c) Perkembangan bahasa

  Perkembangan bahasa sudah mulai terlihat pada akhir masa dininya, rata- rata anak telah menyimpan lebih dari empat belas ribu kata.

  d) Perkembangan sosial emosional

  Perkembangan sosial adalah adalah tingkat jaringan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas. Sementara perkembangan emosional adalah luapan ketika anak berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian,perkembangan sosial-emosional adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

  e) Perkembangan nilai-nilai moral keagamaan

  Perkembangan nilai-nilai moral keagamaan pada anak lebih berupa doktrin teologis yang disampaikan oleh orang tuanya, orang tuanya terus menanamkan dogma-dogma agama sehingga muncul rasa beragama dalam dirinya, walaupun belum dipahami oleh anak karena tahap perkembangan anak belum sampai menerima dogma agama d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Dini Secara umum perkembangan anak selama masa perkembangannya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terangkum dalam dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Keduanya memiliko pengaruh dalam perkembangan anak, yaitu” 1)

  Faktor Internal Yang dimaksud dengan faktor internal adalah segala sesuatu yang ada dalam diri individu yang keberadaannya mempengaruhi dinamika perkembangan. Termasuk ke dalam faktor-faktor internal tersebut adalah faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kematangan fisik dan psikis. 2)

  Faktor Eskternal Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar diri individu. yang keberadaannya mempengaruhi terhadap dinamika perkembangan. Yang termasuk faktor eksternal antara lain : faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik, dan faktor lingkungan non fisik.

  Pertumbuhan dan perkembangan tidak hanya menyangkut masalah fisik atau jasmani saja, tetapi juga menyangkut masalah rohani. Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap individu terdapat beberapa macam, antara lain : a) Faktor Pembawaan

  Pada waktu anak lahir, membawa berbagai kemungkinan potensi yang ada pada dirinya. Secara umum kemungkinan-kemungkinan potensi yang ada pada anak yang baru lahir adalah : (1)

  Kecerdasan (2)

  Bakat-bakat khusus (3)

  Jenis kelamin (4)

  Jenis ras (5)

  Sifat-sifat fisik (6)

  Sifat-sifat kepribadian (7)

  Dorongan-dorongan Pada waktu dilahirkan anak telah merupakan satu kesatuan

  

psycho-physis sebagai hasil pertumbuhan yang teratur dan kontinu

  sewaktu dalam kandungan ibu. Selama perkembangannya individu- individu itu tidak statis, melainkan dinamis, dan pengalaman belajar yang disajikan kepada mereka harus sesuai dengan sifat-sifat khasnya yang sesuai dengan perkembangannya itu.

  Jenis kelamin dan jenis ras merupakan faktor bawaan yang dibawa oleh individu sejak lahir. Perkembangan atau fase selanjutnya tiap individu akan berbeda-beda baik dari segi fisik/jasmani maupun perkembangan rohaninya.

  Masa anak-anak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan. Masa anak-anak awal dimulai ketika anak berusia antara 2 sampai 6 tahun. Pada masa anak awal perkembangan fisik anak akan terlihat lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masa bayi. Pada anak usia ini faktor pembawaan anak akan mulai terlihat dan orangtua atau orang yang lebih tua darinya akan memperoleh gambaran tentang kebiasaan dan kemampuan anak.

  b) Faktor Lingkungan Kehidupan manusia khususnya anak-anak dibutuhkan banyak berinteraksi dengan individu lainnya. Lingkungan fisik (phiysical

  

envirenment ) banyak mempengaruhi perkembangan individu. Faktor

lingkungan seperti halnya alam sekitar disebut sebagai faktor exogen.

  Pada anak usia ini anak anak sudah siap memasuki dunianya yakni masuk dunia kanak-kanak. Kemampuan berbicara, mobilitas, keikutsersertaan sosial yang cepat, kesemuanya mempercepat pertumbuhan intelektual anak. Pada masa anak usia seperti ini telah mendapat sebagian besar perkembangan berbahasa mereka sebagai salah satu tugas belajar mereka yang penting. Kemampuan berbahasa yang dicapai akan memudahkan mereka belajar lebih lanjut.

  Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak usia dini adalah orang tua. Orang tua sebagai guru alamiah akan mampu melihat dan mengerti serta menanggapi kemauan anak. Melalui berbagai komunikasi serta interaksi dengan orang tua akan terbentuk sikap, kebiasaan dan kepribadian seorang anak, selain itu ada pula faktor lingkungan yang secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan anak, seperti halnya dengan kebudayan.

  Kebudayaan (culture) secara tidak langsung ikut mewarnai situasi, kondisi ataupun corak interaksi di mana anak itu berada. Selain faktor- faktor di atas, faktor agama juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi dan kebiasaan anak. Salah satunya adalah anak mulai tahu tentang kebersihan, yakni dengan melakukan buang air di tempat yang biasa dilakukan oleh orang tuanya. (13/ 9/ 2012)

3. Pendidikan Islam a.

  Pengertian Pendidikan Islam Marimba dalam Ahmadi (2003 : 110) menerangkan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

  Mujib (2006 :10-21) mengungkapkan bahwa Dalam khasanah pendidikan Islam, pengertian kata pendidikan pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, al-ta’lim, riyadhah. masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna sendiri-sendiri yaitu:

  1) Istilah al-tarbiyah

  Penggunaan istilah al-tarbiyah berasal dari kata rabb yang berarti tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian dan eksistensinya.

  Jika ditinjau dari katanya, dapat dilihat dalam tiga bentuk:

a) Raba-yarbu-tarbiyah,yang berarti bertambah dan berkembang.

  b) Rabiya-yarba-tarbiyah, yang bermakna tumbuh dan berkembang.

  c) Rabba-yarubbu-tarbiyah, yang bermakna memperbaiki, menguasai, memelihara, dan merawat, memperindah dan menjaga kelestariannya.

  2) Istilah al-Ta’lim

  Penggunaan istilah al-ta’lim bersumber dari ‘allama, berarti pengajaran yang bersifat pemberian, penyampaian, pengetahuan dan ketrampilan.

  Kata ta’lim menurut tinjauan bahasanya mempunyai asal kata berikut: a) ‘allama-ya’lamu, yang berarti mengecap atau memberi tanda.

  b) ‘alima-ya’lamu, yang berarti mengerti atau memberi tanda. 3)

  Istilah al-Tadrib Kata al-ta’dib merupakan masdar dari kata addaba, mempunyai kata dan makna dasar sebagai berikut: a) Ta’dib, berasal dari kata dasar ‘aduba-ya’dubu, yang berarti melatih, mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan santun.

  b) Berasal dari kata ‘adaba-ya’dibu, yang berarti mengadakan pesta atau perjamuan yang berbuat dan berperilaku sopan.

  c) Kata ‘addaba, sebagai bentuk kerja ta’dib, mengandung pengertian mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan.

  Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ta’dib berarti usaha menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga anak didik terdorong untuk berperilaku sopan santun sesuai dengan yang diharapkan.

  4) Istilah Riyadah

  Riyadah secara bahasa diartikan dengan pengajaran dan pelatihan. Menurut Al Bastani, riyadah dalam konteks pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak mulia. Di bawah ini pengertian pendidikan islam oleh para ahli yang dikutip Mujib (2006 : 25-26) :

  a) Muhammad SA. Ibrahim, pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.

  b) Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.

  c) Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, merumuskan pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

  b.

  Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam Menurut ibnu Taimiyah yang dikutip Mujib (2006 : 51) bahwa tugas pendidikan Islam pada hakikatnya tertumpu pada dua aspek, yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan tabiat peserta didik. Sedangkan fungsi pendidikan Islam adalah menyediakan segala fasilitas yang dapat memungkinkan tugas-tugas pendidikan agama Islam tersebut tercapai dan berjalan dengan lancar.

  Lebih lanjut lagi Mujib (2006 : 52) mengatakan bahwa pendidikan Islam berfungsi menumbuhkembangkan potensi, dimana manusia memiliki sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi tersebut yang dimiliki peserta didik.

  c.

  Sumber Pendidikan Islam Mujib (2006 :29) mengungkapkan bahwa sumber pendidikan islam adalah:

  1) Al Quran

  Secara harfiah al-Quran berarti bacaan atau yang dibaca. Hal ini sesuai dengan tujuan kehadirannya, antara lain agar menjadi bahan bacaan untuk dipahami, dihayati dan diamalkan kandungannya. Adapun secara istilah al-Quran adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, dianggap ibadah bagi yang membacanya.

  2) As Sunnah

  Secara harfiah as-Sunnah adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi SAW baik perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi baik sebelum maupun setelah masa kenabian. Sunnah menurut ahli hadis sama dengan pengertian hadits. 3)

  Kata-kata sahabat (madzhab shahabi) Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi SAW, dalam keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman juga. Fazhrul

  Rahman yang dikutip Mujib (2006 :40) berpendapat bahwa karakteristik sahabat adalah: a)

  Tradisi yang dilakukan para sahabat secara konsepsional tidak terpisah dari Sunnah Nabi SAW.

  b) Kandungan yang khusus dan aktual tradisi sahabat sebagian besar adalah produk sendiri.

  c) Unsur kreatif dari kandungan merupakan ijtihad personal yang telah mengalami kristalisasi dalam ijma, yang disebut madzhab shahabi d) Praktik amaliah sahabat identik dengan ijma (kuosesus umum)

  4) Kemashalatan umat/sosial (mashalil al-mursalah)

  Adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum tentang pendidikan dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash, demi pertimbangan kemashalatan bersama. 5)

  Kebiasaan masyarakat (‘uruf) Tradisi atau adat (‘uruf) adalah kebiasaan masyarakat, baik perkataan atau perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan- akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam melakukan karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera. 6)

  Hasil pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad) Ijtihad adalam pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai batas puncaknya. Hasil ijtihad berupa rumusan operasional tentang pendidikan Islam yang digunakan dalam melihat masalah-masalah kependidikan.

4. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam

  Dalam islam tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam, dan pentingnya komparasi akal dan wahyu dalam menentukan nilai- nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggungjawab selain syariat. Keteladanan merujuk kepada kualitas karakter seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad SAW (Majid, 2012 :58) Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam Islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah.

  (Aisyah Abdurrahman Al Jalal) Maktabah Abu Salma al-Atsari http://dear.to/abusalma. (13/ 9/ 2012) Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencangkup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Intinya adalah wahyu Ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam. Akibatnya karakter dalam Islam sering dilakukan dalam doktriner dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis (Majid 2012 :58-59).