Optimasi pH dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol hasil fermentasi ada suhu 35 C oleh Saccharomyces cerevisiae - USD Repository

OPTIMASI pH DAN KONSENTRASI MOLASE TERHADAP PRODUKSI
ETANOL HASIL FERMENTASI PADA SUHU 350C
OLEH Saccharomyces cerevisiae

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Teresa Yuna Swanita Prawidhana
NIM : 058114153

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

 

OPTIMASI pH DAN KONSENTRASI MOLASE TERHADAP PRODUKSI

ETANOL HASIL FERMENTASI PADA SUHU 350C
OLEH Saccharomyces cerevisiae

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Teresa Yuna Swanita Prawidhana
NIM : 058114153

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

 

ii


 

 

 

iii

 

 

 

iv

 

 


,

Bila kenangan adalah sebuah pulau dalam waktu lalu
Bila setiap menit dan detik begitu berharga,
‘kan ku jadikan kenangan di masa depan
sebagai pulau-pulau dalam waktu lalu ku.

Skripsi ini kupersembahkan bagi:
Bapak dan Ibu tercinta,
Adik-adikku tersayang,
Seseorang yang mengisi hatiku
Dan Almamaterku…………
 

v

 

 


 

vi

 

 

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, atas karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Optimasi pH dan Konsentrasi
Molase Terhadap Produksi Etanol Hasil Fermentasi Pada Suhu 350C oleh
Saccharomyces cerevisciae ini telah dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun guna
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi.
Keberhasilan dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Christine Patramurti M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan dosen
penguji, atas segala bantuan, bimbingan, nasehat dan waktu yang telah
diberikan.
2. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., selaku dosen penguji, atas segala
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan.
3. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro M.Si., selaku dosen penguji, atas segala
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan.
4. Mas Sarwanto, Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Sigit, Mas Bimo, Mas Adit,
atas bantuannya di laboratorium selama ini.
5. Bapak, Ibu, Adik-adikku tercinta, atas pengertian dan doanya.
6. Benediktus Supriyadi Nugroho atas kasih sayang, dukungan, masukan,
penyertaan dan perhatiannya.

 

vii

 

 


7. Team Alkohol: Ermin, Prima, Imel, Reni, Pipit, Angel atas suka duka dan
kebersamaan yang tak terlupakan.
8. Teman dan sahabat: Uli, Lia, Ina, dan Dina atas dukungannya.
9. Mas Rian yang telah meluangkan waktu untuk diskusi.
10. Teman-teman FST C’2005 atas pertemanan, suka dan duka selama ini.
11. Teman-teman kelompok praktikum F atas kebersamaan yang tak
terlupakan.
12. Semua teman angkatan’05 terima kasih atas kebersamaannya
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga telah
membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan melimpahkan karunia-Nya, atas segala kebaikan dan jasa
yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala masukan ,
kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis
berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan ilmu
pengetahuan serta bagi masyarakat luas.

Penulis


 

viii

 

 

 

ix

 

 

INTISARI
Fermentasi merupakan proses biologi oleh mikrobia misalnya yeast
Saccharomyces cerevisiae untuk memperoleh produk yang berguna di mana

terjadi pemecahan karbohidrat secara anaerobik. Etanol merupakan produk
fermentasi dari molase yang kadarnya ditetapkan dengan metode kromatografi
gas. Kadar etanol dipengaruhi oleh pH, konsentrasi molase dan suhu fermentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pH, konsentrasi molase atau
interaksi keduanya dalam menentukan kadar etanol hasil fermentasi pada suhu
350C serta untuk mendapatkan area optimum pH dan konsentrasi molase berdasar
contour plot kadar etanol.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi. Optimasi pH
dan konsentrasi molase ini meliputi tahapan-tahapan: inokulasi Saccharomyces
cerevisiae ke dalam molase pada pH 4,8 dan konsentrasi 160Brix selama 49,5 jam
pada suhu 300C hingga pertumbuhan mencapai fase stasioner; fermentasi dengan
penambahan molase pH 4; 4,5; dan 5 konsentrasi 80; 160; dan 240Brix selama 72
jam pada suhu 350C; distilasi sederhana etanol hasil fermentasi dan penetapan
kadar etanol dengan kromatografi gas. Data yang diperoleh berupa kadar etanol
hasil fermentasi dianalisis menggunakan desain faktorial untuk menentukan pH
dan konsentrasi molase yang optimum untuk fermentasi.
Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi molase dominan dalam
menentukan kadar etanol. Dari contour plot diperoleh area optimum yang
diprediksi sebagai pH dan konsentrasi optimum fermentasi etanol pada suhu 350C.
Kata kunci: fermentasi, kadar etanol, pH, konsentrasi molase.


 

x

 

 

ABSTRACT
Fermentation is a biological process by microbia for example
Saccharomyces cerevisiae to get useful product, in which carbohydrate separate
anaerobic. Ethanol is a fermentation product from molasses which is the value
determined by gas chromatography method. Ethanol is affected by pH,
concentration of the molasses and fermentation temperature. The aim of this
research was to investigate effect among pH, molasses concentration and between
pH and molasses concentration on ethanol concentration at 350C and also to
obtain the optimum area pH and molasses concentration based on contour plot
value of ethanol.
This research was an independent experimental observation. This

optimation pH and molasses concentration was by means of some steps:
inoculation Saccharomyces cerevisiae into the molasses at pH 4,8 and 160Brix
concentration for 49,5 hours long at 300C until the stationer phase; fermentation
with adding molasses pH 4; 4,5 and 5 concentration 80; 160; and 240Brix for 72
hours at 350C; ethanol simple destilation of fermentation product and
determination ethanol value by gas chromatography. The data from the research
which was the value of ethanol as the fermentation product is which analized by
using factorial design to determine pH and molasses concentration that optimum
for fermentation.
The result showed that the concentration was dominant in way of
determining the ethanol value. From contour plot, the optimum area that is
predicted as optimum pH and molasses concentration on the etanol fermentation
at 350C.
Keyword: fermentation, value of etanol, pH, molasses concentration.

 

xi

 


 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………….....……………..……...................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………...…..………...

iii

HALAMAN PENGESAHAN ...………….………………...…….................

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................

v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................

vi

PRAKATA .....................................................................................................

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………...………….

ix

INTISARI………………….……………..……….…………..................….

x

ABSTRACT…………………........………………...…...................…………

xi

DAFTAR ISI……………………….…………………........…...........…….

xii

DAFTAR TABEL……………….……......................……...………....…….

xvi

DAFTAR GAMBAR……………......……………..……………….....…….

xvii

DAFTAR LAMPIRAN…….........………………...…………...…...............

xviii

BAB I. PENGANTAR ……………………...……………………………....

1

A. Latar Belakang ……………..……………………..……..………

1

1. Permasalahan Penelitian ………………….…….....……..

2

2. Keaslian Penelitian ………………..…….……..………… 2
3. Manfaat Penelitian …………………...……………...…… 3
B.Tujuan Penelitian ………….……………….………………….....

3

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA …………………..……………..…… 4
A. Fermentasi ………..……………………………………..………

 

xii

 

4

 

1. Tinjauan umum ...…...…………...……….…..…………

4

2. Media Fermentasi ……….......………...……...………… 5
3. Saccharomyces cervisciae ………………...…..…...…… 7
B. Destilasi …………...……..………….…………………...……..

11

C. Etanol …………..……………………………………………….

12

D. Kromatografi Gas …………..………..…………..…………...… 13
1. Tinjauan Umum ...……………..……………..……..……. 13
2. Komponen Kromatografi Gas ....………………..……..…

13

E. Metode Desain Faktorial ……….…………...…………..…..…… 17
F. Landasan Teori .…………………………...…………..…..……..

19

G. Hipotesis ….………………………………...……....……..…….

20

BAB III. Metode Penelitian .…………………………...….…………..……

21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……..…………….….………..

21

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……………..…..

21

1. Variabel Penelitian ……...……………….……….…….

21

2. Definisi Operasional ……………...……………..……...

21

C. Bahan dan Alat ………………………………………………....

22

1. Bahan ………………...………….……………….……..

22

2. Alat ………………...…….……….…………………….

22

D. Tata Cara Penelitian …………………………………………….

23

1. Pengumpulan Molase …………………….….….………

23

2. Pembuatan Larutan Molase …………………….…….… 23
3. Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevsiae ….…....

 

xiii

 

23

 

a. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae …...…..

23

b. Fermentasi ……………..…………………..……

23

4. Penyulingan Etanol Hasil Fermentasi ……………..........

25

5. Kromatografi Gas …………………..…….…..…..…….

25

a. Optimasi Kromatografi Gas …………….......… 25
b. Validasi Metode Kromatografi Gas ………..….

26

6. Penetapan Kadar Etanol dengan Metode Kromatografi
Gas..................................................................................... 28
E. Analisis Hasil …………...…………………………................…

28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………..….…...

30

A. Pengumpulan Molase ………………..…….………...………….

30

B. Fermentasi Etanol ………………………...……….....…………

30

1. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae ……….…...…..

30

2. Fermentasi ………………..……………..………....….…

31

C. Destilasi ……………........................……………….…….....…..

33

D. Hasil Optimasi Kromatografi Gas ……………….……….….….

34

E. Hasil Validasi Metode Kromatografi Gas ……………………..… 36
1.

Pembuatan Kurva Baku Etanol ….......…..…………..…

36

2.

Hasil Penentuan recovery dan kesalahan acak ….……..

37

F. Penetapan Kadar Etanol ………………..…………..……...……

38

G. Optimasi Proses Kromatografi ………………………...….…….

41

 

1. Pengaruh pH dan Konsentrasi Molase ……….........…...

41

2. Penentuan Daerah Optimum ………...….…..………..…

44

xiv

 

 

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………......….. 45
A. Kesimpulan ………………………………….......….....………… 45
B. Saran ………………………………….……...……....…………..

45

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….…………..

46

BIOGRAFI PENULIS …………………………………...…..….………….

71

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

xv

 

 

DAFTAR TABEL

Tabel I.

Komponen molase ……………………………..…………..…….

7

Tabel II.

Rancangan faktorial desain 2 faktor 3 level ………….…..….…..

17

Tabel III. Pembuatan larutan molase 140Brix, 160Brix,
180Brix dan 280Brix ……………………………………….....….. 23
Tabel IV. Pembuatan variasi pH dan konsentrasi molase ….…………..…..

25

Tabel V. Seri kurva baku ………………………………………….……….

26

Tabel VI. Kadar recovery …………………………………………..…...…..

27

Tabel VII. Kurva baku etanol dengan standar internal butanol ….………….. 36
Tabel VIII. Hasil perhitungan recovery dan kesalahan acak ………….….….

37

Tabel IX. Perbedaan waktu retensi etanol dan butanol ……………....…….

38

Tabel X . Kadar etanol rata-rata …………………………………...........…. 40
Tabel XI. Efek konsentrasi molase, pH dan interaksi dalam
menentukan kadar etanol ………………………………………...

41

Tabel XII. Perhitungan ANOVA …………………………….…………...…

42

 

xvi

 

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Sel Saccharomyces cerevisiae .................................................

Gambar 2.

Skema alat kromatografi gas ………………….....…..………. 16

Gambar 3.

Fermentor …………………………………………....………. 24

Gambar 4.

Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae .......................

Gambar 5.

Fermentsi etanol ........................................................................ 32

Gambar 6.

Grafik waktu fermentasi dan kadar etanol ……….……..…… 33

Gambar 7.

Kromatogram etanol hasil validasi ……………….......……...

Gambar 8.

Interaksi fase diam dengan etanol …………………...………. 39

Gambar 9.

Interaksi fase diam dengan butanol …………………...……..

Gambar 10.

Kromatogram sampel etanol ………………………...….…… 40

Gambar 11.

Grafik hubungan antara konsentrasi molase
dan kadar etanol ……………………………………......……

Gambar 12.

9

30

35

39

43

Grafik hubungan antara pH dan
kadar etanol …………………………………....…..……….... 43

Gambar 13.

 

Contour plot kadar etanol ……………………..…..…..……..

xvii  

44

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data luas puncak etanol dan butanol kurva baku ………...…..

48

Lampiran 2. Data recovery dan kesalahan acak ……………….…..……….

49

Lampiran 3. Kadar sampel ……………………………….……..………….

50

Lampiran 4. Kromatogram validasi metode ……………….………………

54

Lampiran 5. Kromatogram recovery ……………………..………...………

57

Lampiran 6. Kromatogram sampel …………………..……………..……...

59

Lampiran 7. Orientasi waktu fermentasi ……………..………...…………..

64

Lampiran 8. Perhitungan ANOVA ……………..………………………….

66

Lampiran 9. Perhitungan contour plot …..………………………..………..

69

Lampiran 10. Perhitungan efek …………………………………………….

70

 

 
 

 

xviii  

 

BAB I
PENGANTAR
 

A. Latar Belakang
Fermentasi merupakan proses biologi oleh mikrobia untuk memperoleh
produk yang berguna di mana terjadi pemecahan karbohidrat secara anaerobik
(Fardiaz, 1992).
Pabrik Gula dan Spiritus Maduksimo adalah satu-satunya pabrik di
Yogyakarta yang memproduksi etanol. Bahan baku yang digunakan adalah
molase yang merupakan hasil samping dari Pabrik Gula Madukismo. Molase
adalah sisa dari proses pengkristalan gula yang mengandung karbohidrat. Proses
yang dipakai adalah fermentasi molase oleh Saccharomyces cerevisiae. S.
cerevisiae merupakan mikroorganisme yang potensial dalam proses fermentasi
untuk memproduksi etanol dengan rendemen yang tinggi dan merupakan yeast
fermentatif kuat yang dapat memecah glukosa manjadi etanol.
Proses fermentasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: suhu, pH
dan konsentrasi molase. S. cerevisiae mempunyai suhu optimum untuk
pertumbuhan. pH medium (molase) merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi aktifitas dan kematian mikroba. Nutrisi juga dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan kehidupannya yang meliputi sumber karbon, sumber nitrogen,
sumber energi dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin) yang didapatkan
dari

molase.

 

1

 

 

Sejak tahun 1955 proses pembuatan etanol Pabrik Spiritus Madukismo
belum melakukan optimasi proses fermentasi yang merupakan faktor yang penting
pada produksi etanol. Menurut Gaur (2006) suhu fermentasi adalah 25-350C. Pada
penelitian ini digunakan suhu 350C yang berada dalam range suhu fermentasi.
Semakin tinggi suhu dapat meningkatkan kecepatan metabolisme tetapi pada suhu
diatas 400C maka kecepatan metabolisme Saccharomyces dalam mengubah gula
menjadi etanol akan menurun. Atas dasar uraian tersebut, peneliti tertarik untuk
meneliti optimasi pH dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol hasil
fermentasi pada suhu 350C oleh Saccharomyces cerevisiae.

1. Perumusan Masalah
a. Manakah efek pH, konsentrasi atau interaksi yang dominan dalam
menentukan kadar etanol hasil fermentasi?
b. Apakah dapat ditemukan area optimum pH dan konsentrasi molase pada
contour plot yang diprediksi sebagai pH dan konsentrasi optimum
fermentasi etanol pada suhu 350C?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang penulis lakukan, penelitian tentang
optimasi pH dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol hasil fermentasi
pada suhu 350C oleh Saccharomyces cerevisiae belum pernah dilakukan.

 
 

2

 

3. Manfaat Penelitian
a.

Manfaat teoritis
Memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan terutama tentang optimasi pH
dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol hasil fermentasi pada
suhu 350C.

b.

Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada PG-PS
Madukismo mengenai kondisi fermentasi (konsentrasi molase dan pH)
yang menghasilkan kadar etanol optimum pada suhu 350C.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH
dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol secara fermentasi pada suhu
350C.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efek yang dominan dalam menentukan

kadar etanol hasil

fermentasi dari pH dan konsentrasi molase atau interaksi antara konsentrasi
dan pH pada suhu 350C.
b. Mendapatkan area optimum dari pH dan konsentrasi molase pada contour
plot yang diprediksi sebagai pH dan konsentrasi optimum fermentasi etanol
pada suhu 350C.

 
 

3

 

 

BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA

A. Fermentasi
1.

Tinjauan Umum
Fermentasi adalah proses mikrobiologi untuk memperoleh produk yang

berguna, di mana terjadi pemecahan karbohidrat secara anaerob. Peruraian
karbohidrat yang kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikroba sehingga
menghasilkan energi (Perry, 1999).
Langkah-langkah proses fermentasi yaitu:
a.

Proses pemasakan: bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku untuk
produksi yang meliputi pengenceran, penambahan nutrien.

b.

Proses pembibitan (persiapan Saccharomyces cerevisiae): bertujuan untuk
mengembangkan jumlah sel.

c.

Proses peragian (fermentasi): bibit dari proses 2 ditambah molase. Pada tahap
ini sudah menghasilkan etanol dengan kadar 8-12%.

d.

Proses penyulingan (destilasi)

(Anonim, 1984).

Pada prinsipnya reaksi dalam proses pembuatan etanol dengan proses
fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6
Glukosa

2C2H5OH + CO2 + Energi

(1)

Etanol

Jika digunakan disakarida seperti sakarosa reaksinya adalah sebagai
berikut:

 
 

4

 

a.

 

5

Reaksi hidrolisa
Yeast mengandung enzim invertase yang bertindak sebagai katalis untuk
mengubah sakarosa menjadi glukosa.
invertase
C12H22O11

+ H2O

2C6H12O6

Sakarosa

(2)

Monosakarida
(glukosa dan fruktosa)

b.

Reaksi fermentasi
Glukosa akan bereaksi dengan enzim zymase yang mengubah glukosa
menjadi etanol dan CO2.
zymase

2.

C6H12O6

2C2H5OH

Glukosa

Etanol

+

2CO2

(3)
(Harahap, 2003).

Media fermentasi
Produksi etanol dengan cara fermentasi bisa diproduksi dari 3 macam

karbohidrat, yaitu:
a.

Bahan-bahan yang mengandung gula atau disebut juga substansi sakharin
yang rasanya manis, seperti misalnya gula tebu, gula bit, molase (tetes),
macam-macam sari buah-buahan dan lain-lain.

b.

Bahan yang mengandung pati, misalnya: padi-padian, jagung, gandum,
kentang sorgum, malt, barley, ubi kayu dan lain-lain.

c.

Bahan-bahan yang mengandung selulosa, misalnya kayu, cairan buangan
pabrik pulp dan kertas (waste sulfire liquor).

 
 

 

 

6

Pada umumnya sebagai media untuk produksi etanol secara komersial
pada industri fermentasi etanol di Indonesia dipakai molase yang bisa didapatkan
secara luas dan murah (Harahap, 2003).
Dalam formulasi media, dibutuhkan komponen-komponen yang harus
dipenuhi yaitu:
a.

Air adalah sumber utama

b.

Sumber energi: sumber karbon

c.

Sumber karbon: glukosa, tepung, molase, dan lain-lain

d.

Sumber-N:
1) Inorganik: NH3 (g), garam, ammonia (NH4Cl) atau nitrat. pH bisa turun
setelah NH4+ diambil sehingga perlu diberi NaOH
2) Organik: Asam Amino, protein, urea

e.

Mineral: Mg, P, K, S, Ca, Cl, dan lain-lain

f.

Vitamin: Biotin (dalam pembuatan glutamic acid)

g.

Prekursor: berfungsi mempercepat terbentuknya produk (Riadi, 2007).
Molase merupakan salah satu sumber karbohidrat bagi yeast yang

mengandung gula, senyawa N, vitamin dan unsur-unsur kelumit. Adapun unsurunsur molase mengandung gula, senyawa N, vitamin dan elemen terbatas.
Komponen molase gula tebu adalah sebagai berikut : berat kering : 77-84; sukrosa
: 33,4; gula invert : 21,2; bahan organik lain : 19,6; Nitrogen : 0,4 – 1,5; P2O3: 0,6
-2,0; CaO : 0,1–1,1; MgO : 0,03 – 0,1; K2O : 2,6 – 5,0; Abu : 7-11; thiamin : 830
µg/berat kering; riboflavin : 250; niosianida : 2100; asam pantothenat : 2140;
asam folat : 3,8; biotin : 120 (Cruger & Grueger, 1984).

 
 

 

 

7

Tabel I. Komponen molase
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Komponen
Berat kering
Sukrosa
Gula invert
Bahan organik lain
Nitrogen
P2O3
CaO
MgO
K 2O
Abu
Thiamin
Riboflavin
Niosianida
Asam pantothenat
Asam folat
Biotin

Jumlah (dalam %)
77-84
33,4
21,2
19,6
0,4-1,5
0,6-2,0
0,1-1,1
0,03-0,1
2,6-5,0
7-11
830
250
2100
2140
3,8
120

Molase berbeda dengan bahan baku yang umum digunakan dalam
produksi etanol seperti jagung dan kentang. Bahan ini mengandung karbohidrat
yang disimpan sebagai pati sehingga harus mengalami perlakuan awal dengan
memasakkan dan kerja enzim untuk menghidrolisis pati menjadi gula yang dapat
difermentasi. Sebaliknya karbohidrat dalam molase telah siap untuk difermentasi
tanpa perlakuan pendahuluan karena berbentuk gula (Hidayat, 2006).

3.

Saccharomyces cerevisiae
Yeast merupakan fungi uniseluler yang ukurannya lebih besar dari

bakteri. Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan yeast pada umumnya
hampir sama dengan kapang, yaitu dengan suhu optimum 25-300C dan suhu
maksimum 35-470C. Kebanyakan yeast lebih menyukai tumbuh pada keadaan

 
 

 

 

8

asam, yaitu pH 4-4,5, dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali,
kecuali telah beradaptasi. Yeast tumbuh baik pada pada kondisi aerobik, tetapi
yang bersifat fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat. Yeast
dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya, yaitu yang
bersifat fermentatif dan oksidatif. Yeast fermentatif dapat melakukan fermentasi
etanol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis (Embden MayerhoffParnas) dengan total reaksi sebagai berikut (Fardiaz, 1992):
C6H12O6
Glukosa

2 C2H5OH + 2 CO2 + Energi

(4)

Etanol

Gula yang umumnya dapat difermentasi oleh yeast adalah glukosa,
galaktosa, maltosa, sukrosa, laktosa, trehalosa, melibiosa dan raffinosa. Beberapa
yeast juga dapat memfermentasi melezitosa (trisakarida), cellobiosa (disakarida)
atau alfa-metil-D-glukosida. Tidak ada yeast yang dapat memfermentasi pentosa
atau metil pentosa, meskipun banyak yang dapat menggunakan pentosa untuk
proses respirasi atau oksidasi. Cellobiosa tidak begitu baik untuk difermentasi,
tetapi merupakan substrat yang baik untuk proses respirasi (Fardiaz, 1992).
Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang bersifat fermentatif
yang banyak digunakan dalam produksi etanol (Fardiaz, 1992). S. cerevisiae
melakukan reproduksi vegetatif dengan membentuk tunas. Sel berbentuk ellipsoid
atau silinder. Yeast tidak mampu tumbuh pada nitrat sebagai satu-satunya sumber
nitrogen (Hidayat, 2006).
 
 
 
 

 
 

 

 

9

 

1
2
3
 

 

Gambar. 1 Sel Saccharomyces cerevisiae
Keterangan: 1. Budding; 2. Sel induk; 3. Spora
Sel Saccharomyces cerevisiae berbentuk bundar, lonjong, memanjang,
atau seperti benang dan menghasilkan pseudomiselium. Berkembang biak secara
vegetatif dengan cara penguncupan multilateral. Konjugasi isogam atau
heterogam dapat mendahului atau dapat terjadi setelah pembentukan askus. Dapat
berbentuk tonjolan-tonjolan. Setiap askus dapat mengandung 1-4 spora dengan
berbagai bentuk. Spora dapat berkonjugasi. Disimilasi berlangsung dari oksidatif
yang disukai sampai kepada fermentatif yang dominan. Dalam biakan cair
biasanya terjadi pertumbuhan di dasar. Cincin dan pelikel dapat terbentuk dalam
jangka waktu yang lebih panjang. Senyawa-senyawa gula yang umum biasanya
difermentasikan dengan kuat. (Pelczar, 1988).
Mikrostruktur sel yeast terdiri dari kapsul, dinding sel, membran
sitoplasma, nukleus, satu atau lebih vakuola, mitokondria, globula lipid, volutin
atau polifosfat, dan sitoplasma. (Fardiaz, 1992).
Klasifikasi umum Saccharomyces cerevisiae:
Famili

: Saccharomycetaceae

Genus

: Saccharomyces
 
 

 

Spesies

 

: S. cerevisiae

10

(Anonim, 2008).

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan yeast, yaitu sebagai
berikut:
a.

Nutrisi (Zat gizi)
Dalam kegiatannya yeast memerlukan penambahan nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan, yaitu:
1) Unsur C, ada karbohidrat
2) Unsur N, dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen, missal
ZA, urea, ammonia, dan sebagainya.
3) Unsur P, dengan penambahan pupuk fosfat, misal NPK, TSP, DSP, dan
sebagainya.
4) Mineral-mineral
5) Vitamin-vitamin

b.

Keasaman (pH)
Untuk fermentasi etanol, yeast memerlukan media dengan suasana
asam, yaitu antara pH 4,0-5,0. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan
penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau dengan natrium
bikarbonat jika substratnya asam.

c.

Suhu
Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah
28-300C. Pada waktu fermentasi terjadi kenaikan panas, karena reaksinya
eksoterm. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, diperlukan
pendinginan agar tetap dipertahankan tetap 26-300C.

 
 

 

d.

 

11

Udara
Fermentasi etanol berlangsung secara anaerobik (Hidayat, 2006).

B. Distilasi
Distilasi adalah proses pemisahan dua atau lebih cairan dalam larutan
dengan berdasarkan relative volatility-nya dan perbedaan titik didihnya. Proses
akhir pembuatan etanol adalah distilasi, etanol hasil proses fermentasi yang
berkonsentrasi 8%-12%v/v, dipisahkan dan dipekatkan untuk dapat dipakai
sebagai bahan bakar ataupun kebutuhan lain (Alico, 1982).
Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda nyata
suhu didihnya, distilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga
merupakan cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien. Pada tekanan
atmosfir, air mendidih pada 1000C dan etanol mendidih pada suhu sekitar 770C.
perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran
etanol air. Prinsip distilasi yaitu jika larutan campuran etanol air dipanaskan, maka
akan lebih banyak molekul etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini
didinginkan (dikondensasi), maka konsentrasi etanol dalam cairan yang
dikondensasikan itu akan lebih tinggi dari pada dalam larutan aslinya. Jika
kondensat ini dipanaskan lagi dan kemudian dikondensasikan, maka konsentrasi
etanol akan lebih tinggi lagi. Proses ini bisa diulangi terus, sampai sebagian besar
dari etanol dikonsentrasikan dalam suatu fase. Namun hal ini ada batasnya. Pada
larutan 96% etanol, didapatkan suatu campuran dengan titik didih yang sama

 
 

 

 

12

(azeotrop). Jika dengan cara distilasi ini, etanol tidak bisa lebih pekat dari 96%
(Harahap, 2003).
C. Etanol
Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, jernih, tidak
berwarna,bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 780C. Mudah terbakar.
Etanol dapat bercampur dengan air dan hampir dengan semua pelarut organik
lainnya (Anonim, 1995).
Etanol digunakan tidak hanya sebagai bahan kimia dalam proses industri
dan sains sebagai pereaksi, pelarut dan bahan bakar tetapi juga sebagai sumber
daya alternatif bahan bakar untuk mobil. Etanol dapat diproduksi secara mudah
dengan proses fermentasi (Pramanik, 2005). Etanol untuk keperluan farmasetis
sebagai pereaksi umumnya menggunakan kadar 70-95% (Anonim, 1979).
Sudah sejak lama etanol diproduksi dengan fermentasi gula. Gula
sederhana merupakan raw material untuk produksi etanol. Zymase merupakan
enzim yang dikeluarkan oleh yeast, yang dapat mengubah gula sederhana menjadi
etanol dan karbon dioksida. Etanol yang diproduksi dengan fermentasi kadarnya
antara 8-12%, jika di atas 12%, etanol dapat menghancurkan enzim zymase dan
proses fermentasi akan berhenti (Shakhashiri, 2008).

 
 

 

 

13

D. Kromatografi Gas
1.

Tinjauan umum
Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri

dengan meneruskan arus gas melalui fase diam (Bonelli, 1988).
Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas sangat
banyak, namun ada batasan-batasannya. Senyawa tersebut harus mudah menguap
dan stabil pada temperatur pengujian.
Kromatografi gas berguna untuk:
a.

Semua gas

b.

Sebagian molekul organik tak terion, padat atau cair, mengandung hingga 25
atom karbon.

c.

Senyawa organometalik (derivat yang mudah menguap dari ion logam)
Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur

pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan
kromatografi gas (Christian, 2004).
2.

Komponen Kromatografi Gas
a. Suplai gas pembawa. Gas pembawa merupakan fase gerak yang harus

bersifat inert. Helium merupakan fase gerak yang biasa digunakan, meskipun
argon, nitrogen dan hidrogen juga digunakan. Gas tesebut tersedia dalam tanki
denagn pengatur tekanan. Regulator, gauges, dan pencatat aliran harus dapat
mengontrol kecepatan aliran gas. Tekanan pada kolom inlet biasanya berkisar
antara 10-15 psi dan kecepatan aliran antara 25-50 ml/menit (Bonelli, 1988).

 
 

 

 

14

Gas pembawa dipilih berdasarkan sifat inertnya. Fungsi utamanya adalah
untuk membawa uap analit melalui sistem kromatografi tanpa berinteraksi dengan
komponen-komponen sampel (Dean, 1995).
b. Tempat injeksi sampel. Tempat penginjeksian berfungsi menyediakan
jalan masuk sampel ke dalam aliran gas pembawa dan untuk menyediakan panas
yang cukup untuk menguapkan sampel. Microsyringe merupakan alat yang
digunakan untuk menginjeksikan sampel cair ke blok yang dipanaskan.
Pemanasan pada tempat penginjeksian berfungsi untuk mengubah sampel cair
menjadi fase gas secara langsung (flash vaporization) tanpa dekomposisi dan
fraksinasi (Dean, 1995).
c. Kolom. Pipa kolom dapat terbuat dari tembaga, baja nirkarat,
aluminium, dan kaca yang berbentuk lurus, lengkung atau melingkar. Tembaga
kurang cocok karena dapat menyerap atau bereaksi dengan komponen cuplikan
tertentu (Bonelli, 1988).
Pemisahan komponen-komponen sampel terjadi pada kolom yang terus
menerus dialiri fase gerak. Kolom pemisahan mengandung fase diam yang berupa
(1) adsorben atau (2) cairan yang didistribusikan pada permukaan partikel –
partikel berdiameter kecil atau interior tabung kapiler (Dean, 1995). Fase diam
dipilih berdasarkan polaritas sampel (Christian, 2004).
Dua jenis kolom yang sering digunakan dalam kromatografi gas adalah
kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas adalah jenis kolom yang pertama
dan telah digunakan selama bertahun-tahun. Kolom kapiler adalah jenis kolom
yang sering digunakan sekarang, tetapi kolom kemas masih digunakan untuk

 
 

 

 

15

aplikasi yang tidak membutuhkan resolusi yang tinggi atau ketika peningkatan
kapasitas dibutuhkan (Christian, 2004).
d. Fase diam. Fase diam dipilih berdasarkan polaritasnya, denagn prinsip
like dislove like. Fase diam yang polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa
polar, fase diam non-polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa non-polar
(Christian, 2004). Komponen-komponen sampel harus teretensi di fase diam
untuk memperoleh resolusi. Retensi yang semakin lama dan selektif akan
menghasilkan resolusi yang semakin baik. Gas pembawa yang inert tidak
memiliki peran dalam selektivitas solute, walaupun mempengaruhi resolusi.
Selektivitas bisa divariasi hanya dengan mengubah kepolaran fase diam atau
dengan mengubah suhu kolom (Dean, 1995).
e. Detektor. Detektor menunjukkan adanya komponen dalam eluen dan
mengukur kuantitasnya. Ciri detektor yang dikehendaki adalah kepekaannya
tinggi, tingkat deraunya rendah, kelinieran tanggapanya lebar, tanggap terhadap
semua jenis senyawa, kuat, tidak peka terhadap perubahan aliran dan suhu, serta
murah harganya (Bonelli, 1988).
FID (Flame Ionized Detector) merupakan detektor yang sering
digunakan. FID bergantung pada campuran bahan organik, pada saat terurai oleh
panas menghasilkan ion intermediet yang menghantarkan arus listrik menuju
nyala. Hidrogen digunakan sebagai gas pembawa, dan eluent dicampur dengan
oksigen dan teroksidasi pada burner yang dilengkapi dengan sepasang elektroda.
Deteksi melibatkan pengamatan terhadap hasil oksidasi. Detektor ionisasi
menunjukkan sensitivitas tinggi (~ 10-13 g/ml). Detektor ini mempunyai rentang

 
 

 

 

16

sensitivitas 10-100 pg. Detektor ini tidak sensitif untuk kebanyakan senyawa
anorganik termasuk air (Christian, 2004).
f. Oven dengan pengendali termostatis. Suhu harus dimonitor,
disesuaikan, dan diatur pada tempat injeksi, kolom dan detektor. Suhu pada
tempat injeksi harus cukup tinggi untuk menguapkan sampel secara langsung,
namun tidak boleh terlalu tinggi sehingga menyebabkan terjadinya dekomposisi
termal atau penataulangan. Suhu kolom tidak perlu melebihi titik didih sampel
(tetapi diatas titik kondensasinya). Suhu detektor harus cukup tinggi sehingga
tidak terjadi kondensasi sampel, namun tidak terlalu tinggi sehingga merusak
detektor (Dean, 1995).
Oven pada kromatografi gas mempunyai kipas yang mendistribusikan
panas secara merata di dalam oven. Suhu dalam oven bisa diprogram untuk
menghasilkan panas yang konstan, disebut kondisi isothermal atau meningkat
secara berkala (Watson, 1999).
g. Recorder atau alat pencatat

Gambar 2. Skema alat kromatografi gas

 
 

 

 

17

E. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik
untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan
matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial merupakan desain yang digunakan
untuk mengevaluasi efek dari faktor yang dipelajari secara simultan dan efek yang
relatif penting dapat dinilai (Armstrong & James, 1996). Desain faktorial
digunakan dalam penelitian di mana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda
dalam penelitian ingin diketahui (Bolton, 1997).
Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level
yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur. Respon yang diukur harus dapat
diekspresikan secara numerik. Deskripsi sifat (seperti besar, lebih besar, terbesar)
dan nomor urut (seperti menunjukan respon terbesar adalah 1, selanjutnya 2, dan
seterusnya) tidak dapat digunakan (Armstrong & James, 1996). Respon yang
diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1997).
Rancangan desain faktorial dua faktor dan tiga level seperti tabel
berikut:
Tabel II. Rancangan faktorial desain dua faktor tiga level
Percobaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
 
 

Faktor A
-1
-1
-1
0
0
0
+1
+1
+1

Faktor B
-1
0
+1
-1
0
+1
-1
0
+1

Interaksi
+1
0
-1
0
0
0
-1
0
+1

 

 

18

Keterangan:
-1
0
+1
Percobaan 1
Percobaan 2
Percobaan 3
Percobaan 4
Percobaan 5
Percobaan 6
Percobaan 7
Percobaan 8
Percobaan 9

= level rendah
= level sedang
= level tinggi

= faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah
= faktor A pada level rendah, faktor B pada level sedang
= faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi
= faktor A pada level sedang, faktor B pada level rendah
= faktor A pada level sedang, faktor B pada level sedang
= faktor A pada level sedang, faktor B pada level tinggi
= faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah
= faktor A pada level rendah, faktor B pada level sedang
= faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi

Rumusan yang berlaku :
Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12 (XA)(XB)

(5)

Dengan :
Y
= respon hasil atau sifat yang diamati
(XA)(XB)
= level faktor A dan faktor B
b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Dari rumus (5) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu
respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang
optimum (Bolton, 1997).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antarfaktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Muth, 1999).

 
 

 

 

19

F. Landasan Teori
Fermentasi adalah proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia
untuk memperoleh produk yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerob. Bahan baku yang digunakan adalah molase yang
mengandung glukosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang
digunakan dalam fermentasi. Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim
zimase yang dapat memecah glukosa menjadi etanol dan CO2. Proses fermentasi
terdiri dari 4 tahap, yaitu: pemasakkan, pembibitan, fermentasi, dan penyulingan.
Proses pemasakan bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku untuk produksi
yang meliputi pengenceran, penambahan nutrient. Proses pembibitan bertujuan
untuk mengembangkan jumlah sel. Proses fermentasi dilakukan pada konsentrasi
molase baru. Pada tahap ini sudah menghasilkan etanol dengan kadar 8-12%.
Proses penyulingan bertujuan untuk memisahkan etanol dari senyawa-senyawa
lain.
Proses fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya pH dan
konsentrasi molase. Konsentrasi molase sangat mempengaruhi kadar etanol hasil
fermentasi karena didalamnya mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan kehidupannya yang meliputi sumber karbon, sumber nitrogen,
sumber energi dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin) yang didapatkan
dari molase. pH medium juga berpengaruh pada kadar etanol hasil fermentasi
karena mempengaruhi aktifitas dan kematian mikroba.
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan optimasi pH dan
konsentrasi molase untuk mendapatkan kadar etanol yang diinginkan.

 
 

 

 

20

G. Hipotesis
Terdapat area optimum kondisi fermentasi (pH dan konsentrasi molase)
pada contour plot yang menghasilkan kadar etanol yang optimum.

 
 

21 

 

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian berjudul Optimasi pH dan Konsentrasi Molase Terhadap
Produksi Etanol Hasil Fermentasi pada Suhu 350C oleh Saccharomyces cerevisiae
ini termasuk penelitian eksperimental kuasi.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.

Variabel Penelitian
a. Variabel bebas adalah pH (4; 4,5; dan 5) dan konsentrasi molase
(80Brix,160Brix dan 240Brix).
b. Variabel tergantung adalah kadar etanol hasil fermentasi.
c. Variabel pengacau terkendali adalah suhu fermentasi 350C dan jumlah ose
pengambilan kultur murni S. cereviciae yaitu sebanyak 3 ose.

2.

Definisi Operasional
a. Molase atau tetes tebu merupakan hasil samping PG Madukismo yang
menjadi bahan dasar produksi etanol yang mengandung gula, senyawa
nitrogen dan vitamin.
b. Fermentasi

adalah

proses

produksi

etanol

dari

molase

dengan

menggunakan S. cerevisiae dalam keadaan anaerobik.
c. Optimasi produksi etanol adalah proses pengkondisian pertumbuhan S.
cerevisiae dan proses fermentasi etanol secara optimum sehingga

 
 

21

22
 

diperoleh etanol murni dengan jumlah yang lebih banyak dan kualitas
yang lebih baik.
d. 0Brix adalah zat padat semu yang terlarut (dalam gram) di dalam 100 gram
larutan.
e. Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang digunakan untuk proses
produksi etanol dari molase.
f. Kadar etanol hasil fermentasi dari molase oleh Saccharomyces cerevisiae
dinyatakan dalam % v/v.

C. Bahan dan Alat
1.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah molase sebagai bahan

dasar produksi etanol, kultur murni Saccharomyces cerevisiae, pupuk NPK
(nitrogen phosphor, kalium), pupuk urea, H2SO4, NH4OH, gas hidrogen HP
99,995%, gas oksigen HP 99,995%, gas nitrogen UHP 99,9995%, etanol p.a.
(Merck), n-hexana (Merck), n-butanol (Merck).
2.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah fermentor, jarum ose,

bunsen, MSC (Microbiology Safety Cabinet), seperangkat alat destilasi,
seperangkat alat kromatografi gas (HP 5890) dengan Flame Ionization Detector
(FID), kolom kapiler CP Wax 52 CB (30 m, i.d. 0,25 mm), alat pencatat, dan alatalat gelas (PYREX-GERMANY).

 
 

23
 

D. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan Molase
Molase yang digunakan berasal dari PS Madukismo Yogyakarta dengan
konsentrasi 85,230Brix sebanyak 10 L dalam satu kali pengambilan.
2.

Pembuatan Larutan Molase
Larutan molase 40 Brix dibuat dengan cara empat puluh tujuh mililiter

molase dari PS Madukismo dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml,
diencerkan dengan aquadestilata hingga tanda,. Larutan tersebut disaring dan
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Ke dalam
larutan ditambahkan 0,44 mg urea. Diaduk hingga homogen. Kemudian
ditambahkan asam sulfat hingga pH 4-5.
Dengan cara yang sama seperti di atas, dibuat larutan molase dengan
konsentrasi 140Brix, 160Brix, 180Brix dan 280Brix (tabel III).
Tabel III. Pembuatan Larutan Molase 140Brix, 160Brix, 180Brix dan 280Brix
Konsentrasi
Jumlah
Urea
NPK
Aquadest
Keterangan
molase
molase
140Brix
164 ml
0,44 mg 0,34 mg ad 1000 ml
Media
pertumbuhan
180Brix
188 ml
0,44 mg 0,34 mg ad 1000 ml
Media
pertumbuhan
160Brix
188 ml
0,44 mg
ad 1000ml 
Media
fermentasi
40Brix
47 ml
0,44 mg
ad 1000ml
Media
fermentasi
280Brix
329 ml
0,44 mg
ad 1000ml 
Media
fermentasi
3. Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae
a. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Ke dalam erlenmeyer
100 ml dimasukkan 15 ml larutan molase 140Brix dan 15 ml larutan molase

 
 

24
 

180Brix serta ditambahkan pupuk urea dan NPK, diinokulasikan kultur murni
Saccharomyces cerevisiae sebanyak 3 ose. Kemudian diinkubasi dalam shaker
incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 300C selama 49,5 jam
(Ongirwalu, 2008).
b. Fermentasi. Setelah kurva pertumbuhan mencapai fase stasioner
(49,5 jam), larutan molase 160 brix dipindahkan ke dalam labu alas bulat 250 ml.
Ditambahkan 60 ml larutan molase 40 Brix dan pupuk urea. Kemudian
ditambahkan H2SO4 atau NH4OH hingga pH 4. Labu alas bulat dirangkai menjadi
fermentor (gambar. 3). Fermentor diinkubasikan dalam incubator pada suhu 350 C
selama 72 jam.

Gambar. 3 Fermentor
Fermentasi dibuat pada berbagai konsentrasi dan pH (tabel IV)

 
 

25
 

Tabel IV. Pembuatan variasi pH dan konsentrasi molase
Suhu
pH
Konsetrasi Molase (0Brix)
8
4
16
24
8
350 C
4,5
16
24
8
5
16
24

4. Penyulingan Etanol Hasil Fermentasi
Dari hasil fermentasi difiltrasi menggunakan corong Buchner dengan
bantuan pompa penghisap kemudian dilakukan destilasi dengan waterbath selama
4 jam.
5.

Kromatografi Gas
a. Optimasi kondisi kromatografi gas
1) Pemilihan kolom dan detector yang sesuai
Kolom yang dipilih adalah CP Wax 52 CB merupakan kolom polar
cocok untuk penetapan kadar etanol. Detektor yang dipilih adalah
FID karena memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap senyawasenyawa organik termasuk etanol.
2) Optimasi suhu kolom, detektor dan injektor
Suhu pada kolom, injektor dan detector diatur agar dapat
menguapkan larutan baku etanol dan standar internal n-butanol dan
mempertahankannya dalam fase gas. Pengaturan suhu diatur mulai
dari 500C di atas titik didih n-butanol yaitu 1500C dan terus
ditingkatkan agar diperoleh suhu yang optimal.
 
 

26
 

3) Optimasi aliran gas pembawa N2
Kecepatan aliran gas pembawa diatur dengan mengubah tekanan
head kolom. Tekanan awal yang diberikan adalah 7 psi dan
kemudian diatur sedemikian sehingga terjadi pemisahan yang baik
antara etanol dan n-butanol.
4) Optimasi kecepatan gas H2 dan O2
Perbandingan kecepatan aliran gas H2 dan O2 adalah 1:10. Hal ini
dilakukan sesuai denagan tujuan untuk menghasilkan nyala yang
stabil pada detektor.
b. Validasi metode kromatografi gas
1)

Pembuatan seri larutan baku etanol
Bahan yang digunakan untuk membuat seri larutan baku etanol
adalah etanol p.a. dan sebagai standar internal digunakan n-butanol
p.a. Disiapkan seri baku dengan konsentrasi berikut menggunakan
labu ukur 5 ml.

Etanol p.a (ml)
0,1
0,7
1,3
1,9
2,5

Tabel V. Seri kurva baku
Konsentrasi akhir etanol %v/v
n-butanol (µl)
20
0,2
20
1,4
20
2,6
20
3,8
20
5

Etanol p.a. dan n-butanol dengan jumlah seperti tertulis diatas
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml. Volume 5 ml dicapai dengan
penambahan hexan. Replikasi dilakukan 3 kali.
2)

 
 

Pembuatan kurva baku etanol

27
 

Satu mikroliter (1µl) larutan baku dari masing-masing konsentrasi
disuntikkan ke dalam kolom melalui tempat injeksi. Pada waktu
400 detik proses kromatografi dihentikan sehingga diperoleh luas
puncak kromatogram. Luas puncak etanol dan n-butanol dari
kromatogram dihitung, kemudian dicari rasio luas puncak etanol/nbutanol. Kurva baku dibuat dengan memplotkan rasio luas puncak
etanol/n-butanol vs kadar etanol (%v/v). Persamaan kurva baku
dicari dengan regresi linear.
3)

Penentuan recovery dan kesalahan acak
Disiapkan larutan dengan konsentrasi berikut menggunakan labu
ukur 10 ml.

Etanol p.a (ml)
0,1
1,3
2,5

Tabel VI. Kadar recovery
Konsentrasi akhir etanol %v/v
n-butanol (µl)
20
0,2
20
2,6
20
5

Etanol p.a. dan n-butanol dengan jumlah seperti tertulis diatas
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml. Volume 5 ml dicapai dengan
penambahan hexan. Replikasi dilakukan 3 kali. Kemudian
diinjeksikan pada kolom kromatografi gas. Akan diperoleh luas
puncak kromatografi. Luas puncak etanol dan n-butanol dari
kromatogram dihitung, Dicari rasio luas puncak etanol/n-butanol.
Rasio luas puncak etanol/n-butanol tersebut dimasukkan sebagai
variabel Y dalam persamaan kuva baku kadar etanol (%v/v) yang

 
 

28
 

dicari, kemudian dimasukkan sebagai variabel X. Recovery dan
kesalahan acak dihitung dengan rumus sebagai berikut:
recovery =
kesalahan acak =

6.

x 100%
x 100%

Penetapan Kadar Etanol Dengan Metode Kromatografi Gas
Sampel yang telah didestilasi diambil 5 ml, dimasukkan ke dalam labu

ukur 5 ml ditambahkan 20 µl butanol. Volume 5 ml dicapai dengan penambahan
n-hexana. Diambil 1 µl dan diinjeksikan pada kolom kromatografi gas. Pada
waktu 400 detik proses kromatografi dihentikan sehingga diperoleh luas puncak
kromatogram. Luas puncak etanol dan n-butanol dari kromatogram dihitung,
dicari rasio luas puncak etanol/n-butanol. Kadar etanol hasil fermentasi ditentukan
menggunakan persamaan kurva baku.

E. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari kadar etanol yang terkumpul dianalisis
menggunakan metode desain faktorial. Dengan menggunakan perhitungan metode
desain faktorial, dapat dihitung besarnya pengaruh pH dan konsentrasi molase dan
interaksi keduanya terhadap kadar etanol. Dari persamaan desain faktorial dapat
dibuat contour plot kadar etanol.
Untuk mengetahui perbedaan respon yang terjadi pada tiga level pH dan
konsentrasi molase yang berbeda dan mengetahui adanya interaksi pH dan

 
 

29
 

konsentrasi molase yang diteliti dilakukan dengan analisis statistik anova. Taraf
kepercayaan yang digunakan untuk uji statistik adalah 95 %.

 
 

 

 

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Molase
Penelitian ini menggunakan molase yang berasal dari PS Madukismo
Yogyakarta yang merupakan bahan dasar produksi etanol. Molase diambil
sebanyak 10 L dengan konsentrasi 85,230Brix dalam satu kali pengambilan
sehingga dapat mewakili keseluruhan populasi. Molase kemudian diencerkan
menggunakan aquadest untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan.

B. Fermentasi Etanol
1.

Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
Tujuannya adalah untuk memperbanyak sel-sel yeast agar jumlahnya

menjadi banyak sebelum digunakan untuk fermentasi. Menurut Ongirwalu (2008)
kondisi pertumbuhan yang optimum dilakukan pada kondisi aerob, dengan kadar
molase 160Brix, pH 4,8. Pertumbuhan dikondisikan pada suhu 300C dalam shaker
incubator selama 49,5 jam yaitu pada fase stasioner.
 

Gambar 4. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
30
 

 

 

31

Pada fase stasioner laju pertumbuhan yeast sama dengan laju
kematiannya sehingga jumlah yeast keseluruhan akan tetap. Hal ini dikarenakan
nutrien yang ada dalam medium makin berkurang sedangkan jumlah yeast berada
dalam jumlah yang maksimal. Selama fase stasioner terjadi